BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sebagai Regulator dan Pengawas Kegiatan Jasa Keuangan di Sektor Pasar Modal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan Pengawas Pasar Modal atau Bapepam melakukan pelaksanaan,

  pembinaan, pengaturan dan pengawasan di pasar modal. Mengingat pasar modal merupakan salah satu sumber pembiayaan dunia usaha dan sebagai wahana investasi bagi para pemodal, serta memiliki peranan strategis untuk menunjang pembangunan nasional, kegiatan pasar modal perlu mendapat pengawasan agar pasar modal dapat berjalan secara teratur, wajar, efesien, serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat. Untuk itu Bapepam diberi kewenangan luar biasa dan kewajiban untuk membina mengatur dan mengawasi setiap pihak yang melakukan kegiatan di pasar modal.

  Pada awalnya Bapepam merupakan badan yang multifungsi, sebagai regulator, pengelola bursa efek, pengawas pihak-pihak yang terlibat dan pelaksana kegiatan di bidang pasar modal, melakukan pemeriksaan, penyidikan, dan menjatuhkan sanksi. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004 telah mengamanatkan kepada penyelenggara negara untuk mengembangkan pasar modal yang sehat, transparan, dan efesien. Perkembangan selanjutnya pemerintah memutuskan untuk menetapkan Bapepam sebagai regulator dan penegak hukum pasar modal demi peningkatan kualitas penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal yang sesuai dengan standart internasional. Sedangkan pengelolaan bursa diserahkan kepada Bursa Efek Jakarta

  1

  1 dan penjamin emisi efek dilakukan oleh perusahaan swasta.

  Lahirnya Undang-undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (UUPM) yang mengubah Bapepam dari Badan Pelaksana Pasar Modal menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Melalui UUPM telah di atur berbagai hal khususnya menyangkut kedudukan, tugas dan wewenang lembaga pengawas yang di sebut Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) peran dari lembaga penunjang pasar modal, peranan bursa serta ketentuan perdata maupun pidana. Kristalisasi dari pengaturan di maksud adalah terciptanya pasar modal yang efektif, efisien serta wajar. Dengan kondisi pasar modal demikian, akan timbul kepercayaan dari para pelaku pasar termasuk dunia usaha dan para pemodal untuk semaksimalnya memanfaatkan pasar modal tidak saja sebagai alternatif investasinya, tetapi pula

  2 sebagai pilihan pendanaan usahanya.

  Secara Umum UUPM mengatur kewenangan dan tugas dari Bapepam sebagai:

1. Lembaga Pembina 2.

  Lembaga Pengatur.

  3 3.

  Lembaga Pengawas.

  Ketiga kewenangan itu dilaksanakan oleh Bapepam dengan tujuan mewujudkan terciptanya pasar modal yang teratur, wajar dan efesien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat. 1 CST. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-pokok Hukum Pasar Modal, (Jakarta:

  Pustaka Sinar Harapan, 1997), hal. 57 2 M. Irsan Nasarudin, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), hal. 2 3 Jusuf Anwar Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan dan Investasi, (Jakarta: PT.

  Alumni, 2005), hal 12

  UUPM memberikan kedudukan dan peranan demikian besar kepada Bapepam, tetapi di lain pihak kedudukannya sebagai lembaga birokrasi justru kontradiktif. Karena hanya menjadi salah satu bagian dalam jajaran Departemen Keuangan. Hal ini ditegaskan pada Pasal 3 ayat (2) UUPM bahwa Bapepam berada di bawah dan bertanggung jawab kepada menteri. Besarnya kewenangan yang dimiliki Bapepam mengimplikasikan kebutuhan akan independensi institusional. Apalagi Bapepam memiliki fungsi pengawasan terhadap wilayah hukum yang melibatkan banyaknya kepentingan dan dana masyarakat. Independensi sangat diperlukan Bapepam untuk mampu menghindari kepentingan dan intervensi di dalam penegakan hukum yang sejatinya ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada pelaku pasar modal dan investor pasar modal

4 Indonesia.

  Dengan lahirnya UU OJK yang berlaku tanggal 22 November 2011, pengawasan lembaga jasa keuangan di Indonesia berubah yang pada awalnya dilakukan oleh beberapa lembaga, pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia, pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan lainnya oleh Bapepam menjadi pengawasan yang dilakukan oleh lembaga tunggal, yaitu OJK.

  Pembentukan kegiatan sektor jasa keuangan dalam satu lembaga (single

  

supervisory agency) tersebut setidaknya di pengaruhi oleh 2 faktor. Faktor

  pertama lebih mengarah kepada kondisi eksternal yang tidak dapat dihindari seperti semakin terintegrasinya industri keuangan dunia. Beberapa Negara telah memiliki lembaga sejenis, yaitu The Australian Prudential Regulation Authority 4 Tavinayanti dan Yulia Qamariyanti, Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Sinar

  Grafika, 2009), hal. 12

  (APRA) (Australia), Office of the Superintendent of Finansial Institution (OSFI) (Kanada), dan Finansial Supervisory Commission (FSC) (Korea Selatan). Faktor yang kedua, Pasal 34 Undang-undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia mengamanatkan tentang pembentukan lembaga pengawas jasa keuangan terhadap semua otoritas di bidang jasa keuangan akan disatukan dalam

5 OJK ini.

  Secara historis, ide pembentukan otoritas jasa keuangan (OJK) sebenarnya adalah hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan Undang- undang tentang Bank Indonesia oleh DPR. Pada awal pemerintahan Presiden Habibie, pemerintah mengajukan RUU tentang Bank Indonesia yang memberikan independensi kepada Bank Sentral. RUU ini di samping memberikan independensi tetapi juga mengeluarkan fungsi pengawasan perbankan dari Bank Indonesia. Ide pemisahan fungsi pengawasan dari Bank Sentral ini datang dari Helmut Schlesinger, mantan gubernur Bundesbank (Bank Sentral Jerman) yang pada waktu penyusunan RUU (Kemudian menjadi Undang-undang No. 23 Tahun 1999) bertindak sebagai konsultan. Mengambil pola Bank Sentral Jerman yang tidak mengawasi bank.

  Alasan lainnya pembentukan OJK adalah makin kompleks dan bervariasinya produk jasa keuangan, munculnya gejala konglomerasi perusahaan jasa keuangan, dan globlisasi jasa keuangan. Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan yang meliputi tindakan praktik-praktik buruk

  

(moral hazard) , belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan

5 Jusuf Anwar, Penegakan Hukum dan Pengawasan Pasar Modal Indonesia, (Bandung: P.T Alumni, 2008), hlm. 183

  terganggunya stabilitas sistem keuangan semakin mendorong diperlukannya pembentukan lembaga pengawas di sektor jasa keuangan yang terintegrasi. Pasal

  5 UU OJK menyatakan, bahwa “OJK berfungsi menyelanggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan”.

  Sehubungan dengan hal tersebut di atas, diperlukan penataan kembali struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang melaksanakan tugas pengaturan pengawasan di sektor jasa keuangan yang mencakup sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan jasa keuangan lainnya.

  Pasal 1 angka (1) UU OJK menyatakan bahwa: Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya di sebut OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana di maksud dalam Undang- undang ini. Secara kelembagaan mengenai independensi OJK berada di luar pemerintah yang dimaknai bahwa OJK tidak menjadi bagian dari kekuasaan pemerintah. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya unsur-unsur perwakilan pemerintah karena hakikat OJK merupakan otoritas di sektor jasa keuangan dibidang fiskal.

  OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan didalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Dengan tujuan ini, OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional. Selain itu OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional, antara lain, meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi.

  Dalam konteks UU OJK di maksudkan untuk mewujudkan “Otoritas Jasa Keuangan” (OJK) yang memiliki fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara terpadu, independen, dan akuntabel.

  Pasal 6 UU No.21 Tahun 2011 Tentang otoritas Jasa keuangan, Otoritas jasa keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap: a.

  Kegiatan jasa keuanngan di sektor perbankan b. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal c. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga keuangan lainnya.

  OJK diharapkan akan mampu menciptakan koordinasi yang lebih baik dan konsistensi kebijakan diantara lembaga yang memilki latar belakang aturan yang berbeda. Dengan demikian, OJK mampu menghasilkan kebijakan yang menyeluruh pasca berbagai industri keuangan yang berada di bawah pengawasan

6 OJK. Kehadiran OJK yang merupakan lembaga independen yang melakukan

  pengawasan jasa keuangan termasuk pengawasan di pasar modal yang diharapkan mampu menghindari berbagai benturan kepentingan dan intervensi didalam memberikan kepastian hukum yang ditujukan untuk memberikan perlindungan

6 Jusuf Anwar,Op.cit, hal. 116

  7 kepada pelaku pasar modal dan investor pasar modal Indonesia.

  Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian dalam skripsi yang berjudul “Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sebagai Regulator dan Pengawas Kegiatan Jasa Keuangan di Sektor Pasar Modal”.

  B. Perumusan Masalah

  Mengacu pada uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah dalam penelitian sebagai berikut:

  1. Bagaimana peranan otoritas jasa keuangan sebagai regulator kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal?

  2. Bagaimana peran Otoritas Jasa Keuangan sebagai pengawas kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal?

  3. Bagaimana indepedensi Otoritas Jasa Keuangan dalam menjalankan peran sebagai regulator dan pengawas jasa keuangan di sektor pasar modal?

  C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

  Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi agar dapat dilakukan suatu analisis terhadap hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang diajukan sehingga dapat diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam mengenai hal-hal sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui peranan otoritas jasa keuangan sebagai regulator kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal. 7 M. Irsan Nasarudin, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Prenada Media

  Group, 2010), hal.46

  2. Untuk mengetahui peran Otoritas Jasa Keuangan sebagai pengawas kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal.

  3. Untuk mengetahui indepedensi Otoritas Jasa Keuangan dalam menjalankan peran sebagai regulator dan pengawas jasa keuangan di sektor pasar modal.

  Sedangkan yang menjadi manfaat penulisan dalam hal ini adalah: a. Secara Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan ilmu hukum, khususnya dalam bidang hukum pasar modal di Indonesia.

  b.

  Secara praktis sebagai sumbangan pemikiran kepada pihak terkait baik itu pihak yang terkait langsung khususnya masyarakat dalam memandang peran Otoritas Jasa Keuangan sebagai pengawas kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal.

D. Keaslian Penulisan

  Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya Magister Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul “Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sebagai Regulator dan Pengawas Kegiatan Jasa Keuangan di Sektor Pasar Modal” belum pernah dilakukan sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ternyata ada skripsi yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya. Dari hasil observasi yang telah dilakukan, ada beberapa skripsi yang memiliki topik sama, namun dalam hal permasalahan dan pembahasannya yang jelas berbeda dengan isi skripsi ini yakni:

  1. Rebekka Dosma Sinaga/090200125, Sistem Koordinasi antara Bank Indonesia dan Otoritas jasa keuangan dalam pengawasan bank setelah lahirnya Undang- undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas jasa keuangan.

  2. Leo Chandra Jaya Bona Parti Tampubolon/ 107005050, Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Mencegah Kejahatan Insider Trading di Pasar Modal.

  3. Ramsul Nababan/ 107005002, Analisis Terhadap Fungsi Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Sistem Perbankan.

  Skripsi ini asli ditulis dan diproses melalui pemikiran penulis, referensi dari peraturan-peraturan, buku-buku, kamus hukum, internet, bantuan dari pihak- pihak yang berkompeten dalam bidangnya yang berkaitan dengan skripsi ini. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan

  Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawas jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini sebagai suatu lembaga pengawas sektor keuangan di Indonesia perlu untuk diperhatikan, karena harus dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan OJK

  8 tersebut.

  Pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 menyebutkan: “Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat dengan OJK, adalah lembaga yang 8 Siti Sundari, Laporan Kompendium Hukum Bidang Perbankan, (Jakarta : Kementrian

  Hukum dan HAM RI, 2011), hal. 44 independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. “

  Pada dasarnya UU tentang OJK ini hanya mengatur mengenai pengorganisasian dan tata pelaksanaan kegiatan keuangan dari lembaga yang memiliki kekuasaan didalam pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Oleh karena itu, dengan dibentuknya OJK diharapkan dapat mencapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif didalam penanganan masalah-masalah yang timbul didalam sistem keuangan. Dengan demikian dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan dan adanya pengaturan dan pengawasan yang lebih terintegrasi.

2. Pengertian Pasar Modal

  Pada dasarnya, pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjual belikan, baik dalam bentuk utang ataupun modal sendiri. Instrumen-instrumen keuangan yang diperjualbelikan di pasar modal seperti saham, obligasi, waran, right, obligasi

  9 konvertibel, dan berbagai produk turunan (derivatif) seperti opsi (put atau call).

  Di dalam Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, pengertian pasar modal dijelaskan dengan lebih spesifik sebagai kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang 9 Sumantoro, Pengantar Tentang Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000), hal. 87. berkaitan dengan efek. Pengertian pasar modal berdasarkan Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1976 tentang Pasar Modal menyebutkan bahwa pasar modal adalah bursa efek seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 1952 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat tentang Bursa. Menurut undang- undang tersebut, bursa adalah gedung atau ruangan yang ditetapkan sebagai kantor dan tempat kegiatan perdagangan efek, sedangkan surat berharga yang dikategorikan efek adalah saham, obligasi serta surat bukti lainnya yang lazim dikenal sebagai efek.

  Manfaat melakukan investasi di pasar modal dapat dipandang dari sisi pemodal (yang membeli sekuritas) dan dari sisi emiten (yang menerbitkan sekuritas). Dari sisi emiten, keberadaan pasar modal diperlukan sebagai suatu alternatif untuk menghimpun dan eksternal jangka panjang tanpa menggunakan intermediasi keuangan. Di samping itu, pasar modal memungkinkan perusahaan

  10 menghimpun dana dalam bentuk equity.

  Kebutuhan akan dana ini menjadi makin besar kalau kegiatan perusahaan- perusahaan mengalami peningkatan. Salah satu indikator peningkatan kegiatan bisnis adalah jumlah kredit yang diberikan oleh bank-bank kepada perusahaan- perusahaan. Sayangnya sektor perbankan, hanya dapat memberikan dana dalam bentuk kredit. Dalam teori keuangan dijelaskan bahwa penggunaan utang yang terlalu besar justru dapat meningkatkan biaya modal perusahaan. Dengan kata lain, untuk menurunkan biaya modal, perusahaan mungkin suatu saat perlu menambah modal sendiri. Pasar modal memungkinkan perusahaan menghinpun 10

  http://ekonomi.kabo.biz/2011/06/pengertian-pasar-modal.html diakses tgl 1 Oktober 2014

  11 dana dalam bentuk modal sendiri.

  Bagi pemilik dana (pemodal), keberadaan pasar modal sangat diperlukan sebagai alternatif untuk melakukan investasi pada financial asset. Dengan keberadaan pasar modal, tersedia berbagai finansial asset dengan risiko yang berbeda-beda. Pemodal dapat memilih finansial asset sesuai dengan preferensi risikonya. Sejauh berlaku hubungan yang positif antara risiko dan tingkat keuntungan, pemodal bersedia memilih investasi yang lebih berisiko kalau mereka dapat nengharapkan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar.

  Secara umum, manfaat dari keberadaan pasar modal adalah: a. Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi dana secara optimal.

  b.

  Memberikan wahana investasi yang beragam bagi investor sehingga memungkinkan untuk melakukan diversifikasi. Alternatif investasi memberikan potensi keuntungan dengan tingkat risiko yang dapat diperhitungkan.

  c.

  Menyediakan leading indicator bagi perkembangan perekonomian suatu negara.

  d.

  Penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah.

  e.

  Penyebaran kepemilikan, keterbukaan dan profesionalisme menciptakan iklim

  12 berusaha yang sehat serta mendorong pemanfaatan manajemen profesional.

  11 12 Ibid., hal. 85.

  Najib A. Gisymar, Insider Trading Dalam Transaksi Efek, (Bandung : Penerbit Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 66.

3. Kegiatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

  Tugas OJK adalah: a. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan

  Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa. Setelah keluarnya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang diundangkan tanggal 22 November 2011, pengaturan dan pengawasan sektor perbankan yang semula berada pada Bank Indonesia telah dialihkan pada Otoritas Jasa Keuangan. Dalam penjelasan Undang-undang OJK disebutkan bahwa dibutuhkan lembaga pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang lebih terintegrasi dan komprehensif agar dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem

  13 keuangan sehingga dapat menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan.

  b.

  Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal Secara formal pasar modal dapat didefinisikan sebagai suatu pasar untuk berbagai instrumen keuangan atau sekuritas jangka panjang yang dapat diperjualbelikan, baik itu dalam bentuk hutang ataupun modal sendiri, yang diterbitkan oleh pemerintah atau perusahaan swasta. Lembaga yang melaksanakan kegiatan jasa keuangan, salah satunya adalah Pasar Modal. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 mengisyaratkan bahwa adalah lembaga OJK bertugas menggantikan Bapepam dalam pengawasan kegiatan di pasar modal. Dalam melaksanakan tugasnya OJK dipimpin oleh 13 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Penjelasan

  Umum

  Dewan Komisioner yang bersifat kolektif dan kolegial, khusus untuk Pasar Modal maka berdasarkan pasal 10 ayat (4) huruf d Dewan Komisioner dikendalikan oleh seorang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota yang bertugas memimpin tugas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal.

  c.

  Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga keuangan lainnya.

  Perusahaan asuransi ialah perusahaan yang bergerak di bidang jasa pertanggungan risiko, misalnya risiko kecelakaan dan kebakaran. Orang yang mempertanggungkan risiko dirinya harus membayar sejumlah uang kepada perusahaan asuransi. Jumlah uang (premi) yang harus dibayar orang yang mempertanggungkan risikonya sudah ditetapkan perusahaan asuransi. Jumlah premi yang sudah ditetapkan diangsur tiap bulan, tiap triwulan, atau tiap tahun. Apabila jumlah premi dan batas waktu pertanggungan belum terpenuhi sementara orang yang mempertanggungkan risikonya meninggal dunia, ahli warisnya berhak menerima premi penuh tanpa harus meneruskan kewajiban pemegang polis. Polis adalah surat perjanjian antara perusahaan asuransi selaku pihak penanggung dengan pihak tertanggung. Isinya bahwa penanggung akan menanggung risiko yang dipertanggungkan sampai batas waktu yang ditentukan dan akan mengganti kerugian yang diderita apabila terjadi musibah. Untuk itu, pihak tertanggung akan membayar premi sebesar yang ditentukan dalam perjanjian kepada penanggung. Perusahaan asuransi memperoleh keuntungan berupa bunga premi atau selisih antara jumlah premi yang diterima dengan biaya-biaya yang dikeluarkan, termasuk di dalamnya ganti rugi jika terjadi musibah.

  Pemerintah maupun perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas (PT) umumnya memperhatikan masa pensiun para pegawai maupun karyawannya.

  Untuk keperluan tersebut, setiap bulan para pegawai atau karyawan dikenakan potongan dana pensiun dari gaji mereka selama masih bekerja. Dana pensiun yang terkumpul digunakan untuk membayar gaji pensiun kepada pegawai maupun karyawan yang teelah memasuki masa pensiun. Sebelum digunakan, dana pensiun yang terkumpul dalam jumlah besar dikelola oleh PT Taspen untuk pegawai negeri, atau lembaga pengelola dana pensiun untuk perusahaan swasta. Dana tersebut disalurkan dengan cara pemberian kredit kepada investor yang membutuhkan, atau dengan cara dibelikan surat-surat berharga yang dikeluarkan pemerintah. Selain keempat lembaga keuangan bukan bank yang telah di bahas, masih banyak lembaga keuangan bukan bank lainnya, antara lain PT Askrindo (Asuransi Kredit Indonesia), LKBB (Lembaga keuangan bukan bank), perusahaan sewa guna atau leasing, serta pasar uang

  14 dan pasar modal.

  Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal. Lembaga

15 Pembiayaan meliputi :

  1) Perusahaan Pembiayaan, adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk 14 melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen,

  

http://alfahinata.tumblr.com/post/18826632024/lembaga-keuangan-non-bank-dan- bank-di-indonesia diakses tgl 2 Oktober 2014 15 http://www.ojk.go.id/lembaga-pembiayaan diakses tgl 2 Oktober 2014 dan/atau usaha Kartu Kredit. 2)

  Perusahaan Modal Ventura, adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan (investee Company) untuk jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi, dan atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha, dan,

  3) Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur, adalah badan usaha yang didirikan khusus untuk melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana pada proyek infrastruktur.

  Lembaga keuangan dalam dunia keuangan bertindak selaku lembaga yang menyediakan jasa keuangan bagi nasabahnya, dimana pada umumnya lembaga ini diatur oleh regulasi keuangan dari pemerintah. Lembaga keuangan memiliki aset dalam bentuk “janji—janji untuk membayar” atau dapat diartikan sebagai pinjaman kepada pihak lain dengan jangka waktu yang diatur sesuai dengan kehutuhan perninjam. Dana pembiayaan asset tersehut diperoleh dari tabungan masyarakat. Dengan demikian lembaga keuangan sebcnarnya hanyalah mengalihkan atau mernindahkan kewaiban penlinjam menjadi suatu aset dengan suatu jangka waktu jattih letnpo sesuai keinginan penabung. Proses pengalihan kewajiban menjadi suatu

  16 aset disebut transmutasi kekayaan atau asset transimutation.

  16 https://bayu96ekonomos.wordpress.com/modul-materikuliah/bank-lembaga-keuangan- lain-2/ diakses tgl 2 Oktober 2014

F. Metode Penelitian

  Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri atas: 1. Jenis Penelitian

  Jenis penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif yaitu metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.

  17 2.

  Sumber Data Sumber data penelitian ini didapatkan melalui data sekunder. Data sekunder terdiri dari: a.

  Bahan hukum primer, dalam penelitian ini dipakai adalah Undang- Undang Dasar (UUD) 1945, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

  b.

  Bahan hukum sekunder, berupa bacaan yang relevan dengan materi yang diteliti.

  c.

  Bahan hukum tertier, yaitu dengan menggunakan kamus hukum maupun kamus umum dan website internet.

3. Alat pengumpulan data

  Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah melalui studi pustaka (library research) yaitu penelitian yang dilakukan 17 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan

  Singkat) , (Jakarta: Rajawali Pers, 2001), hlm. 13-14 dengan cara meneliti dokumen-dokumen dari bahan pustaka atau yang di sebut dengan data sekunder yaitu peraturan perundang-undangan, buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun media elektronik, makalah ilmiah, dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang akan dibahas.

4. Analisis data

  Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif, yaitu dengan menguraikan semua data menurut mutu, dan sifat gejala dan peristiwa hukumnya melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di atas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas dengan mempertautkan bahan hukum yang ada. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan saran, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yakni kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk

  18 pernyataan dan tulisan.

G. Sistematika Penulisan

  Penulisan skripsi ini memiliki sistematika penulisan sebagai berikut:

  BAB I : Pendahuluan Bab merupakan bab yang berisi tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan serta

18 Ibid., hlm. 24-25.

  Sistematika Penulisan.

  BAB II : Peranan Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Regulator Kegiatan Jasa Keuangan di Sektor Pasar Modal. Bab ini terdiri dari beberapa sub bab, yakni Latar Belakang Pendirian Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia, Dasar Hukum Otoritas Jasa Keuangan serta Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Ketatanegaraan Indonesia dan Peranan Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Regulator Kegiatan Jasa Keuangan di Sektor Pasar Modal. BAB III : Peran Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Pengawas Kegiatan Jasa Keuangan di Sektor Pasar Modal. Bab ini akan menguraikan tentang Tugas OJK Di Sektor Pasar Modal, Cara Pengangkatan Pejabat Lembaga Otoritas Jasa Keuangan serta Peran Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Pengawas Kegiatan Jasa Keuangan di Sektor Pasar Modal. BAB IV : Independensi Otoritas Jasa Keuangan Dalam Menjalankan Peran Sebagai Regulator dan Pengawas Jasa Keuangan di Sektor Pasar Modal Bab ini membahas tentang: Tujuan Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Lembaga Yang Independen, serta Indepedensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dalam Menjalankan Peran Sebagai Regulator dan Pengawas Jasa Keuangan di Sektor Pasar modal.

  BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini adalah merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, dimana dalam bab V ini berisikan kesimpulan dan saran-saran dari penulis.

Dokumen yang terkait

Fungsi Dan Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Kegiatan Jasa Keuangan Di Sektor Perbankan (Studi Pada Otoritas Jasa Keuangan)

1 100 104

Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sebagai Regulator dan Pengawas Kegiatan Jasa Keuangan di Sektor Pasar Modal

6 110 111

Aspek Hukum Pengalihan Pengawasan Perbankan Kepada Otoritas Jasa Keuangan

0 8 5

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Wewenang Otoritas Jasa Keuangan (Ojk) Sebagai Pengawas Dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional Bpjs Kesehatan

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Terhadap Pengurangan Pungutan Oleh Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Akibat dari Kepailitan

0 1 18

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pengawasan Terhadap Lembaga Dana Pensiun Setelah Berlakunya Undang-Undang No.21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Penanganan Dugaan Penyimpangan Kredit Perbankan Oleh Otoritas Jasa Keuangan

0 0 18

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penilaian Kemampuan Dan Kepatutan Direksi Di Industri Keuangan Bank Oleh Otoritas Jasa Keuangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Tingkat Pemahaman Masyarakat Kota Medan terhadap Lembaga Otoritas Jasa Keuangan

0 0 9

BAB II PERANAN OTORITAS JASA KEUANGAN SEBAGAI REGULATOR KEGIATAN JASA KEUANGAN DI SEKTOR PASAR MODAL A. Latar Belakang Pendirian Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia - Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sebagai Regulator dan Pengawas Kegiatan Jasa Ke

0 0 30