Asuhan Keperawatan CA Oral Cavity

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang kompleks. Ia melaksanakan berbagai
fungsi untuk mempertahankan kehidupannya. Salah satu diantara fungsi
tersebut adalah fungsi metabolisme yang didapat dari energi melalui
proses pencernaan. Proses pencernaan sendiri merupakan proses yang pasti
dilakukan oleh setiap makhluk hidup untuk menghasilkan nutrisi yang
berguna sebagai energi. Dalam prosesnya ini, ia melibatkan beberapa organ
yang salah satu diantaranya adalah rongga mulut. Kelainan atau masalah yang
terjadi pada rongga ini tentu akan berakibat kepada nutrisi yang masuk ke
dalam tubuh. Salah satu dari penyakit yang mungkin menyerang rongga mulut
adalah cancer oral cavity.
Kanker merupakan salah satu penyakit dengan angka keatian yang tinggi.
Data Global action against canser (2005) dari WHO (World Health
Organization) menyatakan bahwa kematian akibat kanker dapat mencapai
angka 45% dari tahun 2007 hingga 2030, yaitu sekitar 7,9 juta jiwa menjadi
11,5 juta jia kematian. Di Indonesia, menurut laporan Riskesdes (2007)
prevelensi kanker mencapai 4,3 per 1000 penduduk dan mejadi penyebab
kematian nomo tujuh (5,7) setelah stroke, tuerkulosis, hipertensi, trauma,

perinatal dan diabetes melitus.
Cancer oral cavity atau yang lebih dikenal dengan kanker rongga mulut
merupakan gabungan beberapa kanker dari bagian-bagian dalam rongga
mulut. Diantara kanker rongga mulut (KRM) yang paling sering diketemukan
adalah kanker lidah (25-45%), terutama pada bagian lateral sepertiga tengah
(40-75%) dengan histopalogi berupa karsinoma sel skuamosa (epidermoid)
jenis well differentiated dan 60% nya sudah mencapai stadium lanjut (Levine,
2001).
Adanya pembuluh limfe yang ekstensif di daerah rongga mulut
menyebabkan resiko metastasis regional yang tinggi. Sedangkan jika dilihat

1

dari tipenya sendiri, kebanyakan kanker rongga mulut adalah tipe karsinoma
epidermoid (hampir 97%), 2-3% adenokarsinoma dan 1% adalah keganasan
yang jarang seperti limfoma, melanoma maligna dan fibrosarkoma. (Sciubba,
2001).
Secara global, insiden ini menduduki tempat nomor 4 untuk laki-laki dan
nomer 6 untuk perempuan. Kanker mulut berhubungan dengan usia yang
dijumpai pada usia lebih dari 40 tahun dan semakin meningkat dengan

bertambahnya usia. Penyakit kanker bibir dan mulut menurun pada laki-laki
yang berkulit putih dan meningkat pada laki-laki kulit hitam serta perempuan.
Kebanyakan penderita kaker jenis ini akan datang saat sudah mencapai
stadium lanjut sehingga nanti akan kesukaran dalam hal penanganannya,
khusunya dalam segi pembedahannya (Vermey, 1988; Pedersen, 1992).
Pencegahan yang tepat dan penanganan yang dini tentu akan membuat
prognosis penyakit ini menjadi lebih baik. Oleh karena itu sebagai bagian dari
tenaga pelayan kesehatan, kita sebagai perawat perlu mengetahui bagaimana
asuhan keperawatan pada pasien dewasa ehingga taraf kesembuhan pasien
dapat meningkat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi mulut ?
2. Apakah definisi kanker rongga mulut ?
3. Apakah etiologi kanker rongga mulut ?
4. Bagaimana manifestasi klinis kanker rongga mulut ?
5. Bagaimana patofisiologi kanker rongga mulut ?
6. Apa saja klasifikasi kanker rongga mulut ?
7. Bagaimana penatalaksanaan pada penderita kanker rongga mulut ?
8. Apa saja pemeriksaan diagnostic yang harus dijalani pada penderita kanker
rongga mulut ?

9. Apa komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit kanker rongga
mulut ?
10. Bagaimana asuhan keperawatan yang harus dilakukan pada penderita
kanker rongga mulut ?

2

1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa dapat memahami dan melakukan peran sebagai perawat dalam
pencegahan dan penanganan masalah kanker rongga mulut.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi rongga mulut
b. Mengetahui dan memahami definisi kanker rongga mulut
c. Mengetahui dan memahami etiologi kanker rongga mulut
d. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis kanker rongga mulut
e. Mengetahui dan memahami patofisiologi kanker rongga mulut
f. Mengatahui dan memahami klasifikasi kanker rongga mulut
g. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan pada penderita kanker
rongga mulut

h. Mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik yang harus
dijalani penderita kanker rongga mulut
i. Mengetahui dan memahami komplikasi yang dapat ditimbulkan dari
penyakit kanker rongga mulut
j. Memahami dan mampu mempraktikkan asuhan keperawatan yang
tepat untuk penderita kanker rongga mulut
1.4 Manfaat
Menambah

pengetahuan

serta

keterampilan

mahasiswa

dalam

pengerjaan makalah dan presentasi di depan kelas. Menambah kecakapan dan

rasa percaya diri mahasiswa serta lebih memahami masalah pencernaan
terutama masalah kanker rongga mulut serta memahami asuhan keperawatan
pada klien dengan masalah kanker rongga mulut.

3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi

2.1.1

Rongga mulut
Rongga mulut atau mulut merupakan titik masuknya makanan dan
udara ke dalam tubuh dan mulut dan bibir sangat penting bagi manusia
untuk memungkinkan pembicaraan dengan memodifikasi perjalanan
udara. Rongga mulut yang disebut juga rongga bukal, dibentu k
secara anatomis oleh pipi, palatum keras, palatum lunak, dan lidah.
Pipi membentuk dinding bagian lateral masing'masing sisi dari rongga
mulut. Pada bagian eksternal dari pipi, pipi dilapisi oleh kulit. Sedangkan

pada bagian internalnya, pipi dilapisi oleh membran mukosa,yang terdiri
dari epitel pipih berlapis yang tidak terkeratinasi. Otot-otot businator (otot
yang menyusun dinding pipi) dan jaringan ikat tersusun diantara kulit dan

membran mukosa dari pipi. Bagian anterior dari pipi berakhir pada bagian
bibir (Tortoraet al., 2009).
2.1.2

Bibir dan Palatum
Bibir atau disebut juga labia, adalah lekukan jaringan lunak yang
mengelilingi bagian yang terbuka dari mulut. Bibir terdiri dari otot

4

orbicularis oridan dilapisi oleh kulit pada bagian eksternal dan membrane
mukosa pada bagian internal.
Secara anatomi bibir dibagi menjadi dua bagian yaitu bibir bagian
atas dan bibir bagian bawah, Bibir bagian atas terbentang dari dasar dari
hidung pada bagian superior sampai ke lipatan nasolabial pada bagian
lateral dan batas bebas dari sisi vermilion pada bagian inferor. Bibir bagian

bawah terbentang dari bagian atas sisi vermilion sampai ke bagian
komisura pada bagian lateral dan kebagian mandibular pada bagian
inferor. Kedua bagian bibir tersebut secara histologi tersusun dari

epidermis, jaringan subkutan, serat otot orbicularis oris, dan membrane
mukosa yang tersusun dari bagian superfisial sampai ke bagian paling
dalam. Bagian vermilion merupakan bagian yang tersusun atas epitel pipih
yang tidak terkeratinasi.
2.1.3

Lidah
Lidah tersusun dari otot lurik yang dilapsi oleh membrane mukosa.
Lidah beserta otot-otot yang berhubungan dengan lidah merupakan bagian
yang menyusun dasar dari rongga mulut. Lidah dibagi menjadi dua bagian
yang lateral simetris oleh septum median yang berada di sepanjang lidah.
Lidah menempel pada tulang hyoid pada bagian inferor, prosesus styloid
dari tulang temporal dan mandibula.
Lidah ditutupi oleh papilla pada bagian permukaan atas lidah dan
permukaan lateral lidah. Papila adalah proyeksi dari lamina popria yang


5

ditutupi oleh epitel ipih berlapis. Terdapat empat jenis papilla pada lidah,
yaitu :
a. Papila Filiformis
Jumlahnya sangat banyak di lidah. Bentuknya kerucut memanjang dan
terkeratinasi, hal tersebut menyebabkan arna keputihan atau keabuan
pada lidah. Papila jenis ini tidak mengandung kuncup perasa.
b. Papila Fungiformis
Jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan papilla filiformis. Papila
ini sedikit terkeratinasi dan berbentuk menyerupai jamur dengan
dasarnya adalah jaringan ikat. Papila ni memiliki beberapa kuncup
perasa pada bagian permukaan luarnya. Papila ini tersebar di antara
papilla filiformis.
c. Papila Foliata
Papila ini sedikit berkembang pada orang dewasa, tetapi mengandung
lipatan-lipatan pada bagian tepi dari lidah dan mengandung kuncup
perasa.
d. Papila Sirkumfalata
Merupakan papilla dengan jumlah paling sedikit, namum memiliki

ukuran papilla yang paling bear dan mengandung lebih dari setengah
jumlah keseluruhan papilla di lidah manusia.

6

Gambar 3. Penampang Lidah
2.1.4

Gigi
Manusia memiliki dua bah perangkat gigi , yaitu:
a. Gigi susu : gigi susu berjumlah 24 buah yaitu 4 buah gigi seri

(insisivus), 2 buah gigi taring (caninum) dan 4 buah gigi geraham pada
setiap rahang.
b. Gigi permanen : gigi permanen berjumlah 32 buah yaitu 4 buah gigi
seri, 2 buah gigi taring, 4 buah gigi premolar, dan 6 buah gigi geraham
pada setiap rahang.
Gigi melekat pada gusi dan yang tampak dari luar adalah bagian mahkota
dari gigi. Mahkota gigi memiliki lima buah permukaan pada setiap gigi.
Kelima permukaan tersebut adalah bakal ( menghadap kearah pipi atau

bibir), lingual (menghadap kearah lidah), mesial (menghadap kearah gigi),
distal (menghadap kearah gigi), dan bagian pengunyah.
Gambar 4. Gigi Susu dan Gigi Permanen

2.2 Kanker Rongga Mulut
2.2.1

Definisi
Menurut WHO, kanker adalah istilah umum untuk satu kelompok
besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Istilah
lain yang digunakan adalah tumor ganas dan neoplasma. Salah satu fitur

7

mendefinisikan kanker adalah pertumbuhan sel-sel baru secara abnormal
yang tumbuh melampaui batas normal, dan yang kemudian dapat
menyerang bagian sebelah tubuh dan menyebar ke organ lain. Proses ini
disebut metastasis. Metastasis merupakan penyebab utama kematian akibat
kanker (WHO, 2009).
Menurut Lippincott dan wilkins (2012), pengertian kanker rongga

mulut adalah tumor ganas yang mulai muncul pada mulut yang melibatkan
beberapa jenis jaringan dan sel sehingga mengakibatkan berbagai jenis
kanker.
Sedangkan kanker rongga mulut adalah kegananasan yang terjadi
didalam rongga yang dibatasi vermilion bibir dibagian depan dan arkus
faringeus anterior dibagian belakang. Kanker rongga mulut meliputi
kanker bibir gingival, lidah, bukal, dasar mulut, palatum, dan arkus
faringeus anterior ( Muttaqin, 2011 ).
Kanker rongga mulut merupakan tumor ganas dalam rongga mulut
yang tumbuh secara cepat dan menginvasi jaringan sekitar, berkembang
sampai daerah endontel, dan dapat bermetastasis ke bagian tubuh yang lain
dan sering asimtomatik pada tahap awal.
2.2.2

Etiologi
Eiologi dari kanker rongga mulut adalah :
a. Multifaktor
Bersifat multifaktor karena erat kaitannya dengan gaya hidup,
umumnya kebiasaan gaya hidup, umunya kebiasaan hidup dan diet
(terutama tembakau atau tembakau yang digunakan dalam sirih, dan
penggunaan alkohol), meskipun faktor lain seperti bahan infeksius,
kerusakan

metabolisme

karsinogen,

kerusakan

enzim

yang

memperbaiki DNA yang rusak dan kombinasi faktor-faktor ini juga
berperan dalam terjadinya kanker rongga mulut.
b. Pajaan sinar matahari
Merupakan faktor presdiposisi kanker bibir efek dari sinar ultraviolet.

8

c. Mutasi Gen
Mutasi gen supresor tumor (TSGs) yang mengontrol pertumbuhan sel .
mutasi TSGs berkaitan dengan sitokrom P450 yang berperan dalam
karsinogenesis karsinoma rongga mulut. Perubahan TSGs

dan

onkogen dapat merusak kontrol pertumbuhan sel menjadi pertumbuhan
kanker yang tak terkontrol.
d. Alkohol
Penggunaan alkohol berat merupakan faktor risiko terkena kanker
mulut. Penggunaan alkohol terbukti mengalami peningkatan risiko
terkena kanker rongga mulut karena alkohol mengandung karsinogen
atau prokarsinogen , termasuk kontaminan dari nitrosamin dan uretan
selain etanol. Etanol dimetabolisme oleh alkohol-dehidrogenase dan
oleh sitokrom P450 menjadi asetalhedid yang bersifat karsinogen.
e. Tembakau dan alkohol
Alkohol memudahkan kerja tembakau dengan berfungsi sebagai
pelarut sehingga memudahkan bahan kanker untuk berpenetrasi ke
dalam jaringan mulut. Efek kombinasi penggunaan alkohol dan
tembakau menjadi berlipat ganda, lebih besar dari kumulatif efek
masing-masing bahan, sehingga risiko berkembangnya kanker rongga
mulut pada pasien pengguna alkohol dan perokok meningkat 80 kali
lebih tinggi.
f. Tembakau
Mengunyah atau mengisap tembakau menyebabkan iritasi dari kontak
langsung bahan-bahan karsinogen yang mengiritasi sel skuamosa
rongga mulut. Rangsangan asap rokok yang lama dapat menyebabkan
perubahan-perubahan yang bersifat merusak bagian mukosa mulut
yang terkena, yang bervariasi dan penebalan menyeluruh bagian epitel
mulut (smoker’s keratosis) sampai bercak putih keratotik yang
menandai leukoplakia dan kanker mulut.
g. Nikotin

9

Merupakan bahan yang menyebabkan ketergantungan / adiksi. Saat
dihisap nikotin mencapai otak dalam waktu 7 detik, 2x lebih cepat dari
penggunaan obat IV. Kemudian mempengaruhi otak dan sistem saraf
pusat dengan mengubah kadar neurotransmiter dan bahan kimiawi
yang mengatur temperamen, belajar, dan kemampuan berkosenterasi.
Nikotin dapat bekerja sebagai sedatif, tergantung pada kadar nikotin
dalam tubuh dan lamamnya. Merokok juga menyebabkan pelepasan
endorfin yang membentuk efek tranquilizer. Nikotin merupakan racun
yang dalam dosis besar dapat mematikan.
h. Diet
Buah dan sayuran mempunyai kontribusi terhadap terjadinya kanker
mulut dan kanker lainnya. Buah dan sayuran mengandung antioksidan
yang mengikat molekul berbahaya penyebab mutasi gen sehingga
dapat mencegah terjadinya kanker.
i. Obat Kumur
Efek penggunaan obat kumur terhadap terjadinya kanker sama dengan
efek penggunaan alkohol tetapi dengan konstribusi yang lebih rendah.
j.

Kesehatan Gigi Mulut.
Terjadi peningkatan resiko pada pria yang menggunakan gigi palsu
dari logam. Iritasi kronis juga dapat ditimbulkan oleh gigi, gigi palsu
atau tambalan yang mengiritassi gigi, keadaan gigi-geligi yang rusak
atau hilang dapat merupakan faktor resiko penyebab kanker.

k. Bahan infeksius
Bahan infeksius yaitu candida albicans dan virus. Virus herpes dan
virus papiloma dapat dijumpai pada beberapa kasus karsinoma sel
skuamosa. HPV terutama berperan dalam kanker orofaring
2.2.3 Manifestasi Klinis

Bintik putih atau merah (leukoplakia, eritroplakia, atau eritroleukoplakia)
di dalam mulut ataupun pada bibir.
1) Leukoplakia : Merupakan lesi putih keratolitik pada mukosa mulut.

10

Secara klinis leukoplakia dapat dibagi atas 4 grade (Ohrn, 2000),
yaitu sebagai berikut.
a.

Grade I : bercak kemerahan yang granuler yang secara bertahap
berubah menjadi keabuan.

b. Grade II : bercak putih kebiruan berbatas tegas, tanpa indurasi
c.

Grade III : bercak keputihan berbatas tegas dengan indurasi,
mungkin ada kerutan

d. Grade IV : bercak mengalami indurasi, ada fisura, erosi, kadangkadang permukaannya mengalami proliferasi seperti veruka.
Pada pemeriksaan mikroskopis nampak perubahan keganasan
dini.
2) Eritroplakia : Daerah mukosa yang kemerahan, memiliki tekstur

seperti beludru, dan berdasarkan pemeriksaan klinis serta histopatologi
tidak disebabkan inflamasi atau penyakit lain. Sebagian besar lesi ini,
terutama yang berada di bawah lidah, dasar mulut, palatum molle, dan
pilar faucial anterior memiliki kecenderungan menjadi ganas. Diduga
sebagai lesi awal kanker rongga mulut. Jarang ditemukan karena tidak
mencolok dan asimtomatik, karena itu pemeriksaan mulut harus
dilakukan dalam keadaan kering dan dengan teliti.
3) Eritroleukoplakia : Merupakan lesi berwarna putih merah

a) Luka pada bibir ataupun rongga mulut yang sulit sembuh.
b) Perdarahan pada rongga mulut.
c) Kehilangan gigi.
d) Sulit atau timbulnya rasa sakit pada waktu mengunyah.
e) Kesulitan untuk menggunakan geligi tiruan.
f) Pengerasan pada leher, serta rasa sakit pada telinga.
Manifestasi klinis dari kanker rongga mulut jika dibedakan berdasarkan
tempat terjadinya kanker, yaitu :
1. Kanker pada Bibir
a. Warna bibir tidak nampak merah muda
b. Bibir nampak kering
c. Adanya ketidaksimetrisan antara bibir atas dan bawah

11

d. Adanya ulserasi fisura
e. Nyeri pada daerah sekitar bibir
f. Adanya bintik putih atau merah pada bibir
g. Jika terjadi luka, maka sulit sembuh
2. Kanker pada Lidah
a. Adanya bintik putih yang berbentuk V pada bagian dorsal lidah
b. Ada lesi pada mukosa lidah sehingga vena superficial di bawah
lidah terlihat
c. Nyeri tekan
d. Kadang disertai mati rasa
e. Warna lidah terlihat kemerahan
f. Papila terlihat tipis
3. Kanker pada Gusi
a. Terjadinya perdarahan gusi yang hebat
b. Kehilangan gigi
c. Kesulitan untuk mengunyah
d. Timbul rasa sakit ketika mengunyah
4. Kanker di sekitar faring
a. Sulit menelan
b. Sulit berbicara
c. Batuk disertau sputum yang mengandung darah
d. Kemungkinan terjadinya pembesaran nodus limfe servikal

12

2.2.4

Patofisiologi
Sel kanker muncul setelah terjadi mutasi-mutasi pada sel normal yang
disebabkan oleh zat-zat karsinogen yang memicu terjadinya karsinogenesis
(transformasi sel normal menjadi sel kanker). Karsinogenesis terbagi
menjadi 3 tahap :
1. Tahap pertama merupakan Inisiaasi yaitu kontak pertama sel

normal dengan zat karsinogen yang memancing sel normal tersebut
menjadi ganas.
2. Tahap kedua yaitu Promosi dimana sel yang terpancing tersebut

membentuk klon melalui pembelahan (poliferasi).
3. Tahap terakhir yaitu Progresi dimana sel yang telah mengalami

poliferasi mendapatkan satu atau lebih karakteristik neoplasma
ganas.
Kanker rongga mulut dalam pertumbuhannya dimulai dengan lesi
yang sangat kecil. Dengan berjalannya waktu tumor tersebut lambat laun
akan mencapai ukuran yang besar.
Agen infeksi, merokok, perawatan mulut kurang dan etiologi lainnya

Karsinoma sel mukosa yang makroskopik bersifat tukak

lesi yang terus menetap

menginflamasi jaringan tulang terutama mandibula sampai endotel

bermetastasis ke bagian tubuh yang lain dan
memperlihatkan gejala-gejala klinis

Sulit atau pada waktu
mengunyah

timbulnya rasa sakit

Bintik putih atau merah di dalam mulut
ataupun pada bibir

Kanker rongga mulut
13

2.2.5

Klasifikasi
a) Kanker pada bibir
Bibir terutama bibir bagian bawah merupakan tempat terjadinya
kerusakan karena cahaya matahari atau actinic keratosis sehingga bibir
tampak pecah dan kemerahan, keputihan atau campuran merah dan
putih. Kanker di bibir sebelah luar lebih sering terjadi pada daerah
beriklim panas. Kelainan pada bibir atas lebih jarang terjadi
dibandingkan dengan bibir bawah, tetapi lebih mungkin menjadi ganas
dan memerlukan perhatian medis. Pada perokok, bisa tumbuh benjolan
putih di bagian dalam bibir. Benjolan ini bisa tumbuh menjadi squamous
cell carcinoma (Williams, 1990).
b) Kanker pada lidah
Kanker lidah adalah suatu keganasan yang timbul dari jaringan
epitel mukosa lidah dengan selnya berbentuk squamous cell carcinoma
(sel epitel gepen berlapis) dan terjadi akibat rangsangan menahun, juga
beberapa penyakit- penyakit tertentu (premalignant) seperti sifilis dan
plumer vision syndrome, leukoplakia, serta eritoplakia. Kanker ganas ini
dapat menginfiltrasi ke daerah di sekitarnya, disamping itu dapat
melakukan metastasis secara limfogen dan hematogen (Sciubba, 1999).
c) Kanker dasar mulut
Kanker dasar mulut biasanya dihubungkan dengan penggunaan
alkohol dan tembakau. Pada tingkat awal mungkin tidak menimbulkan
gejala. Bila lesi berkembang, pasien akan mengeluhkan adanya
gumpalan dalam mulut atau perasaan tidak nyaman (Daftary, 1992).
Pada pemeriksaan klinis yang paling sering dijumpai adalah lesi
berupa nodul dengan tepi yang timbul dan mengeras yang terletak dekat
frenulum lingual. Bentuk yang lain adalah penebalan mukosa yang
kemerah- merahan, nodul yang tidak sakit atau dapat berasal dari
leukoplakia.
d) Kanker pada mukosa pipi

14

Pada beberapa pasien yang mempunyai kebiasaan mengunyah
campuran pinang, daun sirih, kapur dan tembakau akan memberikan
risiko peningkatan kanker pada mukosa pipi. Dengan kondisi material
yang melakukan kontak langsung dengan mukosa pipi kiri dan kanan
selama beberapa jam dan trauma pada mengunyah memberikan dampak
terhadap perubahan sel mukosa pipi (Daftary, 1992). Pada pemeriksaan
fisik rongga mulut, bagian pipi akan didapatkan adanya lesi ulserasi,
nodular dan infiltratif.
e) Kanker pada gusi
Kanker pada gusi biasanya dihubungkan dengan riwayat pasien
mengisap pipa tembakau. Daerah yang terlibat biasanya lebih sering
pada gusi bawah (mandibular) daripada gusi atas (maksila) (Daftary,
1992).
Pada pemeriksaan fisik, lesi awal terlihat sebagai ulkus, granuloma
kecil atau sebagai nodul. Sekilas lesi terlihat sama dengan lesi yang
dihasilkan oleh trauma kronis atau hyperplasia inflamatori (Daftary,
1992). Lesi yang lebih lanjut berupa pertumbuhan eksofitik atau
pertumbuhan infiltrative yang lebih dalam. Pertumbuhan eksofitik
terlihat seperti bunga kol dan mudah berdarah. Pertumbuhan infiltrative
biasanya tumbuh invasive pada tulang mandibula dan menimbulkan
dekstruktif (Tambunan, 1993).
f) Kanker pada palatum
Predisposisi merokok meningkatkan risiko kanker pada palatum.
Kebanyakan kanker palatum merupakan pertumbuhan eksofitik dengan
dasar yang luas dan permukaan bernodul. Jika lesi terus berkembang
mungkin akan mengisi seluruh palatum. Kanker pada palatum dapat
menyebabkan perforasi palatum dan meluas sampai ke rongga hidung
(Daftary, 1992).
Menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) klasifikasi
kanker rongga mulut menggunakan sistem TNM. Sistem TNM ini terdiri
atas :
T (Tumor) : gambaran dari level pembesaran tumor

15

N (Nodus) : sejauh mana keterlibatan nodus limfe sebagai sistem imun
tubuh
M (Metastasis) : kondisi metastasis menggambarkan keterlibatan organ
lain pada bagian distal.
Tabel 1. Sistem TNM dalam menilai klasifikasi stadium kanker rongga mulut
Stadium T
Stadium N
Stadium M
T0
Tidak ada tampilan N0 Tidak ada keterlibatan M0 Tidak
ada
Tis

tumor
Carcinoma
Terdapat

in
massa

situ. N1

nodus limfe
Terdapat
keterlibatan

pada

limfatik regional, tetapi

jaringan

ukuran nodus

T1

Ukuran tumor

2 cm

T2

Ukuran tumor

4 cm

T3

T4

N2

penyebaran

3 cm

Keterlibatan pembesaran
nodus limfe satu atau M1

Kanker

Ukuran tumor >4 cm

lebih dengan ukuran

menyebar ke

Ukuran tumor >4 cm N3

cm
Keterlibatan homolateral

dan tertanam kuat pada

atau bilateral nodus limfe

otot atau tulang atau

dengan ukuran > 6 cm

6

organ bagian
distal

struktur lainnya.
Table 2. Stadium kanker rongga mulut
Stadium
TNM
Keterangan
Stage I
TI, N0, M0
Pada stadium ini pembesaran pada jaringan
Stage II
Stage IIIA

T2, N0, M0
T3, N0, M0

masih belum dianggap kanker dan tumor < 2 cm
Pada stadium ini tumor < 4 cm
Pada stadium ini pembesaran >4cm, tetapi tidak
didapatkan pembesaran nodus limfe dan tidak

Stage IIIB

T1, T2, T3, N1, M0

ada metastasis ke organ lainnya
Pada stadium ini tumor dapat berukuran kurang
dari 2 cm, dibawah 4 cm atau lebih tetapi kanker
belum

Stage IVA

T4, N0, M0

mempengaruhi

nodus

homolateral

limfatik.
Pada stadium ini tumor melebihi 4 cm dan
tertanam dalam pada otot, tulang, atau struktur
jaringan di bawahnya.
16

Stage IVB

Any T, N2 or N3, M0

Pada stadium ini tumor bisa berbagai ukuran,
tetapi tertanam dalam pada otot, tulang atau
struktur jaringan di bawahnya serta terdapat
keterlibatan dari nodus homolateral atau bilateral

Stage IVC

Any T, any N, any M

limfatik
Pada stadium ini terjadi berbagai situasi berat
baik ukuran tumor, keterlibatan nodus limfatik
dan metastasis ke organ lain.

2.2.6

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien kanker rongga mulut
adalah :
1. Pembedahan
Pembedahan dapat dilakukan pada jaringan lunak dan jaringan
keras. Sering dilakukan pembedahan pada kanker yang melibatkan
tenggorokan, tetapi dapat juga dilakukan pada kanker rongga mulut.
Pembedahan dilakukan untuk mengangkat keseluruhan lesi untuk
mencegah terjadinya penyebaran sel kanker pada nodul limfa,
pembuluh darah, dan saraf. Setelah pembedahan untuk mengangkat sel
kanker,

dilakukan

pembedahan

rekonstruktif

bertujuan

untuk

mempercepat proses penyembuhan, mengembalikan fungsi, serta
meningkatkan kualitas hidup pasien.
2. Radiasi
Radiasi merupakan pengobatan yang menggunakan sinar ion.
Terapi radiasi ini dapat menghasilkan energi yang bisa menghancurkan
sel-sel kanker, dengan menghancurkan sel DNA pada sel kanker
tersebut sehingga sel kanker tersebut tidak dapat berkembang lagi.
Radiasi jarang digunakan sebagai pengobatan yang utama. Radiasi
sering digunakan untuk mengecilkan sel kanker sebelum dilakukan
pembedahan, dan untuk mencegah sel kanker timbul kembali atau untuk
menghancurkan sisa-sisa sel kanker yang tidak terambil keseluruhannya
ketika pembedahan.

17

Dosis yang digunakan pada perawatan ini kecil. Terapi radiasi ini
dilakukan lima hari berturut-turut dan diberikan selang waktu dua hari
untuk istirahat. Waktu yang digunakan untuk terapi radiasi ini antara
10-15 menit. Terapi ini dilakukan antara 2-8 minggu, agar sel yang baru
dapat tumbuh dan meminimalkan efek yang timbul akibat radiasi.
3. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan salah satu bentuk terapi paliatif, digunakan
apabila sel kanker timbul kembali pada pasien atau telah terjadi
metastase. Kemoterapi merupakan terapi yang menggunakan bahan
kimia yang berfungsi untuk menghancurkan sel kanker. Terdapat enam
jenis bahan yang digunakan untuk kemoterapi, di antaranya alkylating
agent, nitrosoureas, anti metabolite, anti tumor antibiotic, plant
alkoloid, dan steroid hormone.
Bahan alkylating agent bekerja dengan mengikat DNA di inti sel,
sehingga sel-sel tersebut tidak dapat melakukan replikasi. Contoh bahan
ini

adalah

Cyclophosphamide

dan

Mechlorethamine.

Bahan

nitrosoureas bekerja seperti alkylating agent yaitu menghalangi
perubahan pada sel DNA, misalnya Carmustine dan Lomustine. Bahan
anti metabolite dapat bekerja langsung pada molekul basal inti sel, yang
berakibatmenghambat sintesis DNA, misalnya 6-mercaptopurine dan 5fluorouracil.
Sementara

bahan

anti

tumor

antibiotik

bekerja

dengan

menghambat sintesis RNA, misalnya Doxorubicin dan Mitomycin-C.
Bahan plant alkoloid bekerja dengan menghalangi pembelahan sel,
antara lain Vincristine dan Vinblastine. Sementara bahan steroid
hormone bekerja dengan memodifikasi pertumbuhan hormon yang
menyebabkan terjadinya kanker. Contoh bahan ini adalah Tamoxifen
dan Flutamide.
4. Terapi Kombinasi
Bagi pasien yang pertumbuhan sel kanker telah menyebar luas atau
telah terjadi regional metastase dapat dilakukan terapi kombinasi yang
terdiri dari pembedahan, radiasi dan kemoterapi.

18

5. Edukasi
Edukasi dapat diberikan kepada pasien kanker rongga mulut
melalui dokter gigi atau ahli kesehatan yang lain. Bagi pasien yang
sering merokok, mengkonsumsi alkohol, dan menyirih agar mengurangi
atau menghentikan kebiasaan tersebut. Di India, beberapa kampanye
yang dilakukan untuk mengurangi penggunaan tembakau berhasil
mengurangi resiko terjadinya kanker. Beberapa peneliti dari University
of Harvard membuktikan bahwa lelaki yang banyak mengkonsumsi
buah-buahan sitrus, vitamin C, dan sayur-sayuran, 30-40% dapat
mencegah dan mengurangi resiko terjadinya kanker.
6. Perawatan pemulihan setelah operasi
a. Setelah operasi pasien kanker rongga mulut diberikan makanan cair,
setelah satu minggu kemudian berubah menjadi semi-cair.
b. Setelah operasi perhatikan warna, suhu dan elastisitas flap pasien
kanker rongga mulut, apabila suhu flap menurun, menunjukkan
warna hijau keunguan dan semakin memburuk, segera melaporkan
ke dokter.
c. Secara tepat waktu menghisap keluar sekresi dimulut, hidung dan
kerongkongan

pasien

kanker

rongga

mulut,

demi

menjaga

kelancaran saluran pernafasan.
Apabila pasien kanker rongga mulut setelah operasi tidak dapat
berbicara, tidak dapat mengatakan gejala tidak enak yang dirasakan,
perlu secara teliti mengamati ada tidaknya gejala dysphoria (cemas,
gelisah, tidak tenang), nasal inflamasi dan gejala penyumbatan saluran
pernafasan lainnya pada pasien kanker rongga mulut dan segera
melaporkan kepada dokter.
2.2.7

Pemeriksaan Diagnostik
1. Sitologi mulut

Sitologi mulut telah banyak digunakan untuk menyelidiki
berbagai macam penyakit mulut, dimana prosedurnya paling
bermanfaat dalam evaluasi terhadap suatu keadaan yang dicurigai

19

sebagai suatu keganasan, khususnya bila keadaan tersebut merupakan
suatu lesi merah yang tidak berkeratin (Lynch, 1994).
Secara defenisi, pemeriksaan sitologi mulut merupakan suatu
pemeriksaan mikroskopik gel-gel yang dikerok/dikikis dari permukaan
suatu lesi di dalam mulut (Coleman dan Nelson, 1993). Klasifikasi dan
interpretasi yang digunakna dalam laporan sitologi mulut adalah:
a. Kelas I: gel-gel normal
b. Kelas II: gel-gel yang tidak khas (stipik), tidak ada bukti keganasan
c. Kelas III: perubahan pada pola nuklear yang sifatnya tidak jelas,
tidak ada tanda-tanda keganasan, tetapi terdapat gel yang
menyimpang dari normal
d. Kelas IV: memebri kesan kepada suatu keganasan
e. Kelas V: perubahan keganasan terlihat jelas
Untuk kelas I-III lakukan ulangan sitologi III bulan kemudian,
bila hasil sama dapat dilakukan biopsi. Untuk kelas IV dan V indikasi
untuk dilakukan biopsi.
2. Biopsi
Biopsi merupakan pengambilan spesimen baik total maupun
sebagian untuk pemeriksaan mikroskopis dan diagnosis (Pedersen,
1996; Coleman dan Nelson, 1993). Cara ini merupakan cara yang
penting dan dapat dipercaya untuk menegakkan diagnosa defenitif dari
lesi-lesi mulut yang dicurigai (Bolden, 1982).
Teknik biopsi memerlukan bagian dari lesi yang mewakili dari
tepi jaringan yang normal. Biopsi dapat dilakukan dengan cara
insisional atau eksisional. Biopsi insisional dipilih apabila lesi
permukaan besar (>1cm) dan biopsi eksisional yaitu insisi secata intoto
apabila lesi kecil (Pedersen, 1996; Bolden, 1982; Coleman dan Nelson,
1993). Untuk memenuhi kebutuhan yang lebih seksama dalam
mengidentifikasi kanker rongga mulut pada tahap ini, telah
dikembangkan suatu cara biopsi dengan menggunakan sikat (Oral
CDx). Pada penelitian yang dilakukan oleh Sciubba (1999) dengan
menggunakan biopsi dengan cara sikat menunjukkan bahwa cara ini

20

dapat memberikan bantuan yang tidak terhingga nilainya dalam
memeriksa lesi di rongga mulut. Pada penelitian tersebut, biopsi
dengan memakai sikat merupakan alat deteksi yang sepadan dengan
biopsi memakai skalpel. Walaupun begitu, harus ditekankan bahwa
Oral CDx bukanlah pengganti untuk biopsi dengan memakai skalpel
(Sciubba, 1999).
3. Pemeriksaan Toluidine Blue
Pemeriksaan Touluidine Blue dilukakan dengan cara berkumur
menggunakan suatu larutan. Larutan ini akan memberikan warna biru
pada sel kanker dan pada jaringan yang normal tidak akan menyerap.
Teknik memberikan warna rongga mulut adalah :
1) Kumur dengan larutan asam asetat 1%: 20 detik
2) Kumur dengan air: 20 detik 2 kali
3) Kumur larutan toluidine blue 1% 5-10 cc
4) Kumur lagi dengan larutan asam asetat 1%: 1 menit
5) Kumur dengan air
Pembacaan hasil pemeriksaan dilakukan 24 jam kemudian.
4. Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET)
Positron Emission Tomography (PET) adalah pemeriksaan non
invasif yang dapat menggambarkan fungsi metabolisme molekuler dari
tubuh pasien secara tiga dimensi dengan menggunakan cairan
radiofarmaka

FDG

(Fluorodeoxyglucose).

PET

scan

dengan

radiofarmaka FDG akan mendeteksi aktivitas metabolik dari sel-sel
tubuh, seperti sel-sel kanker yang mempunyai aktivitas metabolik
berlebih.
Cara

kerja

PET CT ini

ialah

dengan

menyuntikkan

radiofarmaka FDG ke dalam pembuluh darah pasien. Radiofarmaka
akan ditangkap sel-sel kanker, karena sel kanker membutuhkan banyak
glukosa dan metabolisme dalam pertumbuhannya. Ketika sel kanker
berkumpul, PET akan mengambil citra dari seluruh tubuh pasien.
Pencitraan ini akan menunjukkan lokasi radiofarmaka berkumpul.
Artinya, di situlah lokasi sel-sel kanker yang hidup.

21

Pemeriksaan ini dapat mendeteksi tumor

Dokumen yang terkait

AN ALIS IS YA NG B E R P E N G A R UH HAS IL T AN GK A P AN I K A N, M ODAL K E RJA , JUM L AH T E NA G A KE RJA , JAR A K T E M PUH K E RJA , TE RHAD AP P E N DA P ATAN NEL AY AN IK A N DI K E CA M ATAN UJU N G P AN GK AH K ABU PATE N G RES IK

0 67 15

Hubungan Antara Kepercayaan Diri DenganMotivasi Berprestasi Remaja Panti Asuhan

17 116 2

Interaksi Migrasi Neutrofil Rongga Mulut Siswa-siswi Retardasi Mental terhadap Tingkat Kebersihan Rongga Mulut (Interaction Migration of Neutrophils in Oral Cavity Retardation Mental Students On The Level Oral Hygiene)

0 22 5

Hubungan Religiusitas dengan happiness pada remaja panti Asuhan

7 62 93

Pola komunikasi antara guru dan murid dalam kegiatan ekstra kurikuler di Panti Asuhan Yatim Piatu Al-Andalusia Mampang Prapatan Jakarta Selatan

1 27 63

Pelayanan Kesejahteraan Sosial Terhadap Anak Terlantar Di Panti Sosial Asuhan Anak (Psaa) Putra Utama 03 Tebet Jakarta Selatan

6 123 220

Analisis dan perancangan sisttem informasi data donatur dengan menggunakan borland delphi di Pusat Asuhan Permata Insani Jl.Pualam PLN No.10 Surlayala Buah Batu Bandung : laporan kerja praktek

0 13 53

Penerapan Knowledge Management System Pada Bidang Keperawatan Rumah Sakit Pelabuhan Cirebon

18 135 80

CARA PEMBENTUKAN KEMANDIRIAN DI PANTI ASUHAN (Studi di Panti Asuhan AL-Muttaqin Kecamatan Muaradua Kabupaten OKU Selatan)

3 35 66

Hubungan Asuhan Antenatal dengan Preeklampsia di RSUP M. Djamil Padang periode 1 Januari 2013 – 31 Desember 201

0 0 5