BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pegawai 2.1.1 Pengertian pegawai - Hubungan Beban Kerja Terhadap Stres Kerja Pada Pegawai BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama Medan Tahun 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pegawai

2.1.1 Pengertian pegawai

  Pegawai/ karyawan adalah sumber daya manusia/ penduduk yang bekerja disuatu institusi baik pemerintah maupun swasta (bisnis). Ada beberapa rumusan mengenai siapa pegawai/ karyawan itu sebenarnya. Diantara rumusan itu, antara lain:

  1. Ndraha (1999), sumber daya manusia adalah penduduk yang siap, mau dan

  mampu memberikan sumbangan terhadap pencapaian tujuan organisasi atau

  he people who are ready, willing, and able to contribute to organizational goal.

  2. Hadari Nawawi, sumber daya manusia adalah potensi yang menjadi motor penggerak organisasi/ perusahaan.

  3. Wirawan, sumber daya manusia merupakan sumberdaya yang digunakan

  untuk menggerakkan dan mensiergikan sumberdaya lain untuk mencapai tujuan organisasi. Tanpa SDM sumberdaya lain menganggur (idle) dan kurang bermanfaat dalam mencapai tujuan organisasi (abdullah, 2014). Pegawai/ karyawan/ SDM mempunyai potensi yang luar biasa yang mengalahkan sumberdaya organisasi lainnya, karena ia mempunyai: a. Kemampuan fisik, yang dapat digunakan untuk menggerakkan, mengerjakan, atau menyelesaikan sesuatu pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh sumberdaya atau faktor produksi lainnya.

  b. Kemampuan psikis, yang dapat membangkitkan spirit , motivasi, semangat dan etos kerja, kreativitas, inovasi dan profesionalisme dalam bekerja.

  c. Kemampuan karakteristik, yang dapat membangkitkan kecerdasan (intelektual, emosional, spritual, dan sosial) yang yang membawanya untuk berkembang menjadi lebih mampu dalam menghadapi segala segala macam tantangan.

  d. Kemampuan pengetahuan dan keterampilan, yang megantarkannya untuk memiliki kompetensi yang diperlukan dalam melaksanakan pekerjaannya.

  e. Pengalaman hidupnya, yang dapat menyempurnakan pertimbangan dalam menyelesaikan persoalan yang menyangkut pekerjaannya.

  Dengan bahasa yang lebih ringkas karyawan atau sumber daya manusia (SDM) itu, di satu sisi berfungsi sebagai sumberdaya organisasi disamping sumberdaya-sumberdaya organisasi lainnya (uang, mesin, bahan baku, dan metode) dengan kemampuannya yang leading (berada dimuka) untuk berperan melaksanakan fungsi manajerial (menggerakkan) sumberdaya-sumberdaya organisasi lainnya (uang, mesin, bahan baku, dan metode) (Abdullah, 2014).

2.2 Beban Kerja

  Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pekerjanya. Beban tersebut dapat berupa beban fisik, mental dan atau sosial. Seorang tenaga kerja yang secara fisik bekerja berat seperti buruh bongkar-muat barang di pelabuhan, memikul beban fisik lebih banyak dari pada beban mental ataupun sosial. Sedangkan, beban kerja seorang pengusaha atau manajer, tanggung jawabnya merupakan beban mental yang relatif lebih besar dari beban fisik yaitu dituntut oleh pekerjaannnya. Lain lagi dengan petugas sosial, seperti penggerak lembaga swadaya masyarakat atau gerakan mengentaskan kemiskinan, mereka lebih menghadapi beban kerja sosial- kemasyarakatan (Alamsyah, 2013).

  Tenaga kerja memiliki keterbatasan untuk memikul beban sampai pada tingkat tertentu. Selain itu, masing-masing tenaga kerja memiliki batas optimal pembebanan kerja yang berbeda-beda. Prinsip inilah yang mendasari penempatan tenaga kerja yang tepat pada pekerjaan yang tepat pula. Derajat ketepatan tersebut dapat diukur melalui kecocokan pengalaman, pengetahuan, keahlian, keterampilan, motivasi, sikap kerja dan lain sebagainya (Alamsyah, 2013).

  Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan sehari-hari. Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya, beban-beban tersebut tergantung bagaimana orang tersebut bekerja sehingga disebut beban kerja, jadi definisi beban kerja adalah kemampuan tubuh bekerja dalam menerima pekerjaan. Dari sudut pandang ergonomi setiap beban kerja yang diterima seseorang harus sesuai dan seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemampuan kognitif maupun keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut. Beban daat berupa beban fisik dan beban mental. Beban kerja fisik dapat berupa beratnya pekerjaan seperti mengangkat, mengangkut, merawat, mendorong. Sedangkan beban kerja mental dapat berupa sejauh mana tingkat keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki indiidu dengan individu lain ( Manuaba, 2000).

2.2.1 Pengertian beban kerja

  Everly dkk (dalam Munandar, 2001) mengatakan bahwa beban kerja adalah keadaan dimana pekerja dihadapkan pada tugas yang harus diselesaikan pada waktu tertentu. Kategori lain dari beban kerja adalah kombinasi dari beban kerja kuantitatif dan kualitatif. Beban kerja secara kuantitatif yang timbul karena tugas- tugas terlalu banyak atau sedikit, sedangkan beban kerja kualitatif jika pekerja merasa tidak mampu melakukan tugas atau tugas tidak menggunakan keterampilan atau potensi dari pekerjaan. Beban kerja fisikal atau mental yang harus melakukan terlalu banyak hal, merupakan kemungkinan sumber stres pekerjaan. Kesimpulan beban kerja adalah kemampuan tubuh untuk menerima pekerjaan dapat berupa beban fisik dan beban mental.

  Schultz (1987) dalam Fraser (1992) beban kerja dibedakan menjadi dua yaitu beban kerja kualitatif dan beban kerja kuantitatif. Beban kerja kuantitatif adalah banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan pada satuan waktu tertentu sedangkan beban kerja kualitatif adalah banyaknya pekerjaan yang dirasakan sulit.

  Beban kerja (workload) merupaka stresor hubungan peran atau tugas lain yang terjadi karena para pegawai merasa beban kerjanya terlalu banyak. Hal ini dapt disebabkan karena perusahaan mengurangi tenaga kerjanya dan melakukan restrukturisasi pekerjaan, meninggalkan sisa pegawai dengan lebih banyak tugas dan sedikit waktu serta sumber daya untuk menyelesaikannya (Sopiah,2008).

  2.2.2 Jenis beban kerja

  Beban kerja meliputi 2 jenis, sebagaimana dikemukakan oleh Munandar (2001) ada 2 jenis beban kerja, yaitu :

  1 Beban kerja kuantitatif, meliputi : a Harus melaksanakan observasi peserta secara ketat selama jam kerja. b

  Banyaknya pekerjaan dan beragamnya pekerjaan yang harus dikerjakan. c

  Kontak langsung pegawai peserta secara terus menerus selama jam kerja. d

  Rasio pegawai dan peserta

  2 Beban kerja kualitatif, meliputi : a Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki pegawai tidak mampu mengimbangi sulitnya pekerjaan di rumah sakit. b

  Tanggung jawab yang tinggi c Harapan pimpinan terhadap pelayanan yang berkualitas. d Tuntutan keluarga peserta terhadap keselamatan peserta. e Setiap saat dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat. f

  Menghadapi peserta dengan karakteristik tidak berdaya, koma dan kondisi terminal.

  2.2.3 Beban tambahan kerja

  Beban kerja ada dua macam, yaitu beban kerja utama dan beban kerja tambahan. Beban kerja utama merupakan beban yang ditimbulkan akibat dari suatu pekerjaan yang dilakukan. Sedangkan beban tambahan merupakan beban yang ditimbulkan akibat faktor lingkungan dalam suatu pekerjaan yang dapat berakibat atau mempengaruhi kondisi jasmani dan rohani (Kurniawati, 2013),

  Beban tambahan kerja ini dapat berupa kondisi atau lingkungan yang tidak menguntungkan bagi pelaksanaan pekerjaan. Disebut beban tambahan karna lingkungan tersebut mengganggu pekerjaan dan harus diatasi oleh tenaga kerja atau karyawan yang bersangkutan (Kurniawati, 2013).

2.2.4 Faktor-faktor yang dapat menjadi beban tambahan

  Beban tambahan diperoleh dari lingkungan atau situasi kerja. Ada beberapa faktor yang dapat menjadi beban tambahan menurut (Alamsyah,2013), antara lain:

  a. Faktor fisik, meliputi bangunan gedung, volume udara perkapita, luas lantai kerja, penerangan,suhu udara, kelembaban udara, tekanan udara, kecepatan aliran udara, kebisingan, vibrasi/ getaran, radiasi gelombang elektromagnetik, dan lain sebagainya.

  b. Faktor kimiawi, meliputi semua zat kimia organik dan anorganik yang dapat berupa gas, uap, debu, kabut, fume (uap logam), asap, awan, cairan ataupun zat padat.

  c. Faktor biologis, meliputi semua makhluk hidup yang berada dalam lingkungan kerja yang dapat mengganggu pekerjaan.

  d. Faktor fisiologis/ ergonomi, yaitu interaksi antara faal kerja manusia dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya, seperti konstruksi mesin yang disesuaikan dengan fungsi alat indera manusia, postur dan cara kerja yang mempertimbangkan aspek antropometri dan fisiologi manusia.

  e. Faktor mental dan psikologi, yaitu reaksi mental dan kejiwaan terhadap suasana kerja, hubungan antara pengusaha dan tenaga kerja, struktur dan prosedur organisasi pelaksana kerja dan lain-lain.

  2.2.5 Dampak beban kerja

  Beban kerja yang terlalu berlebihan akan mengakibatkan stres kerja baik fisik maupun psikis dan reaksi-reaksi emosional, seperti sakit kepala, gangguan pencernaan dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit dimana pekerjaan yang dilakukan karena pengulangan gerak yang menimbulkan kebosanan. Kebosanan dalam kerja rutin sehari- hari karena tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan. Sehingga secara potensial membahayakan pekerja (Manuaba,2000).

  2.2.6 Metode pengukuran beban kerja mental

1. Pengukur Objektif Beban kerja mental

  Beban kerja mental dapat diukur dengan pendekatan fisiologis (karena terkuantifikasi dengan kriteria obyektif, maka disebut metode obyektif).

  Kelelahan mental pada seorang pekerja terjadi akibat adanya reaksi fungsionil dari tubuh dan pusat kesadaran. Pendekatan yang bisa dilakukan antara lain :

1. Pengukuran variilitas denyut jantung 2.

  Pengukuran selang waktu kedipan mata (eye bliink rate)

3. Flicker test 4.

  Pengukuran kadar asam saliva 5. Dll

2. Pengukuran Subjektif Beban Kerja Mental

  Metode pengukuran beban kerja yang secara subjektif merupakan pengukuran beban kerja mental berdasarkan persepsi subjektif responden/ pekerja.

  Subjective measures merupakan cara termudah untuk memperkirakan mental workload pada pekerja dalam menampilkan tugas-tugas tertentu. Secara umum,

  metode yang digunakan yaitu dengan menanyakan apa/ bagaimana yang ia rasakan tentang beban pada tugas-tugas yang dikerjakan. Sheridan & stassen (1979, dalam Meshkati et. Al., 1992., dalam Wilson & Corlett, 1992) menjelaskan bahwa pada Subjective measures, pekerja diminta untuk menilai beban kerja yang ia alami berdasarkan suatu skala berupa daftar kata kunci yang menggambarkan tingkatan workload yang berbeda.

  Sanders & Mc Cormick (1993) berpendapat bahwa metode subjective

  

measures seperti rating scales lebih mudah dalam proses administrasi dan lebih

dapat diterima oleh pekerja yang diminta untuk mengerjakan rating scale tersebut.

  Selain itu, juga dapat digunaka questionnaire dan interview (Meshkati et. Al., 1992, dalam Wilson & Corlett, 1992) yang ana metode-metode subjective juga bisa dikategorikan model self-report (de Waard, 1996).

  measures

  Berikut ini merupakan beberapa jenis metode pengukuran subjektif yang umum digunakan : a.

  Subjective Workload Assessment Technique (SWAT) SWAT khusus didesain untuk mengukur workload pekerjaan dalam system yang bervariasi untuk beberapa tugas. SWAT mengkombinasikan rating pada tiga dimensi workload; time load, mental efford load, dan stress load (Reid & Nygren, 1998, dalam Wickens & Hollands, 2000). Tiga dimensi workload tersebut adalah:

  1. Time load atau beban waktu yang menunjukkan jumlah waktu yang tersedia dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring tugas.

  2. Mental effort atau beban usaha mental, yang berarti benyaknya usaha mental dalam melaksanakan suatu pekerjaan.

  3. Psychological stress atau beban tekanan psikologis yang menunjukkan tingkat resiko pekerjaan, kebingungan, dan frustasi.

  Metode Subjective Workload Assesment Technique (SWAT) dikembangkan oleh Gary B. Reid dari Divisi Human Engineering pada Armstrong

  Laboratory, Ohio-USA digunakan menganalisa beban kerja yang dihadapi oleh

  seseorang yang harus melakukan aktivitas (baik yang merupakan beban kerja fisik maupun mental) yang bermacam-macam. Dalam penerapannya, SWAT akan memberikan penskalaan subjektif yang sederhana dan mudah dilakukan untuk mengkuantifikasikan beban kerja dari aktivitas yang bermacam-macam yang harus dilakukan oleh seorang pekerja.

  SWAT juga akan menggambarkan sistem kerja sebagai sebuah model multi dimensional dari beban kerja yang terdiri atas tiga dimensi atau faktor yaitu (1) Beban Waktu, (2) Beban Usaha Mental (3) Beban Tekanan Psikologis. Masing-masing terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu rendah, sedang dan tinggi. Dalam penerapannya setiap tigkatan untuk ketiga faktor tersebut akan dikombinasikan sehingga akhirnya membentuk 27 kombinasi tingkatan beban kerja mental. Prosedur penerapan metode SWAT terdiri dari dua tahapan, yaitu tahapan penskalaan (Scale Development) dan tahap penilaian (Event Scoring)

  Pada langkah pertama, 27 kombinasi tingkatan beban kerja mental diurutkan dengan berdasarkan persepsi yang dipahami oleh responden. Data hasil pengurutan kemudian ditransformasikan ke dalam sebuah skala interval dari beban kerja dengan range 0-100. Pada tahap penilaian, sebuah aktivitas atau kejadian akan dinilai dengan menggunakan rating 1 sampai 3 (rendah, sedang, dan/atau tinggi) untuk setiap tiga dimensi atau faktor yang ada. Nilai skala yang berkaitan dengan kombinasi tersebut (yang didapat dari tahap penskalaan) kemudian dipakai sebagai nilai beban kerja untuk aktivitas yang bersangkutan.

  Semaksimal mungkin diusahakan agar selama proses pengumpulan data dalam penerapan metode SWAT tidak mengganggu pekerjaan dari subyek (pekerja) yang diteliti.

  Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan Teori dari Pengukuran Beban kerja mental dengan metode SWAT karena dimensi dari metode ini dianggap relevan untuk dikaitkan dengan pekerjaan dari pegawai BPJS kesehatan kantor cabang utama Medan. berikut merupakan tabel dimensi dari metode SWAT.

Tabel 2.1 Dimensi dari Metode SWAT

  No Time Load

   often have spare time, interruptions

  or overlap among activities occur

  1 infrequently or not at all have spare

   occasionally

  time,interruptions or overlap among activities occur infrequently

   Almost never have spare time,

  Interrupions or overlap among activities are very frequent , or occur all the time

2 Mental Effort load

   Very little conscious mental effort or

  concentration required. Activity is almost automatic, requiring little or no attention

   Moderate conscious mental effort or

  concemtration required. Complexity of activity is moderately high due to uncertainly, unpredictability, or unfamiliarity. Considerable attention required.

   Extensive mental effort and

  concentration are necessary. Very

  comlex activity requiring total attention.

3 Psychological Stress

   Little confusion, risk, frustration, or

  Load anxiety axists and can be easily accomodated

   Moderate stress due to confusion,

  frustation or anxiety noticeably adds to workload. Significant compensation is required to maintain adequate performance.

   High to very intense stress due to confusion, frustation, or anxiety.

  High extreme determination and self-control required.

  Sumber : Reid, G. B And Nygren, T. E. 1988, The Subjective Workload

Assessment Technique: a scaling procedure for measuring mental workload

  b.

NASA TLX

  Dalam NASA TLX terdapat 6 dimensi ukuran beban kerja yaitu : 1.

  Mental demand, tuntutan aktivitas mental dan perseptual yang dibutuhkan dalam pekerjaan (contoh: berpikir, memutuskan, menghitung, mengingat, melihat, mencari).

  2. Physical demand, aktivitas fisik yang dibutuhkan dalam pekerjaan (contoh: mendorong, menarik, memutar, mengontrol, menjalankan, dan lainnya)

  3. Temporal demand, tekanan waktu yang dirasakan selama pekerjaan atau elemen pekerjaan berlangsung.

  4. Performance, keberhasilan di dalam mencapai target pekerjaan 5.

  Effort, usaha yang dikeluarkan secara mental dan fisik yang dibutuhkan untuk mencapai level performansi pekerja.

  6. Frustation level, rasa tidak aman, putus asa, tersinggung, stres, dan terganggu dibanding dengan perasaan aman,puas,cocok, nyaman, dan kepuasaan diri yang dirasakan selama mengerjakan pekerjaan tersebut. Langkah pengukuran dengan menggunakan NASA TLX sebagai berikut

  (Meshkati, 1988) : 1. Pembobotan

  Responden/ pekerja diminta untuk membandingkan dua dimensi yang berbeda dengan metode perbandingan berpasangan. Total perbandingan berpasangan untuk keseluruhan dimensi (6 dimensi) yaitu 15.

  2. Pemberian Rating Dalam tahap ini, responden diminta memberikan penilaian/rating terhadap keenam dimensi beban mental.

  Skor akhir beban mental NASA TLX diperoleh dengan mengalikan bobot dengan rating setiap dimensi, kemudin dalam perkembangannya, tahap pembobotan dinilai memiliki banyak kelemahan, sehingga dalam berbagai penelitian terakhir, penggunaan NASA TLX hanya dengan memberikan nilai pada masing-masing dimensi (tahap 2) dengan menjumlahkan nilai keseluruhan dimensi dengan hasil yang valid (Byers, 1989; Hart, 2006).

2.3 Stres Kerja

  Masalah stres banyak dibicarakan orang, namun tidak setiap orang mengerti dengan tepat apa stres itu. Stres merupakan hal yang melekat pada kehidupan. Siapa saja dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam jangka panjang-pendek yang tidak sama, pernah atau akan mengalaminya. Tak seorangpun dapat terhindar dari padanya. Bayi bisa terkena stres, balita bisa kedatangan stres. Kaum remaja tak bisa luput daripadanya. Kaum muda tak mungkin terhindar. Orang dewasa pasti mengalmi, kelompok lansia apalagi (Hardjana, 1994).

2.3.1 Pengertian stres kerja

  Stres dapat didefinisikan sebagai sebuah keadaan yang kita alami ketika ada sebuah ketidaksesuaian antara tuntututan-tututan yang diterima dan kemampuan untuk mengatasinya. Stres adalah keseimbangan antara bagaimana kita memandang tuntutan-tuntutan dan bagaimana kita berpikir bahwa kita dapat mengatasi semua tuntutan

  • –tuntutan dan bagaimana kita berpikir bahwa kita dapat mengatasi semua tuntutan yang menentukan apakah kita tidak merasakan stres, merasakan distres atau eustres (Looker, 2005)

  Stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan.

  Lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang. Robbins memberikan definisi stres sebagai suatu kondisi dinamis di mana individu dihadapkan pada kesempatan, hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penting tetapi tidak dapat dipastikan (Robbins, 2006).

  Robbins (2003) mendefinisikan bahwa: “ stres adalah sebagai kondisi dinamik yang didalamnya individu engalami peluang, kendala (constrains), atau tuntutan (demands) yang terkait dengan apa yang sangat diinginkannya dan hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting

  ”. Para pekerja atau pegawai disetiap level mengalami tekanan dan ketidakpastian. Situasi inilah yang memicu terjadinya stres kerja (Rini, 2002).

  Stres pada pekerja merupakan hasil interaksi dari kondisi kerja dengan sifat (trait) yang ada pada pegawai, sehingga menimbulkan perubahan bahwa fungsi fisiologis, psikologis atau keduanya.

  Stres terbentuk dari berbagai hal. Stres adalah kumpulan hasil, respons, jalan, dan pengalaman yang berkaitan, yang disebabkan oleh berbagai “ stresor ” keadaan atau peritiwa yang menyebabkan stres. Stres adalah suatu kondisi atau perasaan yang dialami ketika seseorang men ganggap bahwa “ tuntutan-tuntutan melebihi sumber daya sosial dan personal yang mampu dikerah kan seseorang

  ” (Manktelow, 2007).

  Stres menurut Vincent Cornelli, seorang psikologi ternama, merupakan suatu gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan; serta dipengaruhi oleh lingkungan maupun menampilan individu dalam lingkungan tersebut. Secara spesifik Richard Lazarus, psikolog yang banyak melakukan penelitian tentang stres, menganggap stres sebagai sebuah gejala yang timbul akibat adanya kesenjangan (gap) antara realita dan idealita, antarakeinginan dan kenyataan, antara tantangan dan kemampuan, antara peluang dan potensi (Musbikin, 2005).

  Wardoyo (2008) menyatakan bahwa stres kerja ialah merupakan “ tekanan ” yang didapatkan secara tidak sengaja, atau “ pembebanan ” yang diperoleh dengan sengaja, diadakan untuk suatu tujuan. Stres kerja dikonseptualisasi dari beberapa titik pandang, yaitu stres sebagai stimulus, stres sebagai respon dan stres sebagai stimulus respon. Stres sebagai stimulus merupakan pendekatan yang menitikberatkan pada lingkungan.

2.3.2 Faktor penyebab stres kerja

  Terdapat lima faktor penyebab yang umum terdapat di tempat kerja (Cooper dan Alison, 1995), yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan tugas, peran dalm organisasi, hubungan di tempat kerja, perkembangan karir, dan perubahan organisasi.

  Adapun dua faktor penyebab atau sumber munculnya stres kerja yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor personal (Dwiyanti, 2001) : Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor, maupun hubungan sosial di lingkungan pekerjaan. Sedangkan faktor personal bisa berupa tipe kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi, maupun kondisi sosial-ekonomi keluarga di mana pribadi berada dan pengembangan diri. Betapa pun faktor kedua tidak secara langsung berhubungan dengan kondisi pekerjaan, namun karena dampak yang ditimbulkan pekerjaan cukup besar, maka faktor pribadi ditempatkan sebagai sumber atau penyebab munculnya stres.

  Davis (2002) menyatakan bahwa, “ Stres kerja disebabkan adanya tugas yang terlalu banyak. Banyaknya tugas tidak selalu menjadi penyebab stres, akan menjadi sumber stres bila banyaknya tugas tidak sebanding dengan kemampuan baik fisik maupun keahlian dan waktu yang tersedia bagi pimpinan

  ”. Supervisor yang kurang pandai. Seorang pimpinan dalam menjalankan tugas sehari-harinya biasanya di bawah bimbingan sekaligus mempertanggungjawabkan kepada atasan. Jika seorang pimpinan pandai dan menguasai tugas bawahan, ia akan membimbing dan memberi pengarahan atau instruksi secara baik dan benar.

  Luthans (2002) menyebutkan bahwa penyebab stres (stressor) terdiri dari 4 (empat) hal utama, yakni :

  1 Extra organizational stressors, yang terdiri dari perubahan sosial/teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, dan keadaan komunitas/tempat tinggal.

  2 Organizational stressor, yang terdiri dari kebijakan organisasi, struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam organisasi.

  3 Group stressors, yang terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya dukungan sosial, serta adanya konflik antar individu,

  interpersonal dan intergrup.

  4 Individual stressors, yang terdiri dari terjadinya konflik dan ketidakjelasan peran, serta disposisi individu seperti pola kepribadian Tipe A, kontrol personal, learned helplessness, self-efficacy, dan daya tahan psikologis.

  2.3.3 Gejala-gejala stres

  Ada beberapa gejala stres dapat dilihat dari berbagai faktor yang menunjukkan adanya perubahan baik secara fisiologis, psikologis, dan sikap.

  Perubahan fisiologis ditandai oleh adanya gejala-gejala seperti merasa letih/ lelah, kehabisan tenaga, pusing, gangguan pencernaan, sedangkan perubahan psikologis ditandai oleh adanya kecemasan berlarut-larut, sulit tidur, napas tersengal-sengal, dan berikutnya perubahan sikap seperti keras kepala, mudah marah, tidak puas terhadap apa yang dicapai, dan sebagainya (Wijono, 2010).

  2.3.4 Dampak stres kerja Reaksi terhadap stres dapat merupakan reaksi bersifat psikis maupun fisik.

  Biasanya pekerja atau pegawai yang stres akan menunjukkan perubahan prilaku. Perubahan prilaku terjadi pada diri manusia sebagai usaha mengatasi stres. Usaha mengatasi stres dapat berupa prilaku melawan stres (fight) atau berdiam diri (freeze). Dalam kehidupan sehari-hari ketiga reaksi ini biasanya dilakukan secara bergantian, tergantung situasi dan bentuk stres.

  Konotasi stres mengisyaratkan kepada tingkat respon seseorang terhadap berbagai peristiwa dan perubahan-perubahan dalam kehidupannya sehari-hari.

  Perubahan-perubahan ini bisa jadi merupakan perubahan menyakitkan yang dapat menciptakan sejumlah dampak psikologis. Hanya saja dampak-dampak tersebut berbeda dari seseorang ke orang lain berdasarkan pembentukan pribadinya dari ciri-ciri kejiwaan yang membedakannya dari orang lain, dan ini merupakan perbedaan-perbedaan karakteristik di antara sesama individu (Badran, 2006).

  Sementara itu Cox (dalam Handoyo, 2001) membagi empat jenis konsekuensi yang dapat ditimbulkan stres, yaitu:

  1. Pengaruh psikologis, yang berupa kegelisahan, agresi, kelesuan, kebosanan, depresi, kelelahan, kekecewaan, kehilangan kesabaran, harga diri yang rendah.

  2. Pengaruh prilaku, yang berupa peningkatan konsumsi alkohol, tidak nafsu makan atau makan berlebihan, penyalahgunaan obta-obatan, menurunnya semangat untuk berolah raga yang berakibat timbulnya beberapa menyakit.

3. Pengaruh kognitif, yaitu ketidakmampuan mengambil keputusan, kurangnya konsentrasi, dan peka terhadap ancaman.

  4. Pengaruh fisiologis, yaitu menyebabkan gangguan pada kesehatan fisik yang berupa penyakit yang sudah diderita sebelumnya, atau memicu timbulnya penyakit tertentu.

  Sebuah organisasi atau perusahaan dapt dianalogika sebagai tubuh manusia. Jika salah satu dari anggota tubuh itu terganggu, maka akan menghambat keseluruhan gerak, menyebabkan seluruh tubuh merasa sakit dan menyebabkan individunya tidak dapat berfungsi secara normal. Demikian pula jika banyak diantara pegawai di dalam organisasi mengalami stres kerja, maka produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan terganggu. Jika stres yang dialami oleh organisasi atau perusahaan tidak kunjung selesai, maka sangat berpotensi mengundang masalah yang lebih serius (Rini, 2002).

  Menurut Sigit (2003) para karyawan perusahaan yang distress dalam pekerjaannya tentu akan merugikan organisasi tempat kerjanya, yaitu : turunnya kepuasan kerja, turunnya kinerja, absenteisme, perputaran kerja meningkat, serta secara total produktifitas menurun. Untuk menanggulanginya diperlukan biaya.

  Biaya bertambah, sedangkan produktivitas menurun, jadi jelas merugikan perusahaan.

2.3.5 Teori akibat stres kerja

  Hans selye adalah seorang tokoh yang pertama kali mengemukakan konsep stres kerja dengan pendekatan biologi pada tahun 1930. Menurut hans selye stres adalah reaksi umum fisiologis dan psikologis tubuh terhadap setiap kebutuhan. Stres merupakan respon tubuh yang bersifat tidak spesifik terhadap setiap tuntutan atau beban. Seseorang dikatakan stres apabila seseorang mengalami beban atau tugas yang berat tetapi orang tersebut tidak dapat mengatasi tugas yang dibebankan itu, maka tubuh akan merespon dengan tidak mampu terhadap tugas tersebut, stres ini didapat dari lingkungan, kondisi diri dan pikiran (Fraser, 1992).

  Stres kerja dipandang sebagai suatu sindrom adaptasi umum yang ditampilkan organisme dalam menghadapi tuntutan atau tantangan. Tuntutan dan tantangan yang dihadapi dapat mengakibatkan respon positif (eustres) maupun mengakibatkan respon yang negatif (disstres). Menurut wilford, stres terjadi bila terdapat penyimpanan dari kondisi

  • –kondisi optimum yang tidak dapat dengan mudah diperbaiki sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan antara tuntutan kerja dan kemampuan pekerjaannya (Fraser, 1992).
Aanonsen telah mengamati timbulnya lebih banyak tukak lambung pada para pekerja shift dan pada pekerja malam hari, terutama bila sering terjadi penggantian atau shift. Meskipun suatu bentuk stres kerja, namun juga meliputi baik perubahan-perubahan yang terjadi dalam irama biologis normal (circadian) maupun perubahan-perubahan di dalam kebiasaan tubuh (Fraser,1992).

  2.3.6 Hubungan beban kerja dengan stres kerja

  Menurut Hurrel (dalam Munandar, 2001) dan Manuaba (2000) salah satu faktor penyebab stres kerja adalah beban kerja, faktor-faktor pekerjaan yang dapat menimbulkan stres adalah dalam kategori faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan adalah fisik dan tugas, tugas mencakup beban kerja, kerja malam dan penghayatan dari resiko dan bahaya.

  2.3.7 Pendekatan organisasi dalam mengelola stres kerja

  Dalam setiap mengahadapi stres kerja, individu dihaarapkan dapat lebih efektif dalam mengatasi atau mengelolanya. Dengan demikian, dapat mengurangi adanya pemborosan, mengurangi absensi kerja, dan prestasi kerja diharapkan dapat lebih meningkat dalam organisasi (Wijono, 2010).

  Mengatasi stres berporos pada tindakan untuk mengurangi atau meniadakan dampak negatif stres dengan mengubah masalah dan mengendalikan tanggapan emosional. Sementara pengelolahan stres bertujuan mengurangi atau meniadakan dampak negatif stres dengan menangani dampak stresnya sendiri.

  Metodenya dapat berupa pendekatan : farmakologis (pharmacological), perilaku (behavioral), pemahaman (cognitif), meditasi (meditation), dan hipnosis (hypnosis) (Hardjana, 1994).

  Untuk dapat mengatasi dan mengelolah stres kerja dengan cara yang efektif, individu diharapkan mempunyai program-program pengelolah stres kerja.

  Pernyataan ini seperti yang dikatakan oleh para ahli bahwa dari 500 firma yang sangat besar mempunyai lebih dari 90% yang terdiri dari program-program khusus untuk menolong para karyawan dalam mengatasi stres kerja mereka. Selanjutnya menurut Rose & Veiga, 1984 (dalam Wijono, 2010) juga menunjukkan bahwa program-program pengelolahan stres kerja dalam suatu organisasi dapat menjadi efektif untuk mengurangi stres kerja mereka.

  Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengelola stres dalam organisasi, yaitu :

  1. Meningkatkan komunikasi Salah satu cara yang efektif untuk mengurangi ketidakjelasan peran dan konflik peran adalah meningkatkan komunikasi yang efektif diantara manajer dan karyawan, sehingga akan tampak garis-garis tugas dan tanggung jawab yang jelas di antara keduanya. Situasi semacam ini dapat mengurangi timbulnya stres kerja dalam organisasi.

  2. Sistem penilaian dan ganjaran yang efektif Sistem penilaian prestasi dan ganjaran yang efektif perlu diberikan oleh manajer kepada karyawan mereka. Situasi semacam ini dapat mengurangi ketidakjelasan peran dan konflik peran. Ketika ganjaran diberikan kepada karyawan, kawyawan telah menyadari bahwa ganjaran tersebut berhubungan dengan prestasi kerjanya. Ia menyadari juga bahwa ia bertanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan kepadanya (mengurangi konflik peran), ia berada dalam sesuatu keadaan (mengurangi ketidakjelasan tugas). Situasi ini terjadi bila hubungan diantara atasan dan bawahan berada dalam suatu suasana kerja dan sistem penilaian prestasi kerja efektif.

  3. Meningkatkan partisipasi Untuk dapat mengurangi ketidakjelasan peran dan konflik peran, pengelolahan erlu meningkatkan partisipasi terhadap proses pengambilan keputusan, sehingga setiap karyawan yang ada dalam organisasi mempunyai tanggung jawab bagi peningkatan prestasi kerja karyawan. Dengan demikian, kesempatan partisipasi yang diberikan oleh manajer kepada karyawan- karyawannya dalam menyumbang pikiran atau gagasan-gagasannya, memungkinkan karyawan dapat meningkatkan prestasi dan kepuasan kerjanya dan mengurangi stres kerjanya.

  4. Memperkaya Tugas Setiap manajer perlu memberikan dan memperkaya tugas kepada karyawan agar mereka dapat lebih bertanggung jawab, lebih mempunyai makna tugas yang dikerjakan, akan lebih baik dalam melaksanakan pengendalian serta umpan balik terhadap produktivitas kerja karyawan baik secara kuantitas maupun kualitas. Situasi semacam ini dapat meningkatkan motivasi kerja dan memenuhi kebutuhan karyawan sehingga dapat mengurangi stres yang ada dalam diri mereka.

  5. Mengembangkan keterampilan, kepribadian dan pekerjaan.

  Mengembangkan keterampilan, kepribadian dan pekerjaan merupakan salah satu cara utuk mengelola stres kerja didalam organisasi. Pengembangan keterampilan dapat diperoleh melalui latihan-latihan yang sesuai dengan kebutuhan karyawan dan organisasi atau pengembangan kepribadian yang dapat mendukung usaha pengembangan pekerjaan baik secara kuantitas maupun kualitas (Wijono, 2010).

2.4 BPJS Kesehatan

  BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) merupakan yang berubah menjadi Badan Hukum Publik yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya ataupun masyarakat umum.

  BPJS Kesehatan merupakan program pemerintah dalam kesatuan

  Untuk BPJS Kesehatan mulai beroperasi sejak tanggal BPJS Kesehatan sebelumnya bernama Askes (Asuransi Kesehatan), yang dikelola oleh PT Askes Indonesia (Persero), namun sesuai UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, PT. Askes Indonesia berubah menjadi BPJS Kesehatan sejak tanggal dengan jumlah fasilitas kesehatan sebanyak 9.788 puskesmas, 755 klinik TNI, 569 klinik POLRI, 2.388 klinik pratama dan 3.984 dokter praktek perorangan.

  Pada tahun 2014, pemerintah menargetkan sebanyak 121,6 juta penduduk akan diberikan jaminan kesehatan oleh BPJS kesehatan. Jumlah dimaksud diasumsikan berasal dari program pemerintah Jamkesmas (96,4 Juta jiwa ), peserta yang dikelolah oleh PT. Askes (persero) (17,2 juta jiwa), peserta jaminan pelayanan kesehatan (JPK) Jamsostek (5,5 juta jiwa), dan dari peserta program jaminan masyarakat umum pemerintah menargetkan seluruh masyarakat yaitu sebanyak 257,5 juta jiwa akan dijamin oleh BPJS. Data terakhir yang di dapat dari website BPJS kesehatan yang dimutakhirkan tanggal 9 Desember 2015 terdapat 133.606.661 jiwa yang telah terdaftar di BPJS kesehatan.

  BPJS Kesehatan di kantor cabang utama Medan terdiri dari 88 pegawai yang dibagi dalam 6 unit, yaitu : 7 pegawai di unit umum dan TI, 6 pegawai di unit keuangan dan penagihan, 6 pegawai di unit kepesertaan dan pelayanan peserta, 4 pegawai di unit manajemen pelayanan kesehatan primer, 5 pegawai di unit pemasaran, 59 orang di unit manajemen pelayanan kesehatan rujukan dan 1 pegawai sebagai kepala cabang utama. Pegawai pada setiap unit inilah yang nantinya menjalankan tugas sesuai dengan job description masing-masing unitnya. Agar dapat tercapai pelayanan yang prima dan maksimal serta target yang telah ditetapkan dapat dicapai (Profil BPJS Kesehatan, 2015).

2.5 Kerangka Konsep

  Kerangka konsep dalam penelitian ini mencoba menjelaskan Hubungan beban kerja terhadap gangguan stres pada pegawai BPJS kesehatan. Untuk lebih jelasnya maka peneliti menyusun kerangka konsep dalam gambar sebagai berikut VARIABEL BEBAS

  VARIABEL TERIKAT

  Beban Kerja Stres Kerja

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

2.6 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan kerangka konsep penelitian, maka hipotesis penelitian ini adalah: Adanya Hubungan beban kerja terhadap stres kerja pada pegawai BPJS kesehatan di kantor cabang utama Medan tahun 2015.

Dokumen yang terkait

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian Paradigma yang dipakai dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivisme. Menurut von Glasersfeld, pengertian konstruktif kognitif muncul dalam tulisan Mark Baldwin yang secara luas diperdalam dan disebarkan

0 1 24

BAB I PENDAHULUAN - Komunikasi Nonverbal dan Citra Presiden Joko Widodo (Analisis Semiotika Komunikasi Nonverbal Serta Citra yang terbentuk dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo)

0 0 11

BAB II KERANGKA TEORI - Analisis Pengaruh Struktur Modal Dan Kebijakan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan(Studi Pada Saham-Saham Lq 45 Di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2014)

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN - Analisis Pengaruh Struktur Modal Dan Kebijakan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan(Studi Pada Saham-Saham Lq 45 Di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2014)

0 0 9

ANALISIS PENGARUH STRUKTUR MODAL DAN KEBIJAKAN DIVIDEN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Pada Saham-saham LQ 45 di Bursa Efek Indonesia Periode 2008- 2014)

0 0 9

Penggunaan Berbagai Dosis Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan Bibit Sukun (Artocarpuscommunis.Forst) Pada Dta Danau Toba, Kecamatan Haranggaol Horison

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahaya - Analisis Bahaya pada Pekerja Bagian Workshop PT. X Medan Tahun 2015

0 2 32

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Bahaya pada Pekerja Bagian Workshop PT. X Medan Tahun 2015

0 0 10

Analisis Bahaya pada Pekerja Bagian Workshop PT. X Medan Tahun 2015

0 0 12

5. Lama Bekerja: < 3 Tahun 7-10 Tahun 3 – 6 Tahun >10 Tahun 6. Status Perkawinan Menikah Belum Menikah - Hubungan Beban Kerja Terhadap Stres Kerja Pada Pegawai BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama Medan Tahun 2015

0 0 49