BAB I PENDAHULUAN - Manajemen Berbasis Sekolah

  Manajemen Berbasis Sekolah

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

  BAB I PENDAHULUAN A . Latar Belakang Upaya peningkatan mutu pendidikan melalui pendekatan pemberdayaan sekolah dalam

mengelola institusinya, telah dilakukan Depdiknas. Baik sebelum otonomi daerah maupun

sesudah otonomi daerah. Pada era otonomi daerah muncul program pemberdayaan sekolah melalui Manajemen Berbasis Sekolah ( M B S ). MBS akan terlaksana apabila didukung oleh sumber daya manusia ( SDM ) yang memiliki

kemampuan, integritas dan kemauan yang tinggi. Salah satu unsur SDM dimaksud adalah

guru, di mana guru merupakan faktor kunci keberhasilan peningkatan mutu pendidikan karena sebagai pengelola proses belajar mengajar bagi asiswa.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional khususnya

pendidikan dasaar dan menengah pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, antara lain

melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan pewningkatan mutu manajemen sekolah. Namun berbagai indikator mewujudkan bahwa, mutu pendidikan masih belum meningkat secara signifikan. Sebagian kecil saja sekolah menunjukkan

peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, namun sebagian besar lainnya

masih memprehatinkan. Dari berbagai pengamatan dan analisis, ada tiga hal pokok yang menyebabkan mutu pendidikan kita tidak mengalami peningkatan secara signifikan.

Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan

yang menganggap bahwa apabila semua komponen pendidikan seperti pelatihan guru,

  

pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana serta prasarana pendidikan lainya

terpenuhi, maka hasil pendidikan yang dikehendaki yaitu mutu pendidikan secara otomatis akan terwujud. Dan yang terjadi tidak demikian, karena hanya memusatkan pada masalah pendidikan dan tidak memperhatikan proses pendidikannya. Kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratik- sentralistik sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung

pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang

kebijakan ayang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi setempat. Lebih parah lagi jika

sekolah sendiri pasif dalam arti tidak punya kreativitas. Ketiga, peran serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan

pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi masyarakat pada umumnya lebih banyak

bersifat dukungan dana, bukan pada proses pendidikan. Sekolah tidak

mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya

orang tua siswa, sebagai salah satu unsur yang berkepentingan dengan pendidikan. B.Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah. Manajemen Berbasis Sekolah adalah model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan

bersama/partisipatif dari semua warga sekolah dan masyarakat. Untuk mengelola sekolah

dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.

Otonomi yang demikian memberikan kebebasan sekolah untuk membuat program-program

sesuai dengan kebutuhan sekolah. Pengambilan keputusan bersama dengan warga sekolah

dan dedikasi tanggung jawab bersama untuk kemajuan sekolah. Dengan tidak mengurangi

otonomi sekolah, demi kepentingan-kepentingan pribadi atau kelompok untuk menguasai

sekolah tanpa partisipasi warga sekolah dan masyarakat. C.Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah

  1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.

  2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama/partisipatif.

  3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua masyarakat dan pemerintah tentang sekolahnya.

  4. Meningkatkan kompetensi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang

  BAB II ANALISIS PEMBAHASAN A. Paradigma Manajemen Berbasis Sekolah Dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka sebagai konsekwensi logis bagi manajemen pendidikan di Indonesia adalah perlu dilakukannya penyesuaian terhadap manajemen paradigma lama menuju manajemen paradigma baru yang lebih bernuansa otonomi dan yang lebih demokratis Pergeseran paradigma pendidikan dasar dan

menengah telah tercermin dalam visi pembangunan pendidikan nasional yang tercantum dalam GBHN 1999 ” mewujudkan sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan berkualitas guna mewujudkan bangsa yang berakhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas sehat, disiplian, bertanggung jawab, trampil, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.”Amanat GBHN ini menyiratkan suatu kekhawatiran yang mendalam dari berbagai komponen bangsa terhadap prestasi sistem pendidikan nasional yang kini tampak mulai menurun dalam mempersiapkan SDM yang tangguh dan mampu bersaing di era tanpa batas ke depan.

MBS bermaksud mengembalikan sekolah kepada pemiliknya dalam arti yang mengetahui

perkembangan sekolah baik di bidang mutu maupun lainya tergantung pada sekolah dan masyarakat partisipannya. Kepala sekolah merupakan orang yang paling tahu tentang prestasi guru-gurunya, kekurangan buku, sarana-prasarana yang menyangkut proses pembelajaran. Untuk itu kepala sekolah dan guru-guru harus dikembangkan kemampuannya dalam melakukan kajian serta analisis agar semakin peka terhadap masalah-masalah yang terjadi di sekolahnya. Salah satu cara menuju peningkatan mutu dan relevansi adalah demoktratisasi, partisipasi, dan akuntabilitas pendidikan. Kepala sekolah guru, dan masyarakat adalah

peran utama dan terdepan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah sehingga segala keputuisan mengenai penanganan persoalan pendidikan pada tingkatan mikro harus

dihasilkan dari interaksi dari ketiga pihak. Masyarakat adalah stakeholder pendidikan yang memiliki kepentingan akan keberhasilan pendidikan di sekolah., karena mereka adalah

pembayar pendidikan baik melalui uang sekolah maupun pajak sehingga sudah sewajarnya sekolah bertangggung jawab kepada masyararakat.Bentuk stakeholder masyarakat

tersebut adalah Dewan Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan di tingkat kota/kabupaten desentralisasi pendidikan.Namun untuk sampai pada kemampuan untuk mengurus dan mengatur penyelenggaraan pendidikan di setiap satuan pendidikan diperlukan program yang sistematis dengan melakukan ” capasity building ”Untuk melakukan kegiatan ”

capasity building ” perlu tahapan-tahapan agar arahnya terarah dan terukur . Ada empat

tahapan yang perlu dilalui untuk kegiatan tersebut . Masing-masing tahap pengembangan

dilakukan terhadap setiap kelompok satuan pendidikan yang mempunyai karateristik yang

setara. Capasity building dilakukan untuk meningkatkan ( up grade ) suatu kelompok satuan pendidikan pada tahap perkembangan tertentu ke tahap berikutnya. Keempat tahap tersebut adalah:

Tahap Pra format, ialah tahap dimana satuan pendidkan belum memiliki standar formal

pendidikan masih belum terpenuhi sebagai sumber-sumber pendidikan dan perlu ditingkatkan ke tahap berikutnya. Tahap Formalitas, ialah sekolah yang sudah memiliki sumber-sumber pendidikan secara minimal. Satuan pendidikan tersebut sudah memiliki standar teknis minimal seperti kualifikasi guru, juimlah dan kualitas ruang kelas, kualitas buku serta j7umlah kualitas pendidikan lainnya. Dengan capasity building sekolah dapat meningkatkan kemampuan

administratur dan pelaksanaan pendidikandan dapat meningkatkan pembelajarannya lebih

kreatif dan inovatif. Jika satuan pendidikan tersebut sudah berhasil ditingkatkan lagi ke

tingkat transsional. Keberhasilan tersebut dapat diukur dengan standar pelayanan minimum tingkat sekolah, terutama menyangkut output pendidikan seperti penurunan

tingkat putus sekolah, mengulang kelas , kemampuan para siswa, tingkat kelulusan, serta

tingkat melanjutkan sekolah. Tahap Transisional, ialah satuan pendidikan sudah mampu memberikan pelayanan

minimal pendidikan yang bermutu, seperti kemampuan mendayagunakan sumber-sumber

pendidikan secara optimal. Meningkatkan kreativitan guru , pendayagunaan perpustakaan, sekolah secara optimal. Tahap otonomi, pada tahap ini dapat dikatakan sekolah sudah mencapai tahap penyelesaian capasity building menuju profesionalisme pendidikan ke pelayanan pendidikan yang bermutu.Satuan pendidikan sudah dianggap dapat memberikan

pelayanan di atas Standar Pelayanan Minimal dan bertanggung jawab terhadap klien serta

stakeholder pendidikan lainnya. Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa perubahan paradigma itu antara lain: 1. Melaksanakan program menjadi merumuskan/melaksanakan program.

2. Keputusan terpusat menjadi keputusan bersama/partisipatif.

  4. Sentralistik menjadi desentralistik.

  5. Individual menjadi kerjasama

  6. Basis birokratik menjadi basis profesional

  7. Diatur menjadi mandiri

  8. Malregulasi menjadi deregulasi

  9. Informasi terbatas menjadi informasi terbuka

  10.Boros menjadi efisien

  11.Pendelegasian menjadi pemberdayaan

  12 Organisasi vertical menjadi organisasi horizontal Pada paradigma lama, tugas dan fungsi sekolah hanya melaksanakan program dari pada mengambil inisiatif merumuskan dan melaksanakan program yang dibuat sendiri oleh sekolah.

  B. Konsep Dasar MBS

MBS adalah model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan

mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara bersama/partisipatif.

Untuk memenuhi kebutuhan sekolah atau untuk mencapai tujuan sekolah dalam kerangka

pendidikan nasional. Otonomi diartikan kemandirian, artinya otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kebutuhan warga sekolah yang didukung kemampuan tertentu sesuai dengan peraturan perundang undangan pendidikan nasional yang berlaku. Pengambilan keputusan bersama merupakan cara pengambilan keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratis dimana warga sekolah langsung terlibat dalam pengambilan keputusan. Sekolah dapat memberdayakan warga sekolah berupa pemberian kewenangan, tanggung jawab, kebersamaan dalam pemecahan masalah serta pemberian kepercayaan dan penghargaan.

Manajemen Berbasis Sekolah memiliki karateristik yang harus dipahami oleh sekolah yang

akan menerapkannya yang meliputi komponen pendidikan dan perlakuannya pada setiap

tahap pendidikan input, prose dan outputnya. Pada hasil pendidikan (output ) diharapkan mendapatkan prestasi akademik dan non akademik. Prestasi akademik misalnya NEM, lomba karya ilmiah, olympiade, siswa

berprestasi. Sedangkan non akademin berupa kesenian, olah raga, kejujuran, kerajinan,

pramuka dan lain-lain.

  Pada proses pendidikan biasanya penekanannya pada : 1. Proses Belaja Mengajar yang efektifitasnya tinggi .

  Proses belajar mengajar yang menekankan pada bekerja, belajar hidup bersama dan belajar menjadi diri sendiri.

  2. Kepemimpinan sekolah yang tangguh. Kepala sekolah memiliki kemampuan dan kepemimpinan yang tangguh , kuat dan mampu meningkatkan mutu sekolah sesuai dengan visi, misi tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

  3. Lingkungan sekolah yang tertib, aman, dan nyaman.

  4. Pengelolaan tenaga pendidikan yang efektif . Kebutuhan tenaga, analisis, perencanaan, pengembangan, evaluasi, hubungan kerja.

  5. Sekolah memiliki budaya mutu. Sekolah memiliki kualitas informasi untuk perbaikan hasil diikuti penghargaan atau sanksi, warga merasa aman, warga sekolah merasa memiliki sekolah.

  6. Sekolah memiliki kebersamaan yang kompak. Sekolah memiliki budaya kerjasama antar individu tanpa adanya kelompok-kelompok tertentu yang dapat menghambat kemajuan sekolah.

  7. Sekolah memiliki kewenangan.

Kewenangan sekolah merupakan kesanggupan kerja dan tidak menggantungkan orang

lain . Kepala sekolah mempunyai kreatifitas yang tinggi untuk menuju sekolah yang lebih baik.

  8. Partisipasi warga sekolah dan masyarakat. Hubungan antara sekolah dan masyarakat merupakan bagian kehidupan sekolah yang paling tinggi terutama di bidang non akademik dan akademik.

  9. Keterbukaan ( transparasi ) manajemen.

Masalah manajemen perlu keterbukaan antara warga sekolah dan masyarakat terutama

komite sekolah.Apalagi manajemen tersebut menyangkut perencanaan anggaran ( RAPBS ) dan penggunaan uang sekolah. Komite sekolah harus tahu terutama menyangkut anggaran sekolah. Contoh : DOP, BOS, Block Grant, dan anggaran rutin sekolah .

  10.Sekolah memiliki kemauan untuk berubah Perubahan sekolah diharapkan menuju yang lebih baik. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan fisik sekolah, prestasi akademik dan non akademik.

  11.Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan.

  Namun, evaluasi dapat dipakai tolak ukur untuk meningkatkan mutu sekolah pada proses belajar mengajar selanjutnya. Sekolah harus selalu melaksanakan evaluasi secara terus menerus baik berupa pengayaan dan perbaikan untuk siswa demi peningkatan mutu di sekolah.

  12.Sekolah responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan. Sekolah harus mampu mengantisipasi setiap kejadian yang adaa di sekolah terutama menyangkut mutu sekolah. Sekolah tidak pasif melainkan anatisipatif mencari ke sekolah – sekolah lain atau ke lembaga-lemabaga pendidikan dengan kata lain menjemput bola demi kemajuan sekolah.

  13.Sekolah memiliki komunikasi yang baik. Sekolah memiliki komunikasi yang baik terutama antara warga sekolah.Kebersamaan antar warga sekolah dapat mengantar sekolah ke hal-hal yang lebih bermutu. Contoh Kelompok Kerja Guru di setiap Gugus Sekolah.

  14.Sekolah memiliki Akuntabilitas. Sekolah memiliki tanggung jawab atas keberhasilan pelaksanaan penyelenggaraan program sekolah. Akuntabilitas berbentuk laporan prestasi yang harus dilaporkan kepada pemerintah, orang tua, dan masyarakat. Berdasarkan laporan hasil program, pemerintah dapat menilai apakah program MBS dapat mencapai tujuan atau tidak.

  Jika mencapai tujuan maka diberi penghargaan atau sebaliknya jika tidak berhasil perlu diberikan sanksi atau teguran atas kinerjanya yang tidak memenuhi syarat. Sedangkan para orang tua murid dapat memberikan penilaian terhadap program MBS yang dapat meningkatkan prestasi anak-anaknya atau kinerja sekolahnya. Jika ber- hasil orang tua dapat memberikan dorongan dan semangat kepada sekolah,atau se- baliknya jika tidak berhasil orang tua dapat meminta pertanggung jawaban dan pen- jelasan sekolah atas kegagalan yang telah dilakukan. Pada input pendidikan, 1. Pendidikan memiliki kebijakan, tujuan dari sasaran program yang jelas.

  Kebijakan tujuan dan sasaran sekolah harus disosialisasikan kepada semua warga

sekolah,sehingga tertanam pemikiran,tindakan,kebiasaan dan karakter yang kuat o- leh

warga sekolah.

  2. Sumber daya yang tersedia. Sekolah harus memiliki sumberdaya yang kuat baik sumberdaya manusia maupun sumberdaya lainnya berupa uang, peralatan, perlengkapan, bahan dan lain-lain.

  3. Staf yang kompeten dan dedikasi tinggi.

  Kepala sekolah memiliki komitmen dan dedikasi yang tinggi untuk mencapai prestasi serta anak didik juga mempunyai motivasi untuk selalu meningkatkan diri untuk berprestasi sesuai dengan bakat dan kemampuannya.

  5. Fokus pada pelanggan Anak didik merupakan fokus utama semua kegiatan proses pembelajaran yang dikerah- kan di sekolah dengan tujuan utama untuk meningkatkan mutu dan kepuasan siswa

  6. Manajemen Kelengkapan dan kejelasan manajemen yang dibutuhkan sekolah akan membantu kepala sekolah mengelola sekolahnya dengan efektif.

  C. Fungsi- fungsi Pendidikan yang Didesentralisasikan Perencanaan dan Evaluasi Pengelolaan kurikulum Pengelolaan PBM Pengelolaan Ketenagaan Proses Prestasi Pengelolaan Keuangan Belajar Siswa dan Pengelolaan layanan siswa Mengajar Tamatan Pengelolaan hungan sekolah dan Masyarakat Pengelolaan iklim sekolah Masukan pendidikan Proses pendidikan Hasil pendidikan

  BAB III PELAKSANAAN A. Rasional

Pelaksanaan MBS disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan tiap-tiap sekolah. Ada empat

halm pokok yang memerlukan perubahan dalam melaksanakan MBS

  1. Peraturan perundang-undangan yang menetapkan sekolah bersifat otonom.

  2. Kebiasaan berperilaku unsur-unsur sekolah perlu disesuaikan dengan tuntutan MBS.

4. Struktur organisasi pendidikan perlu di tata kembali sesuai dengan tuntutan kebutuhan.

B. Tahap-tahap pelaksanaan MBS 1. Sosialisasi.

  Sekolah mensosialisasikan konsep MBS kepada seluruh warga sekolah dan masyarakat melalui berbagai kegiatan antara lain seminar, lokakarya, diskusi, rapat kerja. Kegiatan mensosialisasi MBS dapat dilakukan dengan cara :

  a. Melakukan identifikasi dan mengenalkan sistem, budaya, dan sumber daya yang diperlukan untuk menyelenggarakan MBS.

  b. Membuat komitmen secara rinci jika terjadi perubahan sistem, budaya, dan sumber daya yang cukup mendasar.

  c. Mengklarifikasikan visi,misi dan tujuan, sasaran rencana, dan program-program penyelenggaraan MBS.

  d. Memberikan penjelasan secara rinci mengapa diperlukan manajemen berbasis sekolah.

  e. Mendorong sistem, budaya, dan sumber daya manusia yang mendukung penerapan MBS dan memberi penghargaan kepada warga sekolah yang menerapkannya.

  f. Mengarahkan proses perubahan agar sesuai dengan visi, misi, tujuan, sasaran, rencana, dan program-program sekolah.

  2. Identifikasi Tatangan sekolah

Sekolah mengidentifikasi tantangan yang dihadapi oleh sekolah. Tantangan adalah selisih

antara hasil yang diharapkan di masa yang akan datang, contoh hasil prestasi akademik dan non akademik . Tantangan sekolah bersumber dari hasil sekolah yang dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu kualiatas, produktivitas, efektivitas, dan efisien.

3. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Sekolah.

  V i s i Setiap sekolah memiliki visi yang berisi tentang : a. Wawasan yang menjadi sumber arahan bagi sekolah dan digunakan untuk memandu perumusan misi sekolah.

  b. Pandangan jauh ke depan kemana sekolah akan di bawa. kutan dapat menjamin kelangsungan hidup dan perkembangannya. Visi sekolah harus mengacu kebijakan pendidikan nasional tetapi sesuai dengan butuhan peserta didik yang dilayani. Oleh karena itu, visi suatu sekolah tak harus sama dengan sekolah lainsepanjang tidak keluar dari ketentuan nasional yaitu tujuan

pendidikan nasional. Visi sebaiknya dilengkapi dengan indikator sebagai penjelasan apa

yang dimaksudkan oleh visi tersebut agar tidak menimbulkan aneka tafsir. Misalnya Unggul dalam prestasi berdasarkan iman dan taqwa.

  M i s i

Misi adalah tindakan untuk mewujudkan/merealisasikan visi tersebut. Dalam merumuskan

misi harus mempertimbangkan tugas pokok sekolah dan aspirasi semua warga sekolah yang terkait. Misi adalah bentuk layanan untuk memenuhi tuntutan yang dituangkan dalam visi dengan berbagai indikatornya. Contoh Visi sekolah ” Unggul dalam prestasi berdasarkan iman dan taqwa dapat merumuskan misi sebagai berikut :

  • Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif, bagi siswa sesuai potensi masing- masing.
  • Menumbuhkan semangat keunggulan kepada seluruh warga sekolah.
  • Mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengenali potensi dirinya, sehingga dapat dikembangkan secara optimal.
  • Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yanga dianut dan juga budaya bangsa sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak. T u j u a n Tujuan adalah apa yang akan dicapai dihasilkan oleh sekolah yang bersangkutan dan kapan tujuan tersebut akan dicapai. Tujuan pada dasarnya merupakan tahapan wujud sekolah menuju visi yang telah ditetapkan. S a s a r a n

    Sasaran adalah penjabaran tujuan : yaitu suatu yang akan dihasilkan/dicapai oleh sekolah

    dalam jangka waktu lebih singkat dibanading tujuan sekolah. Rumusan sasaran harus selalu mengandung peningkatan baik peningkatan kualitas, efektivitas, produktivitas, maupun efisiensi.Sasaran harus dibuat spesifik, terukur jelas kriterianya dan disertai

  4. Identifikasi fungsi-fungsi yang diperlukan Fungsi-fungsi yanag digunakan untuk mencapai sasaran dan yang masih perlu tingkat kesiapannya, antara lain fungsi proses belajar mengajar, pengembangan kurikulum perencanaan dan evaluasi, ketenagaan, fungsi keuangan, fungsi pelayanan kesiswaan,

pengembangan iklim akademik sekolah, fungsi hubungan sekolah masyarakat, dan fungsi

pengembangan fasilitas.

  5. Analisis SWOT Analisis SWOT ( Strenht, Weakness, Opprtunity, Threat ) dilakukan untuk mengetahui tingkat kesiapan setiap fungsi dari keseluruhan fungsi sekolah untuk mencapai sasaran yang ditetapkan, analisis SWOT dilakukan terhadap keseluruhan faktor dalam setiap fungsi, baik faktor yang tergolong internal maupun eksternal. Fungsi yang memadai sebagai kekuatan dan fungsi yang kurang dinyatakan sebagai kelemahan, untuk faktor internal dan ancaman.

  6. Alternatif Pemecahan Masalah

Tindakan tersebut merupakan upaya untuk mengatasi kelemahan maupun ancaman, agar

menjadi kekuatan atau peluang, yakni dengan memanfaatkan faktor lain yang menjadi kekuatan atau peluang.

  7. Rencana dan Program Sekolah

Rencana harus menjelaskan secara detail aspek-aspek yang ingin dicapai, kegiatan yang

harus dilakukan siapa, kapan dan dimana dilaksanakan, serta biaya yang diperlukan untuk

melaksanakan kegiatan tersebut. Program adalah bentuk dukumen untuk menggambarkan

langkah dalam mewujudkan keterpaduan dlam pelaksanaan.

  8. Implementasi Rencana dan Program Sekolah

Dalam kaitannya dengan implementasi Rencana dan Program sekolah kepala sekolah dan

guru hendaknya mendayagunakan sumberdaya pendidikan yang tersedia semaksimal mungkin semata-mata untuk kualitas pembelajaran.

  9. Evaluasi Pelaksanaan Sekolah harus melakukan evaluasi pelaksanaan program, baik jangka pendek ( akhir

semester ), jangka menengah ( satu tahun ), jangka panjang uantuk mengetahui seberapa laporan teknis yang menyangkut program pelaksanaan dan hasil MBS dan laporan keuangan tentang penggunaan uang serta pertanggungjawabannya.

  10. Sasaran Baru Hasil evaluasi untuk menentukan sasaran baru untuk tahun yang akan datang. Setelah sasaran baru ditetapkan, kemudian dilakukan analisis SWOT untuk mengetahui tingkat kesiapan masing-masing fungsi dalam sekolah.

  C. Tugas dan Fungsi Sekolah Tugas dan fungsi sekolah adalah mengelola penyelenggaraan MBS di sekolah masing-

masing. Mengingat sekolah merupakan unit terdepan dalam penyelenggaraan MBS, maka

sekolah menjalankan tugas dan fungsi sebagai berikut :

  1. Menyusun rencana dan program pelaksanaan MBS dengan melibatkan semua unsur sekolah

  2. Mengkoordinasikan dan menyerasikan segala sumberdaya yang ada di sekolah dan di luar sekolah untuk mencapai sasaran MBS yang telah ditetapkan.

  3. Melaksanakan MBS secara efektif dan efisien

  4. Melaksanakan pengawasan dan bimbingan dalam pelaksanaan MBS untuk mencapai sasaran MBS

  

5. Pada setiap akhir tahun ajaran melakukan evaluasi untuk menilai tingkat ketercapaian

sasaran program MBS yang telah ditetapkan guna untuk menentukan sasaran baru pro- gram MBS tahun-tahun berikutnya.

  6. Menyusun laporan-laporan program MBS secara lengkap

  7. Mempertanggungjawabkan hasil penyelenggaraan MBS kepada semua pihak yang berkepentingan. Berdasarkan uraian di atas dalam pelaksanaan MBS perla dilakukan monitoring dan

evaluasi dengan tujuan dapat mengukur tingkat kemajuan pendidikan baik pada tingkat sekolah, dinas pendidikan tingkat kota/kabupaten, dinas propinsi maupun pusat.

Monitoring menghasilakn informasi yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. Dengan monitoring sdan evaluasi kita dapat melihat apakah MBS benar-benar mampu

menyelenggarakan sekolah dengan baik khususnya dalam meningkatkan mutu pendidikan. Monitoring hádala statu proses pemantauan untuk mendapatkan informasi tentang pelaksanaan MBS. Fokus monitoring pada pelaksanaannya. Hasil monitoring dapat pada konteks, input, proses, output maupun dampaknya.

BAB IV P E N U T U P A. Kesimpulan.

  

1. MBS adalah model manajemen sekolah yang memberikan otonomi kepada sekolah dan

menekankan keputusan sekolah sbersama/ partisipatif dari semua warga sekoalh dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.

  2. MBS memberikan kemungkinan sekolah memiliki kewenangan yang besar mengelola sekolahnya agar lebih berdaya kreatif sehingga dapat mengembangkan program- program yang lebih cocok dengan kebutuhan dan potensi sekolah.

  3. Tahap pelaksanaan MBS meliputi sosialisasi merumuskan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah, identifikasi fungsi-fungsi pendidikan/sekolah, analisis tingkat kesiapan fungsi, pemecahan masalah, menyiapkan/ menyusun program, evaluasi dan penyempurnaan.

  4. MBS akan efektif apabila pelaksanaanya didukung oleh sumber daya manusia ( SDM ) Yang memilki kemauan,integritasyang tinggi,baik dijajaran sekolah,Dinas Pendidikan Kabupate/Kota, Dinas Pendidikan Propinsi maupun pusat

  

5. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan MBS adalah merupakan sistem dan bagian integral

pengelolaan pendidikan. Dengan ME dapat diketahui tingkat kemajuan pendidikan di sekolah., dimana dari hasil ME ini dipakai sebagai bahan masukan untuk penyempurnaa dalam penyelenggaraan sekolah.

B. Saran

  1. Perubahan paradigma manajemen pendidikan dari manajemen sentralistik menuju Manajemen Berbasis sekolah pperlu ditindak lanjuti dengan peraturan perundang undangan.

  2. MBS diharapkan tidak disalah gunakan dalam artian memberi peluang terhadap

keinginan/ambisi baik individu maupun kelompok unttuk menguasai/mengelola sekolah

menurut kemauannya sendiri tanpa memperhatikan dan mengakomodasi aspirasi dan partisipasi warga sekolah dan masyarakat.

  Daftar Pustaka. PPN dan Bank Dunia, 1999 School Based Management, Jakarta BPPN dan Bank Dunia.

  

Depdiknas, 1999, Pembangunan Pendidikan dan Kebudayaan Menjelang Era Tinggal

Landas, Jakarta: Depdiknas.

  

Jalal,Fasil dan Supardi, Desi, 2001 Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi

Daerah, Yogjakarta, Adi Cita.

  Toha, 1995 Kepemimpinan Dalam Manajemen, Jakarta: Rajawali.

Sidi Indrajati,2000 Kebijakan Penyelenggaraan Otonomi Daerah Bidang Pendidikan

Bandung, UPI Undang-undang No 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Direktorat Sekolah Lanjutan Pertama, 2001 Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis

Sekolah , Jakarta, Direktorat SLTP.

  Suryadi,Ace, 2004, Pendidikan Nasional Menuju Masyarakat Indonesia Baru, Bandung , Genesindo. manajemenberbasissekolah-purwantini.blogspot.com/2007/07/man ...

  Kamis, 17 Maret 2011 Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengembangan sumber daya manusia (SDM) memiliki posisi yang sangat strategis dalam

  pembangunan. Karena itu upaya-upaya peningkatan sumber daya manusia lewat jalur pendidikan terus dilaksanakan.Berbagai terobosan telah dilakukan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan antara lain melalui berbagai pelatihan dan kompetensi guru, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan. Namun realitas menunjukkan kualitas pendidikan di negara ini memprihatinkan dan ironisnya daerah Propinsi Aceh.

  Dari berbagai analisa, sedikitnya ada tiga faktor yang menyebutkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata:(1) Kebijakan pelaksanaan pendidikan nasional menggunakan pendekatan pembelajaran yang terlalu menekankan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan. (2) Penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara biokratik-sentralistik, sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggaraan pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan yang ditentukan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. (3) Peran serta masyarakat khususnya orang tua siswa dalam penyelenggarakan pendidikan selama ini sangat minim, partisipasi masyarakat selama ini lebih banyak bersifat dukungan input (dana), bukan pada proses pendidikan (pengambilan keputusan, monitoring, evaluasi dan akuntabilitas). (Dirjen Pendidikan Dasar Menengah 2001). Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan. Salah satunya adalah memberikan otonomi kepada sekolah untuk pengambilan keputusan partisiatif yang melibatkan secara langsung.

  Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) diyakini sebagai suatu model Pelaksanaan kebijakan desentralisir pendidikan, yang merupakan suatu konsep inovatif dalam penyelenggaraan pendidikan : Mulyasa (2004 : 33) mengatakan bahwa : Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau School Berbasis Manajemen merupakan strategi untuk mewujudkan sekolah yang efektif dan produkif. Hal ini disebabkan dalam konsep MBS, pengambilan keputusan diletakkan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran yaitu sekolah, meskipun standar pelayanan minimumnya ditetapkan oleh pemerintah, akan tetapi sekolah lebih leluasa dalam mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dalam mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan di sekolah.

  Sejak dicanangkan penerapan MBS, mulai tahun 2001 sekolah-sekolah di Kabupaten Aceh Utara, khususnya Sekolah Menengah Atas (SMA) telah mencoba menerapkannya dalam pengelolaan sekolah, hal ini dapat dilihat perubahan pengurus BP-3 sekolah-sekolah menjadi pegurus komite sekolah.

  Keadaan ini sangat mengembirakan karena mulai penerapan MBS diharapkan akan mendorong terciptanya peningkatan pelayanan pendidikan kepada masyarakat, dengan muaranya pada upaya peningkatan mutu pendidikan secara keseluruhan.

  Meskipun pencanangan penerapan MBS pada pegelolaan sekolah sudah berjalan lebih kurang 7 (Tujuh) tahun yang lalu, namun dalam pelaksanaannya masih ditemukan berbagai hambatan, sehingga pelaksanaan MBS belum mencapai keberhasilan sebagaimana yang diharapkan. Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di jajaran yang berstatus negeri, memang memerlukan sosialisasi, oleh Kantor Cabang Dinas Pendidikan dan pengajaran dan tingkat kecamatan di lakukan melalui berbagai upaya, Seperti:

  1. Memberikan penjelasan bahwa telah terjadi perubahan paradigma manajemen pendidikan dari yang bersifat birokratis hirarkis menuju demokratis.

  2. Menjelaskan keuntungan yang diperoleh dengan di terapkan Manajemen Berbasis Sekolah.

  3. Menjelaskan bahwa manajemen berbasis sekolah adalah salah satu ujud demokratisasi pendidikan di persekolahan.

  4. Dengan diterapkan manajemen berbasis sekolah, maka kepala sekolah memiliki wewenang yang besar dalam manentukan berbagai kebijakan sekolah.

  5. Mendorong kepemimpinan kepala sekolah untuk secara terus menerus mempersiapkan diri menerima dan melakukan perubahan sesuai dengan tuntutan masyarakat sebagai penguna jasa lembaga pendidikan.

  6. Menyadarkan pengelola atau penyelengara sekolah bahwa masyarakat berhak memiliki akses kesekolah.

  Keberhasilan pelaksanaan MBS sangat di tentukan oleh kebijakan dari pemerintah dan jaga keterampilan kepala sekolah, guru guru, dan partisipasi masyarakat. Kepala sekolah, guru, orang tua dan masyarakat harus mengerti bentuk pengembangan program pendidikan yang tepat dan layak di berikan pada peserta didik, serta dapat merencanakan segala program yang lebih operasional sesuai dengan kebutuhan mereka.

  Sehubungan dengan unsur-unsur yang terlibat dan bertanggung jawab terhadap efektifnya MBS di sekolah, Nurcolis (2003:42) menyatakan: Dengan MBS, unsur pokok sekolah memegang kontrol yang lebih besar pada setiap kejadian di sekolah. Unsur pokok sekolah inilah yang kemudian menjadi lembaga non-struktur yang disebut dewan sekolah yang anggotanya terdiri dari guru, kepala sekolah, administrator, orang tua, anggota masyarakat dan murid.

  Seiring dengan semakin gencarnya tuntutan akuntabilitas para lulus sebagai salah satu indikator keberhasilan pendidikan, MBS menjadi sekolah target utama penilaian, dam membebaninya dengan serangkaian kewajiban untuk melakukan banyak hal dalam rangka memenuhi segala kebutuhan pendidikan para peserta didik. Kepala sekolah, guru, orang tua dan masyarakat harus mengerti bentuk pengembangan program pendidikan yang tepat dan layak diberikan pada peserta didik, serta dapat merencanakan segala program yang lebih operasional sesuai dengan kebutuhan mereka. Pengenalan secara mendalam dan mendasar tujuan penerapan MBS merupakan sebuah keharusan yang harus dilakukan oleh kepala sekolah, guru, orang tua dan masysrakat.

  Semenjak adanya pemberian otonomi kesekolah dengan menerapkan konsep MBS, berbagai permasalahan muncul baik dari segi kesiapan SDM kepemimpinan kepala sekolah, guru, ketersediaan sarana dan prasarana dan partisipasi mayarakat. Permasalahan lain adalah perencanaan analisis SWOT dan strategi yang digunakan dalam melaksanakan MBS disekolah.

  Berdasarkan permasalahan di atas, maka diperlukan suatu studi untuk melihat bagaimana pelaksanaan MBS yang difokuskan kepada efekktivitas manajemen pada tatanan sekolah. Maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang: “Efektivitas Manajemen Berbasis Sekolah pada SMA Negeri 1 Matangkuli Kabupaten Aceh Utara”

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah di atas, yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah pada SMA Negeri 1 Matangkuli Kabupaten Aceh Utara.

C. Tujuan Penelitian

  1. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi dan analisis mengenai Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah pada SMA Negeri 1 Matangkuli Kabupaten Aceh Utara.

  2. Tujuan khusus penelitian ini adalah :

  a. Untuk mengetahui pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang kurikulum di SMA Negeri 1 Matangkuli Kabupaten Aceh Utara.

  b. Untuk mengetahui pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang kesiswaan di SMA Negeri 1 Matangkuli Kabupaten Aceh Utara.

  c. Untuk mengetahui pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang personalia di SMA Negeri 1 Matangkuli Kabupaten Aceh Utara.

D. Pertanyaan Penelitian

  Rumusan masalah di atas dapat dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

  1. Bagaimanakah Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang kurikulum di SMA Negeri 1 Matangkuli ?

  2. Bagaimanakah Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang kesiswaan di SMA Negeri 1

  3. Bagaimanakah Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dalam bidang personalia di SMA Negeri 1 Matangkuli ?

E. Manfaat Penelitian

  1. Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat mengungkapakan informasi yang bermamfaat bagi pengembangan ilmu manajemen pendidikan terutama dalam menerapakan Manajemn Bernasis Sekolah.

  2. Secara praktis penelitian ini diharapkan pula bermamfaat bagi pihak yang tarkait dengan lembaga pendidikan seperti : a. Kepala sekolah dalam meningkatkan mutu manajemen sekolah yang di pimpin sehingga berimplikasi bagi pelaksanaan program perbaikan mutu sekolah di masa yang akan datang.

  b. Para guru dalam meningkatkan komitmen dalam upaya tercapai keberhasilan dalam pelaksanaan MBS di SMA Negeri 1 Matangkuli.

  c. Upaya mengembangkan prinsip manajemen sekolah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat untuk mempercepat pencapaian kecerdasan anak bangsa.

F. Penelitian Terdahulu yang Relevan

  M. Husen AB (2006) dalam tesisnya yang berjudul “hambatan-hambatan yang dihadapi kepala sekolah SMA Negeri Kabupaten Bireun dalam penerapan manajemen berbasis sekolah ’’, mengambil beberapa kesimpulan, yaitu: 1. Belum adanya kesesuain antara jumlah guru dengan kebutuhan guru.

  2. Masih kurangnya SDM personil sekolah dalam membuat perencanaan analisis SWOT secara terperinci dan terpogram.

  3. Masih kurangnya sarana dan prasarana sekolah dan partisipasi masyarakat.

  Salman (2006) dalam tesisnya yang berjudul “Kepemimpinan kepala sekolah dalam pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah pada SMA Negeri di Kabupaten Pidie’’, mengambil beberapa kesimpulan antara lain:

  1. Starategi yang ditempuh kepala sekolah dengan memberikan bimbingan dan supervisi terhadap guru sangat membantu guru dalam melaksanakan kerjanya.

  2. Pendekatan yang dilakukan kepala sekolah terhadap guru yaitu pendekatan sifat, perilaku dan pendekatan situasional.

  3. Komite sekolah diberdayakan dalam berbagai hal baik perencanaan program, pelaksanaan program dan pengawasan program.

  Berdasarkan beberapa studi penelitian terdahulu yang relevan seperti diatas, maka di dapat gambaran bahwa kesuksesan penerapan MBS sangat berpengaruh pada kemampuan SDM baik kepala sekolah, guru maupun partisipasi masyarakat serta kelengkapan sarana dan prasarana sekolah serta strategi yang digunakan dalam melaksanakan MBS.

BAB II MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DAN MUTU PENDIDIKAN A. Latar belakang lahirnya Manajemen Berbasis Sekolah Latar belakang munculnya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) tidak terlapas dari kinerja

  pendidikan berdasarkan sistem secara sentralistik yang di terapkan sebelunya.Secara sentralistik, berbagai inovasi yang di terapkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang di fokuskan pada pengajaran dan sistem evaluasi yang kesemuaitu kurang mendapatkan hasil yang maksimal.

  Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan, antara lain melalui pelatihan dan peningkatan kopetensi guru, pengadaan buku dan alat bantu pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan dan peningkatan mutu manajemen sekolah. Berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Sehugan dengan permasalahan tersebut, Depdiknas (2001:1) Mengemukan bahwa:

  Berdasarkan pengamatan dan analisis sedikitnya ada tiga faktor yang menyebabkan mutu Pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata yaitu:

  1. Selama ini dalam meningkatkan mutu pendidikan terlalu di pusatkan pada input pendidikan dan kurang pehatian terhadap proses pendidikan, Padahal proses pendidikan sangat menentukan ouput pendidikan.

  2. Penyelenggara pendidikan dilakukan secara sentralistik, sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada kebijakan birokrasi yang kadang-kadang tidak sesuai dengan kondisi sekolah.

  3. Peran serta masyarakat dalam penyelenggara pendidikan sangat minim. Selama ini dukungan masysrakat berupa penyediaan dana, bukan pada proses pendidikan.

  Berdasarkan kenyataan diatas, pemerintah berupayamembuat perbaikan, salah satu adalah melakukan reorientasi penyelenggarakan pendidikan yaitu dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah.

  Manajemen Berbasis Sekolah merupakan terjemahan dari istilah School-Based Manajemen (SBM) yang pertama kali muncul dan popular di Amerika Serikat. Konsep ini ditawarkan ketika masyarakat mempertanyakan relevensi dan kolerasi hasil pendidikan dengan kebutuhan masyarakat.

  Menurut Fattah (2000:8) manajemen berbasis sekolah diartikan sebagai pengalihan dan pengambilan keputusan dari tingkat pusat sampai ke tingkat sekolah.Pemberian kewenangan dalam pengambilan keputusan di pandang sebagai otonomi di tingkat sekolah dalam pemamfatan semua sumber daya, sehinga sekolah mampu secara mandiri, mampumengali, mengalokasikan, menentukanpiroritas, memamfaatkan, mengendalikan dan mempertanggung jawabkan kepada setiap yang berkepentingan.

  Manajemen berbasis sekolah pada prinsipnya tergantung pada sekolah dan partisipasi masyarakat serta jauh dari birokrasi yang sentralistik.MBS berpotensi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, efisiensi, serta manajemen di tingkat sekolah.

  Berdasarkan hal tersebut, Supriadi,dkk (2001:160) mengemukakan: Dalam model-model sekolah yang merupakan pendekatan MBS dalam pengelolaanya, guru dan staf lainya dapat menjadi efektif karena ada partisipasi mereka dalam membuat keputusan. Dengan begitu, rasa kepemilikan terhadap sekolah menjadi lebih tinggi dan pengunaan sumberdaya pendidikan lebih obtimal sehingga di peroleh hasil yang lebih baik. Selanjudnya,kepala sekolah akan mempunyayi tanggung jawab yang lebih besar terhadap kinerja di lingkungan sekolah, dan beban kerja kantor pusat dan daerah dapat dikurangi dan hanya berkosentrasi pada peranan mereka dalam melayani sekolah.

  Dalam MBS, pihak sekolah, masyarakat, dan pemerintah mempunyayi peranan masing-masing yang saling mendukung dan sinergis atau dengan yang lainya. Sekolah berada pada bagian terdepan dari proses pendidikan, sehinga menjadi bagian utama dalam proses pembuatan keputusan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

  Masyarakat di tuntut partisipasinya agar lebih memahami, membantu dan mengontrol proses pendidikan, sedangkan pemerintah berperan sebagai peletak kerangka dasar kebijakan pendidikan serta menjadi fasilitator yang akan mendukung tercapainya peningkatan kualitas pendidikan di sekolah. Depdiknas (2001:21) menetapkan bahwa:

  Fungsi-fungsi yang dapat disentralisasikan ke sekolah adalah (1) perencanaan dan evaluasi program sekolah, (2) pengelolaan kurikulum, (3) pengelolaan proses belajar mengajar, (4) pengelolaan ketenagaan, (5) pengelolaan peralatan dan perlengkapan, (6) pengelolaan keungan, (6) pelayanan siswa, (7) hubungan sekolah dan masyarakat, dan (9) pengelolaan iklim sekolah.

  1. Perencanaan dan evaluasi program Sekolah di beri wewenang untuk melakukan perencanaan sesuai dengan kebutuhanya, misalnya kebutuhan untuk meningkatkan mutu sekolah. Sekolah juga di beri wewenang untuk melakukan evaluasi,

  Khususnya evaluasi internal atau evaluasi diri. Norkolis (2003:45) menyatakan bahwa: Perencanaan adalah rencana pengembangan sekolah yang setidaknya meliputi beberapa hal sebagai berikut: (1) visi dan misi sekolah, (2) identivikasi timbulnya permasalahan, (3) prioritas permasalahan yang dihadapi sekolah segera diselesaikan, (4) alternatif cara pemecahan masalah, (5) prioritas pemecahan masalah, (6) tujuan program sekolah, (7) rencana induk pengembangan, (8) sumberdana untuk membiayai program, (9) proposal penunjang blok-grent yang terdiri dari program dan perkiraananggaran, dan (10) membuat rencana anggaran pendapatan belanja sekolah yang memuat jenis program dan sumber dana dalam jangka waktu satu tahun.

  2. Pengelolaan kurikulum Sekolah dapat mengembangkan kurikulum, namun tidak mengurangi isi kurikulum nasional yang dikembangkan oleh pemerintah pusat. Sekolah juga diberi kebebasan untuk mengembangkan kurikulum muatan local. Sehubungan dengan hal tersebut, Mulyasa (2004:41) Menyatakan bahwa: Untuk menjamin efektivitas pengembangan kurikulum dan program pengajaran dalam MBS, kepala sekolah sebagai pengelola program pengajaran bersama dengan guru harus menjabarkan isi kurikulun secara lebih rinci dan operasional ke dalam program tahunan, caturulan dan bulanan.

  3. Pengelolaan proses belaiar mengajar Sekolah di beri kebebasan untuk memilih strategi, metode dan teknik pembelajaran yang paling efektif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, karakteristik siswa, karakteristi guru dan kondisi nyata sumber daya yang tersedia di sekolah.

  4. Pengelolaan ketenagaan Pengelolaan ketenagaan mulai dari analisa kebutuhan perencanaan, rekrutmen, pengembangan, penghargaan dan sangsi, hubugan kerja hinga evaluasi kerja tenaga kependidikan yang saat ini masih ditangani birokrasi diatanya.

  5. Pengelolaan peralatan dan perlengkapan Pengelolaan fasilitas seharusnya dilakukan oleh sekolah mulai dari pengadaan, pemeliharaan perbaikan hinga pengembanganyan. Hal ini di dasari oleh kenyataan bahwa sekolah yang paling mengetahui kebutuhan fasilitas baik kecukupan, kesediaan dan kemutakhirannya terutama fasilitas yang sangat erat kaitanya secara langsung dengan proses belajar mengajar.

  6. Pengelolaan keuangan Pengelolaan keuangan, terutama pengalokasikan/pengunaan uang sudah sepantasnya dilakukan oleh sekolah.sekolah jaga harus diberi kebebasan untuk melakukan kegitan-kegiatan yang mendatangkan penghasilan sehinga sumber keungan semta-mata tidak tergantung pada pemerintah.

  7. Pelayanan siswa Pelayanan siswa mulai dari penerimaan siswa baru, pengembangan, pembinaan, bimbingan, dari dulu telah di desentralisasikan.Dalam pelayanan siswa yang di perlukan adalah peningkatan intensitas dan ektensitasnya.