BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Kerja 2.1.1 Definisi Gizi Kerja - Pengaruh Pemberian Makanan Selingan Terhadap Peningkatan Kapasitas Kerja Tenaga Kerja di PT Canggih Lestari Plastika Kecamatan Medan Sunggal Medan Tahun 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gizi Kerja
2.1.1 Definisi Gizi Kerja
Menurut Irianto (2007), istilah gizi berasal dari bahasa arab “Giza” yang berarti zat makanan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah nutrition yang berarti bahan makanan atau zat gizi atau sering diartikan sebagai ilmu gizi. Lebih luas, gizi diartikan sebagai suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat gizi untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal organ tubuh serta untuk menghasilkan tenaga. Sedangkan kerja adalah suatu aktivitas/kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk melangsungkan hidup agar lebih baik.
Pengertian gizi kerja adalah suatu proses organisme dalam menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat gizi untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal organ tubuh serta untuk menghasilkan tenaga agar dapat melakukan suatu aktivitas/kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk melangsungkan hidup agar lebih baik (Irianto, 2007).
2.1.2 Status Gizi
Menurut Robinson dan Weighley dalam buku “Pengantar Gizi Masyarakat” (2012), status gizi adalah keadaan kesehatan yang berhubungan dengan penggunaan makanan oleh tubuh dan kebutuhan gizi adalah banyaknya zat gizi yang dibutuhkan seseorang untuk mencapai dan mempertahankan status gizi adekuat.
Menurut Standar Baku Nasional, status gizi dibedakan menjadi : 1.
Status gizi gemuk dengan BB/TB > 2SD dari z score.
2. Status gizi normal dengan BB/TB di antara -2SD hingga 2SD dari z score .
3. Status gizi kurus (wasted) dengan BB/TB < -2SD dari z score.
4. Status gizi kurus sekali dengan BB/TB < -2SD dari z score. Status gizi juga dapat dihitung berdasarkan berat badan ideal dan indeks massa tubuh. Penentuan berat badan menggunakan standar Brocca yaitu : Berat badan Ideal (kg) = {(Tinggi badan (cm) – 100) – 10% (TB – 100)
Penentuan Indeks Massa Tubuh dengan menggunakan rumus :
( )
IMT = 2 Pembagian kategorinya di Indonesia sebagai berikut : 1.
Kurus : a.
Kekurangan berat badan tingkat berat dengan IMT < 17 b.
Kekurangan berat badan tingkat ringan dengan IMT 17,0 – 18,5 2. Normal dengan IMT 18,5 – 25,0 3. Gemuk : a.
Kelebihan berat badan tingkat ringan dengan IMT 25,0 – 27,0 b. Kelebihan berat badan tingkat berat dengan IMT > 27,0 (Indrawani,
2007) Gizi salah (malnutrition) dapat didefinisikan sebagai keadaan sakit atau penyakit yang disebabkan oleh kekurangan relatif atau mutlak dam kelebihan satu atau lebih zat makanan esensial yang berguna dalam tubuh manusia (Oppusunggu, 2008). Menurut bentuknya, gizi salah diklasifikasikan oleh Barba dkk (1991) sebagai berikut :
1. Gizi kurang (undernutrition), keadaan ini sebagai akibat dari konsumsi makanan yang tidak memadai jumlahnya pada kurun waktu cukup lama.
Contoh : kekurangan energi protein (KEP) dapat menyebabkan penyakit marasmus dan kwashiorkor.
2. Gizi lebih (overnutrition), keadaan ini diakibatkan oleh konsumsi makanan yang berlebihan untuk jangka waktu yang cukup lama. Contoh : kegemukan.
3. Kurang gizi spesifik (specific deficiency), keadaan ini disebabkan oleh kekurangan relatif atau mutlak pada zat-zat makanan tertentu. Contohnya : kekurangan vitamin A yang dapat menyebabkan penyakit xeropthalmia dan gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) yang dapat menyebabkan penyakit gondok.
4. Gizi tak seimbang (inbalance), kondisi yang merupakan akibat dari tidak seimbangnya jumlah antara zat makanan esensial dengan atau tanpa kekurangan zat makanan tertentu. Contoh : gangguan keseimbangan tubuh, sering loyo, dan lain-lain.
Menurut Adriani (2012), kadar zat makanan (gizi) pada setiap bahan makanan memang tidak sama, ada yang rendah dan ada pula yang tinggi, karena itu dengan memperhatikan “Empat Sehat, Lima Sempurna” yang selalu dianjurkan pemerintah, setiap bahan makanan akan saling melengkapi zat makanan/gizinya yang selalu dibutuhkan tubuh manusia guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik serta energi yang cukup guna melaksanakan kegiatan-kegiatannya. Zat makanan (gizi) yang diperlukan tubuh manusia ada yang berasal dari tumbuh-tumbuhan (pangan nabati) dan ada pula yang berasal dari hewan (pangan hewani).
Setiap orang selalu membutuhkan dan mengkonsumsi berbagai bahan makanan, dalam kehidupan sehari-hari. Zat gizi adalah zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan yang dikonsumsi tersebut, mempunyai nilai yang sangat penting tergantung dari macam-macam bahan makanannya yang berguna untuk : a.
Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan, terutama bagi mereka yang masih dalam pertumbuhan, misalnya : penggantian sel-sel yang rusak dan sebagai zat pelindung dalam tubuh dengan cara menjaga keseimbangan cairan tubuh.
b.
Memperoleh energi guna melakukan kegiatan fisik sehari-hari (Irianto, 2007).
Namun demikian, beberapa faktor lain yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan, terhadap penyediaan bahan-bahan makanannya, tetap masih merupakan kendala-kendala. Kemauan setiap rumah tangga untuk memperbaiki pola pemberian makanan kepada anggota keluarga dengan makanan yang bergizi memang telah ada, akan tetapi keadaan dan kemampuan kepala rumah tangganya (terutama berkaitan dengan pendapatan/penghasilan yang diperoleh) sering menjadikan kemauan yang telah ada hanya sebagai rencana saja tanpa unsur-unsur pendukungnya (Irianto, 2007).
Menurut Harper et. al. (1985) dalam Pangan Gizi dan Pertanian, di Negara-negara yang sedang berkembang ada 4 faktor yang sangat berpengaruh terhadap konsumsi pangan sehari-hari bagi sebagian besar penduduknya, yaitu : a.
Produksi pangan untuk keperluan rumah tangga.
b.
Pengeluaran uang untuk keperluan pangan rumah tangga.
c.
Pengetahuan tentang gizi.
d.
Tersedianya pangan, yang dipengaruhi oleh point a dan b.
Menurut Kartasapoetra (2010), manusia demi kehidupannya sangat ditentukan oleh berlangsungnya atau bergeraknya proses-proses dalam tubuhnya, seperti berlangsungnya proses peredaran/sirkulasi darah, denyut jantung, pernafasan, pencernaan, proses-proses fisiologis lainnya, selanjutnya bergerak melakukan berbagai kegiatan atau melakukan pekerjaan fisik, untuk itu semua diperlukan energi. Dalam masyarakat yang diet sehari-harinya sebagian berasal dari sumber nabati, adanya penyakit infeksi maupun investasi parasit sangat berperan dalam penentuan tingkat status gizi.
Energi dalam tubuh manusia dapat timbul dikarenakan adanya pembakaran karbohidrat, protein, dan lemak, dengan demikian agar manusia selalu tercukupi energinya diperlukan pemasukkan zat-zat makanan yang cukup pula ke dalam tubuhnya. Manusia yang kurang makan akan lemah baik kekuatannya, fisiknya, maupun daya ingatannya serta daya pemikirannya karena kurangnya zat-zat makanan yang diterima tubuhnya yang dapat menghasilkan energi (Kartasapoetra, 2010).
Menurut Suhardjo (1988) dalam Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi seseorang tidak dapat bekerja dengan energi yang melebihi dari apa yang diperoleh dari makanan kecuali jika meminjam atau menggunakan energi cadangan dalam tubuh, namun kebiasaaan meminjam ini akan dapat mengakibatkan keadaan yang gawat, yaitu kurang gizi khususnya energi.
Seorang anak dipacu oleh orang tuanya agar rajin bekerja, rajin belajar agar kelak menjadi orang yang berguna, akan tetapi kurang diperhatikannya makanan yang bergizi, maka harapan orang tua tersebut besar kemungkinannya tidak akan tercapai, bahkan anak tersebut selain pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya akan terganggu juga akan menjadi anak yang lemah, tidak periang, dan tidak bergairah. Demikian pula orang dewasa yang telah bekerja, ia bekerja keras tanpa diimbangi dengan makanan yang bergizi yang dimakannya setiap hari maka dalam waktu dekat ia akan menderita kekurangan tenaga, lemas, dan tidak bergairah untuk melakukan pekerjaannya. Contoh-contoh tersebut hendaknya diperhatikan oleh orang tua dan oleh pengusaha dimana orang dewasa tadi bekerja (Suhardjo, 1988).
Mengapa anak dan orang dewasa tadi menjadi lesu, lemah, kurang berdaya untuk melakukan segala sesuatu kegiatan?. masalahnya hanya terletak pada kekurangan gizi, khususnya energi. Bagi orang dewasa yang bekerja dengan energi yang melebihi kewajaran (membanting tulang demi untuk memperoleh pendapatan yang lebih) umumnya ia menggunakan cadangan energi dalam tubuhnya, akibat penggunaan tersebut dan tidak adanya penggantian energi dan energi cadangan sehubungan dengan kurangnya pemasukan zat makanan ke dalam tubuhnya, tentulah dari pekerja/orang dewasa yang bersangkutan tidak dapat diharapkan adanya produktivitas kerja yang dikehendaki (Suhardjo, 1988).
Menurut Irianto (2007), pada masa sekarang, para pengusaha telah memikirkan akan masalah yang dihadapi oleh para karyawannya yang bekerja melebihi ketentuan waktu kerja atau menjalankan pekerjaan yang dianggap berat, selalu disediakan jaminan makan (biasanya berupa makanan yang bergizi) dan makanan tambahan (Extra Voeding). Pembatasan waktu kerja, pemberian jaminan makan setiap hari kerja, merupakan suatu kebijaksanaan pengusaha untuk mempertahankan produktivitas kerja yang dikehendaki perusahaan dari para karyawannya.
Menurut Irianto (2007), dalam pengertian makanan sebagai sumber energi ternyata energi makanan dalam proses-proses yang terjadi dalam tubuh hanya sebagian saja yang diubah menjadi tenaga, sedang lainnya diubah menjadi panas. Tentang hal ini perhatikan saja pada tubuh, setelah melakukan pekerjaan fisik yang cukup berat atau cukup lama akan terasa badan menjadi panas. Dalam keadaan hanya sedikit melakukan kerja fisik, sebagian besar energi diubah menjadi panas, dan dalam keadaan tidak melakukan pekerjaan fisik maka relatif seluruh energi diubah menjadi panas dan selanjutnya panas akan ke luar dari tubuh.
Energi yang dihasilkan oleh berbagai jenis makanan tidaklah sama, padahal manusia harus mendapatkan sejumlah makanan tertentu setiap harinya yang menghasilkan energi, terutama untuk mempertahankan proses kerja tubuhnya dan menjalankan kegiatan-kegiatan fisik, maka manusia sendiri harus dapat mengetahui atau menentukan banyaknya energi yang dari makanan yang dimakan itu mencukupi energi minimal untuk keperluan menjalankan proses kerja tubuh (Basal Metabolism Rate). Jika masih kurang, haruslah segera dipenuhi karena kalau tidak dipenuhi, akibatnya akan buruk terhadap kesehatan tubuh (Irianto, 2007).
Sebagian ahli telah mengemukakan bahwa energi minimal yang digunakan untuk menjalankan proses kerja tubuh atau dapat pula dikatakan energi minimal yang diperlukan untuk mempertahankan proses-proses hidup yang utama disebut energi metabolisme dasar. Apabila energi itu dinyatakan per satuan berat badan atau persatuan permukaan badan disebut nilai dasar metabolisme (Irianto, 2007).
Menurut Kartasapoetra (2010), proses kerja tubuh yang merupakan proses hidup utama atau yang pokok yaitu meliputi pekerjaan yang secara terus menerus (tiada henti-hentinya) dari organ-organ dalam tubuh, yang aktif menjalankan proses hidup bersamaan dengan gerakan sel-sel dan jaringan-jaringan dalam tubuh. Dalam hal ini tenaga atau energi yang minimal itu ternyata sebagian digunakan organ-organ tubuh untuk melangsungkan gerakan/kegiatannya, seperti gerakan mendenyutkan otot-otot jantung secara terus menerus dan teratur, gerakan pernafasan dengan mengembangkan dan mengempiskan paru-paru, gerakan peristaltik usus, aktivitas yang dilakukan oleh hati, ginjal, dan sekresi kelenjar- kelenjar.
Sebagian lagi tenaga atau energi yang merupakan bagian yang lebih besar digunakan untuk melakukan proses oksidasi dalam jaringan untuk mempertahankan tonus otot. Jadi proses hidup utama atau yang pokok (yang memerlukan energi minimal) secara garis besarnya akan meliputi kerja-kerja :
1. Untuk mempertahankan tonus otot.
2. Untuk mengerakkan sistem sirkulasi.
3. Untuk mengaktifkan sistem pernafasan.
4. Untuk mengfungsikan kelenjar-kelenjar serta aktivitas selular.
Menurut Kartasapoetra (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi energi metabolisme dasar sebagai berikut : a.
Faktor jaringan aktif di dalam tubuh Adanya kontraksi otot dan kelenjar yang aktif merupakan alat-alat gerak aktif yang menandakan adanya jaringan aktif. Mekanisme pergerakan tulang sendiri merupakan gerakan aktif yang memerlukan tonus dan kontraksi otot. Otot dan kelenjar sebagai jaringan aktif tentunya akan lebih banyak memerlukan energi agar masing-masing dapat berfungsi dengan baik dibandingkan dengan tulang dan lemak yang merupakan jaringan tidak aktif.
b.
Besar dan luas bidang permukaan tubuh.
Seseorang yang bertubuh besar, bidang permukaan tubuhnya akan lebih luas daripada seseorang yang bertubuh lebih kecil. Tubuh yang besar dengan bidang permukaan luas juga akan mempunyai jaringan aktif yang lebih banyak dengan demikian energi metabolisme dasar orang yang bertubuh besar akan lebih besar daripada orang yang bertubuh lebih kecil dalam melakukan gerakan-gerakan fisik yang sama.
c.
Komposisi tubuh.
Dua orang yang sama berat tubuhnya akan tetapi yang seorang bertubuh gemuk (banyak lemak) tampak tubuhnya tidak padat dan tidak kekar dan seorang lagi bertubuh olahragawan, padat, dan kekar menandakan banyak kegiatan/gerakan fisik yang dilakukannya dibandingkan yang bertubuh gemuk, maka energi minimal yang diperlukan oleh orang yang banyak melakukan gerakan/kegiatan fisiknya akan lebih besar (dibandingkan dengan orang yang gemuk yang kurang melakukan gerakan/kegiatan fisiknya) d.
Jenis kelamin.
Seorang laki-laki dan seorang wanita dengan berat badan yang sama, biasanya dalam kesamaan berat ini, wanita lebih banyak mengandung lemak di dalam tubuhnya, yang berarti pula bahwa jaringan tidak aktif dalam tubuh wanita lebih banyak. Dengan demikian, energi metabolisme dasar pada tubuh wanita lebih rendah daripada energi metabolisme dasar pada tubuh laki-laki. Biasanya energi minimal yang diperlukan wanita sepuluh persen lebih rendah daripada yang diperlukan laki-laki.
e.
Usia.
Seorang pemuda mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan berat, bergerak lincah. Giat berkegiatan, kesemuanya itu karena didorong oleh intensitas kerja organ-organ di dalam tubuhnya yang masih besar dan cepat. Lain halnya dengan orang yang telah berusia setengah abad ke atas, yang dikarenakan kehebatan kerja organ-organ dalam tubunya telah menurun maka pekerjaan berat biasanya tidak sanggup lagi dikerjakannya, gerakan-gerakan dan kegiatan-kegiatannya telah banyak menurun. Keadaan demikian juga berlaku untuk pemudi dan ibunya. Denyut jantung, pengembangan paru-paru, berlangsungnya proses oksidasi di dalam jaringan tubuh pemuda/pemudi masih berlangsung cepat jika dibandingkan dengan berfungsinya organ-organ tubuh tersebut pada orang tua (bapak/ibu).
Menurunnya intensitas kerja organ-organ dalam tubuh orang tua dikarenakan mengendornya tonus otot (jaringan aktif). Nilai energi dasar pada tubuh seseorang memang pada permulaannya akan selalu meningkat. Ketika masih bayi akan berlangsung peningkatan dan pada usia 1 sampai 2 tahun mencapai titik optimum, setelah itu mulai terjadi penurunan. Namun demikian nilai energi dasar tersebut sampai pada kurun waktu akil balig (periode puber) masih dapat dikatakan cukup tinggi dan selanjutnya penurunan-penurunan akan makin tampak dalam perjalanannya menuju hari tua. Sejak umur dewasa dengan bertambahnya umur 1 tahun, pada laki-laki akan terjadi penurunan energy minimal sekitar 7 sampai 15 kalori, dan demikian seterusnya, sedangkan pada perempuan dengan bertambahnya umur 1 tahun terjadi penurunan sekitar 2 sampai 3 kalori (Harris, Benedict).
f.
Sekresi hormon.
Di dalam tubuh terdapat kelenjar-kelenjar hormon, seperti kelenjar hipofise, epifise, tiroid (gondok), paratiroid, adrenalin (ginjal), lambung, usus, pancreas, kelenjar kelamin, dan sebagainya. Hormon merupakan zat kimiawi yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin yang mengatur homeostatis, reproduksi, metabolisme, dan tingkah laku. Hormon tiroksin (thyroxin) yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid (thyroid) yang fungsinya mengatur metabolisme karbohidrat, mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan differensiasi jaringan tubuh, sekresi hormon ini yang berlebihan ditandai dengan meningkatnya metabolisme tubuh, denyut jantung, emosional, dan lain-lain tentunya mengakibatkan nilai energi dasar metabolisme meningkat. Peningkatan ini dapat berlangsung sampai 75%.
Sebaliknya apabila sekresi hormon ini terlalu sedikit maka nilai energi dasar metabolisme menurun. Penurunan ini dapat berlangsung sampai 30%. Selanjutnya perhatikan pula hormon adrenalin yang dihasilkan bagian medula kelenjar adrenalin (ginjal), dalam hal sekresinya yang berlebihan dapat menyebabkan peningkatan pemacuan aktivitas jantung, pengerutan otot polos pada arteri, peningkatan tekanan darah, pernafasan, pengubahan glikogen menjadi glukosa, yang tentunya sangat berpengaruh pada peningkatan pemakaian energi minimal.
Sekresi hormon ini biasanya dirangsang oleh adanya perasaan tegang, kemarahan/emosi, keterkejutan, kegembiraan, dan lain-lain yang tentunya kalau perasaan-perasaan tersebut berlebihan maka sekresinya pun akan berlebihan.
g.
Tonus pada waktu tidur.
Keadaan tonus pada waktu seseorang dewasa tidur dan berbaring terdapat perbedaan, di mana waktu tidur keadaannya lebih rendah. Hal ini disebabkan atau dikaitkan dengan kerja-kerja internal dalam tubuh orang yang bersangkutan, di mana dalam keadaan tidur kerja-kerja organ internal dalam tubuh akan berlangsung lebih lambat dibandingkan dengan dalam keadaan berbaring. Berdasarkan penelitian para pakar, pada waktu orang dewasa tidur energi minim/metabolisme dasar yang diperlukan berada 10% lebih rendah dibandingkan dengan dalam keadaan orang itu berbaring.
h.
Tonus otot.
Otot akan bekerja terus secara teratur selama manusia itu masih hidup dan untuk gerakannya itu selalu diperlukan energi. Proses gerak otot berlangsung sebagai berikut : 1.
Pertama-tama urat saraf menyampaikan rangsang.
2. Rangsang diterima oleh asetilkolin yang menyebabkan protein dalam otot (aktin-miosin) mengerut.
3. Pada proses pengerutan tersebut diperlukan energi yang diambil dari penguraian senyawa : Adenosin Trifosfat menjadi Adenosin
Difosfat dan kemudian menjadi Adenosin Monofosfat yang terjadi secara anaerob.
4. Pembentukan Adenosin Trifosfat (ATP) dari Adenosin Difosfat
(ADP) dan Adenosin Difosfat (ADP) menjadi Adenosin Monofosfat (AMP) diperlukan asam fosfor dan energi.
5. Energi tersebut diambil dari penguraian glikogen-glikogen (gula otot) yang dilarutkan terlebih dahulu menjadi laktasidogen (pembentukan asam susu/asam laktat)
Jumlah energi yang diperlukan tergantung dari tinggi rendahnya tonus, yang dalam hal ini tentunya jelas akan lebih banyak dibandingkan dengan yang diperlukan untuk mengerakkan otot jantung, otot-otot pernafasan, dan alat-alat tubuh lainnya, mengingat jumlah otot jauh lebih banyak daripada jaringan alat-alat tubuh tadi. i.
Kondisi emosi dan mental.
Keperluan terhadap energi minimal atau energi metabolisme dasar akan terpengaruh pula oleh kondisi emosi dan mental manusia. Pada waktu manusia berada dalam keadaan emosi akan berlangsung sekresi adrenalin sehingga terjadi pemacuan aktivitas jantung, peningkatan tekanan darah, dan lain-lain, dan tentunya keadaan demikian lebih banyak energi yang diperlukan. Demikian pula keadaan mental pada suatu waktu, seperti perasaan takut, kaget, malu, marah, gembira, dan lain-lain, keadaan mental demikian dapat menyebabkan tonus lebih tinggi dan tentunya memerlukan energi lebih tinggi dari biasanya. Pengaruh keadaan mental terhadap energi metabolisme dasar biasanya dapat menaikkan energi tersebut sebesar 4% (Benedict). j.
Gerakan tubuh yang berat.
Proses oksidasi dalam sel akan berlangsung dengan aktif selama seseorang aktif pula melakukan gerak fisiknya. Pada waktu orang tersebut melakukan gerak fisik yang lebih berat maka proses oksidasi berlangsung lebih aktif, yang tentunya memerlukan tambahan/peningkatan sejumlah energi metabolisme dasar (energy minimal). Keadaan sebaliknya (penurunan keperluan energi metabolisme dasar) akan terjadi pada waktu orang tersebut bersemedi, mengurangi gerak fisiknya selama beberapa dari (dalam hal ini akan berlangsung penyesuaian gerakan dalam tubuh dengan keterbatasan energi yang dihasilkan sehubungan dengan pengurangan pemasukan makanan ke dalam tubunya) k. Kehamilan.
Energi metabolisme dasar yang dibutuhkan seorang ibu yang sedang hamil akan menjadi lebih tinggi daripada apa yang diperlukannya ketika tidak hamil. Menjadikannya keperluan ini lebih tinggi adalah sejalan dengan kenaikan berat tubuhnya, rata-rata biasanya sekitar 4%. l.
Kondisi tubuh yang tidak sehat.
Kondisi tubuh yang tidak sehat menjadikan atau diikuti dengan kenaikan suhu di dalam tubuh banyak berpengaruh pula terhadap keperluan energi dasar/energi minimal di dalam tubuh. Menurut penelitian para pakar, setiap terjadi kenaikan suhu tubuh 1
Dalam penelitian ini, status gizi adalah perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan tenaga kerja di PT Canggih Lestari Plastika dengan p
enentuan Indeks Massa Tubuh dengan menggunakan rumus :
C diperlukan peningkatan energi dasar sekitar 13%.
IMT =
( ) 2 Pembagian kategorinya di Indonesia sebagai berikut : 1.
Kurus : a.
Kekurangan berat badan tingkat berat dengan IMT < 17 b. Kekurangan berat badan tingkat ringan dengan IMT 17,0 – 18,5 2. Normal dengan IMT 18,5 – 25,0 3. Gemuk : a.
Kelebihan berat badan tingkat ringan dengan IMT 25,0 – 27,0 b. Kelebihan berat badan tingkat berat dengan IMT > 27,0 (Indrawani,
2007)
2.1.3 Pengukuran dan Perhitungan Energi Metabolisme Dasar
Badan pangan dan pertanian PBB (FAO) dan badan kesehatan dunia (WHO) dalam terbitannya yang berjudul Energy and Protein Requirements
(Genewa, 1973) telah menyusun pedoman untuk mengukur atau menentukan kecukupan energi bagi orang dewasa, yaitu dengan menggunakan standar kecukupan energi bagi orang laki-laki dewasa (Reference Man) dan standar kecukupan energi bagi wanita dewasa (Reference Woman) (Kartasapoetra, 2010).
Yang dimaksud dengan Reference Man yaitu laki-laki dewasa berumur sekitar 20 sampai 39 tahun, berat tubuhnya sekitar 65 kg, berkemampuan melakukan pekerjaan berat. Pada hari-hari kerja yang bersangkutan melakukan pekerjaan yang sedang selama 8 jam, pda waktu tidak bekerja digunakannya untuk duduk-duduk atau berjalan-jalan di sekitar lingkungan tempat tinggalnya selama 4 sampai 6 jam, melakukan jalan kaki selama 2 jam, menangani pekerjaan rumah tangga, rekreasi aktif, dan waktu untuk tidur selama 8 jam. Laki-laki dewasa dengan batasan-batasan di atas menggunakan energi setiap harinya sejumlah 3000 kalori yang dianggap sebagai jumlah kecukupan energi baku (standar) (Kartasapoetra, 2010).
Yang dimaksud dengan Reference Woman, yaitu wanita dewasa berumur sekitar 20 sampai 39 tahun, berat tubuhnya sekitar 55 kg. Setiap harinya yang bersangkutan melakukan pekerjaan sedang atau ringan selama 8 jam meliputi pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan-pekerjaan lainnya. Waktu untuk tidur disediakannya selama 8 jam, waktu untuk duduk-duduk, berjalan-jalan di sekitar rumah digunakan sekitar 4 sampai 6 jam, sedangkan waktu untuk berjalan kaki, rekreasi aktif digunakan sekitar 2 jam. Wanita dewasa dengan batasan-batasan tersebut menggunakan energi sejumlah 2200 kalori setiap harinya yang dianggap sebagai jumlah kecukupan energi baku (standar) (Kartasapoetra, 2010).
Mengenai angka atau jumlah kecukupan energi baku bagi laki-laki dan wanita dewasa Indonesia menurut hasil penyesuaian dan pertimbangan dengan situasi dan kondisi di Indonesia terhadap patokan/batasan yang dikemukakan FAO/WHO oleh para pakar kita dalam Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi yang diselenggarakan di Bogor (Juli, 1987), adalah sebagai berikut :
1. Reference Man, berumur antara 20 sampai 39 tahun, berat tubuh sekitar 55 kg, melakukan pekerjaan atau kegiatan-kegiatan yang sedang, setiap harinya menggunakan energi 2530 kalori, angka atau jumlah ini dianggap mencukupi kebutuhan energi yang baku (standar).
2. Reference Woman, berumur antara 20 sampai 39 tahun, berat tubuh 47 kg, melakukan pekerjaan atau kegiatan-kegiatan yang sedang, setiap harinya menggunakan energi 1880, angka atau jumlah ini dianggap mencukupi kebutuhan energi yang baku (standar).
Suhardjo (1988) dalam Neraca Bahan Makanan menyatakan bahwa untuk penyesuaian jenis kegiatan yang tidak termasuk kategori sedang yang digunakan dalam perhitungan kecukupan energi, perlu dilakukan koreksi sebagai berikut : a.
Untuk kegiatan ringan dikalikan dengan 0,90.
b.
Untuk kegiatan berat dikalikan dengan 1,17.
c.
Untuk kegiatan sangat berat dikalikan 1,34.
Bagi wanita hamil dan menyusui untuk kebutuhan tambahan perlu dipertimbangkan berat badan serta fase-fase kehamilan dan menyusui, dianjurkan tambahan per hari rata-rata 300 kalori untuk wanita hamil dan 470 kalori untuk wanita menyusui.
Dengan adanya energi baku (standar energi) bagi Reference Man dan
Reference Woman Indonesia, maka pengukuran/penentuan energi yang digunakan
seseorang dewasa yang berumur antara 20 sampai 39 tahun dapat dilakukan dengan cara langsung dan cara tidak langsung dengan berpedoman pada standar energi tersebut. Standar energi yang digunakan seorang laki-laki atau wanita menurut penggolongan umur lainnya dicantumkan dalam tabel berikut :
Tabel 2.1 Standar Energi Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur Jenis Kelamin Golongan/umur (tahun) Berat tubuh (kg) Energi yang digunakan (kalori)Laki-laki 0,5 - 1 8,0 900
1 – 3 11,5 1160 4 – 6 16,5 1450 7 – 9 23,0 1790 10 – 12 30,0 2130
13 – 15 40,0 2280 16 – 19 53,0 2600 20 – 39 55,0 2530 40 – 50 55,0 2470
> 60 55,0 2020
Wanita 10 – 12 32,0 1980
13 – 15 42,0 2100 16 – 19 45,0 1940 20 – 39 47,0 1880 40 – 50 47,0 1740
> 60 47,0 1500 Dalam menghitung kebutuhan energi total seseorang (kebutuhan energi) untuk kepentingan kerja internal dan eksternal, harus diperhatikan 2 hal yang pokok. Kedua hal tersebut menurut Suhardjo et. al. (1988) yaitu : a.
Hukum Konservasi Energi, yang berbunyi sebagai berikut : “produksi energi total dalam tubuh seseorang sama dengan energi dalam makanan yang dikonsumsi orang tersebut dikurangi dalam ekskreta (pengeluaran) dan energi bagi petumbuhan”.
b.
Produksi energi total dalam tubuh seseorang, energi mana berfungsi untuk : 1.
Melakukan kerja internal, jelasnya yaitu untuk melangsungkan proses kerja tubuh yang minimal.
2. Melakukan kerja eksternal, yaitu yang sehari-hari merupakan kegiatan fisik orang yang bersangkutan.
3. Menutup pengaruh makanan yang disebut Specific Dynamic Action (SDA) dari makanan.
Mengenai SDA di atas yang penting yang harus diperhatikan yaitu pengaruhnya mengingat tidak setiap makanan yang dikonsumsi, oksidasi, atau pembakarannya dalam tubuh memberikan pengaruh yang sama terhadap metabolisme energi, dalam hal ini misalnya : a.
Lemak akan memberikan pengaruh meningkatnya metabolisme energi meskipun hal ini hanya kecil saja, sehubungan dengan banyaknya bahan bakar yang dapat disampaikan kepada jaringan. b.
Karbohidrat, naiknya metabolisme energi sekitar 6% sehubungan dengan panas yang dihasilkam dalam proses kimiawi untuk melangsungkan metabolisme.
c.
Protein, pengaruh meningkatnya metabolisme energi dapat dikatakan sangat besar, yaitu sekitar 30% - 40%, hal ini sehubungan dengan bagian dari hasil pencernaan berfungsi sebagai perangsang langsung terhadap proses metabolisme.
Kartasapoetra (2010) menyatakan bahwa setelah BMR ditemukan, selanjutnya dilakukan perhitungan jumlah energi yang diperlukan atau digunakan untuk melangsungkan kerja eksternal, seperti utnuk : a.
Berbaring diam/relax ………..….…berapa jam = ………. kalori b.
Duduk ……………………………..berapa jam = ………. kalori c. Berdiri santai ………………………berapa jam = ………. kalori d.
Duduk menulis, bekerja ……………berapa jam = ………. kalori e. Berdandan, berpakaian ………….…berapa jam = ………. Kalori f. Berdiri tegak bergerak-gerak ………berapa jam = ………. kalori g.
Berolahraga ringan …………………berapa jam = ………. kalori h. Berjalan ………………………….…berapa jam = ………. kalori i. Menari-nari …………………………berapa jam = ………. kalori j. Tidur ……………………………..…berapa jam = ………. kalori
Menurut Kartasapoetra (2010), sewaktu dalam tidur yang normal dan dalam keadaaan badan tidak menderita sesuatu gangguan, umumnya fisik terlentang tanpa melakukan gerakan-gerakan eksternal, biasanya dalam perhitungan jumlah energi menjadi pengurang dari jumlah energi kerja eksternal.
Menurut Kartasapoetra (2010), untuk memudahkan perhitungan kebutuhan energi total itu pihak FAO/WHO (1973) telah mengemukakan suatu daftar (tabel) mengenai pengeluaran-pengeluaran energi bagi berbagai macam kerja eksternal laki-laki dan wanita serta anak-anak yang dapat dijadikan penelitian-penelitian yang matang sehingga mendekati keadaan-keadaan yang sebenarnya bagi keperluan perhitungan yang umum.
Menurut Kartasapoetra (2010), pihak FAO/WHO telah mengemukakan pula beberapa tabel yang menunjukkan tentang distribusi energi bagi Reference
Man dan Reference Woman selama 24 jam menurut jenis kegiatannya, serta
menurut golongan umurnya, rata-rata kecukupan energi pada anak-anak dan remaja menurut golongan umurnya.
Menurut Kartasapoetra (2010), panitia kebutuhan kalori FAO telah menganjurkan suatu penurunan sebesar 5% untuk tiap sepuluh tahun pertambahan umur antara 40 – 59 tahun, dan sebesar 10% antara 60 – 69 tahun. Selain kebutuhan-kebutuhan orang akan energi bagi jenis-jenis kegiatan dalam lingkup kerja internal dan eksternalnya, pihak FAO/WHO mengemukakan pula hasil-hasil penelitiannya mengenai rata-rata kecukupan energi pada orang dewasa yang menangani pekerjaan-pekerjaan sedang menurut golongan umur, demikian pula mengenai kebutuhan energi anak-anak dan remaja menurut golongan umurnya.
Menurut Kartasapoetra (2010), kondisi lingkungan sosial berkaitan dengan kondsi ekonomi di suatu daerah yang artinya lingkungan sosial yang terdiri dari proporsi penduduk, keadaan lingkungan tempat tinggal, dan perilaku sosial ini tentu sangat menentukan pola konsumsi pangan dan gizi yang dilakukan anggota masyarakatnya, misalnya : antara daerah perkotaan dan pedesaan, daerah perumahan dan daerah kumuh, tentu pola konsumsi pangan dan gizinya akan berbeda-beda.
Protein merupakan bahan penyusun tubuh yang mengandung nitrogen dengan unit dasarnya yaitu asam amino dan dapat menghasilkan energi 4,1 kalori setiap gramnya. Selain nitrogen, unsur pembentuk lainnya adalah karbon, hidrogen, oksigen, dan kadang dapat dijumpai fosfor, belerang, dan besi. Terdapat 20 macam asam amino yang saling berhubungan melalui ikatan peptida (CONH). Kebutuhan protein untuk dewasa dengan kisaran umur 20 hingga 60 tahun adalah sebesar 0,6 g protein/kg BB setiap harinya dengan rata-rata berat badan sekitar 65 kg, maka total kebutuhan protein adalah sekitar 39 g protein.
Berdasarkan kecukupan energi baku bagi orang Indonesia (Kartasapoetra, 2010), dengan rentang umur 20 tahun hingga 60 tahun dengan berat badan 65 kg diperlukan sekitar 2600 kal yang dibagi menjadi 3 jadwal makan utama yaitu jadwal makan pagi sebesar 25% dari total kebutuhan kalori, jadwal makan siang sebesar 30% dari total kebutuhan kalori, dan jadwal makan malam sebesar 25% dari toal kebutuhan kalori serta 2 jadwal makan selingan yaitu jadwal selingan sekitar jam 10 pagi sebesar 10% dari total kebutuhan kalori dan jadwal selingan sekitar jam 3 sore sekitar 10% dari total kebutuhan kalori.
Menurut pedoman pesan dasar gizi seimbang, diperlukan penyampaian pesan-pesan untuk mencegah masalah gizi ganda dan mencapai gizi seimbang guna menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang andal. Garis besar pesan- pesan tersebut seperti dijelaskan oleh Dirjen Binkesmas Depkes RI tahun 1997, antara lain : 1.
Makanlah makanan yang beraneka ragam. Makanan yang beraneka ragam harus mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan bahkan serat makanan dalam jumlah dan proporsi yang seimbang menurut kebutuhan masing-masing kelompok (bayi, balita, anak, remaja, ibu hamil dan menyusui, orang dewasa, serta lansia).
2. Makanlah makanan untuk memenuhi kebutuhan energi. Energi dan tenaga dapat diperoleh dari makanan sumber karbohidrat, lemak, serta protein.
Energi yang dibutuhkan untuk metabolisme dasar (seperti untuk menghasilkan panas tubuh serta kerja organ-organ tubuh) dan untuk aktivitas sehari-hari seperti belajar, bekerja serta olahraga. Kelebihan energi akan menghasilkan obesitas, sementara keekurangan energi dapat menyebabkan kekurangan gizi seperti marasmus.
3. Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi.
Karbohidrat sederhana, seperti gula dan makanan manis sebaiknya dikonsumsi dengan memerhatikan asa tepat waktu, tepat indikasi, dan tepat jumlah. Makanan ini sebaiknya dimakan pada siang hari ketika kita akan atau sedang melakukan aktivitas, dan jumlahnya tidak melebihi 3 – 4 sendok makan gula/hari. Karbohidrat kompleks sebaiknya dikonsumsi bersama makanan yang merupakan sumber unsur gizi lain seperti protein, lemak atau minyak, vitamin, dan mineral. Seyogianya 50-60% dari kebutuhan energi diperoleh dari karbohidrat kompleks.
4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan energi. Konsumsi lemak dan minyak berlebihan, khususnya lemak atau minyak jenuh dari hewan, dapat beresiko kegemukan atau dislipidemia pada orang-orang yang mempunyai kecenderungan kearah tersebut.
Dislipidemia atau kenaikan kadar lemak (kolesterol dan trigliserida) dalam
darah merupakan faktor terjadinya penyakit jantung koroner dan stroke.Konsumsi lemak atau minyak dianjurkan tidak melebihi 20% dari total kalori, dan perlu diingat bahwa unsur gizi ini juga memiliki peran tersendiri sebagai sumber asam lemak setelah usia bayi lebih dari empat bulan dan pemberiannya harus bertahap menurut umur, pertumbuhan badan, serta perkembangan kecerdasan.
5. Biasakan makan pagi. Makan pagi dengan makanan yang beraneka ragam akan memenuhi kebutuhan gizi untuk mempertahankan kesegaran tubuh dan meningkatkan produktivitas dalam bekerja. Pada anak-anak, makan pagi akan memudahkan konsentrasi belajar sehingga prestasi belajar bisa lebih ditingkatkan.
6. Minumlah air bersih, aman, dan cukup jumlahnya. Air minum harus bersih dan bebas kuman. Minumlah air bersih sampai dua liter per hari, sehingga metabolisme tubuh kita bisa berjalan lancar mengingat air sangat dibutuhkan sebagai pelarut unsur gizi bagi keperluan metabolisme tersebut. Konsumsi air yang cukup dapat menghindari dehidrasi.
7. Lakukan kegiatan fisik atau olahraga yang teratur. Kegiatan itu akan membantu mempertahankan berat badan normal di samping meningkatkan kesegaran tubuh, memperlancar aliran darah, dan mencegah osteoporosis khususnya pada lansia.
8. Hindari minuman beralkohol. Alkohol bersama-sama rokok dan obat- obatan terlarang lainnya harus dihindari, karena dapat membawa resiko terjadinya berbagai penyakit degeneratif, penyakit vaskular, dan kanker.
9. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan. Makanan yang tidak tercemar, tidak mengandung kuman atau parasit lain, tidak mengandung bahan kimia berbahaya, dan makanan yang diolah dengan baik, sehingga unsur gizi serta cita rasanya tidak rusak, merupakan makanan yang aman bagi kesehatan.
10. Bacalah label makanan yang dikemas. Label makanan kemasan harus berisikan tanggal kadarluwarsa. Kandungan gizi dan bahan aktif yang digunakan. Konsumen yang berhati-hati dan memerhatikan label tersebut akan terhindar dari makanan rusak, tidak bergizi, dan makanan berbahaya.
Selain itu, konsumen dapat menilai halal tidaknya makanan tersebut.
Gambar 2.1 Piramida dari Pedoman Pesan Dasar Gizi SeimbangMenurut pedoman pesan dasar gizi seimbang, berdasarkan gambaran naratif (pikiran, ide, gagasan) di atas, maka dapat direpresentasikan bahwa persoalan budaya dan makanan menjadi suatu fenomena masyarakat yang cukup kompleks, maka sebagai upaya strategis yang ditempuh harus memerhatikan secara cermat tentang faktor budaya yang ada dalam komunitas etnis masyarakat akan pentingnya makanan dan gizi bagi tubuh manusia. Upaya yang bersifat preventif dan promotif perlu dilakukan secara sadar oleh masyarakat itu sendiri secara cermat tentang faktor budaya yang ada dalam komunitas etnis masyarakat akan pentingnya makanan dan gizi bagi tubuh manusia. Upaya yang bersifat preventif dan promotif perlu dilakukan secara sadar oleh masyarakat itu sendiri dengan dukungan tenaga penyuluh gizi, sehingga muncul perilaku manusia yang bermartabat serta paham akan pentingnya gizi dari makanan (Andriani, 2012).
Menurut Andriani (2012), saran konkret yang perlu digagas ke depannya adalah perlu dilakukan upaya perbaikan perilaku budaya dan makanan lewat pelayanan gizi dan kesehatan. Peran serta masyarakat dengan mengorganisasi kader gizi masyarakat, serta adanya dukungan lintas sector untuk mengadvokasi masyarakat tentang budaya yang bias dan tidak memerhatikan faktor gizi dalam karakter fisik makanan (menu, pola, dan bahan dasar). Adapun pelajaran yang dapat dipetik dari beragam jenis kuliner makanan akan menjadi daya tarik tersendiri dalam pesona budaya itu sebagai ciri khas masyarakat etnis tertentu, atau sebagai objek wisata kuliner yang dapat dijual kepada pihak luar atau bangsa lain dalam industri pariwisata yang berprospek ekonomis dan dapat berguna untuk masa depan.
Dari survei awal diperoleh kebutuhan energi oleh tenaga kerja di PT Canggih Lestari Plastika dengan tingkat pekerjaan sangat berat (dengan rentang usia 20 – 60 tahun dengan berat badan rata-rata 65 kg dan faktor pengali 1,34) adalah 3340 kal sedangkan total energi yang diperoleh dari konsumsi sehari-hari oleh tenaga kerja di PT Canggih Lestari Plastika adalah sekitar 3375 kal, sehingga jumlah kalori makanan selingan yang diberikan sekitar 334 kal.
2.2 Makanan Selingan
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan makanan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan (seperti penganan, lauk-pauk, kue) ataupun segala bahan yang kita makan atau masuk ke dalam tubuh yang nantinya akan digunakan untuk membentuk atau mengganti jaringan tubuh, memberikan tenaga, atau mengatur semua proses di dalam tubuh sedangkan selingan adalah sesuatu yang dipakai untuk menyelingi atau untuk menyelang perbuatan atau pertunjukan yang berturut-turut. Pengertian makanan selingan adalah sesuatu bahan yang dapat dimakan ketika istirahat atau ketika pertengahan waktu kerja.
Dalam penelitian ini, makanan selingan yang dimaksud adalah bahan/zat gizi yang dapat dimakan yang diberikan kepada tenaga kerja dengan sengaja dengan jumlah kalori sebesar 10% dari kebutuhan kalori total yang mengandung 10% kebutuhan protein dari kebutuhan protein per harinya yang diberikan diantara 2 waktu makan utama, sebanyak 1 kali yang dilakukan pada waktu di antara makan pagi dan makan siang yaitu sekitar pukul 10.00 WIB pagi selama 12 hari. Jenis-jenis makanan selingan dapat berupa gorengan, roti isi, es cendol, ataupun makanan ringan lain yang jumlah kalorinya sebesar 10% dari kebutuhan kalori total yang mengandung 10% kebutuhan protein dari kebutuhan protein per harinya (menu makanan selingan terlampir). Untuk menghindari bias, peneliti akan memberikan makan pagi, makan siang, dan makan malam kepada sampel selama penelitian intervensi dilakukan sehingga jumlah kalori yang diberikan sama.
2.3 Kapasitas Kerja
Suatu perusahaan yang ingin tumbuh dan berkembang selalu berupaya meningkatkan kapasitas kerja agar sesuai dengan produktivitas kerja sebagai sistem organisasi tersebut, termasuk sistem manajemen, sistem fungsional dan sistem operasional. Bukan merupakan hal yang baru apabila dikatakan bahwa yang dimaksud dengan produktivitas ialah terdapatnya korelasi “terbalik” antara masukan dan keluaran. Artinya, suatu sistem dapat dikatakan produktif apabila masukan yang diproses semakin sedikit untuk menghasilkan keluaran yang semakin besar. Tentu banyak cara yang digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya produktivitas suatu sistem.
Produktivitas sering pula dikaitkan dengan cara dan sistem yang efisien, sehingga proses produksi berlangsung tepat waktu dan dengan demikian tidak diperlukan kerja lembur dengan segala implikasinya, terutama implikasi biaya dan kiranya jelas bahwa yang merupakan hal yang logis dan tepat apabila peningkatan kapasitas dijadikan salah satu sasaran perusahaan dalam langkah pelaksanaan strateginya.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia sendiri, yang dimaksud dengan kapasitas adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu, daya produksi, atau keproduktifan sedangkan kerja adalah kegiatan melakukan sesuatu atau yang dilakukan (diperbuat) baik yang dilakukan untuk mencari nafkah atau mata pencaharian dengan menggunakan tenaga fisik.
Kapasitas berarti kemampuan menghasilkan sesuatu. Sedangkan kerja berarti kegiatan melakukan sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah mata pencaharian (Poerwadarminta, 1984). Menurut Riyanto (1986), kapasitas kerja adalah kemampuan menghasilkan suatu kerja yang lebih banyak daripada ukuran biasa yang telah umum namun
Kapasitas kerja karyawan perusahaan dipengaruhi oleh tiga faktor : secara teknis kapasitas kerja adalah suatu perbandingan antara hasil yang dicapai (out put) dengan keseluruhan sumber daya yang diperlukan (input) dan kapasitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran tenaga kerja persatuan waktu.
a.
Kualitas dan kemampuan fisikal karyawan Kualitas dan kemampuan karyawan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, otivasi kerja, etos, mental dan kemampuan fisik karyawan.
b.
Sarana pendukung Sarana pendukung atau
- Menyangkut lingkungan kerja, termasuk teknologi dan cara produksi sarana, dan peralatan kerja karyawan dapat dikelompokkan pada dua golongan, yaitu : tingkat keselamatan dan kesehatan serta suasana di lingkungan kerja itu sendiri.
- Menyangkut kesejahteraan karyawan yang tercermin di sistem pengupahan dan jaminan kelangsungan kerja (Moekijat, 1999).
c.
Supra sarana
Aktifitas perusahaan tidak terjadi di isolasi. Apa yang terjadi di dalam perusahaan dipengaruhi oleh apa yang terjadi diluarnya, seperti sumber faktor produksi yang akan digunakan, prospek pemasaran, perpajakan perijinan, dll.
Menurut Ravianto (1986), guna mencapai efisiensi, kapasitas karyawan yang tinggi sangat diperlukan. Peningkatan kapasitas kerja dapat dilakukan melalui beberapa cara antara lain : 1.
Peningkatan pendidikan Pendidikan dan latihan menambah pengetahuan dan ketrampilan kerja.
Latihan dapat dilakukan di dalam maupun di luar pekerjaan. Latihan yang dilakukan umumnya bersifat formal.
2. Perbaikan penghasilan dan pengupahan Perbaikan pengupahan pada akhirnya akan dapat menjamin perbaikan gizi dan kesehatan. Kekurangan gizi masyarakat bukan saja menghambat pertumbuhan anak-anak tetapi juga secara langsung mempengaruhi kapasitas kerja karyawan. Rendahnya tingkat pendapatan menyebabkan seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok seperti makanan, pakaian, perumahan dan kesehatan yang memadai, yang lebih lanjut menyebabkan kapasitas kerja tenaga kerja menjadi rendah.
3. Pemilihan teknologi sarana pelengkap untuk berproduksi Seseorang yang menggunakan peralatan yang lengkap dan sempurna lebih tinggi kapasitasnya dibanding dengan orang yang menggunakan peralatan yang lebih sederhana.
4. Peningkatan kemampuan pimpinan
Kemampuan dan tingkat kapasitas yang tinggi dari karyawan tidak ada begitu saja jika tidak didukung oleh pimpinan yang kreatif dan partisipatif.
Untuk itulah pihak manajemen sangat diperlukan partisipasinya.
Pengukuran kapasitas sebagai sarana untuk menganalisa dan mendorong efisiensi produksi. Manfaat lain adalah untuk menentukan target dan kegunaan atau juga dapat digunakan untuk menentukan produktivitas perusahaan, praktisnya sebagai standar dalam pembayaran upah karyawan. Untuk mengukur suatu kapasitas kerja dari tenaga kerja dapat digunakan dua jenis ukuran jam kerja manusia yakni jam kerja yang harus dibayar dan jam kerja yang harus dipergunakan untuk bekerja .
Faktor-faktor yang digunakan dalam pengukuran kapasitas kerja meliputi kuantitas kerja, kualitas kerja dan ketepatan waktu (Simamora, 2004). Dalam penelitian ini peneliti mengukur kapasitas kerja dengan menggunakan indikator- indikator dibawah ini:
1. Kuantitas kerja 2.
Kualitas kerja
Menurut Sinungan (2003) secara umum pengukuran kapasitas berarti perbandingan yang dapat dibedakan dalam tiga jenis yang sangat berbeda, yaitu :
1. Perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan pelaksanaan secara historis yang tidak menunjukan apakah pelaksanaan sekarang ini memuaskan namun hanya mengetengahkan apakah meningkat atau berkurang serta tingkatannya.
2. Perbandingan pelaksanaan antara satu unit (perorangan tugas, seksi, proses) dengan lainnya. Pengukuran seperti itu menunjukan pencapaian relatif.
3. Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya dan inilah yang terbaik sebagai memusatkan perhatian pada sasaran/tujuan.