Kajian karakteristik parameter cuaca ter

UJIAN AKHIR SEMESTER

METEOROLOGI MONSOON (SB5222)

“KAJIAN KARAKTERISTIK PARAMETER CUACA TERHADAP
PENJALARAN ASIAN COLD SURGE”

BAYU EDO PRATAMA
22411318

PROGRAM STUDI SAINS ATMOSFER
FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2012
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1


LATAR BELAKANG
Wilayah Indonesia secara periodik mengalami kondisi musim hujan dan musim

kemarau yang datang silih berganti. Pada umumnya musim hujan di Indonesia terjadi
pada bulan Oktober hingga bulan Maret. Kondisi ini biasanya bersamaan dengan mulai
menguatnya Monsun Asia, dimana pola sirkulasi udara bertiup dari wilayah daratan Asia
menuju wilayah Indonesia atau sering dikenal sebagai monsoon Barat atau Barat laut.
Sedangkan musim kemarau di Indonesia, umumnya berlangsung mulai bulan April
hingga September. Kondisi ini berkaitan dengan berlangsungnya monsoon Australia
dimana pola sirkulasi angin berhembus dari wilayah Australia menuju wilayah
Indonesia.
Penguatan aktivitas monsun Asia seringkali diikuti mengalirnya massa udara dingin
dari daratan Asia menuju ke arah Selatan yang dikenal dengan istilah cold surge atau
monsoon surge.
Cold surge merupakan salah satu gangguan tropis (Tropical Disturbance) yang
berpotensi menyebabkan munculnya cuaca buruk di daerah yang dilewati aliran tersebut.
Cold surge ini menurut penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Supari,S.Si (1996)
bahwa Cold Surge ini terdeteksi mempengaruhi kondisi cuaca di perairan selat karimata
propinsi kepulauan Bangka Belitung dan juga dilaut Jawa.
Massa udara dingin ini sangat mempengaruhi keadaan cuaca di daerah yang

dilewatinya. Daerah yang dilewati oleh penjalaran cold surge biasanya akan
menyebabkan tingginya intensitas curah hujan di daerah tersebut, dan juga gelombang
laut yang tinggi utnuk wilayah perairan .
Pengaruh Cold Surge terhadap parameter cuaca di daerah yang di lewatinya cukup
signifikan, sehingga sangat menarik untuk bisa mengenali karakteristik parameter cuaca
seperti Tekanan (MSLP), Geopotensial Meter dan Suhu pada saat terjadi penjalaran Cold
Surge.
Dengan mengetahui karakteristik parameter cuaca tersebut, kita bisa menjadikannya
sebagai indikator bahwa penjalaran cold surge telah sampai di wilayah tersebut, dan bisa
dijadikan sebagai peringatan (warning) bagi daerah – daerah yang lain.

2

1.2

RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah karakteristik parameter cuaca (MSLP, tinggi geopotensial dan

suhu) pada saat terjadi penjalaran Asian Cold Surge?


1.3

HIPOTESIS
Ketika penjalaran Cold Surge, parameter-parameter cuaca tersebut (MSLP, tinggi

geopotensial dan suhu) akan memberikan respon yang berbeda terhadap aktivitas cold
surge, yaitu akan terjadi peningkatan tekanan permukaan (MSLP), peningkatan tinggi
geopotensial dan penurunan suhu pada daerah penjalarannya.
Dengan asumsi bahwa pada saat terjadi penjalaran Cold surge tidak terpengaruh
oleh gangguan tropis lainnya seperti Badai Tropis, dll.

1.4

RUANG LINGKUP
1. Kajian pengaruh Cold surge

ini mengkaji 3 parameter cuaca yang diduga

mempunyai hubungan yang kuat terhadap penjalaran Cold Surge yaitu Tekanan
permukaan (MSLP), Tinggi geopotensial di lapisan 850 mb dan Suhu udara di

lapisan 850 mb.
2. Area penjalaran Cold suurge yang menjadi fokus penelitian ini 60⁰LU - 10⁰LS
dan 95⁰BT - 125⁰BT
3. Periode aktivitas cold surge yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah pada
bulan Desember, Januari dan Februari dengan periode winter monsoon
1996/1997 hingga 2011/2012.

1.5

TUJUAN PENELITIAN
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik parameter

cuaca yang terbentuk selama penjalaran Cold Surge.
Dan diharapkan dengan mengetahui karakteristik parameter tersebut, kita bisa
menentukan parameter cuaca yang paling baik, untuk digunakan sebagai indikasi
penjalaran cold surge ke arah selatan (maritime continent).

3

BAB II

STUDI PUSTAKA

2.1

MONSUN DINGIN ASIA
Wilayah Asia tenggara yang oleh ahli meteorologi sering dikenal sebagai

“maritime continent” merupakan tempat berinteraksinya berbagai sirkulasi atmosfer. Di
kawasan ini sel hadley sangat dipengaruhi oleh monsun baik monsun Asia maupun
monsun australia (Swarinoto, 1996). Secara umum sirkulasi atmosfer utama yang
berpengaruh terhadap variasi cuaca dan iklim di Indonesia adalah sirkulasi skala
synoptik yaitu monsun.Monsun yang berpengaruh di Indonesia dibedakan menjadi
Monsun Dingin Asia dan Monsun Panas Australia.
Menurut Swarinoto2006, daerah sekitar laut jawa pada bulan Januari dikenal
sebagai salah satu bulan basah. Bulan basah disini dimaksudkan sebagai bulan musim
banyak hujan. Hal ini terjadi karena pengaruh Monsun dingin Asia yang membawa
banyak massa udara basah sering sekali sangat kuat. Bahkan pada bulan ini, sering
terjadi adanya lintas ekuator (cross equatorial Flow) dari belahan bumi Utara ke belahan
bumi Selatan. Adanya aktivitas aliran lintas ekuator ini sering dapat dikenali pada garis
ekuator di lokasi antara 1000BT – 1100BT pada gambar medan angin paras bawah (Chen,

Byron, Gordon,1994).

Gambar 2.1 Pola rata-rata tiupan angin di wilayah Indonesia (sumber : Widiatmoko,2006)

Ketika terjadi musim dingin (winter) dibelahan bumi utara, pusat tekanan tinggi
akan terfokus di dataran tinggi siberia (mencapai 1050 mb), dengan suhu yang sangat
rendah. Karena landaian tekanan kuat ke arah Timur dan ke arah Selatan, maka timbulah
4

angin ke arah Timur dan ke arah Selatan yang besar. Sementara itu pengaruh gaya
koriolis menimbulkan angin Timur laut diatas laut Cina Selatan dan disebut dengan
istilah ”Angin Monsun Dingin”(Wirjohamidjo,1995)
2.2

ASIAN COLD SURGE
Pada saat monsun dingin Asia berlangsung, seringkali terjadi penjalaran massa

udara dingin dari pusat tekanan tinggi di daratan Asia menuju ke arah Selatan dan ke
arah Timur. Penjalaran massa udara dingin ini kemudian dikenal dengan istilah Cold
surge atau Monsoon Surge yang merupakan salah satu fenomena cuaca skala synoptik

yang memiliki pengaruh signifikan pada saat berlangsung mosun dingin Asia (Ryoo et.
al, 2005). Meskipun masa aktifnya hanya dalam ordo hari namun cold surge memiliki
dampak cuaca yang merusak bagian Timur Asia dan juga berpengaruh terhadap hujan di
wilayah Asia Tenggara (Chen et. al, 2003).
Selama penjalaranya, aliran udara dingin yang kuat dari pusat tekanan tinggi
tersebut berinteraksi dengan pusat-pusat tekanan rendah diikuti dengan terbentuknya
daerah kepusaran (cyclonic vortices) di wilayah dekat khatulistiwa.
Dua wilayah yang merupakan sumber Cold surgeadalah : 1) Wilayah Rusia,
tepatnya daerah Siberia Barat laut Danau Baikal dan 2) Wilayah Uzbekistan daerah
sebelah Utara danau Balkhas. Perkembangan Cold surge itu sendiri berkisar antara 5
hingga 14 hari. Berdasarkan hasil analisis korelasi dan jejakan (trajectory) menunjukkan
bahwa pada periode pertumbuhannya pusat tekanan tinggi akan meluas ke arah tenggara
hingga mencapai wilayah batas terluar dataran tinggi Tibet (Zhang et. al, 1996).
Beberapa pusat tekanan tinggi tersebut kemudian bergerak ke arah Timur dan
melemah di wilayah perairan, sementara itu beberapa pusat tekanan tinggi lainnya akan
bergerak ke arah Selatan. Penjalaran Cold surge tersebut dapat meluas lebih jauh ke arah
Timur maupun Selatan hingga melintasi wilayah Indonesia dan sekitarnya yang dikenal
sebagai wilayah Maritime Continent (Zhang et. al, 1996).
2.3


IDENTIFIKASI ASIAN COLD SURGE
Ada beberapa kriteria yang dipakai para ahli meteorologi untuk mengidentifikasi

penjalaran Cold surge.Perbedaan kriteria umumnya disebabkan tujuan riset dan wilayah
kajian yang berbeda.Namun secara umum mereka sepakat bahwa ada tiga ciri utama
5

ketika cold surge sedang aktif yaitu temperatur yang turun dengan tajam, adanya
penguatan kecepatan tekanan permukaan (Compo, 1997).
Zhang et. al, 1996 dalam risetnya tentang klimatologis cold surge

membagi

wiayah Asia menjadi tiga region untuk mengidentifikasi penjalaran cold surge. Region I
untuk wilayah Siberia Selatan, region II untuk wilayah China Tengah dan region III
untuk wilayah China Selatan. Cold surge dianggap menjalar apabila terjadi pusat tekanan
tinggi dengan tekanan rata-rata lebih dari 1035 mb di region I dan terjadi penurunan suhu
permukaan sekurangnya 90 C di region II atau sekurangnya 60 C di region III selama
periode antara 24 hingga 48 jam.
Dengan kriteria ini Zhang menemukan lebih dari 200 Surge selama periode tahun

1979 – 1995.Dia juga menyimpulkan bahwa rata-rata setiap tahun terjadi 13 kali cold
surge dengan 2 kali di antaranya dikategorikan kuat dengan intensitas tekanan tinggi
mencapai 1060 mb.
Sementara itu Yen dan Chen (2002), yang melakukan riset tentang interaksi antara
wilayah Lintang Tengah dengan wilayah Tropis pada tahun 2002, mengidentifikasiCold
surge dengan melibatkan parameter cuaca yang diukur di Kota Singapore dengan kriteria
sebagai berikut :
a. Terjadi peningkatan tekanan permukaan, penurunan suhu permukaan dan
penguatan angin Utara dibanding hari sebelumnya.
b. Ditemukan ”cumulus convection” di wilayah tropis Asia tenggara dengan
ditandai nilai OLR (outgoing longwave radiation) kurang dari 200 Wm-2.
c. Pada bujur 115 BT tampak nyata pertumbuhan sirkulasi Hadley pada lintang 300
LU – 100 LS yang ditandai dengan adanya massa udara naik di wilayah tropis
yang berpasangan dengan massa udara dingin yang turun di wilayah sub tropis.

Kriteria lain yang bisa digunakan adalah dengan menghitung indeks monsoon yaitu
selisih nilai tekanan antara Titik 115° BT/ 30° LU (biasanya didekati dengan data dari
stasiun Wuhan di daratan China) dengan tekanan di Hongkong (116° BT/22° LU).
Threshold value yang digunakan untuk indeks monsun dari gradient Tekanan adalah ≥10
mb sebagai indikator adanya cold surge (Lau, 1982 dalam Swarinoto, 1996).


6

Selain kriteria-kriteria yang telah disebutkan diatas kita juga bisa memantau
penjalaran Cold surge dengan menganalisa lapisan 850 mb sebagaimana dilakukan Chan
dalam risetnya “A Review of The East Asia Winter Monsoon”, misalnya menganalisa
peta kontur geopotensial meter, peta kontur suhu dan peta kontur angin Utara. Lapisan
850 mb dipilih karena cold surge merupakan fenomena cuaca yang terjadi di bawah
lapisan 700 mb (Ding, 1994 dalam Ryoo et. al. 2005) sekaligus untuk mewakili troposfer
bawah.
Dengan mengutip hasil riset Wu dan Chan 1995, Chan juga menjelaskan bahwa
selama aktifnya cold surge terjadi penjalaran kontur isobar di atas daratan China ke arah
equator, meskipun pusat tekanan tinggi tidak bergerak, namun tampak dengan jelas
terjadi penjalaran kontur isobar ke arah Selatan.
Bahkan penjalaran Asian cold surge ini memasuki wilayah Maritime Continent,
yang kemudian mempengaruhi parameter cuaca di daerah yang dilewatinya, Penjalaran
Asian Cold surge mempengaruhi kondisi cuaca di Bangka Belitung, terbukti dengan
meningkatnya kecepatan angin utara, suhu permukaan yang lebih rendah dan curah hujan
yang meningkat (supari,2006).
2.4


INTERANNUAL VARIATION COLD SURGE
Penelitian pertama kali mengenai interannual variation ini adalah terkait dengan

frekuensi dari kejadian cold surge (Zhang et.al, 1996).

Gambar 2.1 Grafik hubungan Frekuensi Cold Surge (bar) dan Anomali SST di region Nino 3.4 (garis)
Periode winter monsoon 1979/1980 hingga 1999/2000 (sumber :Zhang et.al,1996)

7

Dari gambar diatas, menunjukkan frekuensi kejadian cold surge pada saat winter
December-January-Februari (DJF), di overlay dengan nilai SST di region nino 3.4. pada
periode tersebut tercatat terjadi 364 kasus cold surge dengan rata-rata tiap musimnya
adalah 17 kasus.
Data SST (Nino 3.4) di indikasikan sebagai tahun panas (W) atau dingin (C),
dikatakan panas apabila anomali SST (Nino 3.4) ≥ 0.5 ⁰C dan dingin apabila anomali
SST (Nino 3.4) ≤ 0.5 ⁰C. Setelah dikorelasikan terdapat hubungan yang cukup kuat
anatar cold surge dengan anomali SST di nino 3.4. Setelah itu Chen (2002), mencoba
untuk menghitung kejadian cold surge di sekitar Asia Tenggara – Pasifik tropis bagian
barat. Chen juga menemukan hubungan yang kuat antara Cold surge dan SST di region
Nino 3.4.
Berdasarkan dari penelitian –penelitian diatas disimpulkan bahwa frekuensi
kejadian cold surge berhubungan cukup kuat dengan anomali SST di nino 3.4. Penelitian
tersebut menunjukkan frekuensi kejadian cold surge akan meningkat selama La-Nina dan
akan mencapai minimum pada saat El-Nino dengan lag sekitar 1 – 1.5 tahun.
Namun hingga saat ini belum ditemukan mekanisme yang menghubungkan
fenomena tersebut dengan cukup jelas, chen (2002) didalam Interannual Variation of the
East Asian Cold Surge Activity mencoba untuk membangun hipotesis terhadap hubungan
variasi antar tahunan tersebut.

8

BAB III
DATA DAN METODE

3.1

DATA

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain :
1. Data Gradien Tekanan antara Titik 115° BT/ 30° LU dengan tekanan di
Hongkong (116° BT/22° LU) untuk mendeteksi terjadinya Asian Cold Surge
dalam kurun waktu 17 tahun ( Desember 1996 – Februari 2012).
2. Data Outgoing Longwave Radiation (OLR) dari reanalysis NCEP (National
Centres for Enviromental Prediction) periode Desember 1996 – Februari 2012.
3. Data Tekanan Permukaan Laut (MSLP), Geopotensial meter, Temperatur 850 mb
merupakan data reanalysis ECMWF dengan resolusi data 1.5 x 1.5, periode aktif
Asian Cold Surge dalam periode Desember 1996 – Februari 2012.
3.2

METODE
Adapun Langkah – langkah yang dilakukan antara lain :
1. Mengidentifikasi aktivitas cold surge dengan menghitung gradien tekanan antara
Wuhan dan Hongkong. Cold surge diidentifikasi terjadi bila gradien tekanan
mencapai ≥10 mb sesuai kriteria yang digunakan dalam kegiatan Monsoon
Experiment yang dilakukan oleh Negara Malaysia, RRC, Bangkok, Hawai,
Australia, Singapore dan Indonesia di Kuala Lumpur (Widiatmoko, 2006).

2. Mengklasifikasikan kejadian cold surge berdasarkan intensitasnya, dengan
ketentuan berikut (Aldrian,2004) :
Indeks cold surge lemah

: 10.0 – 12.9 mb

Indeks Cold Surge sedang

: 13.0 – 14.9 mb

Inddeks cold surge kuat

: >15.0 mb

3. Untuk mengkaji apakah penjalaran Cold surge memasuki wilayah Asia Tenggara
, dilakukan analisa terhadap nilai OLR, dengan batasan nilai OLR < 200 W/m2
(Yen dan Chen, 2002) . jika ketiga point (1,2 dan 3) diatas terpenuhi, maka
9

disimpulkan telah terjadi penjalaran Cold Surge dengan intensitas kuat yang
memasuki wilayah Asia Tenggara.

4. Pemetaan spasial dan hovmoller untuk melihat sebaran dari aktivitas cold surge
berdasarkan data reanalisis ECMWF.

5. Melakukan analisa data Mean Sea Level Pressure (MSLP), Geopotensial meter
850mb, Suhu 850 mb dari ECMWF (re-analysis). Untuk mengetahui pola – pola
yang terbentuk berkaitan dengan aktivitas cold surge dan melihat arah penjalaran
dari Cold Surge tersebut.

10

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1

KLIMATOLOGIS C
COLD SURGE
Dalam menentukann kejadian
k
cold surge ini, menggunakan indek cold
col surge yang

didefinisikan oleh Lau, bah
ahwa cold surge diidentifikasi terjadi jika terda
rdapat gradient
tekanan ≥ 10 mb antara Titik
Tit 115° BT/ 30° LU dengan tekanan di Hoongkong 116°
BT/22° LU.
Periode yang diguna
nakan adalah musim winter (Desember – Januar
ari – Februari)
1996/1997 hingga 2011/201
012. Pada periode ini terdeteksi 223 kasus cold
d surge
s
dengan
rata-rata kejadian setiap mus
usimnya 14 kasus.

Gambar 4.1 Grafik Eve
Event Cold Surge pada winter monsoon 1996/1997 – 2011/20
1/2012

11

FREK
FREKUENSI COLD SURGE
25
24

20

21

20

18

15

16

15
13

10
10

14

13

12
9

5

11 10

10
7

0

Gambar 4.2 Frekuensi
nsi Kejadian Cold Surge periode winter 1996/1997 – 2011/201
1/2012

Dengan mengidentifi
tifikasi kejadian cold surge berdasarkan gradien te
tekanan antara
wuhan dan hongkong, tidakk bbegitu terlihat variasi antar tahunan yang terben
entuk pada saat
ENSO aktif.

Seperti telah
lah dijelaskan sebelumnya (Zhang et.al 1996) diatas bahwa

terdapat variasi interannual
al aantara frekuensi kejadian cold surge dengan kej
ejadian ENSO.
Pada saat Elnino frekuensi
si kejadian cold surge akan mengalami penuruna
nan satu tahun
sesudahnya. Setahun setelah
lah elnino 1997 terlihat frekuensi kejadian coldsur
surge adalah 13
kasus, masih tergolong cuku
ukup tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun lainnya,namun
la
saja masih berada dibawahh rata-rata
ra
musimnya.
Tabel 4.1 Distribusi
si K
Kejadian Cold Surge berdasarkan Intensitasnya
Winter
Periode
1996/1997

Cold Surge
Kuat
1

1997/1998

Tanggal

Cold Surge
Kuat
-

Tanggal

5 Des 1996

Winter
Periode
2004/2005

-

-

2005/2006

1

5 Jan 2006

1998/1999

1

3 Des 1998

2006/2007

-

-

1999/2000

1

25 Jan 2000

2007/2008

1

13 Jan 2008

2000/2001

1

24 Feb 2001

2008/2009

2

2001/2002

1

13 Des 2001

2009/2010

1

22 Des 2008
23 Jan 2009
12 Feb 2010

2002/2003

2

2010/2011

2

2003/2004

-

8 Des 2002
25 Des 2002
-

2011/2012

3

-

15 Des 2010
15 Jan 2011
1 Des 2011
8 Des 2011
7 Feb 2012

12

Jika ditinjau dari intensitas cold surge nya (Tabel 4.1), dari 223 kasus cold surge
hanya 18 kasus yang teridentifikasi sebagai cold surge dengan intensitas kuat. Dan
terlihat pada periode El-Nino kuat pada tahun 1997, tidak terdeteksi adanya cold surge
kuat pada tahun tersebut. Secara umum dapat disimpulkan bahwa pada periode cold
surge 1999/1997 hingga 2011/2012 tidak terlihat jelas adanya variasi antar-tahunan
seperti yang telah dijelaskan oleh Zhang.et,al.
4.2

OUTGOING LONG WAVE RADIATION (OLR)
Menurut riset yang dilakukan Yen dan Chen (2002), tentang interaksi antara

wilayah Lintang Tengah dengan wilayah Tropis pada tahun 2002, mengidentifikasi Cold

surge yaitu ditemukan ”cumulus convection” di wilayah tropis Asia tenggara dengan
ditandai nilai OLR (outgoing longwave radiation) kurang dari 200 Wm-2. Dalam
tulisannya Yen dan Chen tidak menjelaskan koordinat wilayah secara langsung, namun
mereka menyebutkan beberapa wilayah secara tidak langsung yaitu wilayah Asia
Tenggara yang berada di antara Equator dan 10⁰LU.
Di penelitian tersebut Yen dan Chen menjelaskan bahwa akan terbentuk “cumulus

convection” pada daerah tersebut, walaupun sebenarnya pada periode Desember –
Januari dan Februari pada daerah tersebut sudah terbentuk awan-awan konvektif, namun
Yen dan Chen membatasi “cumulus convection” tersebut dengan nilai OLR yang kurang
dari 200 W/m2. Kondisi ini terjadi karena penjalaran massa udara dingin dari daratan
Asia tersebut memicu pertumbuhan konvektif yang lebih kuat, massa udara dingin
tersebut mendorong massa udara Asia Tropis yang cenderung lebih hangat dan memicu
konveksi yang semakin kuat.
Berdasarkan riset tersebut, data kasus cold surge dengan intensitas kuat (18 kasus),
diidentifikasi nilai OLR nya untuk mengidentifikasi apakah penjalaran cold surge
tersebut sampai ke wilayah Asia Tenggara Tropis.
Dari 18 kasus cold surge dengan intensitas kuat yang terjadi pada periode tersebut,
hanya 4 kasus cold surge yang teridentifikasi cukup jelas terdapat nilai OLR < 200
W/m2. Yaitu periode winter monsoon 1996/1997 : 5 Desember 1996, periode winter
monson 2002/2003 : 26 Desember 2002, peiode winter monsoon 2010/2011 : 15 Januari
2011 dan periode winter monsoon 2011 dan 2012 : 1 Desember 2011.

13

Gambar 4.3 Cold Surge yang teri
teridentifikasi memiliki OLR < 200 Wm-2 di sekitar Asia Te
Tenggara Tropis

Dari data OLR hanya
nya 4 kasus diatas yang terdeteksi terdapat OLR
R < 200 Wm-2
(cumulus convection –CC),
), pada kasus pertama (5 Desember 1996) terliha
ihat adanya CC
disekitar Singapore dan mel
eluas ke arah barat hingga Utara pulau Sumate
atera, dan pada
kasus kedua terdeteksi CC
C ddi Semenanjung Malaysia, Singapura, Laut Cina
ina Selatan dan
Indonesia, kondisi cukup jelas
jela mencermikan terdapat awan – awan konvekti
ktif yang cukup
tebal dan luas di sekitar dae
aerah tersebut ditandai dengan nilai OLR yangg mencapai
m
140
Wm-2.
Pada kasus III (155 JJanuari 2011) sama seperti kasus II, CC terde
rdeteksi ada di
semenanjung Malaysia, Sing
ingapore, Laut Cina Selatan dan Indonesia. Begi
egitu juga pada
kasus IV, CC terdeteksi pada
ada daerah yang sama dengan kasus II dan III.
Berdasarkan 4 kasu
sus diatas dapat disimpulkan bahwa kasus II, III dan IV
memiliki area CC yang relati
latif sama.

4.3

TEKANAN PERMUK
UKAAN ( Mean Sea Level Pressure – MSLP)
Setelah mengkaji apak
pakah penjalaran cold surge tersebut mempenga
garuhi wilayah

Asia Tenggara, selanjutny
tnya akan ditinjau bagaimanakah karakterist
ristik Tekanan
Permukaan Laut pada saatt penjalaran
p
Cold Surge yang ditinjau dari 3 kasu
sus diatas yaitu
26 Desember 2002, 15 Janua
uari 2011 dan 1 Desember 2011.
Langkah yang dilakuka
ukan adalah melakukan analisa peta kontur tekana
nan permukaan
laut dengan batas wilayah 500 LU – 100 LS dan 950 BT – 1250 BT, Untuk
uk setiap kasus,
peta dari hari ke hari disus
susun sedemikian rupa menyerupai diagram Hov
ovmoller yaitu
14

cross section antara Lintang dengan Waktu yang dibatasi antara H-1 hingga H+2 dari
hari kejadian surge.

Kontur MSLP
Gambar 4.4 Distribusi Tekanan Permukaan pada saat H-1 hingga H+2
Kasus cold surge 26 Desember 2002

Pada kasus I ini terlihat pada gambar 4.4 pusat tekanan tinggi sudag mulai
terbentuk pada H-1 (25 Desember 2002), dengan pusat tekanan mencapai 1050 mb.
Terdapat penjalaran kontur tekanan tinggi ke arah selatan, terlihat pusat tekanan 1050 mb
meluas ke arah selatan. Penjalaran yang cukup jelas terlihat pada kontur 1015 mb, pada
hari H (26 Desember 2002) berada di sekitar 20⁰ LU, dan terus bergerak ke selatan
hingga mencapai 15⁰ LU pada H+2 (28 Desember 2002).
Dari gambar 4.4 diatas dapat disimpulkan bahwa penjalaran kontur tekanan jelas
terlihat pergerakannya kearah selatan, seperti yang telah dijelaskan pada studi pustaka
bahwa cold surge ini mempunyai 2 arah pergerakan yaitu selatan dan timur.

Gambar 4.5 Distribusi Tekanan Permukaan pada saat H-1 hingga H+2
Kasus cold surge 15 Januari 2011

15

Gambar 4.5 menceritakan hal yang sama pada gambar 4.4, bahwa terlihat jelas
penjalaran kontur tekanan tinggi yang awalnya mulai terdeteksi di 40⁰ LU pada H-1
dengan pusat tekanan 1040 mb, dan kemudian mulai menjalar kearah selatan hingga ke
30⁰ LU pada hari H. Penjalaran kontur yang lebih jelas terlihat pada kontur 1015 mb,
terjadi penjalaran yang cukup cepat, dimana pada hari H kontur tersebut terlihat masih
berada di 15⁰ LU, dan pada hari H+2 sudah berada di sekitar Laut Cina Selatan (10⁰ LU).

Gambar 4.6 Distribusi Tekanan Permukaan pada saat H-1 hingga H+2
Kasus cold surge 01Desember 2011

Pada kasus ini lebih jelas terlihat penjalaran kontur tekanan ke arah selatan
dibandingkan pada kasus-kasus sebelumnya. Penjalaran tekanannya cukup nyata, hingga
memasuki Laut Cina Selatan.
Berdasarkan ketiga kasus diatas, kesemuanya menyimpulkan hal yang sama bahwa
penjalaran Cold Surge ini dapat ditandai dengan adanya penjalaran Kontur tekanan tinggi
yang berpusat di sekitar 40 – 50 LU ke arah selatan.
Dari penelitian sebelumnya dikatakan bahwa cold surge ini memiliki 2 arah
pergerakan yaitu Selatan dan Timur, jika melihat hasil analisa dari kontur tekanan ini
kita juga dapat menyimpulkan bahwa penjalaran kontur tekanan ini lebih baik untuk
mengidentifikasi penjalaran cold surge kearah selatan.

4.3

SUHU LAPISAN 850 MB
Setelah mengkaji karakteristik tekanan permukaan pada saat penjalaran cold surge,

berikutnya adalah mengkaji bagaimana karakteristik suhu lapisan 850 mb pada saat
penjalaran cold surge. Lapisan 850 mb diambil untuk mewakili kondisi atmosfer bawah,

16

karena cold surge ini merupakan fenomena yang terjadi pada lapisan atmosfer bawah,
jika menggunakan parameter di permukaan dikhawatirkan akan terpengaruh oleh
topografi setempat.
Langkah yang dilakukan sama seperti Tekanan permukaan yaitu melakukan analisa
peta kontur dengan batas wilayah 500 LU – 100 LS dan 950 BT – 1250 BT, Untuk setiap
kasus, peta dari hari ke hari disusun sedemikian rupa menyerupai diagram Hovmoller
yaitu cross section antara Lintang dengan Waktu yang dibatasi antara H-1 hingga H+2
dari hari kejadian surge.

Gambar 4.7 Distribusi Suhu Lapisan 850 mb pada saat H-1 hingga H+2
Kasus cold surge 25 Desember 2002

Pada kasus ini terdeteksi suhu yang sangat dingin di sekitar Siberia yaitu -20⁰C
pada H-1 (25 Desember 2002), dari kontur suhu tersebut massa udara dingin terus
menjalar ke arah selatan. Penjalaran sudah terlihat pada H+1 dan H+2 yang mencapai
20⁰LU. Penjalaran kontur ke arah selatan ini mengindikasikan bahwa penjalaran cold
surge bisa terdeteksi dengan kontur suhu. Dimana daerah yang dilewati oleh penjalaran
cold surge akan mengalami penurunan suhu.

Gambar 4.7 Distribusi Suhu Lapisan 850 mb pada saat H-1 hingga H+2
Kasus cold surge 15Januari2011

17

Sama seperti kasus I penjalaran kontur suhu dingin juga jelas terlihat pada kasus
ini. Pada H+1 (16 Januari 2011) penjalaran kontur 20⁰ C terlihat memasuki hingga
Equator. Dimana pusat suhu dinginnya berada di sekitar Siberia dan terus menjalar ke
selatan dari hari H hingga H+2.

Gambar 4.8 Distribusi Suhu Lapisan 850 mb pada saat H-1 hingga H+2
Kasus cold surge 01Desember 2011

Pada kasus III, pusat tekanan tinggi terdeteksi di Siberia dengan suhu terendah 10⁰C pada hari H dan mulai meluas kearah selatan pada H+1 hingga H+3. Penjalaran
kontur yang jelas terlihat dapat dideteksi pada kontur 10⁰C, yang berada di 15 LU
pada H+1 kemudian terus menjalar ke arah selatan hingga mencapai 10 LU.
Dari ketiga kasus diatas, keemuanya menunjukkan karakteristik yang sama yaitu
terjadi penjalaran kontur suhu dingin ke arah selatan yang dimulai dari hari H.
Penjalaran kontur suhu dingin, mengindikasikan bahwa cold surge yang membawa
massa udara dingin juga bergerak keselatan sesuai dengan kontur suhu dingin
tersebut.
Dari kasus-kasus diatas terlihat bahwa kontur suhu dingin sangat baik digunakan
untuk indikasi penjalaran cold surge yang bergerak ke arah selatan.

4.3

TINGGI GEOPOTENSIAL 850 MB
Karakteristik tinggi geopotensial dirasa perlu untuk dikaji, yaitu bagaimana pola

ketinggian geopotensial yang terbentuk ketika terjadi penjalaran cold surge. Pada massa
udara yang dingin pasti akan membutuhkan energi yang lebih besar untuk mengangkat

18

massa udara ke ketinggian tertentu.oleh karena itu pada massa udara yang dingin akan
ketinggian geopotensial juga akan lebih tinggi pada daerah yang dingin.
Untuk mengkaji karakteristik ini, dilakukan hal yang sama seperti pada parameter
cuaca yang diatas, yaitu melakukan analisa peta kontur dengan batas wilayah 500 LU –
100 LS dan 950 BT – 1250 BT, Untuk setiap kasus, peta dari hari ke hari disusun
sedemikian rupa menyerupai diagram Hovmoller yaitu cross section antara Lintang
dengan Waktu yang dibatasi antara H-1 hingga H+2 dari hari kejadian surge.

BAB V
Gambar 4.9 ketinggian geopotensial Lapisan 850 mb pada saat H-1 hingga H+2
Kasus cold surge 26 Desember 2002

Pada kasus I (26 Desember 2002), untuk parameter ketinggian geopotensial
terlihat berbeda dengan parameter yang lain, pada gambar diatas terlihat adanya
penjalaran kontur tinggi geopotensial yang berpusat di 50⁰ LU dengan ketinggian 1600
meter, namun penjalarannya lebih jelas terlihat ke arah timur. Kondisi ini berbeda
dengan parameter sebelumnya bahwa terlihat penjalarannya dominan kearah selatan.

Gambar 4.10 ketinggian geopotensial Lapisan 850 mb pada saat H-1 hingga H+2
Kasus cold surge 16 Januari 2011

19

Pada gambar 4.10 terlihat hal yang sama pada kasus I, terjadi penjalaran kontur
geopotensial dari pusatnya di 40⁰ LU dengan ketinggian 1540 meter. Pada hari H,
penjalaran kontur terlihat bergerak ke arah selatan dan juga timur hingga mencapai 10⁰
LU, namun memasuki H+1 tidak terlihat sama sekali adanya penjalaran ke arah selatan,
begitu juga dengan H+2 penjalaran lebih didominasi ke arah timur.

Gambar 4.11 ketinggian geopotensial Lapisan 850 mb pada saat H-1 hingga H+2
Kasus cold surge 01 Desember 2011

Pada kasus III ini juga serupa bahwa penjalaran kontur geoptensial terjadi, namun
pergerakannya didominasi ke arah timur. Dimana pusatnya berada di 45⁰ LU dan terus
meluas kearah timur dengan ketinggian geopotensial 1510 meter.
Dari ketiga kasus diatas dapat disimpulkan bahwa secara teori penjalaran cold
surge dapat ditandai dengan adanya penjalaran kontur tinggi geopotensial, dengan kata
lain daerah yang dilewati aliran cold surge akan mengalami peningkatan tinggi
geopotensial.
Penjalaran tinggi geopotensial ini lebih baik untuk melihat penjalaran cold surge
yang bergerak ke arah timur, hal ini berbeda dengan tekanan permukaan dan suhu, kedua
parameter tersebut sangat baik untuk mendeteksi penjalaran cold surge kearah selatan.
Jadi untuk mendeteksi apakah terjadi penjalaran cold surge pada wilayah maritime

continent, parameter yang dipakai sebagai indikasi sebaiknya dengan kriteria : terjadi
peningkatan tekanan permukaan dan penurunan suhu.

20

BAB V
KESIMPULAN

1)

Tekanan permukaan bisa dijadikan sebagai indikator untuk melihat adanya
penjalaran cold surge, yaitu terdeteksinya penjalaran kontur tekanan tinggi yang
berpusat di Siberia, sehingga menyebabkan daerah yang dilewatinya akan
mengalami peningkatan tekanan permukaan. Tekanan permukaan lebih baik
digunakan untuk mendeteksi penjalaran cold surge yang bergerak ke selatan.

2)

Penjalaran cold surge

dapat ditandai dengan adanya penurunan suhu, yaitu

ditandai dengan adanya penjalaran kontur suhu dingin yang berasal dari Siberia.
Penjalaran kontur suhu lebih terlihat jelas kearah selatan, sehingga parameter suhu
lebih baik digunakan untuk indikasi penjalaran cold surge yang ke arah selatan.

3)

Penjalaran cold surge juga dapat ditandai dengan adanya peningkatan tinggi
geopotensial, karena selama penjalaran cold surge terdeteksi adanya penjalaran
kontur tinggi geopotensial, namun penjalarannya lebih jelas terlihat ke arah timur.
parameter Tinggi geopotensial lebih baik digunakan untuk mendeteksi penjalaran
cold surge kearah timur.

4)

Variasi antar tahunan cold surge berkorelasi sangat baik dengan nilai anomali SST
di region nino 3.4, hubungan ini ditandai dengan menurunya frekuensi kejadian
cold surge setahun setelah terjadinya El-Nino dan meningkatnya frekuensi kejadian
cold surge setahun setelah La-Nina. Variasi ini mempunyai lag sekitar 1.0 – 1.5
tahun.

5)

Dalam periode winter monsoon 1996/1997 hingga 2011/2012 terdeteksi 223 kasus
Cold Surge dengan rata-rata kejadian setiap musimnya adalah 14 kasus. Dari 223
kasus tersebut hanya 18 kasus yang terdeteksi sebagai cold surge dengan intensitas
kuat (>15.0 mb)

21

DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Munirah et.al. Intraseasonal and Interannual Variability of the Winter Monsoon

Cold Surges Over The South China Sea.Malaysia Meteorology Department
Aldrian, E., Utama, G.S.A., 2007. Identifikasi dan Karakteristik Seruakan Dingin (Cold

Surge) Tahun 1995-2003. Jurnal Sains Dirgantara. Vol. 4 No. 2.Hal. 107-127
Chan,Johnny C.L. A review Of The East Asia Winter Monsoon. Review Topic A3:Asian
Winter Monsoon

Chang T.,Huang W.,Yoon J.,2002.Interannual Variation of the East Asian Cold Surge
Activity.American Meteorology Society
Chang,C.P,2004. Maritime Continent Monsoon. Review Topic A3:Asian Winter
Monsoon
Chang, C.P., Harr, P.A., Chen, H.J., 2005. Synoptic Disturbance over the Equatorial

South

China

Sea

and

Western

Maritime

Continent

during Boreal

Winter.Monthly Weather Review.Vol. 133.489-503
Chen,et al.2001. An East Asian Cold Surge :Case Study. American Meteorology Society
Kurniawan, Edison. Perkembangan Pola Cold surge Indeks Di Belahan Bumi Utara Dan

Belahan Bumi Selatan Periode Juli-September 2003, Jurnal Meteorologi dan
Geofisika Vol.4 No.4 Oktober-Desember 2003
Kusbagio,A. 2006.Pengaruh Monsoon Asia Musim Dingin Terhadap Musim Hujan Di

Indonesia. Buletin Meteorologi dan Geofisika,Jakarta
Ramage, C. S.,1971. Monsoon Meteorology.International Geophysics Series.Vol. 15.
Academic Press
Supari,2006. Analisa Skala Makro dan Skala Meso Terhadap Aktifitas Asian Cold Surge.
Sripsi Universitas Indonesia
Swarinoto,Y. 2006 . Aliran Lintas Equator dan Pengaruhnya terhadap aktivitas Cuaca

di Daerah Sekitar Laut Jawa. Buletin Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.

22