STUDI PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) DAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA TUBERKULOSIS PARU KOMORBID PNEUMONIA Penelitian dilakukan di Ruang Rekam Medik RSU Dr. Saiful Anwar Malang Repository - UNAIR REPOSITORY

  ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

  SKRIPSI DIMAS NANANG SAPUTRA STUDI PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) DAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA TUBERKULOSIS PARU KOMORBID PNEUMONIA Penelitian dilakukan di Ruang Rekam Medik RSU Dr. Saiful Anwar Malang

  Lembar pengesahan STUDI PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) DAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA TUBERKULOSIS PARU KOMORBID PNEUMONIA Penelitian dilakukan di Ruang Rekam Medik RSU Dr. Saiful Anwar Malang SKRIPSI Dibuat Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Farmasi Pada Fakultas Farmasi Universitas Airlangga 2011 Oleh : Dimas Nanang Saputra NIM : 050513189 Skripsi ini telah disetujui oleh : Pembimbing Utama Drs. Didik Hasmono, MS., Apt.

  NIP : 19580911 19860110 01

  ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

  ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

  Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul : STUDI PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) DAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA TUBERKULOSIS PARU KOMORBID PNEUMONIA untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet, digital library Perpustakaan Universitas Airlangga atau media lain untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

  Demikian pernyataan persetujuan publikasi skripsi/karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

  Surabaya,

  25 Agustus 2011 Dimas Nanang Saputra NIM : 050513189 ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

LEMBAR PERNYATAAN

  Dengan ini saya menyatakan, bahwa sesungguhnya hasil skripsi/tugas akhir ini adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Apabila di kemudian hari diketahui bahwa skripsi ini menggunakan data fiktif atau merupakan hasil dari plagiatisme, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan kelulusan dan atau pencabutan gelar yang saya peroleh.

  Surabaya,

  25 Agustus 2011 Dimas Nanang Saputra NIM : 050513189 ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Studi Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dan Antibiotika pada Pasien Dengan Diagnosa Tuberkulosis Paru Komorbid Pneumonia (Penelitian dilakukan di Ruang Rekam Medik RSU Dr. Saiful Anwar Malang) untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.

  Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

  1. Drs. Didik Hasmono, MS., Apt. selaku pembimbing utama dan Drs.

  Santoso, Apt. serta dr. Yani Jane S. Sugiri, SpP (K) selaku pembimbing serta, atas semua bantuan, bimbingan, dukungan moril, dan nasehat selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

  2. Junaidi Khotib, S.Si., Apt., M.Kes., Ph.D dan Dra. Aniek Setiya Budiatin, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk perbaikan skripsi.

  3. Ketua Departemen Farmasi Klinis Fakultas Farmasi Universitas Airlangga beserta staf dan Kepala IFRS Dr. Saiful Anwar Malang beserta staf yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas dalam penelitian ini.

  4. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga dan Rektor Universitas Airlangga atas kesempatan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan Program Sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.

  5. Prof. Dr. H. Purwanto, Apt. selaku dosen wali yang telah memberikan

  ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

  7. Kepala Sub Bagian Rekam Medik beserta jajaran staf atas kesempatan dan ijin yang diberikan dalam melakukan pengambilan data untuk pelaksanaan penelitian ini.

  8. Bapak dan ibuku tercinta, saudara-saudaraku tersayang atas kasih sayang, do’a, serta keikhlasannya mendukung dan memberikan semangat selama ini.

  9. Teman-teman seperjuangan di RSU Dr. Saiful Anwar Malang, Jurian, Ismail, dan Syukri atas kebersamaan kalian dalam perjalanan selama Surabaya-Malang dalam menyelesaikan penelitian ini. Serta Beni Dewi Marlena yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini.

  10. Teman-teman angkatan 2005 yang selalu memberikan semangat, pengalaman, motivasi, dan ide-ide kreatif kepada penulis dan atas semua dukungan moral yang diberikan hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

  11. Segenap karyawan di Fakultas Farmasi Universitas Airlangga dan semua pihak yang memberi dukungan dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan masukan baik kritik maupun saran dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kefarmasian.

  Surabaya, Agustus 2011 Penulis

  ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

  RINGKASAN STUDI PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) DAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA TUBERKULOSIS PARU KOMORBID PNEUMONIA Penelitian dilakukan di Ruang Rekam Medik RSU Dr. Saiful Anwar Malang DIMAS NANANG SAPUTRA Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB akan menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya seperti meninges , tulang, sendi, saluran urogenital, dan kulit (Black, 1999). Di Indonesia berdasarkan laporan WHO pada tahun 1999 diperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru TB dengan kematian TB paru sekitar 140.000. Diperkirakan pada setiap 100.000 penduduk terdapat 130 penderita . Pada tahun 2002, penderita TB di Indonesia mencapai 555.000 kasus yang berarti 256 kasus setiap 100.000 penduduk, dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru. Penyakit TB paru menyerang sebagian besar kelompok usia kerja produktif, kelompok ekonomi lemah, dan berpendidikan rendah (Depkes, 2002).

  Pneumonia merupakan suatu keadaan inflamasi akut pada parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan, 2001). Pada umumnya, bakteri berkembang biak di saluran nafas menuju paru dan menyebabkan inflamasi (WHO, 2007). Pneumonia penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskular dan tuberkulosis (TB). Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian (WHO, 2005), sebagai contoh angka kematian pasien pneumonia yang dirawat inap di rumah sakit berkisar antara 20-35% (Dinkes, 2008). Pada pasien pasca bedah, peminum alkohol, dan penderita penyakit pernafasan kronik atau infeksi virus termasuk kelompok yang rentan terserang penyakit ini (Wilson, 1994).

  Tujuan dari penelitian adalah mengetahui pola terapi kombinasi obat pada pasien penderita tuberkulosis paru komorbid pneumonia. Disamping itu juga melihat kesesuaian data klinik dan laboratorium terhadap terapi yang diberikan serta mengidentifikasi DRPs (Drug Related Problems) yang mungkin terjadi.

  Hasil penelitian menunjukkan insiden distribusi jenis kelamin laki-laki adalah 34 pasien (66,67%) dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 17

  ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

  Dari penelitian ini dapat disarankan bahwa sebaiknya terapi penggunaan antibiotika disesuaikan dengan hasil kultur tes kepekaan antibiotika pada tes mikrobiologi. Perlu dilakukan tes laboratorium terutama leukosit untuk mengetahui keefektifan terapi antibiotika. Serta lebih meningkatkan kerja sama antara dokter, farmasis, dan tenaga kesehatan lain dalam mengoptimalkan penggunaan OAT dan antibiotika.

  ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

  ABSTRACT Drug Utilization Study of Tuberculosis Drugs and Antibiotics in Patients of Diagnose Lung Tuberculosis co morbid Pneumonia Aim : to 1) determine the pattern of drug combination therapy, 2) view clinical and laboratory data on the therapy given, 3) identify the DRPs (Drug Related Problems) in patients of diagnose lung tuberculosis co morbid pneumonia at Dr. Saiful Anwar Hospital Malang.

  Methods : studies conducted with observational, descriptive, and retrospective method. The study started from January 2009 - December 2009. Information gained from medical documents i.e. identity health, disease history, diagnosis, drug therapy, clinical, laboratory, and microbiology data. The study focused on the therapeutic use

of drugs and identification of DRPs. The results compared with the literature.

  Results : out from 51 patients, 34 (66.67%) were male and 17 (33.33%) were women. With frequency of anti-tuberculosis drugs used are ethambutol (92.2%), piranzinamid (90.2%), isoniazid (88.2%), rifampin (88.2%), streptomycin (13.7%), and FDC 4 (13.7%). The most frequently antibiotics used are ceftriaxone (98.0%) and ciprofloxacin that also stated as empiric therapy (56.9%). Regiment therapies given are in accordance with the literature.

  Conclusion : according from the result, showed that regiment therapy give were appropriate according to the literature. Keyword : Tuberculosis, Pneumonia, Retrospective Study, Drug Utilization Study

  ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

  DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH................... iii LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iv KATA PENGANTAR.................................................................................... v RINGKASAN ................................................................................................. vii ABSTRACT .................................................................................................... ix DAFTAR ISI................................................................................................... x DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xiv DAFTAR SINGKATAN................................................................................ xv

  BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1

  1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................... 1

  1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 4

  1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 4

  1.3.1 Tujuan Umum .......................................................................... 4

  1.3.2 Tujuan Khusus ......................................................................... 4

  1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 4

  BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 5

  2.1 Tuberkulosis...................................................................................... 5

  2.1.1 Batasan dan Etiologi Tuberkulosis .......................................... 5

  2.1.2 Klasifikasi Penyakit dan Tipe Penderita Tuberkulosis ............ 6

  2.1.2.1 Tuberkulosis Paru......................................................... 6

  ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

  2.1.6 Pemeriksaan Penunjang ........................................................... 13

  2.1.7 Tinjauan Pencegahan dan Terapi Tuberkulosis ....................... 14

  2.1.7.1 Jenis OAT Yang Digunakan Dalam Terapi.................. 16

  2.1.7.2 Prinsip Pengobatan ....................................................... 19

  2.1.7.3 Resimen Pengobatan Tuberkulosis............................... 21

  2.1.7.4 Evaluasi Terapi............................................................. 22

  2.2 Pneumonia......................................................................................... 24

  2.2.1 Batasan dan Etiologi Pneumonia ............................................. 24

  2.2.2 Klasifikasi Pneumonia ............................................................. 24

  2.2.3 Patofisiologi Pneumonia .......................................................... 26

  2.2.4 Manifestasi Klinik.................................................................... 29

  2.2.5 Pemeriksaan Penunjang ........................................................... 30

  2.2.6 Tinjauan Tentang Terapi Pneumonia dan Evaluasi Terapi ...... 31

  2.2.6.1 Terapi Antibiotika ........................................................ 31

  2.2.6.2 Terapi Suportif.............................................................. 33

  2.2.6.3 Evaluasi Terapi............................................................. 34

  2.3 Tinjauan Antibiotika ......................................................................... 35

  2.3.1 Mekanisme Kerja Antibiotika .................................................. 35

  2.3.2 Resistensi Antibiotika .............................................................. 39

  2.4 Drug Utilization Study (DUS)........................................................... 41

  2.5 Tinjauan Tentang Drug Related Problem ......................................... 42

  BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN OPERASIONAL............... 43

  3.1 Kerangka Konseptual ........................................................................ 43

  3.2 Bagan Kerangka Konseptual............................................................. 45

  3.3 Bagan Kerangka Operasional............................................................ 46

  ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

  4.7 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 48

  4.8 Prosedur Pengumpulan Data ............................................................. 48

  4.9 Analisis Data ..................................................................................... 49

  BAB V HASIL PENELITIAN ...................................................................... 50

  5.1 Demografi Pasien .............................................................................. 50

  5.1.1 Jenis Kelamin ........................................................................... 50

  5.1.2 Usia .......................................................................................... 51

  5.2 Penyakit Penyerta Pasien Tuberkulosis Paru Komorbid Pneumonia 52

  5.3 Penggunaan Obat .............................................................................. 52

  5.3.1 Profil Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis ............................. 52

  5.3.2 Profil Penggunaan Antibiotika................................................. 53

  5.4 Kesesuaian Terapi Antibiotika Dengan Hasil Kultur Sputum .......... 56

  5.5 Hasil Pemeriksaan BTA pada Pasien Tuberkulosis Paru.................. 60

  5.6 Kesesuaian Dosis OAT Dan Antibiotika Yang Diberikan................ 61

  5.7 Identifikasi DRPs (Drug Related Problems) .................................... 63

  5.8 Kondisi KRS pasien .......................................................................... 64

  BAB VI PEMBAHASAN............................................................................... 65 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 70

  7.1 Kesimpulan ....................................................................................... 70

  7.2 Saran.................................................................................................. 70 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 71 LAMPIRAN.................................................................................................... 75

  ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

  DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Resimen Pengobatan Tuberkulosis Paru saat ini ............................. 21Tabel 2.2 Monitoring Pemeriksaan Sputum BTA dan Tindak Lanjut ............. 23Tabel 2.3 Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Lingkungan ............................ 25Tabel 2.4 Terapi Empirik Antibiotik Pasien Pneumonia Dewasa.................... 32Tabel 2.5 Terapi Empirik Antibiotik Pasien Pneumonia Anak........................ 32Tabel 2.6 Dosis Antibiotik Pada Terapi Pneumonia Bakterial ........................ 33Tabel 5.1 Distribusi Usia Pasien ...................................................................... 51Tabel 5.2 Penyakit Penyerta Pasien Tuberkulosis Paru Komorbid Pneumonia ....................................................................................... 52Tabel 5.3 Frekuensi Penggunaan OAT pada Pasien ........................................ 52Tabel 5.4 Frekuensi Penggunaan Antibiotika yang Diberikan pada Pasien TB Paru Komorbid Pneumonia ....................................................... 53Tabel 5.5 Lama Penggunaan Antibiotika pada Setiap Pasien TB Paru Komorbid Pneumonia...................................................................... 54Tabel 5.6 Kesesuaian Terapi Antibiotika dengan Hasil Kultur Sputum (Pneumonia)..................................................................................... 57Tabel 5.7 Kesesuaian Dosis OAT dan Antibiotika yang Diberikan ................ 61Tabel 5.8 Identifikasi DRPs ............................................................................. 63Tabel 5.9 Kondisi Pasien pada Saat Keluar Rumah Sakit ............................... 64

  ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

  DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Algoritma Penatalaksanaan Pneumonia ....................................... 31Gambar 2.2 Penderita Yang Gagal Dengan Terapi Empirik............................ 34Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konseptual........................................................ 45Gambar 3.2 Bagan Kerangka Operasional....................................................... 46Gambar 5.1 Data Demografi Pasien Tuberkulosis Paru Komorbid Pneumonia Berdasarkan Jenis Kelamin...................................... 50Gambar 5.2 Data Demografi Pasien Tuberkulosis Paru Komorbid Pneumonia Berdasarkan Distribusi Usia Pasien ......................... 51Gambar 5.3 Data Demografi Hasil Kultur BTA pada Pasien Tuberkulosis Paru Komorbid Pneumonia......................................................... 60

  ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

DAFTAR SINGKATAN

  AB : Antibiotika BB : Berat Badan BCG : Bacillus Calmette-Guerin BTA : Basil Tahan Asam CAP : Community Acquired Pneumonia D5% : Dextrose 5% Depkes : Departemen Kesehatan DMP : Dextromethorphan DOTS : Directly Observed Treatment Short-course DRM : Dokumen Rekam Medik DRPs : Drug Related Problems DUS : Drug Utilization Study E : Etambutol ELIZA : Enzyme-Linked Immuno Sorbent Assay FDC : Fixed Dose Combination GD2PP : Gula Darah 2 jam Post Prandial GDP : Gula Darah Puasa H/INH : Isoniazid Hb : Hemoglobin HDL : High-Density Lipoprotein HT : Hipertensi

  IRNA : Instalasi Rawat Inap

  ISNBA : Infeksi Saluran Nafas Bawah Akut

  ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

  N : Nadi NS : Normal Saline OAT : Obat Anti Tuberkulosis PAP : Perosidase Anti Peroksidase PCR : Polymerase Chain Reaction PCT : Paracetamol PDPI : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Px : Pasien R : Rifampisin RALF : Restrictive Fragment Length Polymorphisms RR : Respiratory Rate RSU : Rumah Sakit Umum S : Streptomisin SGOT : Serum Glutamic-Oxaloacetic Transaminase SGPT : Serum Glutamic-Piruvic Transaminase SMRS : Sebelum Masuk Rumah Sakit SPS : Sewaktu Pagi Sewaktu TB : Tuberkulosis TD : Tekanan Darah Tx : Terapi WHO : World Health Organization Z : Piranzinamid

  ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Infeksi saluran pernafasan merupakan penyebab utama kematian dari populasi masyarakat di Amerika dan mengalami kenaikan sejak tahun 1954 sehingga alasan utama mayoritas pasien datang ke dokter. Infeksi saluran nafas bawah akut (ISNBA) di Amerika mempunyai prosentase kematian dan kesakitan yang mencapai 20% (Robert et al, 1964). Dari hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan tahun 2001, penyakit infeksi saluran nafas bawah menempati urutan kedua sebagai penyebab kematian (Dahlan, 2001).

  Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB akan menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya seperti meninges , tulang, sendi, saluran urogenital, dan kulit (Black, 1999). Kuman TB paru cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab (Dep. Kes. RI, 2001). Di dalam jaringan tubuh, kuman TB paru dapat bertahan lama yang diistilahkan dengan dormant selama beberapa tahun (Ward, 1996).

  Di Indonesia berdasarkan laporan WHO pada tahun 1999 diperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru TB dengan kematian TB paru sekitar 140.000. Diperkirakan pada setiap 100.000 penduduk terdapat 130 penderita baru TB paru BTA (Basil Tahan Asam) (+). Pada tahun 2002, penderita TB di Indonesia mencapai 555.000 kasus yang berarti 256 kasus setiap 100.000 penduduk, dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru. Penyakit TB

  ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

  2 aktivitasnya dengan dibagi menjadi tiga, yaitu obat bakterisidal (INH, rifampisin, piranzinamid), OAT dengan kemampuan sterilisasi (rifampisin, piranzinamid), dan OAT dengan kemampuan mencegah resistensi (rifampisin, dan INH, sedangkan streptomisin dan etambutol kuarang efektif) (Soedarsono, 2002). Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT terutama Rifampisin. Bila pengobatan tersebut diberikan secara tepat maka penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Pada tahap lanjutan, penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (WHO, 2003).

  Pengobatan dengan OAT pada pasien TB paru pada umumnya sudah mencapai terapi namun juga bisa mengalami kegagalan. Adapun yang menjadi sebab kegagalan pengobatan antara lain : karena kombinasi obat tidak sesuai, dosis obat tidak adekuat, kepatuhan penderita yang rendah, jangka waktu pengobatan yang kurang semestinya, sehingga menyebabkan terjadinya resistensi obat dan karena faktor penyakitnya (lesi paru yang sakit terlalu luas/sakit berat, penyakit lain yang menyertai, dan adanya gangguan imunologis) (Bahar, 2001). Adapun dalam penelitian ini, pasien TB paru juga menderita penyakit penyerta yang lain yaitu pneumonia.

  Pneumonia merupakan suatu keadaan inflamasi akut pada parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan, 2001). Penyebab utama pneumonia pada orang dewasa adalah akibat infeksi bakteri (Hippenstiel et al., 2006). Bakteri penyebab pneumonia bisa

  ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

  3 Pneumonia penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskular dan tuberkulosis (TB). Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian (WHO, 2005). Angka kematian pasien pneumonia yang dirawat inap di rumah sakit berkisar antara 20-35% (Dinkes, 2008). Pada pasien pasca bedah, peminum alkohol, dan penderita penyakit pernafasan kronik atau infeksi virus termasuk kelompok yang rentan terserang penyakit ini (Wilson, 1994). Gejala yang timbul akibat pneumonia pada kebanyakan orang antara lain seperti gejala flu biasa kemudian diikuti dengan demam tinggi (kadang mencapai 40°C), menggigil, dan batuk berdahak. Dahak biasanya tidak berwarna dan kadang- kadang disertai nyeri dada. Pada kondisi tertentu, warna kulit pasien berubah menjadi kebiruan atau keunguan (disebut sianosis) sebagai akibat kekurangan oksigen dalam darah (Schiffman, 2007).

  Pemilihan obat untuk terapi pneumonia diberikan berdasarkan organisme penyebab infeksi, usia, dan status klinik pasien (Bennet, 2007). Pengobatan umum penderita pneumonia biasanya merupakan pemberian antibiotika yang efektif terhadap organisme tertentu, terapi oksigen untuk menanggulangi hipoksemia dan pengobatan komplikasi (Dahlan, 2001). Golongan antibiotika yang diberikan pada pasien biasanya golongan makrolid, azalid, tetrasiklin, penisilin, sefalosporin spektrum luas, fluoroquinolon, dan aminoglikosida. Seringkali komplikasi dan mortilitas dikaitkan dengan jenis organisme yang mengakibatkan infeksi. Mortalitas penderita bakteremia sekitar dua kali lebih besar daripada kasus tanpa bakteremia. Bakteremia dapat menimbulkan lesi metastatik yang mengakibatkan keadaan seperti meningitis, endokarditis bakterialis dan peritonitis (Wilson, 1997).

  Dengan begitu banyak golongan obat yang diberikan, tentunya harus

  ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

  4 tuberkulosis paru komorbid pneumonia. Penelitian ini akan dilakukan di ruang rekam medik di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang.

  1.2 Rumusan Masalah Dari tinjauan latar belakang di atas, dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu “Bagaimana kombinasi penggunaan OAT dan antibiotika pada pasien rawat inap dengan diagnosa tuberkulosis paru komorbid pneumonia di RSU Dr. Saiful Anwar Malang”.

  1.3 Tujuan Penelitian

  1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui pola terapi kombinasi obat pada pasien penderita tuberkulosis paru komorbid pneumonia.

  1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui profil terapi secara umum pada pasien dengan diagnosa tuberkolosis paru komorbid pneumonia.

  2. Mengetahui jenis terapi obat yang diberikan pada pasien dengan diagnosa tuberkulosis paru komorbid pneumonia (rute, dosis, aturan pakai, dan lama pengobatan).

  3. Melihat kesesuaian antara data klinik dan data laboratorium dengan terapi yang diberikan pada pasien dengan diagnosa tuberkulosis paru komorbid pneumonia.

4. Mengidentifikasi Drug Realted Problems (DRPs) yang terjadi.

1.4 Manfaat Penelitian

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan :

  ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis

2.1.1 Batasan dan Etiologi Tuberkulosis

  Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Mycobacterium berbentuk batang dan mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap tuberculosis asam pada pewarnaan sehingga disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA) (Black, 1999). Kuman TB paru cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab (Dep. Kes. RI, 2001). Di dalam jaringan tubuh, kuman TB paru dapat bertahan lama yang diistilahkan dengan dormant selama beberapa tahun. Dari sifat dormant ini, kuman TB dapat bangkit lagi dan menjadikan penyakit TB menjadi aktif lagi (Zulkifli et al, 2006).

  Sebagian besar dinding sel Mycobacterium tuberculosis terdiri dari asam lemak (lipid), kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan asam (asam alkohol) dan juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Di dalam jaringan, kuman TB hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositosis kemudian disenangi karena banyak mengandung lipid. Sifat lain dari kuman TB adalah aerob. Menunjukkan bahwa kuman TB menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigen. Dalam hal ini, tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal ini

  ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

  6 Terdapat 4 faktor yang berkontribusi pada transmisi mikroorganisme via udara : (1) jumlah mikroorganisme yang dikeluarkan, (2) konsentrasi mikroorganisme di udara, (3) lama waktu paparan terhadap udara yang terkontaminasi, dan (4) imunitas individu yang terpapar. Individu yang kekebalan tubuhnya menurun, seperti pasien HIV, cenderung lebih mudah terjangkit TB (Bang, 2009).

  Selain kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui sistem pernafasan, kuman TB dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya (Price, 1995).

  Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, penyakit ini makin mudah ditularkan ke orang lain. Bila hasil pemeriksaan negatif (tidak terlihat kuman) maka dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB paru ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Isselbacher, 1995).

2.1.2 Klasifikasi Penyakit dan Tipe Penderita Tuberkulosis

  Empat hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan klasifikasi kasus yaitu :

  • Organ tubuh yang terkena penyakit, paru, atau ekstra paru.
  • Hasil pemeriksaan dahak secara mikrobiologi langsung dari tiga kali

    spesimen yaitu TB paru BTA positif, TB paru BTA negatif.

  • • Riwayat pengobatan sebelumnya : baru atau sudah pernah diobati.

  • Tingkat keparahan penyakit : ringan atau berat (Soedarsono, 2002).

  Atas dasar tersebut diatas maka klasifikasi TB dapat dibagi menjadi :

  ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

  7 positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif, dan boleh satu spesimen dahak SPS positif dan disertai bukti kultur positif untuk Mycobacterium tuberculosis.

  b.

  Tuberkulosis Paru BTA Negatif Apabila dijumpai kasus TB paru yang tidak memenuhi kriteria TB paru BTA positif. Diagnosa TB paru BTA negatif haruslah memenuhi ketentuan berikut yaitu : pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. TB paru BTA negatif rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgen dada memperlihatkan lesi yang luas (far advanced ), dan ringan apabila gambaran foto toraks menunjukkan lesi yang minimal (minimal lesion) (Soedarsono, 2002).

2.1.2.2 Tuberkulosis Ekstra Paru

  Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru misalnya : pleura, selaput otak, selaput jantung, kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. TB ekstra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya yaitu : a. TB Ekstra Paru Ringan Misalnya TB kelenjar limfe, pleuritis eksudative unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

  b.

  TB Ekstra Paru Berat Misalnya meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudative duplex , TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing, dan alat kelamin (Soedarsono, 2002).

  ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

  8 b. Kambuh (relaps) Penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.

  c. Pindahan (transfer in) Penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu daerah lain dan kemudian pindah berobat ke daerah ini. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah.

  d.

  Gagal Penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan kelima (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau lebih, dan penderita dengan hasil BTA negatif rontgen positif menjadi BTA positif pada akhir bulan kedua pengobatan.

  e. Kasus berobat setelah lalai Penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita

tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dalam BTA positif.

  f. Lain-lain Semua penderita TB yang tidak memenuhi kriteria sebelumnya. Termasuk dalam kelompok ini kasus kronik yaitu penderita TB yang BTA-nya masih positif setelah menyelesaikan siklus pengobatan ulang dengan regimen yang sesuai dan dengan pengawasan yang ketat (Soedarsono, 2002).

2.1.3 Patofisiologi Tuberkulosis Paru

  Paparan TB paru menjadi melalui udara oleh individu yang menderita TB pada tahap infeksius. Ketika dihirup, kuman TB akan tertinggal pada bagian

  ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

  9 Bakteri TB tumbuh di dalam tubuh selama 2-12 bulan hingga mencapai jumlah sebesar 1000 hingga 10000. Jumlah ini cukup untuk memicu respon imun seluler yang dapat dideteksi dengan tes tuberculin pada kulit. Organisme ini menyebar didalam tubuh melalui sistem limfatik menuju nodus limfa hiler dan kemudian masuk ke peredaran darah menuju tempat-tempat yang lebih jauh seperti sumsum tulang, hepar, limpa, ginjal, dan otak (Bang, 2009).

2.1.4 Patogenesis Tuberkulosis

2.1.4.1 Tuberkulosis Primer

  Penularan TB paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selam 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap, kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhirup oleh orang sehat, maka bakteri akan menepel pada saluran nafas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar apabila ukuran partikel <5 µm. kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya (Zulkifli et al , 2006).

  Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Bakteri TB dapat terbawa ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Apabila sampai masuk arteri pulmonalis

  ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

  10

  • Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi.
  • Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, klasifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya >5 mm dan ± 10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi kuman yang dormant .
  • Berkomplikasi dan menyebar secara : (a) Per kontinuitatum, yakni menyebar sekitarnya; (b) Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru sebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus; (c) Secara limfogen, ke organ tubuh lainnya; atau (d) Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya (Zulkifli et al, 2006).

2.1.4.2 Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder)

  Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun- tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi TB dewasa (TB post primer = TB pasca primer = TB sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. TB sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, dan gagal ginjal. TB sekunder ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal-posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru. Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3- 10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel Histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat (Zulkifli et al, 2006).

  TB sekunder juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua (elderly tuberculosis). Tergantung dari jumlah kuman,

  ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

  11 Apabila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadi kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas kronik. Terjadinya kavitas karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses sitokin dengan TNF-nya (Zulkifli et al, 2006). Sarang secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang yakni : (1) Sarang yang sudah sembuh. Sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan lagi; (2)

  Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap dan sempurna; (3) Sarang yang berada antara aktif dan sembuh. Sarang bentuk ini dapat sembuh spontan, tetapi mengingat kemungkinan terjadinya eksaserbasi kembali, sebaiknya diberi pengobatan yang sempuna juga (Zulkifli et al, 2006).

2.1.5 Manifestasi Klinik

  Infeksi Tuberkulosis primer biasanya asimtomatik. Terjadinya pneumonitis non spesifik yang khas di zona paru tengah atau bawah. Kelenjar limfe hilus biasanya membesar dan pada anak kadang sudah cukup untuk menyebabkan obstruksi bronkus. Pada daerah yang prevalensinya rendah infeksi primer mungkin tidak terjadi sebelum masa dewasa. Infeksi primer dapat langsung berkembang menjadi penyakit klinis yang memiliki gambaran patologik penyakit reaktivasi. Reaktivasi TB paru merupakan penyakit kronik yang menyebabkan pengurusan badan. Banyak penderita yang berkeringat malam berlebihan beberapa kali seminggu (Isselbacher, 1995).

  Pada TB paru adanya infeksi tidak dapat dilihat dengan foto rontgen dada sampai terdapat cavity luas yang masif serta gejala pernafasan. Jika tidak

  ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

  12 gambaran yang khas. Cavity paru dapat bertahan walaupun kemoterapi yang efektif memberikan hasil pengobatan yang nyata. Cavity dapat menjadi sumber pendarahan selain menetapnya arteri pulmonalis terminal dalam kavitas, dan aspergiloma pada kavita TB kronik. Ruptur kavita TB pada rongga pleura dapat menyebabkan empiema TB dan fistula bronkopleura (Isselbacher, 1995).

  Batuk kronik merupakan gejala pernafasan yang utama. Sputum biasanya sedikit dan tidak purulen. Sering terjadi pendarahan dan biasanya hanya sedikit darah pada sputum. Jarang terjadi pendarahan yang masif dan mengancam jiwa. Gejala yang khas pada pemeriksaan fisik paru pada pasien TB paru hanya sedikit dan umumnya dapat diidentifikasi jika penyakitnya sudah meluas (Isselbacher, 1995).

  Adapun keluhan yang dirasakan pasien TB paru dapat bermacam-macam atau ada kebanyakan pasien TB paru ditemukan tanpa keluhan sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah : a.

  Demam Biasanya subfibril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang o panas badan dapat mencapai 40-41

  C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman TB yang masuk.

  b.

  Batuk atau batuk disertai darah Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang

  13

  Sesak nafas akan ditemukan pada tuberkulosis yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.

  d. Nyeri dada Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan nafasnya.

  e.

  Malaise Penyakit tuberkulosis paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia atau tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan menurun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dan lain-lain. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur (Zulkifli et al, 2006).

  Pada stadium dini penyakit TB paru biasanya tidak menampakkan adanya tanda atau gejala yang khas. Pemeriksaan penunjang biasanya dilakukan tes tuberkulin, pemeriksaan radiogram, dan pemeriksaan bakteriologik. Perlu ditekankan bahwa reaksi positif terhadap tes tuberkulin menandakan adanya infeksi tetapi tidak selalu menyatakan adanya penyakit klinis. Meskipun demikian, tes ini merupakan cara diagnosis yang penting untuk evaluasi pasien dan bermanfaat untuk menentukan prevalensi infeksi tuberkulosis pada suatu populasi (Price, 1995).

  Pemeriksaan dahak dengan mikrobiologi langsung untuk mengidentifikasi. Memegang peranan utama dalam diagnosis TB paru. Hal tersebut karena murah,

  ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

c. Sesak nafas Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas.

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

  ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

  14 hampir 20% penderita TB paru yang sputum BTA-nya positif tidak terdeteksi. Tiga kali pengambilan spesimen dilakukan dalam dua hari kunjungan pertama yaitu dengan cara : spot (sputum sewaktu saat kunjungan), morning (sputum pada keesokan harinya), dan spot (pada saat mengantarkan sputum pagi) atau dikenal dengan istilah SPS (sewaktu, pagi, sewaktu) (Soedarsono, 2002).

  Pemeriksaan darah rutin kurang spesifik. Laju endap darah (LED) penting sebagai indikator kestabilan penyakit sehingga dapat digunakan untuk evaluasi penyembuhan. Pemeriksaan serologi dilakuakan dengan metode ELIZA (Enzyme- ), Mycodot, PAP (Perosidase Anti Peroksidase).

  Linked Immuno Sorbent Assay Teknik lain untuk mengidentifikasi Mycobacterium tuberculosis dengan PCR (Polymerase Chain Reaction), RALF (Restrictive Fragment Length Polymorphisms ), LPM (Light Producing Mycobacterophage). Pemeriksaan histopatologi jaringan, diperoleh melalui transbronchial lung biopsy, transthoracal biopsy , biopsi paru terbuka, biopsi pleura, biopsi kelenjar, dan organ lain diluar paru. Diagnosis TB paruditegakkan bila jaringan menunjukkan adanya granuloma dengan perkejuan (Helmia et al, 2004).

2.1.7 Tinjauan Pencegahan dan Terapi Tuberkulosis

  Bacillus Calmette-Guerin (BCG) adalah vaksin dari kuman TB sapi yang dilemahkan. Penyuntikan dengan vaksinasi BCG akan menyebabkan terbentuknya fokus primer yang berdinding, berkapur, dan berbatas tegas. BCG mempunyai kemampuan untuk meningkatkan resistensi imunologis pada hewan dan manusia (Price, 1995).

  Vaksinasi dengan BCG biasanya menimbulkan sensitivitas terhadap tes tuberkulin. Derajat sensitivitasnya bervariasi tergantung strain BCG yang dipakai dan populasi yang divaksinasi. Tidak ada cara untuk membedakan reaksi yang

  ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

  15 limforetikular maligna seperti penyakit hodgkin, dan pada pasien-pasien yang mendapat terapi kortikosteroid (Price, 1995).

  Adapun dilakukan terapi TB paru pada pasien yang sudah terinfeksi. Tujuan pengobatan TB adalah untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah relaps, menurunkan penularan ke orang lain, dan mencegah terjadinya resistensi terhadap obat anti tuberkulosis (OAT). Untuk itu diperlukan OAT yang efektif dengan pengobatan jangka pendek. Standarisasi regimen untuk pengobatan tuberkulosis didasarkan pada rekomendasi WHO. Pengobatan TB paru memerlukan waktu lama karena sulit untuk membunuh kuman semi dormant (Helmia et al, 2004).

  Pada tahun 1991, WHO membagi terapi tuberkulosis menjadi 4 katergori yaitu: Kategori I, ditujukan terhadap :

  • Kasus baru dengan sputum positif
  • Kasus baru dengan bentuk TB berat

  Kategori II, ditujukan terhadap :

  • Kasus kambuh
  • Kasus gagal dengan sputum BTA positif

  Kategori III, ditujukan terhadap :

  • Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas
  • • Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I

    Kategori IV, ditujukan terhadap : TB kronik (Zulkifli et al, 2006).

  Beberapa pertimbangan yang menjadi dasar dibuatnya regimen OAT adalah : Pertama, secara eksperimental populasi kuman TB dalam lesi terdiri beberapa kelompok yaitu, kuman yang aktif mengadakan metabolisme, kuman

  ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga

  16 sterilisasi (rifampisin, piranzinamid), dan OAT dengan kemampuan mencegah resistensi (rifampisin dan INH, sedangkan streptomisin dan etambutol kurang efektif). Ketiga, bila kuman TB kontak dengan OAT maka pertumbuhannyaakan melemah dalam 2-3 hari kemudian akan aktif kembali. Bila hanya diberikan satu jenis OAT saja maka kuman yang sensitif akan turun jumlahnya dan kuman yang resisten akan naik, sehingga setelah beberapa waktu populasi kuman akan berubah menjadi kuman yang resisten saja. Hal tersebut yang diistilahkan dengan Fall and Rise Pnenomena . Keempat, adanya evolusi timbulnya strain yang resisten terhadap OAT (Soedarsono, 2002).

Dokumen yang terkait

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA GOLONGAN SEFALOSPORIN PADA PASIEN PNEUMONIA PEDIATRI RAWAT INAP (Penelitian Dilakukan di RSU Dr. Saiful Anwar Malang)

0 17 34

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA AMPISILIN PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH (Penelitian Dilakukan di Instalasi Rawat Inap RSU Dr. Saiful Anwar Malang)

1 53 30

STUDI PENGGUNAAN ASAM TRANEKSAMAT PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DENGAN HEMOPTISIS (Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap RSU Karsa Husada Batu)

3 26 30

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA GOLONGAN KUINOLON PADA PASIEN SIROSIS DENGAN SBP (Spontaneous Bacterial Peritonitis) Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang

1 50 24

STUDI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS (OAT) PADA PASIEN HIV/AIDS DENGAN INFEKSI OPORTUNISTIK TUBERKULOSIS (Penelitian di RSUD dr. Saiful Anwar Malang) PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2016

0 26 27

STUDI PENGGUNAAN KOMBINASI DOSIS TETAP (KDT) PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU (Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap RSU Karsa Husada Batu)

1 22 26

HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS PARU DENGAN KADAR SGPT PADA PASIEN TUBERKULOSIS DI RSUD ABDUL MOELOEK

14 58 52

View of KADAR ASAM URAT PADA PASIEN TUBERKULOSIS DENGAN TERAPI OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) DI PUSKESMAS CEMPAKA MARET 2017

0 0 5

STUDI PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK ( Penelitian dilakukan pada Pasien Rawat inap Di IRNA I RSSA Malang ) Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 125

STUDI PENGGUNAAN OBAT KEMOTERAPI PADA PASIEN KANKER PARU (Penelitian Dilakukan pada Pasien Instalasi Rawat Inap Medik Ruang Paru Laki dan Wanita RSU Dr. Soetomo Surabaya) Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 162