BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Manajemen Pendidikan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Manajemen Sekolah Berbasis Pondok Pesantren Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Di SMP NU 06 Kedungsuren Kec. Kaliwungu Kab.

BAB II TELAAH PUSTAKA

2.1 Manajemen Pendidikan

  Suatu lembaga pendidikan, baik itu formal maupun non formal hendaknya memiliki suatu manajemen yang baik yang biasa disebut dengan istilah manajemen pendidikan. Dalam suatu proses, pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: dana, fasilitas, lingkungan sekolah, kurikulum, guru, peserta didik dan lain-lain. Semua faktor tersebut saling berkaitan antara satu faktor dengan faktor yang lainnya.

  Manajemen pendidikan pada dasarnya adalah alat-alat yang diperlukan dalam usaha mencapai tujuan pendidikan. Unsur manajemen dalam pendidikan merupakan penerapan prinsip-prinsip manajemen dalam bidang pendidikan. Manajemen pendidikan merupakan rangkaian proses yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, dan pengawasan yang dikaitkan dengan bidang pendidikan.

  Tilaar (2003:270), berpendapat bahwa manajemen pendidikan adalah penerapan prinsip- prinsip manajemen dalam mengelola pendidikan agar efektif dan efisien sehingga output dari organisasi pendidikan mempuyai mutu yang tinggi. Manajemen pendidikan sebagai seluruh proses kegiatan bersama dan dalam bidang pendidikan dengan memanfaatkan semua fasilitas yang ada, mencapai tujuan pendidikan. Manajemen dalam lingkungan pendidikan adalah mendayagunakan berbagai sumber (manusia, sarana dan prasarana, serta media pendidikan lainnya) secara optimal, relevan, efektif dan efisien guna menunjang pencapaian tujuan pendidikan.

  Unsur-unsur manajemen dalam pendidikan pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan unsur manajemen pada umumnya. Tony Bush (2000:4), memberikan pengertian manajemen pendidikan sebagai berikut: “Educational management is a field

  

of study and practice concerned with the operation of

educational organizations.

  ” Manajemen pendidikan adalah studi lapangan dan praktek yang bersamaan dengan operasional organisasi pendidikan.

  Menurut

  B. Suryobroto (2004:16) manajemen pendidikan mempunyai pengertian kerjasama untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan dapat dari yang sederhana sifatnya sampai dengan yang kompleks, tergantung dari ruang lingkup dan tingkat pendidikan yang dimaksud. Apabila tujuan itu kompleks maka cara pencapaiannya menjadi kompleks juga, sehingga dalam mencapai tujuannya tidak dapat diselesaikan sendiri, tetapi harus melalui kerjasama dengan pihak lain.

  Manajemen pendidikan merupakan penerapan dari prinsip manajemen pada umumnya, bahwa ciri manajemen pendidikan dapat dilihat dari tujuan, proses dan orientasinya. Berdasarkan bermuara pada tujuan pendidikan, yaitu pengembangan kepribadian dan kemampuan mengaktualisasikan potensi peserta didik. Berdasar prosesnya manajemen pendidikan harus dilandasi sifat edukatif yang berkenaan dengan unsur manusia yang tidak semata-mata dilandasi prinsip efektivitas dan efisiensi melainkan juga harus dilandasi dengan prinsip mendidik. Berdasar orientasinya, manajemen pendidikan diorientasikan atau dipusatkan kepada peserta didik.

  Berdasarkan pengertian tersebut, penulis menyimpulkan bahwa manajemen pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan secara bersama-sama oleh orang-orang yang berada dalam organisasi pendidikan (sekolah) dan orang-orang yang terlibat di dalam dunia pendidikan, dalam hal ini para stake holder pendidikan dan dengan cara memberdayakan segala potensi-potensi dan sumber- sumber yang ada melalui proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, dan pengawasan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dalam konteks penelitian ini, yang dimaksud dengan manajemen pendidikan diartikan sama dengan administrasi pendidikan dan pengertiannya dibatasi pada manajemen sekolah atau administrasi sekolah, yaitu administrasi pendidikan dalam arti sempit. Dengan kata lain implementasi menejemen pendidikan merupakan optimalisasi sumber daya yang berkenaan dengan pemberdayaan sekolah beserta lingkungannya efektif dan efesien. Keberhasilan akan terlihat jika tujuan yang telah ditetapkan lebih banyak tercapai secara efektif dan efesien.

2.1.1. Ruang Lingkup Manajemen Pendidikan

  Pada dasarnya sebagaimana yang diuraikan sebelumnya, manajemen pendidikan adalah alat-alat untuk mencapai tujuan pendidikan melalui pengelolaan atau pengaturan dalam bidang pendidikan, sedangkan bidang garapan manajemen pendidikan itu meliputi semua kegiatan yang merupakan sarana penunjang proses belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Substansi yang menjadi garapan manajemen pendidikan menurut Husaini Usman (2006:11), sebagai proses atau disebut juga sebagai fungsi manajemen pendidikan adalah: a. perencanaan; b. pengorganisasian;

  c. (motivasi, kepemimpinan, pengarahan pengambilan keputusan, komunikasi, koordinasi dan negoisasi, serta pengembangan organisasi); d. pengendalian meliputi pemantauan (monitoring), penilaian, dan pelaporan. Monitoring dan evaluasi sering disingkat ME atau Monev. Contoh 1, sumber daya manusia dapat dibatasi pada ruang lingkup perencanaannya saja atau pengorganisasiannya atau pengarahannya atau pengendaliannya. Demikian pula untuk sumber daya pendidikan lainnya.

  Sejalan dengan ruang lingkup manajemen pendidikan yang diuraikan oleh Husaini Usman di atas, penulis akan membandingkannya dengan pendapat-pendapat para ahli yang menyebutkannya dengan istilah bidang garapan manajemen pendidikan. Menurut Mulyasa (2002:20), fungsi manajemen sekolah merupakan kegiatan kelompok orang yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pembinaan. Dalam implementasinya merupakan suatu proses yang saling berkesinambungan.

  Danim (2010:46), mendiskripsikan bahwa manajemen sekolah merupakan kegiatan kelompok orang untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dengan mengembangkan sumber daya sekolah melalui reformasi kemandirian tata kelola keuangan sekolah, pemberdayaan masyarakat, penyediaan sarana prasarana pembelajaran, penentuan substansi kurikulum sekolah dan muatan lokal.

  Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas mengenai bidang garapan manajemen pendidikan maka dapat disepakati bahwa, dalam penelitian ini bidang garapan manajemen pendidikan sebagai aspek statis yang meliputi manajemen atau administrasi murid, manajemen kurikulum, manajemen personalia, manajemen sarana, manajemen keuangan, manajemen tatalaksana, manajemen organisasi lembaga pendidikan, dan humas pendidikan atau sekolah. merupakan kajian yang akan digunakan untuk meneliti mengenai manajemen pengelolaan pendidikan formal yang dikelola oleh Yayasan Pondok pesantren Al Ulya, yang terdiri dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Al Ulya.

2.2. Sistem Pendidikan Pesantren

  Unsur-unsur suatu sistem pendidikan selain terdiri atas para pelaku yang merupakan unsur

  

organik, juga terdiri atas unsur-unsur anorganik

  lainnya, berupa: dana, sarana dan alat-alat pendidikan lainnya; baik perangkat keras maupun perangkat lunak. Hubungan antara nilai-nilai dan unsur-unsur dalam suatu sistem pendidikan merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan satu dari yang lain, bagaikan ”gula dengan manisnya”.

  Pengembangan sistem pondok pesantren yang dimaksud di sini adalah sistem pendidikan terpadu, yaitu lembaga pendidikan pondok pesantren yang memiliki kondisi obyektif riil yang secara kultural dan kelembagaannya terintegrasi dengan sistem sekolah atau madrasah yang berada di lingkungan pesantren. Jadi sistem pendidikan pesantren adalah segenap komponen pendidikan yang bekerja bersama-sama dalam rangka mencapai tujuan pesantren tersebut.

2.2.1. Unsur-unsur Pesantren

  Secara tradisi, sebuah institusi pendidikan Islam dapat disebut "pesantren" kalau ia memiliki elemen-elemen utama yang lazim dikenal di dunia pesantren bahwa pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab Islam klasik dan kyai merupakan lima elemen dasar dari tradisi pesantren. Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional di mana para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang Guru yang lebih dikenal dengan sebutan ”kyai”. Pondok merupakan unsur yang penting dari sebuah pesantren. Istilah ”pondok” diambil dari bahasa Arab ”funduq”, yang artinya ruang tidur.

  Dalam dunia pesantren, pondok merupakan unsur penting karena fungsinya sebagai tempat tinggal atau asrama santri, sekaligus untuk membedakan apakah lembaga tersebut layak dinamakan pesantren atau tidak.

  Selanjutnya unsur yang kedua dari sebuah pesantren adalah masjid. Masjid merupakan tempat yang sentral bagi sebuah pesantren. Pada pesantren tertentu, masjid tidak hanya digunakan sebagai tempat beribadah, akan tetapi juga digunakan untuk kegiatan pengajian. Di lingkungan pesantren, masjid memang bukan satu-satunya bangunan, karena di sekitarnya masih ada atau banyak lagi bangunan yang lain. Misalnya; gedung sekolah, koperasi santri, dan bangunan lainnya.

  Santri juga merupakan elemen penting dalam tidak memiliki santri. Menurut tradisi pesantren, santri dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: (a)

  

santri mukim; murid-murid yang datangnya berasal

  dari daerah yang jauh dan menetap di pesantren, (b)

  

santri kalong; murid-murid yang berasal dari desa-

  desa atau daerah sekeliling pesantren dan biasanya tidak menetap di pesantren.

  Pengajaran kitab-kitab klasik (kitab kuning) merupakan inti dari kegiatan keagamaan di pesantren. Pada umumnya kepandaian seorang santri diukur dari kemampuannya membaca dan menjelaskan isi kandungan dari kitab kuning, oleh karena itu agar bisa membaca dan memahami suatu kitab dengan benar, seorang santri dituntut terlebih dahulu untuk mempelajari dan mengerti dengan baik ilmu-ilmu alat (pendukungnya) seperti nahwu, sharaf, balaghah, ma’ani, bayan dan lain sebagainya.

  Adapun unsur yang terakhir dari pesantren adalah kyai, walaupun dalam pembahasan ini kyai ditempatkan pada urutan akhir, akan tetapi keberadaan seorang kyai dalam pesantren adalah laksana jantung bagi kehidupan manusia. Begitu pentingnya kedudukan kyai, karena biasanya seorang kyai adalah perintis, pendiri, pengelola, pengasuh, pemimpin dan terkadang juga pemilik tunggal sebuah pesantren. Itulah sebabnya, banyak pesantren akhirnya bubar, lantaran ditinggal wafat oleh kyainya, sementara dia tidak memiliki keturunan yang dapat meneruskan pesantren.

2.2.2. Tipologi Pesantren

  Sulthon Masthud mengatakan (2004:5), sejak tahun 1970-an bentuk-bentuk pendidikan yang diselenggarakan di pesantren sudah sangat bervariasi. Bentuk-bentuk pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi empat tipe, yakni: (1) pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal dengan menerapkan kurikulum nasional, baik yang hanya memiliki sekolah keagamaan (MI, MTs, MA dan PT Agama Islam) maupun yang juga memiliki sekolah umum (SD, SMP, SMU dan PT Umum), seperti Pesantren Tebuireng Jombang dan Pesantren Syaf i’iyyah Jakarta; (2) pesantren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk madrasah dan mengajarkan ilmu-ilmu umum meski tidak menerapkan kurikulum nasional, Seperti Pesantren Gontor Ponorogo dan Darul Rahman Jakarta; (3) pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dalam bentuk Madrasah Diniyah (MD), seperti Pesantren Lirboyo Kediri dan Pesantren Tegalrejo Magelang; dan (4) pesantren yang hanya sekedar menjadi tempat pengajian.

  Pesantren di Indonesia mempunyai beberapa tipe. Menurut Ditjen Bimbaga Islam Depag RI, Kafrawi dan Wardi, Bahtiar (2000:21), pesantren mempunyai tiga tipe, yaitu tipe A, tipe B, dan tipe C. Pesantren tipe A adalah pesantren yang sangat sederhana, di mana santri belajar tinggal bersama kyai, materi pelajarannya ditentukan kyai dan pesantren yang sudah mempunyai madrasah dan kurikulum tertentu dan pengajaran dari kyai pada waktu-waktu yang ditentukan dan santri bertempat tinggal di tempat tersebut. Kemudian pesantren tipe C yaitu pesantren yang hanya semata-mata sebagai asrama. Para santri belajar di madrasah-madrasah atau sekolah-sekolah umum, dan kyai sebagai pengawas dan pembinaan mental.

  Maksum Mochtar (2004:198), mengemukakan 5 model pendidikan pesantren, yaitu: pertama, model pendidikan yang diambil dari pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur, dimana selain menggunakan sistem pengajian dengan metode

  

utawi iki iku dalam forum sorogan, bandongan dan

  mudzakarah, juga mengembangkan kurikulum modern pada program-program pendidikan madrasah dan sekolahnya. Kedua, model pendidikan yang merujuk pada pesantren Maslakul Huda, Kajen, Pati, Jawa Tengah, dimana selain tetap mempertahankan tradisi pesantren klasik juga merekayasa pendidikan madrasahnya sedemikian rupa sehingga menambah bobot pendidikan pesantren. Ketiga, model pendidikan yang diambil dari pesantren modern Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur, dimana muatan pendidikannya dikembangkan sendiri sejalan dengan pemikiran para pendirinya dalam mengantisipasi kehidupan modern, yakni dengan menekankan penguasaan bahasa Arab dan Inggris. Keempat, model pendidikan yang merujuk pada pesantren dimana kerangka yang dikembangkannya berwujud pesantren dengan menyediakan kompleks pemondokan yang memadai, sedangkan muatan pendidikannya bertolak dari kurikulum pendidikan madrasah atau sekolah formal. Kelima, model pendidikan yang dikembangkan lembaga-lembaga pendidikan elit dengan wujud sekolah tetapi dimodel dalam bentuk pesantren (boarding school) atau sekolah berasrama. Dengan sendirinya pula, kurikulum pendidikan mengacu pada progam formal karena memang mempersiapkan lulusannya untuk memasuki dunia pendidikan formal yang lebih tinggi.

2.3. Menejemen Sekolah Berbasis pondok Pesantren

  Dalam prinsip ajaran Islam segala sesuatu tak boleh dilakukan secara asal-asalan melainkan harus dilakukan secara rapi benar tertib dan teratur dan proses-proses juga harus diikuti dengan tertib. Dalam sebuah riwayat Rasulullah saw bersabda: yang artinya:

  “Sesungguh Allah sangat mencintai

  

orang yang jika melakukan sesuatu pekerjaan

dilakukan secara Itqan (tepat terarah jelas dan

tuntas)” (HR Thabrani). Sebenar manajemen dalam

  arti mengatur segala sesuatu agar dilakukan dengan baik tepat dan tuntas merupakan hal yang disyariatkan dalam ajaran Islam sebab dalam Islam arah gayah (tujuan) yang jelas landasan yang kokoh dan kaifiyah yang benar merupakan amal perbuatan

  Setiap organisasi termasuk pendidikan pondok pesantren memiliki aktivitas-aktivitas pekerjaan tertentu dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Salah satu aktivitas tersebut adalah manajemen. Dengan pengetahuan manajemen pengelola pondok pesantren bisa mengangkat dan menerapkan prinsip- prinsip dasar serta ilmu yang ada di dalam Al-

  Qur’an dan Hadis kedalam kembaga tersebut. Manajemen sebagai ilmu yang baru dikenal pada pertengahan abad ke-19 dewasa ini sangat populer bahkan dianggap sebagai kunci keberhasilan pengelola perusahaan atau lembaga pendidikan tak terkecuali lembaga pendidikan Islam seperti pondok pesantren maka hanya dengan manajemen lembaga pendidikan pesantren diharapkan dapat berkembang sesuai harapan karena itu manajemen merupakan sebuah niscaya bagi lembaga pendidikan Islam atau pesantren untuk mengembangkan lembaga ke arah yang lebih baik.

  Abudin Nata (2003:43), menyebutkan dewasa ini pendidikan islam terus dihadapkan pada berbagai problema yang kian kompleks karena itu upaya berbenah diri melalui penataan SDM peningkatan kompetensi dan penguatan institusi mutlak harus dilakukan dan semua itu mustahil tanpa manajemen yang profesional.

  Seperti diketahui bahwa sebagai sebuah sistem pendidikan Islam mengandung berbagai komponen yang saling berkaitan satu sama lain komponen tersebut meliputi landasan tujuan kurikulum guru dan murid metodologi pembelajaran sarana prasarana evaluasi pembiayaan dan lain sebagainya. Berbagai komponen ini karena dilakukan tanpa perencanaan konsep yang matang-seringkali berjalan apa adanya alami dan tradisional akibat mutu pendidikan Islam acapkali menunjukkan keadaan yang kurang membanggakan.

  Al- notabene

  Qur’an dan Hadits yang merupakan landasan dan dasar pendidikan Islam saat ini belum benar-benar digunakan sebagaimana mestinya. Hal ini diakibatkan oleh minim pakar di Indonesia yang secara khusus mendalami pemahaman kedua sumber tersebut dalam perspektif pendidikan Islam. Ummat Islam belum banyak mengetahui tentang isi kandungan Al-Quran dan Al- Sunnah yang berhubungan dengan pendidikan secara baik. Akibat proses pendidikan Islam belum berjalan diatas landasan dan dasar ajaran Islam itu sendiri.

  Sebagai konsekwensi visi dan misi pendidikan Islam juga masih belum berhasil dirumuskan secara baik dan universal. Tujuan pendidikan Islam juga seringkali diorientasikan untuk menghasilkan manusia siap pakai bukan siap hidup menguasai ilmu Islam saja bukan berkarekter islami dan visi diarahkan untuk mewujudkan manusia yang shalih dalam arti ritual ukhrowi belum sosial dunia Akibat lulusan pendidikan Islam hanya memiliki kesempatan dan peluang yang terbatas mereka kurang mampu bersaing dan tak mampu berebut kompleks. Konsekwensi lebih lanjut lulusan pendidikan Islam semakin terpinggirkan dan tak berdaya ini merupakan masalah besar yang perlu segera diatasi lebih-lebih dalam dunia persaingan yang kian kompetitif dan mengglobal. Problema ini kian diperparah oleh tak tersedia tenaga pendidik Islam yang profesional yaitu tenaga pendidik yang selain menguasai materi ilmu yang diajarkan secara baik dan benar juga harus mampu mengajarkan secara efektif dan efisien kepada para siswa serta harus pula memiliki idealisme.

  Manajemen yang dimaksud disini adalah kegiatan seseorang dalam mengatur organisasi lembaga atau perusahaan yang bersifat manusia maupun non manusia sehingga tujuan organisasi sekolah dapat tercapai secara efektif dan efisien. Bertolak dari rumusan ini terdapat beberapa unsur yang inheren dalam manajemen antara lain:

  1. Unsur proses arti seorang manejer dalam menjalankan tugas manajerial harus mengikuti prinsip graduasi yang berkelanjutan.

  2. Unsur penataan arti dalam proses manajemen prinsip utama adalah semangat mengelola mengatur dan menata.

  3. Unsur implementasi arti setelah diatur dan ditata dengan baik perlu dilaksanakan secara profesional.

  4. Unsur kompetensi. Arti sumber-sumber potensial yang dilibatkan baik yang bersifat manusia maupun non manusia mesti berdasarkan

  5. Unsur tujuan yang harus dicapai tujuan yang ada harus disepakati oleh keseluruhan anggota organisasi. Hal ini agar semua sumber daya manusia mempunyai tujuan yang sama dan selalu berusaha untuk mensukseskannya. Dengan demikian tujuan yang ada dapat dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan aktivitas dalam organisasi.

  6. Unsur efektifitas dan efisiensi. Arti tujuan yang ditetapkan diusahakan tercapai secara efektif dan efisien.

  Manajemen Pendidikan Pesantren adalah aktivitas memadukan sumber-sumber Pendidikan Pesantren agar terpusat dalam usaha untuk mencapai tujuan Pendidikan Pesantren yang telah ditentukan sebelum, dengan kata lain manajemen Pendidikan merupakan mobilisasi segala sumberdaya Pendidikan Pesantren untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.

  Maka manajemen Pendidikan Pesantren hakekat adalah suatu proses penataan dan pengelolaan lembaga Pendidikan Pesantren yang melibatkan sumber daya manusia dan non manusia dalam menggerakkan mencapai tujuan Pendidikan Pesantren secara efektif dan efisien.”. Yang disebut “efektif dan efisien” adalah pengelolaan yang berhasil mencapai sasaran dengan sempurna cepat tepat dan selamat. Sedangkan yan g “tak efektif” adalah pengelolaan yang tak berhasil memenuhi tujuan karena ada mis-manajemen maka yang berhasil mencapai tujuan tetapi melalui penghamburan baik, tenaga, waktu maupun biaya.

  Seorang manajer tak hanya memanfaatkan tenaga bawahan yang sudah ahli atau trampil demi kelancaran organisasi yang dia pimpin saja tetapi juga memberikan kesempatan pada bawahan agar mereka dapat meningkatkan keahlian atau ketrampilannya. Manajer pendidikan pesantren pada umum hanya tahu apa tugas mereka agar proses pendidikan dapat berlangsung konstan tetapi acapkali mereka kurang mampu mengantisipasi secara akurat perubahan yang bakal terjadi di masyarakat pada umum dan dalam dunia pendidikan Islam khususnya. Akibat mereka hanya tenggelam dalam tugas-tugas rutin organisasi keseharian tetapi sangat sulit melakukan inovasi progresif dan memungkinkan dicapai tujuan organisasi secara lebih improve dan membanggakan.

  Dalam tiap perjalanan sebuah lembaga itu tak terlepas yang nama aktivitas managemen karena tiap lembaga organisasi dan termasuk pondok pesantren selalu berkaitan dengan usaha-usaha mengembangkan dan memimpin suatu tim kerja sama atau kelompok orang dalam satu kesatuan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Semua ini untuk mencapai suatu tujuan tertentu dalam organisasi yang ditetapkan sebelumnya. Maka dari pada itu keterkaitan managemen dan menyatakan bahwa managemen sangat terkait erat dengan persoalan kepemimpinan. Karena managemen dari segi etimologi yang berasal dari sebuah kata manage atau manus (latin) yang berarti memimpin menangani mengatur dan membimbing. Dengan demikian pengertian managemen dapat diartikan sebagai sebuah proses khas yang terdiri dari tindakan-tindakan; perencanaan, pengorganisasian, penggiatan dan juga pengawasan. Ini semua juga dilakukan untuk menentukan atau juga untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia serta sumber-sumber lainnya.

  Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa managemen adalah ilmu aplikatif dimana jika dijabarkan menjadi sebuah proses tindakan meliputi beberapa hal: Pleaning, organizing, actuating, controling. Berdasarkan empat hirarki tersebut managemen dapat bergerak tentu hal itu juga bergantung tingkat kepemimpinan seorang manager.

  Maka berdasarkan dari definisi di atas baik secara etimologi dan termenologi berbicara managemen pendidikan pondok pesantren atau bisa disebut mengolah konsep apapun tentang pesantren sebenarnya bukanlah pekerjaan mudah. Terlebih dahulu ada kenyataan bahwa tak ada konsep yang mutlak rasional dan paling afdhol diterapkan di pesantren. Baik sejarah pertumbuhan yang unik maupun karena tertinggal pesantren dari lembaga- kegiatan-kegiatan teknis pesantren belum mampu mengolah apalagi dalam soal melaksanakan konsep yang disusun berdasarkan pertimbangan rasional. Kendati bersifat gradual dalam beberapa tahun terakhir di lembaga pendidikan pesantren telah dilakukan berbagai pembaharuan di bidang manajemen sebagai jawaban atas tuntutan demokratisasi global salah satu bentuk adalah model manajemen demokratis yang berbasis kultural dari oleh dan untuk peserta didik (DOUP) dalam konteks ini terjadi rekonstruksi dari yang top down menjadi button up dari yang doktrimal menjadi demokratik dari yang menyeramkan menjadi menyenangkan.

  Konsederasi yang dapat digunakan bagi model manajemen demokratis adalah bahwa tiap manusia dan masyarakat diciptakan dalam keadaan merdeka karena itu kemerdekaan adalah hak tiap manusia dan kemerdekaan sejati itu adalah terbebas rakyat dari berbagai bentuk ketidakberdayaan disegala bidang termasuk pendidikan. Karena itu agenda utama manajemen demokratis dalam pendidikan islam adalah semangat pembebasan kaum muslimin dari belenggu ideologi dan relasi kekuasaan yang menghambat mencapai perkembangan harkat dan martabat kemanusiaan maka manajemen demokratis dalam pendidikan islam sejati diarahkan pada proses aksi dimana kelompok sosial kelas bawah mengontrol ilmu pengetahuan dan membangun daya melalui Dari sisi managemen kelembagaan di pesantren saat ini telah terjadi perubahan mendasar yakni dari kepeminpinan yang sentralistik hirarkis dan cenderung singgle fighter berubah menjadi model managemen kolektif seperti model yayasan.

  Sejati manajemen berhubungan erat degan usaha untuk tujuan tertentu dengan jalan menggunakan berbagai sumber daya yang tersedia dalam organisasi atau lembaga pendidikan Islam dengan cara yang sebaik mungkin. Manajemen bukan hanya mengatur tempat melainkan juga mengatur orang per orang dalam mengatur orang tentu diperlukan seni atau kiat agar tiap orang yang bekerja dapat menikmati pekerjaan mereka.

  Perencanaan pendidikan islam adalah proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan kegiatan yang akan dikerjakan pada waktu yang akan datang untuk mencapai sasaran atau tujuan pendidikan islam yang telah dirumuskan dan ditetapkan sebelumnya. Dalam Islam keharusan membuat perencanaan yang teliti sebelum melakukan tindakan banyak disinyalir dalam teks suci baik secara langsung maupun secara sindiran (kinayah) misal dalam islam diajarkan bahwa upaya penegakan yan g ma’ruf dan pencegahan yang munkar membutuhkan sebuah perencanaan dan strategi yang baik sebab bisa jadi kebenaran yang tak terorganisir dan terencana akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir dan terencana. Meskipun Alqu r’an menyatakan yang benar pasti lebih mencintai dan meridhoi kebenaran yang diperjuangkan dalam sebuah barisan yang rapi terencana dan teratur (asshaff:4). Setelah perencanaan dilanjutkan dengan pengorganisasian yakni proses penataan pengelompokan dan pendistribusian tugas tanggung jawab dan wewenang kepada semua perangkat yang dimiliki menjadi kolektifitas yang dapat digerakkan sebagai satu kesatuan team work dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan secara efektif dan efesien. Dalam Qs. (6:132), ditegaskan bahwa “Setiap orang mempunyai tingkatan menurut pekerjaan masing- masing” Sewaktu Rasulullah membentuk atribut- aribut negara dalam kedudukan beliau sebagai pemegang kekuasaan tertinggi beliau membentuk organisasi yang didalam terlibat para sahabat beliau yang beliau tempatkan pada kedudukan menurut kecakapan dan ilmu masing-masing. Tidak dapat dipungkiri bahwa Rasulullah adalah seorang organisatoris ulung administrator yang jenius dan pendidik yang baik yang menjadi panutan karena itu beliau disebut sebagai panutan yang baik (uswatun hasanah).

  Setelah planning dan organizing dalam siklus manajemen pendidikan Islam dilanjutkan dengan actuating yakni proses menggerakkan atau merangsang anggota anggota kelompok untuk melaksanakan tugas mereka masing masing dengan kemauan baik dan antusias.

  Fungsi Actuating berhubungan erat dengan pemimpin pendidikan Islam dalam membina kerjasama mengarahkan dan mendorong kegairahan kerja para bawahan perlu memahami seperangkat faktor-faktor manusia tersebut karena itu actuating bukan hanya kata-kata manis dan basa-basi tetapi merupakan pemahaman radik akan berbagai kemampuan kesanggupan keadaan motivasi dan kebutuhan orang lain yang dengan itu dijadikan sebagai sarana penggerak mereka dalam bekerja secara bersama-sama sebagai taemwork. Siklus terakhir adalah controlling yakni proses pengawasan dan pemantauan terhadap tugas yang dilaksanakan sekaligus memberikan penilaian evaluasi dan perbaikan sehingga pelaksanaan tugas kembali sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Fungsi pengawasan merupakan upaya penyesuaian antara rencana yang telah disusun dengan pelaksanaan dilapangan untuk mengetahui hasil yang dicapai benar-benar sesuai dengan rencana yang telah disusun diperlukan informasi tentang tingkat pencapaian hasil. Informasi ini dapat diperoleh melalui komunikasi dengan bawahan khusus laporan dari bawahan atau observasi langsung. Apabila hasil tak sesuai dengan standar yang ditentukan pimpinan dapat meminta informasi tentang masalah yang dihadapi. Dengan demikian tindakan perbaikan dapat disesuaikan dengan sumber masalah. Di samping itu untuk menghindari kesalahpahaman tentang arti maksud dan tujuan pengawasan antara pengawas dengan

efektif dan bermakna dalam arti bebas dari prasangka negatif dan dilakukan secara berdayaguna dan berhasilguna al hasil tujuan pengawasan pendidikan Islam haruslah konstruktif yakni benar-benar untuk memperbaiki meningkatkan efektifitas dan efisiensi.

2.4. Implementasi Manajemen Sekolah Berbasis Pondok Pesantren

  1) Sistem pondok pesantren adalah sarana yang bertugas sebagai perangkat organisasi yang diciptakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam pondok pesantren.

  2) pengembangan manajemen pondok Konsep pesantren harus lebih akomodatif terhadap perubahan yang serba cepat dalam era global saat ini. Oleh karena itu idealisme

  ”lillahi ta’ala” tersebut

  harus dilapisi dengan profesionalisme yang memadai, sehingga dapat menghasilkan kombinasi yang ideal dan utuh yaitu idealisme- profesionalisme. 3)

  Menciptakan model pendidikan modern yang tidak lain terpaku pada sistem pengajaran klasik (wetonan, bandongan) dan materi kitab-kitab kuning. Tetapi semua sistem pendidikan mulai dari teknik pengajaran, materi pelajaran, sarana dan prasarananya didesain berdasarkan sistem pendidikan modern. 4)

  Misi pesantren yang sesuai dengan filosofis pendidikan Islam dan yang sudah dijelaskan diatas. 5)

  Kurikulumnya, Sistem Pengajarannya dan Sistem

  6) Pada esensinya dakwah yang di lakukan kiai sebagai medium transformasi sosial melalui pendekatan keagamaan. Pada esensinya dakwah yang dilakukan kiai sebagai medium transformasi sosial keagamaan itu di orientasikan kepada output dan input pemberdayaaan salah satunya aspek kongnitif masyarakat.

  1. Output yang diharapkan Output pondok pesantren harus memiliki prestasi pondok pesantren yang dihasilkan oleh proses pendidikan dan pembelajaran serta manajemen di pondok pesantren.

  Output pondok pesantren dikelompokan menjadi empat macam: a.

  Output berupa prestasi penggetahuan akademik keagamaan.

  b.

  Output berupa prestasi penggetahuan akademik umum.

  c.

  Output berupa prestasi keterampilan atau kecakapan hidup.

  d.

  Output berupa prestasi dalam bidang non akademik.

  2. Input podok pesantren Karakteristik dari pondok pesantren yang efektif diantaranya adalah memiliki input dengan karakteristik sebagai berikut.

  a.

  Adanya kebijakan, tujuan dan sasaran mutu yang jelas b.

  Sumber daya tersedia dan siap.

  c.

  Staf yang kopeten, berdedikasi tinggi dan d.

  Memiliki harapan prestasi yang tinggi.

  e.

  Focus pada pelanggan khususnya para santri.

  f.

  Adanya input manajemen yang memadai untuk menjalankan roda pondok pesantren.

2.5. Pendekatan

  Manajemen di dalam sebuah organisasi sangat diperlukan, tidak terkecuali pada sebuah lembaga pendidikan, karena memang diantara keduanya memiliki hubungan yang erat. Dikatakan pula bahwa manajemen sebagai sub sistem kunci dalam suatu organisasi dan merupakan kekuatan vital yang menghubungkan sub sistem lainnya. Adapun pendekatan penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif yang mengacu pada teori manajemen pendidikan formal dan manajemen pendidikan pesantren. Hal ini dilakukan agar dalam menganalisis data dan informasi terkait penelitian yang dilakukan tidak keluar dari kaidah.

  Tanshzil (2003:3), menjelaskan bahwa lembaga pendidikan yang ber basis pesantren model pembinaannya sarat dengan pendidikan nilai-nilai luhur agama. Usman (2011:45), berpendapat bahwa peningkatan mutu pendidikan tidak hanya dilihat dari hasil belajar atau bahkan hasil ujian saja namun dimulai dari input, proses, output dan bahwa sekolah secara keseluruhan akan mencapai tujuan yang optimal bukan hanya prestasi siswa melainkan juga prestasi sekolahannya. Prestasi yang dimaksud diperlukan sebagai upaya menciptakan situasi pendidikan di sekolah dengan pengintegrasian, penyelerasan dan penyederhanaan pelaksanaan tugas yang terpisah-pisah sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Dengan mengoptimalisasikan penggunaan sarana prasarana, profesionalisme pendidik yang mendukung upaya peningkatan kualitas proses pembelajaran yang kondusif. Sehingga tercipta iklim budaya pembelajaran yang sarat dengan nilai-nilai karakter luhur pendidikan.

  Suharto (2011:15), mengemukaan bahwa pendidikan dilingkungan pesantren menciptakan dan mengembangkan kepribadian peserta didik yang beriman dan berakhlaq mulia dan bermanfaat bagi masyarakat. Selain itu pesantren harus menjadi pusat penguasaan ilmu pengetahuan dan tehnologi juga penanaman, pemahaman, pengamalan ajaran agama. Frieda (2013:9), menjelaskan, bahwa semakin tinggi kecerdasan emosi yang dimiliki seseorang, mampu mengendalikan kesadaran emosi dirinya sendiri dan orang lain, serta mampu mengendalikan kemampuan tersebut untuk mencapai hasil yang diharapkan.

  Merujuk beberapa pendapat yang pesantren dapat membentuk siapa saja yang belajar dan diharapkan menjadi cikal bakal peserta didik yang unggul dengan penguatan nilai keagamaan serta akhlaq, berilmu pengetahuan, trampil serta mandiri dan mampu bersaing di era modern. Secara bertahap pendidikan berbasis pesantren dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Implementasi menejemen sekolah berbasis pesantren tidak hanya dituntut sebagai transfer ilmu akan tetapi juga mentransfer nilai-nilai luhur pendidikan dan pengamalan agama.

  

2.6. Indikator Peningkatan Manajemen Sekolah

berbasis Pesantren

  Direktorat Jenderal Pembinaan SMP, SMK (2012:14), menyatakan bahwa pemenuhan standar pengelolaan dalam proses pendidikan dapat dilihat dari keberhasilan implementasi manajemen yang diterapkan yang terdapat dilembaga tersebut. Usman (2006:629), menjelaskan bahwa indikator implementasi manajemen sekolah akan berhasil apabila memiliki kemandirian, adanya kemitraan, partisipasi masyarakat, keterbukaan yang bertanggungjawab, dan akuntabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam era mutu (Depdikbud:231), disebutkan bahwa indikator manajemen kegiatan pembelajarannya dan partisipasi masyarakat.

  Merujuk pada urain diatas maka indikator peningkatan implementasi manajemen sekolah pendidikan merupakan tranparansi manajemen, kepercayaan kegiatan sekolah diperlukan daya dukung sarana prasarana proses pendidikan yang memadai. Implementasinya mengacu pada standar pengelolaan pendidikan antara lain ketersediaan rencana kerja, dan rencana anggaran kerja yang disahkan oleh komite, pengasuh pesantren beserta kepala sekolah. Proses kegiatan belajar mengajar yang lebih aktif di dalam kelas, guru lebih bervariasi menggunakan metode mengajarnya. Peran serta masyarakat meliputi pertemuan orang tua dan komite yang lebih berkualitas, komunikasi pihak sekolah, pesantren dan komite selalu bersinergi serta keterlibatan tokoh masyarakat lebih intensif.

2.7. Kerangka berpikir

  Implementasi manajemen sekolah berbasis pesantren akan berhasil apabila diantara alumni dapat berkiprah dimasyarakat dan juga dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Selain mutu kepribadian peserta didik yang beradab tampak kepercayaan diri, kemandirian, disiplin, terampil, memilki bertanggungjawab sebagaimana tertuang dalam tujuan pendidikan nasional.

  Hasil pendidikan disekolah dapat ditentukan oleh upaya memberikan wahana dalam mengembangkan potensi peserta didik. Kemampuan para pendidik dan tenaga kependidikan, dengan menggunakan sarana prasarana yang optimal dan dapat mewujudkan situasi dan kondisi lingkungan sekolah serta pesantren yang kondusif dan proses pembelajaran yang nyaman. Syukur (2011:92), menjelaskan bahwa pesrta didik dapat belajar dengan nyaman, dengan membuat wahana terbaik sebagai tempat pembelajaran. Upaya menejemen sekolah membuat peserta didik dapat belajar dengan nyaman yang menghasilkasn pendidikan yang berkarakter.

  PROSES

  IMPLEMENTASI HASIL MENEJEMEN

Potensi peserta

Perencanaan

  Sekolah lebih

didik

berprestasi, diminati

  

Profesionalitas

masyarakat dan

pendidik

Pelaksanaan berkarakter Sarana prasarana keimana

  

Iklim yg

Pengawasan

kondusif

  Gambar kerangka dasar pemikiran

2.8. Kajian Riset terdahulu

  Sejalan dengan permasalahan dalam implementasi manajemen pendidikan formal berbasis pesantren, Ummu Hanik (2013),

  

Manajemen Pengembangan Pendidikan Formal

Pesantren Sabilil Muttaqin (PSM) Takeran Magetan

Jawa Timur, di dalamnya membahas upaya PSM

  dalam mempertahankan keberadaannya sebagai sebuah lembaga pendidikan, menjelaskan model manajemen yang dikembangkan PSM serta model manajemen yang dipakai PSM dalam mengembangkan pendidikan formalnya. Hasil penelitian model pendidikan yang dikembangkan PSM adalah model pendidikan yang memadukan antara pendidikan pesantren dengan pendidikan formal, dengan berlandaskan Risalah Qoidah yang terdiri atas 9 qoidah dan nasehat luhur dari para pemimpin pesantren. Dalam mengembangkan pendidikan formalnya, PSM menggunakan model manajemen yang berdasarkan sasaran (MBS) atau management by Objectives (MBO).

  Dalam penelitian Musarofah (2011) Manajemen

  

Pendidikan Berbasis Masyarakat: Tinjauan Historis

atas Pemberdayaan dan Pengembangan Pendidikan

Pesantren di Pondok Pesantren At-Tanwir

Bojonegoro, bahwa dalam penyelenggaraan tersebut, adanya keterikatan secara informal antara masyarakat dengan pesantren dalam bentuk partisipasi tradisional dan ikatan emosional, sehingga mempengaruhi pola hubungan perorangan yang diakibatkan oleh perbedaan strata yang ada di masyarakat. Dalam penelitiannya Musarofah tidak banyak mengungkap output, karena keterbatasan waktu penelitiannya.

  Kemudian buku yang ditulis oleh Ainurrafiq Dawam dan Ahmad Ta’arifin yang berjudul

  

Manajemen Madrasah Berbasis Pesantren. Di

  dalamnya membahas tentang bagaimana penerapan kurikulum madrasah yang bernaung di bawah pesantren, pola kepemimpinan, pemberdayaan sumber daya manusia, cara mengorganisir siswa agar tidak berbenturan dengan kegiatan santri, dan hal-hal lain yang selama ini menjadi masalah madrasah yang menginduk pesantren.

  Berdasar uraian diatas maka dianggap perlu diadakan penelitian lebih lanjut implementasi menejemen sekolah berbasis pondok pesantren di SMP NU 06 Kedungsuren - Kaliwungu - Kendal.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Pembelajaran Ekstrakurikuler Dalam Meningkatkan Prestasi Nonakademik Di SDN Sidomulyo 3 Ungaran Timur Kabupaten Semarang

0 0 82

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Supervisi Klinis Dengan Tehnik Kunjungan Kelas Di Gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan Ungaran Timur

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kajian Teori 1.1.1 Hakekat Supervisi - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Supervisi Klinis Dengan Tehnik Kunjungan Kelas Di Gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan Ungaran Timur

0 0 12

BAB IV PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Gugus Ki Hajar Dewantara - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Supervisi Klinis Dengan Tehnik Kunjungan Kelas Di Gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan Ungaran Timur

0 0 29

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Supervisi Klinis Dengan Tehnik Kunjungan Kelas Di Gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan Ungaran Timur

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Supervisi Klinis Dengan Tehnik Kunjungan Kelas Di Gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan Ungaran Timur

0 0 38

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Sarana Dan Prasarana Pjok di SD Negeri Gugus Dwija Harapan Kecamatan Mijenkota Semarang: studi Manajemen “Joint” Aras Gugus

0 0 32

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Sarana Dan Prasarana Pjok di SD Negeri Gugus Dwija Harapan Kecamatan Mijenkota Semarang: studi Manajemen “Joint” Aras Gugus

0 0 36

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Sarana Dan Prasarana Pjok di SD Negeri Gugus Dwija Harapan Kecamatan Mijenkota Semarang: studi Manajemen “Joint” Aras Gugus

0 0 39

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Manajemen Sekolah Berbasis Pondok Pesantren Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Di SMP NU 06 Kedungsuren Kec. Kaliwungu Kab. Kendal Tahun 2014-2015

0 2 9