BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Waktu Fermentasi Campuran Limbah Cair Industri Tapioka Dengan Air Terhadap Gas Bio Yang Dihasilkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 UBI KAYU (SINGKONG)

  Ubi kayu (Mannihot esculenta) berbatang berkayu dan beruas - ruas yang tingginya mencapai 3 meter atau lebih [7]. Bagian tengah dari ubi kayu bergabus dan termasuk tumbuhan yang tinggi. Ubi kayu bisa mencapai ketinggian 1-4 meter. Pemeliharaannya mudah dan produktif. Ubi kayu dapat tumbuh subur di daerah yang berketinggian 1200 meter di atas permukaan air laut. Daun ubi kayu memiliki tangkai panjang dan helaian daunnya menyerupai telapak tangan, dan tiap tangkai mempunyai daun sekitar 3-8 lembar. Tangkai daun tersebut berwarna kuning, hijau atau merah [8]. Ubi kayu (Mannihot esculenta) ini ditunjukkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Ubi Kayu ( Mannihot esculenta ) [9]

2.1.1 Sejarah Ubi Kayu

  Indonesia adalah negara ketiga penghasil singkong setelah Brazil dan Thailand, dan memiliki 1.205.440 hektar area tertanam dan 21.990.381 ton produksi singkong / tahun [10]. Sebagaian besar, singkong diproduksi untuk tepung tapioka. Ada 339 industri kecil menegah (IKM) di Margoyoso, Jawa Tengah, Indonesia yang memiliki kapasitas produksi rata-rata 10 ton singkong / IKM-hari. Maka, permintaan

  3 singkong adalah 3.990 ton / hari dengan konsumsi total air 15.960 m / hari [11].

  Pada awal 1970 itu Presiden AS, menjadi waspada terhadap krisis negara-negara berkembang makanan, menunjuk Ilmu Komite Penasehat Panel pada pasokan pangan dunia untuk melaporkan prioritas penelitian makanan. Ini direkomendasikan oleh departemen pertanian potensi wilayah luas lahan tidur, terutama di Amerika Selatan penekanan pada singkong sebagai tanaman yang dipilih yang memiliki potensi untuk memenuhi permintaan besar untuk makanan. Sejak perhatian lebih banyak kepada singkong sebagai tanaman prioritas maka dibentuklah Internasional Pusat Penelitian Pertanian (IARS). Internasional Pusat Tropical Agriculture (CIAT) di Cali, Kolombia diberi mandat untuk meningkatkan singkong di seluruh dunia dan di Amerika Selatan pada khususnya [12].

2.1.2 Komposisi Ubi Kayu

  Berdasarkan Iptek (2010), komposisi kandungan ubi kayu per 100 gram bahan dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Komposisi Kandungan Kimia Ubi Kayu [13]

  No Komposisi Jumlah

  1 Kalori 146.000 kal

  2 Protein 1.200 g

  3 Lemak 0,300 g

  4 Karbohidrat 34.700 g

  5 Kalsium (Ca) 33.000 mg

  6 Fosfor (P) 40.000 mg

  7 Besi (Fe) 0,7 mg

  8 Vitamin B1 0,006 mg

  9 Vitamin C1 30.000 mg

  10 Air 62.500 g

2.2 INDUSTRI TAPIOKA

  Industri tapioka merupakan salah satu jenis industri hasil pertanian (agroindustry) yang cukup banyak tersebar di Indonesia [14]. Limbah industri tapioka dapat dibedakan menjadi dua yaitu limbah padat dan limbah cair [15].

  Menurut Greenfield [16], limbah pabrik tapioka banyak mengandung bahan organik seperti pati, serat, protein, gula dan sebagainya. Komponen limbah ini merupakan bagian sisa pati yang tidak terekstrak serta komponen non pati yang terlarut dalam Pada industri tepung tapioka, teknologi yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:

  1. Tradisional yaitu industri pengolahan tapioka yang masih mengandalkan sinar matahari dan produksinya sangat tergantung pada musim.

  2. Semi modern yaitu industri pengolahan tapioka yang menggunakan mesin pengering (oven) dalam melakukan proses pengeringan.

  3. Full otomate yaitu industri pengolahan tapioka yang menggunakan mesin dari proses awal sampai produk jadi. Industri tapioka yang menggunakan peralatan full otomate ini memiliki efisiensi tinggi, karena proses produksi memerlukan tenaga kerja yang sedikit, waktu lebih pendek dan menghasilkan tapioka berkualitas [17]

  Cleaner production atau produksi bersih adalah merupakan suatu strategi

  pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terpadu dan diterapkan secara kontinu pada proses produksi, produk dan jasa untuk meningkatkan eko-efisiensi sehingga mengurangi resiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan [18]. Pengertian strategi produksi bersih bermakna sangat luas karena di dalamnya mencakup upaya pencegahan pencemaran, minimisasi limbah, teknologi bersih, and

  of pipe treatment dan remediasi [14].

  Namun industri tepung tapioka pada saat ini sering menimbulkan masalah lingkungan. Jika tidak ditangani secara seksama limbah tapioka yang terdiri dari limbah padat, cair dan gas, berpotensi besar mencemari lingkungan. Limbah padat seperti kulit singkong dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak dan pupuk, sedangkan onggok (ampas) dapat digunakan sebagai sebagai bahan baku pada industri pembuatan saus, campuran kerupuk, obat nyamuk bakar dan pakan ternak. Limbah cair dapat dimanfaatkan untuk pengairan sawah dan ladang, selain itu limbah cair pengolahan tapioka dapat diolah menjadi minuman nata de cassava dan pembuatan gas bio.

  Ini juga yang menyebabkan fungsi ubi kayu telah bergeser dari bahan pangan menjadi sumber alternatif gas bio. Adapun manfaat pemakaian gasohol di Indonesia yaitu : memperbesar basis sumber daya bahan bakar cair, mengurangi impor BBM, menguatkan security of supply bahan bakar, meningkatkan kesempatan kerja, meningkatkan kemampuan nasional dalam teknologi pertanian dan industri, mengurangi kecenderungan pemanasan global dan pencemaran udara (bahan bakar ramah lingkungan) dan berpotensi mendorong ekspor komoditi baru [8].

  Model proses produksi industri tapioka ramah lingkungan berbasis produksi bersih dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut ini:

Gambar 2.2 Model Proses Produksi Industri Tapioka Ramah Lingkungan

  Berbasis Produksi Bersih [14]

2.3 LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA

  Limbah cair industri tapioka dihasilkan dari proses pembuatan, baik dari pencucian bahan baku sampai pada proses pemisahan pati dari airnya atau proses pengendapan. Limbah padat berasal dari proses pengupasan ketela pohon dari kulitnya yaitu berupa kotoran dan kulit dan pada waktu pemrosesan yang berupa ampas yang sebagian besar berupa serat dan pati. Penanganan yang kurang tepat terhadap hasil buangan padat dan cair akan menghasilkan gas yang dapat mencemari udara. Limbah cair industri tapioka yang masih baru berwarna putih kekuningan, terjadi pada limbah disebabkan oleh adanya bahan organik, seperti pati yang terlarut, jasad renik dan koloid lainnya yang tidak dapat mengendap dengan cepat [19]. Bau tersebut dihasilkan pada proses penguraian senyawa mengandung nitrogen, sulfur dan fosfor dari bahan berprotein [20].

  Selain itu, limbah cair tapioka proses ekstraksi dengan kadar COD 33600-38223 mg/L tercatat mengandung 425-1850 mg/L glukosa dan 22614-29725 mg/L gula yang dapat dihidrolisis menjadi glukosa [21].

  Umbi singkong memiliki senyawa HCN (asam sianida) secara alami dalam sel- selnya. Sianida adalah suatu senyawa yang sangat beracun, larut dalam air dan mudah menguap pada suhu kamar [20]. Singkong jenis tertentu (singkong pahit) dan apabila dipotong- potong warnanya berubah menjadi biru. Ubi kayu berkadar racun tinggi sebaiknya dibuat menjadi tepung tapioka [7]. Pada saat proses pemerasan dan ekstraksi, HCN yang terdapat dalam sel-sel singkong akan terlepas/ terlarut dengan air. Air limbah yang mengandung HCN apabila dibuang ke perairan dan terakumulasi dapat membahayakan kehidupan biota air tesebut dan secara tidak langsung dapat membahayakan manusia [22].

  Berdasarkan penelitian, HCN yang terdapat dalam limbah cair industri tapioka dapat diuraikan dengan menggunakan Effective Microorganism. Hasil penelitian menunjukkan bahwa EM 1% (1 ml EM dalam 1 liter limbah cair) merupakan konsentrasi yang cocok untuk menguraikan HCN tersebut. Oleh karena itu, Pengaruh

  

EM terhadap HCN pada limbah cair tapioka dapat terlihat pada tabel 2.2 berikut ini:

Tabel 2.2 Pengaruh EM terhadap HCN pada Limbah Cair Tapioka [23]

  Adapun kandungan dan baku mutu limbah cair industri tapioka yang sebelum dibuang ke lingkungan dapat ditunjukkan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2.3 Kandungan dan Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Tapioka [24]

  Dari tabel di atas, dapat kita simpulkan bahwa limbah cair industri tapioka yang dihasilkan saat ini harus diolah terlebih dahulu mengingat kandungan COD yang cukup tinggi, yaitu 13.500-22.000 mg/liter. Sedangkan untuk TSS dapat terlihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.4 Komposisi Total Solid (TS) Limbah Cair Tapioka [25]

2.4 GAS BIO

  Gas bio adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik atau fermentasi dari bahan bahan organik termasuk diantaranya kotoran manusia dan hewan, limbah domestik, sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam gas bio adalah metana dan karbon dioksida [26]. Gas bio hanya dapat terbakar apabila kandungan metana di dalamnya mengandung beberapa komponen, dapat terlihat pada tabel 2.5 berikut ini:

Tabel 2.5 Komposisi Gas Bio Secara Umum [28]

  Komponen %

  Metana (CH

  4 ) 55-75

  Karbon dioksida (CO ) 25-45

  2 Nitrogen (N 2 ) 0-0,3

  Hidrogen (H

  2 ) 1-5

  Hidrogen sulfide (H S) 0-3

  2 Oksigen (O 2 ) 0,1-0,5

2.4.1 Tahapan Metabolisme dalam Pembentukan Gas Bio

  Pada proses anaerob, bahan organik didegradasikan menjadi metana dan karbon dioksida melalui tahap-tahap berlainan yang merupakan serangkaian kegiatan metabolik dari kelompok-kelompok mikroorganisme yang berbeda. Adapun tahap- tahap ini dapat dibedakan menjadi 4 tahap utama yaitu:

  1. Hidrolisis dan Asidifikasi. Mula-mula, bakteri fermentatif akan menghidrolisis substrat polimer seperti polisakarida, protein dan lemak menjadi monomer- monomer gula, asam amino dan peptida. Reaksi hidrolisis : (C H O )n + n H O n(C H O ) + sel mikroorganisme

  6

  10

  5

  2

  6

  12

  6 Reaksi asidifikasi :

  C

  6 H

  12 O

  6

  2CH

  3 CHOHCOOH

  (Asam Laktat) C

  6 H

  12 O

  6 CH

  3 CH

  2 CH

  

2 COOH + 2CO

2 + 2H

  2

  (Asam Butirat) C

  6 H

  12 O

  6 CH

  3 CH

  2 COOH + 2CO

  2

  (Asam Propionat) C

  6 H

  12 O

  6 CH3COOH

  (asam asetat)

  2. Asidogenesis. Pada tahap ini, hasil hidrolisis dari tahap sebelumnya akan difermentasikan menjadi asam lemak volatil (asam asetat, asam butirat dan

  propionat) dan asam lemak rantai panjang, CO

  2 , format, H 2 , NH 4 , HS , alkohol [29].

  3. Asetogenesis. menguraikan propionat, asam lemak rantai panjang, alkohol, beberapa asam amino dan senyawa aromatik, menjadi H

  2 , format dan asetat.

  CH

  3 CH

  2 COOH CH

  3 COOH + CO 2 + 3 H

  2 CH 3 (CH 2 )2COOH

  2CH

  3 COOH + 2 H

  2 O 4. Metanogenesis.

  Tahap terakhir melibatkan 2 kelompok metanogen yang berbeda, yakni metanogen hidrogenotropik yang menggunakan dan format dari reaksi sebelumnya untuk

  H

  

2

  mereduksi CO

  2 menjadi CH 4 , dan metanogen asetotropik yang menguraikan asetat

  menjadi CO

  2 dan CH 4 . Reaksinya sebagai berikut :

  CH

  3 COOH CH 4 + CO

  2

  4H

  2 + CO

  2 CH 4 + 2H

  2 O [19]

2.4.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi dalam Pembentukan Gas Bio

  2.4.2.1 Temperatur o o

  Proses anaerob biasanya dijalankan pada temperatur 30-38 C atau pada 49-58 C (termofilik) dan harus sangat diperhatikan mengingat organisme berkembang pada temperatur yang berbeda [30].

  2.4.2.2 pH

  Metanogen hanya dapat berkembang dengan baik pada jangkauan pH yang sempit, antara 6,5-8. Penambahan baking soda (NaHCO

  3 ) dapat meningkatkan alkalinitas

  dari suatu larutan fermentasi [27]

  2.4.2.3 Rasio C:N

  Metanogen umumnya menggunakan karbon sebagai sumber energi untuk pertumbuhan, dan nitrogen untuk membangun struktur sel. Biasanya karbon yang dibutuhkan 25-30 kali lebih banyak dibandingkan dengan nitrogen [27].

  2.4.2.4 Logam Berat Terlarut

  Logam berat terlarut sangat penting di dalam proses fermentasi limbah cair, terutama pada proses metanogenesis, karena fungsi sebagai nutrisi penting bagi pertumbuhan mikroba. Kandungan logam berat yang direkomendasikan pada pengolahan limbah cair seperti besi, kobalt, nikel, dan seng 0,02; 0,004; 0,003 mg/g produksi asam adalah 1 mg FeCl

  2 ; 0,1 mg CaCl 2 ; NiCl 2 ; dan 0,1 mg ZnCl 2 . Penambahan logam

  logam ini meningkatkan aktifitas mikroba dan sangat menguntungkan pada proses anaerobik untuk limbah cair [29].

2.5 POTENSI EKONOMI

  Perbandingan terbaik dari penelitian ini yaitu pada perbandingan komposisi limbah cair industri tapioka dan air 100:0 (v/v) sehingga berdasarkan hal ini dapat disimpulkan potensi ekonominya yaitu:

  Bahan Baku:

  a. Limbah Cair Rp. 0,-

  Bahan Tambahan

  a. Kotoran Sapi Rp. 10.000,-/ karung

  b. Molase Rp. 5.000,-/ kg

  Biaya lain-lain (kapur, digester) Rp.300.000,-/ digester

  Produksi tepung tapioka untuk Sumatera Utara tahun 2012 adalah sebesar 1.192.124 ton [31]. Sebanyak 1000 kg ubi kayu yang telah bersih dan terkupas kulitnya (kandungan bahan kering 35%) dapat menghasilkan limbah cair sebesar 514kg [32]. Jadi pada tahun 2012 akan dihasilkan limbah cair sebanyak 100.000.000 ton.

  Untuk perbandingan komposisi limbah cair industri tapioka dan air 100:0 (v/v) dengan volume limbah sebanyak 225 L menghasilkan 205,617 L gas bio dengan lama fermentasi 24 hari. Pemanfaatan limbah tapioka ini cukup menjanjikan.

  Untuk 100.000.000 ton limbah cair industri tapioka dan gas bio yang dihasilkan sebanyak: x = 91.385.333.333 L

  Kotoran sapi dan air = 25% dari volume digester terisi = Total limbah/ 75%

  Volume digester total = Volume digester terisi/60% = 222.222.222.222 L (Anggap 1 digester sekitar 2.000 L, maka dibutuhkan sekitar 111.111.111 digester)

  Kotoran sapi dan air = 25% x 133.333.333.333 L = 33.333.333.333 L

Kotoran sapi : air =1:1 (w/w) maka diperlukan Kotoran sapi = 16.666.666.667 kg

  (50 kg/karung sehingga dibutuhkan 333.333.333 karung) = Rp. 3.333.333.333.000,-

  Molase = 5kg/ 500L volume digester total = 2.222.222.222 kg

  = Rp.11.111.111.111.000,-

  Biaya lain-lain

  Kapur = Rp. 10.000,- x 111.111.111 digester =Rp. 1.111.111.110.000,- Transportasi

  = Rp. 9.999.999.900.000,- Digester = Rp. 200.000,- x 111.111.111 digester =Rp. 22.222.222.000.000,-

  Total Biaya Rp.47.777.777.454.000,-

  Kandungan metana (CH

  4 ) dalam gas bio berkisar 50-70% [33] jadi dianggap kandungan metana dalam gas bio adalah 60%.

  Volume metana yang terbentuk = 60% x 91.385.333.333 L = 54.831.200.000 L

  3

  = 54.831.200.000 m

3 Diketahui: ρCH4 = 0,6800 kg m [34]

  Massa Metana (CH4) = ρCH4 x Volume CH4

  3

  3

  = 0,6800 kg m x 54.831.200.000 m = 37.285.216.000 kg

  Massa gas bio = = 37.285.216.000 kg / 0,60 = 62.142.026.667 kg

  Harga gas bio adalah Rp.1.167/kg [35], sehingga total penjualan 62.142.026.667 kg gas bio adalah Rp. 72.519.745.120.000,-. Total Penjualan > Total Biaya

  

Pengeluaran sehingga potensi ekonomi dari pemanfaatan campuran limbah cair

  industri tapioka dan air menjadi gas bio menguntungkan sehingga layak untuk dikembangkan.

Tabel 2.6 Perhitungan Potensi Ekonomi

  

BAHAN DIBUTUHKAN @ BIAYA

  • Baku Limbah Cair 100.000.000.000 L Rp. 0,-

  

Tambahan Kotoran sapi 333.333.333 karung Rp. 10.000 Rp. 3.333.333.333.000,-

Molase 2.222.222.222 kg Rp. 5.000 Rp.11.111.111.111.000,- Rp. 22.222.222.000.000,- Digester 111.111.111 digester Kapur Rp. 300.000 Rp. 1.111.111.110.000,- Transportasi Rp. 9.999.999.900.000,-

  

Total Biaya Pengeluaran Rp.47.777.777.454.000,-

Gas bio 62.142.026.667 kg Rp.1.167 Rp. 72.519.745.120.000,-

Total Biaya Penjualan Rp. 72.519.745.120.000,-

LABA

  Rp. 27.741.967.666.000,-

  Adapun keuntungan pemanfaatan pengolahan campuran limbah cair industri tapioka dan air menjadi gas bio antara lain:

  • Mengurangi pencemaran terhadap lingkungan.
  • Sebagai sumber energi yang dapat diperbaharui.
  • Mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil

  3

  gas bio diperoleh menyalakan lampu 50 – 100 watt selama 6 jam [36],

  • 1 m mengahasilkan daya 1,25 Kwh dan juga menjalankan mesin 1 PK selama 2 jam [37].