Sejarah Seni Rupa Indonesia Gereja Ganju
LAPORAN
Kunjungan Objek Sejarah
Gereja Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran
2015
LAPORAN Kunjungan Objek Sejarah
Gereja Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran
oleh :
01. Afrilya Puji Prayoga (NIM : 1412336024/R)
02. Aulia Azziawaty (NIM : 1412312024/R)
03. Ayuwilis Ciptaning S. D. (NIM : 1412311024/R)
04. Destanty Azelliaswari (NIM : 1412303024/R)
05. Edy M. Sahal M. (NIM : 1412333024/R)
06. Hasnaul Husna (NIM : 1412320024/R)
07. Hasnaul Ikhtarosa (NIM : 1412319024/R)
08. Marrisa Dwi Praseptiani (NIM : 1412341024/R)
09. Nisa Aghnia Rusyda (NIM : 1412330024/R)
10. Regina Sembiring (NIM : 1412316024/R)
11. Yohansen Eka Andika S. (NIM : 1412331024/R)
PROGRAM STUDI Desain Komunikasi Visual
FAKULTAS Seni Rupa
Institut Seni Indonesia Yogyakarta
2015
LAPORAN Kunjungan 2015
2
KATA Pengantar
Dengan mengucap syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan Kunjungan Objek Sejarah Gereja Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran ini
dengan baik. Laporan ini disusun untuk memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Genap matakuliah Sejarah Seni Rupa Indonesia T.A. 2014/2015.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada Orang tua tercinta atas dukungan material dan spiritual, Bapak Drs.
Baskoro S.B., M.Sn. dan Terra Bajraghosa, S.Sn., M.Sn. selaku dosen pengampu matakuliah Sejarah Seni Rupa Indonesia atas bimbingan dan
motivasinya dan semua pihak yang baik secara langsung maupun tidak
langsung telah membantu selama penyusunan dan penulisan paper.
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca. Mudah-mudahan informasi yang ada dalam laporan ini dapat
memberikan banyak pengetahuan dan wawasan bagi kita semua.
Yogyakarta, 26 Juni 2015
PENULIS
LAPORAN Kunjungan 2015
3
DAFTAR Isi
BAB 1 PENDAHULUAN
halaman 05
COVER
halaman 02
BAB 2 TENTANG
GEREJA GANJURAN
KATA PENGANTAR
halaman 06
halaman 03
Letak, hal 06
Sejarah, hal 06
Kondisi Fisik, hal 07
Pintu Masuk, hal 08
Arsitektur Gereja, hal 09
Arsitektur Candi, hal 11
DAFTAR ISI
halaman 04
BAB 3 PENUTUP
halaman 13
DOKUMENTASI
halaman 14
LAPORAN Kunjungan 2015
4
BAB 1 Pendahuluan
P
ada mulanya bangunan-bangunan ge-
naan unsur budaya setempat pada objek-ob-
reja Katolik di Indonesia digunakan
jek yang tidak terlalu signifikan misalnya pa-
untuk memenuhi kebutuhan berib-
kaian, bahasa, musik dan kesenian.
adah orang-orang Belanda. Seiring dengan
bertambahnya umat pribumi maka dibutuh-
Arsitektur pada masa lampau tidak jauh dari
kan gereja yang sesuai dengan budaya lokal
konsep pengkastaan dan konsep istana sentris
sebagai bentuk penyesuaian. Maka uncul-
artinya bentuk tempat tinggal menunjukkan
lah gereja yang disebut dengan gereja
inkulturasi. Gereja Inkulturasi ada-
kasta penghuni dan kasta paling tinggi adalah
raja maka tidak diperbolehkan memban-
lah gereja yang menggunakan un-
gun tempat tinggal lebih indah dari
sur-unsur lokal baik fisik maupun
tempat tinggal raja. Pada mas-
non-fisik. Salah satu gereja
yarakat jawa terdapat bentuk
inkulturasi di zaman modren
rumah yang khas yaitu Joglo.
ini adalah Gereja Candi Hati
Rumah Joglo ini merupakan
Kudus Tuhan Yesus Ganjuran yang terletak di Bantul,
DI Yogyakarta. Laporan ini
mengambil metode pengambilan data melalui observasi langsung, tinjauan
pustaka dan wawancara.
tempat tinggal untuk orang-
Secara ilmu internasional terdapat 3
proses budaya :
inkulturasi,
akulturasi
dan modernisasi.
orang kaya dan Raja.
Budaya Jawa sendiri sangat identik dengan ragam
hias
tertentu.
Indonesia
sebenarnya tidak memiliki
ragam hias yang khas. Ragam hias masuk bersamaan
PROSES INKULTURASI
I
dengan masuknya agama Hindu kemudian
nkulturasi adalah sebuah proses budaya
menyatu dengan budaya asli Indonesia. Pada
yang terjadi ketika dua budaya yang ber-
ragam hias jawa terbagi menjadi 5 jenis rag-
temu dan budaya yang satu menambah
am hias utama yaitu Flora, Fauna, Alam, Agama
nilai-nilai terhadap budaya lain. Terdapat 2
dan Anyam-anyaman. Ragam hias ini banyak
faktor yang terlibat dari proses inkulturasi
menghiasi rumah Joglo. Arsitektur Gereja Can-
adalah budaya akar setempat dan budaya asal
di Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran yang iden-
individu. Secara ilmu internasional terdapat 3
tik dengan rumah joglo tersebut membawanya
proses budaya yaitu inkulturasi, akulturasi dan
menjadi gereja yang unik dan menarik untuk
modernisasi. Berkaitan dengan objek-objek
dibahas.
inkulturasi, Gereja memperbolehkan penggu-
LAPORAN Kunjungan 2015
5
BAB 2 Tentang Gereja Ganjuran
Peta Lokasi Gereja Ganjuran via Google Maps
LETAK
G
ereja Candi Hati Kudus Tuhan Yesus
Ganjuran terletak di 17 km Selatan
Yogyakarta. Gereja ini beralamat-
kan di Desa Sumbermulyo, Bambanglipuro,
Bantul, DI Yogyakarta, Kotak Pos 115, Bantul
55702. Bangunan di halaman gereja terletak
diatas tanah seluas 2,5 hektar terdiri dari bangunan gereja, pastoran, ruang pertemuan,
candi dan halaman tempat parkir.
SEJARAH
912 – Dr Joseph Schmutzer dan Ir. Julius
1
Schmutzer, manager pabrik gula Ganju-
ran Gondanglipuro Bantul, Yogyakarta
melaksanakan agaran sosial gereja (rerum novarum) di pabrik mereka sebagai ungkapan
syukur mereka kepada Hati Kudus Tuhan Yesus. Para buruh diperlakukan sebagai rekan
Denah Lokasi ke Gereja Ganjuran
LAPORAN Kunjungan 2015
6
kerja
(sahabat)
dan
Kudus dan sekaligus Kristus Raja di pasang di
mereka menerima tak
dalam candi yang menggambarkan kedamaian
hanya gaji tetapi juga
dan keadilan Tuhan atas tanah ini. Patung ini
keuntungan
juga melambangkan kebapakan dan keibuan
perusa-
haan (sebagai bagi ha-
Tuhan.
sil).
Ir. Julius Schumtzer
1919 – 7 sekolah dasar
didirikan di desa sekitar pabrik. Beberapa
masih aktif dan sekarang dijalankan oleh
yayasan Kanisius.
1920 – Ir. Julius Schmutzer menikah dengan
Caroline
Uskup Jakarta Mgr. Van Velsen, S.J. dan umat kristiani pertama di
Ganjuran
Caroline dan Rijckervorsel, yang bekerja
sebagai perawat dan pekerja sosial. Kepeduliannya terhadap perempuan diwujudkan dengan dibentuknya sekolah dasar dan asrama
untuk kaum perempuan. Beliau juga membuka
klinik Kesehatan yang selanjutnya berdiri dengan nama Rumah Sakit St. Elizabeth Ganjuran.
Beliau juga mendirikan rumah sakit di Yogyakarta yang pernah diberi nama Onder de Bogen,
dimana sekarang dikenal dengan nama Rumah
Sakit Panti Rapih yang dibangun dari keuntungan pabriknya.
Uskup Jakarta Mgr. Van Velsen, S.J. meresmikan candi Ganjuran
1924 – Schmutzer mendirikan Gereja Hati Ku-
1930 – Uskup Jakarta, Mgr. Van Velsen, S.J.
dus Tuhan Yesus di Ganjuran pada tanggal 16
memberkati/meresmikan candi pada tanggal
April 1924. Pada tahun yang sama Romo van
11 Februari 1930 yang dihadiri oleh pemu-
Driesche, S.J. menjabat sebagai pastor perta-
ka-pemuka Tarekat sebagai peristiwa syukur
ma di gereja ini.
atas berkat Tuhan yang melimpah, sekaligus
penyerahan bumi Nusantara pada Hati Kudus
1927 – Candi Hati Kudus Tuhan Yesus (seperti
Tuhan Yesus.
tertulis dalam candi “Sang Maha Prabu Yesus
Kristus Pangeraning para Bangsa”, engkaulah
Kristus Raja Tuhan segala bangsa) yang mengadopsi gaya hindu-jawa, mulai dibangun pada
tanggal 26 Desember 1927 sebagai ungkapan berkat Tuhan yang melimpah. Patung Hati
KONDISI FISIK
B
erbeda dengan candi yang dibangun
dengan mengadopsi langgam Hindu-Jawa, bentuk bangunan arsitektur
gereja pada awal pendiriannya mengacu
LAPORAN Kunjungan 2015
7
Pintu Gerbang masuk kearea Gereja Ganjuran
bentuk arsitektur gereja di Eropa Barat,
tempat keluarga Schmutzer berasal. Selama
Perang Dunia II antara Indonesia dan Belanda, pabrik gula Ganjuran Gondanglipuro
dibumi-hanguskan, akan tetapi candi dan
gereja masih tersisa dan tumbuh bersama
dengan anggota jemaat Gereja sampai sekarang. Sesuai dengan perkembangan umat,
bangunan gereja sempat mengalami perluasan-pengembangan sebelum rusak total akibat gempa bumi tahun 2006, dan dibangun
kembali pada tahun 2009 dengan bentuk ar-
Relief singa di pintu masuk
Gereja Ganjuran
sitektur yang sama sekali berbeda dari bentuk asalnya. Dengan demikian, Gereja Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran dapat
dikatakan dibangun dengan 2 aliran gaya
arsitektur yaitu perpaduan antara Jawa dan
Hindu.
PINTU MASUK
D
alam pemahaman masyarakat Jawa,
diperlukan batas yang jelas antara rumah dan bangunan sebagai
Relief domba di pintu masuk
Gereja Ganjuran
LAPORAN Kunjungan 2015
8
Bentuk Geometri Keraton Yogyakarta
Keterbukaan (tanpa dinding) Keraton Yogyakarta
Bentuk Geometri Gereja Ganjuran
Keterbukaan (tanpa dinding) Gereja Ganjuran
mikrokosmos dengan bagian luar sebagai
gereja, tidak nampak pada gereja tersebut,
makrokosmos dan oleh karenanya pembatas
akan tetapi yang ada adalah sebuah bangu-
memiliki peran yang sangat penting sebagai
nan pendopo. Ruang pendopo ditumpang
penanda peralihan antara bagian dalam dan
oleh empat tiang penyangga (soko guru) se-
luar. Pintu gerbang Gereja Candi Hati Kudus
cara vertikal yang menandai bagian tengah
Tuhan Yesus Ganjuran dipengaruhi oleh ar-
pendopo. Langit-langit (uleng-ulengan) yang
sitektur Hindu dengan tidak adanya corak/
disangganya didukung oleh balok tumpang-
relief. Dibagian sisi kanan pintu gerbang ter-
sari, tersusun sebagai piramida berundak
dapat relief patung domba, dan disisi kiri ter-
terbalik, dilengkapi dengan banyak hiasan
dapat relief patung singa.
ukiran dan warna yang memahkotai ruang
dalam dan menguatkan eksistensi sebagai
ARSITEKTUR GEREJA
B
ruang pusat. Susunan ini menunjukkan ba-
entuk Arsitektur Gereja sangat dipen-
gian tengah sebagai bagian yang terpenting,
garuhi bentuk arsitektur pendopo ker-
merupakan bagian yang lebih sakral, dan
aton Yogyakarta, dalam hal :
semakin keluar atau semakin menjauh dari
soko guru, hirarki kesakralannya semakin
Geometri Bangunan
berkurang. Kenyataan ini menunjukkan bah-
Arsitektur gereja diposisikan seperti pendo-
wa ruang pendopo dibuat dengan maksud
po (pendhopo) Keraton Yogyakarta bentuk
membedakan klasifikasi tingkah laku orang,
Joglo Lambangsari dengan skala, proporsi
yang berada di dalam, di tengah atau di tepi
yang menjadikannya tampil dominan sebagai
ruang pendopo.
kompleks gereja. Dominasi bentuk dasar arsitektur Barat yang umumnya terdapat pada
LAPORAN Kunjungan 2015
9
Soko guru
Keraton Yogyakarta
Ruang utama gereja ganjuran dengan soko guru di bagian tengah
umat saat memasuki ruang gereja, pada posisi tertentu di sisi selatan dan timur, serta
penyusunan kursi dalam ruang gereja, secara
fungsional membatasi akses ke dalam ruang
pendopo dan membentuk jalan masuk ke dalam gereja.
Soko guru Gereja Ganjuran
Langit-langit
Dinding
Pada gereja, pola langit-langit menyerupai
Seperti halnya sebuah pendopo yang berupa
pola langit-langit Rumah Joglo Lambang-
ruang terbuka, gereja tidak memiliki gerbang
sari, yaitu mengikuti kemiringan atap pada
formal sebagai pintu masuk ke dalam ban-
sisi bawah, dan datar pada bagian tengah
gunan. Keterbukaan ruang sangat dominan,
di atas pilar-pilar (soko guru). Langit-langit
atau derajat keterlingkupan ruang gereja
(uleng-ulengan) pada pendopo keraton Yo-
sangat rendah dengan hanya memiliki bidang
masif pada sisi utara, sedangkan pada sisi
lain hampir seluruhnya terbuka. Empat buah
tiang penyangga (soko guru) pada Rumah Joglo yang melambangkan empat unsur alam
yaitu tanah, air, api dan udara, dan keempatnya dipercaya orang Jawa akan memperkuat
rumah secara fisik maupun mental penghuni
rumah tersebut, juga ditemui pada gereja.
Lantai
Batas ruang gereja adalah peninggian lan-
Kolom Keraton Yogyakarta
Kolom Gereja Ganjuran
tai berundak, jajaran kolom dan naungan
gyakarta disangga oleh balok tumpangsari
teritisan yang membentuk pelingkup ruang
lima tingkat, dilengkapi dengan banyak hi-
secara maya. Meskipun tidak terdapat pintu
asan ukiran dan warna yang mengandung
gerbang masuk secara formal, namun pen-
makna simbolik. Demikian pula pada gereja,
empatan “cawan air suci”, yang digunakan
keberadaan tumpang sari dilengkapi denLAPORAN Kunjungan 2015
10
gan hiasan dan warna-warna simbolis yang
melambangkan kebenaran sejati.
Ornamen
Seperti halnya pada pendopo keraton Yogyakarta, ornamen di gereja juga ditemukan
pada berbagai elemen bentuk arsitektur pendopo seperti misalnya pada atap, terdapat
wuwung kembang turen yang melambangkan
kewibawaan yang tinggi; dimaknai sebagai
visi hidup umat kristen, menggunakan rencana Tuhan karena hanya Allah sendiri yang
Mahabijaksana. Hiasan banyu tumetes pada
papan lis (listplank) menggambarkan tetesan
yang memberikan rejeki pada umat.
Ornamen soko guru berupa bunga Padma
pada umpak andesitnya, yang melambangkan keabadian dan kelanggengan; pada gereja umpak adalah Iman. Ornamen probo
di atas dan di bawah pilar (kolom) melam-
ARSITEKTUR CANDI
M
eskipun dibangun dengan arsitektur bergaya khas hindu, akan tetapi relief candi yang dibangun tidak
ditemukan. Hal ini dikarenakan pada awalnya candi dibangun sebagai rasa ungkapan
syukur dan pada saat sekarang digunakan
sebagai sarana peribatan umat katolik. Didalam candi terdapat sebuah patung unik karena penggambarannya disesuaikan dengan
budaya jawa. Pertama adalah patung mengenakan pakaian adat Jawa. Pakaian yang
dikenakan Yesus merupakan pakaian khas
raja-raja Jawa. Hal ini termasuk digunakannya hiasan kepala yang tidak pernah terdapat
pada patung Yesus pada umumnya. Pada patung Yesus umunya pada bagian kepala terdapat lingkaran yang menunjukkan sifat Ilahi, tetapi juga tidak terdapat pada patung ini.
Kedua, Yesus digambarkan dalam posisi
bangkan sabda Allah yang menjadi dasar
kekuatan Gereja. Demikian pula ornamen
pada langit-langit, misalnya usuk peniyung
melambangkan sinar Ilahi yang menaungi
umat; nanasan pada tumpang sari melambangkan perjuangan hidup; berjuang dalam
hidup dengan iman dan Kasih.
Warna
simbolisasi warna pare anom dan gula kelapa, yaitu hijau, kuning, merah dan putih,
yang terdapat pada keraton Yogyakarta, juga
terdapat pada gereja. Warna tersebut serupa
dengan warna liturgi gereja Katolik; makna
simbolik warna-warna tersebut adalah hijau
sebagai masa pengharapan, kuning sebagai
warna keagungan, putih melambangkan kesucian dan merah menunjukkan keberanian
membela kebenaran untuk mempertahankan darah martir sampai mati.
Patung Yesus yang mengenakan Pakaian Jawa
LAPORAN Kunjungan 2015
11
Candi Ganjuran tampak bagian atas
duduk di singgasana. Umumnya patung-patung
dalam
gereja
digambarkan
dalam
keadaan berdiri. Yesus disini diibaratkan sebagai raja sehingga seorang raja tentu akan
duduk disinggasananya untuk menunjukkan dejarat dan kekuasaannya. Pada bagian
bawah patung juga dicantumkan semacam
‘gelar’ dalam bahasa Jawa yang diberikan
pada patung tersebut, tertulis “Sang Maha
Prabu Yesus Kristus Pangeraning para Bangsa”
(engkaulah Yesus Kristus Raja Tuhan segala bangsa) yang menegaskan Yesus sebagai
raya yang berkuasa akan mengayomi rakyat/
umat-Nya. Patung juga melambangkan kebapakan dan keibuan Tuhan.
Candi Ganjuran tampak samping
LAPORAN Kunjungan 2015
12
BAB 3 Penutup
DAFTAR PUSTAKA
Joyce M. Laurens. 2014. Makna Transedental dibalik Arsitektur Tradisional Jawa pada Gereja Katolik
Ganjuran, Yogyakarta.pdf
Romo Gregorius Utomo. 2011. Gereja Hati Kudus
Yesus di Ganjuran. Yogyakarta : Unggul Jaya
Rini Pinasthika. Tinjauan Inkulturasi Budaya Jawa
pada Ornamen Hias dalam Interior Gereja Katolik
Ganjuran. Bandung : Jurnal Fakultas Seni Rupa
dan Desain, ITB
Candi Ganjuran tampak depan
S
ecara keseluruhan aspek-aspek budaya jawa begitu kuat dan mendominasi di Gereja Ganjuran ini. Wa-
laupun begitu aspek budaya Jawa yang
digunakan lebih cenderung dekoratif sehingga tidak mengubah nilai ajaran katolik.
Ornamen dan gaya arsitektur yang berkembang di pulau Jawa sebenarnya sudah bercampur dengan budaya-budaya lain yang
telah ada sebelumnya seperti budaya Islam dan budaya Hindu-Buddha. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa Inkulturasi Budaya yang terjadi di Gereja Ganjuran sangat kental dan menyatu tetapi tidak mengubah nilai ajaran katolik yang diajarkannya.
LAPORAN Kunjungan 2015
13
DOKUMENTASI Kelompok
Dari kiri ke kanan. Yohansen, Afri, Al, Husna, Edy (almamater), Nisa, Azel, Marrisa, Ayu, Regina.
Fotografer. Rosa
DKV REGULER angkatan 2014
LAPORAN Kunjungan 2015
14
Kunjungan Objek Sejarah
Gereja Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran
2015
LAPORAN Kunjungan Objek Sejarah
Gereja Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran
oleh :
01. Afrilya Puji Prayoga (NIM : 1412336024/R)
02. Aulia Azziawaty (NIM : 1412312024/R)
03. Ayuwilis Ciptaning S. D. (NIM : 1412311024/R)
04. Destanty Azelliaswari (NIM : 1412303024/R)
05. Edy M. Sahal M. (NIM : 1412333024/R)
06. Hasnaul Husna (NIM : 1412320024/R)
07. Hasnaul Ikhtarosa (NIM : 1412319024/R)
08. Marrisa Dwi Praseptiani (NIM : 1412341024/R)
09. Nisa Aghnia Rusyda (NIM : 1412330024/R)
10. Regina Sembiring (NIM : 1412316024/R)
11. Yohansen Eka Andika S. (NIM : 1412331024/R)
PROGRAM STUDI Desain Komunikasi Visual
FAKULTAS Seni Rupa
Institut Seni Indonesia Yogyakarta
2015
LAPORAN Kunjungan 2015
2
KATA Pengantar
Dengan mengucap syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan Kunjungan Objek Sejarah Gereja Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran ini
dengan baik. Laporan ini disusun untuk memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Genap matakuliah Sejarah Seni Rupa Indonesia T.A. 2014/2015.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada Orang tua tercinta atas dukungan material dan spiritual, Bapak Drs.
Baskoro S.B., M.Sn. dan Terra Bajraghosa, S.Sn., M.Sn. selaku dosen pengampu matakuliah Sejarah Seni Rupa Indonesia atas bimbingan dan
motivasinya dan semua pihak yang baik secara langsung maupun tidak
langsung telah membantu selama penyusunan dan penulisan paper.
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca. Mudah-mudahan informasi yang ada dalam laporan ini dapat
memberikan banyak pengetahuan dan wawasan bagi kita semua.
Yogyakarta, 26 Juni 2015
PENULIS
LAPORAN Kunjungan 2015
3
DAFTAR Isi
BAB 1 PENDAHULUAN
halaman 05
COVER
halaman 02
BAB 2 TENTANG
GEREJA GANJURAN
KATA PENGANTAR
halaman 06
halaman 03
Letak, hal 06
Sejarah, hal 06
Kondisi Fisik, hal 07
Pintu Masuk, hal 08
Arsitektur Gereja, hal 09
Arsitektur Candi, hal 11
DAFTAR ISI
halaman 04
BAB 3 PENUTUP
halaman 13
DOKUMENTASI
halaman 14
LAPORAN Kunjungan 2015
4
BAB 1 Pendahuluan
P
ada mulanya bangunan-bangunan ge-
naan unsur budaya setempat pada objek-ob-
reja Katolik di Indonesia digunakan
jek yang tidak terlalu signifikan misalnya pa-
untuk memenuhi kebutuhan berib-
kaian, bahasa, musik dan kesenian.
adah orang-orang Belanda. Seiring dengan
bertambahnya umat pribumi maka dibutuh-
Arsitektur pada masa lampau tidak jauh dari
kan gereja yang sesuai dengan budaya lokal
konsep pengkastaan dan konsep istana sentris
sebagai bentuk penyesuaian. Maka uncul-
artinya bentuk tempat tinggal menunjukkan
lah gereja yang disebut dengan gereja
inkulturasi. Gereja Inkulturasi ada-
kasta penghuni dan kasta paling tinggi adalah
raja maka tidak diperbolehkan memban-
lah gereja yang menggunakan un-
gun tempat tinggal lebih indah dari
sur-unsur lokal baik fisik maupun
tempat tinggal raja. Pada mas-
non-fisik. Salah satu gereja
yarakat jawa terdapat bentuk
inkulturasi di zaman modren
rumah yang khas yaitu Joglo.
ini adalah Gereja Candi Hati
Rumah Joglo ini merupakan
Kudus Tuhan Yesus Ganjuran yang terletak di Bantul,
DI Yogyakarta. Laporan ini
mengambil metode pengambilan data melalui observasi langsung, tinjauan
pustaka dan wawancara.
tempat tinggal untuk orang-
Secara ilmu internasional terdapat 3
proses budaya :
inkulturasi,
akulturasi
dan modernisasi.
orang kaya dan Raja.
Budaya Jawa sendiri sangat identik dengan ragam
hias
tertentu.
Indonesia
sebenarnya tidak memiliki
ragam hias yang khas. Ragam hias masuk bersamaan
PROSES INKULTURASI
I
dengan masuknya agama Hindu kemudian
nkulturasi adalah sebuah proses budaya
menyatu dengan budaya asli Indonesia. Pada
yang terjadi ketika dua budaya yang ber-
ragam hias jawa terbagi menjadi 5 jenis rag-
temu dan budaya yang satu menambah
am hias utama yaitu Flora, Fauna, Alam, Agama
nilai-nilai terhadap budaya lain. Terdapat 2
dan Anyam-anyaman. Ragam hias ini banyak
faktor yang terlibat dari proses inkulturasi
menghiasi rumah Joglo. Arsitektur Gereja Can-
adalah budaya akar setempat dan budaya asal
di Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran yang iden-
individu. Secara ilmu internasional terdapat 3
tik dengan rumah joglo tersebut membawanya
proses budaya yaitu inkulturasi, akulturasi dan
menjadi gereja yang unik dan menarik untuk
modernisasi. Berkaitan dengan objek-objek
dibahas.
inkulturasi, Gereja memperbolehkan penggu-
LAPORAN Kunjungan 2015
5
BAB 2 Tentang Gereja Ganjuran
Peta Lokasi Gereja Ganjuran via Google Maps
LETAK
G
ereja Candi Hati Kudus Tuhan Yesus
Ganjuran terletak di 17 km Selatan
Yogyakarta. Gereja ini beralamat-
kan di Desa Sumbermulyo, Bambanglipuro,
Bantul, DI Yogyakarta, Kotak Pos 115, Bantul
55702. Bangunan di halaman gereja terletak
diatas tanah seluas 2,5 hektar terdiri dari bangunan gereja, pastoran, ruang pertemuan,
candi dan halaman tempat parkir.
SEJARAH
912 – Dr Joseph Schmutzer dan Ir. Julius
1
Schmutzer, manager pabrik gula Ganju-
ran Gondanglipuro Bantul, Yogyakarta
melaksanakan agaran sosial gereja (rerum novarum) di pabrik mereka sebagai ungkapan
syukur mereka kepada Hati Kudus Tuhan Yesus. Para buruh diperlakukan sebagai rekan
Denah Lokasi ke Gereja Ganjuran
LAPORAN Kunjungan 2015
6
kerja
(sahabat)
dan
Kudus dan sekaligus Kristus Raja di pasang di
mereka menerima tak
dalam candi yang menggambarkan kedamaian
hanya gaji tetapi juga
dan keadilan Tuhan atas tanah ini. Patung ini
keuntungan
juga melambangkan kebapakan dan keibuan
perusa-
haan (sebagai bagi ha-
Tuhan.
sil).
Ir. Julius Schumtzer
1919 – 7 sekolah dasar
didirikan di desa sekitar pabrik. Beberapa
masih aktif dan sekarang dijalankan oleh
yayasan Kanisius.
1920 – Ir. Julius Schmutzer menikah dengan
Caroline
Uskup Jakarta Mgr. Van Velsen, S.J. dan umat kristiani pertama di
Ganjuran
Caroline dan Rijckervorsel, yang bekerja
sebagai perawat dan pekerja sosial. Kepeduliannya terhadap perempuan diwujudkan dengan dibentuknya sekolah dasar dan asrama
untuk kaum perempuan. Beliau juga membuka
klinik Kesehatan yang selanjutnya berdiri dengan nama Rumah Sakit St. Elizabeth Ganjuran.
Beliau juga mendirikan rumah sakit di Yogyakarta yang pernah diberi nama Onder de Bogen,
dimana sekarang dikenal dengan nama Rumah
Sakit Panti Rapih yang dibangun dari keuntungan pabriknya.
Uskup Jakarta Mgr. Van Velsen, S.J. meresmikan candi Ganjuran
1924 – Schmutzer mendirikan Gereja Hati Ku-
1930 – Uskup Jakarta, Mgr. Van Velsen, S.J.
dus Tuhan Yesus di Ganjuran pada tanggal 16
memberkati/meresmikan candi pada tanggal
April 1924. Pada tahun yang sama Romo van
11 Februari 1930 yang dihadiri oleh pemu-
Driesche, S.J. menjabat sebagai pastor perta-
ka-pemuka Tarekat sebagai peristiwa syukur
ma di gereja ini.
atas berkat Tuhan yang melimpah, sekaligus
penyerahan bumi Nusantara pada Hati Kudus
1927 – Candi Hati Kudus Tuhan Yesus (seperti
Tuhan Yesus.
tertulis dalam candi “Sang Maha Prabu Yesus
Kristus Pangeraning para Bangsa”, engkaulah
Kristus Raja Tuhan segala bangsa) yang mengadopsi gaya hindu-jawa, mulai dibangun pada
tanggal 26 Desember 1927 sebagai ungkapan berkat Tuhan yang melimpah. Patung Hati
KONDISI FISIK
B
erbeda dengan candi yang dibangun
dengan mengadopsi langgam Hindu-Jawa, bentuk bangunan arsitektur
gereja pada awal pendiriannya mengacu
LAPORAN Kunjungan 2015
7
Pintu Gerbang masuk kearea Gereja Ganjuran
bentuk arsitektur gereja di Eropa Barat,
tempat keluarga Schmutzer berasal. Selama
Perang Dunia II antara Indonesia dan Belanda, pabrik gula Ganjuran Gondanglipuro
dibumi-hanguskan, akan tetapi candi dan
gereja masih tersisa dan tumbuh bersama
dengan anggota jemaat Gereja sampai sekarang. Sesuai dengan perkembangan umat,
bangunan gereja sempat mengalami perluasan-pengembangan sebelum rusak total akibat gempa bumi tahun 2006, dan dibangun
kembali pada tahun 2009 dengan bentuk ar-
Relief singa di pintu masuk
Gereja Ganjuran
sitektur yang sama sekali berbeda dari bentuk asalnya. Dengan demikian, Gereja Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran dapat
dikatakan dibangun dengan 2 aliran gaya
arsitektur yaitu perpaduan antara Jawa dan
Hindu.
PINTU MASUK
D
alam pemahaman masyarakat Jawa,
diperlukan batas yang jelas antara rumah dan bangunan sebagai
Relief domba di pintu masuk
Gereja Ganjuran
LAPORAN Kunjungan 2015
8
Bentuk Geometri Keraton Yogyakarta
Keterbukaan (tanpa dinding) Keraton Yogyakarta
Bentuk Geometri Gereja Ganjuran
Keterbukaan (tanpa dinding) Gereja Ganjuran
mikrokosmos dengan bagian luar sebagai
gereja, tidak nampak pada gereja tersebut,
makrokosmos dan oleh karenanya pembatas
akan tetapi yang ada adalah sebuah bangu-
memiliki peran yang sangat penting sebagai
nan pendopo. Ruang pendopo ditumpang
penanda peralihan antara bagian dalam dan
oleh empat tiang penyangga (soko guru) se-
luar. Pintu gerbang Gereja Candi Hati Kudus
cara vertikal yang menandai bagian tengah
Tuhan Yesus Ganjuran dipengaruhi oleh ar-
pendopo. Langit-langit (uleng-ulengan) yang
sitektur Hindu dengan tidak adanya corak/
disangganya didukung oleh balok tumpang-
relief. Dibagian sisi kanan pintu gerbang ter-
sari, tersusun sebagai piramida berundak
dapat relief patung domba, dan disisi kiri ter-
terbalik, dilengkapi dengan banyak hiasan
dapat relief patung singa.
ukiran dan warna yang memahkotai ruang
dalam dan menguatkan eksistensi sebagai
ARSITEKTUR GEREJA
B
ruang pusat. Susunan ini menunjukkan ba-
entuk Arsitektur Gereja sangat dipen-
gian tengah sebagai bagian yang terpenting,
garuhi bentuk arsitektur pendopo ker-
merupakan bagian yang lebih sakral, dan
aton Yogyakarta, dalam hal :
semakin keluar atau semakin menjauh dari
soko guru, hirarki kesakralannya semakin
Geometri Bangunan
berkurang. Kenyataan ini menunjukkan bah-
Arsitektur gereja diposisikan seperti pendo-
wa ruang pendopo dibuat dengan maksud
po (pendhopo) Keraton Yogyakarta bentuk
membedakan klasifikasi tingkah laku orang,
Joglo Lambangsari dengan skala, proporsi
yang berada di dalam, di tengah atau di tepi
yang menjadikannya tampil dominan sebagai
ruang pendopo.
kompleks gereja. Dominasi bentuk dasar arsitektur Barat yang umumnya terdapat pada
LAPORAN Kunjungan 2015
9
Soko guru
Keraton Yogyakarta
Ruang utama gereja ganjuran dengan soko guru di bagian tengah
umat saat memasuki ruang gereja, pada posisi tertentu di sisi selatan dan timur, serta
penyusunan kursi dalam ruang gereja, secara
fungsional membatasi akses ke dalam ruang
pendopo dan membentuk jalan masuk ke dalam gereja.
Soko guru Gereja Ganjuran
Langit-langit
Dinding
Pada gereja, pola langit-langit menyerupai
Seperti halnya sebuah pendopo yang berupa
pola langit-langit Rumah Joglo Lambang-
ruang terbuka, gereja tidak memiliki gerbang
sari, yaitu mengikuti kemiringan atap pada
formal sebagai pintu masuk ke dalam ban-
sisi bawah, dan datar pada bagian tengah
gunan. Keterbukaan ruang sangat dominan,
di atas pilar-pilar (soko guru). Langit-langit
atau derajat keterlingkupan ruang gereja
(uleng-ulengan) pada pendopo keraton Yo-
sangat rendah dengan hanya memiliki bidang
masif pada sisi utara, sedangkan pada sisi
lain hampir seluruhnya terbuka. Empat buah
tiang penyangga (soko guru) pada Rumah Joglo yang melambangkan empat unsur alam
yaitu tanah, air, api dan udara, dan keempatnya dipercaya orang Jawa akan memperkuat
rumah secara fisik maupun mental penghuni
rumah tersebut, juga ditemui pada gereja.
Lantai
Batas ruang gereja adalah peninggian lan-
Kolom Keraton Yogyakarta
Kolom Gereja Ganjuran
tai berundak, jajaran kolom dan naungan
gyakarta disangga oleh balok tumpangsari
teritisan yang membentuk pelingkup ruang
lima tingkat, dilengkapi dengan banyak hi-
secara maya. Meskipun tidak terdapat pintu
asan ukiran dan warna yang mengandung
gerbang masuk secara formal, namun pen-
makna simbolik. Demikian pula pada gereja,
empatan “cawan air suci”, yang digunakan
keberadaan tumpang sari dilengkapi denLAPORAN Kunjungan 2015
10
gan hiasan dan warna-warna simbolis yang
melambangkan kebenaran sejati.
Ornamen
Seperti halnya pada pendopo keraton Yogyakarta, ornamen di gereja juga ditemukan
pada berbagai elemen bentuk arsitektur pendopo seperti misalnya pada atap, terdapat
wuwung kembang turen yang melambangkan
kewibawaan yang tinggi; dimaknai sebagai
visi hidup umat kristen, menggunakan rencana Tuhan karena hanya Allah sendiri yang
Mahabijaksana. Hiasan banyu tumetes pada
papan lis (listplank) menggambarkan tetesan
yang memberikan rejeki pada umat.
Ornamen soko guru berupa bunga Padma
pada umpak andesitnya, yang melambangkan keabadian dan kelanggengan; pada gereja umpak adalah Iman. Ornamen probo
di atas dan di bawah pilar (kolom) melam-
ARSITEKTUR CANDI
M
eskipun dibangun dengan arsitektur bergaya khas hindu, akan tetapi relief candi yang dibangun tidak
ditemukan. Hal ini dikarenakan pada awalnya candi dibangun sebagai rasa ungkapan
syukur dan pada saat sekarang digunakan
sebagai sarana peribatan umat katolik. Didalam candi terdapat sebuah patung unik karena penggambarannya disesuaikan dengan
budaya jawa. Pertama adalah patung mengenakan pakaian adat Jawa. Pakaian yang
dikenakan Yesus merupakan pakaian khas
raja-raja Jawa. Hal ini termasuk digunakannya hiasan kepala yang tidak pernah terdapat
pada patung Yesus pada umumnya. Pada patung Yesus umunya pada bagian kepala terdapat lingkaran yang menunjukkan sifat Ilahi, tetapi juga tidak terdapat pada patung ini.
Kedua, Yesus digambarkan dalam posisi
bangkan sabda Allah yang menjadi dasar
kekuatan Gereja. Demikian pula ornamen
pada langit-langit, misalnya usuk peniyung
melambangkan sinar Ilahi yang menaungi
umat; nanasan pada tumpang sari melambangkan perjuangan hidup; berjuang dalam
hidup dengan iman dan Kasih.
Warna
simbolisasi warna pare anom dan gula kelapa, yaitu hijau, kuning, merah dan putih,
yang terdapat pada keraton Yogyakarta, juga
terdapat pada gereja. Warna tersebut serupa
dengan warna liturgi gereja Katolik; makna
simbolik warna-warna tersebut adalah hijau
sebagai masa pengharapan, kuning sebagai
warna keagungan, putih melambangkan kesucian dan merah menunjukkan keberanian
membela kebenaran untuk mempertahankan darah martir sampai mati.
Patung Yesus yang mengenakan Pakaian Jawa
LAPORAN Kunjungan 2015
11
Candi Ganjuran tampak bagian atas
duduk di singgasana. Umumnya patung-patung
dalam
gereja
digambarkan
dalam
keadaan berdiri. Yesus disini diibaratkan sebagai raja sehingga seorang raja tentu akan
duduk disinggasananya untuk menunjukkan dejarat dan kekuasaannya. Pada bagian
bawah patung juga dicantumkan semacam
‘gelar’ dalam bahasa Jawa yang diberikan
pada patung tersebut, tertulis “Sang Maha
Prabu Yesus Kristus Pangeraning para Bangsa”
(engkaulah Yesus Kristus Raja Tuhan segala bangsa) yang menegaskan Yesus sebagai
raya yang berkuasa akan mengayomi rakyat/
umat-Nya. Patung juga melambangkan kebapakan dan keibuan Tuhan.
Candi Ganjuran tampak samping
LAPORAN Kunjungan 2015
12
BAB 3 Penutup
DAFTAR PUSTAKA
Joyce M. Laurens. 2014. Makna Transedental dibalik Arsitektur Tradisional Jawa pada Gereja Katolik
Ganjuran, Yogyakarta.pdf
Romo Gregorius Utomo. 2011. Gereja Hati Kudus
Yesus di Ganjuran. Yogyakarta : Unggul Jaya
Rini Pinasthika. Tinjauan Inkulturasi Budaya Jawa
pada Ornamen Hias dalam Interior Gereja Katolik
Ganjuran. Bandung : Jurnal Fakultas Seni Rupa
dan Desain, ITB
Candi Ganjuran tampak depan
S
ecara keseluruhan aspek-aspek budaya jawa begitu kuat dan mendominasi di Gereja Ganjuran ini. Wa-
laupun begitu aspek budaya Jawa yang
digunakan lebih cenderung dekoratif sehingga tidak mengubah nilai ajaran katolik.
Ornamen dan gaya arsitektur yang berkembang di pulau Jawa sebenarnya sudah bercampur dengan budaya-budaya lain yang
telah ada sebelumnya seperti budaya Islam dan budaya Hindu-Buddha. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa Inkulturasi Budaya yang terjadi di Gereja Ganjuran sangat kental dan menyatu tetapi tidak mengubah nilai ajaran katolik yang diajarkannya.
LAPORAN Kunjungan 2015
13
DOKUMENTASI Kelompok
Dari kiri ke kanan. Yohansen, Afri, Al, Husna, Edy (almamater), Nisa, Azel, Marrisa, Ayu, Regina.
Fotografer. Rosa
DKV REGULER angkatan 2014
LAPORAN Kunjungan 2015
14