BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian - Pengaruh Kortikosteroid Intranasal (Fluticasone Furoate) Terhadap Ekspresi Matriks Metalloproteinase-9 Pada Polip Hidung Di RSUPH Adam Malik Medan

BAB 3 METODE PENELITIAN

  3.1 Jenis Penelitian

  Penelitian ini bersifat analitik dengan desain kuasi eksperimental. Pada penelitian ini akan diperiksa ekspresi MMP-9 pada polip hidung sebelum dan sesudah pemberian fluticasone furoate semprot hidung.

  3.2 Waktu dan Tempat penelitian

  Penelitian dilakukan di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan. Untuk pemeriksaan imunohistokimia akan dilakukan di Departemen Patologi Anatomi FK USU. Penelitian dilakukan mulai bulan Desember 2015 sampai jumlah sampel terpenuhi.

  3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Pengumpulan Sampel

  3.3.1 Populasi Populasi pada penelitian ini adalah penderita polip nasi yang ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan nasoendoskopi dan hasil biopsi histopatologi yang berobat ke subdivisi rinologi- alergi imunologi THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan sejak Desember 2015 sampai jumlah sampel terpenuhi.

  3.3.2 Sampel Penelitian Sampel pada penelitian ini adalah sebagian dari populasi penelitian yang memenuhi kriteria inklusi.

  a. Kriteria inklusi Penderita polip hidung yang belum pernah mendapat pengobatan dengan kortikosteroid.

  Bersedia menggunakan semprot hidung fluticasone furoate setiap pagi selama 4 minggu.

  23 Bersedia ikut dalam seluruh proses penelitian dan memberikan persetujuan secara tertulis setelah mendapat penjelasan (inform consent)

  b. Kriteria eksklusi Subjek dengan hasil pemeriksaan histopatologi keganasan.

  Penderita yang hamil dan menyusui. Penderita dengan gangguan fungsi hati.

  3.3. 3 Besar Sampel Penentuan jumlah minimal sampel pada penelitian ini adalah berdasarkan pengamatan pendahuluan dengan menggunakan rumus :

  2

  (Zα+Zβ)SD N1= N2 = 2 (x1- x2)

2 N1= N2 = (1,64+0,84)2,45

  1,5 N = 16,40

16 Keterangan :

  α

  Z = Nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada nilai α

  = 1,64 yang besarnya ditentukan. Nilai α =0,05  Z α Z = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada nilai β

  β

  β

  = 0,84 yang ditentukan. Nilai β = 0,2  Z

  SD = simpangan baku (Callejas et al 2014) X1-X2 = selisih rerata minimal yang dianggap bermakna yang didapat dari data penelitian sebelumnya atau jika tidak ada dapat ditentukan peneliti

  3.3. 4 Teknik pengambilan sampel Pengambilan sampel penelitian diambil secara non probability concecutive sampling.

  Nominal

  Rekam medis ≤ 40 thn ≥ 40 thn

  Umur usia yang dihitung dalam tahun dan perhitungannya berdasarkan kalender masehi.

  3 .

  Nominal

  Rekam medis 1. laki-laki 2.perempua n

  Jenis kelamin Ciri biologis yang membedakan orang yang satu dengan yang lainnya

  2 .

  Polip Bukan polip

  3.4 Variabel Penelitian

  Polip hidung massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga hidung, berwarna putih keabua-abuan. ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan nasoendoskopi dan hasil biopsi histopatologi

  1 .

  Cara dan alat ukur Kategori Skala

  N o Variabel Definisi

  3.5 Definisi Operasional

  2. variabel independent : fluticasone furoate.

  Variabel yang diteliti yaitu : 1. variabel dependen : Matriks Metalloproteinase-9.

  Interval

  4 .

  Stadium polip Ukuran polip yang dinilai dengan menggunakan nasoendoskopi menurut ketentuan Mackay and

  Lund,1995

  Berdasarkan pemeriksaan nasoendoskopi

  Stadium 0 Stadium 1 Stadium 2 Stadium 3

  Ordinal

  5 .

  Ekspres i MMP-9 Berdasarkan pewarnaan immunohistokimia MMP-9 ditemukan tampilan pulasan warna coklat pada sitoplasma sel stroma. Kontrol positif yang digunakan berasal dari jaringan plasenta yang dilakukan pewarnaan immunohistokimia.

  • – 3 Ekspresi MMP-9 positif /overekspre si : 4
  • – 9 0 : berarti negatif 1:pewarnaa n positif < 10% jumlah sel 2:pewarnaa n positif10- 50% jumlah sel 3:pewarnaa

  Kontrol negatif yang digunakan berasal dari jaringan polip hidung yang dilakukan pewarnaan immunohistokimia tanpa memberikan antibodi MMP-9

  Ekspresi MMP-9 ditentukan dengan pewarnaan immunohistokim ia. Untuk skor akhir digunakan skor imunoreaktif. Skor imunoreaktif diperoleh dengan mengalikan skor luas dengan skor intensitas. Skor luas

  Ekspresi MMP-9 negatif : 0

  Interval Skor intensitas (intensitas pewarnaan) n positif > 50% jumlah sel 0 : negative 1 : lemah 2 : moderat 3 : kuat

  6 Fluticas one furoate

  Kortikosteroid fluorinated sintetik dengan efek anti inflamasi yang reaksinya meningkat dengan reseptor glucocorticoid intraseluler. merupakan suspensi cair

  kortikosteroid micronized

  yang disemprotkan ke mukosa hidung.

  Setiap aktuasi semprotan disemprotan mengalirkan 27,5 µg fluticasone furoate

  Digunakan Tidak digunakan

  Nominal

3.6 Alat dan Bahan Penelitian

  3.6.1 Alat penelitian Penelitian ini menggunakan beberapa peralatan sebagai berikut:

  1. Catatan medis penderita dan status penelitian penderita

  2. Formulir persetujuan ikut penelitian

  3. Alat untuk biopsi: blakesley nasal forcep lurus/bengkok, endoskopi kaku 4 mm, 0 .

  4. Alat untuk pemeriksaan histopatologi dan immunohistokimia: mesin pemotong jaringan (microtome), water bath, hot plate, staining jar, rak kaca objek, kaca objek, rak inkubasi, silanized slide, pap pen, pipet mikro, tabung sentrifuge, pengukur waktu dan mikroskop cahaya.

  3.6.2 Bahan penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

  1. Jaringan polip hidung dalam bentuk blok parafin yang didiagnosis sebagai polip hidung. Bahan ini diperiksa secara immunohistokimia dengan menilai immunoreaktivitas antibodi MMP-9.

  2. Bahan untuk pemeriksaan histopatologi: formalin 10%, blok paraffin, aqua destilata, hematoxyllin-eosin.

  3. Bahan untuk pemeriksaan immunohistokimia: xylol, alkohol absolut, alkohol 96%, alkohol 80%, alkohol 70%, H O 0,5% dalam methanol, Tris

  

2

  2 Buffer Saline (TBS), antibodi MMP-9, santa cruz, Real EnVision,

  Chromogen Diamino Benzidine (DAB). Lathium carbonat jenuh, Tris EBTA, hematoxylin, aqua destilata.

  3.6.3 Prosedur kerja pemeriksaan immunohistokimia MMP-9:

  1. Deparafinisasi slide (Xylol 1, Xylol 2, Xylol 3) @ 5 menit

  2. Rehidrasi (Alkohol absolute, Alk 96%, Alk 80%, Alk70%) @ 4 menit

  3. Cuci dengan air mengalir 5 menit Masukkan slide ke dalam PT Link Dako Epitope ± 1 jam

  4. Retrieval : set up preheat 65

  C, running time 98 C selama 15 menit

  5. Pap Pen. Segera masukkan dalam Tris Buffered Saline pH 7,4 5 menit

  6. Blocking dengan peroxidase block 5- 10 menit

  7. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4 5 menit

  8. Blocking dengan Normal horse Serum (NHS) 3% 15 menit

  9. Cuci dalam tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4 5 menit

  10. Inkubasi dengan Antibody MMP-9 dengan pengenceran 1:40 1 jam

  11.Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4/ Tween 20 5 menit

  12. Santa cruz Real Envision Rabbit/Mouse 30 menit

  13. Cuci dalam Tris Buffered saline (TBS) pH 7,4/Tween 20 5-10 menit

  14. DAB + Substrat Chromogen solution dengan pengeceran 20µL DAB : 1000µL substrat ( tahan 5 hari disuhu 2-8 C setelah di-mix) 5 menit

  15. Cuci dengan air mengalir 10 menit

  16. Counterstain dengan hematoxylin 3 menit

  17. Cuci dengan air mengalir 5 menit

  18. Lithium carbonat (5% dalam aqua) 2 menit

  19. Cuci dengan air mengalir 5 menit

  20. Dehidrasi (Alk 80%,Alk 96%, Alk Abs) @5 menit

  21. Clearing (Xylol 1, Xylol 2, Xylol 3) @ 5 menit

  22. Mounting + cover glass

  3.7 Teknik Pengumpulan Data

  Data yang dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh dari pemeriksaan langsung ekspresi MMP-9 polip hidung, sebelum dan sesudah mendapat terapi semprot hidung fluticasone furoate dengan pemeriksaan imunohistokimia.

  3.8 Analisis Data

  Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan diagram. Data akan dianalisa secara statistik untuk mengetahui perbandingan efektifitas terapi fluticasone furoate pada polip hidung. Data yang diperoleh akan diolah dengan SPSS.

3.9 Kerangka Kerja

  Massa di rongga hidung Biopsi Bukan polip hidung Polip hidung Pemeriksaan MMP-9 sebelum terapi FF secara Imunohistokimia

  Negatif : skor 0-3 Positif : skor 4-9

  Terapi FF intranasal selama 4 minggu Pemeriksaan MMP-9 sesudah terapi FF secara imunohistokimia Negatif Skor : 0-3

  Positif Skor 4-9 Nasoendoskopi dan biopsi

3.10 Jadwal Penelitian

  Jenis Kegiatan Waktu Sept 2015

  Okt 2015

  Des 2015

  Febr 2016

  Apr 2016

  Juni 2016

  Febr 2017

  1 .

  Persiapan proposal 2 .

  Seminar proposal 3 .

  Pengumpulan & pengolahan data

  4 .

  Penyusunan laporan 5 .

  Laporan tesis

BAB 4 HASIL PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan

  rancangan Quasi eksperimental. Pengambilan sampel penelitian didapat dari rongga hidung penderita pada saat dilakukan biopsi untuk menentukan diagnosa polip hidung. Data penelitiannya adalah seluruh kasus polip hidung yang dilakukan tindakan biopsi dan pengobatan di RSUP H. Adam Malik Medan sejak Desember 2015 sampai jumlah sampel terpenuhi yaitu sebanyak 16 subjek.

Tabel 4.1 Karakteristik penderita polip hidung berdasarkan umur dan jenis kelamin

  Karakteristik Penderita n % Jenis kelamin

  • Laki-laki

  12

  75

  • Perempuan

  4

  25 Usia (tahun) < 40

  4

  25

  12

  75 ≥ 40

  Penderita dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 12 orang (75%), sedangkan perempuan sebanyak 4 orang (25%). Usia terbanyak pada kelompok usia ≥ 40 tahun yaitu sebanyak 12 orang (75 %), sedangkan kelompok usia < 40 tahun sebanyak 4 orang (25 %), dengan rerata usia 52,81 ± 15,489 ( mean ± SD).

Tabel 4.2. Distribusi frekuensi penderita polip hidung berdasarkan ekspresi MMP-9

  Ekspresi MMP-9 n % Negatif

  4

  25 Positif

  12

  75 Total 16 100

  

32 Berdasarkan tabel di atas diketahui tampilan skor imunoreaktif MMP-9 pada penderita polip hidung kelompok overekspresi (ekspresi positif) yaitu sebanyak 12 orang (75%) sedangkan kelompok ekspresi negatif yaitu sebanyak 4 orang (25%).

Tabel 4.3. Perbedaan ekspresi MMP-9 pada polip hidung sebelum dan sesudah mendapatkan terapi fluticasone furoate

  p Ekspresi Sebelum Sesudah MMP-9

  N % n % 0,027

  Negatif 4 25 10 62,5 Positif 12 75 6 37,5 Total 16 100 16 100 Berdasarkan tabel di atas diketahui tampilan skor imunoreaktif MMP-9 pada penderita polip hidung sebelum mendapatkan terapi fluticasone furoate adalah kelompok overekspresi (ekspresi positif) yaitu sebanyak 12 orang (75%) sedangkan kelompok ekspresi negatif yaitu sebanyak 4 orang (25%). Namun setelah mendapatkan terapi berubah menjadi kelompok overekspresi (ekspresi positif) yaitu sebanyak 6 orang (37,5%) sedangkan kelompok ekspresi negatif yaitu sebanyak 10 orang (62,5%).

  Didapatkan perbedaan yang bermakna antara ekspresi MMP-9 pada polip hidung sebelum dan sesudah mendapatkan terapi fluticasone furoate p = 0,027.

Tabel 4.4. Perbedaan ekspresi MMP-9 pada polip hidung sebelum dan sesudah mendapatkan terapi fluticasone furoate berdasarkan stadium

  Stadium Sebelum Sesudah p polip Negatif Positif Negatif Positif hidung n % n % n % n %

  I 0 0 1 100 3 75 1 25 0,511

  II 3 50 3 50 7 58 5 42

  III 1 11 8 89 0 0 0 0

  Berdasarkan tabel di atas diketahui stadium klinis pada penderita polip hidung sebelum mendapatkan terapi fluticasone furoate berdasarkan tampilan overekspresi (ekspresi positif) MMP-9 kelompok tertinggi stadium 1 yaitu sebanyak 100% dan diikuti stadium 3 yaitu 89% dan pada stadium 2 yaitu sebanyak 50%, dan setelah mendapatkan terapi fluticasone furoate tampilan ekspresi negatif MMP-9 kelompok tertinggi stadium 1 yaitu sebanyak 75% dan di ikuti stadium 2 sebanyak 58%. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna antara perubahan ekspresi MMP-9 pada polip hidung sebelum dan sesudah mendapatkan terapi fluticasone furoate berdasarkan stadium, p = 0,511. Secara klinis terdapat 4 sampel sebelum mendapatkan terapi fluticasone furoate ekspresi MMP-9 negatif dan setelah mendapatkan terapi fluticasone furoate ekspresi MMP-9 tetap negatif, namun stadium polip hidung menurun. Terdapat 2 sampel sebelum mendapatkan terapi fluticasone furoate ekspresi MMP-9 positif dan setelah mendapatkan terapi fluticasone furoate ekspresi MMP-9 tetap positif, namun stadium polip hidung menurun. Terdapat 6 sampel sebelum mendapatkan terapi fluticasone furoate ekspresi MMP-9 positif dan setelah mendapatkan terapi fluticasone furoate ekspresi MMP-9 negatif, dan stadium polip hidung menurun. Terdapat 4 sampel sebelum mendapatkan terapi fluticasone furoate ekspresi MMP-9 positif dan setelah mendapatkan terapi fluticasone furoate ekspresi MMP-9 tetap positif, dan stadium polip hidung tidak berubah.

BAB 5 PEMBAHASAN Pengambilan sampel penelitian dari Departemen Patologi Anatomi RSUP. H. Adam Malik Medan yang kemudian dilakukan pemeriksaan

  histopatologi dan pemeriksaan immunohistokimia di laboratorium Patologi Anatomi FK USU. Penelitian ini dilakukan terhadap 16 penderita polip hidung yang datang berobat ke RSUP H. Adam Malik, Medan sejak bulan Desember 2015 sampai jumlah sampel terpenuhi. Penderita polip hidung lebih banyak pada laki laki 12 orang (75%) daripada perempuan 4 orang (25%). Kelompok umur ≥ 40 tahun lebih banyak menderita polip hidung yaitu 12 orang (75%) dibandingkan kelompok umur < 40 tahun. Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian penelitian sebelumnya. Munir (2005) melaporkan insiden polip tertinggi pada rentang usia 35 dan 44 tahun dan laki-laki lebih banyak menderita polip hidung (65%) dibandingkan perempuan (35%). Pearlman et al (2010) mendapatkan bahwa insiden polip hidung meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Hal ini disebabkan karena sistem mekanisme perbaikan DNA yang mengalami mutasi (DNA repair) sudah kurang berfungsi dengan baik dan penurunan daya tahan tubuh pada usia lebih dari 40 tahun. Bachert (2011) melaporkan bahwa prevalensi polip hidung cenderung meningkat dengan bertambahnya umur dan hampir dua kali lipat lebih sering pada laki laki dibandingkan wanita, hal ini mungkin disebabkan karena laki laki lebih sering terpapar asap rokok, debu dan bahan bahan kimia lainnya. Dewi (2011) di RSUP.H. Adam Malik Medan melaporkan laki-laki dan perempuan menderita polip hidung pada proporsi yang hampir sama, masing-masing 5,2% dan 48,8%. Pada penelitian ini didapatkan ekspresi MMP-9 positif pada polip hidung sebanyak 75%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lechapt- Zalcman yang melaporkan peningkatan ekspresi MMP-9 di kelenjar dan

  35 pembuluh darah polip hidung. Kahveci (2008) mendapatkan ekspresi MMP-9 tinggi dan ekspresi TIMP-1 rendah pada polip hidung. Watelet et al mendapatkan peningkatan jumlah sel sel inflamatori MMP-9 pada pembentukan pseudokista jaringan polip, ia menyatakan adanya hubungan yang potensial antara MMP-9 gene polymorphism dengan terbentuknya polip. MMP-9 telah dibuktikan terdapat dalam polip hidung (Kostamo et al, 2007; Lechapt-Zalcman et al, 2001; Watelet et al, 2004; Bhandari et al, 2004; Chen et al, 2007). Penelitian tersebut telah menunjukkan bahwa terdapat MMP-9 di polip hidung dan MMP-9 dapat memainkan peran dalam perpindahan sel inflamasi melalui komponen lamina basal, yang menyebabkan akumulasi sel inflamasi dan peradangan pada jalan napas. Pawankar et al. telah menemukan MMP-9 tinggi dalam jaringan polip hidung. Penelitian lain juga menunjukkan peningkatan kadar MMP-9 di polip hidung. Namun tidak dijumpai perbedaan yang bermakna secara statistik antara tingkat MMP-9 dari jaringan polip hidung dan jaringan hidung yang sehat. Lee et al. (2003) mengklaim bahwa ketidakseimbangan rasio MMP-9 / TIMP-1 mempunyai peran terhadap proses inflamasi pada polip hidung.

  Kahveci et al. melaporkan bahwa ketidakseimbangan MMP / TIMP dapat menyebabkan pecahnya epitel sehingga protein matriks ekstra seluler memiliki tugas utama terhadap pecahnya epitel. Pada penelitian ini, didapatkan tampilan skor imunoreaktif MMP-9 pada penderita polip hidung sebelum mendapatkan terapi fluticasone furoate adalah kelompok overekspresi (ekspresi positif) yaitu sebanyak 12 orang (75%) sedangkan kelompok ekspresi negatif yaitu sebanyak 4 orang (25%). Namun setelah mendapatkan terapi kelompok overekspresi (ekspresi positif) menjadi sebanyak 6 orang (37,5%) sedangkan kelompok ekspresi negatif sebanyak 10 orang (62,5%). Didapatkan hubungan yang bermakna p = 0,027 antara ekspresi MMP-9 sebelum mendapatkan terapi fluticasone furoate dengan setelah mendapatkan terapi fluticasone furoate menjadi menurun. Hasil penelitian ini sesuai dengan Callejas, et al. (2014) yang meneliti tentang pengaruh kortikosteroid terhadap remodeling mukosa pada rinosinusitis kronis dengan polip hidung mendapatkan bahwa ekspresi MMP-9 secara bermakna menurun (p<0,01) pada minggu ke 2 dan minggu ke 12 dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan terapi budesonide intranasal. Namun berbeda dengan cincik et al. (2013) perbedaan antara terapi steroid oral, steroid intralesi dan steroid topical intranasal secara statistik tidak bermakna terhadap kadar MMP-9 dan TIMP-1. Pada penelitian cincik et al, level MMP-9 pada grup yang diterapi steroid dan grup yang tidak diterapi serta mukosa hidung sehat, hasilnya tidak ditemukan perbedaan antara grup grup tersebut berdasarkan kadar MMP-9 tidak seperti penelitian penelitian yang lain. Mereka menyimpulkan bahwa MMP-9 tidak signifikan terhadap polip hidung. Namun ditemukan beberapa perbedaan antara grup berdasarkan rasio MMP-9/TIMP-1. Hoshino et al. (1999) Melaporkan bahwa terapi kortikosteroid akan menyebabkan penurunan akumulasi dari kolagen subepithelial pada pasien asma dengan menurunkan MMP-9 dan meningkatkan ekspresi TIMP-1. Pada penelitian lain dengan menggunakan inhalasi budesonide dapat menormalisasi rasio MMP-8/TIMP-1 dengan menurunkan MMP-8 dan meningkatkan TIMP-1 pada pasien asma. Pada penelitian ini didapatkan stadium klinis pada penderita polip hidung sebelum mendapatkan terapi fluticasone furoate berdasarkan tampilan overekspresi (ekspresi positif) MMP-9 kelompok tertinggi stadium 1 yaitu sebanyak 100% dan diikuti stadium 3 yaitu 89% dan pada stadium 2 yaitu sebanyak 50%, dan setelah mendapatkan terapi fluticasone furoate tampilan ekspresi negatif MMP-9 kelompok tertinggi stadium 1 yaitu sebanyak 75% dan di ikuti stadium 2 sebanyak 58%. Polip stadium 1 dan 2 (stadium terbanyak) mengalami penurunan stadium setelah terapi. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna (p =0,51) antara perubahan ekspresi MMP-9 pada polip hidung sebelum dan sesudah mendapatkan terapi fluticasone furoate berdasarkan stadium. Namun secara klinis

terdapat penurunan stadium polip sebanyak 12 sampel dan hal ini membuktikan bahwa fluticasone furoate berpengaruh terhadap polip hidung. Terdapat 4 sampel yang sebelum mendapatkan terapi fluticasone furoate dengan ekspresi negatif dan setelah mendapatkan terapi fluticasone furoate ekspresi MMP-9 tetap negatif, namun stadium polip hidung menurun. Perubahan ekspresi MMP-9 terdapat pada 6 sampel dan perubahan stadium terjadi pada 12 sampel, Hal ini disebabkan karena bukan hanya MMP-9 yang mempengaruhi terbentuknya polip hidung. Terdapat faktor faktor lain yang berperan dalam terbentuknya polip hidung diantaranya : adanya perubahan struktur epitel, angiogenesis, serta degradasi matriks ekstraseluler yang disebabkan karena rendahnya kadar TGF β. Sejumlah mediator inflamasi dan faktor faktor diferensiasi juga merupakan faktor pertumbuhan polip hidung. TGF β menginduksi proliferasi dan fibrosis fibroblas. IL-8, RANTES, GM-CSF, IgE, IL-1 dan eotaxin mempengaruhi pertumbuhan polip hidung. Jaringan polip hidung di infiltrasi oleh sel inflamasi yang teraktivasi yang dihasilkan oleh bermacam macam mediator pro inflamasi termasuk sitokin, leukotrien, histamin dan prostaglandin (Cohen, Efraim, Levi-Schaffer & Eliasha 2011). Naclerio and Mackay (2001) melaporkan bahwa dengan menggunakan kortikosteroid semprot hidung selama 4-6 minggu, efektif mengurangi ukuran polip hidung. Pada penelitian ini peneliti menggunakan Fluticasone furoate 110 μg sekali sehari yang diberikan dalam dua kali semprot (27,5 μg/semprot) untuk tiap polip hidung.

  Burgel et al (2004) melaporkan bahwa penggunaan fluticasone semprot hidung efektif meng-inhibisi infiltrasi eosinofil ke dalam polip hidung yang akan mengurangi ukuran polip. Fluticasone furoate semprot hidung juga menginduksi apoptosis limfosit. Konsentrasi glukokortikoid topikal sangat tinggi di permukaan epitel yang mengakibatkan menurunnya produksi GM-CSF di permukaan epitel. Kortikosteroid semprot hidung merupakan terapi polip hidung terbaik meskipun mekanisme kerja dari obat ini belum diketahui secara pasti. Kortikosteroid topikal menghambat influk sel-sel inflamasi kedalam jaringan polip. Kortikosteroid semprot hidung juga menurunkan jumlah sel plasma dan mengurangi aktivasi sel T.

BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN

  6.1 Simpulan

  Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat diambil simpulan bahwa :

  1. Pada penelitian ini, penderita polip hidung di RSUP H. Adam Malik, Medan terjadi lebih banyak pada laki laki dibandingkan wanita. Kelompok umur ≥40 tahun lebih banyak menderita polip hidung.

  2. Pada penelitian ini didapati overekspresi MMP-9 pada polip hidung di RSUP Haji Adam Malik, Medan sebelum mendapatkan terapi fluticasone furoate dan terdapat penurunan yang bermakna terhadap ekspresi MMP-9 pada polip hidung sesudah mendapat terapi fluticasone furoate.

  3. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna antara perubahan ekspresi MMP-9 pada polip hidung sebelum dan sesudah mendapatkan terapi fluticasone furoate berdasarkan stadium.

  6.2 Saran

  Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk dapat memahami peran kortikosteroid terhadap ekspresi MMP-9 pada polip hidung dan faktor faktor lain yang mempengaruhi polip hidung sehingga dapat digunakan untuk memberikan terapi yang optimal.

  42

Dokumen yang terkait

BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Manajemen Pendidikan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Manajemen Sekolah Berbasis Pondok Pesantren Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Di SMP NU 06 Kedungsuren Kec. Kaliwungu Kab.

0 0 30

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Manajemen Sekolah Berbasis Pondok Pesantren Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Di SMP NU 06 Kedungsuren Kec. Kaliwungu Kab. Kendal Tahun 2014-201

0 0 17

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Manajemen Sekolah Berbasis Pondok Pesantren Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Di SMP NU 06 Kedungsuren Kec. Kaliwungu Kab. Kendal T

0 1 62

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Manajemen Sekolah Berbasis Pondok Pesantren Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Di SMP NU 06 Kedungsuren Kec. Kaliwungu Kab. Kendal Tahun 2014-2015

0 0 13

Obat Radang Benjolan Ambeien Pada Wanita

0 0 7

METODE PENELITIAN - Isolasi Dan Identifikasi Bakteri Potensial Patogen Pada Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Di Kolam Budidaya Patumbak

0 4 16

Isolasi Dan Identifikasi Bakteri Potensial Patogen Pada Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Di Kolam Budidaya Patumbak

0 0 12

Kajian Karakteristik Tanah Typic Hapludults Pada Berbagai Generasi Tanam Kelapa Sawit Pt Socfin Indonesia Di Kebun Aek Loba Kabupaten Asahan

0 0 5

Kajian Karakteristik Tanah Typic Hapludults Pada Berbagai Generasi Tanam Kelapa Sawit Pt Socfin Indonesia Di Kebun Aek Loba Kabupaten Asahan

0 0 60

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gigi Tiruan Cekat 2.1.1 Pengertian - Pengaruh Temperatur dan Jumlah Pembakaran Porselen Opak Terhadap Kekuatan Lekat Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam

1 15 60