Garis Besar Pengelolaan Penerimaan Negar

Garis Besar Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak
Oleh Rahajeng Arum Mukti dari berbagai sumber.
A. Pengelolaan PNBP Secara Umum

1. Tata Cara Pemungutan PNBP
Menteri dapat menunjuk Instansi Pemerintah untuk menagih dan atau memungut
PNBP yang Terutang. (Pasal 6 ayat (1) UU No. 20 Tahun 1997)
Pemungutan PNBP dilakukan berdasarkan tarif yang telah ditetapkan oleh
Menteri/Pimpinan yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan Menteri
Keuangan.
Sistem pemungutan PNBP mempunyai ciri dan corak tersendiri dan dapat dibagi
dalam 2 (dua) kelompok sehubungan dengan penentuan jumlah PNBP yang
terhutang, yaitu ditetapkan oleh instansi pemerintah (official assesment) atau dihitung
sendiri oleh wajib bayar (self assesment). Untuk jenis PNBP yang menjadi terhutang
sebelum wajib bayar menerima manfaat atas kegiatan pemerintah, seperti pemberian
hak paten, pelayanan pendidikan, maka penentuan jumlah PNBP yang terhutang
dalam hal ini ditetapkan oleh instansi pemerintah. Namun, dalam hal wajib bayar
menjadi terhutang setelah menerima manfaat, seperti pemanfaatan sumber daya alam,
maka penentuan jumlah PNBP yang terhutang dapat dipercayakan kepada wajib

bayar yang bersangkutan untuk menghitung sendiri dalam rangka membayar dan

melaporkan sendiri (self assessment).
Pemungutan PNBP pada Satuan Kerja kementerian lembaga/negara dapat
dilakukan oleh Bendahara Penerimaan yang diangkat oleh Kepala Satuan Kerja
selaku Kuasa Pengguna Anggaran. Bendahara Penerimaan mempunyai fungsi
menagih/memungut, menerima, menyimpan, menyetorkan, membukukan dan
melaporkan/ mempertanggungjawabkan PNBP. Wewenang bendahara penerimaan
adalah menagih/memungut PNBP yang harus dibayar oleh wajib bayar, yang tarif
jumlahnya telah ditentukan berdasarkan peraturan yang berlaku.
Penunjukan Bendahara Penerimaan dan PNBP dapat disetorkan ke Rekening
Bendahara Penerimaan dalam hal didaerah tersebut tidak terdapat Bank/Pos Persepsi.
Dalam hal pemungutan PNBP berada di beberapa tempat yang tidak satu kota dengan
Bendahara Penerimaan PA/KPA dapat menunjuk Bendahara Penerimaan Pembantu.
Instansi Pemerintah yang ditunjuk, wajib menyetor langsung Penerimaan Negara
Bukan Pajak yang diterima ke Kas Negara.
Tidak dipenuhinya kewajiban Instansi Pemerintah untuk menagih dan atau memungut
dan menyetor, dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Instansi Pemerintah yang ditunjuk, wajib menyampaikan rencana dan laporan
realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak secara tertulis dan berkala kepada Menteri.
2. Penggunaan PNBP

Dengan tetap memenuhi ketentuan Pasal 4 dan Pasal 5, sebagian dana PNBP dapat
digunakan untuk kegiatan tertentu yang berkaitan dengan jenis PNBP tersebut oleh
instansi yang bersangkutan. Pasal 8 UU No 20 Tahun1997 dan Pasal 4 ayat (1) PP
No. 73 Tahun 1999)
Instansi dapat menggunakan sebagian dana Penerimaan Negara Bukan Pajak setelah
memperoleh persetujuan dari Menteri. (Pasal 5 PP Nomor 73 Tahun 1999)
Sebagian dana PNBP dapat digunakan untuk membiayai kegiatan tertentu meliputi:
1. Penelitian dan pengembangan teknologi,
2. Pelayanan kesehatan,
3. Pendidikan dan pelatihan,
4. Penegakan hukum,
5. Pelayanan yang melibatkan kekayaan intelektual tertentu,
6. Pelestarian Sumber Daya Alam.

1) Permohonan penggunaan PNBP diajukan oleh Pimpinan Instansi Pemerintah yang
bersangkutan kepada Menteri Keuangan.
2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada angka (1) paling sedikit dilengkapi
dengan:
a. Tujuan penggunaan dana PNBP;
b. Rincian kegiatan pokok Instansi dan kegiatan yang akan dibiayai PNBP;

c. Jenis PNBP beserta tariff yang berlaku;
d. Laporan realisasi 3 (tiga) tahun sebelumnya, perkiraan tahun anggaran
berjalan, serta perkiraan 3 (tiga) tahun mendatang. (Pasal 6 PP No. 73 Tahun
1999)
Dalam rangka penyusunan RAPBN, Menteri / Pimpinan Lembaga selaku pengguna
anggaran / pengguna barang menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/ Lembaga (RKA-KL). (Pasal 14 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara)
Berdasarkan hasil pembahasan target (rencana) PNBP, Direktorat PNBP menetapkan
pagu penggunaan PNBP dengan formula sebagai berikut:
target (rencana) PNBP X % persetujuan penggunaan PNBP dari Menkeu = pagu
penggunaan PNBP
Pengalokasian pagu penggunaan PNBP lebih lanjut ke dalam program, sub program,
kegiatan sub kegiatan, dan akun belanja dilakukan oleh Direktorat Anggaran I, II, III
dengan berpedoman pada juknis penyusunan RKA-KL serta KMK Persetujuan
Penggunaan Sebagian Dana PNBP.
3. Penyetoran PNBP
Seluruh PNBP wajib disetor langsung secepatnya ke Kas Negara.
Penyetoran langsung ke Kas Negara dilakukan melalui Bank/Pos Persepsi yang
ditunjuk oleh Bendahara Umum Negara.

Dalam hal disuatu tempat tertentu tidak tersedia layanan Bank/Pos Persepsi,
penyetoran ke Kas Negara dapat dilakukan melalui Bendahara Penerimaan.
Bendahara Penerimaan berkewajiban melakukan penyetoran secepatnya ke Rekening
Kas Negara.
Penyetoran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), dilaksanakan oleh
Bendahara Penerimaan setiap akhir hari kerja saat PNBP diterima.
Penyetoran PNBP oleh Bendahara Penerimaan pada hari kerja berikutnya setelah
PNBP diterima dapat dilakukan dalam hal:
a. PNBP diterima pada hari libur/yang diliburkan;

b. Layanan Bank/Pos Persepsi yang sekota dengan tempat/kedudukan Bendahara
Penerimaan tidak tersedia; atau
c. Dalam hal tidak tersedia layanan Bank/Pos Persepsi yang sekota dengan tempat
kedudukan Bendahara Penerimaan sebagaimana dimaksud pada huruf b,
sepanjang memenuhi kondisi sebagai berikut:
1. Kondisi geografis satuan kerja yang tidak memungkinkan melakukan
penyetoran setiap hari;
2. Jarak tempuh antara lokasi Bank/Pos Persepsi dengan tempat/kedudukan
Bendahara Penerimaan melampaui waktu 2 jam; dan/atau
3. Biaya yang dibutuhkan untuk melakukan penyetoran PNBP lebih besar

daripada penerimaan yang diperoleh;
Penyetoran PNBP oleh Bendahara Penerimaan dapat dilakukan secara berkala.
Dalam hal pemungutan PNBP suatu satuan kerja berada di beberapa tempat yang
tidak satu kota dengan Bendahara Penerimaan, dapat ditunjuk Bendahara
Penerimaan Pembantu oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran.
Penyetoran PNBP oleh Bendahara Penerimaan Pembantu ke rekening Kas Negara
dilaksanakan pada hari kerja saat PNBP diterima.
PNBP yang diterima oleh Bendahara Penerimaan Pembantu setelah pukul 12.00
waktu setempat disetorkan ke rekening Kas Negara pada hari kerja berikutnya.
Dalam hal penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dilakukan,
Bendahara Penerimaan Pembantu dapat menyetorkan PNBP yang diterimanya
secara berkala sesuai ketentuan.
Bendahara Penerimaan Pembantu melakukan pembukuan atas setoran
penerimaan yang dikelolanya dan melaporkan secara periodik kepada Bendahara
Penerimaan satuan kerja induknya.
Kepala satuan kerja dapat mengajukan permohonan untuk melakukan penyetoran
secara berkala atas PNBP yang diterima oleh Bendahara Penerimaan/Bendahara
Penerimaan Pembantu kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan disertai dengan penjelasan perlunya penyetoran PNBP dilakukan
secara berkala.

Permohonan tersebut, paling sedikit dilengkapi dengan:
a. Alamat satuan kerja dan alamat bank persepsi/pos persepsi tempat penyetoran
PNBP satker yang bersangkutan;
b. Penjelasan mengenai jarak tempuh, kondisi geografis, dan biaya yang
dibutuhkan untuk melakukan penyetoran;
c. Data jumlah realisasi PNBP, tanggal penerimaan, dan tanggal penyetoran
dalam tahun berjalan dan satu tahun sebelumnya; dan

d. Usulan periode penyetoran PNBP secara berkala yang akan dilakukan oleh
satuan kerja.
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan penelitian dan
penilaian atas permohonan satuan kerja.
Atas hasil penelitian dan penilaian tersebut, Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Perbendaharaan dapat menerbitkan surat penolakan atau persetujuan
kepada Kepala satuan kerja untuk melakukan penyetoran PNBP secara berkala.
Surat penolakan atau persetujuan tersebut, sewaktu-waktu dapat ditinjau kembali
oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Persetujuan penyetoran PNBP secara berkala dapat diberikan dengan ketentuan
penyetoran dilakukan paling sedikit satu kali dalam satu minggu.
Surat persetujuan atau penolakan penyetoran PNBP secara berkala ditembuskan

kepada Menteri Keuangan, Direktur Jenderal Perbendaharaan, Direktur Jenderal
Anggaran, dan Pimpinan Instansi Pemerintah satuan kerja yang bersangkutan.
Dalam rangka memfasilitasi pengelolaan PNBP, yang meliputi: sistem
perencanaan PNBP, sistem billing, dan sistem pelaporan PNBP, saat ini sudah ada
sebuah system informasi yang dikelola oleh Ditjen Anggaran Kemenkeu yang
dinamakan Sistem Informasi PNBP Online, atau SIMPONI.
Sistem billing adalah sistem yang memfasilitasi penerbitan kode billing dalam
rangka pembayaran atau penyetoran penerimaan negara.

4. Pelaporan PNBP
Instansi pemerintah yang ditunjuk untuk menagih dan atau memungut PNBP yang
terutang wajib menyampaikan laporan dan rencana realisasi PNBP secara tertulis dan

berkala kepada Menteri Keuangan. (Pasal 7 UU No. 20 Tahun 1997) Laporan
realisasi PNBP triwulanan disampaikan secara tertulis oleh pejabat instansi
pemerintah kepada Menteri paling lambat 1 (satu) bulan setelah triwulan yang
bersangkutan berakhir. (Pasal 5 ayat (1) PP No. 1 Tahun 2004)
B. Dasar Hukum Pengelolaan PNBP
1. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

3. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan pengelolaan dan

tanggung jawab keuangan Negara.
4. Undang-undang Nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan
Penyetoran PNBP.
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tata Cara
Penggunaan PNBP yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu.
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Tata Cara
Penyampaian Rencana dan Laporan Realisasi PNBP.
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2005 tentang
Pemeriksaan PNBP.
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2009 tentang tata cara
penentuan jumlah dan penyetoran PNBP yang terutang.
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Pengajuan dan penyelesaian keberatan atas penetapan PNBP yang terutang.
11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 231/PMK.02/2009 tentang pedoman umum
pemeriksaan penerimaan Negara bukan pajak.
12. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 3/PMK.02/2013 Tentang
Tata Cara Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak Oleh Bendahara Penerimaan.

13. Peraturan Menteri Keuangan No 32/PMK.05/2014 Tentang Sistem Penerimaan
Negara Secara Elektronik.
C. Pengelolaan PNBP untuk Badan Layanan Umum
1. Landasasn hukum untuk pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum adalah
a. 74 Tahun 2012: Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2005 Tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
b. 23 Tahun 2005: Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
2. Pengertian Badan Layan Umum
Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang

atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam pengelolaan keuangan negara melalui
sistem APBN ada satu azas yang menyatakan bahwa semua pendapatan negara harus
disetor ke kas negara dan semua pengeluaran harus melalui kas negara (azas
universalitas). Dengan ditetapkannya satker pemerintah untuk melaksanakan
Pengelolaan Keuangan BLU (PK BLU), maka azas universalitas ini boleh dilanggar,
artinya pendapatan BLU tidak perlu langsung disetor ke rekening kas negara,
melainkan boleh digunakan langsung oleh satker BLU. Namun setiap akhir triwulan

satker BLU mengajukan SPM Pengesahan ke KPPN.
Satker pemerintah yang ditetapkan untuk dapat menerapkan status
Pengelolaan Keuangan BLU (PK BLU) penuh diberikan 11 macam fleksibilitas
sesuai dengan yang tercantum dalam PP No. 23/2005, yaitu pengelolaan pendapatan,
belanja, kas, piutang dan utang, kemudian investasi, pengadaan dan pengelolaan
barang, pengembangan sistem dan prosedur pengelola keuangan dan akuntansi,
remunerasi, status kepegawaian: PNS dan non PNS, serta nomenklatur kelembagaan
dan pimpinan. Diantara karakteristik tersebut, karakteristik yang menjadi incaran oleh
calon satker PK BLU, yaitu ketentuan yang menyatakan diperbolehkan bagi satker
PK BLU untuk melanggar azas universalitas.

3. Pedoman Pengelolaan PNBP pada BLU
a. Penggunaan PNBP pada BLU secara Penuh
Satuan kerja berstatus BLU Penuh diberikan fleksibilitas pengelolaan
keuangan, antara lain dapat langsung menggunakan seluruh PNBP dari
pendapatan operasional dan nonoperasional, di luar dana yang yang bersumber
dari APBN, sesuai RBA tanpa terlebih dahulu disetorkan ke Rekening Kas
Negara. Apabila PNBP melebihi target yang ditetapkan dalam RBA tetapi masih
dalam ambang batas fleksibilitas, kelebihan tersebut dapat digunakan langsung
mendahului pengesahan revisi DIPA. Terhadap kelebihan PNBP yang melampaui

ambang batas fleksibilitas, dapat digunakan dalam tahun berjalan setelah
mendapat persetujuan Menteri Keuangan c.q. Dirjen Perbendaharaan atau menjadi
saldo awal tahun berikutnya.
b. Penggunaan PNBP pada BLU secara Bertahap
Satker berstatus BLU Bertahap dapat menggunakan PNBP sebesar persentase
yang telah ditetapkan. Sedangkan PNBP yang dapat digunakan langsung adalah
sebesar persentase yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan tentang
penetapan satker yang menerapkan PK-BLU yang bersangkutan.
Satker berstatus BLU Bertahap menyetor penerimaan PNBP yang tidak digunakan
langsung ke Rekening Kas Negara secepatnya. PNBP yang telah disetor dapat

dipergunakan kembali sebesar selisih antara PNBP yang dapat digunakan dengan
PNBP yang telah digunakan langsung.
4. Pertanggungjawaban Pengunaan PNBP oleh BLU
Satker BLU mempertanggungjawabkan pengggunaan PNBP secara langsung
dengan menyampaikan SPM Pengesahan kepada KPPN setiap triwulan selambatlambatnya tanggal 10 setelah akhir triwulan yang bersangkutan dengan
dilampiri Surat Pernyataan Tanggung Jawab (SPTJ) yang ditandatangani oleh
pimpinan
BLU.
Berdasarkan
SPM
pengesahan
tersebut, KPPN menerbitkan SP2D sebagai pengesahan penggunaan dana PNBP.
Pertanggungjawaban penggunaan dana PNBP selain yang digunakan langsung oleh
satker yang berstatus BLU Bertahap menggunakan mekanisme pertanggungjawaban
PNBP sebagaimana diatur dalam ketentuan perundangan yang berlaku
(mengakomodasi perubahan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor PER66/PB/2005).
5. Latar Belakang Adanya Perbedaan Karakteristik Pengelolaan PNBP Dari BLU
Latar belakang dari adanya perbedaan karakteristik pengelolaan PNBP dari BLU
ini adalah sebagai bentuk pelaksanaan PP No. 23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan
BLU dan UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara pasal 68 dan pasal 69 yang
menyatakan bahwa instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi
pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pengelolaan keuangan yang
fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas.
6. Tujuan Perbedaan Karakteristik pengelolaan PNBP dari BLU
Keberadaan satker BLU dengan fleksibilitasnya, diharapkan, selain dapat
meningkatkan kualitas layanan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat,
sekaligus dapat membenahi pengelolaan PNBP dengan lebih baik, sehingga tidak ada
lagi pengeluaran yang off budget. Selain itu, satker BLU dapat lebih cepat
memberikan layanan terhadap masyarakat dengan penggunaan PNBP secara
langsung. Dapat dilakukan peningkatan pelayanan instansi pemerintah kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa; dapat dilakukan pengamanan atas aset negara yang dikelola oleh
instansi terkait.
7. Perkembangan Pengelolaan PNBP dari BLU
Sesuai dengan PP 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU pasal 16
ayat (1), BLU menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pengelolaan kas. Kegiatan itu
antara lain: merencanakan penerimaan dan pengeluaran kas, melakukan pemungutan
pendapatan atau tagihan, menyimpan kas dan mengelola rekening bank, melakukan

pembayaran, mendapatkan sumber dana untuk menutup defisit jangka pendek, dan
memanfaatkan surplus kas jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan.
dalam pasal 14 juga disebutkan bahwa penerimaan anggaran yang bersumber dari
APBN/APBD diberlakukan sebagai pendapatan BLU dan pendapatan lainnya yang
bersumber dari selain APBN/APBD (pendapatan operasional, hibah, maupun hasil
kerjasama dengan pihak lain) dilaporkan sebagai PNBP kementerian/lembaga atau
PNBP daerah. Pendapatan-pendapatan ini (kecuali hibah terikat) dapat “dikelola
langsung” untuk membiayai belanja BLU sesuai RBA. Aturan ini menjadi tidak
sesuai dengan pasal 12 ayat (2) dan pasal 13 ayat (2) UU No. 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara yang menyatakan bahwa semua penerimaan dan pengeluaran
Negara/ Daerah dilakukan melalui Rekening Kas Umum Negara/Daerah.
Walaupun hal ini bisa diperdebatkan karena dalam menyelenggarakan
kegiatannya BLU juga membuat perencanaan kerja dan penganggaran yang tertuang
dalam Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) BLU, namun pada kenyataannya antara
perencanaan anggaran dengan realisasinya sangat besar kemungkinan timbul selisih
atau varians. Varians timbul karena BLU dapat menghimpun dana selain dari
APBN/APBD dan dapat “dikelola langsung” untuk membiayai belanja BLU.
Memang benar belanja BLU yang dimaksud harus sesuai dengan RBA BLU, namuun
kondisi semacam ini dikhawatirkan akan menimbulkan permasalahan terutama
apabila varian ini digunakan baik oleh BLU maupun kementerian
Negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah guna menghimpun dana nonbudgeter
(dana taktis) yang secara tegas oleh Suryohadi Djulianto, penasihat KPK,
dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.

Dokumen yang terkait

Pengelolaan Publikasi MelaluiMedia Sosial Sebagai sarana Pengenalan Kegiatan Nandur Dulur( Studi deskriptif pada tim publikasi Nandur Dulur)

0 66 19

Konstruksi Media tentang Kontroversi Penerimaan Siswa Baru di Kota Malang (Analisis Framing pada Surat Kabar Radar Malang Periode 30 Juni – 3 Juli 2012)

0 72 56

EVALUASI PENGELOLAAN LIMBAH PADAT MELALUI ANALISIS SWOT (Studi Pengelolaan Limbah Padat Di Kabupaten Jember) An Evaluation on Management of Solid Waste, Based on the Results of SWOT analysis ( A Study on the Management of Solid Waste at Jember Regency)

4 28 1

Analisis Pengaruh Faktor Yang Melekat Pada Tax Payer (Wajib Pajak) Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan

10 58 124

Perancangan Sistem Informasi Pengelolaan Yayasan (Sinpeya) Pada Balai Perguruan Putri (BPP) Pusat Bandung

7 79 187

Pengaruh Pengelolaan Keuangan Daerah Dan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah (Study Kasus Pada Dinas Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Di Pemerintah Kota Bandung)

3 29 3

Analisis Komparatif Penerimaan Kas Dari Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor Pada PT. Bank Jabar Banten Kantor Kas Samsat Bandung Timur

0 22 1

Analisis Sistem Informasi Pengelolaan STNK Di Unit Pelayanan Pendapatan Daerah (UPPD) Wilayah XX/Samsat Bandung Barat

15 155 60

Sistem Informasi Direktorat jenderal Pajak (SIDJP) Wajib Pajak Terdaftar Dalam Meningkatkan Penerimaan Pajak Terdaftar Dalam Meningkatkan Penerimaan Pajak Penghasilan Atas Kegiataan Esktensifikasi Pada KPP Majalaya

1 14 1

Asas Tanggung Jawab Negara Sebagai Dasar Pelaksanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

0 19 17