BAB II SEJARAH PERUSAHAAN BUS SIBUALBUALI - Sejarah Perusahaan Bus Angkutan Umum Sibualbuali (1937 – 1986)

BAB II SEJARAH PERUSAHAAN BUS SIBUALBUALI Perusahaan bus angkutan umum Sibualbuali atau lengkapnya Fa. Odp. (Firma Oto Dinas Pengangkutan) Sibualbuali, merupakan bus yang sempat menjadi bintang

  dalam dunia transportasi lintas Sumatra terutama Sumatera Utara. Armada–armada bus Sibualbuali dikenal masyarakat Sumatera Utara dengan ciri khas dan peranannya yang sangat membantu dalam kehidupan masyarakat. Pada tulisan di badan armada bus Sibualbuali tercantum tahun berdirinya perusahaan bus ini, yakni tercantum tahun 1937. Namun masih terdapat masyarakat Sumatera Utara yang tidak mengetahui awal mula berdirinya perusahaan ini tetapi masyarakat Sumatera Utara masih terkenang akan hadirnya perusahaan bus ini pada masa–masa kejayaannya di tahun enam puluhan sampai dengan tahun delapan puluhan. Berikut penjelasan sejarah, ciri khas armada dan loket atau stasiun perusahaan Sibualbuali yang masih menjadi kenangan masyarakat.

2.1 SEJARAH BERDIRINYA PERUSAHAAN BUS SIBUALBUALI

  Lonjakan tinggi pembangunan jalan raya dan impor kendaraan ke Sumatera terjadi bersamaan dengan lonjakan tinggi harga karet pada pertengahan 1920–an.

  Jumlah truk dan bus yang diimpor ke Sumatera naik dari 94 pada 1924 menjadi 1172 pada 1926, sementara impor kendaraan pribadi periode yang sama naik dari 539

   menjadi 3059.

  Sebelum berdirinya perusahan bus angkutan umum Sibualbuali, di daerah Tapanuli Selatan sudah berdiri beberapa perusahaan-perusahaan angkutan umum.

  Namun kesulitan–kesulitan yang dialami oleh pengusaha–pengusaha maupun karyawan–karyawan angkutan umum pada masa sebelum berdirinya perusahaan bus Sibualbuali tersebut disebabkan tidak adanya peraturan ataupun tata–tertib dari perusahaan–perusahaan angkutan umum itu sendiri, sehingga oleh karenanya setiap saat diliputi kerusuhan dan keributan serta untuk mendapatkan penumpang pun sesama pengusaha selalu kejar–mengejar, yang mengakibatkan sering terjadinya perkelahian. Pada saat keadaan yang memburuk inilah timbul suatu ide dari Sutan Pangurabaan Pane untuk menggembleng para pengusaha–pengusaha maupun karyawan–karyawan dari perusahaan angkutan, supaya dibentuk suatu badan atau organisasi angkutan yang modern, yakni dengan waktu pemberangkatan ditetapkan dengan jam yang tertentu, seperti : ada atau tidaknya penumpang, kendaraan harus

   diberangkatkan pada waktu yang telah di tentukan (dienst–regeling).

  Walaupun resiko kerugian harus dihadapi, tetapi dengan peraturan demikian pengusaha–pengusaha atau karyawan–karyawan pengangkutan serta masyarakat pada umumnya agar menghargai akan pentingnya waktu, maka cara–cara inilah yang menjadi contoh (peraturan pengangkutan) bagi pemerintah kolonial Belanda. 20 Anthony Reid, Menuju Sejarah Sumatra : Antara Indonesia Dan Dunia, Jakarta : KITLV- Jakarta – Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011, hal. 29. 21 Nurdin Siregar dan Abdul Jalil Girsang, Sejarah Singkat Perusahaan

  

FA.ODP.SIBUALBUALI 1937, Sipirok : dokumentasi perusahaan Fa.Odp. Sibulbuali, 2006,, lembar

  Sehingga setiap perusahaan otobis (pengangkutan) harus mempunyai izin trayek (jalur) dan jam keberangkatan ke setiap jurusan yang akan dilalui. Peraturan tersebut masih berlaku sampai saat ini.

  Berdasarkan permasalahan yang terjadi inilah Sutan Pangurabaan Pane memperjuangkannya kepada Pemerintah Kolonial Belanda, namun pemerintah kolonial selalu menghalang–halangi berdirinya Organisasi Angkutan Nasional. Pada tahun 1937 pemerintah kolonial terpaksa menyetujui berdirinya perusahaan Sibualbuali yang berkedudukan di Sipirok dengan nama awal perusahaannya, Auto

   Transport Dienst “SIBUALBUALI”, yang disingkat ATD.Sibualbuali. Perusahaan

  ini adalah pengangkutan umum yang berbentuk bus berukuran ¾ sampai dengan 1 ton, dengan muatan penumpang sebanyak 16 orang.

  Trayek awal yang telah ditentukan pertama kali secara Vice – versa (pulang-pergi) yakni :

  • Pematang Siantar – Tarutung – Sipirok Sipirok – Padang Sidempuan – Kotanopan - Kotanopan – Fort deKock (Bukit Tinggi) - Akte pendirian ATD. Sibualbuali baru dibuat dihadapan notaris: “Hasan gelar

  Sutan Pane Paruhum di Sibolga pada tanggal 5 Juli 1940 onder nummer 2”, sesuai dengan : “EXTRA – BIJVOEGSEL DER JAVASCHE COURANT VAN 8/11 – 1940

  No. 70” dan terdapat : “Hot Hoofd Van Afdeling VII”. Disalin sesuai dengan aslinya:

A.N.Kepala Sie Penerbitan Lembaran/Berita Negara

Cap/Stempel Departemen Kehakiman

  Republik Indonesia Dto. =D.A. SIMATUPANG= Susunan pengurus pada Akte pendirian tersebut adalah sebagai berikut : Direktur : Sutan Pangurabaan Pane - Sekretaris : Sutan Oloan Hutagalung -

  • Komisaris : Muda Siregar

23 Bendahara : Barita Raja Siregar -

  Sampai dengan tahun 1941 perusahaan Sibualbuali memiliki jumlah kendaraan sebanyak 136 buah. Dengan jumlah kendaraan yang begitu banyak, sedangkan trayek yang ada begitu pendek, maka pada masa ini telah direncanakan memperluas trayek sampai ke kota Palembang Sumatera Selatan.

  Jalan lintas yang menjadi trayek pertama armada bus Sibualbuali merupakan “Jalan Raya Sumatra” (longitudinalen weg) yang pertama dirancang pada 1916, tetapi jembatan terakhir yang menghubungkan jaringan selatan dengan jaringan utara dan

  

  jaringan tengah baru selesai pada 1938. Bila dilihat dari peta koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia dengan kode KIT SUMUT 987/61, jalan lintas tersebut merupakan jaringan tengah dari “Jalan Raya Sumatra”. Karena pada peta tersebut merupakan perlintasan jalan raya dari kota Padang sampai dengan pelabuhan Belawan di kota Medan yang letaknya berada di tengah pulau Sumatra. Namun yang membedakan dengan masa sekarang, jalur tersebut masih melintasi kota Sibolga di pesisir barat pulau Sumatra. Menurut bapak Baginda Tambangan, “Kota Sibolga

  sebelum di aspalnya jalan Sipirok–Tarutung melalui daerah Pahae atau jalan lintas 23 24 Ibid., poin 1.6.

  Anthony Reid, Menuju Sejarah Sumatra : Antara Indonesia Dan Dunia, Jakarta : KITLV- Jakarta – Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011, hal. 29.

  

masa sekarang, menjadi kota tempat peristirahatan para penumpang bila dari

Sidempuan menuju Medan ataupun sebaliknya ”.

  Ditambahkan juga argumen dari bapak Raja Parlindungan Pane, “Memang dulu jalur

  

bus Sibualbuali melewati Sibolga. Padahal bila ke Tarutung melewati Pahae atau

dari Sarula ke Tarutung lalu melewati Aek Latong, lebih cepat dibanding harus lewat

Sibolga. Beda panjangnya jalan lintas melalui Sibolga dibanding melintasi Pahae

kurang lebih 40 kilometer. Namun memang sekitar tahun 1975 jalan lintas melalui

   Pahae sudah ada, tapi jalannya tidak seperti sekarang (belum diaspal)”.

  Jadi jalur perjalanan armada bus Sibualbuali pada masa awal berdiri lebih jauh dibandingkan masa sekarang. Dari sumber yang didapatkan dari narasumber, bahwasanya sebelum dibangunnya “Jalan Lintas Sumatera”, jalan–jalan yang ada pada saat itu masih beralaskan tanah, masih banyak jalan yang belum di aspal kecuali jalan menuju sebuah kota, yang apabila hujan layaknya kubangan kerbau, karena jalan tanah yang dibasahi hujan menjadi tanah liat dan di genangi air sehingga sulit untuk dilalui.

2.2 CIRI KHAS ARMADA BUS SIBUALBUALI

  Ciri khas yang menjadi trademark armada bus Sibualbuali bila dilihat dari data–data foto dokumentasi pribadi narasumber maupun bersumber dari web adalah warna badan bus yang berwarna merah dan kepala bus yang berwarna hijau. Selain itu nama perusahaannya pun tak luput dicantumkan di samping body armada bus nya, dengan tulisan “F.A. ODP. SIBUALBUALI 1937”. Gambar gunung Sibualbuali pun dilukis dibelakang body armada bus sebagai tanda bahwasanya armada bus ini berasal dari kota Sipirok.

  Bentuk yang selalu dikenang masyarakat akan armada bus Sibualbuali adalah busnya memiliki “kepala”. Kepala yang dimaksud adalah mesin bus yang terletak di bagian depan bus layaknya mobil jenis sedan, minibus, ataupun SUV. Bus–bus ini dikenal dengan sebutan bus “GMC, CHEVROLET, DODGE” yang merupakan bus- bus pabrikan amerika yang bahan bakarnya masih menggunakan bensin (pada masa sekarang kendaraan bus sudah menggunakan solar). Bus–bus tersebut tidak memiliki kaca pada jendela penumpang, maka sebagai ganti kaca pada jendela penumpang diberikan terpal yang apabila turun hujan, maka terpal tersebut yang telah terikat, ikatannya dapat dilepas untuk menutupi jendela bus agar para penumpang tidak terkena air hujan yang masuk ke dalam bus. Seperti yang diungkapkan bapak Wara Sinuhaji, ”Waktu saya masih mahasiswa, sekitar tahun 1979, berpergian menuju

  Jambi, saya naik bus ini (bus Sibualbuali). Jadi karena dulu itu jendela bus nya tidak

ada kacanya, rambut kita pasti putih–putih. Yang putih–putih di rambut kita itu

bukan ketombe, tapi debu. Ya kan jendela bus tidak ada kacanya, ya debu–debu

   jalanan masuk semua ke dalam bus, putih–putih lah rambut penumpang ”.

  Bagian atap armada bus pun menjadi ingatan tersendiri bagi tiap orang yang hidup pada masa kejayaan perusahaan bus Sibualbuali. Hal ini dikarenakan bagian atap bus Sibualbuali merupakan tempat untuk mengangkut barang–barang yang dibawa oleh para penumpang, seperti hal nya koper, sayu–mayur, kain, buah–buahan dan barang–barang dagangan yang lain. Apabila atap armada bus sudah siap ditata barang–barang yang akan dibawa, maka barang–barang tersebut ditutup dengan kain atau terpal. Ketika armada bus melakukan perjalanan, di dalam bus pun dilengkapi dengan alat-alat seperti; slink, kayu-kayu balok, sekop, pacul, jerigen minyak, ban serap lebih dari satu, serta alat bantu lainnya. Alat-alat tersebut ditempatkan di bagian belakang bus agar mudah diambil jika saatnya di butuhkan.

  Selain untuk tempat menaruh barang bawaan penumpang, atap armada bus Sibualbuali juga terdapat kotak yang unik. Bapak Asrul Siregar pun mengatakan, ”Di

  

atas bus tersebut memiliki sebuah peti berukuran 1.5 m x 0,5 m yang di letakkan

diatas kepala bus. Peti tersebut merupakan tempat surat–surat yang akan dikirim ke

masing–masing daerah tujuan dengan rute yang dilalui oleh bus Sibualbuali. Dulu

bus ini di sebut juga sebagai Dinas Pos Negara karena memang bus ini lah yang

mengantarkan surat–surat ke kantor pos kantor pos membantu Pos Indonesia

sebelum PT. Pos Indonesia memiliki kendaraan operasional sendiri seperti sekarang

   ini ”.

  Nomor pada armada bus Sibualbuali juga menjadi ciri tersendiri. Seperti yang diungkapkan bapak Asrul Siregar, “Bus Sibualbuali ayah saya bernomor 27. Itu

  

bukan nomor urut armada bus, jadi suka–suka memilih nomor. Nomor itu dikaitkan

pada nasib baik atau rejeki. Jadi karena dulu adat masih kuat, maka bila Bayo Datu

atau paranormal istilah sekarang, biasanya memberikan saran kepada pemilik

armada bus agar memilih nomor sekian demi kelancaran rejeki. Bila ada pemilik

  

armada bus yang telah memilih nomor armada, namun bila di Mangupah dan Datu

   nya tidak setuju, maka dapat diganti nomor armada tersebut ”.

  Dari ciri–ciri fisik armada bus Sibualbuali yang telah dijelaskan, masih terdapat sebuah ciri unik yang dimiliki oleh armada bus Sibualbuali, yakni “Klakson Angin”. Klakson angin adalah klakson atau bunyi yang dikeluarkan oleh armada bus Sibualbuali untuk memperingati orang atau kendaraan yang ketika di jalan berada di depan bus. Namun klakson tersebut terbuat dari angin layaknya rem angin. Bukan klaksonnya saja yang bunyinya terbuat dari angina layaknya peluit yang ditiup, tapi klakson angin tersebut dapat memainkan nada. Menurut bapak Raja Parlindungan Pane, “Klakson angin tersebut dibuat di kota Sipirok. Bahan dasar klakson angin

   tersebut adalah kuningan. Si pembuat klakson ini bernama Darma Siregar ”.

  Menurut bapak Baginda Tambangan, “Klakson angin bus Sibualbuali ini

  

bunyinya bisa sampai satu setengah oktaf, atau terdapat 13 not atau lubang pada

klakson tersebut, maka bias memainkan berbagai macam lagu. Pemilik pertama

klakson angin tersebut adalah “Si Tallong” (nama panggilan) sejak masa

pemberontakan sekitar tahun 1958. Dia itu tauke (pemilik armada bus) sekaligus

supir bus yang dia punya. Tapi yang pandai memainkan lagu dengan klakson angin

itu namanya “Si Lobe” (nama panggilan). “Si Lobe” ini merupakan anak dari

“Tallong”, marganya Pane. Selain itu supir yang pandai memainkan lagu dengan

klakson angin ada “Masmin” dan Nurdin Siregar yang biasa dipanggil “Mayor-

Mayor”. Tidak semua supir bus Sibualbuali bisa memainkan lagu dengan klakson

28 Hasil wawancara dengan bapak Asrul Siregar, pada 28 Ferbruari 2013.

  angin, karena yang pandai memainkan klakson angin memang sudah berbakat.

Hanya bus Sibualbuali lah yang memiliki klakson angin dan supir yang bisa

memainkan lagu, perusahaan bus lain tidak ada. Jadi klakson angin ini dimainkan

biasanya pada tengah malam untuk menghilangkan kantuk supir yang mengendarai

bus Sibualbuali. Tapi tak jarang juga bila lewat suatu daerah maka klaksonnya pun

  

dimainkan ”. Ditambahkan pula oleh bapak Anas Jambak bahwasanya,”Pada saat

saya masih aktif ikut berdagang di pasar Poken Tapanuli Selatan, ada seorang kenek

yang pandai memainkan klakson angin, namanya si Geleng. Dia khusus di dudukkan

(diberi tempat duduk) di samping kanan supir untuk memainkan klakson angin

tersebut. Karena tidak semua supir bisa memainkan klakson angin tersebut itulah

makanya si Geleng sering diajak oleh supir–supir bus armada Sibualbuali yang

   lainnya sebagai penghibur si supir di tengah perjalanan ”.

  Seperti halnya yang diungkapkan oleh bapak Wara Sinuhaji, “Dulu rumah

  saya di jalan Bintang, dekat dengan stasiun Sibualbuali Medan. Jadi bila sudah ada

bunyi klakson angin dengan nada lagu–lagu daerah dari kejauhan, sudah dapat

dipastikan bahwasanya hari telah menjelang pagi dan bus Sibualbuali sudah akan

   sampai ke stasiun di jalan Bintang ”.

  Selain pengakuan narasumber, klakson angin tersebut juga masuk ke dalam adegan film “Pencopet”. Dalam adegan tersebut, Sophan Sophian selaku pemeran utama, berperan menjadi Abdul Kadir yang bekerja sebagai supir bus Sibualbuali pada adegan–adegan terakhir film. Ketika bus Sibualbuali sedang melewati daerah 30 31 Hasil wawancara dengan bapak Baginda Tambangan, pada 26 Februari 2013.

  Hasil wawancara dengan bapak Anas Jambak, pada 6 Sepetember 2013. Parapat dengan latar Danau Toba, para penumpang sedang tertidur lelap. Untuk membangunkan para penumpang agar melihat Danau Toba, Sophan Sophian atau

   Abdul Kadir memainkan klakson angin bus yang dikendarainya.

  Dalam menempuh perjalanan, setiap armada bus Sibualbuali terdiri dua supir, satu supir utama dan yang satu supir cadangan. Lalu ada dua kenek yang menaik- turunkan barang maupun menjaga keamanan selama perjalanan, serta seorang Cincu.

  

Cincu adalah yang mengatur keuangan selama perjalanan armada bus Sibualbuali.

  Tugas dari Cincu adalah pengaturan uang operasional untuk pembelian bahan bakar, maupun penandatanganan surat jalan dari loket awal keberangkatan sebagai catatan

   resmi bahwasanya armada bus tersebut melakukan perjalanan.

  

2.3 LOKET BUS SIBUALBUALI DI KOTA PADANG SIDEMPUAN DAN

KOTA MEDAN

  Perusahaan bus Sibualbuali memiliki jumlah loket yang banyak tiap kota dan provinsi dari Kuta Raja di ujung utara Pulau Sumatera sampai dengan pelabuhan Panjang di Tanjung Karang yang menjadi gerbang menuju Pulau Jawa sebelum adanya pelabuhan Bakaheuni di ujung selatan Pulau Sumatera sesuai dengan rute- rute yang dituju oleh tiap armada bus Sibualbuali. Namun terdapat dua loket penting bagi perusahaan Sibualbuali dibanding loket–loket yang lainnya, yakni loket bus Sibualbuali di Kota Padang Sidempuan dan loket di Kota Medan. Letak kedua loket tersebut berada dekat dengan pusat pasar di kedua kota tersebut. Kedua loket tersebut 33 Film “Pencopet”, 1973, waktu adegan 01:24:00 s/d 01:24:13 memiliki beberapa kekhususan yang tidak dimiliki oleh loket–loket bus Sibualbuali yang lainnya. Seperti yang dikatakan oleh bapak Anas Jambak, bahwasanya kantor pusat perusahaan bus Sibualbuali yang menangani rute antar provinsi, terletak di loket jalan Bintang kota Medan, sedangkan kantor pusat yang menangani rute antar

   kota atau kabupaten di loket kota Padang Sidempuan.

2.3.1 LOKET KOTA PADANG SIDEMPUAN

  Loket di kota Padang Sidempuan seperti yang diutarakan oleh bapak Baginda Tambangan, loket tersebut bahwasanya merupakan loket Sentral selain loket yang

  

  berada di kota Medan. Hal ini dikarenakan kota Padang Sidempuan merupakan kota

  

transit bila ada orang dari kota Padang menuju kota Medan, maka biasanya singgah

  terlebih dahulu di kota Padang Sidempuan dan loket tersebut merupakan kantor pusat perusahaan bus Sibualbuali yang menangani trayek antar kabupaten di Sumatera Utara.

  Dalam buku Orang Batak Berpuasa, karya Baharuddin Aritonang, tercantum bahwasanya loket armada bus Sibualbuali di Kota Padang Sidempuan terletak di dekat pasar. “Pada masa saya kecil, di Padangsidempuan terdapat pasar yang amat

  sederhana. Pasar ini kemudian berkembang menjadi besar, di tengah-tengahnya

terdapat terminal bus atau kendaraan antarkota. Di sekeliling terminal itu berdiri

took-toko untuk memenuhi kebutuhan pengunjung terminal, baik penginapan, rumah

35 Hasil wawancara dengan Bapak Anas Jambak, pada 6 September 2013.

  

makan, atau loket penjualan tiket bus. Bus antarkota didominasi oleh Sibualbuali,

   yang diusahakan oleh orang-orang dari Sipirok”.

  Loket ini pada masa keemasan perusahaan bus Sibualbuali terletak di jalan Merdeka kota Padang Sidempuan, yang sekarang berganti nama menjadi jalan Sudirman. Loket tersebut berada tidak jauh dari pasar kota Padang Sidempuan. Loket bus Sibualbuali di kota Padang Sidempuan lumayan besar, karena dilantai dua loket tersebut memiliki losmen dan dilantai bawah selain digunakan sebagai loket jual–beli tiket maupun terima–mengirim barang, juga terdapat buffet atau rumah makan. Selain itu parkir bus yang luas muat antara sepuluh sampai dengan dua puluh armada bus. Hal ini dikarenakan jam keberangkatan armada bus Sibualbuali ke setiap kota cukup padat.

  Terdapatnya losmen pada lantai dua loket bus Sibualbuali di kota Padang Sidempuan disewakan kepada para penumpang maupun para pedagang yang dalam keadaan perjalanan jauh dan armada bus singgah atau transit di loket kota Padang Sidempuan, penumpang maupun pedagang tersebut dapat menginap. Tentu saja apabila menginap di losmen tersebut sudah pasti mengeluarkan uang lebih, karena sewa losmen tersebut di luar ongkos menumpang armada bus Sibualbuali.

  Rumah makan atau Buffet yang terdapat di loket bus Sibualbuali di kota Padang Sidempuan selalu ramai dipadati oleh penumpang yang transit maupun calon penumpang armada bus Sibualbuali untuk mengisi perut maupun untuk meminum kopi, di sela–sela waktu menunggu jam keberangkatan bus. Berbagai macam makanan dan minuman dijual di Buffet tersebut yang dibuka dari pagi hingga menjelang tengah malam.

  Selain terdapat losmen maupun Buffet pada loket bus Sibualbuali di kota Padang Sidempuan, terdapat juga bengkel khusus perbaikan maupun pengecekkan mesin armada bus Sibualbuali. Namun bengkel tersebut terpisah dari loket tidak seperti losmen maupun Buffet yang menjadi satu dengan loket. Bengkel ini terletak di samping kanan Pabrik Es kota Padang Sidempuan. Di bengkel inilah kerusakan karoseri, mesin, klakson angin, dan kerusakan–kerusakan yang lainnya pada armada bus Sibualbuali diperbaiki.

2.3.2 LOKET SIBUALBUALI KOTA MEDAN

  Loket armada bus Sibualbuali di kota Medan terletak di jalan Bintang atau jalan Dr. Firman Lumban Tobing di perempatan jalan Bali atau jalan Veteran tepat di

38 Hook . Loket atau stasiun bus ini merupakan loket sentral atau kantor pusat dari

  Perusahaan bus angkutan umum Sibualbuali. Jalan Bintang tersebut jaraknya dekat dengan Sentral Pasar kota Medan. Selain loket bus Sibualbuali, terdapat juga loket– loket bus–bus angkutan umum antar provinsi dan antar kabupaten yang lain di empat penjuru mata angin Sentral Pasar kota Medan. Karena basis perdagangan kota Medan berpusat di Sentral Pasar tersebut.

  Menurut bapak Wara Sinuhaji, “Bus–bus besar antar kota antar provinsi

  

selain mengangkut penumpang, di atas (atap bus) mengangkut barang atau barang

dagangan. Semua perdagangan, berpusat di Sentral Pasar. Ini sangat

menguntungkan bagi pedagang. Sebab umumnya, bus–bus ini yang rutin menjadi

  

pelanggan tetapnya adalah para pedagang yang mobilitasnya tinggi melakukan

aktivitas perdagangan. Sehingga semua bus–bus besar pada saat itu (dekade 1970– an) melokasikan loket–loketnya berada di empat penjuru mata angin Sentral Pasar. Karena pusat dan aktivitas bisnis, bisa dikatakan di Sumatera Utara yakni, di Sentral

Pasar itu. Bahkan pemilik–pemilik rumah di sekitar Sentral Pasar itu, selain

daripada pemilik juga sebagai simbol-simbol prestise sosial bahwasanya dia orang– orang yang telah sukses di daerah maka biasanya dia beli rumah di sekitar Sentral Pasar itu tadi untuk aktivitas bisnis. Begitu juga loket Sibualbuali, itu juga aktivitas

   bisnis, makanya berada di Sentral Pasar itu ”.

  Selain loket di kota Padang Sidempuan, Loket Sibualbuali ini juga memiliki losmen maupun Buffet. Dikatakan kembali oleh bapak Wara Sinuhaji, “Stasiun (loket)

  

tersebut berbentuk ruko, dibawah Buffet di atas hotel, jadi pedagang–pedagang itu

menginap di situ makan di situ, jadi ini tempat menginap para pedagang.

  

Sampingnya stasiun (loket) bus. Belanjanya dekat ke Sentral (Pasar Sentral). Maka

ramai saja stasiun itu setiap hari. Mungkin puluhan bus yang diberangkatkan dari

situ setiap hari untuk melayani rute–rute yang dilalui bus Sibualbuali. Sekitar

sepuluh sampai dengan lima belas bus yang diberangkatkan setiap hari melayani dan

   mengangkut sejumlah penumpang ”.

  Bapak Wara Sinuhaji pun memiliki kenangan tersendiri terhadap loket atau stasiun bus Sibualbuali Kota Medan di jalan Bintang yang menjelaskan suasana loket pada dekade tahun 1970–an semasa beliau remaja. “Semua salak–salak dari 39 Hasil wawancara dengan bapak Wara Sinuhaji, pada 18 Juli 2013.

  

Sidempuan banyak diangkut melalui bus ini (Sibualbuali). Biasanya bus yang

membawa salak ini masuk (sampai ke loket) sekitar–sekitar jam dua malam atau jam

dua belas malam, supaya pagi bisa di drop ke Sentral Pasar. Jadi waktu mereka

membongkar muat barang sekitar tengah malam. Jadi, lewat di belakang stasiun

Sibualbuali ini, simpang Jalan Ambon, di situlah rumah Charles Hutagalung

dedengkotnya band The Merscy’s. Orang senior saya, di situlah kami semua. Wah

stasiun itu ramai saja itu gak pernah sepi orang. Ketika itu (dekade tahun 1970–an) transportasi, komunikasi dan informasi belum secanggih sekarang. Setiap hari ramai di situ anak–anak gadis. Karena banyak anak–anak perantauan di sini (Kota

  Medan). Jadi kadang–kadang orang–orang tua yang dari daerah–daerah tertentu itu

mengirim uang ke anak nya bukan melalui pos, tapi melalui bus Sibualbuali.

  

Sehingga enak di situ duduk, duduk-duduk di Buffetnya di dekat loket, untuk ya

mejeng-lah sekalian melihat orang–orang yang mengambil kiriman, terutama ya

ketika itu kita remaja, cewek–cewek yang datanglah dan orang–orang luar yang

datang ke situ untuk menyakan kiriman. Maka nya ramai saja di situ, ada orang yang

melihat kiriman dan ada orang yang mengirimkan kiriman. Sehingga mobilitas

manusia, setiap hari di sekitar stasiun bus Sibualbuali itu ramai. Belum lagi orang

yang berpergian mulai dari jam tujuh pagi sampai siang, sampai sore yang

berangkat malam. Belum lagi bus yang masuk (tiba ke loket). Saya tinggal di jalan

Bintang dari tahun tujuh puluhan sampai saya berkeluarga sampai tahun delapan

   puluhan ”.