Manajemen Bencana Studi kasus pengelolaa

LAPORAN KULIAH PRAKTEK LAPANGAN (KPL)
MANAJEMEN BENCANA STUDI KASUS :
ERUPSI MERAPI BPBD MAGELANG

Mata kuliah : Managemen Bencana
Dosen : Dr.Drs. Edi Santosa, SU.

Penulis:
Andrea Yudhistira
14010112140051

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015

1

KATA PENGANTAR


Pertama marilah kita panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan inayah-nya kepada kita sehingga tugas makalah dapat selesai tepat
pada waktunya.
Tujuan penulisan makalah ini bukan hanya sekedar menerangkan isi laporan, tetapi juga
menjelaskan serta mendiskripsikan berbagai inti persoalan yang sesuai dengan tema/ judul
laporan. Banyak ilmu dan manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini, seperti
penjelasan, pengertian, deskripsi kegiatan praktek lapangan managemen bencana mengenai
penanganan dampak bencana Gunung Merapi dan Sister Village.
Harapan atas disusunnya laporan ini semoga dapat diartikan sebagai suatu pengantar,
yang dapat dipahami/ dimengerti sebagai suatu asumsi penambah wawasan. Semoga atas
tersusunnya makalah ini dapat berguna bagi semua orang dan diharapkan lebih praktis dalam
pembelajaran maupun pemahaman inti laporan serta bermanfaat dalam usaha mencerdaskan
bangsa dan negara.
Penulis mungucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dalam
proses penulisan laporan ini. Namun “Tiada Gading Yang Tak Retak”, masih terdapat segala
kekurangan yang melekat pada makalah ini, sehingga saran yang membangun selalu
diharapkan dan diterima lapang dada oleh penulis serta terciptanya kesempurnaan dalam
penulisan laporan kedepannya. Terima Kasih.
Semarang, Mei 2015


Peneliti

2

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bencana sudah menjadi fenomena yang ada sejak adanya umat manusia. Kata ‘bencana’
sendiri dalam bahasa Inggris (disaster) berasal dari bahasa latin, yaitu akar kata dis (Jauh)
dan astrum (bintang) yang berarti ‘jauh dari bintang’ atau bermakna kejadian yang
menyalahkan kemalangan konfigurasi astrologi (Coppola, 2007)1. Bencana sendiri dalam
perspektifnya memiliki banyak definisi tergantung pada setiap ilmu yang menggunakannya.
Definisi umum ‘bencana’ menurut Asian Disaster Reduction Centre (2003) dan the
United Nations (1992) adalah Bencana adalah suatu gangguan serius terhadap fungsi
masyarakat yang mengakibatkan kerugian manusia, material, atau lingkungan yang luas
melebihi kemampuan masyarakat yang terkena dampak dan harus mereka hadapi
menggunakan sumber daya yang ada pada mereka2.
Menurut Undang-undang no. 24 tahun 2007 ‘Bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan non-alam maupun faktor manusia sehingga

mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda,
dan dampak psikologis.
Parker (1992: 131) meninjau konsep bencana dan menyarankan sebuah definisi bencana
sebagai berikut.
... sebuah kejadian alam atau kejadian hasil tangan manusia yang tidak biasa, termasuk
kejadian yang disebabkan oleh kegagalan sistem teknologi yang melemahkan kapasitas
respons dari komunitas manusia, kelompok individu atau lingkungan alam dan yang
menyebabkan kerusakan besar, kerugian ekonomi, kehancuran, cedera, dan/atau
kematian ...

1 Kusumasari, Bevaola. Manajemen Bencana dan Kapabilitas Pemerintah Lokal. 2014. Yogyakarta: Gava
Media.
2 Ibid.

3

Jadi secara garis besar Bencana merupakan suatu fenomena alam ataupun perbuatan
manusia yang menimbulkan korban jiwa, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan dan
dampak psikologis manusia yang tidak diketahui kapan datangnya dan harus dihadapai
menggunakan sumber daya yang ada.

Terdapat berbagai jenis bencana yang ada didunia. Di Indonesia sendiri terdapat 6 jenis
bencana yaitu Bencana Geologi (Gempa Bumi, Tsunami, Longsor), Bencana HidroMeteorologi (Banjir, kekeringan, Topan), Bencana Biologi (Virus, Bakteri), Bencana
Teknologi (Radiasi, Nuklir, Bom), Bencana Lingkungan (Kebakaran hutan), Bencana Sosial
(Teror, Konflik, Kudeta).
Atas timbulnya kerugian manusia, material, dan lingkungan, yang disebabkan oleh
bencana diperlukan penyusunan langkah-langkah menghadapi bencana dengan menggunakan
manajemen bencana (Disaster management). Undang-undang menjelaskan manajemen
bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang
berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, rehabilitasi dan
rekonstruksi (UU 24/2007). Manajemen bencana ini diperlukan untuk mengurangi resikoresiko kerugian yang akan timbul dari adanya suatu ancaman bencana yang dapat timbul
sewaktu waktu
Dalam pengimplementasinya, Gunung merapi yang menjadi bencana 3-7 tahunan
menjadi salah satu bencana yang memerlukan manajemen agar setiap terjadi bencana erupsi
tidak banyak kerugian yang ditimbulkan. Ketua BPBD (Badan Penanggulangan Bencana
Daerah) Magelang, Sudibyo mengeluarkan peraturan Sister Village yang digunakan untuk
mengurangi dampak kerugian bencana dengan mengandalkan kebersatuan bangsa dan prinsip
gotong royong untuk membantu desa-desa yang terkena bencana.
Sister Village atau Desa bersaudara atau Paseduluran Desa dilatarbelakangi karena
pengalaman erupsi 2010 yang meninggalkan kerugian yang besar serta filosofi “Hidup
berdampingan dengan ancaman bencana” karena menurut theologinya bencana tidak dapat

diprediksi. Dengan mengkaitkan sistem desa bersaudara dimana desa ancaman bencana
ditampung oleh desa yang tidak menjadi ancaman bencana bila terjadi erupsi agar para
masyarakat desa yang berada pada desa ancaman bencana tahu prosedur untuk mengevakuasi
dirinya agar tidak terjadi kepanikan massal.
B. MAKSUD DAN TUJUAN KULIAH PRAKTEK LAPANGAN

4

Kuliah Praktek

Lapangan (KPL) adalah kegiatan mahasiswa yang dilakukan

secara individual yang bersifat intra kurikuler, berorientasi pada program akademik
dengan bobot 3 sks dibawah bimbingan dosen. Tujuan kegiatan ini untuk meningkatkan
pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan Managemen Bencana yang diperoleh melalui
keterlibatan kuliah lapang mahasiswa terhadap bekerjanya suatu lembaga pemerintah dan
atau lembaga lain yang mekanisme kerjanya berimplikasi pada masalah Managemen
Bencana. Adapun Maksud dan tujuan kegiatan KPL (Kuliah Praktek Lapangan ) ini
adalah sebagai berikut :
MAKSUD DAN TUJUAN KPL (KULIAH PRAKTEK LAPANGAN)

1.1.

Maksud KPL (Kuliah Praktek Lapangan)
1. Menerapkan dan mengembangkan Ilmu Ilmu Pemerintahan secara umum dan
secara khusus Ilmu Managemen Bencana yang diterima/dipelajari mahasiswa
selama satu semester.
2. Membentuk pola pikir mahasiswa untuk menjadi pribadi yang memiliki wawasan
pengetahuan yang proporsional pada aras teoritik, kebijakan, politik regulasi dan
praxis tentang managemen Bencana.
3. Melatih mahasiswa untuk mempelajari dan menganalisa isu-isu dan permasalahan
bencana serta fenomena dan fakta yang terjadi di lapangan, baik pada level
institusi pemerintah maupun komunitas.
4. Melatih mahasiswa nelajar memberikan solusi terhadap masalah yang selama ini
terjadi di dalam sistem pemesanan barang

1.2 Tujuan KPL (Kuliah Praktek Lapangan ) adalah
1. Agar mahasiswa mampu mengimplementasikan teori yang telah didapat.
2. Meningkatkan, memperluas dan membentuk kecakapan mahasiswa sebagai bekal
untuk memasuki dunia kerja.
3. KPL untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan mata kuliah managemen

bencana pada Jurusan Ilmu pemerintahan FISIP UNDIP .
C. KERANGKA KONSEP KULIAH PRAKTEK LAPANGAN
1. Pengantar
Berdasarkan pengamatan selama ini, dapat dikatakan bahwa kita lebih banyak
melakukan kegiatan pasca bencana (post event) berupa emergency response dan
recovery daripada kegiatan sebelum bencana berupa disaster reduction/mitigation dan

5

disaster preparedness. Sementara kegiatan Prabencana dan saat Bencana tidak atau
belum dikelola secara baik. Konsep teori diaster managemen sudah lebih dari cukup.
Regulasi diaster pada level Undang-Undang sudah dimiliki, tetapi dalam konterks
otonomi daerah (desentralisasi) belum semua Kabupaten kota memiliki Perda bahkan
dari perspektif kerlambagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
kinerjanya minimalis. Padahal, apabila kita memiliki sedikit perhatian terhadap
kegiatan-kegiatan sebelum bencana, kita dapat mereduksi potensi bahaya/ kerugian
(damages) yang mungkin timbul ketika bencana.
1.

Deskripsi singkat tersebut tentu perlu dikaji lebih mendalam tentang


apa, mengapa, bagaimana proses kebijakan penanggulnagan bencana yang terjadi di
lapnagan. Untuk itu, mahasiswa harus membaca panduan ini adar dalam PKL dapat
dilakukan kajian dengan metodologi yang bebar. Metoda kajian dalam dilakukan
dengan pendekatan insidential approach, indentifikasi dengan teknik wawancara
mendalam( Indepht Interview) dengan semua pemangku kepentingan ( stakeholders).
2. Siklus Managemen Bencana
2.

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan sebelum bencana dapat

berupa pendidikan peningkatan kesadaran bencana (disaster awareness), latihan
penanggulangan bencana (disaster drill), penyiapan teknologi tahan bencana (disasterproof), membangun sistem sosial yang tanggap bencana, dan perumusan kebijakankebijakan penanggulangan bencana (disaster management policies). Secara umum
kegiatan manajemen bencana dapat dibagi dalam kedalam tiga kegiatan utama, yaitu:

a. Kegiatan pra bencana: mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan,
serta peringatan dini. Kegiatan pada tahap pra bencana ini selama ini banyak
dilupakan, padahal justru kegiatan pada tahap pra bencana ini sangatlah penting
karena apa yang sudah dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal dalam
menghadapi bencana dan pasca bencana. Sedikit sekali pemerintah bersama

masyarakat maupun swasta memikirkan tentang langkah-langkah atau kegiatankegiatan apa yang perlu dilakukan didalam menghadapi bencana atau bagaimana
memperkecil dampak bencana.

6

b. Kegiatan saat terjadi bencana: mencakup kegiatan tanggap darurat untuk
meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan search and rescue (SAR),
bantuan darurat dan pengungsian. Kegiatan saat terjadi bencana yang dilakukan
segera pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan,
terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian,
akan mendapatkan perhatian penuh baik dari pemerintah bersama swasta maupun
masyarakatnya. Pada saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang
menaruh perhatian dan mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril
maupun material. Banyaknya bantuan yang datang sebenarnya merupakan sebuah
keuntungan yang harus dikelola dengan baik, agar setiap bantuan yang masuk dapat
tepat guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan terjadi efisiensi.

c. Kegiatan pasca bencana: mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan
rekonstruksi. Kegiatan saat terjadi bencana yang dilakukan segera pada saat kejadian
bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa

penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian, akan mendapatkan
perhatian penuh baik dari pemerintah bersama swasta maupun masyarakatnya. Pada
saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang menaruh perhatian dan
mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril maupun material.
Banyaknya bantuan yang datang sebenarnya merupakan sebuah keuntungan yang
harus dikelola dengan baik, agar setiap bantuan yang masuk dapat tepat guna, tepat
sasaran, tepat manfaat, dan terjadi efisiensi. Kegiatan pada tahap pasca bencana,
terjadi proses perbaikan kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan
memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula. Pada tahap ini
yang perlu diperhatikan adalah bahwa rehabilitasi dan rekonstruksi yang akan
dilaksanakan harus memenuhi kaidah-kaidah kebencanaan serta tidak hanya
melakukan rehabilitasi fisik saja, tetapi juga perlu diperhatikan juga rehabilitasi
psikis yang terjadi seperti ketakutan, trauma atau depresi.

Dari uraian di atas, terlihat bahwa titik lemah dalam Siklus Manajemen Bencana
adalah pada tahapan sebelum/pra bencana, sehingga hal inilah yang perlu diperbaiki
dan ditingkatkan untuk menghindari atau meminimalisasi dampak bencana yang

7


terjadi.

d. Mitigasi Bencana Yang Efektif
Kegiatan-kegiatan pada tahap pra bencana erat kaitannya dengan istilah mitigasi
bencana yang merupakan upaya untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh
bencana. Mitigasi bencana mencakup baik perencanaan dan pelaksanaan tindakantindakan untuk mengurangi resiko-resiko dampak dari suatu bencana yang dilakukan
sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan
resiko jangka panjang. Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur
dengan memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana,
seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk menahan
serta memperkokoh struktur ataupun membangun struktur bangunan penahan longsor,
penahan dinding pantai, dan lain-lain. Selain itu upaya mitigasi juga dapat dilakukan
dalam bentuk non struktural, diantaranya seperti menghindari wilayah bencana
dengan cara membangun menjauhi lokasi bencana yang dapat diketahui melalui
perencanaan tata ruang dan wilayah serta dengan memberdayakan masyarakat dan
pemerintah daerah.
Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian
bahaya, peringatan dan persiapan.
1. Penilaian bahaya (hazard assestment); diperlukan untuk mengidentifikasi populasi dan
aset yang terancam, serta tingkat ancaman. Penilaian ini memerlukan pengetahuan
tentang karakteristik sumber bencana, probabilitas kejadian bencana, serta data
kejadian bencana di masa lalu. Tahapan ini menghasilkan Peta Potensi Bencana yang
sangat penting untuk merancang kedua unsur mitigasi lainnya;
2. Peringatan (warning); diperlukan untuk memberi peringatan kepada masyarakat
tentang bencana yang akan mengancam (seperti bahaya tsunami yang diakibatkan
oleh gempa bumi, aliran lahar akibat letusan gunung berapi, dsb). Sistem peringatan
didasarkan pada data bencana yang terjadi sebagai peringatan dini serta menggunakan
berbagai saluran komunikasi untuk memberikan pesan kepada pihak yang berwenang

8

maupun masyarakat. Peringatan terhadap bencana yang akan mengancam harus dapat
dilakukan secara cepat, tepat dan dipercaya.
3. Persiapan (preparedness). Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur mitigasi
sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang membutuhkan pengetahuan
tentang daerah yang kemungkinan terkena bencana dan pengetahuan tentang sistem
peringatan untuk mengetahui kapan harus melakukan evakuasi dan kapan saatnya
kembali ketika situasi telah aman.
4. Tingkat kepedulian masyarakat dan pemerintah daerah dan pemahamannya sangat
penting pada tahapan ini untuk dapat menentukan langkah-langkah yang diperlukan
untuk mengurangi dampak akibat bencana. Selain itu jenis persiapan lainnya adalah
perencanaan tata ruang yang menempatkan lokasi fasilitas umum dan fasilitas sosial
di luar zona bahaya bencana (mitigasi non struktur), serta usaha-usaha keteknikan
untuk membangun struktur yang aman terhadap bencana dan melindungi struktur
akan bencana (mitigasi struktur).

e. Mitigasi Bencana Berbasis Masyarakat
1. Penguatan kelembagaan, baik pemerintah, masyarakat, maupun swasta merupakan
faktor kunci dalam upaya mitigasi bencana. Penguatan kelembagaan dalam bentuk
dalam kesiapsiagaan, sistem peringatan dini, tindakan gawat darurat, manajemen
barak dan evakuasi bencana bertujuan mewujudkan masyarakat yang berdaya
sehingga dapat meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana.
2. Sementara itu upaya untuk memperkuat pemerintah daerah dalam kegiatan
sebelum/pra bencana dapat dilakukan melalui perkuatan unit/lembaga yang telah ada
dan pelatihan kepada aparatnya serta melakukan koordinasi dengan lembaga antar
daerah maupun dengan tingkat nasional, mengingat bencana tidak mengenal wilayah
administrasi, sehingga setiap daerah memiliki rencana penanggulangan bencana yang
potensial di wilayahnya. Hal yang perlu dipersiapkan, diperhatikan dan dilakukan
bersama-sama oleh pemerintahan, swasta maupun masyarakat dalam mitigasi
bencana, antara lain:

9

3. Kebijakan yang mengatur tentang pengelolaan kebencanaan atau mendukung usaha
preventif kebencanaan seperti kebijakan tataguna tanah agar tidak membangun di
lokasi yang rawan bencana;
4. Kelembagaan pemerintah yang menangani kebencanaan, yang kegiatannya mulai dari
identifikasi daerah rawan bencana, penghitungan perkiraan dampak yang ditimbulkan
oleh bencana, perencanaan penanggulangan bencana, hingga penyelenggaraan
kegiatan-kegiatan yang sifatnya preventif kebencanaan;
5. Indentifikasi lembaga-lembaga yang muncul dari inisiatif masyarakat yang sifatnya
menangani kebencanaan, agar dapat terwujud koordinasi kerja yang baik;
6. Pelaksanaan program atau tindakan ril dari pemerintah yang merupakan pelaksanaan
dari kebijakan yang ada, yang bersifat preventif kebencanaan;
7. Meningkatkan pengetahuan pada masyarakat tentang ciri-ciri alam setempat yang
memberikan indikasi akan adanya ancaman bencana.
D. METODE KULIAH PRAKTEK LAPANGAN
Metode pelaksanaan kegiatan Kuliah Praktek Lapang, menggunakan beberapa metode
yakni :
1.

Metode Ceramah;
1.

Mahasiswa mengikuti ceramah umum tentang

dari jajaran SKPD Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi, Kabupaten/Kota yang memiliki
Tugas Pokok dan Fungsi penanganan masalah Bencana,Kebijakan Penanganan
Bencana Daerah dari tahap Pra bencana, Saat bencana dan Pasca bencana dan peran
serta pemangku kepentingan dalam pengelolaan Bencana, khusuya bencana alam
seperti Banjir, Tanah longsor, Gunung meletus, Angin Topan, Angin Puting Beliung.
2.

Mahasiswa mengikuti ceramah dari Camat dan atau kepala Desa tentang

Gambaran Khusus tentang sejarah kebencanaan, peristiwa bencana, kondisi sosial
ekonomi masyarakat, kelembagaan dan kearifan lokal kaitannya dengan masalah
bencana.
2. Metode Observasi
Metode ini dilakukan dengan pendekatan pengamatan dan penelitian secara langsung
terhadap obyek dan subyek yang di lapangan.

10

3. Metode Wawancara
Metode ini dilakukan

proses tanya jawab secara langsung secara sistem matik

dengan kuesener terstruktut kepada orang (responden) yang mengetahui tentang isuisu dan permasalahan yang terkait dengan bencana alam yang sedang diamati untuk
mengethui persepsi, sikap dan perilaku masyarakat tentang kebencanaan .
4. Metode Study Pustaka
Metode ini menggunkan beberapa buku, laporan penelitian yang berkaitan dengan
menagemen bencanat sebagai referensi.
E. RUANG LINGKUP
Dalam kegiatan kuliah prakteK lapangan ini ruang lingkup terbatas pada managemen
bencana dan lebih khusus membahas tentang sister village di Desa Ngargomulyo,
Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk

memahami dan mengetahui

secara

ringkas

permasalahan bencana serta

meningkatkan kompetensi Ilmu pemerintahan secara umum dan Ilmu Managemen Bencana
secara khusus

setiap mahasiswa menyusun laporan sebagai bahan evaluasi kelulusan

mengikuti matakuliah Managemen Bencana, Adapun sistematika penulisan Kuliah Praktek
Lapangan ini adalah sebagai berikut:
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan mengenai pembahasan umum, maksud dan tujuan, metode kuliah
praktek lapang, ruang lingkup, dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini berisikan mengenai Referensi teori dan konsep dasar Managemen Bencana
serta menjabarkan secara teoritis tentang peralatan pendukung (tools system) dari
perspektif ilmu sosial lain yang relevan ( lihat Lampiran 2)
BAB II METODE ANALISIS
BAB III HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisikan mengenai masalah umum kebencanaan, sejarah bencana, kebijakan,
organisasi dan fungsinya, permasalahan pokok, alternatif pemecahan masalah.
A. Gambaran Umum Instansi BPBD
1) Fungsi dan tugas lembaga tempat KPL
2) Struktur Organisasi lembaga tempat KPL

11

3) Infrastruktur
B. Bekerjanya BPBD dalam penanggulangan Bencana
1) Kegiatan Pra Bencana
2) Kegiatan Saat Bencana
3) Kegiatan Pasca bencana
4) Mitigasi Bencana Yang Efektif
5) Mitigasi Bencana Berbasis Masyarakat
C. Kendala yang dihadapi dalam bekerjanya lembaga tempat KPL
D. Upaya yang sudah dilaksanakan oleh lembaga tempat KPL
E. Analisis Hasil Observasi dan Wawancara
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Berisi uraian ringkas hasil pembahasan sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan KPL
B. Saran
Rekomendasi yang diberikan mahasiswa peserta KPL untuk perbaikan terhadap
bekerjanya lembaga tempat KPL

BAB II
A. LANDASAN TEORI
1.1. MANAJEMEN BENCANA
Manajemen bencana ada selama beberapa ribu tahun yang lalu. Salah satu kegiatan
mitigasi yang dilakukan adalah mereka hidup di dalam gua. Dengan hidup di dalam gua
mereka tidak terkena bencana radiasi matahari, terkena topan, dan kehujanan hujan asam.
Bukti praktik manajemen resiko ditemukan pada awal tahun 3200 SM dimana terdapat
dua buah kota dibawah kaki gunung berapi Vesuvius di Italia yang meletus dan satu
diantara dua kota tersebut yaitu penduduk Pompee selamat dari letusan karena mayoritas
penduduk tersebut dievakuasi massal oleh pemimpin kotanya3.
Manajemen bencana didefinisikan sebagai istilah kolektif yang mencakup semua
aspek perencanaan untuk merespons bencana yang mungkin juga merujuk pada
manajemen risiko dan konsekuensi bencana (Shaluf, 2008). Manajemen bencana meliputi
rencana, struktur, serta pengaturan yang dibuat dengan melibatkan usaha dari pemerintah,
3 Ibid.

12

sukarelawan, dan pihak-pihak swasta dengan cara yang terkoordinasi dan komprehensif
untuk merespons seluruh kebutuhan darurat. Manajemen bencana meliputi lima tahap
umum (Jayaraman, Chandrasekhar, & Rao, 1997; King, 2007; Moe, Gehbauer, Senitz, &
Mueller, 2007; Moe & Pathranarakul, 2006): prediksi (Mitigasi & kesiapsiagaan),
peringatan, bantuan darurat, rehabilitasi, dan rekontruksi.
1.2. KEBIJAKAN PUBLIK
Kebijakan publik oleh pemerintah yang dapat dilakukan maupun tidak melakukan
kebijakan publik adalah kewajiban pemerintah untuk campurtangan mengelola
daerahnya. Konsep ini sangat luas karena kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak
dilakukan oleh pemerintah di samping yang dilakukan oleh pemerintah ketika pemerintah
menghadapi suatu masalah public. Konsep kebijakan publik tersebut hampir sama dengan
konsep kebijakan publik dari Thomas Dyen(1981:1) adalah apapun pilihan pemerintah
untuk melakukan atau tidak melakukan (public plicy is whatever government choose to
do or to do).4
Sedangkan Kebijakan publik dari persepektif instrumental adalah alat untuk mencapai
suatu tujuan yang berkaitan dengan upaya pemerintah mewujudkan nilai-nilai
kepublikan.5 Kebijakan publik ada untuk memecahkan masalah yang umum dimasyarakat
yang dikeluarkan oleh pemerintah dengan melakukan suatu kegiatan ataupun peraturan
yang mengikat agar terlaksana bagi kesejahteraan masyarakat.
1.3. DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,
desentralisasi dapat diartikan sebagai penyerahan kewenangan pemerintahan oleh
Pemerintah Pusat kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Sedangkan yang dimaksud dengan Daerah Otonom oleh pasal 1 angka 6
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tantang Pemerintahan Daerah adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan
menurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
4 Subarsono. Analisis Kebijakan Publik. 2009. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 2
5 Purwanto Erwan A. dan Sulistyastuti, Dyah R. (2012). Implementasi Kebijakan Publik: Konsep dan
Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta: Gava Media.

13

Desentralisasi dalam pandangan Hoogerwerf (1978), adalah pengakuan atau
penyerahan wewenang oleh badan-badan umum yang lebih rendah untuk secara mandiri
dan berdasarkan pertimbangn kepentingan sendiri mengambil keputusan pengaturan
pemerintahan, serta struktur wewenang yang dimiliki termasuk didalamnya prinsipprinsip pembagian wewenang.
Dasar pemikiran dari desentralisasi adalah pembagian kewenangan di bidang
pengambilan keputusan kepada organisasi yang berada di tingkat yang lebih rendah. Hal
ini didasarkan pada asumsi bahwa organisasi pemerintah pada tingkat yang lebih rendah
tersebut, lebih mengetauhi kondisi dan kebutuhan aktual dari masyarakat setempat.
Disamping itu, pemerintah ditingkat nasional tidak mungkin mampu melayani dan
mengurusi kepentingan serta urusan masyarakat secara menyeluruh dan sangat kompleks.
Desentralisasi juga menjadi suatu jawaban atas tuntutan demokratisasi yang begitu besar
dan luas, di manapemerintah daerah diharapkan dapat lebih responsif terhadap berbagai
kebutuhan masyarakat setempat dibandingkan dengan pemerintah pusat.
Sementara Otonomi Daerah diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004) Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Otonomi merupakan realisasi dari pengakuan pemerintah bahwa kepentingan dan
kehendak rakyatlah yang menjadi satu-satunya sumber untuk menentukan pemerintahan
negara. Dengan kata lain otonomi menurut Magnar (1991: 22),”… memberikan
kemungkinan yang lebih besar bagi rakyat untuk turut serta dalam mengambil bagian
dan tanggung jawab dalam proses pemerintahan”.
1.4 Erupsi
Erupsi (Letusan gunung) merupakan peristiwa yang terjadi akibat endapan magma di
dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi.6
6 Diakses http://id.wikipedia.org/wiki/Letusan_gunung tanggal 21 Mei 2015 waktu 19:15 WIB

14

Magma adalah cairan pijar yang terdapat di dalam lapisan bumi dengan suhu yang
sangat tinggi, yakni diperkirakan lebih dari 1.000 °C. Cairan magma yang keluar dari
dalam bumi disebut lava. Suhu lava yang dikeluarkan bisa mencapai 700-1.200 °C.
Letusan gunung berapi yang membawa batu dan abu dapat menyembur sampai sejauh
radius 18 km atau lebih, sedangkan lavanya bisa membanjiri sampai sejauh radius 90 km.
Biasanya lava yang telah keluar akan mengeluarkan gas Vulkanik, Hujan abu, dan
Awan panas, dan material lainnya dari perut bumi yang dapat membahayakan keberadaan
makhluk hidup yang ada di sekitar lereng gunung.
1.5 SIKLUS MANAJEMEN BENCANA
Agar tujuan dari manajemen bencana berjalan dengan baik, terdapat beberapa tahapan
penanggulangan bencana dalam manajemen bencana, yaitu sebagai berikut.
1. Penanganan Darurat
Upaya untuk menyelamatkan jiwa dan melindungi harta serta menangani
gangguan kerusakan dan dampak lain suatu bencana. Sedangkan keadaan darurat
yaitu kondisi yang diakibatkan oleh kejadian luar biasa yang berada di luar
kemampuan masyarakat untuk menghadapnya dengan sumber daya atau kapasitas
yang ada sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok dan terjadi
penurunan drastis terhadap kualitas hidup, kesehatan atau ancaman secara langsung
terhadap keamanan banyak orang di dalam suatu kominitas atau lokasi.
2. Pemulihan (Recovery)
Suatu proses yang dilalui agar kebutuhan pokok terpenuhi. Proses recovery
terdiri dari:
a. Rehabilitasi : perbaikan yang dibutuhkan secara langsung yang sifatnya
sementara atau berjangka pendek.
b. Rekonstruksi : perbaikan yang sifatnya permanen.
3. Pencegahan (Prevention)
Upaya untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan timbulnya suatu
ancaman. Misalnya, pembuatan bendungan untuk menghindari terjadinya banjir,

15

biopori, penanaman tanaman keras di lereng bukit untuk menghindari banjir dan
sebagainya. Namun, perlu disadari bahwa pencegahan tidak bisa 100% efektif
terhadap sebagian besar bencana.
4. Mitigasi (Mitigation)
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak buruk dari suatu ancaman.
Misalnya, penataan kembali lahan desa agar terjadinya banjir tidak menimbulkan
kerugian besar.
5. Kesiap-siagaan (Preparedness)
Persiapan rencana untuk bertindak ketika terjadi(atau kemungkinan akan
terjadi) bencana. Perencanaan terdiri dari perkiraan terhadap kebutuhan-kebutuhan
dalam keadaan darurat danidentifikasi atas sumber daya yang ada untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Perencanaan ini dapat mengurangi dampak buruk dari suatu
ancaman. Beberapa prinsip kesiap-siagaan antara lain sebagai berikut:
a. Pengembangan jaringan informasi dan system jaringan Sistem Peringatan
Dini (Early Warning System/EWS)
b. Perencanaan evakuasi dan persiapan stok kebutuhan pokok (suplai pangan,
obat-obatan dll)
c. Perbaikan terhadap infrastruktur yang dapat digunakan dalam keadaan
darurat, seperti fasilitas komunikasi, jalan, kendaraan, gedung-gedung
sebagai tempat penampungan dll.

B. METODE ANALISIS
Analisis dilakuakan setelah data dari wawancara lapangan dikumpulkan. Karena
menggunakan tipe pendekatan kualitatif, maka analisis data yang dilakukan berproses
secara induktif yaitu membuat kesimpulan berdasarkan informasi dari narasumber.
Langkah-langkah pengolahan setelah data terkumpul maka dengan cara memeriksa
kembali data yang telah diperoleh dan mencocokan untuk diklarifikasi menurut golongan
dan kategori masing-masing serta menyempurnakan data yang dianggap masih belum
sesuai tujuan yang hendak dicapai.
Analisis data ini menurut Moeleong, dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian
Kulaitatif terdiri dari tiga alur kegiatan, yaitu :

16

1.

Reduksi data, yaitu diartikan sebagai proses pemilihan pemusatan perhatian
pada penyederhanaan pengabstrakan dan ternsformais data kasar yang muncul

2.

dari hasil penelitian dilapangan.
Penyajian data, yaitu dartikan sebagai kesimpulan informasi yang tersususn dan
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengembilan
tindakan. Adapun dlam penelitian ini penulis lebih menekankan pada bentuk

3.

penyajian yang deskriptif atau penggambaran.
Menarik kesimpulan atau verifikasi, hal ini merupakan langkah terakhir dalam
analisa data kualitatif, penarikan kesimpulan ini tergantung pada besarnya
catatan lapangan, kecakapan, dan kejelian dalam menganalisa data kasar
tersebut.

17

D. METODE ANALISIS KULIAH PRAKTEK LAPANGAN
1. Matriks Identifikasi Isu dan Masalah
Judul PKL Praktek Kerja Lapangan: Kebijakan Pemerintah dan Kegiatan Masyarakat dalam Penangulangan Bencana Gunung Merapi
Aktivitas Kebijakan dalam

Isu (kekhawatiran/ancaman) yang sering muncul

melaksanakan Manajemen
Penanggulangan Bencana

Sosial

Politik

Jika dilihat dari segi

dari kebijakan Sister

ekonomi, isu yang

apakah kebijakan ini

(Desa Bersaudara)

Ekonomi

Isu yang muncul
Village ini adalah

Program sister village

Budaya

Masih terjadi

akan tetap

ketidaksinkronan antara

terlaksana dengan

desa penyanggah dan

baik jika di

desa yang terkena

Kabupaten

musibah

Magelang terdapat
pergeseran
pemimpin, yang

Masih terdapat
masyarakat yang
sulit untuk
dievakuasi. Selain
itu, kecenderungan
penolakan dari desa
yang dijadikan
tempat pengungsian.

muncul dari adanya
kebijakan Sister Village
ini adalah bagaimana
pembiayaan dan
anggaran dalam
program ini. Apakah
anggarannya cukup atau
tidak. Harus ada sebuah
kejelasan dalam

dapat berpotensi

menganggarkan dana di

merubah kebijakan.

program ini.

Ekologis

Hukum

Isu ekologis yang
muncul adalah ketika
pasca bencana,
biasanya terdapat
kerusakan-kerusakan
infrastruktur dan juga
alam, bagaimana
pemerintah dapat
dengan baik dan cepat
memperbaiki segala
kerusakan akibat
bencana erupsi merapi.

Diharapkan dari
adanya program sister
village ini, pemerintah
dapat membuat dasar
hukum yang jelas, dan
juga membuat perda
yang jelas terhadap
pelaksanaan program
sister village.

2. Analisis: Matrik Rapid Analisis
Dimensi Pendekatan Analisis (sesuai minat mahasiswa menggunakan dimensi
pendekatan teori yang disukai dan relevan dengan Jurusan Ilmu Pemerintahan).
1. Budaya / Adat
2. Policy (Kebijakan)
3. Regulasi / Kelembagaan
4. Politik
5. Sosiologi
6. Theologi Analogis

BAB III
HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN

A. GAMBARAN UMUM BPBD
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) adalah lembaga pemerintah nondepartemen yang melaksanakan tugas penanggulangan bencana di daerah baik Provinsi
maupun Kabupaten/ Kota dengan berpedoman pada kebijakan yang ditetapkan oleh Badan
Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana. BPBD dibentuk berdasarkan Peraturan

Presiden Nomor 8 Tahun 2008, menggantikan Satuan Koordinasi Pelaksana Penanganan
Bencana (Satkorlak) di tingkat Provinsi dan Satuan Pelaksana Penanganan Bencana (Satlak
PB) di tingkat Kabupaten / Kota, yang keduanya dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden
Nomor 83 Tahun 2005.7
1.1 FUNGSI DAN TUGAS BPBD
Menurut Perda Kabupaten Magelang no. 3 Tahun 2011 pasal 4 tentang organisasi
dan tata kerja badan penanggulangan bencana daerah kabupaten magelang. BPBD
Magelang mempunyai fungsi dan tugas sebagai berikut
Fungsi dan Tugas BPBD :
1.

Menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan Pemerintah
Daerah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana terhadap usaha
penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana,

2.

penanggulangan darurat, rehabilitasi serta rekonstruksi secara adil dan setara;
Menetapkan standarisasi serta kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan

3.
4.
5.

bencana berdasarkan peraturan perundangundangan;
Menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana;
Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana;
Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Bupati setiap

6.
7.

bulan dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana;
Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang;
Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran

8.

Pendapatan dan Belanja Daerah; dan
Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundangundangan.

1.2 STRUKTUR ORGANISASI BPBD MAGELANG
Struktur organisasi BPBD Magelang memiliki tiga level jabatan vertikal dimana
Menurut Perda Kabupaten Magelang no. 3 Tahun 2011 pasal 4 tentang organisasi dan
tata kerja badan penanggulangan bencana daerah kabupaten magelang. BPBD
Magelang memiliki susunan organisasi terdiri atas:
a.
b.
c.

Kepala;
Unsur Pengarah; dan
Unsur Pelaksana.

7 Diakses http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Penanggulangan_Bencana_Daerah tanggal 21 Mei 2015 waktu
15:39 WIB

Secara rinci, Kepala mempunyai tugas untuk memimpin BPBD dalam menjalankan
fungsi dan tugas BPBD. Sedangkan Unsur pengarah terdiri dari dua yaitu ketua dan
anggota. Dimana ketua unsur pengarah dijabat oleh Kepala BPBD dan anggotanya
berjumlah 9 orang terdiri dari 5 pejabat pemerintah daerah dan 4 orang dari masyarakat
profesional di daerah. Unsur Pengarah ditugaskan untuk melaksanakan tugas dalam
menyelenggarakan fungsi:
a.
b.
c.

Perumusan kebijakan penanggulangan bencana daerah;
Pemantauan penyelenggaraan penanggulangan bencana; dan
Pengevaluasian dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana daerah.

Sedangkan untuk Unsur pelaksana, disebutkan dalam pasal 18 bahwa Susunan
organisasi unsur pelaksana, terdiri atas:
a.
b.

c.
d.
e.

Kepala Pelaksana;
Sekretariat Unsur Pelaksana, terdiri dari:
1. Subbagian Perencanaan dan Evaluasi;
2. Subbagian Keuangan; dan
3. Subbagian Umum dan Kepegawaian.
Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, terdiri dari:
1. Seksi Pencegahan;
2. Seksi Kesiapsiagaan.
Bidang Kedaruratan dan Logistik, terdiri dari:
1. Seksi Kedaruratan;
2. Seksi Logistik.
Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi, terdiri dari:
1. Seksi Rehabilitasi;

f.

2. Seksi Rekonstruksi.
Satuan Tugas.

KEPALA PELAKSANA

KEPALA SEKRETARIAT

KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL

KASUBBAG
PERENCANAAN
dan EVALUASI

KABID PENCEGAHAN
DAN KESIAPSIAGAAN

KABID KEDARUATAN
DAN LOGISTIK

KASUBBAG
KEUANGAN

KASUBBAG UMUM DAN
KEPEGAWAIAN

KABID REHABILITASI
DAN REKONSTRUKSI

KASI
PENCEGAHAN

KASI
KEDARURATAN

KASI
REHABILITASI

KASI
KESIAPSIAGAAN

KASI
LOGISTIK

KASI REKONSTRUKSI

SATUAN TUGAS

1.3 INFRASTRUKTUR
Infrastruktur yang ada pada BPBD Magelang berupa Kendaraan untuk mengevakuasi
warga dan memberitahukan berita terbaru status Gunung Merapi berupa Mobil, Motor, dan
Bus. Adapun untuk mengawasi aktivitas seismik dan tektonik merapi didirikan pos-pos jaga
untuk mengukur nilai bencana Barak pengungsian, Sabo dam dibangun untuk menahan lahar
yang terbawa oleh aliran sungai supaya tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar
Sirine Peringatan Dini dan Komunikasi Radio kegiatan penyebaran informasi langsung
kepada masyarakat dilaksanakan atas kerjasama BPPTK dan instansi terkait. Sosialisasi
dilakukan tidak hanya dilakukan pada saat Merapi dalam keadaan status aktivitas yang

membahayakan, akan tetapi dilakukan baik dalam status aktif normal maupun pada status
siaga
Tabel 2.4
Daftar Sarana dan Prasarana Kedinasan Umum Tahun 2014
No
Uraian
Jumlah Barang
Harga (Rp.)
1
TANAH
1
100.000.000
Tanah
1
100.000.000
2
PERALATAN DAN MESIN
632
3.498.104.274
Alat-alat angkutan
20
2.332.796.099
Alat bengkel
2
3.300.000
Alat pertanian & peternakan
45
9.700.000
Alat kantor dan RT
512
981.604.665
Alat Studio dan komunikasi
42
150.001.510
Alat ukur
5
5.500.000
Alat keamanan
6
15.202.000
3
GEDUNG DAN BANGUNAN
1
1.658.507.850
Bangunan gedung
1
1.658.507.850
4
ASET TETAP LAINNYA
5
1.400.000
Barang bercorak kesenian/kebudayaan
5
1.400.000
Sumber :Data Inventaris Barang/Sensus Barang Milik Daerah BPBD Kabupaten Magelang
Semester I Tahun 2014
Sementara untuk Daftar Sarana dan Prasarana Kondisi Tertentu diBPBD Kabupaten
Magelang Tahun 2014 adalah sebagai berikut :
Tabel 2.5
Daftar Sarana dan Prasarana BPBD Kabupaten Magelang Tahun 2014
No
Jenis peralatan
Jumlah
Keterangan
I
Alat Transportasi
1
Mobil operasional
1 Pengadaan APBD 2013
2
Mobil logistik
1 Pengadaan APBD 2013
3
Mobil Rescue
1 Hibah BNPB tahun 2012
4
Truk Dapur Umum
1 Hibah BNPB tahun 2012
5
Truk Serbaguna
1 Hibah BNPB tahun 2013
6
Motor trail
1 Hibah Depdagri tahun 2007
7
Tangki air
2 Pengadaan APBD 2014
8
Motor trail
5 Hibah BNPB tahun 2012, 2013
9
Motor trail
3 Pengadaan APBD 2012
10
Motor bebek
3 Pengadaan APBD 2012
II
Alat Bengkel
1
Gergaji chensaw
2 Pengadaan APBD 2007
III

Alat ukur
1
Kompas
2
Meteran roll
3
Teropong

2 Pengadaan APBD 2006
1 Pengadaan APBD 2006
2 Pengadaan APBD 2006

IV

V

Alat pertanian
1
Pompa air
2
Cangkul
3
Skop
4
Selang buang air
5
Selang hisap air

3
20
20
1
1

Pengadaan APBD 2007
Pengadaan APBD 2007
Pengadaan APBD 2007
Pengadaan APBD 2007
Pengadaan APBD 2007

Alat kantor dan rumah tangga
1
Tenda regu
2
Tenda Posko
3
Tenda Peleton
4
Tenda regu
5
Tenda keluarga
6
Tenda pengungsi
7
Tandu dragh bar
8
Jas hujan
9
Helm safety
10
Sepatu boot
11
Head lamp evakuasi
12
Veldbed

1
1
2
3
5
1
6
20
20
20
20
20

Pengadaan APBD 2001
Hibah BNPB tahun 2012
Hibah BNPB tahun 2012
Hibah BNPB tahun 2012
Hibah BNPB tahun 2012
Hibah BNPB tahun 2014
Pengadaan APBD 2006
Pengadaan APBD 2006
Pengadaan APBD 2006
Pengadaan APBD 2006
Pengadaan APBD 2006
Pengadaan APBD dan Hibah BNPB
tahun 2012

13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39

3
1
4
8
2
1
2
1
1
1
1
1
2
10
20
5
5
20
4
2
5
7
8
1
2
1
2

Lampu zakelik
Lampu senter
Carabiner
Bes cender
Ascender
Ropes
Sit hamess
Full body hemess
Pulley single
Pulley double
Carmantel dinamin
Carmantel statis
Grigi
Webbing
Hands coen
Nisting
Kompor paraffin
Paraffin
Veples
Kompor gas 88
Tabung gas kecil
Box P3K
Pelampung
Tali luncur
Genset 5KVA
Water Treatment Portable
Water Treatment Portable

Hibah BNPB tahun 2012
Pengadaan APBD 2006
Pengadaan APBD 2006
Pengadaan APBD 2006
Pengadaan APBD 2006
Pengadaan APBD 2006
Pengadaan APBD 2006
Pengadaan APBD 2006
Pengadaan APBD 2006
Pengadaan APBD 2006
Pengadaan APBD 2006
Pengadaan APBD 2006
Pengadaan APBD 2006
Pengadaan APBD 2006
Pengadaan APBD 2006
Pengadaan APBD 2006
Pengadaan APBD 2006
Pengadaan APBD 2006
Pengadaan APBD 2006
Pengadaan APBD 2006
Pengadaan APBD 2006
Pengadaan APBD 2007
Pengadaan APBD 1986
Hibah BNPB tahun 2012
Hibah BNPB tahun 2012
Hibah BNPB tahun 2014

VI

mini
40
Perahu karet kapasitas 8 org
41
Mesin perahu kapasitas 25
PK
42
Alat penerangan darurat
bencana
43
Radio wireless
44
Antenna Grid 2,4 jumper
stang
45
Tower Triangle D 20 cm,
@stage 4 m
46
Anti petir 4 sumuran
47
Switch 8 port = configurasi
48
Acess
point
woreless+configurasi
Alat Studio dan Komunikasi
1
Radio wireless
2
Meghaphone
3
Handy Cam
4
Camera digital
5

VI
I

GPS MAP

6
Radio HT
7
HT
8
Radio VHF RIG
9
Radio RIG
10
RIG
11
SSB
Alat Keamanan
1
2
3
4
5

Toolbox
Dongkrak buaya
Tandu
Sling tarik 4 ton
Sling tarik 3 ton

1 Hibah BNPB tahun 2014
1 Hibah BNPB tahun 2014
22 Pengadaan APBD 2013
1 Pengadaan APBD 2013
1 Pengadaan APBD 2013
5 Pengadaan APBD 2013
1 Pengadaan APBD 2013
3 Pengadaan APBD 2013
3 Pengadaan APBD 2013

1
3
2
5

Pengadaan APBD 1999
Pengadaan APBD 1989
Pengadaan APBD 2007, 2008
Pengadaan APBD 2007, 2008, 2010,
2012, 2013
Pengadaan APBD 2007
Pengadaan APBD 2014
Pengadaan APBD 2013
Hibah BNPB tahun 2012

1
2
25
2
1
2 Pengadaan APBD 2013
1 Hibah BNPB tahun 2012
1 Hibah BNPB tahun 2012

2
1
1
1
1

Pengadaan APBD 2013
Pengadaan APBD 2013
Pengadaan APBD 2013
Pengadaan APBD 2013
Pengadaan APBD 2013

Sumber :Data Inventaris Barang/Sensus Barang Milik Daerah BPBD Kabupaten Magelang
Semester I Tahun 2014

B. IMPLEMENTASI PROGRAM BPBD
1.1 Kegiatan Pra Bencana
1.1.1 Pencegahan

Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana oleh BPBD
dalam melaksanakan tugasnya telah ada. Misalnya pencegahan bertambahnya
korban akibat hujan abu yang terjadi sebelum bencana erupsi terjadi.
Penanggulangannya adalah dengan memberikan masker dan kaca mata untuk
melindungi sistem pernafasan dan mata.
1.1.2 Kesiapsiagaan
Untuk mengantisipasi bencana agar mengurangi resiko bencana, BPBD
Magelang melakukan sosialisasi tentang bahaya bencana erupsi gunung
merapi dengan disertai bagaimana cara evakuasi yang tepat dan segala
prosedur pengevakuasian.
Selain itu telah dilakukan pos komando disetiap titik-titik rawan
bencana agar dapat lebih cepat melakukan tindakan, serta penyiapan lokasi
evakuasi menggunakan Sister Village, dan sarana penyiaran komunikasi yang
tersebar dititik-titik desa.
1.1.3 Peringatan dini
Dengan adanya peringatan dini (awareness) terlebih dahulu kepada
masyarakat sekitar tempat kemungkinannya terjadi bencana maka akan pula
mengurangi kerugian yang terjadi. Peringatan telah dilakukan dengan
tingkatan kewaspadaan yang berbeda-beda.
Pada level pertama (Normal) terindikasikan bahwa tidak ada gejala
aktivitas tekanan magma, tindakan yang harus dilakukan pada level ini adalah
pengematan secara rutin untuk mengetahui tingkat pergerakan tekanan magma
dan juga survey serta penyelidikan yang ada disekitar gunung untuk
mengetahui ada atau tidaknya kawah baru atau sumber-sumber bencana
lainnya.
Pada level kedua (Waspada) dapat dikatakan bahwa ada aktivitas
perubahan tekanan magma diatas level normal, peningkatan aktivitas seismik
dan kejadian vulkanis lainnya, dan sedikit perubahan aktivitas yang
diakibatkan oleh magama, tektonik dan hidrotermal seperti gempat kecil.
Tindakan yang harus diambil pada tingkatan level ini adalah dengan
penyuluhan/sosialisasi mengenai bahaya yang dapat terjadi sewaktu-waktu
karena kenaikan tekanan aktivitas magma. Selain itu dapat dilakukan
pengecekan sarana yang ada untuk melakukan evakuasi atau pencegahan,
peringatan dini.

Pada level ketiga (Siaga) dideterminasikan dengan adanya peningkatan
intensif kegiatan seismik, dan semua data menunjukkan bahwa ada
kemungkinan untuk segera berlanjut ke letusan atau menuju pada keadaan
yang dapat menimbulkan bencana. Tindakannya adalah dengan melakukan
peringatan dini di wilayah terancam, penyiapan sarana darurat, serta piket jaga
penuh untuk mengantisipasi adanya bencana.
Pada level keempat (Awas) menandakan gunung berapi yang segera
atau sedang meletus yang menimbulkan bencana. Letusan pembukaan dimulai
dengan abu dan asap, dan letusan berpeluang terjadi dalam waktu 24 jam.
Tindakan yang diambil adalah wilayah terancam bahaya direkomendasikan
untuk dikosongkan untuk menghindari kerugian korban jiwa.
1.1.4 Mitigasi bencana
Mitigasi bencana yang dilakukan oleh BPBD Magelang untuk
mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik atau penyadaran
dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana, pemerintah telah
membuat Sabo DAM, ini dibangun untuk menahan lahar yang terbawa oleh
aliran sungai supaya tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar.8
Selain itu Mitigasi bencana berupa undang-undang telah dikeluarkan
MOU antara desa ancaman dengan desa penopang untuk memudahkan proses
evakuasi agar tidak terpecah-belah antara warga desa satu dengan lainnya
untuk memudahkan pendataan serta memudahkan koordinasi.
1.2 Kegiatan Saat Bencana
1.1.1 Tanggap Darurat (Emergency Response)
Upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk
menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan
korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian. Terdapat satuan SAR dan
Tim Siaga warga (SSP, SRP) dalam mengevakuasi.
1.1.2 Bantuan Darurat
Adanya bantuan yang mengalir dari berbagai wilayah yang berupa
kebutuhan dasar yaitu, pangan, sandang, tempat tingga sementara (Barak
8 Diakses http://ksn-merapi.com/index.php/detail/57 tanggal 21 Mei 2015 waktu 20:12 WIB

pengungsian), kesehatan, sanitasi dan air bersih.dari sektor publik, sektor
privat, hingga NGO, dan bantuan dari luar negeri.

1.3 Kegiatan Pasca Bencana
1.1.1 Pemulihan (Recovery)
Setelah selesai terjadinya bencana, BPBD dan stakeholders melakukan
pemulihan darurat kondisi masyarakat bencana dengan memfungsikan kembali
prasarana dan sarana pada keadaan semula. Dengan melakukan perbaikan
prasarana dan pelayanan dasar (jalan, listrik, air bersih, pasar, puskesmas, dll.)
1.1.2 Rehabilitas (Rehabilitation)
Upaya yang dilakukan untuk membantu masyarakat memperbaiki
rumahnya, fasilitas umum dan fasilitas sosial penting dan menghidupkan
kembali roda perekonomian. Namun untuk memperbaiki rumah, pemerintah
hanya melakukan gotong-royong membersihkan rumah-rumah warga yang
tertimbun debu vulkanik, untuk melakukan rekonstruksi rumah hanya sedikit
warga yang mendapatkannya itupun juga dari donatur swasta.
1.4 Mitigasi Bencana Yang Efektif
1.1.1 Penilaian Bahaya (Hazard Assesment)
Masyarakat telah paham akan bahaya yang akan datang. Masyarakat dapat
mengetahui tanda-tanda jika bencana sudah mau datang. Nilai-nilai kearifan
lokal dan juga adanya teknologi yang semakin modern serta arahan-arahan
dari pemerintah secara langsung membuat segi penilaian terhadap bahaya
menjadi lebih optimal.
1.1.2 Peringatan (Warning)
Sebelum bencana erupsi tahun 2010 mungkin masyarakat sulit mendapatkan
peringatan-peringatan dini, berbeda dengan keadaan yang sekarang.
Peringatan lebih efektif dilakukan dengan adanya Sistem Informasi Desa
(SID). Biasanya warga berkumpul di satu titik tempat berkumpul, di balai
desa.
1.1.3 Persiapan (Preparedness)

Adanya program Sister Village membuat persiapan masyarakat dalam
menghadapi bencana semakin matang. Jika bencana datang, mereka sudah
langsung mengetahui kemana mereka akan mengungsi, tidak perlu lagi
mengalami kebingungan dan kepanikan seperti saat sebelumnya.
1.1.4 Tingkat Kepedulian Masyarakat
Tingkat kepedulian masyarakat sudah semakin baik, apalagi dengan adanya
organisasi pemuda yang ada di dalam desa, yang ikut membantu dan
mengutamakan orang-orang tua ketika evakuasi sedang berlangsung.
1.5 Mitigasi Bencana Berbasis Masyarakat
1.1.1 Sister Village merupakan sebuah program yang bagus yang telah berbasis
kepada masyarakat. Keberadaan program ini harus ditingkatkan lagi, juga
sosialisasi kepada masyarakat perlu lebih intens lagi agar warga masyarakat
mengetahui betul konsep dari program ini.
1.1.2 Dilihat dari segi anggaran, harus ada penganggaran yang jelas dan alokasi
yang berkelanjutan dan secara terus menerus meskipun tidak terjadi bencana.
Hal ini perlu karena untuk dapat menciptakan suasana efektif dan efisien
dalam kesiapsiagaan bencana baik saat maupun pasca bencana
1.1.3 Perlu adanya kerjasama atas seluruh pihak dalam melaksanakan
manajemen bencana, supaya ada sebuah sinergitas serta adanya perpaduan
kearifan lokal dan teknologi modern menjadi hal yang mutlak dalam
menciptakan mitigasi mapan.

C. KENDALA YANG DIHADAPI BPBD KABUPATEN MAGELANG
Badan penanggulangan bencana daerah merupakan lembaga daerah yang bertugas
mengurus dan mempersiapkan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan manajemen bencana
daerah. BPBD Kabupaten Magelang dalam menjalankan tugas seringkali menemui kendalakendala, baik kendala lapangan, administrasi dan anggaran maupun kelembagaan. Kendala
yang sering dihadapi oleh lembaga tersebut adalah kendala yang berkaitan dengan
masyarakat. Kendala tersebut biasanya dirasakan saat proses evakuasi. Padahal merapi

merupakan gunung berapi paling aktif di Indonesia dengan siklus erupsi paling sering yaitu
sekitar 3-7 Tahunan. Sehingga satu satunya cara untuk menyelamatkan warga dari merapi
adalah dengan menjauhkan atau memindahkan warga dari Merapi.
Hal ini lah yang menjadi kendala utama BPBD. Warga merapi selalu menolak untuk
direlokasi ke wilayah yang aman dari erupsi merapi. Alasan yang dipergunakan warga
beragam mulai dari alasan ekonomi, religi sampai alasan budaya atau kultural. Padalah telah
banyak kasus erupsi merapi yang menelan banyak korban karena warga menolak untuk
dievakuasi. Masalah relokasi warga inilah yang menjadi masalah utama BPBD
Kab.Magelang setiap kali bencana merapi datang. Selain itu kendala yang dihadapi lembaga
tersebut adalah, masyarakat seolah menyalahkan BPBD apabila kehadiran di tempat bencana
tidak tepat waktu, mereka beranggapan bahwa di setiap bencana, pihak pertama yang harus
bertanggung jawab adalah BPBD. Dengan adanya anggapan tersebut, apabila BPBD datang
ke tempat bencana telat, konsekuensinya adalah mendapat sambutan yang

kurang

menyenangkan, bahkan terkadang kedatangan lembaga seolah tidak ada gunanya ba

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ORANG TUA MENIKAHKAN ANAK PEREMPUANYA PADA USIA DINI ( Studi Deskriptif di Desa Tempurejo, Kecamatan Tempurejo, Kabupaten Jember)

12 105 72

Analisa studi komparatif tentang penerapan traditional costing concept dengan activity based costing : studi kasus pada Rumah Sakit Prikasih

56 889 147