BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Kepemimpinan - Pengaruh Kepemimpinan Dan Konflik Terhadap Stres Kerja Karyawan Pada Pt. Telkom Indonesia Divisi Enterprise Service Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepemimpinan

2.1.1 Pengertian Kepemimpinan

  Kepemimpinan dapat didefenisikan sebagai suatu sikap seorang pimpinan yang memiliki kemampuan dalam mengadakan koordinasi, membuat konsep sekaligus menjabarkan tujuan – tujuan umum yang jelas, bersikap adil dan tidak berat sebelah, sanggup membawa kelompok kepada tujuan yang pasti dan menguntungkan, dan membawa pengikutnya kepada kesejahteraan (Kartono,2005:41). Menurut Matondang (2008:5), kepemimpinan adalah suatu proses dalam mempengaruhi orang lain agar mau melakukan sesuatu yang diinginkan, dengan menjalin suatu hubungan interaksi antara pengikut (follower) dan pemimpin dalam mencapai tujuan bersama.

  Kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok (Thoha, 2009:9). Kepemimpinan tidak hanya dibatasi oleh aturan – aturan atau tata krama birokrasi, tidak harus diikat dalam organisasi tertentu, melainkan dapat terjadi dimana saja, asalkan seseorang menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang lain kearah tercapainya suatu tujuan tertentu.

  Menurut Dharma (2003:136) kepemimpinan adalah proses kerjasama diantara manusia untuk mencapai tujuan, sebagai suatu bentuk energi yang memotori setiap usaha bersama, yang memberikan model untuk diteladani, yang memotivasi, yang menimbulkan semangat kerja, dan yang mempercayai bawahan untuk mengendalikan diri sendiri.

2.1.2 Sifat – Sifat Kepemimpinan

  Menurut Kartono (2005:47) sifat – sifat kepemimpinan terdiri dari : 1.

  Kekuatan Kekuatan badaniah dan rohaniah merupakan syarat pokok bagi pemimpin yang harus bekerja lama dan berat pada waktu-waktu yang lama serta tidak teratur, dan ditengah-tengah situasi yang sering tidak menentu.

  2. Stabilitas Emosi Pemimpin yang baik itu memiliki emosi yang stabil, artinya seorang pimpinan tidak mudah, tersinggung perasaan, dan tidak meledak-ledak secara emosional.

  3. Pengetahuan tentang relasi insani Seorang pemimpin harus memajukan dan mengembangkan semua bakat serta potensi anggotanya, untuk dapat bersama-sama maju dan merasakan kesejahteraan.

  4. Kejujuran Pemimpin yang baik harus memiliki kejujuran yang tinggi, yaitu jujur pada diri sendiri dan pada orang lain (terutama bawahannya).

  5. Objektif objektif (tidak subjektif, berdasarkan prasangka sendiri).

  6. Dorongan pribadi

  Keinginan dan kesesuaian untuk menjadi pemimpin itu harus muncul dari dalam hati dan sanubari sendiri. Dukungan dari luar akan memperkuat hasrat sendiri untuk memberikan pelayanan dan pengabdian diri kepada kepentingan orang banyak.

7. Keterampilan berkomunikasi

  Pemimpin diharapkan mahir menulis dan berbicara, mudah menangkap maksud orang lain, cepat menangkap esensi pernyataan orang luar dan mudah memahami maksud para anggotanya. Juga pandai mengkoordinasikan macam- macam sumber tenaga manusia, dan mahir mengintegrasikan berbagai opini serta aliran yang berbeda-beda untuk mencapai kerukunan dan keseimbangan.

8. Kemampuan Mengajar

  Pemimpin yang baik diharapkan dapat menjadi guru yang baik bagi bawahannya, mengajar secara sistematis dan intensional pada sasaran tertentu, guna mengembangkan pengetahuan, keterampilan/kemahiran tekhnis tertentu, dan menambah pengalaman mereka. Hal ini dimaksudkan agar para pengikutnya dapat memberikan loyalitas dan partisipasinya.

9. Keterampilan sosial

  Seorang pemimpin harus dapat bersikap ramah, terbuka, dan mudah menjalin persahabatan berdasarkan rasa saling percaya-mempercayai. Seorang pemimpin menghargai pendapat orang lain, untuk dapat memupuk kerja sama yang baik dalam suasana rukun dan damai.

10. Cakap secara teknis atau manajerial

  Pemimpin harus superior dalam satu atau beberapa kemahiran tekhnis tertentu, juga memiliki kemahiran manajerial untuk membuat rencana, mengelola, menganalisis keadaan, membuat keputusan, mengarahkan, mengontrol, dan memperbaiki situasi yang tidak aman.

  Ada 4 syarat kepemimpinan menurut Moeljono (2003:44) antara lain : 1.

  Adanya pengikut 2. Pemimpin yang efektif bukanlah selalu seseorang yang dipuja atau dicintai, namun mereka adalah individu yang menjadikan para pengikutnya berbuat benar. Kepemimpinan identik dengan pencapaian hasil.

3. Pemimpin adalah mereka yang memberi contoh 4.

  Kepemimpinan bukanlah kedudukan, jabatan, atau uang. Kepemimpian adalah tanggung jawab.

2.1.3 Ciri-ciri Kepemimpinan

  Ada enam ciri khusus kepemimpinan menurut Lensufiie (2010:19) yaitu sebagai berikut:

  1. Bersedia mengambil risiko

  2. Selalu menginginkan pembaharuan

  3. Bersedia mengurus atau mengatur

  5. Menjaga sikap positif

  6. Selalu berada di muka Menurut Kouzes dan Posner (2004:26) ada 4 ciri-ciri kepemimpinan, antara lain:

  1. Jujur Kejujuran berkaitan erat dengan nilai-nilai dan etika, yang bersikukuh pada prinsip-prinsip utama.

  2. Berorientasi ke depan Kemampuan berorientasi ke depan bukan berarti orang harus memiliki kekuatan penglihatan magis untuk melihat sesuatu hal yang ada dimasa depan.

  Realitanya jauh lebih sederhana, yaitu :kemampuan menentukan atau memilih tujuan yang diinginkan, ke arah mana perusahaan, atau komunitas akan dibawa.

  3. Kompeten Kompetensi kepimpinan mengacu pada catatan prestasi si pemimpin dan kemampuannya untuk menyelesaikan pekerjaan. Hal ini tidak mengacu secara spesifik kepada kemampuan pemimpin dibidang tekhnologi dalam kegiatan operasional saja, tetapi tergantung dari posisi pemimpin dan kondisi organisasi. Seorang pemimpin harus mampu memberi contoh, inspirasi, tantangan, memungkinkan orang bertindak, dan memberi semangat pada bawahannya.

  4. Membangkitkan semangat para bawahannya akan arti dan tujuan dalam hidup, artinya menjadikan anggotanya lebih bersemangat, positif dan optimis mengenai masa depan yang memberikan harapan pada orang lain.

2.1.4 Prinsip Kepemimpinan

  Ada 7 (tujuh) prinsip kepemimpinan yang dapat meningkatkan pengaruh dan kekuasaan seorang pemimpin didalam suatu organisasi, (Matondang, 2008:14) antara lain : 1.

  Keramahan yang rasional 2. Setiakawan 3. Memiliki kebaikan timbal balik 4. Mengembangkan 5. Kelompok 6. Permohonan langsung 7. Memiliki kewenangan formal

  Tindakan kepemimpinan tergantung pada pembentukan hubungan sosial yang efektif dan mencapai masa depan yang diinginkan melalui perjanjian serta kerjasama. Para pemimpin yang bermoral menggunakan kekuasaan untuk mencapai tujuan organisasi, menghormati hak, individu dan kelompok, dan adil dalam berhubungan dengan orang lain. Menurut Stephen R. Coney (sumber:

  , karakteristik seorang pemimpin didasarkan kepada prinsip-

  prinsip sebagai berikut : Tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga diluar sekolah.

  Contohnya, belajar melalui membaca, menulis, observasi, dan mendengar, mempunyai pengalaman yang baik maupun yang buruk sebagai sumber belajar.

  2. Berorientasi pada pelayanan

  Seorang pemimpin tidak dilayani tetapi melayani, sebab prinsip pemimpin dengan prinsip melayani berdasarkan karir sebagai tujuan utama. Dalam memberi pelayanan, pemimpin seharusn ya lebih berprinsip pada pelayanan yang baik.

  3. Membawa energi yang positif Setiap orang mempunyai energi dan semangat. Menggunakan energi yang positif didasarkan pada keikhlasan dan keinginan mendukung kesuksesan orang lain. Untuk itu dibutuhkan energi positif untuk membangun hubungan baik. Seorang pemimpin harus dapat dan mau bekerja untuk jangka waktu yang lama dan kondisi tidak ditentukan. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus dapat menunjukkan energi yang positif, seperti ;

  a. Percaya pada orang lain b. Keseimbangan dalam kehidupanat.

  c. Melihat kehidupan sebagai tantangan

  d. Sinergi

  e. Latihan mengembangkan diri sendiri

2.2 Konflik

2.2.1 Pengertian Konflik

  

Menurut Mangkunegara (2008:21) konflik adalah suatu pertentangan yang terjadi

antara apa yang diharapkan oleh seseorang terhadap dirinya, orang lain, organisasi

dengan kenyataan apa yang diharapkannya. Sedangkan menurut Handoko, T. H

dalam Wahyudi (2006:36) mengemukakan bahwa konflik muncul karena adanya

kenyataan bahwa para anggota bersaing untuk mendapatkan sumber daya

  

organisasi yang terbatas, bertambahnya beban kerja, aliran tugas kurang

dimengerti bawahan, kesalahan komunikasi, dan adanya perbedaan status, tujuan

atau persepsi.

Menurut Stoner dan Freeman dalam Wahyudi (2006:17) berpendapat bahwa

konflik organisasi adalah mencakup ketidaksepakatan soal alokasi sumberdaya

yang langka atau perselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi atau kepribadian.

2.2.2 Keberadaan Konflik

  

Keberadaan konflik dalam suatu organisasi tidak dapat dihindarkan, dengan kata

lain bahwa konflik selalu hadir dan tidak dapat dielakkan. Menurut Stoner. dan

Freeman dalam Wahyudi (2006:35) konflik sering muncul karena kesalahan

dalam mengkomunikasikan keinginan dan adanya kebutuhan dan nilai-nilai

kepada orang lain. Kegagalan komunikasi dikarenakan proses komunikasi tidak

dapat berlangsung secara baik, pesan sulit dipahami oleh karyawan karena

perbedan pengetahuan, kebutuhan, dan nilai-nilai yang diyakini pimpinan. Menurut Mangkunegara (2008:24) sumber konflik yang terjadi antara kelompok- kelompok, antara perorangan-perorangan dalam organisasi meliputi:

  1. Bersama-sama menggunakan sumber-sember daya organisasi yang sama.

  

2. Perbedaan dalam tujuan antara bagian-bagian/kelompok-kelompok dalam

organisasi.

  3. Saling ketergantungan pekerjaan dalam organisasi.

  

4. Perbedaan nilai-nilai atau persepsi dimiliki/dianut oleh masing-masing

bagian-bagian organisasi.

  

5. Sumber-sumber lain seperti gaya perorangan, kekaburan organisasi dan

masalah komunikasi.

2.2.3 Penyebab Terjadinya Konflik

  Konflik biasanya timbul dalam organisasi sebagai hasil adanya masalah- masalah komunikasi, hubungan pribadi atau struktur organisasi. Secara ringkas penyebab munculnya konflik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1.

  Komunikasi Konflik yang timbul dalam komunikasi merupakan salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti atau informasi yang mendua dan tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.

2. Struktur

  Konflik yang diakibatkan oleh struktur yakni adanya pertarungan kekuasaan antar departemen dengan kepentingankepentingan, persaingan untuk memperebutkan sumber daya yang terbatas atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok-kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.

3. Pribadi

  Konflik yang diakibatkan oleh pribadi yakni adanya ketidaksesuaian tujuan, tidak tahu nilai-nilai sosial pribadi karyawan dengan perilaku yang diperankan pada jabatan mereka dan perbedaan dalam nilai-nilai atau persepsi (Supardi, 2002:97).

  Menurut Wirawan (2010:8) faktor-faktor yang dapat menimbulkan terjadinya konflik adalah sebagai berikut:

1. Keterbatasan Sumber 2.

  Tujuan yang berbeda 3. Interdependensi tugas 4. Keragaman sistem sosial

5. Diferensiasi organisasi 6.

  Ambiguitas yurisdiksi 7. Pribadi orang 8. Sistem imbalan yang tidak layak 9. Komunikasi yang tidak baik 10.

  Perilaku tidak manusiawi

2.2.4 Konflik dalam Organisasi

  Sebagai kumpulan atas beberapa orang, maka organisasi tidak lepas dari interaksi antar anggotanya. Dalam memahami peran dan bergaul satu sama lain itulah konflik kerap muncul baik dalam koridor aktivitas formal maupun informal. Mengacu pada Usman (2004: 223) secara alamiah ada lima bentuk konflik yang didasarkan atas pelaku konflik:

1. Konflik dengan diri sendiri

  Setiap manusia mempunyai perbedaan dalam hal kecerdasan, kemampuan, sikap, bakat, pengetahuan, kepribadian, cita-cita, minat maupun kebutuhan.

  Perbedaan ini dapat menimbulkan pertentangan jika tidak diarahkan dan dikelola dengan secara baik

  2. Konflik diri sendiri dengan seseorang lainnya semua keinginan dan cita-cita dapat dipenuhi sehingga menimbulkan kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Kepentingan individu seringkali berbeda dengan tujuan organisasi, karena itu agar kinerja organisasi tidak terganggu maka setiap anggota harus berusaha menyesuaikan diri dengan tujuan dan kebutuhan organisasi.

  3. Konflik diri sendiri dengan kelompok Perbedaan dapat menjadi sumber konflik apabila masing-masing mempertahankan kepentingan anggota maupun kepentingan yang lebih sempit.

  4. Konflik kelompok satu dengan kelompok lainnya dalam organisasi yaitu berhubungan dengan cara individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka, individu diberi sanksi oleh kelompok kerjanya karena melanggar norma-norma kelompok.

  Konflik muncul dapat disebabkan oleh kegagalan individu dalam menjalankan fungsi yang ditetapkan kelompok.

  5. Konflik antar organisasi Hal ini dapat terjadi karena persaingan dan pertentangan kepentingan antarkelompok. Kelompok berjuang untuk meningkatkan prestasi maksimal sehingga terjadi perebutan sumber-sumber organisasi. Kelompok yang mendapat tekanan dari luar, hubungan anggota semakin padu (kohesif), rasa solidaritas antaranggota (in group feeling) semakin tinggi.

2.3.1 Pengertian Stres

  Stres yang dialami oleh karyawan merupakan masalah bagi perusahaan yang perlu diperhatikan guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

  Berikut definisi stres menurut beberapa ahli.

  Menurut Baron & Greenberg (dalam Rivai, 2003:308) stres adalah reaksi- reaksi emosional dan psikologis yang terjadi pada situasi dimana tujuan individu mendapat halangan dan tidak bisa mengatasinya.

  Menurut Rivai dan Sagala (2009:1008) stres adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berfikir, dan kondisi seorang karyawan.

2.3.2 Pengertian Stres Kerja

  Menurut Rivai dan Deddy (2010:308), stres kerja adalah ketidakseimbangan keinginan dan kemampuan memenuhinya sehingga menimbulkan konsekuensi penting bagi dirinya.. Sedangkan menurut Hasibuan (2009:204) stres kerja adalah kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Orang orang yang mengalami stres menjadi nervous dan merasakan kekuatiran kronis.

  Pengertian stres kerja menurut Mangkunegara (2008:157) adalah perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini tampak dari sindrom, antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan. Copper dan Davidson (dalam Rivai & Deddy, 2003:313) membagi penyebab stress dalam pekerjaan menjadi dua, yakni:

  1. Group stressors, adalah penyebab stress yang berasal dari situasi maupun keadaan di dalam perusahaan, misalnya kurangnya kerjasama antara karyawan, konflik antara individu dalam suatu kelompok, maupun kurangnya dukungan sosial dari sesama karyawan di dalam perusahaan.

  2. Individual stressor, adalah penyebab stress yang berasal dari dalam diri individu, misalnya tipe kepribadian seseorang, control personal dan tingkat kepasrahan seseorang, persepsi terhadap diri sendiri, tingkat ketabahan dalam menghadapi konflik peran serta ketidakjelasan peran.

  Luthans (dalam Rivai & Deddy, 2003:313) menyebutkan bahwa penyebab stres (stressor) terdiri atas empat hal utama, yakni:

  1. Extra organizational stressors, yakni terdiri dari perubahan social teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, dan keadaan komunitas/tempat tinggal.

  2. Organizational stressors, yang terdiri dari kebijakan organisasi, struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam organisasi.

  3. Group stressors, yang terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya dukungan sosial, serta adanya konflik intraindividu, interpersonal, dan intergroup

  4. Individual stressors, yang terdiri dari terjadinya konflik dan ketidakjelasan

  learned helplessness, self-efficacy dan daya tahan psikologis

2.3.4 Gejala Stres di Tempat Kerja

  Gejala stres ditempat kerja menurut Rivai & Dedy (2003:309) ada 7, yaitu; 1.

  Kepuasan kerja rendah

2. Kinerja yang menurun 3.

  Semangat dan energy menjadi hilang 4. Komunikasi tidak lancar 5. Pengambilan keputusan jelek 6. Kreativitas dan inovasi kurang 7. Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif

  Menurut Robbins dan Judge (2008:375), gejala-gejala stres dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori umum yaitu :

  1. Gejala Fisiologis Gejala fisiologis merupakan gejala awal yang bisa diamati, terutama pada penelitian medis dan ilmu kesehatan. Stres cenderung berakibat pada perubahan metabolisme tubuh, meningkatnya detak jantung dan pernafasan, peningkatan tekanan darah, timbulnya sakit kepala, serta yang lebih berat lagi terjadinya serangan jantung.

  2. Gejala Psikologis Dari segi psikologis, stres dapat menyebabkan ketidakpuasan. Hal itu merupakan efek psikologis yang paling sederhana dan paling jelas. Namun bisa saja muncul keadaan psikologis lainnya, misalnya ketegangan, menunjukkan bahwa ketika orang ditempatkan dalam pekerjaan dengan tuntutan yang banyak dan saling bertentangan atau dimana ada ketidakjelasan tugas, wewenang, dan tanggung jawab pemegang jabatan , maka stres maupun ketidakpuasan akan meningkat.

  3. Gejala Perilaku Gejala stres yang berkaitan dengan perilaku meliputi perubahan dalam tingkat produktivitas, absensi, kemangkiran, dan tingkat keluarnya karyawan, juga perubahan dalam kebiasaan makan, merokok dan konsumsi alkohol, bicara cepat, gelisah dan gangguan tidur.

2.3.5 Dampak Stres Kerja Terhadap Karyawan

  Menurut Robbins dan Judge (2008:376), dampak stres secara psikologis dapat menurunkan kepuasan kerja karyawan. Selain itu, stres dapat menyebabkan ketidakpuasan. Stres yang dikaitkan dengan pekerjaan menimbulkan ketidakpuasan yang berkaitan dengan pekerjaan dan memang itulah efek psikologis yang paling sederhana dan paling jelas dari stres itu. Lebih jauh lagi dampak dari stres terhadap kepuasan adalah secara langsung.

  Menurut Rivai (2010:316), pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi perusahaan. Namun, pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan, konsekuensi tersebut dapat berupa turunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustasi dan sebagainya. saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas lain diluar pekerjaan, seperti tidak dapat tidur dengan tenang, selera makan berkurang, kurang mampu berkonsentrasi, dan sebagainya. Bagi perusahaan, konsekuensi yang timbul dan bersifat tidak langsung adalah meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas, dan secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan teralienasi, hingga turnover.

2.4 Penelitian terdahulu

  Harefa (2011) melakukan penelitian yang berjudul ”Pengaruh Kepemimpinan dan Konflik terhadap Stres Kerja Karyawan pada PT. Bibit Baru Medan. Tujuan penelitian untuk mengetahui apakah ada pengaruh kepemimpinan dan konflik terhadap stres kerja karyawan pada PT. Bibit Baru Medan. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 121 karyawan. Kepemimpinan dan konflik secara bersama-sama berpengaruh terhadap stres kerja karyawan pada PT. Bibit Baru Medan. Berdasarkan Uji-t variabel kepemimpinan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap stres kerja karyawan. Variabel konflik berpengaruh dan signifikan terhadap stres kerja karyawan. Hasil pengujian koefisien determinasi adalah sebesar 0.435 (43.5%) berarti varibel dependen (stres kerja karyawan) dapat dijelaskan oleh kepemimpinan dan konflik sebesar 43.5% sedangkan sisanya sebesar 56.6% dijelaskan oleh factor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini

  Wiranata (2011) melakukan penelitian yang berjudul "Pengaruh Kepemimpinan terhadap Kinerja dan Stres Karyawan pada CV.

  Mertanadi.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja dan stres karyawan pada CV. Mertanadi. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 30 karyawan. Hasil perhitungan korelasi diperoleh nilai korelasi sebesar 0,47 yang berarti terdapat hubungan antara kepemimpinan terhadap stres kerja karyawan, dengan tingkat hubungan sedang. Hasil determinasi menunjukkan bahwa hubungan antara pengaruh kepemimpinan terhadap stres karyawan sebesar 22,09%, dan 77,81% stres karyawan disebabkan oleh faktor lain. Dari analisis t test hubungan antara kepemimpinan terhadap stres karyawan menunjukkan nilaisignifikansi sebesar 2,81 > 2,048 maka dapat disimpulkan terdapat hubungan antara pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja dan stres karyawan.

2.5 Kerangka Konseptual

  Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya (Rivai 2004:2). Kepemimpinan terkadang dipahami sebagai kekuatan untuk menggerakkan dan mempengaruhi orang. Kepemimpinan sebagai sebuah alat sarana atau proses untuk membujuk orang agar bersedia melakukan sesuatu secara sukarela.

  Menurut Wirawan (2010:157), orang yang menghadapi konflik terutama orang yang belum memiliki pengalaman yang cukup dalam menghadapi konflik bisa mengalami stres yang buruk. Ketika menghadapi situasi konflik, pihak yang terlibat konflik mengevaluasi stressor yang dihadapinya. Proses dan hasil evaluasinya dipengaruhi oleh karakteristik pihak yang terlibat konflik. Dalam mengevaluasi stressor, pihak yang terlibat konflik yang berpendidikan tinggi, berpengalaman menghadapi konflik dan mempunyai kekuasaan akan berbeda dengan yang berpendidikan rendah, tidak berpengalaman dan tidak mempunyai kekuasaan. Hasil evaluasi stressor bisa menghasilkan stres dari tingkat yang rendah sampai tinggi. Apabila pihak yang terlibat konflik mempunyai pengalaman yang berkali-kali mengenai konflik yang dihadapinya, berkepribadian tenang serta memiliki kecerdasan emosional, sosial dan spriritual tinggi maka konflik menimbulkan stres tingkat rendah. Sebaliknya apabila pihak yang terlibat konflik tidak mempunyai karakteristik tersebut maka konflik dapat menimbulkan stres tingkat sedang sampai tinggi.

  Stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Menurut Anoraga (2001:108), stres kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang, baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkunganya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.

  Adapun kerangka pemikiran tersebut dapat diperlihatkan pada gambar berikut ini: Kepemimpinan (X1)

  Stress Kerja (Y)

  Konflik (X2 ) Konflik (X2 ) Konflik (X2 ) Konflik (X2 )

  2.5.1 Hubungan Kepemimpinan dan Stres

  Menurut Robbins (2003) kepemimpinan merupakan salah satu pemicu arah dalam perkembangan perusahaan atau organisasi dimana gaya kepemimpinan seseorang dalam mengelola organisasi mempunyai pengaruh terhadap stres kerja. Pemimpin yang menuntut karyawan untuk melakukan tugas dalam waktu yang singkat, pengawasan yang ketat dan tekanan yang kurang realistis dapat menimbulkan stres kerja.

  2.5.2 Hubungan Konflik dan Stres

  Konflik bisa menimbulkan stres terhadap pihak yang terlibat konflik sehingga mempengaruhi interaksi konflik. Menurut Luthans (dalam Rivai & Deddy, 2003:313) salah satu penyebab stres adalah individual stressors yang terdiri dari terjadinya konflik dan ketidakjelasan peran, serta disposisi individu seperti pola kepribadian, kontrol personal, learned helplessness, self-efficacy dan daya tahan psikologis. Jika dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi. Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.

  Berdasarkan perumusan masalah yang telah ditetapkan maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

2 Kepemimpinan dan konflik berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap stres kerja karyawan.

  3 Kepemimpinan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap stres kerja karyawan.

  4 Konflik berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap stres kerja karyawan.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kepemimpinan Dan Konflik Terhadap Stres Kerja Karyawan Pada Pt. Telkom Indonesia Divisi Enterprise Service Medan

10 98 100

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya organisasi 2.1.1 Pengertian Budaya organisasi - Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasi dan Kinerja Karyawan PT. Telkom Medan

0 0 38

BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian Kepemimpinan - Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Kerja Karyawan (Studi Pada Hotel Rudang Berastagi)

0 0 30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Konflik 2.1.1 Pengertian Konflik - Pengaruh Konflik Dan Kejenuhan Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Melalui Motivasi Terhadap Karyawan Pt. Tolan Tiga Indonesia Medan

0 1 30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Kepemimpinan - Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Motivasi Sebagai Variabel Intervening Pada Pdam Tirtanadi Cabang Padang Bulan medan

0 0 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Kepemimpinan - Pengaruh Kepemimpinan dan Sanksi Terhadap Disiplin Kerja Karyawan Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI), Persero, Tbk Cabang Sisingamangaraja Medan

0 0 38

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Kepemimpinan - Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Budaya Kerja Pegawai pada Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Gayo Lues

0 1 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Kepemimpinan - Pengaruh Gaya Kepemimpinan Efektif Terhadap Peningkatan Kinerja Karyawan Pada PT Kimia Farma Tbk

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaya Kepemimpinan Transformasional 2.1.1 Definisi Gaya Kepemimpinan Transformasional - Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan pada PT PLN(Persero) Area Medan

0 8 32

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres Kerja 2.1.1 Pengertian Stres Kerja - Pengaruh Stres Kerja dan Motivasi Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pada PT Infomedia Nusantara Contact Center Telkom Medan

0 0 33