STUDI PENGGUNAAN ASAM TRANEKSAMAT PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DENGAN HEMOPTISIS (Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap RSU Karsa Husada Batu)

(1)

SKRIPSI

NOVI FACHRUNNISA

STUDI PENGGUNAAN ASAM TRANEKSAMAT

PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU

DENGAN HEMOPTISIS

(Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap RSU

Karsa Husada Batu)

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


(2)

ii

Lembar Pengesahan

STUDI PENGGUNAAN ASAM TRANEKSAMAT

PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DENGAN

HEMOPTISIS

(Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap RSU Karsa

Husada Batu)

SKRIPSI

Dibuat untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Malang 2016

Oleh:

NOVI FACHRUNNISA NIM: 201210410311051

Disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Hidajah Rachmawati, S.Si., Apt., Sp.FRS. Apt., MS.


(3)

iii

Lembar Pengujian

STUDI PENGGUNAAN ASAM TRANEKSAMAT

PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DENGAN

HEMOPTISIS

(Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap RSU Karsa

Husada Batu)

SKRIPSI

Telah diuji dan dipertahankan di depan tim penguji Pada tanggal 14 Mei 2016

Oleh:

NOVI FACHRUNNISA NIM: 201210410311051

Tim Penguji:

Penguji I Penguji II

Hidajah Rachmawati, S.Si., Apt., Sp.FRS. Apt., MS. NIP UMM: 144.0609.0449 NIP: 195809111986011001

Penguji III Penguji IV

Dra. Lilik Yusetyani, Apt., Sp.FRS. Nailis Syifa’, S.Farm., M.Sc., Apt.


(4)

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil‘alamin, dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul STUDI PENGGUNAAN ASAM TRANEKSAMAT PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DENGAN HEMOPTISIS (Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap RSU Karsa Husada Batu) sebagai persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak mungkin akan terwujud apabila tidak ada bantuan, bimbingan dan kerjasama yang ikhlas dari berbagai pihak sehingga tidak lupa penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, kemudahan dan kelancaran kepada penulis selama proses pengerjaan skripsi ini.

2. Bapak Yoyok Bekti Prasetyo, S.Kep., M.Kep., Sp.Kom. selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.

3. Ibu dr. Tries Anggraini, M.Kes selaku Direktur Rumah Sakit Umum Karsa Husada Batu beserta jajarannya yang berkenan menerima dan mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian skripsi di bagian rekam medik.

4. Ibu Nailis Syifa’, S.Farm., Apt., M.Sc. selaku Ketua Program Studi Farmasi

Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memberikan motivasi dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk selalu belajar di Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang.

5. Ibu Hidajah Rachmawati, S.Si., Apt., Sp.FRS. selaku pembimbing I dan Bapak Drs. Didik Hasmono, Apt., MS. selaku pembimbing II yang selalu meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan arahan-arahan dan masukan yang membangun kepada penulis demi kesempurnaan skripsi ini.


(5)

v

6. Ibu Dra. Lilik Yusetyani, Apt., Sp.FRS. dan Ibu Nailis Syifa’, S.Farm., Apt.,

M.Sc. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan-masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

7. Ibu Siti Rofida, S.Si., M.Farm., Apt. selaku dosen wali yang selalu memberikan arahan dan nasehat selama penulis menuntut ilmu di Program Studi Farmasi. 8. Bapak Ibu Dosen Program Studi Farmasi yang telah mengajarkan penulis

banyak sekali ilmu pengetahuan yang bermanfaat sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan sarjana.

9. Ungkapan terima kasih yang tulus penulis pesembahkan untuk kedua orang tua tercinta, Ayahanda Ir. Fakhrudin A. Wahab, M.Si dan Ibunda Siti Suharni, A.Md. yang selalu mendoakan dan mencurahkan segenap kasih sayang yang tak terbatas serta memberi dukungan dan motivasi selama menempuh pendidikan.

10. Saudara penulis, Annis Hardianty dan Lina Fachrunia yang memberikan

support yang luar biasa, kesabaran dalam menghadapi penulis, serta telah memberikan doa demi kelancaran skripsi ini.

11. Teman-teman seperantauan dari kabupaten Dompu-NTB, Didit, Irman, Rizal, Agus, Dewi, Ugi dan Yaya yang selalu ada menemani, menyemangati dan membantu penulis selama menempuh pendidikan di Malang.

12. Teman-teman seperjuangan skripsi Retno, Ivone, Noviar, Ana, Hafiz, Pipit, Defri, Ikhsan, Ririn, Fitri, Amel, Aulia, Nada, Nadia yang menjadi saingan belajar sekaligus memotivasi selama perkuliahan dan dalam penyelesaian skripsi ini.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan dan dukungannya selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu pengetahuan di bidang kefarmasian.

Malang, Mei 2016


(6)

vi

RINGKASAN

Dalam Global Tuberculosis Report 2013 oleh World Health Organization bahwa terdapat 8,6 juta kasus Tuberkulosis baru di tahun 2012 dan 1,3 juta kematian akibat Tuberkulosis (WHO, 2013). Angka kejadian tuberkulosis dengan hemoptisis masif di Indonesia diperkirakan hanya berkisar 5% sampai 15% dari total kasus, namun tetap harus memerlukan penanganan dan manajemen yang efektif (Irfa et al., 2014). Tanpa perawatan yang tepat, pasien tuberkulosis dengan menifestasi hemoptisis memiliki tingkat kematian hingga 50-100% (Patel et al., 2015). Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis dan dapat menginfeksi organ lain namun biasanya menginfeksi paru-paru (Harrison et al., 2015). Di negara berkembang, tuberkulosis merupakan penyebab utama terjadinya hemoptisis khususnya di Indonesia (Irfa et al., 2014). Hemoptisis (batuk darah) adalah gejala batuk berdarah yang berasal dari paru-paru. Darah yang khususnya berasal dari bronkiolus dan alveolus biasanya berwarna merah muda, bercampur sputum dan kadang berbusa (Grace & Borley, 2006). Volume ekspektorasi sejumlah besar darah yaitu sekitar 100 sampai 1000 ml darah, sehingga ini merupakan keadaan darurat yang mengancam jiwa dan diperlukan penanganan yang intensif (Larici et al., 2014). Tujuan dari penatalaksanaan hemoptisis secara umum adalah untuk mengurangi baik durasi maupun volume batuk berdarah (Moen et al., 2013). Antifibrinolitik telah menjadi terapi farmakologis utama karena telah terbukti dalam meningkatkan hemostatis di berbagai pendarahan (Prutsky et al., 2013). Asam traneksamat merupakan agen antifibrinolitik yang dapat mengganggu disolusi fibrin, sehingga dapat digunakan untuk mencegah perdarahan atau dengan kata lain dapat mengobati perdarahan yang berhubungan dengan fibrinolisis yang berlebihan (Ah-see et al., 2014). Mekanisme kerja dari asam traneksamat terutama dengan menghambat ikatan plasminogen dan plasmin pada fibrin, sehingga mencegah terjadinya lisis bekuan fibrin (Sweetman, 2009).

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Karsa Husada Batu periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2015 dengan metode penelitian observasional retrospektif dan penyajian data yang secara deskriptif. Kriteria inklusi meliputi pasien yang didiagnosa tuberkulosis paru dengan manifestasi hemoptisis dan mendapatkan terapi asam traneksamat. Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk mempelajari pola penggunaan asam traneksamat terkait dosis, rute, dan lama penggunaan terapi yang dikaitkan dengan data laboratorium dan data klinik pasien.

Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh data Rekam Medik Kesehatan (RMK) sebanyak 23 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dengan data demografi jenis kelamin pasien tuberkulosis dengan hemoptisis laki-laki sebesar 43% (10 pasien) dan perempuan sebesar 57% (13 pasien), dimana jumlah terbanyak direntang usia 47-62 tahun 57% (13 pasien), sedangkan untuk status asuransi pasien saat Masuk Rumah Sakit (MRS) dengan diagnosa tuberkulosis dengan hemoptisis yang terbanyak adalah pada pasien dengan status asuransi umum sebanyak 55% (18 pasien) dan status asuransi JKN sebanyak 45% (15 pasien). Terkait diagnosa penyerta pasien tuberkulosis paru dengan hemoptisis yang paling banyak yaitu pneumonia 54% (20 pasien).


(7)

vii

Pola penggunaan asam traneksamat yang digunakan yaitu tunggal sebanyak 32 pasien (84%) dan kombinasi sebanyak 6 pasien (16%). Pola penggunaan terapi tunggal asam traneksamat dengan persentase tertinggi yaitu asam traneksamat (3x500mg) IV sebanyak 21 pasien (66%). Pola penggunaan terapi kombinasi asam traneksamat dengan persentase tertinggi yaitu kombinasi asam traneksamat dengan karbazokrom Na sulfonat sebanyak 4 pasien (67%). Dapat disimpulkan terapi penggunaan asam traneksamat terkait dosis, rute dan lama penggunaan terapi sesuai dengan guideline.


(8)

viii

ABSTRACT

STUDY OF TRANEXAMIC ACID IN PATIENTS WITH PULMONARY TUBERCULOSIS WITH HEMOPTYSIS

(Research at Inpatient Installation of Karsa Husada Hospital in Batu) Novi Fachrunnisa(1), Hidajah Rachmawati(2), Didik Hasmono(3)

Background: Tuberculosis is an infectious caused by Mycobacterium tuberculosis

and usually infect the lung. Tuberculosis is the most common cause of hemoptysis, that is expectoration of blood from the lower respiratory tract. Tranexamic acid can be used to control bleeding in pulmonary tuberculosis, its mechanism of action to inhibit binding plasminogen and plasmin on fibrin as to prevent of a fibrin clot lysis. Objective: Studied the utilization of tranexamic acid include dose, route and duration of therapy associated with laboratory data and clinical data of patients. Methods: Research conducted at Installation of Inpatient Karsa Husada Hospital on period from January 1st to Desember 31st 2015 with retrospective observational

research methods and the presentation of data by descriptive.

Result and Conclusion: Utilization of tranexamic acid as a single therapy as many as 32 patients (84%) and combination therapy as many as 6 patients (16%). The most dominant of single therapy is tranexamic acid (3x500mg) by IV as many as 21 patients (66%), and the most dominant of combination therapy is tranexamic acid + carbazochrome sodium sulfonate as many as 4 patients (67%). Inferential, the dose, route and duration of tranexamic acid was appropiate according to some existing guidelines.

Keywords: Pulmonary tuberculosis, hemoptysis, tranexamic acid

1,2 Pharmacy Department, Health Science Faculty, University of Muhammadiyah Malang,

Malang, Indonesia


(9)

ix

ABSTRAK

STUDI PENGGUNAAN ASAM TRANEKSAMAT PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DENGAN HEMOPTISIS

(Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap RSU Karsa Husada Batu) Novi Fachrunnisa(1), Hidajah Rachmawati(2), Didik Hasmono(3)

Latar Belakang: Tuberkulosis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis dan biasanya menginfeksi paru-paru. Tuberkulosis merupakan penyebab utama terjadinya hemoptisis, yaitu ekspektorasi darah yang berasal dari saluran pernafasan bagian bawah. Asam traneksamat dapat digunakan untuk mengontrol perdarahan pada tuberkulosis paru, mekanisme kerjanya dengan menghambat ikatan plasminogen dan plasmin pada fibrin sehingga mencegah terjadinya lisis dari bekuan fibrin.

Tujuan: Mempelajari pola penggunaan asam traneksamat terkait dosis, rute dan lama penggunaan terapi yang dikaitkan dengan data laboratorium dan data klinik pasien.

Metode: Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Karsa Husada Batu periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2015 dengan metode penelitian observasional retrospektif dan penyajian data yang secara deskriptif.

Hasil dan Kesimpulan: Pola penggunaan asam traneksamat yang digunakan yaitu tunggal sebanyak 32 pasien (84%) dan kombinasi sebanyak 6 pasien (16%). Pola penggunaan terapi tunggal asam traneksamat dengan persentase tertinggi yaitu asam traneksamat (3x500mg) IV sebanyak 21 pasien (66%). Pola penggunaan terapi kombinasi asam traneksamat dengan persentase tertinggi yaitu kombinasi asam traneksamat dengan karbazokrom Na sulfonat sebanyak 4 pasien (67%). Dapat disimpulkan terapi penggunaan asam traneksamat terkait dosis, rute dan lama penggunaan terapi sesuai dengan guideline.

Kata Kunci: Tuberkulosis paru, hemoptisis, asam traneksamat

1,2 Program Studi Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Malang,

Malang, Indonesia


(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PENGUJIAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

RINGKASAN ... vi

ABSTRACT ... viii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ...x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ...xv

DAFTAR SINGKATAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Rumusan Masalah ...4

1.3 Tujuan Penelitian ...4

1.3.1 Tujuan Umum ...4

1.3.2 Tujuan Khusus ...4

1.4 Manfaat Penelitian ...5

1.4.1 Bagi Peneliti ...5

1.4.2 Bagi Rumah Sakit ...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...6

2.1 Paru ...6

2.1.1 Struktur Paru ...6

2.1.2 Pertukaran Gas pada Paru-paru ...8

2.1.3 Fungsi Paru ...10

2.2 Tuberkulosis Paru dengan Manifestasi Hemoptisis ...10

2.2.1 Definisi Tuberkulosis Paru dan Hemoptisis ...10

2.2.1.1 Definisi Tuberkulosis Paru ...10

2.2.1.2 Definisi Hemoptisis ...11

2.2.2 Epidemiologi Tuberkulosis Paru dan Hemoptisis...11

2.2.2.1 Epidemiologi Tuberkulosis Paru ...11

2.2.2.2 Epidemiologi Hemoptisis ...12


(11)

xi

2.2.3.1 Etiologi Tuberkulosis Paru ...12

2.2.3.2 Etiologi Hemoptisis ...13

2.2.4 Patofisiologi Tuberkulosis Paru dan Hemoptisis ...13

2.2.4.1 Patofisiologi Tuberkulosis Paru...13

2.2.4.1.1 Tuberkulosis Primer...13

2.2.4.1.1.1 Tahap Infeksi ...14

2.2.4.1.1.2 Tahap Infeksi TB Laten ...15

2.2.4.1.2 Tuberkulosis Sekunder ...16

2.2.4.2 Patofisiologi Hemoptisis...17

2.2.5 Klasifikasi Tuberkulosis ...18

2.2.5.1 Klasifikasi Berdasarkan Tingkatan Infeksi...18

2.2.5.2 Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Infeksi ...18

2.2.5.3 Klasifikasi Berdasarkan Tipe Penderita ...19

2.2.6 Manifestasi Klinis Tuberkulosis Paru ...19

2.2.7 Diagnosis Tuberkulosis Paru ...20

2.2.7.1 Foto Toraks ...20

2.2.7.2 Pemeriksaan Sputum ...21

2.2.7.3 Uji Tuberkulin...22

2.2.8 Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru dan Hemoptisis ...22

2.2.8.1 Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru...22

2.2.8.1.1 Obat Anti Tuberkulosis...22

2.2.8.1.2 Rejimen Pengobatan Tuberkulosis ...23

2.2.8.2 Penatalaksanaan Hemoptisis...26

2.2.8.2.1 Hemostatik Sistemik ...28

2.2.8.2.1.1 Vitamin K ...28

2.2.8.2.1.2 Asam Traneksamat ...29

BAB III KERANGKA KONSEP...35

3.1 Kerangka Konseptual ...35

3.2 Kerangka Operasional ...36

BAB IV METODE PENELITIAN ...37

4.1 Rancangan Penelitian ...37

4.2 Populasi dan Sampel ...37

4.2.1 Populasi ...37

4.2.2 Sampel...37

4.2.3 Kriteria Inklusi ...37


(12)

xii

4.3 Bahan Penelitian...38

4.4 Instrumen Penelitian...38

4.5 Tempat dan Waktu Penelitian ...38

4.6 Definisi Operasional Penelitian...38

4.7 Metode Pengumpulan Data ...39

4.8 Analisis Data ...40

BAB V HASIL PENELITIAN...41

5.1 Data Demografi Pasien Tuberkulosis Paru dengan Hemoptisis ...42

5.1.1 Jenis Kelamin Pasien Tuberkulosis Paru dengan Hemoptisis ...42

5.1.2 Usia Pasien Tuberkulosis Paru dengan Hemoptisis ...42

5.1.3 Status Asuransi Pasien Tuberkulosis Paru dengan Hemoptisis ...42

5.2 Diagnosa Penyerta Pasien Tuberkulosis Paru dengan Hemoptisis ...43

5.3 Profil Terapi Hemostatik Pasien Tuberkulosis Paru dengan Hemoptisis ...44

5.3.4 Lama Terapi Asam Traneksamat pada Pasien Tuberkulosis Paru dengan Hemoptisis...47

5.4 Distribusi Terapi Lain Pasien Tuberkulosis Paru dengan Hemoptisis ...47

5.6 Kondisi Pasien Keluar Rumah Sakit (KRS)...48

BAB VI PEMBAHASAN ...49

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ...56

7.1 Kesimpulan ...56

7.2 Saran...56

DAFTAR PUSTAKA ...57


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

II.1 Dosis yang direkomendasikan untuk pengobatan intensif

tuberkulosis pasien dewasa ... 23

II.2 Dosis yang direkomendasikan untuk pengobatan intensif tuberkulosis pasien anak... 23

II.3 Dosis untuk OAT KDT kategori 1 ... 24

II.4 Dosis untuk OAT Kombipak kategori 1 ... 24

II.5 Dosis untuk OAT KDT kategori 2 ... 25

II.6 Dosis untuk OAT Kombipak kategori 2 ... 25

II.7 Nama dagang, kandungan dan bentuk sediaan asam traneksamat di Indonesia ... 32

V.1 Jenis kelamin pasien tuberkulosis paru dengan manifestasi hemoptisis... 42

V.2 Distribusi diagnosa penyerta pasien tuberkulosis paru dengan manifestasi hemoptisis ... 43

V.3 Distribusi profil terapi hemostatika pada pasien tuberkulosis paru dengan manifestasi hemoptisis ... 44

V.4 Distribusi terapi tunggal asam traneksamat pada pasien tuberkulosis paru dengan manifestasi hemoptisis ... 44

V.5 Distribusi kombinasi asam traneksamat dengan obat hemostatik lain yang diterima pasien tuberkulosis paru dengan manifestasi hemoptisis ... 45

V.6 Profil switching rute, dosis dan jenis hemostatika pada pasien tuberkulosis paru dengan manifestasi hemoptisis ... 46

V.7 Terapi lain pasien tuberkulosis paru dengan manifestasi hemoptisis... 47

V.8 Distribusi lama prawatan pasien tuberkulosis paru dengan manifestasi hemoptisis ... 48

V.9 Distribusi kondisi pasien tuberkulosis paru dengan manifestasi hemoptisis ... 48


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Struktur Paru ... 6

2.2 Unit Pernapasan ... 7

2.3 Penampang dinding alveolar dan pasokan vaskularnya... 8

2.4 Sirkulasi pernapasan eksternal dan selular ... 9

2.5 Patofisiologi tuberkulosis... 14

2.6 Pembentukkan beberapa kavitas pada TB paru ... 16

2.7 Segmen bronkopulmonalis dan struktur alveolus dalam satu lobulus ... 17

2.8 Alur diagnosis TB paru ... 21

2.9 Pendekatan umum untuk mengelola hemoptisis non masif . 26 2.10 Pendekatan umum untuk mengelola hemoptisis masif ... 27

2.11 Mekanisme kerja dari antifibrinolitik ... 30

5.1 Skema inklusi dan eksklusi pasien tuberkulosis paru dengan manifestasi hemoptisis ... 41

5.2 Distribusi usia pasien tuberkulosis paru dengan manifestasi hemoptisis ... 42

5.3 Diagram distribusi status asuransi pasien tuberkulosis paru dengan manifestasi hemoptisis ... 43

5.4 Distribusi lama penggunaan asam traneksamat pada pasien tuberkulosis paru dengan manifestasi hemoptisis ... 47


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Daftar Riwayat Hidup ... 64 2 Surat Pernyataan ... 65 3 Keterangan Kelaikan Etik ... 66 4 Daftar Nilai Normal Data Klinik dan Data Laboratorium ... 67 5 Lembar Pengumpul Data ... 68 6 Tabel Data Induk ... 115


(16)

xvi

DAFTAR SINGKATAN

AFB : Acid-Fast Bacillus

BAE : Bronchial Arteriography and Embolization

BCG : Bacillus Calmette-Guѐrin

BGA : Blood Gas Analyze

BTA : Basil Tahan Asam

CAP : Community-Acquired Pneumonia

CT : Computed Tomography

CXR : Chest X-Ray

DIC : Disseminated Intravascular Koagulation

DM : Diabetes Melitus

DOT : Directly Observed Therapy

DTH : Delayed-Type Hypersensitivity

FDC : Fixed-Dose Combination

GG : Gliserin Guaiakolat

Hb : Hemoglobin

HCT : Hematocrit

IFN : Interferron

IL : Interleukin

ISO : Informasi Spesialite Obat

IV : Intravena

IVFD : Intravena Fluid Drip

JKN : Jaminan Kesehatan Nasional JPP : Jam Post Prandial

KDT : Kombinasi Dosis Tetap KRS : Keluar Rumah Sakit


(17)

xvii LED : Laju Endap Darah

LPD : Lembar Pengumpul Data Lpm : Liter per menit

LTBI : Latent Tuberculosis Infection

MDR : Multi Drug Resistent

MIMS : The Monthly Index of Medical Specialities

mmHg : Milimeter Hydrargyrum (milimeter merkuri) MRS : Masuk Rumah Sakit

NC : Nasal Canul

NRBM : Non-Rebreathing Mask

NS : Normal Saline

OAT : Obat Anti-Tuberkulosis OBH : Obat Batuk Hitam

PCR : Polymerase Chain Reaction

PMO : Pengawas Minum Obat

PO : Per Oral

PPD : Purified Protein Derivative

PRC : Packed Red-blood Cells

RCT : Randomized Controlled Trial

RFBC : Risk Factor for Bronchogenic Carsinoma

RHZES : Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Etambutol, Streptomisin

RL : Ringer Laktat

RMK : Rekam Medik Kesehatan RR : Respiratory Rate

SC : Subcutan

SGOT : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase

SGPT : Serum Glutamic Pyruvic Transaminase


(18)

xviii TA : Tranexamic Acid

TB : Tuberkulosis

TD : Tekanan Darah

TNF : Tumor Necrosis Factor

Tpm : Tetes per menit TST : Tuberculin Skin Test


(19)

57

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T. Y., Kamso, S., Basri, C., & Surya, A. (2007). Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis (2nd ed.). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Ah-see, K., Badminton, M., Bahl, A., Barnes, P., & Bilton, D. (2014). British

National Formulary (68th ed.). Birmingham: BMJ Group.

Alldredge, B. K., Corelli, R. L., Ernst, M. E., Guglielmo, B. J., & Jacobson, P. A.

(2013). Koda-Kimble & Young's Applied Therapeutics The Clinical Use of

Drugs (10th ed.). Philadelphia: Lippincott William & Wilkins.

Anggriani, Y., Purwanggana, A., Subhan, A., & Wardhani, R. P. (2012). Evaluasi

Penggunaan dan Biaya Obat Antihipertensi pada Pasien Hipertensi Rawat Inap di IRNA-B.Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 10 (2), 111-118.

Anonim. (2011). NDA (New Drug Application): Cyklokapron. New York: Pfizer

Injectables.

Anonim. (2013). Retrieved October 20, 2015, from World Health Organization: http://www.who.int/tb/country/data/profiles/en/

Anonim. (2014). National Tuberculosis Management Guidelines. Pretoria:

Department of Health Republic of South Africa.

Anonim. (2014). Scottish Palliative Care Guidelines Bleeding. Scotland: NHS

Scotland.

Anonim. (2014). Sepsis: Empiric Antibiotic Selection Pathway. Nebraska: The

Nebraska Medical Center.

Anonim. (2015). Infodatin Tuberkulosis. Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia.

Anonim. (2015). Medscape. Retrieved December 28, 2015, from

http://reference.medscape.com/drug/lysteda-tranexamic-acid-oral

Ariani, N. W., Rattu, A., & Ratag, B. (2015). Faktor-Faktor Yang Berhubungan

Dengan Keteraturan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Modayag, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. JIKMU Suplemen, 5(1).


(20)

58

Arumsari, M. D., & Budojo, P. P. (2010). TB Paru dan Gonitis TB pada Anak.

Maj Kedokt Indon, 60.

Baillargeon, J., Holmes, H. M., Lin, Y.-l., Raji, M. A., Sharma, G., & Kuo, Y.-F.

(2012). Concurrent Use of Warfarin and Antibiotics and the Risk of

Bleeding in Older Adults. Am J Med., 125(2), 183–189.

Bansal, R., & Sharma, P. K. (2012). Exaggerated Mantoux Raction in a Case of

Latent Tuberculosis Infection (LTBI).Indian J Tuberc, 59, 171-173.

Bartlett, J. G. (2012). Anaerobic Bacterial Infection of the Lung. J Anaerobe,

18(2), 235-239.

Braun, C. A., & Anderson, C. M. (2007). Pathophysiology Functional Alterations

in Human Health. Baltimore: Lippincott William & Wilkins.

Brunton, L., Chabner, B., & Knollman, B. (2011). Goodman & Gilman's The

Pharmacological Basis of Therapeutics (12th ed.). New York: Mc

Graw-Hill.

Calapai, G., Gangemi, S., Mannucci, C., Minciullo, P. L., Casciaro, M., Calapai, F.,

. . . Navarra, M. (2012). Systematic Review of Tranexamic Acid Adverse

Reactions.J Pharmacovigilance, 3, 2329-6887.

Carson, J. L., & Kleinman, S. (2016). Indications and Hemoglobin Thresholds

for Red Blood Cell Transfusion in the Adult. UpToDate, 44. Retrieved from http://www.uptodate.com/contents/

CDC. (2013). Centers for Disease Control and Prevention, Core Curriculum on

Tuberculosis: What the Clinician Should Know (6 ed.). Georgia, Amerika Serikat: Division of Tuberculosis Elimination. Retrieved from http://www.cdc.gov/tb/education/corecurr/pdf/corecurr_all.pdf

Chakraborty, S., Syal, K., Bhattacharyya, R., & Banerjee, D. (2014). Vitamin

Deficiency and Tuberculosis: Need for Urgent Clinical Trial for Managment of Tuberculosis.J Nutrition Health Food Sci, 2(2), 1-6. Dellinger, R. P., Levy, M. M., Rhodes, A., Annane, D., & Gerlach, H. (2013).

Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012.CCM Journal, 41, 580-637.

Delogu, G., Sali, M., & Fadda, G. (2013). The Biology of Mycobacterium


(21)

59

Depari, R. E., Swidarmoko, B., & Syahruddin, E. (2010). Discharge Criteria of

Patient with Hemoptysis and Evaluation for One Month in Persahabatan Hospial. J Respir Indo, 30(4).

Devine, M. J., & Radford, D. J. (2012). Treatment of haemoptysis in pulmonary

atresia with tranexamic acid.Cardiology in the Young, 1-2.

Dipiro, J. T., Wells, B. G., Schwinghammer, T. L., & Dipiro, C. V. (2015).

Pharmacotherapy Handbook (9th ed.). New York: Mc Graw-Hill

Education.

Dixit, R., Singh, N., & Gupta, R. C. (2013). Management Issues in Haemoptysis:

More Questions than Answers. J Chest Dis Allied Sci (Indian), 55, 237-238.

Djojodibroto, D. (2007). Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Dodds, L. J. (2010). Drug in Use (4th ed.). London: Pharmaceutical Press.

Gladwin, M., & Trattler, B. (2013). Clinical Microbiology Made Ridiculously

Simple (3rd ed.). New York: Amazon.

Godara, H., Hirbe, A., Nassif, M., Otepka, H., & Rosenstock, A. (2014). The Washington Manual of Medical Therapeutics (34th ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Gomella, L. G., Haist, S. A., & Adams, A. G. (2015). Clinician's Pocket Drug Reference. New York: Mc Graw-Hill.

Graaff, V. D., Alexander, M., Baker, F., Blem, L., & Burroughs, C. W. (2010).

Human Anatomy. New York: Mc Graw-Hill.

Grace, P. A., & Borley, N. R. (2006). At a Glance Ilmu Bedah (3rd ed.). Jakarta:

Erlangga Medical Series.

Grossman, R. F., Hsueh, P.-R., Gillespie, S. H., & Blasi, F. (2014).

Community-acquired Pneumonia and Tuberculosis: Differential Diagnosis and the Use of Fluoroquinolones.International Journal of Infectious Diseases, 18, 14-21. Retrieved from http://dx.doi.org/10.1016/j.ijid.2013.09.013

Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2015). Guyton and Hall Textbook of Medical

Physiology (30th ed.). Philadelphia: Elsevier.

Harrison, T. R., Kasper, D. L., Hauser, S. L., Jameson, J. L., & Fauci, A. S. (2015).

Harrison's Principles of Internal Medicine (19th ed.). New York: Mc Graw-Hill Education.


(22)

60

Hotmaida, M. A., Eff, A. R., & Rahmatillah, D. L. (2015, Maret). Drug Related

Problem in Patient With Tuberculosis Hemoptysis Disease at Persahabatan Hospital. International Journal of Pharmacy Teaching & Practices, 6(01), 1609-2092.

Hunter, R. L. (2011). Pathology of Post Primary Tuberculosis of the Lung: An

Illustrated Critical Review.NIH Public Access(91 (6)), 497–509.

Irfa, I., Medison, I., & Iriyani, D. (2014). Gambaran kejadian hemoptisis pada

pasien di Bangsal Paru RSUP Dr. M Djamil Padang Periode Januari 2011-Desember 2012.Jurnal Kesehatan Andalas, 3.

Kaihena, M. (2013). Propolis Sebagai Imunostimultor Terhadap Infeksi

Mycobacterium tuberculosis. Prosiding FMIPA Universitas Pattimura. Katzung, B. G., & Trevor, A. J. (2015). Basic & Clinical Pharmacology (13th ed.).

New York: Mc Graw-Hill.

Kusmiati, T., & Wulandari, L. (2011). Terapi Bedah pada Penderita dengan

Persistent Hemoptysis. Majalah Kedokteran Respirasi, 4 (1), 42-81. Larici, A. R., Franchi, P., Occhipinti, M., Contegiacomo, A., Ciello, A. d.,

Calandriello, L., . . . Bonomo, L. (2014). Diagnosis and management of

hemoptysis. Diagn Interv Radiol, 20, 299-309.

Loscalzo, J. (2010). Harrison's Pulmonary and Critical Care Medicine (17th ed.).

New York: Mc Graw-Hill.

Martini, F. H., Timmons, M. J., & Tallitsch, R. B. (2012). Human Anatomy (7th

ed.). Boston: Pearson Education.

Marx, J. A., Hockberger, R. S., Walls, R. M., Adams, J. G., Barsan, W. G., & Biros,

M. H. (2010). Rosen's Emergency Medicine Conceps and Clinical Practice

(7th ed.). Philadelphia: Mosby Elsevier.

Miranda, M. S., Breiman, A., Allain, S., Deknuydt, F., & Altare, F. (2012). The Tuberculous Granuloma: An Unsuccessful Host Defence Mechanism Providing a Safety Shelter for the Bacteria?Clinical and Developmental Immunology, 14.

Moen, C. A., Burrell, A., & Dunning, J. (2013). Does tranexamic acid stop

haemoptysis?Interactive CardioVascular and Thoracic Surgery, 1–4.

Mortaz, E., Varahram, M., Farnia, P., Bahadori, M., & Masjedi, M. R. (2012). New

Aspects in Immunopathology of Mycobacterium tuberculosis. ISRN Immunology, 11.


(23)

61

Murray, J. F., Nadel, J. A., & Mason, R. J. (2010). Murray & Nadel's Textbook of

Respiratory Medicine (5th ed.). Philadelphia: Saunders Elsevier.

Nawal, S. K., & Heda, M. R. (2013). Hemoptysis: A Prospective Analysis of 110

Cases. Asian Journal of Biomedical and Pharmaceutical Sciences, 3(21), 1-3.

Park, J.-H., Kim, S. J., Lee, A.-R., Lee, J.-K., Kim, J., Lim, H.-J., . . . Lee, S. W.

(2014). Diagnostic Yield of Bronchial Washing Fluid Analysis for

Hemoptysis in Patients with Bronchiectasis. Yonsei Med J, 55(3), 739-745.

Patel, R., Singh, A., Mathur, R. M., & Sisodiya, A. (2015). Emergency

Pneumonectomy: A Life-saving Measure for Severe Recurrent Hemoptysis in Tuberculosis Cavitary Lesion.Case Report Pulmonology, 4.

Primadi, O., Sitohang, V., Budijanto, D., Hardhana, B., & Soenardi, T. A. (2013).

Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Prutsky, G., Domecq, J. P., Salazar, C. A., & Accinelli, R. (2013). Antifibrinolytic

therapy to reduce haemoptysis from any cause. The Cochrane Collaboration, 1-18.

Ran, D. (2013). Carbazochrome Sodium Sulfonate and Tranexamic Acid for

the Treatment of Pulmonary Tuberculosis Hemoptysis. China Journal of Pharmaceutical Economics.

Ray, A., & Gulati, K. (2007). Currant Trends In Pharmacology. New Delhi: I.K

International Publishing House.

Saleh, A., Hebeish, M., Farias-Kovac, M., Klika, A. K., Patel, P., Suarez, J., &

Barsoum, W. K. (2014). Use of Hemostatic Agents in Hip and Knee

Arthroplasty A Critical Analysis Review. JBJS Reviews, 2(1).

Shafee, M., Abbas, F., Ashraf, M., Mengal, M. A., Kakar, N., Ahmad, Z., & Ali, F.

(2014). Hematological profile and risk factors associated with

pulmonary tuberculosis patients in Quetta, Pakistan. Pak J Med Sci, 30(1), 36-40.

Sherwood, L. (2015). Human Physiology From Cells to Systems (9th ed.).


(24)

62

Song, W., Cao, J., Xu, Y., Han, Z., Wen, H., & Cui, X. (2015). Hemoptysis due to

Aspirin Treatment Alternative to Warfarin Therapy in a Patient with Atrial Fibrillation. Intern Med, 54, 2615-2618.

Subuh, M., Priohutomo, S., Uyainah, A., Yuwono, A., & Nawas, A. (2014).

Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Sweetman, S. C. (2009). Martindale The Complete Drug (36th ed.). London:

Pharmaceutical Press.

Syarif, A., Estuningtyas, A., Setiawati, A., Muchar, A., & Arif, A. (2012).

Farmakologi dan Terapi (5th ed.). Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Vicknair, K. (2014). Tuberculosis (TB). Pub Med Health Glossary. Retrieved from

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMHT0024668/

Walker, R., & Whittlesea, C. (2012). Clinical Pharmacy and Therapeutics (5th ed.).

China: Elsevier.

Ward, J. P., Ward, J., & Leach, R. M. (2006). The Respiratory System at a Glance

(4th ed.). Oxford: Wiley Blackwell.

Watkins, R. R., & Lemonovic, T. L. (2011). Diagnosis and Management of

Community-Acquired Pneumonia in Adults. American Family Physician, 83 (11). Retrieved from http://www.aafp.org/afp

Whalen, K., Finkel, R., & Panavelil, T. A. (2012). Lippincott Illustrated Review:

Pharmacology (6th ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer Health.

WHO. (2011). Proposal For The Inclusion Of Tranexamic Acid (AntiFibrinolytic

– Lysine Analogue) In The Who Model List Of Essential Medicines (18 ed.). London: Expert Committee on the Selection and Use of Essential Medicines.

WHO. (2013). Global Tuberculosis Report.

Wijaya, I. M. (2013). Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) Pada

Penderita. Seminar Nasional.

Wood, S. (2009, Mei 20). Blood Conservation Using Antifibrinolytics in a

Randomized Trial (BART) Closes the Book on Aprotinin. Retrieved

Desember 27, 2015, from Medscape:

http://www.medscape.org/viewarticle/574766

Wright, W. F. (2013). Essential of Clinical Infectious Diseases. New York: Demos


(25)

63

Yancey, D. (2008). Tuberculosis. Minneapolis: Twenty-First Century Books.

Yang, S., Mai, Z., Zheng, X., & Qiu, Y. (2015). Etiology and an Integrated Management of Severe Hemoptysis Due to Pulmonary Tuberculosis. Journal of Tuberculosis Research, 11-18.

Zumla, A., Raviglione, M., Hafner, R., & Reyn, F. v. (2013). Tuberculosis. N Engl


(26)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Mas alah

Dalam Global Tuberculosis Report 2013 oleh World Health Organization

(WHO) bahwa terdapat 8,6 juta kasus TB (Tuberkulosis) baru di tahun 2012 dan 1,3 juta kematian akibat TB (WHO, 2013). Pada tahun 2011 terdapat 8,7 juta kasus

baru TB aktif di seluruh dunia (Zumla et al., 2013). Sekitar sepertiga dari penduduk

dunia secara laten terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (Miranda et al., 2012).

Estimasi insidensi kasus tuberkulosis di Indonesia berjumlah 430.000 kasus baru per tahun (Wijaya, 2013). Data prevalensi tuberkulosis paru di Indonesia pada tahun 2013 berdasarkan diagnosis sebesar 0,4% dari jumlah penduduk. Dengan kata lain, rata-rata tiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 400 orang yang didiagnosis

kasus TB oleh tenaga kesehatan (Subuh et al., 2014). Kejadian tuberkulosis dengan

hemoptisis masif di Indonesia hanya berkisar 5% sampai 15% dari total kasus,

namun tetap harus memerlukan penanganan dan manajemen yang efektif (Irfa et

al., 2014). Tanpa perawatan yang tepat, pasien tuberkulosis dengan menifestasi

hemoptisis memiliki tingkat kematian hingga 50-100% (Patel et al., 2015).

Tuberkulosis (TB) adalah infeksi bakteri yang biasanya menyerang paru-paru tetapi dapat menetap hampir di mana saja di tubuh penderita. Bakteri dari TB ini sangat poten karena dapat hidup dalam tubuh tetapi tetap tidak aktif dan tidak menimbulkan gejala selama bertahun-tahun (tahapan infeksi dan tahap infeksi TB laten) atau yang disebut tuberkulosis primer dan dapat menghasilkan gejala-gejala maupun penyakit pada tahap reaktifasi yang sering disebut tuberkulosis sekunder (Yancey, 2008; Braun & Anderson, 2007). Infeksi bakteri dari TB yang tidak menimbulkan gejala (Pada tahapan reaktifasi biasanya terjadi hemoptisis, dimana hemoptisis merupakan ekspektorasi darah dengan jumlah sedikit hingga masif yang

berasal dari saluran pernafasan bagian bawah (Irfa et al., 2014).

Etiologi tuberkulosis yang telah diketahui yaitu bakteri Mycobacterium

tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian (Anonim, Infodatin Tuberkulosis, 2015).


(27)

2

Bakteri Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri yang hidupnya intraseluler

fakultatif, bersifat tahan asam serta berbentuk batang. Bakteri ini non-motil, aerob obligat dengan waktu generasi lama dan lebih utama untuk lokalisasi dalam

makrofag (Shafee et al., 2014). Tuberkulosis merupakan penyebab utama

terjadinya hemoptisis khususnya di Indonesia dan di negara berkembang lainnya (Irfa et al., 2014).

Tuberkulosis terjadi saat menghirup droplet berisi basil tuberkel (Mycobacterium tuberculosis) yang dapat mencapai alveolus, masuknya bakteri ini memicu terjadinya inflamasi dan mekanisme pertahanan alami dari tubuh, jika imunitas tubuh rendah maka akan timbul TB aktif namun jika TB hadir dan memberikan gejala serius setelah infeksi primer maka disebut TB reaktivasi (Braun & Anderson, 2007). Pada tahapan TB reaktifasi umumnya terjadi perdarahan saluran nafas bagian bawah atau yang disebut hemoptisis disebabkan oleh infeksi

bakteri dan bronkiektasis (Park et al., 2014). Salah satu infeksi yang menyebabkan

hemoptisis adalah infeksi tuberkulosis yang membentuk pelebaran hingga robekan arteri pulmonalis pada dinding kavitas, pecahnya pembuluh darah menyebabkan darah dapat masuk ke dalam saluran napas (Harrison et al., 2015; Larici et al., 2014). Bronkiektasis pada dasarnya penyakit bronkus dan bronkiolus yang disebabkan oleh peradangan berulang atau kronis. Saat terjadi infeksi akut pada pasien dengan bronkiektasis, maka dapat terjadi kerusakan saluran napas erosif dan

terjadi perdarahan atau hemoptisis (Park et al., 2014).

Hemoptisis adalah salah satu manifestasi dari pasien yang menderita tuberkulosis, selain itu manifestasi lain yang umumnya hadir antara lain batuk kronis, memproduksi sputum, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan,

demam, dan keringat malam (Zumla et al., 2013). Hemoptisis khususnya

hemoptisis masif adalah batuk berdarah lebih dari 600 ml dalam sehari (Yang et al.,

2015). Sedangkan penelitian lain mengatakan bahwa hemoptisis merupakan ekspektorasi sejumlah besar darah yaitu sekitar 100 sampai 1000 ml darah, sehingga ini merupakan keadaan darurat yang mengancam jiwa dan diperlukan


(28)

3

Antifibrinolitik telah menjadi terapi farmakologis utama karena telah terbukti dalam meningkatkan hemostatis di berbagai pendarahan. Terdapat tiga antifibrinolitik yaitu aprotinin, asam aminokaproat dan asam traneksamat (Prutsky

et al., 2013). Aprotinin memiliki resiko yang lebih besar dibanding manfaatnya, sehingga obat ini tidak dipilih lagi sebagai antifibrinolisis melainkan asam aminokaproat atau asam traneksamat, hal ini disebabkan karena aprotinin tampaknya meningkatkan risiko kerusakan organ serius, terutama gagal ginjal (Wood, 2009). Asam traneksamat merupakan analog asam aminokaproat yang mempunyai indikasi dan mekanisme kerja yang sama namun 10 kali lebih potent

dengan efek samping yang lebih ringan (Syarif et al., 2012).

Asam traneksamat termasuk dalam agen antifibrinolitik yang digunakan

untuk mengatasi hemoptisis (Prutsky et al., 2013). Obat ini tidak dianjurkan untuk

pasien dengan DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) atau perdarahan

pada saluran genitourinari atas, misalnya ginjal dan ureter, karena potensi untuk pembekuan yang berlebihan (Katzung, 2015). Selain asam traneksamat, vitamin K

juga digunakan untuk mengatasi perdarahan pada hemoptisis (Song et al., 2015).

Vitamin K dan asam traneksamat dapat dikombinasi, dimana pada pasien tuberkulosis terjadi defisiensi vitamin salah satunya vitamin K (Hotmaida et al.,

2015; Chakraborty et al., 2014) Namun pemberian vitamin K saja biasanya tidak

memberikan hasil yang baik pada pasien tuberkulosis sebab obat-obat anti tuberkulosis dapat mengganggu keberadaan flora normal di intestinal, dimana flora normal juga berfungsi untuk mensintesis vitamin K sehingga meningkatkan resiko

perdarahan (Baillargeon et al., 2012), selain itu vitamin K memerlukan waktu yang

lebih lama untuk dapat menimbulkan efek (Syarif et al., 2012).

Dalam penelitian Moen ditunjukkan dalam systematic review, Prutsky dkk.

melakukan meta-analisis dari dua RCT (Randomized Controlled Trial) doubleblind

mempelajari efek TA (Tranexamic acid) dalam mengurangi hemoptisis dari

berbagai sebab. Salah satu dari dua RCT tersebut termasuk dalam review oleh Prutsky dkk. adalah sebuah studi oleh Ruiz di mana 24 pasien dengan hemoptisis sekunder untuk TB secara acak menerima TA atau plasebo secara intravena selama 3 hari. Menurut penelitian ini, TA mengurangi baik durasi maupun volume


(29)

4

2013; Prutsky et al., 2013). Hasil penelitian oleh Ran (2013) juga menunjukkan

untuk hemoptisis yang lebih serius dari TB paru, disarankan pengobatan

menggunakan asam traneksamat. Sedangkan studi Systematic Review of

Tranexamic Acid Adverse Reactions dikatakan bahwa TA biasanya ditoleransi dengan baik dan umumnya dianggap aman pada dosis biasa. Mual dan diare adalah efek samping yang paling umum, namun TA dapat memicu efek samping serius

yang telah diketahui kurang baik oleh dokter (Calapai et al., 2012). Berdasarkan

latar belakang di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pola penggunaan obat antifibrinolitik yaitu asam traneksamat pada penderita tuberkulosis paru dengan komplikasi yang paling umum ditemukan yaitu hemoptisis di RS Paru Kota Batu.

1.2 Rumusan M asalah

Bagaimana pola penggunaan asam traneksamat pada pasien tuberkulosis paru dengan manifestasi hemoptisis di RSU Karsa Husada Batu.

1.3 Tuj uan Pe nelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mempelajari pola penggunaan obat yang diterima pasien tuberkulosis paru dengan menifestasi hemoptisis di RSU Karsa Husada Batu.

1.3.2 Tujuan Khusus

(1) Mempelajari pola penggunaan asam traneksamat terkait dosis, rute, dan lama penggunaan terapi.

(2) Mengkaji keterkaitan terapi asam traneksamat dengan data laboratorium dan data klinik pasien.


(30)

5

1.4 Manf aat Pene lit ian 1.4.1 Bagi Peneliti

(1) Mempelajari penatalaksanaan pengobatan terhadap outcomes pada pasien

tuberkulosis dengan manifestasi hemoptisis sehingga farmasis dapat memberikan asuhan kefarmasian terkait pola penggunaan obat yang rasional

(2) Studi pendahuluan dan sebagai sumber informasi bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian sejenis dan menyempurnakan dengan mengikutsertakan variabel yang lain.

1.4.2 Bagi Rumah Sakit

(1) Sebagai bahan masukan atau evaluasi pemberian obat di RSU Karsa Husada Batu.

(2) Sebagai bahan masukan bagi Komite Medik Farmasi dan Terapi dalam merekomendasikan penggunaan obat di RSU Karsa Husada Batu.


(1)

Yancey, D. (2008). Tuberculosis. Minneapolis: Twenty-First Century Books. Yang, S., Mai, Z., Zheng, X., & Qiu, Y. (2015). Etiology and an Integrated

Management of Severe Hemoptysis Due to Pulmonary Tuberculosis. Journal of Tuberculosis Research, 11-18.

Zumla, A., Raviglione, M., Hafner, R., & Reyn, F. v. (2013). Tuberculosis. N Engl J Med.


(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Mas alah

Dalam Global Tuberculosis Report 2013 oleh World Health Organization (WHO) bahwa terdapat 8,6 juta kasus TB (Tuberkulosis) baru di tahun 2012 dan 1,3 juta kematian akibat TB (WHO, 2013). Pada tahun 2011 terdapat 8,7 juta kasus baru TB aktif di seluruh dunia (Zumla et al., 2013). Sekitar sepertiga dari penduduk dunia secara laten terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (Miranda et al., 2012). Estimasi insidensi kasus tuberkulosis di Indonesia berjumlah 430.000 kasus baru per tahun (Wijaya, 2013). Data prevalensi tuberkulosis paru di Indonesia pada tahun 2013 berdasarkan diagnosis sebesar 0,4% dari jumlah penduduk. Dengan kata lain, rata-rata tiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 400 orang yang didiagnosis kasus TB oleh tenaga kesehatan (Subuh et al., 2014). Kejadian tuberkulosis dengan hemoptisis masif di Indonesia hanya berkisar 5% sampai 15% dari total kasus, namun tetap harus memerlukan penanganan dan manajemen yang efektif (Irfa et al., 2014). Tanpa perawatan yang tepat, pasien tuberkulosis dengan menifestasi hemoptisis memiliki tingkat kematian hingga 50-100% (Patel et al., 2015).

Tuberkulosis (TB) adalah infeksi bakteri yang biasanya menyerang paru-paru tetapi dapat menetap hampir di mana saja di tubuh penderita. Bakteri dari TB ini sangat poten karena dapat hidup dalam tubuh tetapi tetap tidak aktif dan tidak menimbulkan gejala selama bertahun-tahun (tahapan infeksi dan tahap infeksi TB laten) atau yang disebut tuberkulosis primer dan dapat menghasilkan gejala-gejala maupun penyakit pada tahap reaktifasi yang sering disebut tuberkulosis sekunder (Yancey, 2008; Braun & Anderson, 2007). Infeksi bakteri dari TB yang tidak menimbulkan gejala (Pada tahapan reaktifasi biasanya terjadi hemoptisis, dimana hemoptisis merupakan ekspektorasi darah dengan jumlah sedikit hingga masif yang berasal dari saluran pernafasan bagian bawah (Irfa et al., 2014).

Etiologi tuberkulosis yang telah diketahui yaitu bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian (Anonim, Infodatin Tuberkulosis, 2015).


(3)

Bakteri Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri yang hidupnya intraseluler fakultatif, bersifat tahan asam serta berbentuk batang. Bakteri ini non-motil, aerob obligat dengan waktu generasi lama dan lebih utama untuk lokalisasi dalam makrofag (Shafee et al., 2014). Tuberkulosis merupakan penyebab utama terjadinya hemoptisis khususnya di Indonesia dan di negara berkembang lainnya (Irfa et al., 2014).

Tuberkulosis terjadi saat menghirup droplet berisi basil tuberkel (Mycobacterium tuberculosis) yang dapat mencapai alveolus, masuknya bakteri ini memicu terjadinya inflamasi dan mekanisme pertahanan alami dari tubuh, jika imunitas tubuh rendah maka akan timbul TB aktif namun jika TB hadir dan memberikan gejala serius setelah infeksi primer maka disebut TB reaktivasi (Braun & Anderson, 2007). Pada tahapan TB reaktifasi umumnya terjadi perdarahan saluran nafas bagian bawah atau yang disebut hemoptisis disebabkan oleh infeksi bakteri dan bronkiektasis (Park et al., 2014). Salah satu infeksi yang menyebabkan hemoptisis adalah infeksi tuberkulosis yang membentuk pelebaran hingga robekan arteri pulmonalis pada dinding kavitas, pecahnya pembuluh darah menyebabkan darah dapat masuk ke dalam saluran napas (Harrison et al., 2015; Larici et al., 2014). Bronkiektasis pada dasarnya penyakit bronkus dan bronkiolus yang disebabkan oleh peradangan berulang atau kronis. Saat terjadi infeksi akut pada pasien dengan bronkiektasis, maka dapat terjadi kerusakan saluran napas erosif dan terjadi perdarahan atau hemoptisis (Park et al., 2014).

Hemoptisis adalah salah satu manifestasi dari pasien yang menderita tuberkulosis, selain itu manifestasi lain yang umumnya hadir antara lain batuk kronis, memproduksi sputum, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, demam, dan keringat malam (Zumla et al., 2013). Hemoptisis khususnya hemoptisis masif adalah batuk berdarah lebih dari 600 ml dalam sehari (Yang et al., 2015). Sedangkan penelitian lain mengatakan bahwa hemoptisis merupakan ekspektorasi sejumlah besar darah yaitu sekitar 100 sampai 1000 ml darah, sehingga ini merupakan keadaan darurat yang mengancam jiwa dan diperlukan penanganan yang intensif (Larici et al., 2014).


(4)

Antifibrinolitik telah menjadi terapi farmakologis utama karena telah terbukti dalam meningkatkan hemostatis di berbagai pendarahan. Terdapat tiga antifibrinolitik yaitu aprotinin, asam aminokaproat dan asam traneksamat (Prutsky et al., 2013). Aprotinin memiliki resiko yang lebih besar dibanding manfaatnya, sehingga obat ini tidak dipilih lagi sebagai antifibrinolisis melainkan asam aminokaproat atau asam traneksamat, hal ini disebabkan karena aprotinin tampaknya meningkatkan risiko kerusakan organ serius, terutama gagal ginjal (Wood, 2009). Asam traneksamat merupakan analog asam aminokaproat yang mempunyai indikasi dan mekanisme kerja yang sama namun 10 kali lebih potent dengan efek samping yang lebih ringan (Syarif et al., 2012).

Asam traneksamat termasuk dalam agen antifibrinolitik yang digunakan untuk mengatasi hemoptisis (Prutsky et al., 2013). Obat ini tidak dianjurkan untuk pasien dengan DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) atau perdarahan pada saluran genitourinari atas, misalnya ginjal dan ureter, karena potensi untuk pembekuan yang berlebihan (Katzung, 2015). Selain asam traneksamat, vitamin K juga digunakan untuk mengatasi perdarahan pada hemoptisis (Song et al., 2015). Vitamin K dan asam traneksamat dapat dikombinasi, dimana pada pasien tuberkulosis terjadi defisiensi vitamin salah satunya vitamin K (Hotmaida et al., 2015; Chakraborty et al., 2014) Namun pemberian vitamin K saja biasanya tidak memberikan hasil yang baik pada pasien tuberkulosis sebab obat-obat anti tuberkulosis dapat mengganggu keberadaan flora normal di intestinal, dimana flora normal juga berfungsi untuk mensintesis vitamin K sehingga meningkatkan resiko perdarahan (Baillargeon et al., 2012), selain itu vitamin K memerlukan waktu yang lebih lama untuk dapat menimbulkan efek (Syarif et al., 2012).

Dalam penelitian Moen ditunjukkan dalam systematic review, Prutsky dkk. melakukan meta-analisis dari dua RCT (Randomized Controlled Trial) doubleblind mempelajari efek TA (Tranexamic acid) dalam mengurangi hemoptisis dari berbagai sebab. Salah satu dari dua RCT tersebut termasuk dalam review oleh Prutsky dkk. adalah sebuah studi oleh Ruiz di mana 24 pasien dengan hemoptisis sekunder untuk TB secara acak menerima TA atau plasebo secara intravena selama 3 hari. Menurut penelitian ini, TA mengurangi baik durasi maupun volume perdarahan dibandingkan dengan pasien yang menerima plasebo (Moen et al.,


(5)

2013; Prutsky et al., 2013). Hasil penelitian oleh Ran (2013) juga menunjukkan untuk hemoptisis yang lebih serius dari TB paru, disarankan pengobatan menggunakan asam traneksamat. Sedangkan studi Systematic Review of Tranexamic Acid Adverse Reactions dikatakan bahwa TA biasanya ditoleransi dengan baik dan umumnya dianggap aman pada dosis biasa. Mual dan diare adalah efek samping yang paling umum, namun TA dapat memicu efek samping serius yang telah diketahui kurang baik oleh dokter (Calapai et al., 2012). Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pola penggunaan obat antifibrinolitik yaitu asam traneksamat pada penderita tuberkulosis paru dengan komplikasi yang paling umum ditemukan yaitu hemoptisis di RS Paru Kota Batu.

1.2 Rumusan M asalah

Bagaimana pola penggunaan asam traneksamat pada pasien tuberkulosis paru dengan manifestasi hemoptisis di RSU Karsa Husada Batu.

1.3 Tuj uan Pe nelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mempelajari pola penggunaan obat yang diterima pasien tuberkulosis paru dengan menifestasi hemoptisis di RSU Karsa Husada Batu.

1.3.2 Tujuan Khusus

(1) Mempelajari pola penggunaan asam traneksamat terkait dosis, rute, dan lama penggunaan terapi.

(2) Mengkaji keterkaitan terapi asam traneksamat dengan data laboratorium dan data klinik pasien.


(6)

1.4 Manf aat Pene lit ian 1.4.1 Bagi Peneliti

(1) Mempelajari penatalaksanaan pengobatan terhadap outcomes pada pasien tuberkulosis dengan manifestasi hemoptisis sehingga farmasis dapat memberikan asuhan kefarmasian terkait pola penggunaan obat yang rasional

(2) Studi pendahuluan dan sebagai sumber informasi bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian sejenis dan menyempurnakan dengan mengikutsertakan variabel yang lain.

1.4.2 Bagi Rumah Sakit

(1) Sebagai bahan masukan atau evaluasi pemberian obat di RSU Karsa Husada Batu.

(2) Sebagai bahan masukan bagi Komite Medik Farmasi dan Terapi dalam merekomendasikan penggunaan obat di RSU Karsa Husada Batu.


Dokumen yang terkait

STUDI PENGGUNAAN CEFTRIAXONE PADA PASIEN PNEUMONIA KOMUNITAS DI INSTALASI RAWAT INAP (Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Karsa Husada Batu)

2 22 22

STUDI PENGGUNAAN DIURETIK PADA PASIEN STROKE HEMORAGIK (Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap RSU Dr. SAIFUL ANWAR Malang)

4 21 24

STUDI PENGGUNAAN KOMBINASI DOSIS TETAP (KDT) PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU (Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap RSU Karsa Husada Batu)

1 22 26

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS (OAT) PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU (Penelitian Dilakukan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sidoarjo)

1 9 27

STUDI PENGGUNAAN TEOFILIN PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) (Penelitian dilakukan di RSU Karsa Husada Batu)

0 5 25

STUDI PENGGUNAAN NEUROPROTEKTAN PADA PASIEN HEMORAGIC CEREBROVASCULAR ACCIDENT (Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap RSU Dr. SAIFUL ANWAR Malang)

6 16 21

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK MAKROLIDA PADA PASIEN EKSASERBASI PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK) (Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Karsa Husada Batu)

2 10 27

STUDI PENGGUNAAN OBAT KEMOTERAPI PADA PASIEN KANKER PARU (Penelitian Dilakukan pada Pasien Instalasi Rawat Inap Medik Ruang Paru Laki dan Wanita RSU Dr. Soetomo Surabaya) Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 162

STUDI PENGGUNAAN ASAM TRANEKSAMAT PADA PENDERITA TUBERKULOSIS DENGAN HEMOPTISIS DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT UMUM HAJI SURABAYA

0 1 16

Studi penggunaan asam traneksamat pada penderita tuberkulosis dengan hemoptisis di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Haji Surabaya - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

0 0 20