Formulasi Emping Melinjo (Gnetum Gnemon) Duplikat Menggunakan Ekstrak Daun Melinjo Dan Ekstrak Daun Pepaya
TINJAUAN PUSTAKA
MelinjoTanaman melinjo (Gnetum gnemon L.) merupakan salah satu tanaman tahunan yang mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan. Daun dan buah melinjo yang muda dapat diolah sebagai sayuran dan buah melinjo yang sudah tua dapat diolah sebagai bahan baku pembuatan emping. Emping merupakan produk olahan melinjo yang terkenal digemari masyarakat, juga merupakan komoditi sektor industri kecil yang potensial dan berprospek besar dalam pengembangan ekspor non migas (Tim Penulis Penebar Swadaya, 1999).
Buah melinjo dapat menyebabkan kenaikan yang signifikan jika dikonsumsi secara berlebihan karena buah melinjo mengandung senyawa purin. Diduga konsumsi makanan dengan kadar purin tinggi, konsumsi gula dan lemak secara berlebihan dapat meningkatkan kadar
2 asam urat di dalam darah (Wikipedia , 2011).
Produksi melinjo Sumatera Barat tahun 2007 sebesar 1.383 ton dari produksi total melinjo nasional sebesar 141.116 ton, jumlah ini lebih rendah dari jumlah produksi tahun sebelumnya yang mencapai 3.602 ton di Sumatera Barat dari produksi total nasional yang mencapai 127.136 ton, sehingga perlu perhatian yang lebih serius terhadap pengembangan dan produksi melinjo dimasa mendatang (Badan Pusat Statistik, 2007).
Daun melinjo
Daun melinjo (Gnetum gnemon L.) serta buahnya mengandung saponin, tanin, dan flavonoid. Diketahui kandungan tanin dalam daun melinjo sebesar
5
4,55% (Lestari, 2013). Menurut Ummah (2010), secara umum kandungan tanin tertinggi terdapat pada daun muda. Tanin yang terdapat dalam daun melinjo dapat dijadikan sebagai pengawet alami untuk industri pengolahan makanan. Daun melinjo memberikan efek yang baik sebagai pengawet makanan, dari inhibitor rasa dan peningkat rasa (Santoso, 2008). Kandungan unsur gizi pada melinjo per 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan unsur gizi melinjo per 100 g bahan Kandungan unsur gizi Biji melinjo Daun melinjo Emping melinjo Kalori (kal) 66,0 99,0 345,0 Protein (g) 5,0 5,0 12,0 Lemak (g) 1,7 1,3 1,5 Karbohidrat (g) 13,3 21,3 71,5 Air (g) 80,0 70,8 13,0 Vitamin A (SI) 1000,0 10.000,0 0,0 Kalsium (mg) 163,0 219 100,0
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1996) Pemanfaatan daun melinjo semakin berkembang, tidak hanya dimanfaatkan sebagai sayur olahan tetapi juga digunakan dalam bidang farmakologi dan industri pangan lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Lestari, dkk (2013) dalam penelitian pemanfaatan ekstrak daun melinjo sebagai pengawet telur ayam ras, menyatakan bahwa daun melinjo dapat digunakan pada pengawetan telur ayam ras karena mengandung tanin. Tanin akan bereaksi dengan protein yang terdapat pada kulit telur yang mempunyai sifat menyerupai kolagen kulit hewan sehingga terjadi proses penyamakan kulit berupa endapan berwarna coklat yang dapat menutup pori-pori kulit telur tersebut menjadi impermeabel (tidak dapat tembus) terhadap gas danudara dan penguapan air serta hilangnya karbondioksida pada kulit telur dapat dicegah sekecil mungkin.
Menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1996), daun melinjo mengandung vitamin A sebesar 10.000 SI. Vitamin A sangat mudah teroksidasi oleh udara dan akan rusak bila dipanaskan dengan suhu tinggi bersama udara, cahaya, dan lemak yang sudah tengik. Vitamin A pada umumnya stabil terhadap panas, asam, dan alkali. Pengeringan buah di matahari dan cara dehidrasi lainnya dapat menyebabkan kehilangan sebagian vitamin A. Beta karoten merupakan provitamin A yang terdapat dalam bahan pangan nabati. Beta karoten adalah bentuk provitamin A yang paling aktif, yang terdiri dari dua molekul retinol yang saling berikatan. Rumus molekul beta karoten adalah C H , dengan berat
40
56 molekul 536,88 (Almatsier, 2004).
Struktur β-karoten dapat dilihat pada Gambar 1 (Almatsier, 2004).
Gambar 1. Struktur β-karoten Satuan takaran untuk vitamin A adalah International Unit (IU) atau Satuan
Internasional (SI). FAO telah menyarankan agar satuan takaran tersebut diganti menjadi retinol equivalent (RE) karena lebih tepat memberikan gambaran keaktifan vitamin A dan penyerapan karoten. Adapun konversi satuan vitamin A, yaitu: 1 R
E = 1 µg retinol (3,3 SI); 1 RE = 6 µg β-karoten (10 SI);
1 µg β-karoten = 1,6667 SI vitamin A; 1 SI vitamin A = 0,6 µg β-karoten. Jumlah kebutuhan vitamin A yang dianjurkan adalah 1.200-2400 SI untuk bayi dan anak- anak di bawah 10 tahun, dan 3.500-4000 SI untuk orang dewasa (Winarno, 1992).
7
Emping melinjo
Emping adalah sejenis makanan ringan yang dibuat dari bahan baku yang dihancurkan hingga halus kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari. Emping biasanya terbuat daritetapi juga dapat dibuat dari bahan lain yang mengandung pati tinggi, seperti emping yang terbuat dari bulir jagung dan emping
1 yang terbuat dari umbi teki (Wikipedia , 2011).
Selain dipasarkan untuk kebutuhan konsumsi dalam negeri, emping melinjo juga diekspor ke negara-negara lain antaranya Singapura, Malaysia, Belanda, Belgia, Brunei, Luxemburg, dan Amerika Serikat. Menurut Biro Pusat
,
Statistik tahun 2000; 2003; 2006 permintaan terhadap emping melinjo terus meningkat dari tahun ke tahun. Ekspor emping melinjo pada tahun 2000 adalah sebesar 123.304 ton dengan nilai US$ 230.062, meningkat menjadi 515.900 ton dengan nilai US$ 464.756 pada tahun 2003, kemudian meningkat menjadi 775.654 ton dengan nilai sebesar US$ 660.876 pada tahun 2006.
Jatmiko (2013) melaporkan tingginya permintaan emping melinjo terkendala oleh tersedianya bahan baku buah melinjo yang tidak menentu, terlebih lagi pada musim kemarau banyak pohon melinjo yang tidak berbuah. Menjelang Ramadhan, emping melinjo varietas limpung batang mengalami kenaikan harga akibat terbatasnya bahan baku. Produksi emping melinjo yang biasanya tersedia hingga 50 ton per bulan kini turun hanya 8 hingga 10 ton per bulan. Hal tersebut membuat para produsen pengrajin emping tidak dapat memenuhi permintaan pasar.
Klasifikasi emping melinjo yang didasarkan pada kualitasnya adalah sebagai berikut : a. Kualitas nomor 1. Emping ini disebut juga dengan emping super, yang memiliki ciri-ciri:
1) Lempengnya sangat tipis merata 2) Berwarna agak putih dan bening atau transparan 3) Tiap lempengannya berasal dari satu biji melinjo yang ukuran dan kualitasnya sama, sehingga garis tengahnya hampir seragam 4) Langsung bisa digoreng tanpa dijemur lebih dahulu
b. Kualitas nomor 2. Emping dengan kualitas ini memiliki ciri-ciri: 1) Lempengannya lebih tebal daripada emping super 2) Berwarna agak putih kekuning-kuningan dan kurang bening (kurang transparan) 3) Tiap lempengannya berasal dari satu biji melinjo yang ukuran dan kualitasnya sama, sehingga garis tengahnya hampir seragam 4) Bila akan digoreng harus dalam keadaan kering agar hasil gorengannya baik.
c. Kualitas nomor 3 1) Lempengannya agak tebal 2) Berwarna kekuning-kuningan dan tidak bening (tidak transparan) 3) Tiap lempengan berasal dari satu biji melinjo yang ukuran dan kualitasnya bermacam 4) Bila akan digoreng harus dijemur lebih dahulu hingga kering agar hasil gorengannya baik (Sunanto, 1992).
9 Syarat mutu emping melinjo dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Syarat mutu emping melinjo berdasarkan SNI 01-3712-1995
No. Uraian Satuan Syarat mutu
6.1 Cu mg/kg maksimal 30,0
Tepung beras mempunyai karakteristik yang berbeda dibanding dengan terigu sehingga diperlukan modifikasi pada formula dan kondisi proses pengolahan. Tepung beras memiliki jumlah air bebas lebih tinggi dalam adonan karena ukuran granula pati kecil (3-8 mikron) sehingga mengabsorbsi air lebih sedikit. Tepung beras juga tidak membentuk jaringan gluten dalam adonan sehingga kemampuan menahan air lebih rendah dibanding terigu (Widjajaseputra, dkk., 2011).
4 Sumber: BSN-SNI No. 3712 (1995) Tepung Beras
8.1 Kapang koloni/kg maksimal 10
8 Cemaran mikroba
7 Cemaran Arsen (As) mg/kg maksimal 1,0
6.4 Zn mg/kg maksimal 40,0
6.3 Hg mg/kg maksimal 0,03
6.2 Pb mg/kg maksimal 2,0
6 Cemaran logam
1 Keadaan
5 Protein % b/b maksimal 10
4 Abu % b/b maksimal 2
3 Air % b/b maksimal 12
2 Emping tidak utuh % b/b maksimal 5
1.4 Penampakan normal, bersih dari kulit ari yang menempel dan benda asing lainnya
1.3 Warna - normal
1.2 Rasa - khas melinjo
1.1 Bau - khas melinjo
Tepung beras memiliki rasa yang lembut, tidak berwarna, dan karbohidrat yang mudah dicerna. Oleh karena itu, tepung beras paling cocok dijadikan sebagai sereal untuk membuat produk bebas gluten. Tepung beras berpeluang menghasilkan produk dengan karakterisik yang berbeda dibandingkan dengan produk berbasis pati beras (Munarso, dkk, 2004). Kandungan unsur gizi pada tepung beras per 100 g bahan adalah seperti yang tertera pada Tabel 3. Tabel 3. Kandungan unsur gizi tepung beras per 100 g bahan
Kandungan Unsur Gizi Kadar
Energi (kal) 364,0
Protein (g) 7,0
Lemak (g) 0,3
Karbohidrat (g) 80,0
Air (g) 12,0
P (mg) 140,0
Kalsium (mg) 5,0
Fe (mg) 0,8
Bdd (bahan dapat dimakan) (g) 100,0 Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1996)
Tapioka
Tapioka adalah pati yang diperoleh dari ekstraksi ubi kayu melalui proses pemarutan, pemerasan, penyaringan, pengendapan pati dan pengeringan. Dalam pembuatan tapioka, pengendapan pati dilakukan beberapa kali untuk mendapatkan hasil ekstraksi pati yang lebih murni (Astawan, 2003).
Pati ditemukan dalam banyak tanaman dan merupakan komponen karbohidrat terbesar kedua setelah selulosa. Pati tersimpan dalam organ tanaman dalam bentuk granula. Karena sifat fungsionalnya, pati banyak digunakan untuk memberikan karakteristik produk pangan misalnya sebagai pengental (thickening
agent ), penstabil (stabilizing agent), pembentuk gel (gelling agent), dan
pembentuk film (film forming). Pati mengandung 2 komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa sedangkan amilopektin memiliki struktur percabangan dengan
11
2 jenis ikatan glikosidik yaitu ikatan α-(1,4)-D-glukosa dan α-(1,6)-D-glukosa (Kusnandar, 2010).
Struktur rantai linier dari molekul amilosa dan struktur molekul amilopektin dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3 (Kusnandar, 2010). C H O H C H O H 2 2 C H O H 2 O
O H O O H O H H H H O H O H H H H H H H H O H H O H H O H H O H O O H n
Gambar 2. Struktur rantai linier dari molekul amilosa
C H O H 2 C H O H 2 O O H H H H H H O H O H O H H O O - 1 , 6 I k a t a n
α O H H H
C H
2 C H O H 2 C H O H 2 O O O H H H H H H H H H O H O H O H O H O H H O O H O H H O H H O H- 1 , 4 I k a t a n α
Gambar 3. Struktur molekul amilopektin Komposisi amilopektin dan amilosa berbeda dalam pati berbagai bahan makanan. Amilopektin pada umumnya terdapat dalam jumlah lebih besar.
Sebagian besar pati mengandung antara 15% - 35% amilosa. Dalam butiran pati, rantai-rantai amilosa dan amilopektin tersusun dalam bentuk semi kristal, yang menyebabkannya tidak larut dalam air dan memperlambat pencernaannya oleh amilase di pankreas (Almatsier, 2004).
Pati yang banyak mengandung amilopektin (amilosa rendah) tidak membentuk gel yang kukuh dan pasta yang dihasilkan lebih lunak. Pada saat pengembangan dengan penggorengan setelah gel tersebut kering mempunyai kecenderungan merenggang dari pada patah, sehingga tingkat pengembangannya lebih besar. Oleh karena itu, tapioka akan menghasilkan lapisan dengan kenampakan yang rata dan jernih tapi masih mudah patah atau retak (Warastuti, 2000).
Jumlah fraksi amilosa-amilopektin sangat berpengaruh pada profil gelatinisasi pati. Amilosa memiliki ukuran yang lebih kecil dengan struktur tidak bercabang. Sementara amilopektin merupakan molekul berukuran besar dengan struktur bercabang banyak. Saat pati dipanaskan, beberapa fraksi amilopektin merenggang dan terlepas saat ada ikatan hidrogen yang terputus. Jika suhu yang lebih tinggi diberikan, ikatan hidrogen akan semakin banyak yang terputus, menyebabkan air terserap masuk ke dalam granula pati. Pada proses ini, molekul amilosa terlepas ke fase air yang menyelimuti granula, sehingga struktur dari granula pati menjadi lebih terbuka, dan lebih banyak air yang masuk ke dalam granula, menyebabkan granula membengkak dan volumenya meningkat. Molekul air kemudian membentuk ikatan hidrogen dengan gugus hidroksil gula dari molekul amilosa dan amilopektin. Di bagian luar granula, jumlah air bebas menjadi berkurang, sedangkan jumlah amilosa yang terlepas meningkat. Molekul amilosa cenderung untuk meninggalkan granula karena strukturnya lebih pendek dan mudah larut. Mekanisme ini yang menjelaskan bahwa larutan pati yang dipanaskan akan menjadi kental (Imanningsih, 2012).
13 Setiap jenis tepung memiliki karakteristik gelatinisasi yang berbeda-beda. Sifat gelatinisasi dan pembengkakan dari suatu pati, salah satunya ditentukan oleh struktur amilopektin, komposisi pati dan ukuran granular pati. Di samping itu, perbedaan sifat gelatinisasi juga dikarenakan distribusi berat granula pati. Makin besar berat molekul pati maka suhu gelatinisasinya juga semakin rendah. Pati serealia memiliki berat molekul yang lebih rendah dibandingkan dengan pati umbi-umbian, contoh suhu gelatinisasi tepung beras lebih rendah dibandingkan dengan tepung tapioka. Saat larutan pati dipanaskan di atas suhu gelatinisasinya, pati yang mengandung amilopektin lebih banyak akan membengkak lebih cepat dibandingkan dengan pati lain (Imanningsih, 2012).
Pati tidak larut dalam air, tetapi jika ditambahkan air dan dilakukan pemanasan akan menyerap air dan mengembang, proses tersebut disebut gelatinisasi. Tepung tapioka memiliki viskositas puncak yang tinggi dan waktu
o
gelatinisasi yang lebih cepat (69,56 C dengan waktu ± 6 menit). Aplikasinya dalam pengolahan pangan adalah tepung tapioka dapat digunakan sebagai pengental dengan waktu pemasakan yang singkat (Imanningsih, 2012).
Kualitas tapioka ditentukan oleh beberapa faktor yaitu warna, kandungan air, kandungan serat, dan kotoran, serta tingkat kekentalan. Tapioka yang bermutu baik berwarna putih, kadar air rendah, serat dan kotoran yang rendah, serta kekentalan dan daya rekat yang tinggi. Tapioka bersifat higroskopis, sehingga saat dicampur dengan air membentuk adonan yang kental, mudah kering dan kadar airnya berkurang. Tapioka memiliki daya serap air yang baik dengan nilai 1,4085 (Efendi, 2010). Kandungan unsur gizi tepung tapioka per 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kandungan unsur gizi tepung tapioka per 100 g bahan Kandungan Unsur Gizi
Kadar Energi (kal)
365,0 Protein (g)
0,5 Lemak (g)
0,3 Karbohidrat (g)
86,9 Air (g)
12,0 Bdd (bahan dapat dimakan) (g) 100,0
Sumber : Direktorat Gizi Depkes R.I., 1996
Daun pepaya
Tanaman pepaya (Carica papaya L) merupakan tanaman yang mudah tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi dan banyak dijumpai di Indonesia sebagai tanaman yang kaya manfaat (Hartoyo, 1998). Tanaman pepaya memiliki banyak manfaat mulai dari akar, batang, daun, bunga dan buahnya, yaitu sebagai sumber vitamin, mineral, dan senyawa lainnya untuk kebugaran tubuh dan berkhasiat obat dalam bidang kesehatan (Suriawiria, 2002).
Di Indonesia dijumpai beberapa varietas pepaya, antara lain: pepaya semangka, pepaya jinggo, pepaya cibinong, pepaya bangkok atau sering disebut pepaya thailand, pepaya meksiko, pepaya mas, pepaya ijo, dan pepaya item. Jenis pepaya ijo dan pepaya item tergolong pepaya yang sulit ditemukan (Andy, 2005).
Daun pepaya merupakan tanaman obat-obatan karena mengandung senyawa alkaloida, enzim proteolitik, papain, kimopapain, dan lisozim yang berguna pada proses pencernaan. Rasa pahit pada daun pepaya selain disebabkan oleh kandungan tanin juga disebabkan oleh alkaloid karpain yang banyak terdapat pada daun muda. Alkaloid ini dapat menurunkan tekanan darah dan dapat membunuh amoeba, alkaloid bersifat antibakteri karena dapat mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri. Daun pepaya muda mengandung getah berwarna putih. Getah ini mengandung enzim proteolitik yang
15 disebut papain (Kamaruddin dan Salim, 2003). Kandungan unsur gizi daun pepaya per 100 g bahan disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan unsur gizi pepaya per 100 g bahan Kandungan unsur gizi Daun pepaya Buah pepaya masak Buah pepaya muda Energi (kkal)
79
46
26 Protein (g) 8,0 0,5 2,1 Lemak (g) 2,0 0,1 Karbohidrat (g) 11,9 12,2 4,9 Kalsium (mg) 353
23
50 Fosfor (mg)
63
12
16 Zat Besi (mg) 0,8 1,7 0,4 Vitamin A (SI) 18.250 365
50 Vitamin B1 (mg) 0,15 0,04 0,02 Vitamin C (mg) 140
78
19 Air (g) 75,4 86,7 92,3
Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI (1996)
Penelitian yang dilakukan Widjastuti (2009) terhadap ayam sentul disimpulkan bahwa pemberian tepung daun pepaya sampai batas 10% dapat meningkatkan kualitas telur khususnya meningkatkan warna kuning telur ayam sentul tanpa menurunkan produksi telur. Hasil tersebut hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Sutarpa (2008) terhadap ayam petelur Hysex dengan tingkat pemberian daun pepaya sebanyak 3%. Dari kedua
Brown
penelitian diatas disimpulkan bahwa penggunaan daun pepaya dalam ransum sampai batas 10 persen meningkatkan warna kuning telur. Meskipun penelitian tersebut menggunakan jenis unggas yang berbeda namun diketahui terjadi peningkatan warna kuning telur, hal ini disebabkan kandungan beta karoten yang terdapat pada daun pepaya yang cukup tinggi.
Proses Pembuatan Emping Melinjo Dupikat
Emping melinjo duplikat dibuat melalui beberapa proses yaitu proses sortasi daun melinjo dan daun pepaya, penimbangan, pencucian, blansing, ekstraksi, pengadonan, pengukusan, pemotongan, pengeringan, pengemasan, dan penggorengan.
Sortasi dan pencucian
Sortasi sangat diperlukan untuk menggolongkan daun melinjo dan daun pepaya sesuai dengan tingkat ketuaannya dan ada tidaknya cacat. Standar mutu ditetapkan berdasarkan warna, kebersihan, ketuaan, kebebasan dari bahan asing, serta kebebasan dari luka atau cacat. Pengertian cacat adalah cacat fisik, mekanik, mikrobiologis, maupun cacat yang disebabkan oleh serangga (Satuhu, 1996) .
Pencucian bahan dapat dilakukan untuk menghilangkan bahan asing pada daun pepaya dan daun melinjo. Adanya bahan asing yang menempel pada permukaan daun melinjo dan daun pepaya menyebabkan penampilan luarnya terlihat kotor. Bahan asing ini dapat berupa tanah, debu, pasir, serangga, atau bahan lainnya. Pencucian bahan dilakukan pada air mengalir (Satuhu, 1996).
Blansing
Blansing adalah proses pemanasan pendahuluan yang dilakukan terhadap buah dan sayuran sebelum bahan tersebut dikelola lebih lanjut, dengan tujuan menonaktifkan enzim, membunuh mikroorganisme, mempercepat pengeringan serta dapat mempertahankan dari kerusakan karena oksidasi selama pengeringan maupun penyimpanan (Winarno, 1992).
Blansing merupakan perlakuan pendahuluan dengan tujuan mendapatkan mutu produk yang dikeringkan, dikalengkan, dan dibekukan dengan kualitas baik.
Proses blansing termasuk ke dalam proses termal dan umumnya membutuhkan
o
suhu berkisar 75-95 C (Estiasih dan Ahmadi, 2009). Selain itu itu, blansing juga dapat menaikkan temperatur jaringan, untuk membersihkan bahan dan untuk
17 melayukan bahan sehingga memudahkan perlakuan berikutnya (Purba dan Rusmarilin, 1985).
Ekstraksi
Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat pada bahan alami. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi ke dalam pelarut. Jenis ekstraksi bahan alami yang sering dilakukan adalah ekstraksi secara panas dengan cara refluks dan penyulingan uap air dan ekstraksi secara dingin dengan cara maserasi, perkolasi dan alat soxhlet (Direktorat Jendral POM, 1986).
Tanin dapat diekstrak dengan menggunakan campuran pelarut atau pelarut tunggal. Umumnya tanin diekstrak dengan menggunakan pelarut air, karena lebih murah dengan hasil yang relatif cukup tinggi, tetapi tidak menjamin jumlah senyawa polifenol yang ada dalam bahan tanin tersebut (Hoonga, dkk, 2009).
Air adalah pelarut yang paling banyak digunakan. Salahsatu cara pengekstrakan yang paling tua adalah dengan menghancurkan bahan pangan dengan penambahan air. Penambahan air bertujuan untuk memudahkan proses penghancuran dan pengekstrakan. Proses pencampuran dilakukan sampai halus untuk mengurangi endapan pada sari atau ekstrak yang dihasilkan. Setelah bahan hancur dilakukan pengekstrakan dengan kain saring atau saringan yang halus (Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006).
Pengadonan
Tepung tapioka dan tepung beras yang dicampur dengan air menyebabkan terjadinya suspensi pati dalam air tetapi tidak membentuk gel. Jika suhu suspensi tersebut ditingkatkan, maka granula pati akan menyerap air dan mengembang. Adonan yang dicampur selanjutnya akan dikukus, saat pengukusan terjadi proses gelatinisasi pati. Proses gelatinisasi ini menaikkan viskositas adonan sehingga granula pati tidak dapat dipisahkan (Saparinto dan Diana, 2011). Disamping itu, proses pembuatan adonan bertujuan untuk mempermudah proses pencetakan atau pengirisan (Diana, 2010).
Pengukusan
Pengukusan merupakan proses pemanasan dengan menggunakan uap air, dimana uap berasal dari air itu yang berubah dari fase cair menjadi gas oleh adanya pindah panas. Pindah panas dengan cara konveksi alamiah terjadi apabila bahan cair bersentuhan dengan permukaan yang lebih panas atau lebih dingin dari pada bahan cair tersebut. Ketika bahan cair tersebut dipanaskan atau didinginkan, maka kerapatan akan berubah (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
Proses pindah panas ini membuat adonan mengembang dan mekar saat dikukus. Hal ini disebabkan proses gelatinisasi pati. Pengukusan dapat membuat produk hasil penggorengan menjadi lebih seragam, absorbsi minyak oleh produk dapat berkurang karena adanya gelatinisasi pati, mengurangi waktu penggorengan dan dapat memperbaiki ekstur hasil penggorengan (Winarno, 1992).
Pengukusan juga bertujuan untuk inaktivasi enzim yang terdapat dalam daun sebelum diolah lebih lanjut. Selama proses pengukusan dapat terjadi perubahan warna bahan serta hilangnya flavor atau bahan volatil yang terdapat dalam bahan (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
19
Pemotongan
Proses pemotongan dimaksudkan untuk memperoleh bentuk dan ukuran yang lebih seragam dan lebih menarik. Pemotongan mengurangi ukuran bahan padat dengan kerja mekanis. Pemotongan dipergunakan untuk memecahkan potongan besar bahan pangan menjadi potongan-potongan kecil yang sesuai untuk pengolahan lebih lanjut. Keseragaman ukuran penting untuk memperoleh penampakan dan penetrasi panas yang merata sehingga memudahkan proses penggorengan. Dari proses tersebut menghasilkan produk garing dengan warna yang lebih seragam (Winarno, 1992).
Pengeringan
Pengeringan adalah proses penurunan kadar air suatu bahan sampai tingkat kadar air tertentu. Selain untuk mengurangi kadar air akhir bahan, pengeringan juga berkaitan dengan warna bahan yang dikeringkan. Penggunaan suhu dan lama pengeringan yang tidak sesuai akan mempengaruhi warna bahan (Hartulistioso, 2003).
Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air bahan pangan sehingga daya simpan menjadi lebih panjang. Pengeringan juga bertujuan untuk mengurangi volume dan berat produk. Prinsip dasar pengeringan adalah pindah panas dari alat pengering dan difusi air (pindah massa) dari bahan yang dikeringkan (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
Perlakuan pengeringan yang paling tua adalah pengeringan dengan sinar matahari. Pengeringan dengan sinar matahari lebih dikenal sebagai pengeringan tradisional dan telah umum dilakukan oleh petani kita sejak dahulu. Kecepatan pengeringan tergantung pada luas permukaan bahan, kecepatan udara mengalir, o
dan suhu yang digunakan. Suhu pengeringan matahari adalah 50-60 C (Kartasapoetra, 1994).
Pengemasan
Pengemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi atau mengawetkan produk pangan maupun non pangan. Kemasan adalah suatu wadah atau tempat yang digunakan untuk mengemas suatu produk yang dilengkapi dengan label atau keterangan-keterangan termasuk beberapa manfaat dari isi kemasan. Penggunaan kemasan ditujukan untuk menghindari kerusakan yang disebabkan oleh mikroba, fisik, kimia, biokimia, perpindahan uap air dan gas, sinar UV, dan perubahan suhu. Selain itu kemasan yang digunakan harus ekonomis, mampu menekan ongkos produksi, mudah dikerjakan, tidak mudah bocor dan penyok, serta mudah dalam penyimpanan, pengangkutan, dan distribusi (Susanto dan Saneto, 1994).
Kemasan plastic menempati bagian yang sangat penting dalam industri pengemasan. Kelebihan plastik dari bahan kemasan lainnya, antara lain: harga yang relatif murah, dapat dibentuk berbagai bentuk dan warna sehingga lebih disukai oleh konsumen, serta mengurangi biaya transportasi. Namun plastik mempunyai kelemahan, yaitu umumnya tidak tahan terhadap suhu tinggi (Susanto dan Saneto, 1994).
Penggorengan
Minyak mempunyai beberapa fungsi dalam pemasakan makanan, diantaranya sebagai media penghantar panas pada saat penggorengan dan berperan penting dalam memberikan cita rasa dan tekstur pada bahan pangan. Efisiensi proses penggorengan dan kecepatan penggorengan dipengaruhi oleh
21 suhu dan kualitas minyak goreng yang digunakan. Suhu penggorengan yang
o o biasanya digunakan sekitar 150 -190 C (Dunford, 2006).
Massa minyak masuk ke dalam bahan yang digoreng dengan cara difusi, hal ini disebabkanadanya perbedaan konsentrasi massa minyak pada bagian permukaan dengan bagian dalam bahan. Proses penyerapan minyak pada bahan lebih cepat terjadi pada bahan dengan kandungan air yang rendah (Jamaluddin, dkk, 2008).
Penggorengan dapat menyebabkan perubahan struktur bahan menjadi renyah. Menurut Dunford (2006) bahwa mekanisme kerenyahan kerupuk ini disebabkan oleh terlepasnya air yang terikat dalam gel pati pada saat penggorengan. Akibat peningkatan suhu, air yang akan berubah menjadi uap mendesak pati, sehingga terbentuk kantong-kantong udara yang menyebabkan kerupuk menjadi renyah.
Penelitian Sebelumnya
Telah dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan buah melinjo tua (Gnetum gnemon) untuk campuran kerupuk dengan variasi perbandingan antara tepung melinjo dan tepung tapioka. Siahaan (2009) mensubstitusikan tepung melinjo (Gnetum gnemon) dan tepung tapioka dalam pembuatan kerupuk dengan penambahan wortel untuk memperbaiki cita rasa emping yang pahit menjadi tidak pahit. Penelitian ini merupakan salah satu usaha penganekaragaman bahan pangan untuk menciptakan makanan baru yang bernilai gizi yang baik dan bernilai ekonomis.