Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Inte

Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi (SPMI-PT)
di Bidang Penelitian Ilmiah dan Pengabdian Kepada Masyarakat
oleh
M. Andriana Gaffar
Abstract
Higher education has a strategic function in civilization and human culture, which is a center of
culture, science and technology development, as well as the moral force of society. The situation
can be realized if higher education is well managed and healthy. In contextual terms, this means
that institutions of higher education were able to manifest public accountability, social
responsibility, and maintain and continually improve the quality of education as a field of study.
Quantitatively, the advancement of education in Indonesia is quite encouraging. But the quality of
education in Indonesia is still considered low and not able to meet the needs of the community will
be a good quality of education services, mainly due to lack of education and yet the prevalence and
educational staff, both in quantity and quality, inadequate availability of learning facilities,
especially books and tools props, and yet passes quality control system and guarantee the quality
of education, as well as the unavailability of operating costs required for the implementation of
quality teaching and learning. Coupled with the presence of Act No. 22 of 1999 on Regional
Government, local autonomy in education that transfers most of the duties and responsibilities of
education providers which can cause various problems, including the quality of education
disparities between regions because each region has the number and quality of teachers and
learning resources that are not balanced, the gap of education quality due to differences between

the financial capacity of the area, and a high sense of regionalism so that the implementation of
regional autonomy that deviate from the policies and guidelines of the central government.
Keywords: Quality Assurance in Higher Education, Internal QA System, Private Universities

PENDAHULUAN
Dinamika perubahan jaman diiringi
dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang membawa-serta
berbagai perubahan pada semua aspek
kehidupan manusia. Selain memberikan
manfaat
bagi
kehidupan
manusia,
perubahan tersebut juga telah membawa
manusia ke dalam era persaingan global
yang semakin ketat. Kebutuhan akan
sumber daya manusia (SDM) yang
berwawasan
global,

cerdas
dalam
perspektif intelektual maupun emosional,
dan
berjiwa
entrepreneurship serta
memiliki semangat militan. Bila kita
bercermin dari sejarah, bahwa kejayaan
dan kesejahteraan sebuah negara itu tidak
bergantung
kepada
melimpahnya

sumberdaya alam dan berapa lama negara
tersebut merdeka, akan tetapi bergantung
kepada kualitas sumber daya manusia yang
cerdas
secara
intelektual
maupun

emosional, dan menguasai ilmu dan
teknologi serta terampil menerapkannya
sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Maka
dari itu peranan pendidikan menjadi sangat
krusial. Dimensi pendidikan merupakan
fondasi dan jalur utama pembentukan SDM
dalam determinasi perkembangan suatu
bangsa. Kualitas pendidikan juga akan
melahirkan modal intelektual (intellectual
capital) dan modal teknologi (technological
capital) yang sangat diperlukan untuk
membangun
masyarakat
berbasis
pengetahuan (knowledge based society).

Saat ini pendidikan belum memiliki
peran
secara
optimal

dalam
mengembangkan sumber daya manusia,
sehingga keluaran (output) pendidikan
lebih banyak yang menjadi masyarakat
pencari kerja (worker society), bukan
masyarakat pencipta lapangan kerja
(employee society)
atau
masyarakat
pewirausaha (entrepreneurship society).
Padahal Indonesia dihadapkan pada era
persaingan di lingkungan Asean Free Trade
Area (AFTA) dan era General Agreement on
Trade in Services (GATS) oleh WTO tahun
2010. Semua ini hanya bisa dicapai oleh
kekuatan sumber daya manusia yang
handal dan mampu menerapkan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang selaras.
Dewasa ini, pendidikan belum menjadi
pemicu utama dalam pengembangan

sumber daya manusia, tapi justru menjadi
kontributor utama dalam peningkatan
jumlah pengangguran.
Human Development Report (HDR),
yang diterbitkan setiap tahun oleh United

Nations Development Programme (UNDP),
merupakan laporan yang memotret dan
memberikan peringkat perkembangan
pembangunan negara-negara di dunia.
Indonesia termasuk satu dari 187 negaranegara yang dilaporkan dalam HDR
tersebut. Indonesia masuk dalam kategori
Medium Human Development. Peringkat
Indonesia dalam HDR selama 11 tahun
(1999–2010) selalu di peringkat 102 hingga
112. Peringkat terbaik dicapai di tahun
2001 yaitu peringkat ke-102, dan di tahun
1999 di peringkat ke-105. Sedangkan
peringkat terburuk terjadi di tahun 2003,
yaitu peringkat ke 112. Namun yang paling

mengejutkan adalah HDR 2011, yang
menunjukkan
bahwa
Perkembangan
Pembangunan
Indonesia
mengalami
kemerosotan secara drastis, yaitu berada di
peringkat 124. Padahal HDR 2010
menunjukkan bahwa Indonesia berada di
peringkat ke 108.

Tabel 1.1
Perkembangan Peringkat Human Development Index (HDI) Indonesia
Tahun
2004 2005 2006/07 2008 2009 2010 2011
Peringkat Indonesia
111
110
106

107
111
108
124
(Sumber: UNDP – HDR, 1999-2011)
Perubahan peringkat menjadi ke
124 ini menunjukkan bahwa pembangunan
manusia
di
Indonesia
mengalami
perlambatan dibandingkan negara-negara
lain. Derajat kesejahteraan masyarakat
Indonesia mengalami penurunan secara
drastis, hal ini ditunjukkan dari usia
harapan hidup (life expectancy at birth).
HDR 2010, menunjukkan usia harapan
hidup masyarakat Indonesia adalah 71,5
tahun, sedangkan HDR 2011 menunjukkan
life expectancy masyarakat Indonesia di usia

69,4 tahun. Padahal Pemerintah Indonesia
menyatakan bahwa Pembangunan di tahun
2011 berorientasi Triple Track Strategy,

yaitu 1) Meningkatkan laju pertumbuhan
ekonomi (Pro Growth); 2) Memperluas
Lapangan Pekerjaan Baru (Pro Job); dan 3)
Meningkatkan
Program
Perlindungan
kepada Masyarakat Miskin (Pro Poor).
Alokasi Belanja Modal APBN 2011
mencapai Rp. 121,9 triliun mengalami
kenaikan sebesar Rp. 26,9 triliun (28,3%)
dibanding belanja modal di tahun 2010
yang hanya mencapai Rp. 95,0 triliun.
Meskipun pemerintah menyatakan
bahwa rasio utang terhadap Pendapatan
Domestik Bruto (PDB) terus menurun,
namun secara nominal jumlah utang

Pemerintah Indonesia membengkak tak

terkendali. Hingga September 2011, utang
negara sudah mencapai Rp. 1.754,91 triliun
atau naik Rp. 10,57 dibanding utang pada
Agustus 2011, yaitu sekitar Rp. 1,744,34.
Jika kenyataan menunjukkan bahwa
peningkatan jumlah utang berbanding
terbalik dengan pembangunan menusia.
Semakin meningkat jumlah utang, semakin
menurun pembangunan manusia di
Indonesia.
PEMBAHASAN
Pendidikan tinggi memiliki fungsi
strategis dalam peradaban dan kebudayaan
manusia, yaitu sebagai pusat kebudayaan,
pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta sebagai kekuatan moral
masyarakat. Keadaan tersebut dapat
terwujud apabila pendidikan tinggi dikelola

dengan baik dan sehat. Dalam artian
kontekstual, hal ini berarti bahwa institusi
penyelenggara pendidikan tinggi mampu
memanifestasikan akuntabilitas publik,
memiliki tanggung jawab sosial, dan
menjaga serta senantiasa meningkatkan
kualitas pendidikan sesuai dengan bidang
ajiannya.
Secara
kuantitas
kemajuan
pendidikan
di
Indonesia
cukup
menggembirakan. Namun secara kualitas
pendidikan di Indonesia masih dirasakan
rendah dan belum mampu memenuhi
kebutuhan masyarakat akan mutu layanan
pendidikan yang baik, terutama disebabkan

oleh kurang dan belum meratanya
pendidikan dan tenaga kependidikan, baik
secara kuantitas maupun kualitas, belum
memadainya ketersediaan fasilitas belajar,
terutama buku dan alat peraga, serta belum
berjalannya sistem kendali mutu dan
jaminan kualitas pendidikan, serta belum
tersedianya biaya operasional yang
dibutuhkan untuk pelaksanaan proses
belajar mengajar secara bermutu. Ditambah
lagi dengan adanya Undang-undang Nomor
22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah, otonomi daerah dalam pendidikan

yang mengalihkan sebagian besar tugas dan
tanggung jawab penyelenggara pendidikan
yang dapat menimbulkan berbagai masalah,
diantaranya terjadinya kesenjangan mutu
pendidikan antar daerah karena tiap daerah
memiliki jumlah dan mutu guru serta
sumber belajar yang tidak seimbang,
kesenjangan mutu pendidikan karena
perbedaan kemampuan keuangan antar
daerah, dan rasa kedaerahan yang tinggi
sehingga pelaksanaan otonomi daerah yang
menyimpang dari kebijakan dan pedoman
dari pemerintah pusat.
Problematika penjaminan mutu
yang dilakukan perguruan tinggi berkaitan
erat dengan pengelola perguruan tinggi
tersebut. Seperti yang telah kita ketahui
bersama, menurut pasal 16 UU 20/2003
tentang
SPN,
bentuk
pengelolaan
pendidikan tinggi terbagi menjadi dua, yaitu
oleh negara (pemerintah pusat maupun
daerah) dan masyarakat (pihak swasta).
Perbedaan dalam hal pengelola perguruan
tinggi tersebut sudah barang tentu
menghasilkan perspektif yang berbeda pula
dalam kegiatan pengelolaannya. Tercatat
hingga kini, perguruan tinggi yang terdapat
di Indonesia berjumlah 3.070 buah, dimana
perguruan tinggi negeri (PTN) berjumlah
83 buah (2,7%) yang tersebar dari Sabang
sampai Merauke, sedangkan perguruan
tinggi swasta (PTS) berjumlah 2.987 buah
(97,3%)
(dikutip
dari
http://dp2m.dikti.go.id).
Apabila melihat perbedaan jumlah
antara PTN dan PTS tersebut yang begitu
signifikan, kita dapat berasumsi bahwa
peran serta masyarakat dalam upaya
mencerdaskan kehidupan bangsa sudah
dalam taraf partisipasi aktif yang sangat
tinggi. Hal ini mengingat kondisi geografis
negara Indonesia yang begitu luas, sehingga
dengan jumlah PTS yang mencapai angka
3000an tersebut diharapkan mampu
melayani dan menjangkau berbagai lapisan
masyarakat untuk memperoleh kesempatan
mengenyam pendidikan tinggi.

Namun pernyataan Dirjen Dikti
Kemdikbud RI yang berkaitan dengan
kehadiran PTS tersebut memberikan
persepsi berbeda apabila ditinjau dari
perspektif mutu, yaitu:
Sebagian besar perguruan tinggi
swasta (PTS) di Indonesia tidak
memenuhi
persyaratan
sebuah
perguruan tinggi. Di pulau Jawa,
mencapai 55%, sedangkan di luar
pulau Jawa mencapai 80%. Yang
memenuhi syarat minimal sebuah
perguruan tinggi, di pulau Jawa
mencapai 45%, sedangkan PTS di luar
pulau Jawa yang sudah layak hanya
20% (Kartiwa, 2010).

Country Rank
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Selain itu, di pihak lain, adanya opini
masyarakat yang sudah lama menjadi
wacana publik ialah kualitas luaran (output)
dari PTN masih lebih baik dibandingkan
luaran (output maupun outcome) dari PTS.
Hal ini dapat kita lihat dan rasakan di
lingkungan
sekitar
kita,
dimana
kepercayaan masyarakat (society trust)
untuk menyekolahkan putra putrinya di
PTN mampu memberikan rasa kebanggaan
dibandingkan
mereka
yang
hanya
menyekolahkan di PTS.
Lebih lanjut, berdasarkan data
peringkat Webometrics edisi Januari 2013,
dapat dilihat peringkat universitas di
Indonesia berdasarkan penilaian website
universitas yang bersangkutan, sebagai
berikut:

Tabel 1.2
Peringkat 20 Besar Universitas di Indonesia
versi Webometrics tahun 2013
World Rank
Universitas
440
Universitas Gadjah Mada
497
Institut Teknologi Bandung
581
Universitas Indonesia
634
Universitas Gunadarma
722
Universitas Brawijaya
781
Universitas Diponegoro
839
Institut Pertanian Bogor
848
Institut Teknologi Sepuluh November
885
Universitas Padjadjaran
929
Universitas Airlangga
1020
Universitas Kristen Petra
1045
Universitas Negeri Malang
1078
Universitas Sriwijaya
1097
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
1108
Universitas Pendidikan Indonesia
1196
Universitas Islam Indonesia
1240
Universitas Sebelas Maret
1277
Universitas Mercu Buana
1440
Universitas Muhammadiyah Malang
1481
Universitas Hasanudin

Berdasarkan data peringkat di atas,
mayoritas perguruan tinggi yang berada

Lokasi
Yogyakarta
Bandung
Depok
Depok
Malang
Semarang
Bogor
Surabaya
Bandung
Surabaya
Surabaya
Malang
Palembang
Yogyakarta
Bandung
Yogyakarta
Surakarta
Jakarta
Malang
Makasar

pada peringkat 20 besar di Indonesia
dikelola oleh pemerintah. Dengan kata lain,

PTN masih menjadi pilihan utama
masyarakat untuk melanjutkan studi ke
jenjang pendidikan tinggi. Hal ini bisa
diartikan juga bahwa mutu PTS yang
dikelola oleh masyarakat (pihak swasta)
belum bisa dianggap ekuivalen dengan
mutu PTN yang berada langsung di bawah
naungan pemerintah (negara). Selanjutnya,
dengan tetap mengacu kepada data
peringkat tersebut, dapat diambil suatu
simpulan lainnya, bahwa meskipun
sebagian besar PTN dan PTS tersebar di
wilayah Jawa Barat (Wilayah IV), namun
hanya satu PTS dari wilayah Jawa Barat
yang mampu berkompetisi dengan PTN
yang tersebar di seluruh Indonesia. Hal
inilah yang kemudian menjadi salah satu
alasan
peneliti
untuk
mengungkap

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

persoalan eksistensi PTS di wilayah Jawa
Barat dalam kaitannya dengan kualitas
pendidikan tinggi yang senantiasa harus
dijaga dan ditingkatkan oleh pengelola
perguruan tinggi yang bersangkutan.
Sebagai pembanding atas data
peringkat hasil pengolahan Webometrics di
atas, peneliti juga menyajikan data status
akreditasi program studi yang dikelola oleh
PTS. Status akreditasi tersebut didasarkan
pada penilaian yang dilakukan oleh BAN PT
Kemdiknas RI melalui aktivitas desk
evaluation dan visitation oleh assesor.
Adapun data status akreditasi yang
disajikan lebih dikhususkan pada program
studi yang dikelola oleh beberapa PTS di
wilayah Jawa Barat, yaitu sebagai berikut:

Tabel 1.3
Status Akreditasi Program Studi yang Dikelola PTS
di Wilayah Jawa Barat pada tahun 2013
Status Akreditasi Prodi
Universitas
A
B
C
D
Tdk/ Belum
Universitas Pasundan
13
7
0
0
3
Universitas Islam Bandung
2
12
2
0
3
Universitas Komputer Indonesia
2
8
1
0
7
Universitas Islam Nusantara
0
7
5
0
8
Universitas Katolik Parahyangan
12
3
0
0
1
Universitas Kristen Maranatha
2
8
2
0
4
Universitas Galuh
0
4
12
0
2
Universitas Siliwangi
0
6
12
0
9
Universitas Ibn Khaldun
0
6
5
0
4
Universitas Advent Indonesia
0
4
5
0
4
Universitas Bale Bandung
0
1
4
0
0
Universitas Jend. Achmad Yani
0
10
4
0
5
Universitas Kuningan
0
1
7
0
2
Universitas Al Ghifari
0
1
2
0
0
Universitas Mathla’ul Anwar
0
1
8
0
1
TOTAL
31
77
70
0
55
Persentase (%)
13.30 33.05 30.04
23.61
(Sumber: http://ban-pt.kemdiknas.go.id, 2013)

Mengacu pada data status akreditasi
beberapa PTS yang berada di wilayah IV
provinsi Jawa Barat di atas, dapat diambil

simpulan bahwa sebagian besar (63,09%)
program studi yang dikelola oleh PTS
memiliki status akreditasi pada kategori

baik dan cukup. Sedangkan program studi
yang sudah termasuk ke dalam kategori
sangat baik masih sebagian kecil saja
(13,30%) dan itupun tidak tersebar secara
merata di setiap PTS. Di samping itu,
ternyata masih terdapat sebagian kecil
(23,61%) program studi yang status
akreditasinya sudah habis atau kadaluarsa.
Hal ini memberikan deskripsi eksplisit
mengenai
kesungguhan
PTS
dalam
menjamin mutu pendidikan tinggi yang
dikelolanya; dimana status akreditasi
merupakan bentuk akuntabilitas publik atas
kualitas suatu program studi untuk
mempersiapkan manusia Indonesia yang
siap menghadapi tantangan di masa yang
akan datang.
Selain peringkat webometrics dan
status akreditasi, mutu pendidikan tinggi
dapat
ditentukan
melalui
kegiatan
penjaminan mutu (quality assurance) yang
dilakukan oleh perguruan tinggi yang
bersangkutan. Kegiatan ini dikenal dengan
istilah penjaminan mutu internal perguruan
tinggi (PMI-PT). Untuk dapat melaksanakan
penjaminan mutu pendidikan tentu modal
utamanya
adalah
keinginan
untuk
melaksanakannya.
Dalam
upaya

melaksanakan kegiatan inilah perlu adanya
sistem yang baik agar penjaminan mutu ini
dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Sistem ini harus berdasarkan pada
pemikiran yang benar akan konsep dan
teori dari penjaminan mutu itu sendiri yang
selanjutnya menjadi pondasi sehingga
segala bentuk pijakan akan mengarah pada
mindset yang benar berdasarkan kajian
akademik yang tepat.
Berkaitan
dengan
sistem
penjaminan mutu internal perguruan tinggi
ini, pihak pemerintah melalui Dirjen Dikti
Kemdiknas RI telah melakukan program
evaluasi implementasi sistem penjaminan
mutu internal (SPMI) bagi perguruan tinggi
pada tahun 2008, 2009 dan 2010. Adapun
tujuan dari kegiatan ini ialah untuk
mengetahui perguruan tinggi mana yang
telah melaksanakan kegiatan penjaminan
mutu internal dengan baik, sehingga dapat
dijadikan inspirasi oleh perguruan tinggi
lainnya. Adapun urutan PTS yang
memperoleh skor tertinggi untuk wilayah
Jawa Barat berdasarkan hasil program
evaluasi SPMI-PT untuk 62 perguruan
tinggi yang telah dilakukan ialah sebagai
berikut,

Tabel 1.4
Peringkat PTS di Wilayah Jawa Barat Berdasarkan Skor Tertinggi
Hasil Program Evaluasi Implementasi Sistem Penjaminan Mutu
Internal Perguruan Tinggi
No
Universitas
Peringkat
1 Universitas Katolik Parahyangan
8
2 Universitas Gunadarma
11
3 Universitas Katolik Indonesia Atmajaya
13
4 Universitas Kristen Maranatha
41
5 Universitas Widyatama
48
6 Universitas Pakuan
61
7 Universitas Pasundan
62
(Sumber: Hasil Evaluasi Implementasi SPMI-PT, Dirjen Dikti Depdiknas, 2008)

55

Apabila dilihat dari jumlah PTS di
wilayah Jawa Barat yang termasuk dalam
daftar pelaksana SPMI-PT yang baik
menurut Dirjen Dikti Depdiknas RI di atas,
dapat diambil kesimpulan bahwa hanya
sebagian kecil (7 PTS) pengelola pendidikan
tinggi non-pemerintah di wilayah Jawa
Barat dari total 383 PTS yang telah
melaksanakan kegiatan penjaminan mutu
pendidikan secara internal dengan baik. Hal
ini perlu mendapat perhatian dan respons
dari para pengelola pendidikan tinggi nonpemerintah lainnya, mengingat tingkat
kebutuhan masyarakat akan pendidikan
tinggi yang berkualitas dalam upaya
meningkatkan
kesejahteraan
dan
kemakmuran sosial.
Jika melihat kondisi di negara maju,
PTS justru berkualitas tinggi. Di Amerika
Serikat, 10 perguruan tinggi terbaik adalah
PTS. Pendidikan tinggi yang dikelola secara
market, selain mewujudkan otonomi juga
menjamin kualitas lulusannya. Alumni
mereka memiliki daya saing tinggi di pasar
kerja. Sementara PTS di Indonesia sangat
beragam,
baik
lokasinya,
perkembangannya,
maupun
pengelolaannya. Sebagian kecil PTS di
Jakarta, justru mampu menyaingi PTN yang
sudah berumur setengah abad lebih.
Namun, PTS seperti itu hanya sedikit.
Dengan berbagai persoalan dalam aspek
finansial dan sumber daya manusia, para
pengelola
pendidikan
tinggi
nonpemerintah
masih
tetap
berjuang
menyediakan pelayanan yang bermutu
kepada anak-anak bangsa sesuai dengan
amanah PP 19/2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan.
Dengan jumlah PTS di wilayah Jawa
Barat yang mencapai 383 buah, di samping
beberapa PTN yang berskala nasional,
masyarakat Jawa Barat memiliki peluang
dan kesempatan yang besar untuk memilih
universitas yang bermutu pada skala lokal,
nasional
maupun
internasional.
Berdasarkan asumsi tersebut, maka

universitas swasta di wilayah Jawa Barat
sudah selayaknya menerapkan penjaminan
mutu serta selalu meningkatkan mutu
secara berkelanjutan (kaizen/ continuous
improvement).
Adapun dasar pertimbangan atas
fokus yang akan diteliti ini ialah Tri Dharma
Perguruan Tinggi yang harus senantiasa
dilaksanakan
oleh
penyelenggara
pendidikan tinggi. Perguruan Tinggi (PT) di
Indonesia
memiliki
tugas
menyelenggarakan
pendidikan
&
pengajaran, penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat. Penelitian sebagai
salah satu dharma PT merupakan kegiatan
telaah taat kaidah dalam upaya menemukan
kebenaran
dan/atau
menyelesaikan
masalah
dalam
ilmu
pengetahuan,
teknologi, dan/atau kesenian (ipteks).
Selanjutnya, penelitian juga merupakan
kegiatan dalam upaya menghasilkan
pengetahuan empirik, teori, konsep,
metode, model, atau informasi baru yang
memperkaya khasanah ipteks.
Jumlah publikasi hasil penelitian
Indonesia pada 1996-2008 lebih rendah
dibandingkan negara-negara Asia yang
selama ini kurang dikenal kehidupan
akademiknya.
Penelitian
SCImago
menempatkan Indonesia pada posisi ke-64
dari 234 negara yang disurvei. Jumlah
publikasi Indonesia pada rentang 12 tahun
itu mencapai 9.194 dokumen. Publikasi
ilmiah Indonesia kalah dibandingkan Arab
Saudi, Pakistan, dan Bangladesh, di mana
masing-masing menduduki urutan ke-49,
50, dan 63. Negara penghasil publikasi
ilmiah terbanyak adalah Amerika Serikat
dengan 4,3 juta dokumen. Jepang menjadi
negara Asia dengan jumlah publikasi
terbanyak dan menduduki urutan ketiga
dunia dengan 1,2 juta dokumen. Di Asia
Tenggara, jumlah publikasi penelitian
Indonesia kalah dibandingkan Singapura
(peringkat ke-31), Thailand (42), dan
Malaysia (48). Pada 2002, publikasi
penelitian
ketiga
negara
tersebut

mengalami lonjakan dibandingkan tahuntahun sebelumnya. Namun, publikasi
penelitian Indonesia justru mengalami
stagnansi hingga kini.
PENUTUP
Di negara-negara maju, lazimnya
hanya mereka yang bergelar doktor yang
dapat direkrut menjadi dosen, karena
mereka -pada saat menempuh pendidikan
program doktor- telah dilatih melakukan
penelitian. Di Indonesia, harus diakui
bahwa hanya sebagian kecil dosen yang
bergelar doktor. Karena itu, PT harus
berupaya keras untuk memandu, mengelola
dan
memfasilitasi
dosennya
dalam
melaksanakan penelitian. Ini mencakup
penyediaan dana serta sarana dan
prasarana yang memadai. Lebih jauh,
penelitian
yang
dilakukan
harus
ditingkatkan mutunya secara berkelanjutan,
baik proses maupun hasilnya, sehingga
pada gilirannya mutu PT pun meningkat.
Dalam pemeringkatan universitas dunia,
mutu penelitian merupakan aspek yang
sangat menentukan.
Selain karena diwajibkan oleh UU
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, setidaknya ada tiga alasan mengapa
dosen pada perguruan tinggi harus
melakukan penelitian. Dalam melaksanakan
perkuliahan, dosen dapat mengajarkan
materi yang mereka kembangkan sendiri
dan kuasai dengan baik, sehingga
perkuliahan yang mereka ampu menjadi
lebih menarik dan bermakna. Dosen juga
dapat melatih mahasiswa kemampuan
pemecahan masalah dan learning how to
learn dengan fasih, karena mereka telah dan
senantiasa mengalaminya. Selain itu, dosen
dapat menumbuhkan keingintahuan dan
apresiasi mahasiswa terhadap ilmu
pengetahuan, karena mereka tahu betul
betapa indah dan menariknya ilmu
pengetahuan tersebut. Di perguruan tinggi,
pendidikan dan penelitian bagaikan dua sisi

mata uang yang walaupun dapat dibedakan
namun tak dapat dipisahkan.
Selanjutnya, di samping komponen
penelitian, kegiatan pengabdian kepada
masyarakat juga merupakan salah satu
bagian dari jasa PT, dilaksanakan dengan
menganut asas kelembagaan, asas ilmuamaliah dan amal-ilmiah, asas kerjasama,
asas kesinambungan, serta asas edukatif
dan pengembangan. Dalam pelaksanaannya
di
lapangan,
yang dapat
menjadi
stakeholders: (a) perorangan, (b) kelompok,
(c)
komunitas,
dan
(d)
lembaga.
Cakupannya
meliputi
masyarakat
perkotaan atau pedesaan, masyarakat
industri atau agraris, dan pemerintah
maupun swasta. Pemilihan stakeholders
sasaran, disesuaikan dengan tingkat
perkembangan dan kemampuan PT.
Kegiatan penelitian ilmiah di
perguruan tinggi harus mampu menjadi
ujung tombak pembangunan bangsa. Oleh
karena itu berbagai riset yang dilakukan
diharapkan dapat menghasilkan produk
yang bermanfaat bagi masyarakat, bangsa
serta dunia usaha atau industri. Periset
diharapkan tak hanya meneliti saja, namun
juga diikuti dengan pengabdian yang
hasilnya diimplementasikan, sehingga bisa
memberikan solusi terhadap berbagai
persoalan yang ada di masyarakat
(http://ugm.ac.id, 2013).
Berdasarkan
rasionalisasi
serta
pemaparan di atas, dapat dikemukakan
bahwa dalam rangka menjamin mutu
pendidikan tinggi secara berkelanjutan di
perguruan tinggi swasta diperlukan upaya
melaksanakan kegiatan penelitian ilmiah
dan pengabdian kepada masyarakat yang
berkualitas serta memiliki nilai tambah
(value added) bagi masyarakat, bangsa dan
negara.
Dalam
upaya
menghasilkan
penelitian ilmiah dan pengabdian kepada
masyarakat yang bermutu tentu diperlukan
sistem penjaminan mutu yang berstandar,
dimana
penjaminan
mutu
tersebut

57

merupakan
kajian
dari
penjaminan mutu pendidikan.

manajemen

Juran,

PUSTAKA RUJUKAN
Asmendri. (2007). Aplikasi Model Sistem
Penjaminan
Mutu
(Quality
Assurance) di Perguruan Tinggi
Agama Islam. Ta’dib Volume. 10, No.
2 (101-110)
Bogdan, R.C & Biklen, S.K. (1982).
Qualitative Research for Education. An
Introduction to Theory and Methods.
Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Cornell, J. E. & Mulrow, C. D. (1999). Metaanalysis. In: H. J. Adèr & G. J.
Mellenbergh
(Eds).
Research
Methodology in the social, behavioral
and life sciences (pp. 285–323).
London: Sage.
Hedwig, Rinda & Gerardus Polla. (2006).
Model Sistem Penjaminan Mutu.
Graha Ilmu: Jakarta
Herman, J.L, & Herman, J.J. (1995). Total
Quality Management (TQM) for
Education. Journal of Education
Technology. May-June (halaman 1418).

J.M. (1989). Merancang Mutu,
Terjemahan Bambang Hartono
dari Juran, On Quality by Design.
Jakarta: PT. Pustaka Binawan
Pressindo (Buku ke 1).

Kusmastanto, Tridoyo. (2007). Etika
Akademik Menuju World Class
University. Draft Etika Akademik
Institut Pertanian Bogor. Bogor:
tidak diterbitkan, Juli.
Levin, Henry M (2006), What is World Class
University, presentation at the 2006
Conference of the Comparative &
International Education Society,
Honolulu,
Hawaii,
diakses
September 2012, tersedia di:
www.tc.columbia.edu/centers/coce
/pdf_files/c12.pdf
Sallis,

Edward. (1993). Total Quality
Management in Education. London:
Kogan
Page
Educational
Management Series.