BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaya Kepemimpinan Transformasional 2.1.1 Definisi Gaya Kepemimpinan Transformasional - Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan pada PT PLN(Persero) Area Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gaya Kepemimpinan Transformasional

2.1.1 Definisi Gaya Kepemimpinan Transformasional

  Menurut Robbins (2003 :163) Kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi suatu kelompok kearah pencapaian tujuan. ada empat tipe kepemimpinan, yaitu : a.

  Kepemimpinan Kharismatik Para pengikut terpicu kemampuan kepemimpinan yang heroik atau yang luar biasa ketika mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu pemimpin mereka.

  b.

  Kepemimpinan Transaksional Pemimpin yang memandu atau memotivasi para pengikut mereka menuju ke sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas.

  c.

  Kepemimpinan Transformasional Pemimpin yang menginspirasi para pengikut untuk melampaui kepentingan pribadi mereka dan yang mampu membawa dampak mendalam dan luar biasa pada para pengikut.

  d.

  Kepemimpinan Visioner Kemampuan menciptakan dan mengartikulasi visi yang realistis, kridibel dan menarik mengenai masa depan organisasi atau unit organisasi yang tengah tumbuh dan membaik dibanding saat ini.

  Kepemimpinan identik dengan pengaruh seorang sosok yang mampu

menggerakan massa atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu. Kepemimpinan

merupakan inti dari organisasi dan manajemen.

  Kepemimpinan merupakan inti dari organisasi dan manajemen. Kepemimpinan

mempunyai peran menentukan kegagalan dan keberhasilan organisasi dalam mencapai

tujuan yang sudah ditetapkan. (Ali, 2012:66). Suatu organisasi akan berhasil atau bahkan

gagal sebagian besar ditentukan oleh kepemimpinan itu sendiri.Yang artinya

pemimpinlah yang bertanggung jawab atas kegagalan pelaksanaan suatu pekerjaan,

merupakan ungkapan yang mendudukkan posisi pemimpin dalam suatu organisasi pada

posisi yang terpenting.

  Gaya kepemimpinan setiap orang pasti berbeda sesuai dengan pengalaman

kegiatan yang sudah dilakukannya, background keluarga, lingkungan tempat dia tinggal

dan seterusnya. Proses kepemimpinan juga melibatkan keinginan dan niat, keterlibatan

yang aktif antara pemimpin dan pengikut untuk mencapai tujuan yang di inginkan

bersama. Dengan demikian, baik pemimpin ataupun pengikut mengambil tanggung jawab pribadi untuk mencapai tujuan bersama tersebut ( Safaria, 2004: 4 ).

  Menurut Burns dalam Safaria (2004 : 62) Kepemimpinan transformasional

dicirikan sebagai pemimpin yang berfokus pada pencapaian perubahan nilai-nilai,

kepercayaan, sikap, perilaku, emosional, dan kebutuhan bawahan menuju perubahan yang lebih baik di masa depan.Pemimpin transformasional merupakan seorang agen perubahan

yang berusaha keras melakukan transformasi ulang organisasi secara menyeluruh

sehingga organisasi bisa mencapai kinerja yang lebih maksimal di masa depan.

  Menurut Bass (dalam Safaria 2004: 62) pemimpin transformasional ini mampu

membawa organisasi menuju kinerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemimpin transaksional. Iklim dan akibat yang diperoleh bawahan dari pemimpin transformasional

adalah meningkatnya motivasi kerja, antusiasme, komitmen, kepuasan kerja,

kesejahteraan dan kesehatan bawahan.

  Yukl (2009:315) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional sering

didefinisikan melalui dampaknya terhadap bagaimana pemimpin memperkuat sikap

saling kerjasama dan mempercayai, kemanjuran diri secara kolektif, dan pembelajaran

tim. Para pemimpin transformasional membuat para pengikutnya menjadi lebih

menyadari kepentingan dan nilai dari pekerjaan serta membujuk pengikut untuk tidak

mendahulukan kepentingan pribadi diatas kepentingan organisasi.

  Menurut Jung dan Virgin Group (dalam Robbins, 2006:472), “Pemimpin transformasional memperhatikan hal-hal kebutuhan pengembangan dari masing-masing para pengikut dan persoalan-persoalan dengan membantu mereka memandang masalah lama dengan cara-cara baru, dan mereka mampu menggairahkan, membangkitkan, dan

mengilhami para pengikut untuk mengeluarkan upaya ekstra demi mencapai sasaran

kelompok.”

  Pemimpin yang tranformasional ini lah yang harus mampu mengajak

bawahanya untuk melakukan perubahan dimana perubahan tersebut berpengaruh

terhadap kinerja dari karyawan itu sendiri. Komunikasi harus selalu dilakukan oleh pimpinan kepada bawahanya dalam penyampaian visi yang akan dikemukakan.

  Menurut Yukl (2005:305) tingkat seorang pemimpin disebut transformasional terutama diukur dalam hubungan efek kepemimpinan terhadap para pengikut. Para pengikut seorang pemimpin transformasional merasa adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan hormat terhadap pemimpin dan para pengikut termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang awalnya diharapkan. Pemimpin transformasional memotivasi para pengikut dengan:

  a. Membuat para pengikut lebih sadar mengenai pentingnya hasil-hasil suatu pekerjaan b. Mendorong para pengikut untuk lebih mementingkan organisasi atau tim daripada kepentingan diri sendiri, dan c. Mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan para pengikut pada kebutuhan yang lebih tinggi.

2.1.2 Komponen Kepemimpinan Transformasional

  

(Bass dan Avolio, 1993, Bass et al, 2003) kepemimpinan transformasional

diuraikan dalam empat ciri utama, yaitu:

  A. Karisma Karisma merupakan komponen penting dalam konsep kepemimpinan transformasional. Pemimpin karismatik haruslah memiliki kriteria sebagai seorang yang tinggi tingkat kepercayaan dirinya, kuat keyakinan dan idealismenya serta mampu mempengaruhi orang lain. Pemimpin yang karismatik pada umumnya memperoleh perasaan cinta dari anak buah, bahkan bawahan merasa percaya diri dan saling mempercayai di bawah seorang pemimpin yang karismatik. Bagi seorang pemimpin karismatik, bawahan menerima pemimpinnya sebagai model yang diingini setiap saat, tumbuh antusiasme kerja anak buah, mampu membuat anak buah bekerja lebih lama dengan senang hati. Melalui karisma, pemimpin mengilhami loyalitas dan ketekunan, menanamkan kebanggaan dan kesetiaan selain membangkitkan rasa hormat. Selanjutnya menurut Dubrin (2005:44) Berdasarkan uraian di atas aspek–aspek perilaku, bahwa karisma adalah: 1. Keteladanan

  Seorang pemimpin yang menjadi panutan harus mempunyai sikap setia kepada organisasi. Kesetiaan pemimpin kepada bawahan, dedikasi pada tugas, disiplin kerja, landasan moral dan etika yang digunakan, kejujuran, perhatian pada kepentingan dan berbagai nilai-nilai yang bersifat positif.

  2. Berlaku jujur Pemimpin karismatik adalah orang-orang yang jujur dan terbuka pada orang lain, tidak kaku, biasanya terus terang dalam memberikan penilaian atas sesuatu dan situasi. Kebenaran itu kadang pahit, tetapi tidak melemahkan para pemimpin yang karismatik (Dubrin, 2005:49) Orang karismatik adalah orang yang jujur tentang aspek negatif dan positif, memahami orang lain dan situasi dengan cepat, akurat, sehingga dapat mengetahui dimana mereka sesungguhnya berada.

  3. Kewibawaan Menurut Fiedler dan Chamers (dalam Wahjusumidjo 2003:428) bahwa keberhasilan seorang pemimpin dari segi sumber dan terjadinya sejumlah kewibawaan yang ada pada para pemimpin, dan dengan cara yang bagaimana para pemimpin menggunakan kewibawaan tersebut kepada bawahannya.

  Selanjutnya menurut Wahjosumidjo (2003:433) mengatakan kewibawaan (power) merupakan keunggulan, kelebihan atau pengaruh yang dimiliki oleh pemimpin unit kerja. Kewibawaan pemimpin dapat mempengaruhi orang lain, menggerakan, memberdayakan segala sumber daya institusi kerja untuk mencapai tujuan institusi sesuai dengan keinginan pemimpin.

  4. Memiliki semangat Optimisme dan energi, salah satu kualitas luar biasa dari orang yang karismatik adalah selalu bersemangat, optimisme, dan energi setiap saat.

  5. Pujian yang beralasan Pemimpin karismatik adalah bersifat jujur dan selalu memberi pujian. Mereka selalu memuji tindakan atau karakteristik yang layak dipuji. Pujian jujur membuat orang lain merasa senang. Salah satu ciri pemimpin yang karismatik adalah membuat orang lain senang (Dubrin, 2005:51).

  6. Menggunakan ekspresi wajah yang hidup Orang karismatik selalu menunjukkan ekspresi wajah yang hidup seperti senyum, ekspresi senang.

  B. Pertimbangan Individual Setiap pemimpin transformasional akan memperhatikan faktor-faktor individual sebagaimana tidak bisa disamaratakan karena adanya perbedaan, kepentingan, dan pengembangan diri yang berbeda. Dalam model kepemimpinan transformasional pertimbangan individual diartikan sebagai perilaku yang mencerminkan suatu kepekaan terhadap keanekaragaman, keunikan minat, bakat serta mengembangkan diri. Menurut Wahjosumidjo (2001:24) pertimbangan individu (konsiderasi) adalah menunjukkan perilaku yang bersahabat, saling adanya kepercayaan, saling menghormati, dan hubungan yang sangat hangat di dalam kerja sama antara pemimpin dengan anggota kelompok.

  Menurut Bass dan Avolio (dalam Balitbang 2003:29) mengatakan model kepemimpinan ini mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan bawahan (pengikut) serta secara khusus mau memperhatikan kebutuhan bawahan (pengikut) akan pengembangan karier.

  Berdasarkan uraian di atas, kerangka perilakunya adalah: 1. Toleransi

  Pengertian toleransi adalah adanya penyimpangan-penyimpangan yang diperbolehkan. Manusia tidak luput dari segala kekurangan-kekurangan, namun demikian kekurangan tersebut ada norma yang membatasi sesuai dengan aturan dalam organisasi. Pemimpin juga adalah manusia biasa sudah pasti dalam melakukan tugasnya dan berinteraksi dengan sesama karyawan pasti mempunyai kekurangan. Pemimpin harus dapat memberikan tindakan yang pantas sesuai dengan batasan penyimpangan yang diperbolehkan.

2. Adil

  Adil artinya tidak boleh membeda-bedakan sesama karyawan yang ada dalam perusahaan. Hal ini akan menimbulkan persaingan yang sehat diantara karyawan dalam upaya meningkatkan kinerja. Bagi mereka yang melakukan kesuksesan dalam pekerjaan harus mendapat penghargaan yang setimpal dan sebaliknya yang melakukan kesalahan mendapat sanksi (hukuman) setimpal yang bersifat pembinaan.

  3. Pemberdayaan Menurut Dubrin (2005;150) pemimpin dapat membangun kepercayaan, keterlibatan, dan kerjasama antar anggota tim. Pemimpin harus menaruh kepercayaan yang tinggi terhadap karyawan. Artinya tanpa ragu-ragu kepada karyawan dengan satu keyakinan tugas tersebut akan dapat dilaksanakan dengan baik. Pemberian kepercayaan dengan sendirinya akan menanamkan dan meningkatkan rasa percaya diri para karyawan.

  4. Demokratif Inti demokratif adalah keterbukaan dan keinginan memposisikan pekerjaan dari, oleh, dan untuk bersama. Menurut Oteng Sutisna (dalam Danim, 2006:213) kepemimpinan demokratis ialah suatu gaya kepemimpinan dimana pemimpin memainkan peranan permisif. Istilah permisif diartikan adalah mengijinkan. Selanjutnya menurut Danim (2004:213) merumuskan kepemimpinan demokratis adalah “kepemimpinan yang dilandasi oleh anggapan bahwa hanya karena interaksi kelompok yang dinamis, tujuan organisasi dapat tercapai”. Masih menurut Danim, dengan interaksi dinamis dimaksudkan bahwa pemimpin mendelegasikan tugas dan memberikan kepercayaan kepada yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan bermutu secara kuantitatif.

  5. Partisifatif

  Partisifatif artinya melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan. Pemimpin meminta komentar, pendapat, dan saran-saran dari para karyawan terhadap apa yang akan dilaksanakan. Dengan demikian para karyawan merasa ikut bertanggung jawab atas keputusan yang diambil oleh pemimpin.

6. Penghargaan

  Sesuatu yang diharapkan untuk diperoleh dinamakan penghargaan atau

  rewards . Secara garis besar, penghargaan dapat terbagi menjadi dua yaitu:

  penghargaan instrinsik (intrinsic rewards) dan penghargaan ekstrinsik (extrinsic rewards). Sule dan Saefullah (2005:248) mengatakan penghargaan instrinsik adalah sesuatu yang dirasakan oleh dirinya ketika melakukan sesuatu. Sesuatu yang dirasakan ini dapat berupa kepuasan dalam melakukan tugas, perasaan lega karena telah menuntaskan tugas hal ini berdampak terhadap adanya peningkatan kepercayaan diri. Sedangkan penghargaan ekstrinsik adalah sesuatu yang diterima oleh seseorang dari lingkungan tempat dia bekerja di mana sesuatu yang diperolehnya sesuai dengan harapannya. Penghargaan ini dapat berupa penghargaan dari pemimpin dan adanya promosi.

  C. Stimulasi Intelektual Dalam kepemimpinan transfor masional seorang pemimpin melakukan stimulasi-stimulasi intelektual. Elemen kepemimpinan ini antara lain kemampuan seorang pemimpin dalam menciptakan, menafsirkan dan mengelaborasi simbol yang muncul dalam kehidupan, dan mengajak bawahan untuk berpikir dengan cara-cara benar. Dalam arti, bawahan dikondisikan pada situasi untuk selalu bertanya pada diri sendiri dan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah secara bebas.

  Sementara menurut Bass dan Silin (dalam Harsiwi 2003) melalui gaya kepemimpinan transformasional sebagai pemimpin akan melakukan stimulasi- stimulasi intelektual.

  Berdasarkan uraian di atas kerangka perilakunya adalah: 1. Inovatif

  Pemimpin unit mengajak para karyawan untuk melakukan sesuatu yang baru atau menemukan sesuatu yang dalam pengembangan perusahaan ke arah perubahan sesuai dengan yang ditetapkan. Selain itu pemimpin harus menimbulkan kepekaan para karyawan terhadap sesuatu yang baru dan dapat diimplementasikan.

  2. Profesionalisme telah ditetapkan oleh pemimpin. Pemimpin diharapkan dapat

  Job description

  menggiring para karyawan bekerja ke arah keprofesionalannya dengan memberi teladan bahwa bekerja keras dan berhasil akan mendatangkan kepuasan hidup yang luar biasa.

  3. Self assessment Pemimpin transformasional selalu mengevaluasi diri atas tindakan-tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk perbaikan selanjutnya.

  4. Mengembangkan ide baru

  Selalu mencari ide baru dalam mengembangkan organisasi dan ide tersebut disampaikan kepada bawahan untuk diimplementasikan.

  5. Kepemimpinan kolektif Kepemimpinan kolektif adalah kepemimpinan yang melibatkan para bawahan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan dalam organisasi. Pemimpin tidak melakukan sendiri pekerjaan atau hanya diberikan kepada orang-orang tertentu saja, melainkan memberi hak yang sama kepada semua bawahan berdasarkan bidang pekerjaannya.

  6. Kreatif Mendorong para guru untuk mencoba cara-cara baru dalam berbagai kegiatan. Mencoba dan mencoba lagi adalah merupakan awal dari lahirya kreasi-kreasi baru. Pemimpin unit kerja memberi keteladanan tentang prinsip

trial and error adalah bahagian dari lahirnya inovasi-inovasi kepemimpinan.

  D. Inspirasional Inspirational motivation, pemimpin memberikan arti dan tantangan bagi pengikut dengan maksud menaikkan semangat dan harapan, menyebarkan visi, komitmen pada tujuan dan dukungan tim. Pemimpin transformasional berperilaku dengan tujuan untuk memberi motivasi dengan inspirasi terhadap orang-orang disekitarnya.

  Perilaku pemimpin inspirasional dapat merangsang antusiasme bawahan terhadap tugas-tugas kelompok dan dapat mengatakan hal-hal yang dapat menumbuhkan kepercayaan bawahan terhadap kemampuan untuk menyelesaikan tugas dan mencapai tujuan kelompok. Pemimpin transformasional harus dapat berperan banyak di dalam menstimulasi orang-orang yang terlibat agar menjadi lebih kreatif dan inovatif di samping dia juga merupakan seorang pendengar yang baik.

2.1.3 Karakteristik Pemimpin

  Menurut Luthans dalam Safaria (2004:63) mengemukakan beberapa karakteristik dari pemimpin transformasional yang efektif, antara lain : a) Pemimpin mengidentifikasikan dirinya sendiri sebagai agen perubahan.

  b) Pemimpin mendorong keberanian dan pengambilan resiko.

  c) Pemimpin percaya pada orang-orang.

  d) Pemimpin dilandasi oleh nilai-nilai.

  e) Pemimpin adalah seorang pembelajar sepanjang hidup (lifelongs learners).

  f) Pemimpin memiliki kemampuan untuk mengatasi kompleksitas, ambiguitas, dan ketidakpastian.

  g) Pemimpin juga adalah seorang pemimpin yang visioner.

2.2 Lingkungan Kerja

2.2.1 Definisi Lingkungan Kerja

  Cikmat (dalam Nawawi, 2003:292) menyatakan bahwa “lingkungan kerja adalah serangkaian sifat kondisi kerja yang dapat diukur berdasarkan persepsi bersama dari para anggota organisasi yang hidup dan bekerjasama dalam suatu organisasi”. Sedangkan Lussier (dalam Nawawi, 2003:293) mengartikan bahwa

  “lingkungan kerja adalah kualitas internal organisasi yang relatif berlangsung terus menerus yang dirasakan oleh anggotanya”.

  Menurut Sedarmayanti (2001:1) mendefinisikan “lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya tempat seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok.

  Lingkungan kerja merupakan tempat dimana para karyawan melakukan aktifitas. Lingkungan kerja yang kondusif akan memberikan rasa aman dan nyaman yang memungkinkan karyawan untuk dapat bekerja secara optimal. Jika karyawan menyenangi lingkungan kerja dimana dia bekerja, maka karyawan tersebut akan betah di tempat kerjanya, melakukan aktifitas sehingga waktu kerja dapat di pergunakan secara efektif.

  Dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan pada saat bekerja, baik yang berbentuk fisik ataupun non fisik, langsung atau tidak langsung, yang dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaanya saat bekerja.

2.2.2 Jenis Lingkungan Kerja

  Sedarmayanti (2001:21) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yakni : (a) lingkungan kerja fisik, dan (b) lingkungan kerja non fisik. Menurut Sedarmayanti (2001:21), “Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun scara tidak langsung”.

  1. Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua kategori, yakni : a.

  Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (Seperti: pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya) .

  b.

  Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya : temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lain-lain.

  Untuk dapat memperkecil pengaruh lingkungan fisik terhadap karyawan, maka langkah pertama adalah harus mempelajari manusia, baik mengenai fisik dan tingkah lakunya maupun mengenai fisiknya, kemudian digunakan sebagai dasar memikirkan lingkungan fisik yang sesuai.

  2. Lingkungan Kerja Non Fisik Sedarmayanti (2001:31) mengatakan bahwa lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan. Lingkungan non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan.

  Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik, sehingga dicapai suatu hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan yang sesuai. Suatu kondisi lingkungan dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja.

  Menurut Sedarmayanti (2001:21) yang dapat mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan kemampuan karyawan, diantaranya adalah: 1.

  Penerangan atau Cahaya di Tempat Kerja Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi karyawan guna mendapat keselamatan dan kelancaran kerja. Oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya penerangan (cahaya) yang terang tetapi tidak menyilaukan. Cahaya yang kurang jelas, sehingga pekerjaan akan lambat, banyak mengalami kesalahan, dan pada akhirnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga tujuan organisasi sulit dicapai. Pada dasarnya, cahaya dapat dibedakan menjadi empat yaitu: a.

  Cahaya langsung b. Cahaya setengah langsung c. Cahaya tidak langsung d. Cahaya setengah tidak langsung 2. Temperatur di Tempat Kerja

  Tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur berbeda. Dalam keadaan normal tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan normal, dengan suatu sistem tubuh yang sempuma sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut ada batasnya. yaitu bahwa tubuh manusia masih dapat menyesuaikan dirinya dengan temperatur iuar jika perubahan temperatur luar tubuh tidak lebih dari 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin, dari keadaan normal tubuh. Menurut hasil penelitian, untuk berbagai tingkat temperatur akan memberi pengaruh yang berbeda. Keadaan tersebut tidak mutlak berlaku bagi setiap karyawan karena kemampuan beradaptasi tiap karyawan berbeda, tergantung di daerah bagaimana karyawan dapat hidup.

  3. Kelembaban di Tempat Kerja Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara, biasa dinyatakan dalam persentase. Kelembaban ini berhubungan atau dipengaruhi oleh temperatur udara, dan secara bersama-sama antara temperatur, kelembaban, kecepatan udara bergerak dan radiasi panas dari udara tersebut akan mempengaruhi keadaan tubuh manusia pada saat menerima atau melepaskan panas dari tubuhnya. Suatu keadaan dengan temperatur udara sangat panas dan kelembaban tinggi, akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaran, karena sistem penguapan. Pengaruh lain adalah makin cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen, dan tubuh manusia selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan antar panas tubuh dengan suhu disekitarnya.

  4. Sirkulasi Udara di Tempat Kerja Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh mahluk hidup untuk menjaga kelangsungan hidup, yaitu untuk proses metabolisme. Udara di sekitar dikatakan kotor apabila kadar oksigen dalam udara tersebut telah berkurang dan telah bercampur dengan gas atau bau-bauan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Sumber utama adanya udara segar adalah adanya tanaman di sekitar tempat kerja. Tanaman merupakan penghasil oksigen yang dibutuhkan olah manusia. Dengan cukupnya oksigen di sekitar tempat kerja, ditambah dengan pengaruh secara psikologis aldbat adanya tanaman di sekitar tempat kerja, keduanya akan membeiikan kesejukan dan kesegaran pada jasmani. Rasa sejuk dan segar selama bekerja akan membantu mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah setelah bekerja.

5. Kebisingan di Tempat Kerja

  Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk mengatasinya adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak dikehendaki, karena terutama dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian, kebisingan yang serius bisa menyebabkan kematian. Karena pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka suara bising hendaknya dihindarkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien sehingga produktivitas kerja meningkat.

  Ada tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi, yang bisa menentukan tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu : a.

  Lamanya kebisingan b.

  Intensitas kebisingan c. Frekuensi kebisingan Semakin lama telinga mendengar kebisingan, akan semakin buruk akibatnya, diantaranya pendengaran dapat makin berkurang.

  6. Getaran Mekanis di Tempat Kerja Getaran mekanis artinya getaran yang ditimbulkan oleh alat mekanis, yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh karyawan dan dapat menimbulkan akibat yang tidak diinginkan. Gangguan terbesar terhadap suatu alat dalam tubuh terdapat apabila frekwensi alam ini beresonansi dengan frekwensi dari getaran mekanis. Secara umum getaran mekanis dapat mengganggu tubuh dalam hal: a. Kosentrasi bekerja

  b. Datangnya kelelahan

  c. Timbulnya beberapa penyakit, diantaranya karena gangguan terhadap : mata, syaraf, peredaran darah, otot, tulang, dan lain-lain

  7. Bau-bauan di Tempat Kerja Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai pencemaran, karena dapat menganggu konsentrasi bekerja, dan bau-bauan yang terjadi terus menerus dapat mempengarubi kepekaan penciuman. Pemakaian "air condition" yang tepat merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang menganggu di sekitar tempat kerja.

  8. Tata Warna di Tempat Kerja Menata warna di tempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan dengan sebaik-baiknya. Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan penataan dekorasi, Hal ini dapat dimaklumi karena warna mempunyai pengaruh besar terhadap perasaan. Sifat dan pengaruh warna kadang-kadang menimbulkan rasa senang, sedih, dan lain-lain karena warna dapat merangsang perasaan manusia.

  9. Dekorasi di Tempat Kerja Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena itu dekorasi tidak hanya berkaitan dengan hasil ruang saja tetapi berkaitan juga dengan cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan, dan lainnya untuk bekerja.

  10. Musik di Tempat Kerja Menurut para pakar, musik yang nadanya lembut sesuai dengan suasana, waktu dan tempat dapat membangkitkan dan merangsang karyawan untuk bekerja. Oleh karena itu lagu-lagu perlu dipilih dengan selektif untuk dikumandangkan di tempat kerja. Tidak sesuainya musik yang diperdengarkan di tempat kerja akan menganggu konsentrasi kerja.

  11. Keamanan di Tempat Kerja Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan aman maka perlu diperhatikan adanya keberadaanya. Salah satu upaya untuk menjaga keamanan di tempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga Satuan Petugas Keamanan.

2.2.3 Indikator – indikator Lingkungan Kerja

  Yang menjadi indikator-indikator lingkungan kerja menurut Sedarmayanti (2001:46) adalah sebagai berikut : a.

  Penerangan b. Suhu udara c. Suara bising d. Penggunaan warna e. Ruang gerak yang diperlukan f. Keamanan kerja

2.3 Kinerja Karyawan

2.3.1 Definisi Kinerja Karyawan

  Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance yang berarti prestasi kerja atau prestasi sesunggunya yang dicapai seseorang.

  Menurut Mangkunegara (2000: 67) “kinerja adalah hasil kerja yang dihasilkan oleh seorang karyawan untuk mencapai tujuan yang diharapkan ”.

  Kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegitan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi (Moeheriono, 2009:60).

  Menurut Handoko (1995:135), kinerja pegawai merupakan suatu tindakan yang dilakukan karyawan dalam melaksanakan pekerjaan yang dilakukan perusahaan. Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berhubungan dengan kepuasan kerja karyawan dan tingkat besaran imbalan yang diberikan, serta dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan, dan sifat-sifat individu.

2.3.2 Penilaian Kinerja

  Menurut Handoko (2001:122) penilaian kinerja adalah usaha untuk merencanakan dan mengontrol proses pengelolaan pekerjaan sehingga dapat dilaksanakan sesuai tujuan yang telah ditetapkan, penilaian prestasi kerja juga merupakan proses mengevaluasi dan menilai prestasi kerja karyawan diwaktu yang lalu atau untuk memprediksi prestasi kerja di waktu yang akan datang dalam suatu organisasi.

  Menurut Sofyandi (2008:122), penilaian kinerja (performance appraisal) adalah

proses organisasi dalam mengevaluasi pelaksanaan kerja karyawan. Dalam penilaian

dinilai kontribusi karyawan kepada organisasi selama periode tertentu. Umpan balik

kinerja memungkinkan karyawan mengetahui seberapa baik bekerja jika dibandingkan

dengan standar organisasi. Apabila penilaian kinerja dilakukan secara benar, para

karyawan, penyelia, departemen SDM, dan akhirnya organisasi akan diuntungkan dengan melalui upaya-upaya karyawan memberikan kontribusi yang memuaskan pada organisasi.

  Penilaian kinerja adalah kegiatan manajer untuk mengevaluasi perilaku prestasi

kerja keryawan serta menetapkan kebijakan selanjutnya (Hasibuan, 2007:87). Adapun

tujuan dan kegunaan penilaian kerja adalah sebagai berikut: 1.

  Sebagai dasar pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi, demosi, pemberhentian dan penetapan berapa besarnya balas jasa.

  2. Untuk mengukur prestasi kerja yaitu sejauh mana karyawan bisa sukses dalam pekerjaannya.

  3. Sebagai dasar mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam perusahaan.

  4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program pelatihan dan keefektifan jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan peralatan kerja.

  5. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang berada dalam organisasi.

  6. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga dicapai tujuan untuk mendapatkan performance kerja yang baik.

  Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa suatu perusahaan tidak bisa hanya

sekedar mempunyai sistem penilaian saja, sistem harus efektif, diterima dan pantas

digunakan. Dengan terpenuhinya kondisi-kondisi itu akan menghasilkan peningkatan

yang diperlukan dalam sumber daya manusia.

2.3.3 Manfaat Penilaian Kinerja

  Setiap karyawan dalam melaksanakan kewajiban atau tugas merasa bahwa hasil kerja mereka tidak terlepas dari penilaian atasan baik secara langsung maupun tidak langsung. Penilaian kinerja digunakan untuk mengetahui kinerja seorang karyawan (Rivai, 2005:55 ). Manfaat penilaian kinerja adalah :

  1. Manfaat bagi karyawan yang dinilai antara lain : a.

  Meningkatkan motivasi b.

  Meningkatkan kepuasaan kerja c. Adanya kejelasan standar hasil yang diharapkan d.

  Adanya kesempatan berkomunikasi keatas e. Peningkatan pengertian tentang nilai pribadi

  2. Manfaat bagi penilai a.

  Meningkatkan kepuasan kerja b. Kesempatan untuk mengukur dan mengidentifikasikan c. Kecenderungan kinerja karyawan d. Meningkatkan kepuasan kerja baik dari para manajer ataupun karyawan.

  e.

  Sebagai sarana meningkatkan motivasi karyawan f. Bisa mengidentifikasikan kesempatan untuk rotasi karyawan

  3. Manfaat bagi perusahaan a.

  Perbaiki seluruh simpul unit-unit yang ada dalam perusahaan b. Meningkatkan kualitas komunikasi c. Meningkatkan motivasi karyawan secara keseluruhan d. Meningkatkan pandangan secara luas menyangkut tugas yang dilakukan untuk masing-masing karyawan

  Unsur-unsur yang digunakan dalam penilaian kinerja karyawan Menurut (Hasibuan, 2002:59) unsur-unsur penilaian kinerja adalah sebagai berikut : 1.

  Prestasi Penilaian hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat di hasilkan karyawan.

2. Kedisiplinan

  Penilaian disiplin dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada dan melakukan pekerjaan sesuai dengan intruksi yang diberikan kepadanya.

  3. Kreatifitas Penilaian kemampuan karywan dalam mengembangkan kreatifitas untuk menyelesaikan pekerjaannya sehingga dapat bekerja lebih berdaya guna dan berhasil guna.

  4. Bekerja sama Penilaian kesediaan karyawan berpartipasi dan bekerjasama dengan karyawan lain secara vertikal atau horizontal didalam maupun diluar sehingga hasil pekerjaannya lebih baik.

  5. Kecakapan Penilaian dalam menyatukan dan melaraskan bermacam-macam elemen yang terlibat dalam menyusun kebijaksanaan dan dalam situasi manajemen.

  6. Tanggung jawab Penilaian kesediaan karyawan dalam mempertanggung jawabkan kebijaksanaannya, pekerjaan dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang digunakan, serta perilaku pekerjaannya.

2.3.4 Indikator – Indikator Kinerja

  Menurut Sutrisno (2009:152) ada enam indikator dari kinerja yakni: 1. Hasil kerja meliputi tingkat kuantitas maupun kualitas yang telah dihasilkan dan sejauh mana pengawasan dilakukan.

  2. Pengetahuan pekerjaan Tingkat pengetahuan yang terkait dengan tugas pekerjaan yang akan berpengaruh langsung terhadap kuantitas dan kualitas dari hasil kerja.

  3. Inisiatif Tingkat inisiatif selama melaksanakan tugas pekerjaan khususnya dalam hal penanganan masalah-masalah yang timbul.

  4. Kecekatan Mental Tingkat kemampuan dan kecepatan dalam menerima instruksi kerja dan menyesuaikan dengan cara kerja serta situasi kerja yang ada.

  5. Sikap Tingkat semangat kerja serta sikap positif dalam melaksanakan tugas pekerjaan.

  6. Disiplin Waktu dan Absensi Tingkat ketepatan waktu dan tingkat kehadiran.

2.4 Penelitian Terdahulu

  Winny (2012) melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Motivasi Kerja dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan”. Jenis penelitian ini adalah penelitian penjelasan (explanatory). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan Pusat Penelitian Kelapa Sawit yang berjumlah 168 orang dan sampel dalam penelitian ini adalah sebagian karyawan pada Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder dengan menggunakan kuesioner.

  

Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan metode analisis

statistik yaitu dengan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa variabel motivasi kerja dan lingkungan kerja secara bersama-sama berpengaruh

positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

  Marwan (2013) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh

Kepemimpinan Transformasional dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan pada PT.

  

Kereta Api Indonesia Daop IV Semarang. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 102

karyawan dan sampel yang digunakan sebanyak 82 responden pegawai PT. KAI DAOP

  

IV Semarang. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji analisis regresi linier

berganda.Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Berdasarkan

hasil analisis disimpulkan bahwa Variabel kepemimpinantransformasional dan motivasi

dapat mempengaruhi variabel kinerja karyawan pada PT KAI Daop IV Semarang.

  

Persamaan regresi yang terbentuk adalah : Y = 0,515 X1 + 0,473 X2. Untuk

meningkatkan kinerja karyawan dari aspek kepemimpinan transformasional, agar

pimpinan menambah keyakinan diri terhadap bagian atau seksi yang dipimpinnya.

Dengan adanya keyakinan ini dapat meningkatkan rasa diri pegawai dalam

menyelesaikan pekerjaannya. Sedangkan untuk meningkatkan kinerja karyawan dari

aspek motivasi adalah agar pegawai untuk lebih menikmati segala bentuk tugas baik itu

mudah dan sulit dengan baik, sehingga ada motivasi di dalam tanggung jawab dalam

penyelesaian setiap tugasnya.

Tabel 2.1 Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Variabel Judul Penelitian Teknik Hasil Penelitian Penelitian Analisis

  Nadia (2012) Motivasi Kerja Analisis hasil uji F dengan

  Pengaruh

  (X1) Regresi nilai 18,38

  Motivasi Kerja

  Linear menunjukkan bahwa

  dan Lingkungan

  Lingkungan Berganda variabel yang terdiri

  Kerja terhadap

  Kerja dari motivasi kerja

  Kinerja

  dan lingkungan kerja (X2) Karyawan pada dapat dipakai untuk

  Pusat Penelitian

  Kinerja mengestimasi kinerja

  Kelapa Sawit

  Karyawan karyawan pada Pusat

  (PPKS) Medan

  Penelitian Kelapa (Y) Sawit (PPKS) Medan. Hasil uji signifikan t (Uji t) menyatakan bahwa variabel motivasi kerja (X1) dan lingkungan kerja (X2) berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap kinerja karyawan pada Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan.

  Hasil koefisien 2 determinan (R ) adalah 0,616 memilki makna bahwa variabel motivasi kerja dan lingkungan kerja memiliki hubungan yang erat terhadap kinerja karyawan pada Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan.

  Adjusted R Square sebesar 0,359 berarti 35,9% peningkatan kinerja karyawan

pada Pusat Penelitian

Kelapa Sawit (PPKS)

Medan dapat dijelaskan oleh variabel motivasi kerja dan lingkungan kerja, sedangkan sisanya 64,1% dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

  Lanjutan Tabel 2.1 Nama Peneliti Variabel Judul Penelitian Teknik Hasil Penelitian Penelitian Analisis Marwan, Gaya Analisis hasil analisis

  Analisi Pengaruh

  disimpulkan bahwa (2013) Kepemimpinan Regresi

  Gaya

  Variabel Transformasional Linear

  Kepemimpinan

  kepemimpinan (X1) Berganda

  Transformasional dan Motivasi

  transformasional dan Motivasi

  terhadap Kinerja

  motivasi dapat (X2)

  Karyawan PT. mempengaruhi

  variabel kinerja

  Kereta Api

  Kinerja karyawan

  Indonesia Daop

  Karyawan

  IV Semarang

  pada PT KAI Daop IV (Y)

  Semarang. Persamaan regresi yang terbentuk adalah : Y = 0,515 X1 + 0,473 X2.

  Untuk meningkatkan kinerja karyawan dari aspek kepemimpinan transformasional, agar pimpinan menambah keyakinan diri terhadap bagian atau seksi yang dipimpinnya. Dengan adanya keyakinan ini dapat meningkatkan rasa diri pegawai dalam menyelesaikan pekerjaannya. Sedangkan Untuk meningkatkan kinerja karyawan dari aspek motivasi adalah agar pegawai untuk lebih menikmati segala bentuk tugas baik itu mudah dan sulit dengan baik, sehingga ada motivasi di dalam tanggung jawab dalam penyelesaian setiap tugasnya.

  Sumber : Berbagai skripsi ( 2014 )

2.5 Kerangka Konseptual

  Kerangka konseptual merupakan sintesa tentang hubungan antara variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan (Sugiono,2008:89).

  Kerangka konseptual bertujuan untuk mengemukakan secara umum mengenai objek penelitian yang dilakukan dalam kerangka dari variabel yang akan diteliti.

  Kerangka konseptual yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah gaya kepemimpinan transformasional dan lingkungan kerja sebagai variabel X dan kinerja karyawan sebagai variabel Y.

  Kepemimpinan merupakan inti dari organisasi dan manajemen. Kepemimpinan mempunyai peran menentukan kegagalan dan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Tucker dan Lewis (2004:57) mendefinisikan gaya kepemimpinan transformasional sebagai pola kepemimpinan yang dapat memotivasi karyawan dengan cara membawa pada cita-cita dan nilai-nilai tinggi untuk mencapai visi misi organisasi yang merupakan dasar untuk membentuk kepercayaan terhadap pemimpin. tingkat seorang pemimpin disebut transformasional terutama diukur dalam hubungan efek kepemimpinan terhadap para pengikut. Para pengikut seorang pemimpin transformasional merasa adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan hormat terhadap pemimpin dan para pengikut termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang awalnya diharapkan.

  Menurut Sedarmayanti (2001:1) mendefinisikan “lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok. Secara garis besar lingkungan kerja terbagi dua yaitu lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik. Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun scara tidak langsung”. Indikatornya adalah penerangan, suhu udara, udara bising, penggunaan warna, ruang gerak yang diperlukan, keamanan kerja, Hubungan karyawan.

  Gaya kepemimpinan transformasional dan lingkungan kerja adalah merupakan

faktor yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkah laku para

karyawan. Seandainya pemimpin tidak dapat membawahi karyawannya dan

seandainya lingkungan kerja tidak dapat memenuhi keperluan seseorang karyawan

maka akan dapat menimbulkan masalah dalam proses peningkatan kinerja

perusahaan, karena para karyawan tidak dapat bekerja dengan baik sehingga kinerja

mereka menurun. Oleh karena itu, pemimpin transformasional harus dapat

menyesuaikannya dan merancang kembali lingkungan kerja dengan baik lagi

sehingga dapat menjadi salah satu penentu dalam meningkatkan kinerja perusahaan .

  Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan maka model kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

  Gaya Kepemimpinan Transformasional (X1) Kinerja Karyawan (Y)

    Lingkungan Kerja (X2) Gambar : 2.1

  

Kerangka Konseptual

2.6 Hipotesis

  Hipotesis menurut Erlina (2011 : 41), adalah proposisi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris. Proposisi merupakan ungkapan atau pernyataan yang dapat dipercaya, disangkal, atau diuji kebenarannya mengenai konsep atau konstruk yang menjelaskan atau memprediksi fenomena-fenomena.

  Dengan demikian hipotesis merupakan jawaban sementara tentang perilaku, fenomena atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Sehubungan dengan uraian di atas maka dapat dikemukakan hipotesis dalam penelitian ini adalah:

  “Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Lingkungan Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan PT PLN (Persero) Area Medan