BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan 2.1.1. Pegertian Kepemimpinan - Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Terhadap Kinerja Perawat RS Bhayangkara Medan Tahun 2013

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepemimpinan

2.1.1. Pegertian Kepemimpinan

  Masalah kepemimpinan telah muncul bersamaan dengan dimulainya sejarah manusia, yaitu sejak manusia menyadari pentingnya hidup berkelompok untuk mencapai tujuan bersama. Pada hakekatnya kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain. Dengan kata lain kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain untuk menggerakkan orang- orang tersebut agar dapat penuh pengertian dan senang hati bersedia mengikuti kehendak pemimpin tersebut (Robbins, 2006).

  Kepemimpinan telah didefinisikan dalam kaitannya dengan ciri-ciri individual, perilaku, pengaruh terhadap orang lain, pola interaksi, hubungan peran, tempatnya pada suatu posisi administratif, serta persepsi orang lain mengenai keabsahan dari pengaruh (Robbins, 2006). Selanjutnya menurut Siagian (1999), kepemimpinan sebagai suatu kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang-orang agar bekerja bersama-sama menuju suatu tujuan tertentu yang mereka inginkan bersama. Dengan kata lain, kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi kelompok untuk mencapai tujuan kelompok tersebut.

  Berdasarkan defenisi diatas dapat diketahui bahwa kepemimpinan adalah suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh kepada bawahan yang didasarkan

  9

  10

  pada kemampuan seorang pimpinan untuk mengarahkan bawahannya dalam mencapai tujuan organisasi.

2.1.2. Ciri-ciri Pemimpin yang Ideal

  Menurut John adair (2007) Ciri-ciri pemimpin yang ideal adalah (1) mengkomunikasikan visi, arah dan peran yang jelas, (2) mempengaruhi orang lain karyawan, (4) menantang pemikiran dan mendorong fleksibiltas dan inovasi, (5) mengembangkan, memberi kesempatan dan mendorong orang lain dalam bekerja, (6) memberi dorongan bagi tercapainya hasil dan perbaikan, dan (7) memperlihatkan kesadaran diri, berkomitmen dengan rasa cinta yang mendalam terhadap nilai dan misi serta memperlihatkan kecakapan manajemen.

  Pemimpin yang dapat menerapkan kepemimpinan yang tepat akan dapat memuaskan bawahannya sehingga pegawai menjadi lebih giat bekerja sehingga pegawai menjadi lebih giat bekerja sehingga kinerja pegawai dapat terbentuk. Dengan demikian bahwa dalam usaha untuk meningkatkan potensi kerja dibutuhkan ciri-ciri pemimpin yang berprilaku partisipasif (Kabul, 2005).

  Kinerja pegawai tidak dapat dilepaskan dari peran pemimpinnya. Menurut Bass dan Avolio (1990), peran pemimpin atasan dalam memberikan kontribusi pada karyawan untuk pencapaian kinerja yang optimal dilakukan melalui lima cara yaitu: (1) Pemimpin menklarifikasi apa yang diharapkan dari karyawan, secara khusus tujuan dan sasaran dari kinerja mereka, (2) pemimpin menjelaskan bagaimana memenuhi harapan tersebut, (3) Pemimpin mengemukakan kriteria dalam melakukan

  11

  evaluasi dari kinerja secara efektif, (4) Pemimpin memberikan umpan balik ketika kayawan telah mencapai sasaran, dan (5) pemimpin mengalokasikan imbalan berdasarkan hasil yang mereka capai.

2.1.3. Kepemimpinan dalam Keperawatan

  Kepemimpinan dalam pelayanan keperawatan menurut Swanburg (2000) mempengaruh perawat lain di bawah pengawasannya untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan sehingga tujuan keperawatan tercapai. Keterampilan dalam kepemimpinan ini meliputi: Keterampilan teknis, yaitu kesanggupan untuk mengerti dan mengerjakan aktifitas teknis, keterampilan konseptual, yaitu kesanggupan untuk mengkonsep dan melihat usaha sebagai keseluruhan serta dapat menganalisanya dan keterampilan hubungan antar manusia, yaitu kesanggupan untuk bekerja sama dengan orang lain sebagai anggota kelompok dan pimpinan. Kepemimpinan merupakan cara memimpin yang dapat menghasilkan keluaran melalui kinerja orang lain

  Pemberian pelayanan keperawatan merupakan suatu kegiatan yang komplek dan melibatkan berbagai individu. Agar tujuan keperawatan tercapai diperlukan kegiatan dalam menerapkan keterampilan kepemimpinan oleh karena itu, kepemimpinan timbul sebagai hasil sinergis berbagai keterampilan mulai dari administratif (perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, pengawasan), keterampilan teknis (pengelolaan, pemasaran, dan teknis prosedural), dan keterampilan interpersonal (Nurahmah, 2005).

  12 Kepemimpinan dalam keperawatan dapat ditumbuhkan lebih optimal, selain

  dengan menguasai keterampilan diatas seorang manajer keperawatan mampu memperlihatkan keperawatan dalam menghadapi orang lain dengan efektif.

  Keterampilan tersebut meliputi: (1) kepiawaian dalam menggunakan posisi, (2) kemapuan dalam memecahkan masalah secara efektif, (3) ketegasan sikap dan penyelesaian konflik kinerja, dan (5) mempunyai keterampilan dalam komunikasi dan advokasi (Gillis, 1994).

2.2. Motivasi

2.2.1. Pengertian Motivasi

  Motivasi merupakankegiatan yang mengakibatkan, mengalirkan, dan memelihara perilaku manusia akibat interaksi individu dengan situasi. Umumnya orang-orang yang termotivasi akan melakukan usaha yang lebih besar dari pada yang tidak termotivasi.Istilah motivasi (motivation) berasal dari bahasa Latin, yakni

  

movere yang berarti “menggerakkan” (to move). Rumusan motivasi oleh Mitchell

  (1982) bahwa motivasi mewakili proses-proses psikologikal yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela (volunteer) yang diarahkan kearah tujuan tertentu (Winardi, 2007).

  Menurut Gray (Winardi, 2007) bahwa motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu yang menyebabkan timbulnya sikap antusias dan persistensi dalam melaksanakan kegiatan tertentu.

  13 Sedangkan menurut Rivai (2006), menambahkan bahwa motivasi adalah sebagai

  dorongan yang ada pada diri seseorang untuk bertingkah laku mencapai suatu tujuan tertentu.

  Berdasarkan beberapa defenisi di atas disimpulkan bahwa motivasi adalah bagaimana menggerakkan orang agar mau bekerja dengan semangat dan fungsi untuk keberhasilan suatu organisasi dalam hal ini termasuk rumah sakit, khususnya perawat sebagai pemberi jasa pelayanan keperawatan.

2.2.2. Teori-Teori Motivasi

  Teori motivasi merupakan teori-teori yang membicarakan bagaimana motivasi manusia dalam melaksanakan pekerjaan dan mencapai tujuan, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor pembentuk terciptanya motivasi. Motivasi Gibson (1996), secara umum mengacu pada 2 (dua) kategori :

  1. Teori kepuasan (Content Theory), yang memusatkan perhatian kepada faktor dalam diri orang yang menguatkan (energize), mengarahkan (direct), mendukung (sustain), dan menghentikan (stop) perilaku petugas.

2. Teori proses (Process Theory), menguraikan dan menganalisa bagaimana perilaku itu dikuatkan, diarahkan, didukung dan dihentikan.

  Lebih lanjut Gibson (2006), mengelompokkan teori motivasi sebagai berikut:

  14 1.

  Teori kepuasan terdiri dari; (a) teori Hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow, (b) teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg, (c) teori ERG (Existence, Relatedness, Growth ) dari Alderfer, (d) teori prestasi dari McClelland.

2. Teori Proses terdiri dari; (a) teori harapan, (b) teori pembentukan perilaku, (c) teori keadaan.

  manusia dapat memenuhi kepuasan diri dan bergerak memenuhi kebutuhan tersebut yaitu: (1) faali (fisiologis): antara lain rasa lapar, haus perlindungan (pakaian dan perumahan), sex dan kebutuhan ragawi lain, (2) keamanan: antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional, (3) sosial: mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, diterima baik, dan persahabatan, (4) penghargaan: mencakup faktor rasa hormat internal seperti harga diri, otonomi, dan prestasi dan faktor hormat eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian. (5) aktualisasi diri: dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi; mencakup pertumbuhan, mencapai potensialnya, dan pemenuhan diri.

  Teori kebutuhan (motivasi berprestasi) dari David McClelland, teori ini berfokus pada 3 kebutuhan. Hal-hal yang memotivasi seseorang menurut McClelland dalam Robbins (2006), adalah: 1.

  Kebutuhan akan prestasi (Need for achievement) Diartikan sebagai dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras untuk berhasil. Kebutuhan akan prestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang untuk mengembangkan

  15

  kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya guna mencapai prestasi yang maksimal. Seseorang menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi kerja yang tinggi akan memperoleh pendapatan yang besar yang akhirnya bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

  2. Kebutuhan akan kekuasaan (Need for power) dan mengendalikan individu lain. Kebutuhan akan kekuasaan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Merangsang dan memotivasi gairah kerja seseorang serta mengerahkan semua kemampuannya demi mencapai kedudukan atau kekuasaan yang terbaik. Seseorang dengan kebutuhan kekuasaan tinggi akan bersemangat bekarja apabila bisa mengendalikan orang yang ada di sekitarnya. Individu dengan need for power yang tinggi suka bertanggungjawab, berjuang untuk mempengaruhi orang lain, senang ditempatkan dalam situasi yang kompetitif dan berorientasi status, serta cenderung lebih khawatir dengan wibawa dan mendapatkan pengaruh atas individu lain dengan kinerja yang lebih efektif.

3. Kebutuhan akan afiliasi (Need for affiliation)

  Kebutuhan akan afiliasi menjadi daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena kebutuhan akan afiliasi akan merangsang gairah kerja seseorang yang menginginkan kebutuhan akan perasaan akan diterima orang lain, perasaan dihormati, perasaan maju dan tidak gagal, dan perasaan ikut serta. Individu dengan motif hubungan yang tinggi berjuang untuk

  16

  persahabatan, lebih menyukai situasi-situasi yang kooperatif dibandingkan situasi yang kompetitif.

  Beberapa prediksi yang didukung dengan baik bisa dibuat berdasarkan hubungan antara kebutuhan pencapaian dan prestasi kerja. Individu dengan kebutuhan pencapaian yang tinggi lebih menyukai situasi-situasi pekerjaan yang karekteristik-karakteristik ini merata, individu yang berprestasi tinggi akan sangat termotivasi.

2.2.3. Model Motivasi

  Handoko (2001), membagi model motivasi menjadi dua, yaitu: (1) motivasi intrinsik, yang berfungsi tanpa rangsangan dari luar, karena dalam diri individu tersebut sudah ada dorongan untuk melakukan tindakan, dan (2) motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang berfungsi karena disebabkan oleh adanya faktor pendorong dari luar individu.

  Model motivasi berkembang dari teori klasik (tradisional) menjadi teori modern, sesuai dengan perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan. Model- model motivasi ada 3: (Winardi, 2007) 1.

  Model tradisonal yaitu mengemukakan bahwa untuk memotivasi bawahan agar bergairah kerjanya meningkat, perlu diterapkan system insentif semakin besar produksi semakin banyak insentif yang diberikan kepada karyawan berprestasi.

  17 2.

  Model hubungan manusia mengemukakan bahwa memotivasi bawahan agar bergairah dalam pekerjaannya dengan mengakui kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa berguna dan penting.

  3. Model sumber daya manusia mengemukakan bahwa karyawan dimotivasi oleh banyak faktor, bukan hanya uang/barang atau keinginan terhadap pencapaian Menurut model ini, karyawan cenderung memperoleh kepuasan dari prestasi yang baik.

2.2.4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Motivasi

  Faktor motivasi dibedakan menjadi dua, yang pertama dinamakan situasi motivasi yang “subjective” atau faktor intrinsik dan yang kedua adalah faktor “objective”atau faktor ekstrinsik.

  Faktor-faktor intrinsik adalah faktor-faktor yang timbul dari individu petugas dengan pekerjaannya yang sering disebut pula sebagai “job content factor”. Faktor tersebut diantaranya meliputi keberhasilan dalam melaksanakan tugas, memperoleh pengakuan atas prestasinya, memperoleh tanggungjawab yang lebih besar dan memperoleh kemajuan kedudukan melalui promosi jabatan. Sejauh mana semuanya itu dapat terpenuhi secara positif bagi petugas, maka sejauh itu pula dorongan/daya motivasinya untuk bekerja bagi tercapainya tujuan organisasi.

  Herzberg dalam Hasibuan (2005), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi seorang karyawan ada yang bersifat internal dan eksternal.

  Faktor yang bersifat internal (motivation factor), antara lain:

  18

1) Tanggung jawab (responsibility).

  Setiap orang ingin diikursertakan dan ingin diakui sebagai orang yang berpotensi, dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul tanggung jawab yang lebih besar. 2)

  Prestasi yang diraih (achievment) prestasi dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan yang bersangkutan untuk melakukan tugas-tugas berikutnya. 3)

  Pengakuan orang lain (recognition) Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari kompensasi.

  4) Pekerjaan itu sendiri (the work it self)

  Pekerjaan itu sendiri merupakan faktor motivasi bagi pegawai untuk berforma tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu, tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi pegawai, merupakan faktor motivasi, karena keberadaannya sangat menentukan bagi motivasi untuk berforma tinggi dan peningkatkan kualitas kerja itu sendiri. 5)

  Kemungkinan pengembangan (the possibility of growth) Karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya misalnya melalui pelatihan-pelatihan kursus dan juga melanjutkan jenjang pendidikannya. Hal ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk tumbuh

  19

  dan berkembang sesuai dengan rencana karirnya yang akan mendorongnya lebih giat dalam bekerja.

  6) Kemajuan (advancement)

  Peluang untuk maju merupakan pengembangan potensi diri seorang pegawai dalam melakukan pekerjaan, karena setiap pegawai menginginkan adanya pengalaman dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan potensi diri akan menjadi motivasi yang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih baik.

  Sedangkan yang berhubungan dengan faktor ketidakpuasan dalam bekerja menurut Herzberg dalam Luthans (2003), dihubungkan oleh faktor ekstrinsik antara lain:

  1) Gaji

  Tidak ada satu organisasipun yang dapat memberikan kekuatan baru kepada tenaga kerjanya atau meningkatkan produktivitasnya, jika tidak memiliki sistem kompensasi yang realitis dan gaji bila digunakan dengan benar akan memotivasi pegawai. Gaji yang sesuai dengan kinerja maka mendorong peningkatan produktivitas perusahaan. 2)

  Keamanan dan keselamatan kerja Kebutuhan akan keamanan dapat diperoleh memalui kelangsungan kerja. Jika lingkungan kerja yang aman dan keselamatan kerja yang utama bagi karyawan maka akan memotivasi pekerja dalam meningkatkan kualitas kerjanya.

  20

  3) Kondisi kerja

  Dengan kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang serta didikung oleh perlatan yang memadai, karyawan akan merasa betah dan produktif dalam bekerja sehari-hari

  4) Hubungan kerja suasana atau hubungan kerja yang harmonis antara sesama pegawai maupun atasan dan bawahan.

  5) Prosedur perusahaan

  Keadilan dan kebijaksanaan dalam menghadapi pekerja, serta pemberian evaluasi dan informasi secara tepat kepada pekerja juga merupakan pengaruh terhadap motivasi pekerja. 6)

  Status Merupakan posisi atau peringkat yang ditentukan secara sosial yang diberikan kepada kelompok atau anggota kelompok dari orang lain. Status pekerja mempengaruhi motivasinya dalam bekerja. Status pekerja yang diperoleh dari pekerjaannya antara lain ditunjukkan oleh klasifikasi jabatan hak-hak istimewa yang diberikan serta peralatan dan lokasi kerja yang dapat menunjukkan statusnya.

  Gibson (2006), menyatakan penting diketahui bahwa manusia termotivasi untuk bekerja dengan bergairah ataupun bersemangat tinggi, apabila ia memiliki keyakinan akan terpenuhinya harapan-harapan yang didambakan serta tingkat

  21

  manfaat yang akan diperolehnya. Motivasi yang timbul karena adanya usaha secara sadar dari manusia dan dilakukan untuk menimbulkan daya/kekuatan/dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu (perilaku) bagi tercapainya tujuan organisasi di tempat bekerja. Faktor-faktor tersebut meliputi gaji atau upah yang meningkat, adanya atasan atau pimpinan yang bijak, hubungan rekan kerja yang baik, terjaminnya keselamatan kerja. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi terpenuhinya akan harapan-harapan dan hasil kongkrit yang akan diperolehnya, maka semakin tinggi pula motivasi positif yang akan ditunjukkan olehnya.

2.2.5. Manfaat Motivasi

  Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja sehingga produktivitas kerja maningkat. Sementara itu manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat, artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang ditetapkan dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan serta orang senang melakukan pekerjaannya.

  Sesuatu yang dikerjakan dengan adanya motivasi yang mendorongnya maka akan pekerja senang melakukannya. Pekerjapun akan merasa dihargai atau diakui hal ini terjadi karena pekerjaannya dia betul-betul berharga bagi setiap orang. Pekerja yang termotivasi akan pekerjaannya akan memudahkan individu yang mengawas tidak terlalu banyak pengawasan karena semangat juangnya yang tinggi (Arep dan Tanjung, 2003).

  22

2.3. Kinerja

2.3.1. Pengertian Kinerja

  Istilah kinerja sering dipadankan dengan kata dalam bahasa Inggris yakni ”performance”. Memurut The Scribner-Bantam English Dictionary tahun 1979

  performance berasal dari akar kata “to perform” yang mempunyai arti melakukan,

  menyempurnakan tanggungjawab dan melakukan sesuatu yang diharapkan sesorang atau mesin. Dapat disimpulakan bahwa dari beberapa arti “to perform” adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakan sesuai dengan tanggungjawab atau hasil yang diharapkan, sedangkan arti kata performance merupakan kata benda dimana salah satunya adalah sesuatu hasil yang telah dikerjakan.

  Menurut Triffin dan MacCormic (1979), kinerja individu berhubungan dengan individual variable dan situasional variable. Perbedaan individu akan menghasilkan kinerja yang berbeda pula. Adapun individu variable adalah variabel yang berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan, misalnya kemampuan, kepentinan, dan kebutuhan-kebutuhan tertentu. Sedangkan situasional variable adalah variabel yang bersumber dari situasi pekerjaan yang lebih luas (lingkungan organisasi), misalnya pelaksanaan supervisi, karakteristik pekerjaan, hubungan dengan sekerja dan pemberian imbalan.Menurut Prawirosentono (1999), kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing, dalam rangkan upaya

  23

  mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

  Menurut Ilyas (2001), kinerja adalah kualitas hasil karya personil baik kualitas maupun kuantitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kerja kelompok personil. Penampilan hasil kerja tidak terbatas kepada keseluruhan jajaran personil dalam organisasi.

  Sementara kinerja menurut Mangkunegara (2002), adalah hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Baik tidaknya karyawan dalam melaksanakan tugas yang diberikan perusahaan dapat diketahui dengan melakukan penilaian terhaap kinerja karyawannya. Penilaian kinerja berpengaruh untuk evaluasi kerja, motivasi dan pengembangkan karyawan.

2.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

  

Mangkunegara (2002), mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi

kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).

  a.

  Faktor kemampuan Karyawan yang memiliki kemampuan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari-hari, maka ia lebih muda untuk mencapai kinerja yang diharapkan.

  24 b.

  Faktor motivasi Motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja.

  Motivasi merupakan kondisi yang terarah untuk mencapai tujuan kerja atau organisasi.

  Pemimpin organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu garis besar, perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor individu dan situsi kerja. Menurut Gibsonet al. (1996), menyatakan bahwa terdapat tiga kelompok variabel yang mempengaruhi kinerja dan perilaku, yaitu: a.

  Variabel individu, yang terdiri dari: (1) kemampuan dan keterampilan (2) latar belakang keluarga, pengalaman, tingkat sosial, dan (3) faktor demografis.

  b.

  Variabel organisasi, yang terdiri dari: (1) sumber daya, (2) kepemimpinan, (3) imbalan, (4) struktur, dan (5) disain pekerjaan.

  c.

  Variabel psikologis, yang terdiri dari:(1) persepsi, (2) sikap, (3) kepribadian, (4) belajar, dan (5) motivasi.

  Menurut Davis (2004), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Secara psikologis, kemampuan karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ diatas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan keterampilan dalam mengerjakan pekerjaan, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan.

  25 Sedangkan Robbin (2006), menambahkan dimensi baru yang menentukan

  kinerja seseorang, yaitu kesempatan. Menurutnya, meskipun seseorang bersedia dan mampu mungkin ada rintangan yang menjadi kendala kinerja seseorang, yaitu kesempatan yang ada, mungkin berupa lingkungan, rekan kerja yang tidak mendukung prosedur yang tidak jelas dan sebagainya.

  Menurut Simamora (2004), penilaian kinerja (performance appraisal) adalah prosesnya organisasi mengevaluasi pelaksanaan kinerja individu. Penilaian kinerja memberikan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam melaksanakan tujuan-tujuan dan standar kinerja individu di waktu berikutnya.

  Sedangkan menurut Rivai (2005), penilaian kinerja merupakan kajin sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Penilaian kinerja merupakan proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang, meluputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas.

  Dalam Rivai (2005), dikemukakan pada dasarnya ada dua (2) model penilaian kinerja:

1. Penilaian kinerja berorientasi masa lalu

  (a) Skala peringkat (Rating scale)

  Merupakan metode tertua dalam penilaian prestasi dimana peniaian berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu, mulai dari terendah sampai yang paling tinggi.

  26

  (b) Daftar pertanyaan (Checklist)

  Dengan menggunakan formulir isian yang berisi beraneka tingkah perilaku bagi suatu pekerjaan. Keuntungan dari Checklist adalah biaya yang murah dan pengurusan yang mudah. (c)

  Metode dengan pilihan terarah yaitu dengan mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah.

  (d) Metode peristiwa kritis (Critical Incident Method)

  Bermanfaat untuk memberi umpan balik yang terait langsung dengan pekerjaan.

  (e) Metode catatan prestasi

  Berkaitan dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan penyempurnaan misalnya penampilan, kemampuan berbicara dan peran kepemimpinan.

  (f) Skala peringkat dikaitkan dengan tingah laku (Behaviorally Anchored

  Rating Scale= BARS)

  Penggunaan metode ini menuntut diambilnya tiga (3) langkah, yaitu: (1) menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja (2) menentukan kategori prestasi kerja dengan skala peringkat (3) uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku karyawan yang dinilai dengan jelas. (g)

  Metode peninjauan lapangan (Field Review Method) Penilai turun kelapangan bersama-sama dengan ahli SDM

  27

  (h) Tes dan observasi prestasi kerja (Performance Test and Observation)

  Penilaian kemampuan melalui ujian tertulis atau memalui mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau ujian praktik.

  (i) Pendekatan evaluasi komparatif (Comparative Evaluation Approach) Menggunakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan orang lain.

  Penilaian kinerja berorientasi masa depan (a)

  Penilaian diri sendiri (Self Apprasial) Penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sehingga mampu mengidentifikasi aspek prilaku kerja yang perlu diperbaiki. (b)

  Manajemen berdasarkan sasaran (Management by Objective) Penilaian dimana karyawan dan penyelia bersama-sama menetapkan tuuan atau sasaran pelaksanaan kerja diwaktu yang akan datang.

  (c) Penilaian dengan psikolog

  Penilaian ini berdasarkan wawancara, tes psikologi, diskusi-diskusi dengan penyelia-penyelia.

2.3.4. Tujuan Penilaian Kinerja

  Menurut Simamora (2004), tujuan penilaian kinerja digolongkan kedalam evaluasi dan tujuan pengembangan.

  (a) Tujuan evaluasi Melalui pendekatan evaluatif, dilakukan penilaian kinerja masa lalu seorang karyawan. Evaliasi yang digunakan untuk menilai kinerja adalah rating

  28

  deskiptif. Hasil evaluasi digunakan sebagai data dalam mengambil keputusan mengenai promosi dan kompensasi atas peningkatan kinerja.

  (b) Tujuan pengembangan Pendekatan pengembangan diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan dimasa yang akan datang. Aspek pengembangan dari penilaan kinerja

  2.3.5. Manfaat Penilaian Kinerja

  Manfaat penilaian kinerja yang dikemukakan oleh Mulyadi (1997), yaitu: 1)

  Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksimum.

  2) Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, seperti promosi, transfer dan pemberhentian.

  3) Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.

  4) Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan meraka menilai kinerja mereka.

  5) Menyediakan suatu dasar distribusi penghargaan.

  2.3.6. Strategi Meningkatkan Kinerja

  Adapun strategi-strategi yang digunakan oleh kepala ruangan dalam meningkatkan kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Haji Surabaya sesuai dengan pendapat Schuller (1999), yaitu:

  1. Dorongan positif Dorongan positif melibatkan penggunaan penghargaan positif untuk meningkatkan terjadinya kinerja yang diinginkan. Dorongan positif yang diberikan oleh kepala instalasi rawat inap terhadap perawat berdasarkan tupoksi yaitu: mengkoordinasi pengendalian terhadap pelaksanaan tugas rumah sakit yang telah penghargaan baik bersifat materil dan imateril serta penilaian terhadap kinerjanya. Sistem dorongan positif dapat dirancang berdasarkan prinsip-prinsip teori dorongan: a.

  Lakukan audit kinerja Audit kinerja mengkaji seberapa baik pekerjaan dilaksanakan.

  b.

  Tetapkan standar dan tujuan kinerja Standar adalah tingkat minimum kinerja yang diterima, tujuan adalah tingkat kinerja yang ditargetkan. Keduanya harus ditetapkan setelah audit kinerja dan harus dikaitkan langsung dengan pekerjaan. Tujuan dan standar harus dapat diukur dan dapat dicapai.

  c.

  Berikan umpan balik kepada karyawan mengenai kinerjanya Standar kinerja tidak efektif tanpa ukuran dan umpan balik terus menerus. Umpan balik harus netral dan bahan evaluatif bersifat menilai dan bila mungkin harus disampaikan secara langsung kepada karyawan, bukan kepada penyelia. Umpan balik langsung yang tepat memberi pengetahuan yang dibutuhkan pekerja untuk dipelajari.

  29

  30 d.

  Beri karyawan pujian atau imbalan lain yang berkaitan langsung dengan kinerja.

  Jika penghargaan berupa pujian, maka harus dinyatakan dalam bentuk kuantitatif dan spesifik. Salah satu penghargaan yang umum adalah uang.

  Meskipun uang sangat efektif sebagai motivator, banyak organisasi sering

  2. Disiplin Positif Program ini memberi tanggung jawab perilaku ditangan perawat itu sendiri.

  Bagaimanapun, program ini memberitahukan perawat bahwa rumah sakit peduli dan akan tetap memperkerjakan perawat selama ia berkomitmen untuk bekerja dengan baik. Disiplin positif yang dilihat dari sikap dan perilaku perawat tidak terlambat datang bekerja, bekerja sesuai dengan jam kerja yang sudah ditetapkan dan perawat juga diberi kebijakan untuk menindak lanjuti apabila pegawai melakukan kesalahan atau tidak disiplin.

  3. Bantuan Karyawan Program bantuan bagi perwat mempunyai sifat-sifat berikut ini: Dukungan manajemen puncak, dukungan perawat atau serikat pekerja, kerahasiaan, akses yang mudah, pengurus serikat pekerja yang terlatih, jika berada dilingkungan serikat pekerja, asuransi, ketersediaan, banyak layanan untuk bantuan dan referensi, kepemimpinan profesional yang terampil, adanya pemantauan, penilaian dan merevisi. Bantuan bagi perawat harus ditegakkan karena sangat membantu dalam

  31

  melaksanakan kinerja dan menumbuhkan kreatifitas untuk mencapai tujuan organisasi dengan dukungan dari kepala instalasi rawat inap maupun antar pegawai.

  4. Manajemen Pribadi Manajemen pribadi (self management) adalah suatu pendekatan yang relatif baru. Manajemen pribadi mengajari orang mengamati perilaku sendiri, menopang komitmen pada tujuan dan kinerja.

2.4. Perawat

  2.4.1. Pengertian Perawat

  Menurut Undang-Undang Kesehatan No.36 tahun 2009 menjelaskan bahwa perawat adalah mereka yang memeiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan. Perawat dikatakan profesional jika memiliki ilmu pengetahuan, ketrampilan keperawatan profesional dan sikap professional sesuai kode etik profesi.

  2.4.2. Peran Perawat

  Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 terdiri dari peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokat pasien, pendidik, koordinator, kolaborator, konsultan dan peneliti. (1) Peran Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan

  32 Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan

  perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga ditentukan diagnosis keperawatan agar direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan dari yang sederhana sampai dengan kompleks.

  (2) Peran Sebagai Advokat Pasien Perawat membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian. (3) Peran Sebagai Pendidik

  Perawat berperan mendidik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat serta tenaga keperawatan atau tenaga kesehatan kepada klien (individu, keluarga, kelompok atau masyarakat) maupun bentuk desiminasi ilmu kepada peserta didik keperawatan, antara sesama dan tenaga kesehatan

  33

  lainnya. Pendidikan kesehatan akan terlakasna dengan baik jika sesuai dengan kebutuhan.

  (4) Peran Sebagai Koordinator Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian

  (5) Peran Sebagai Kolaborator Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapi, dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar dalam penentuan bentuk pelanyanan selanjutnya.

  (6) Peran Sebagai Konsultan Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan. (7) Peran Sebagai Pembaharu

  Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan (Nursalam, 2001).

2.4.3. Tugas Perawat 1.

  Tugas Perawat di Rumah Sakit

  34 Seorang perawat mempunyai tugas dan bertanggungjawab penuh selama 24

  jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit.

2. Tugas Perawat di Ruangan

  Pelaksana perawatan diruangan adalah tenaga perawat professional yang dengan persyaratan berizasah pendidikan formal keperawatan, semua jenjang yang disahkan oleh pemerintah atau yang berwenang. Pelaksana perawatan bertanggungjawab secara administrasi fungsional kepada kepala ruangan, sedangkan secara teknis medis operasional bertanggungjawab kepada dokter ruang rawat/dokter penanggungjawab ruangan (Depkes RI, 2004).

2.4.4. Asuhan Keperawatan

  Asuhan keperawatan menggunakan metode proses keperawatan. Proses keperawatan merupakan proses pemecahan masalah yang dinamis dalam usaha memperbaiki atau memelihara pasien sebagai taraf optimum melalui suatu pendekatan yang sistematis untuk mengenal dan membantu memenuhi kebutuhan khusus pasien. Kualitas pelayanan asuhan keperawatan sebenarnya merujuk kepada penampilan (performance) dari pelayanan asuhan keperawatan. Secara umum disebutkan bahwa makin sempurna penampilan pelayanan, maka sempurna pula mutu/kualitasnya.

  Schuller menyatakan bahwa saat mendefenisikan kualitas asuhan keperawatan perlu dipertimbangkan nilai-nilai dasar dan keyakinan para perawat serta cara mereka

  35

  mengorganisasi asuhan keperawatan tersebut. Intinya, latar belakang pemberian tugas dalam mutu asuhan yang berorientasi teknik, mungkin akan didefenisikan cukup berbeda dengan keperawatan yang berlatar belakang pemberian keperawatan primer (Marr, 2001).

2.4.5. Tahap-tahap Asuhan Keperawatan

  praktik keperawatan telah dijabarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan yang meliputi: 1.

  Pengkajian Asuhan Keperawatan Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara keseluruhan (Gaffar, 1999). Data dikumpulkan dan diorganisir secara sistematis, serta dianalisa untuk menentukan masalah keperawatan pasien. Data pada pengkajian diperoleh melalui wawancara, pemeriksaan fisik, observasi, pemeriksaan riwayat kesehatan, pemeriksaan laboratorium, maupun pemeriksaan diagnostik lain.

  Kriteria pengkajian keperawatan,meliputi (Nursalam, 2002) : 1. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik, serta dari pemeriksaan penunjang.

2. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis, dam catatan lain.

  3. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi: status kesehatan klien masa lalu, status kesehatan klien masa kini, status biologis-psikologis-

  36

  sosial-spiritual, respon terhadap terapi, harapan terhadap tingkat kesehatan dan risiko-risiko tinggi masalah.

4. Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (lengkap, akurat, dan baru).

  2. Diagnosa Asuhan Keperawatan atau masalah kesehatan aktual atau potensial serta penyebab (Gaffar, 1999). Tahap diagnosa ini adalah tahap pengambilan keputusan pada proses keperawatan, yang meliputi identifikasi apakah masalah klien dapat dihilangkan, dikurangi atau dirubah masalahnya melalui tindakan keperawatan.

  Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan (Nursalam, 2007), kriteria proses meliputi: a.

  Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien, dan perumusan diagnosis keperawatan.

  b.

  Diagnosis keperawatan terdiri atas masalah, penyebab, dan tanda atau gejala atau terdiri atas masalah dan penyebab.

  c.

  Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk Pada langkah ini, perawat melakukan diagnosis berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis memvalidasi diagnosis keperawatan.

  d.

  Melaukan pengakajian ulang, dan merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru.

3. Rencana Asuhan Keperawatan

  37 Setelah merumuskan diagnosa asuahan keperawatan maka perlu dibuat

  perencanaan intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan klien (Gaffar, 1999).

  Perawat membuat rencana tindakan asuhan keperawatan untuk mengatasi meliputi: a.

  Perencanaan terdiri atas penerapan prioritas masalah, tujuan, rencana tindakan keperawatan.

  b.

  Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.

  c.

  Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien.

  d.

  Mendokumentasikan rencana keperawatan.

4. Pelaksanaan (Implementasi) Asuhan Keperawatan

  Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan (Nursalam, 2007), kriteria proses meliputi: a.

  Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.

  b.

  Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

  c.

  Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.

  d.

  Memberikan pendidikan kepada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan.

  38 e.

  Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon klien.

5. Evaluasi Asuhan Keperawatan

  Evaluasi asuhan keperawatan merupakan fase akhir dari proses keperawatan yaitu terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. Hal-hal yang dievaluasi adalah pencapaian tujuan serta ketepatan intervensi keperawatan (Gaffar, 1999).

  Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan (Nursalam, 2007).

  Kriteria proses meliputi: a.

  Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus.

  b.

  Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan.

  c.

  Memvalidasi dan manganalisis data baru dengan teman sejawat.

  d.

  Bekerjasama dengan klien, keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan.

  e.

  Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.

  Adapun macam-macam evaluasi diantaranya: a. Evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang merupakan hasil observasi dan analisa perawat terahadap respon klien segera pada saat dan setelah intervensi

  39

  keperawatan dilaksanakan. Evaluasi ini dapat dilakukan secara spontan dan memberi kesan apa yang terjadi saat itu.

  b.

  Evaluasi somatif, yaitu yang merupakan rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang telah ditetapkan pada tujuan keperawatan.

2.5. Rumah Sakit

2.5.1 Pengertian Rumah Sakit

  Menurut UU RI No. 44 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Rumah Sakit adalah institusi yang fungsi utamanya memberikan pelayanan kepada pasien, diagnostik dan terapeutik untuk berbagai penyakit dan masalah kesehatan, baik baik yang bersifat bedah maupun non bedah. Rumah Sakit harus dibangun dan dilengkapi, serta dipelihara dengan baik untuk menjamin pelayanan kesehatan, keselamatan pasiennya, harus menyediakan fasilitas yang lapang, tidak berdesak-desakan, dan terjamin sanitasinya untuk kesembuhan pasien.

  Menurut Azwar (1996), Rumah Sakit adalah suatu organisasi yang memiliki tenaga medis professional yang terorganisasi suatu sarana kedokteran yang permanen, menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis, serta pengobatan penyakit yang diderita pasien. Rumah Sakit merupakan salah satu bentuk perusahaan yang sangat kompleks, baik ditinjau dari aspek organisasi, teknologi maupun sumber daya manusianya dengan

  40

  karakteristik pelayanan yang memerlukan sumber daya (manusia, obat, alat kesehatan, makanan, dan sebagainya).

  2.5.2. Klasifikasi Rumah Sakit

  Sesuai dengan undang-undang No. 44 Tahun 2009, pembedaan tingkatan menurut kemampuan unsur pelayanan kesehatan yang dapat disediakan, ketenagaan, diklasifikasikan menjadi:

  1. Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik luas dan sub spesialistik luas.

  2. Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11spesialistik luas dan sub spesialistik luas.

  3. Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik dasar.

  4. Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis dasar.

  2.5.3. Pelayanan Rumah Sakit

  Rumah Sakit merupakan suatu sub sistem dari pelayanan kesehatan, juga merupakan suatu industri jasa yang berfungsi untuk memenuhi salah satu kebutuhan primer manusia, baik sebagai individu, masyarakat atau bangsa secara keseluruhan untuk meningkatkan hajat hidup yang utama yaitu kesehatan. Dalam upaya menghasilkan masukan, proses dan keluaran pelayanan yang bermutu, efektif, efisien,

  41

  yang berorientasi kepada kepentingan pasien. Departemen Kesehatan R.I telah menyusun kriteria-kriteria penting, mengenai jenis disiplin pelayanan yang berkaitan terutama dengan struktur dan proses pelayanan rumah sakit. Kriteria tersebut terutama dalam bentuk “standar pelayanan rumah sakit”, sebagai salah satu nilai atau modul yang dijadikan sebagai dasar perbandingan yang harus dipakai oleh pengelola keterampilan manajemen rumah sakit yang memadai dengan dijiwai oleh etika profesi (Depkes R.I, 1992).

2.6. Landasan Teori

  Menurut Robbins (2006) kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok kearah tercapainya tujuan. Pada hakekatnya kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain. Dengan kata lain kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain untuk menggerakkan orang-orang tersebut agar dapat penuh pengertian dan senang hati bersedia mengikuti kehendak pemimpin tersebut.

  Faktor lain yang mempengaruhi kinerja adalah motivasi. Teori motivasi yang digunakan dalam penelitian mengacu kepada teori motivasi Herzberg dalam Hasibuan (2005), yaitu motivasi instrinsik meliputi: a) tanggungjawab, b) prestasi yang diraih,

  c) pengakuan orang lain, d) pekerjaan itu sendiri, e) kemungkinan pengembangan,dan

  f) kemajuan. Sedangakan motivasi ekstinsik meliputi: a) gaji, b) keamanan dan

  42

  keselamatan kerja, c) kondisi kerja, d) hubungan kerja, e) prosedur kerja, dan f) status.

  Menurut Gibson et. al. (1996), menyatakan kinerja adalah catatan terhadap hasil kerja atau aktivitas tertentu dalam priode waktu tertentu. Menurut Gibson bahwa terdapat tiga kelompok variabel yang mempengaruhi kinerja dan perilaku, yaitu: keterampilan, fisik maupun mental, latar belakang keluarga, pengalaman, tingkat sosial dan faktor demografis.

  2. Variabel organisasi, terdiri sub variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan disain pekerjaan.

  3. Variabel psikologis, yang terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi.

  Menurut Mathis dan Jackson (2001), kinerja dari individu tenaga kerja, dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya: kemampuan tenaga kerja, motivasi kerja, dukungan yang diterima (kepemimpinan), keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan hubungan mereka dengan organisasi.

  43 Variabel individu 1.

  Kemampuan dan keterampilan fisik Perilaku Individu a.

  Fisik Kinerja (hasil yang diharapkan) b.

  Mental a.

  Kualitas 2. Latar belakang keluarga b.

  a.

  Kuantitas Tingkat sosial c.

  b.

  Keterampilan Pengalaman d.

  Demografi e.

3. Efektivitas biaya

  a.

  Kebutuhan supervisi Umur f.

  b.

  Dampak hubungan Etnis interpersonal c.

  Jenis Kelamin

  Variabel Organisasi Motivasi Ekstrinsik a.

  Sumber daya a.

  Gaji b. Beban Kerja b.

  Kondisi Kerja c. Kepemimpinan c.

  Hubungan Kerja d. Insentif d.

  Prosedur kerja e. Kemampuan f.

  Struktur dan disain

  Motivasi Intrinsik Variabel Psikologis a.

  Tanggung Jawab a. Persepsi b.

  Prestasi yang diraih b. Sikap c.

  c.

  Pengakuan Hasil kerja Kepribadian d. d. Belajar Kemungkinan Pengembangan

e. Motivasi

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Terhadap Kinerja Perawat RS Bhayangkara Medan Tahun 2013

1 37 159

Pengaruh Kepemimpinan Dan Motivasi terhadap Kinerja Perawat Rumah Sakit Bhayangkara Medan Tahun 2013

26 179 159

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Kepemimpinan - Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Motivasi Sebagai Variabel Intervening Pada Pdam Tirtanadi Cabang Padang Bulan medan

0 0 20

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja 2.1.1 Definisi Kinerja - Pengaruh Motivasi dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan

0 1 37

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Kepemimpinan - Pengaruh Kepemimpinan dan Sanksi Terhadap Disiplin Kerja Karyawan Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI), Persero, Tbk Cabang Sisingamangaraja Medan

0 0 38

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kepemimpinan - Pengaruh Sifat Kepemimpinan Wanita Terhadap Kinerja Guru pada SMA Negeri 2 Lhokseumawe

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Kepemimpinan - Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Budaya Kerja Pegawai pada Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Gayo Lues

0 1 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaya Kepemimpinan Transformasional 2.1.1 Definisi Gaya Kepemimpinan Transformasional - Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan pada PT PLN(Persero) Area Medan

0 8 32

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Kepemimpinan - Pengaruh Kepemimpinan Dan Konflik Terhadap Stres Kerja Karyawan Pada Pt. Telkom Indonesia Divisi Enterprise Service Medan

0 0 20

C. Kepemimpinan - Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Terhadap Kinerja Perawat RS Bhayangkara Medan Tahun 2013

0 0 27