225752627 Telaah Kurikulum Matematika Sma

TELAAH KURIKULUM MATEMATIKA SMA
DAFTAR ISI
BAB I KONSEP KURIKULUM
BAB II PENGEMBANGAN KURIKULUM
BAB III KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
BAB IV MATEMATIKA SEKOLAH
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
KONSEP KURIKULUM
A. Konsep Kurikulum
Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan serta
bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Menurut pandangan lama,
sejak zaman Yunanni Kuno, kurikulum merupakan kumpulan mata pelajaran-mata pelajaran
yang harus disampaikan guru atau dipelajari siswa. Lebih khusus kurikulum sering diartikan
sebagai isi pelajaran. Pendapat-pendapat yang muncul berikutnya telah beralih dari penekanan
terhadap isi menjadi lebih menekankan pada pengalaman belajar (Sukmadinata, 2005: 4).
Pandangan lain tentang kurikulum adalah yang menyatakan bahwa kurikulum merupakan
program pendidikan yang disediakan oleh lembaga pendidikan (sekolah) bagi siswa.
Berdasarkan program pendidikan tersebut siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga
mendorong perkembangan dan pertumbuhannya sesuai dengan tujuan pendidikan yang

ditetapkan. Kurikulum bukan hanya berupa sejumlah mata pelajaran, namun meliputi segala
sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti: bangunan sekolah, alat
pelajaran, perlengkapan sekolah, perpustakaan, karyawan tata usaha, gambar-gambar, halaman
sekolah, dan lain-lain.
Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses activities, and experiences which
pupils have under the direction of school, whether in the classroom or not.
Kendatipun pandangan tersebut diterima, namun pada umumnya guru-guru tetap berpandangan
bahwa kegiatan-kegiatan dalam kelas saja yang termasuk kurikulum, sedangkan kegiatan di luar
kelas merupakan nilai edukatif yang diberikan oleh kurikulum itu.
Menurut Mac Donald (Sukmadinata, 2005:5), sistem persekolahan terbentuk atas empat
subsistem, yaitu mengajar, belajar, pembelajaran, dan kurikulum. Mengajar (teaching)
merupakan kegiatan atau perlakuan profesional yang diberikan oleh guru. Belajar (learning)
merupakan kegiatan atau upaya yang dilakukan siswa sebagai respon terhadap kegiatan mengajar
yang diberikan oleh guru. Keseluruhan pertautan kegiatan yang memungkinkan dan berkenaan
dengan terjadinya interaksi belajar-mengajar disebut pembelajaran (instruction). Kurikulum
(curriculum) merupakan suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses
kegiatan belajar-mengajar.

Kurikulum sering dibedakan antara kurikulum sebagai rencana (curriculum plan) dengan
kurikulum yang fungsional (functioning curriculum). Kurikulum bukan hanya merupakan

rencana tertulis bagi pengajaran, melainkan sesuatu yang fungsional yang beroperasi dalam
kelas, yang memberi pedoman dan mengatur lingkungan dan kegiatan yang berlangsung di
dalam kelas. Rencana tertulis merupakan dokumen kurikulum (curriculum document or inert
curriculum), sedangkan kurikulum yang dioperasikan di kelas merupakan kurikulum fungsional
(functioning, live or operative curriculum) (Sukmadinata, 2005: 5).
Tabel 1.1 Perbedaan konsep kurikulum menurut beberapa ahli.
Nama Ahli
Robert S. Zais

Tahun
1976

Kurikulum
“... a racecourse of subject matters to be

Caswel & Campbell

1935

mastered”

“... to be composed of all experiences
children have under the guidance of

Ronald C. Doll

1974

teacher”
“The commonly accepted definition of the
curriculum has changed from content of
courses of study and list of subjects and
courses to all experiences which are
offered to learners under the auspices or

Mauritz Johnson

1967

direction of the school.”
“... a structured series of intended


Beauchamp

1968

learning outcomes”
“A curriculum is a written document
which may contain many ingredients, but
basically it is a plan for education of
pupils during their enrollment in given
school”.

Menurut Hilda Taba (1962), perbedaan antara kurikulum dan pengajaran bukan terletak
pada implementasinya, tetapi pada keluasan cakupannya. Kurikulum berkenaan dengan cakupan
tujuan isi dan metode yang lebih luas atau lebih umum, sedangkan yang lebih sempit, lebih
khusus menjadi tugas pengajaran. Menurut Taba keduanya (kurikulum dan pengajaran)

membentuk satu kontinum, kurikulum terletak pada ujung tujuan umum atau tujuan jangka
panjang, sedangkan pengajaran pada ujung lainnya yaitu yang lebih khusus atau tujuan dekat.
Batas keduanya sangat relatif, bergantung pada tafsiran guru.

Dari pendapat-pendapat para ahli tentang pengertian kurikulum, selanjutnya dikenal tiga
konsep kurikulum, yakni: kurikulum sebagai substansi, kurikulum sebagai sistem, dan kurikulum
sebagai bidang studi (Sukmadinata, 2005: 27).
1.

Konsep pertama, kurikulum sebagai substansi. Suatu kurikulum dipandang sebagai suatu
rencana kegiatan belajar bagi siswa di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin
dicapai. Suatu kurikulum juga dapat berarti suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan,

bahan ajar, kegiatan belajar-mengaja, jadwal, dan evaluasi.
2. Konsep kedua, kurikulum sebagai sistem, yaitu sistem kurikulum. Sistem kurikulum merupakan
bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur
personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu kurikulum, melaksanakan,
mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya
suatu kurikulum, dan fungsi dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum
agar tetap dinamis.
3. Konsep ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi, yaitu bidang studi kurikulum. Ini
merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan
kurikulum sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem
kurikulum.


BAB II
PENGEMBANGAN KURIKULUM
A. Konsep Dasar Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum (curriculum development) adalah the planning of learning
opportunities intended to bring about certain desered in pupils, and assesment of the extent to
wich these changes have taken plece (Audrey Nicholls & Howard Nichools dalam Hamalik,
2007: 96).
Rumusan ini menunjukkan bahwa pengembangan kurikulum adalah perencanaan
kesempatan-kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membawa siswa ke arah
perubahan-perubahan tertentu yang diharapkan. Sedangkan yang dimaksud dengan
kesempatan belajar (learning opportunity) adalah hubungan yang telah direncanakan dan
terkontrol antara para siswa, guru, bahan, peralatan, dan lingkungan tempat siswa belajar yang
diinginkan diharapkan terjadi.
Dalam pengertian di atas, sesungguhnya pengembangan kurikulum adalah proses
siklus, yang tidak pernah berakhir. Proses tersebut terdiri dari empat unsur yakni (Hamalik,
2007: 96-97):
a. Tujuan: mempelajari dan menggambarkan semua sumber pengetahuan dan pertimbagngan
tentang tujuan-tujuan pengajaran, baik yang berkenaan dengan mata pelajaran (subject course)
maupun kurikulum secara menyeluruh.

b. Metode dan material: menggembangkan dan mencoba menggunakan metode-metode dan
material sekolah untuk mencapai tujuan-tujuan tadi yang serasi menurut pertimbangan guru.
c. Penilaian (assesment): menilai keberhasilan pekerjaan yang telah dikembangkan itu dalam
hubungannya dengan tujuan, dan bila mengembangkan tujuan-tujuan baru.
d. Balikan (feedback): umpan balik dari semua pengalaman yang telah diperoleh yang pada
gilirannya menjadi titik tolak bagi studi selanjutnya.
Pengembangan kurikulum merupakan inti dalam penyelenggaraan pendidikan, dan oleh
karenanya

pengembangan

dan

pelaksanaannya

harus

berdasarkan

pada


asas-asas

pembangunan secara makro. Sistem pengembangan kurikulum harus berdasarkan asas-asas
sebagai berikut (Hamalik, 2007: 15):

1)

Kurikulum dan teknologi pendidikan berdasarkan pada asas keimanan dan ketakwaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2) Kurikulum dan teknologi pendidikan berdasarkan dan diarahkan pada asas demokrasi
pancasila.
3) Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan berdasarkan dan diarahkan pada asas
keadilan dan pemerataan pendidikan.
4) Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asas
keseimbangan, keserasian, dan keterpaduan.
5) Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asas
hukum yang berlaku.
6) Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asas

kemandirian dan pembentukan manusia mandiri.
7) Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asas
nilai-nilai kejuangan bangsa.
8) Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asas
pemanfaatan, pengembangan, penciptaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.
B. Prinsip Dasar Pengembangan Kurikulum
Kebijakan umum dalam pembangunan kurikulum harus sejalan dengan visi, misi, dan strategi
pembangunan pendidikan nasional yang dituangkan dalam kebijakan peningkatan angka
partisipasi, mutu, relevansi, dan efisieinsi pendidikan. Kebijakan umum dalam pembangunan
kurikulum nasional mencakup prinsip-prinsip (Hamalik, 2007: 3-4):
1. Keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestika.
2. Kesamaan memperoleh kesempatan.
3. Memperkuat identitas nasional.
4. Menghadapi abad pengetahuan.
5. Menyongsong tantangan teknologi informasi dan komunikasi.
6. Mengembangkan keterampilan hidup.
7. Mengintegrasikan unsur-unsur penting ke dalam kurikulum.
8. Pendidikan alterantif.
9. Berpusat pada anak sebagai pembangun pengetahuan.
10. Pendidikan multikultur.

11. Penilaian berkelanjutan.
12. Pendidikan sepanjang hayat.
Nana Syaodih Sukmadinata (2005: 150-155) mengemukakan bahwa secara garis besar
terdapat dua prinsip pengembangan kurikulum, yaitu prinsip umum dan prinsip khusus.

1. Prinsip Umum
a. Prinsip relevansi
Kurikulum harus memiliki relevansi keluar dan di dalam kurikulum itu sendiri. Relevansi ke luar
maksudnya tujuan, isi, dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum hendaknya relevan
dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat. Kurikulum menyiapkan siswa untuk
bisa hidup dan bekerja dalam masyarakat. Kurikulum juga harus memiliki relevansi di dalam
yaitu ada kesesuaian atau konsistensi antara komponen-komponen kurikulum, yaitu antara
tujuan, isi, proses penyampaian, dan penilaian. Relevansi internal ini menunjukkan suatu
keterpaduan kurikulum.
b. Prinsip fleksibilitas
Kurikulum hendaknya memiliki sifat lentur atau fleksibel. Kurikulum mempersiapkan anak
untuk hidup dalam kehidupan pada masa kini dan masa yang akan datang, di berbagai tempat
dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda-beda. Suatu kurikulum yang baik adalah
kurikulum yang berisi hal-hal yang solid, tetapi dalam pelaksanaannya memungkinkan terjadinya
penyesuaian-penyesuan berdasarkan kondisi daerah, waktu, maupun kemampuan, dan latar

belakang anak.
c. Prinsip kontinuitas
Perkembangan dan proses belajar anak berlangsung secara berkesinambungan, tidak terputusputus. Oleh karena itu, pengalaman-pengalaman yang disediakan kurikulum juga hendaknya
berkesinambungan antara satu tingkat kelas dengan kelas lainnya, antara satu jenjang pendidikan
dengan jenjang pendidikan lainnya, juga antara jenjang pendidikan dengan pekerjaan.
d. Prinsip kepraktisan/efisiensi
Kurikulum mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana dan memerlukan biaya
murah. Kurikulum yang terlalu menuntut keahlian-keahlian dan peralatan yang sangat khusus
serta biaya yang mahal merupakan kurikulum yang tidak praktis dan sukar dilaksanakan.
e. Prinsip efektivitas
Walaupun prinsip kurikulum itu mudah, sederhana, dan murah, keberhasilannya harus
diperhatikan secara kuantitas dan kualitas karena pengembangan kurikulum tidak dapat
dilepaskan dan merupakan penjabaran dari perencanaan pendidikan.
2. Prinsip Khusus
a. Berkenaan dengan tujuan pendidikan

Perumusan komponen-komponen kurikulum hendaknya mengacu pada tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan mencakup tujuan yang bersifat umum atau berjangka panjang, jangka
menengah, dan jangka pendek (khusus).
b. Berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan
Dalam memilih isi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang telah ditentukan
para perencana kurikulum perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1) Perlu penjabaran tujuan pendidikan/pembelajaran ke dalam bentuk perbuatan hasil belajar yang
khusus dan sederhana.
2) Isi bahan pelajaran harus meliputi segi pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
3) Unit-unit kurikulum harus disusun dalam urutan yang logis dan sistematis.
c. Berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar
Pemilihan proses belajar-mengajar yang digunakan hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai
berikut.
1) Apakah metode/teknik belajar-mengajar yang digunakan cocok untuk mengajarkan bahan
pelajaran?
2) Apakah metode/teknik-teknik tersebut memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga dapat
melayani perbedaan individual siswa?
3) Apakah metode/teknik tersebut memberikan urutan kegiatan yang bertingkat-tingkat?
4) Apakah metode/teknik tersebut dapat menciptakan kegitan untuk mencapai tujuan kognitif,
afektif, dan psikomotor.
5) Apakah metode/teknik tersebut lebih mengaktifkan siswa, guru, atau kedua-duanya?
6) Apakah metode/teknik tersebut mendorong berkembangnya kemampuan baru?
7) Apakah metode/teknik tersebut menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah dan di rumah,
juga mendorong penggunaan sumber yang ada di rumah dan masyarakat.
8) Untuk menguasai keterampilan sangat dibutuhkan kegiatan belajar yang menekankan ”learning
by doing” selain ”learning by seeing and knowing”.
d. Berkenaan dengan pemilihan media dan alat pembelajaran
Proses belajar yang baik perlu didukung oleh penggunaan media dan alat-alat bantu
pembelajaran yang tepat.
e. Berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian.
Penilaian merupakan bagian integral pengajaran, perlu diperhatikan:

1) Penyusunan alat penilaian (test)
2) Perencanaan suatu penilaian
3) Pengolahan hasil penilian.
C. Orientasi Pengembangan Kurikulum
Seller dan Miller (1985) mengemukakan bahwa proses pengembangan kurikulum adalah
rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus. Seller memandang bahwa
pengembangan kurikulum harus dimulai dari menentukan orientasi kurikulum, yakni kebijakankebijakan umum, misalnya arah dan tujuan pendidikan, pandangan tentang hakikat belajar dan
hakikat anak didik, pandangan tentang keberhasilan implementasi kurikulum, dan lain
sebagainya. Berdasarkan orientasi itu selanjutnya dikembangkan kurikulum menjadi pedoman
pembelajaran, diimplementasikan dalam proses pembelajaran dan dievaluasi. Hasil evaluasi
itulah kemudian dijadikan bahan dalam menentukan orientasi, begitu seterusnya hingga
membentuk siklus.
Orientasi pengembangan kurikulum menurut Seller menyangkut 6 aspek, yaitu :
1. Tujuan pendidikan menyangkut arah kegiatan pendidikan: artinya hendak dibawa ke mana siswa
yang kita didik itu.
2. Pandangan tentang anak: apakah anak dipandang sebagai organisme yang aktif atau pasif.
3. Pandangan tentang proses pembelajaran: apakah proses pembelajaran itu dianggap sebagai proses
transformasi ilmu pengetahuan atau mengubah perilaku anak.
4. Pandangan tentang lingkungan : apakah lingkungan belajar harus dikelola secara formal atau
secara bebas yang dapat memungkinkan anak bebas belajar.
5. Konsepsi tentang peranan guru : apakah guru harus berperan sebagai instruktur yang bersifat
otoriter atau guru dianggap sebagai fasilitator yang siap memberi bimbingan dan bantuan pada
anak untuk belajar.
6. Evaluasi belajar : apakah mengukur keberhasilan ditentukan dengan tes atau non tes.
D. Model Pengembangan Kurikulum
Model adalah konstruksi yang bersifat teroretis dari konsep. Menurut Roberts S. Zain dalam
bukunya: Curriculum Principles and Foundation (Dakir, 2004: 95-99), berbagai model dalam
pengembangan kurikulum secara garis besar diutarakan sebagai berikut :

1. Model Administratif (Garis Staff atau Top Down)
Pengembangannya dilaksanakan sebagai berikut.
a.

Atasan membentuk tim yang terdiri atas para pejabat teras yang berwenang(pengawas

pendidikan, Kepsek, dan pengajar inti)
b. Tim merencanakan konsep rumusan tujuan umum dan rumusan falsafah yang diikuti.
c. Dibentuk beberapa kelompok kerja yang anggotanya terdiri atas para spesialis kurikulum dan
staf pengajar.
d. Hasil kerja direvisi oleh tim atas dasar pengalaman atau hasil try out.
e. Setelah try out yang dilakukan oleh beberapa Kepsek, dan telah direvisi sebelumnya, baru
kurikulum tersebut diimplementasikan.
2. Model dari Bawah (Grass-Roats)
Langkah-langkahnya sebagai berikut.
a.
b.

Inisiatif pengembangan datang dari bawah (Para pengajar)
Tim pengajar dari beberapa sekolah ditambah narasumber lain dari orang tua siswa atau

c.
d.

masyarakat luas yang relevan.
Pihak atasan memberikan bimbingan dan dorongan
Untuk pemantapan konsep pengembangan yang telah dirintis diadakan loka karya agar diperoleh

input yang diperlukan.
3. Model Demonstrasi
Langkah-langkahnya sebagai berikut.
a.

Staf pengajar pada suatu sekolah menemukan suatu ide pengembangan dan ternyata hasilnya

dinilai baik.
b. Kemudian hasilnya disebarluaskan di sekolah sekitar.
4. Model Beauchamp
Model ini dikembangkan oleh G.A. Beauchamp (1964) dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a.

Suatu gagasan pengembangan kurikulum yang telah dilaksanakan di kelas, diperluas di sekolah,
disebarkan di sekolah-sekolah di daerah tertentu baik berskala regional maupun nasional yang

b.

disebut arena.
Menunjuk tim pengembang yang terdiri atas ahli kurikulum, para ekspert, staf pengajar, petugas

c.

bimbingan, dan nara sumber lain.
Tim menyusun tujuan pengajaran, materi, dan pelaksanaan proses belajar mengajar. Untuk tugas
tersebut dibentuk dewan kurikulum sebagai koordinator yang bertugas juga sebagai penilai
pelaksanaan kurikulum, memilih materi pelajaran baru, menentukan berbagai kriteria untuk
memilih kurikulum mana yang akan dipakai, dan menulis keseluruhan kurikulum yang akan

d.

dikembangkan.
Melaksanakan kurikulum di sekolah

e. Mengevaluasi kurikulum yang berlaku
5. Model Terbalik Hilda Taba
Model ini dikembangkan oleh Hilda Taba atas dasar data induktif yang disebut model terbalik
karena langkah-langkahnya diawali dengan pencarian data dari lapangan dengan cara
mengadakan percobaan, kemudian disusun teorinya lalu diadakan pelaksanaan.
Langkah-langkahnya sebagai berikut.
a.
b.
c.
d.
e.
6.

Mendiagnosis kebutuhan, merumuskan tujuan, menentukan materi, menemukan penilaian,
memperhatikan keluasan dan kedalaman bahan, kemudian menyusun suatu unit kurikulum.
Mengadakan try out.
Mengadakan revisi berdasarkan try out.
Menyusun kerangka kerja teori
Mengemukakan adanya kurikulum baru yang akan didesiminasikan.
Model Hubungan Interpersonal dari Rogers
Kurikulum yang dikembangkan hendaknya dapat mengembangkan individu secara fleksibel
terhadap perubahan-perubahan dengan cara melatih diri berkomunikasi secara interpersonal.
Langkah-langkahnya sebagai berikut.

a. Dibentuk kelompok untuk memperoleh hubungan interpersonal di tempat yang tidak sibuk.
b. Kurang lebih dalam satu minggu para peserta mengadakan saling tukar pengalaman di bawah
pimpinan staf pengajar.
c. Kemudian diadakan pertemuan dengan masyarakat yang lebih luas dalam suatu sekolah,
sehingga hubungan interpersonal akan menjadi lebih sempurna, yaitu hubungan antara guru
dengan guru, guru dengan siswa, siswa dengan siswa dalam suasana yang akrab.
d. Selanjutnya pertemuan diadakan dengan mengikutsertakan anggota yang lebih luas lagi, yaitu
para pegawai adminstrasi dan orang tua siswa. Dalam situasi yang demikian diharapkan masingmasing personakan akan saling menghayati dan lebih akrab, sehingga memudahkan berbagai
pemecahan problem sekolah.
e. Dengan langkah-langkah tersebut diharapkan penyusunan kurikulum akan lebih realistis karena
didasari oleh kenyataan-kenyataan yang diharapkan.
7. Model Action Research yang Sistematis
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan kurikulum yaitu adanya hubungan
antarmanusia, keadaan organisasi sekolah, situasi masyarakat, dan otoritas ilmu pengetahuan.
Langkah-langkahnya sebagai berikut.
a. Dirasakan adanya problem proses belajar mengajar di sekolah yang perlu diteliti.

b.

Mencari sebab-sebab terjadinya problem dan sekaligus dicari pemecahannya. Kemudian
menentukan keputusan apa yang perlu diambil sehubungan dengan masalah yang timbul

tersebut.
c. Melaksankan keputusan yang telah diambil.
Selanjutnya, menurut Sukmadinata (2005: 81-100), terdapat beberapa model konsep
kurikulum, yaitu 1) Kurikulum Subjek Akademis, 2) Kurikulum Humanistik, 3) Kurikulum
Rekonstruksi Sosial, dan 4) Kurikulum Teknologis.
1. Kurikulum Subjek Akademis
Kurikulum subjek akademis bersumber dari pendidikan klasik (perenialisme dan esensialisme)
yang berorientasi masa lalu. Kurikulum ini dikembangkan berdasarkan pandangan bahwa fungsi
pendidikan adalah memelihara dan mewariskan hasil-hasil budaya masa lalu. Kurikulum ini
lebih mengutamakan isi pendidikan berupa disiplin ilmu yang telah dikembangkan secara logis,
sistematis, dan solid oleh para ahli. Belajar adalah berusaha menguasai ilmu sebanyakbanyaknya. Orang yang berhasil dalam belajar adalah orang yang menguasai seluruh atau
sebgaian besar isi pendidikan yang diberikan atau disiapkan oleh guru. Guru sebagai penyampai
bahan ajar memegang peranan yang sangat penting. Mereka harus menguasai semua
pengetahuan yang ada dalam kurikulum. Guru adalah yang ”digugu dan ditiru” (diikuti dan
dicontoh).
Pendidikan berdasarkan kurikulum ini lebih bersifat intelektual. Namun, demikian, dalam
perkembangannya sekarang kurikulum ini secara berangsur-angsur memperhatikan proses
belajar yang dilakukan siswa.
Kurikulum subjek akademis mempunyai beberapa ciri berkenaan dengan tujuan, metode,
organisasi isi, dan evaluasi.
a.

Tujuan kurikulum subjek adademis adalah pemberian pengetahuan yang solid serta melatih para

siswa menggunakan ide-ide dan proses ”penelitian”.
b. Metode yang paling banyak digunakan adalah metode ekspositori dan inkuiri. Ide-ide (konsep
utama) disusun secara sistematis dan diberi ilustrasi secara jelas, untuk selanjutnya dikaji dan
dikuasai siswa. Para siswa menemukan bahwa kemampuan berpikir dan mengamati digunakan
dalam ilmu kealaman, logika digunakan dalam matematika, bentuk dan perasaan digunakan
dalam seni, serta koherensi dalam sejarah.

c.

Pola organisasi isi kurikulum berupa correlated curriculum, unified (concentrated curriculum),

integrated curriculum, dan problem solving curriculum.
d. Evaluasi pelaksanaan kurikulum ini menggunakan bentuk evaluasi yang bervariasi disesuaikan
dengan tujuan dan sifat mata pelajaran.
2. Kurikulum Humanistik
Kurikulum humanistik dikembangkan oleh para ahli pendidikan humanistik berdasarkan konsep
aliran pendidikan pribadi(personalized education) yaitu John Dewey (Progressive Education)
dan J.J. Rousseau(Romantic Education). Aliran ini bertolak dari asumsi bahwa siswa adalah yang
pertama dan uatama dalam pendidikan. Merekan percaya bahwa siswa mempunyai potensi,
punya kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang. Para pendidik humanis juga berpegang
pada konsep Gestalt, bahwa individu merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan
diarahkan kepada pembinaan manusia yang utuh bukan saja segi fisik dan intelektual, tetapi juga
segi sosial dan afektif (emosi, sikap, perasaan, nilai-nilai, dan lain-lain).
Kurikulum humanistik memiliki karakteristik sebagai berikut.
a.

Tujuan pendidikan adalah proses perkembangan pribadi yang dinamis yang diarahkan pada
pertumbuhan, integritas, dan otonomi kepribadian, sikap yang sehat terhadap diri sendiri, orang

b.

lain, dan belajar.
Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode yang menciptakan hubungan emosional
yang baik antara guru dan siswa, memperlancar proses belajar, dan memberikan dorongan

kepada siswa atas dasar saling percaya, tanpa ada paksaan.
c. Kurikulum menekankan integrasi, yaitu kesatuan perilaku bukan saja yang bersifat intelektual
tetapi juga emosional dan tindakan. Selain itu, kurikulum ini juga menekankan pada pemberian
pengalaman yang menyeluruh, bukan terpenggal-penggal. Kurikulum ini kurang mengutamakan
sekuens karena kan mengakibatkan siswa kurang mempunyai kesempatan untuk memperluas dan
d.

memeperdalam aspek-aspek perkembangannya.
Evaluasi dilaksanakan lebih mengutamakan proses daripada hasil. Kegiatan belajar yang baik
adalah yang memberikan pengalaman kepada siswa untuk memperluas kesadaran dirinya dan
mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam kurikulum ini tidak digunakan kriteria

pencapaian. Peniaian bersifat subjektif baik dari guru maupun para siswa.
3. Kurikulum Rekonstruksi Sosial
Kurikulum ini lebih memusatkan perhatian pada problema-problema yang dihadapinya dalam
masyarakat dan bersumber pada aliran pendidikan interaksional. Menurut mereka pendidikan
bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama, inetraksi, atau kerja sama antara siswa dengan

guru, siswa dengan siswa, siswa dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya, dan dengan
sumber belajar lainnya.
Kurikulum rekonstruksi sosial memiliki karakteristik sebagai berikut.
a.

Tujuan utama kurikulum rekonstruksi sosial adalah menghadapkan para siswa pada tantangan,
ancaman, hambatan-hambatan, atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia. Tantangantantangan tersebut merupakan bidang garapan studi sosial yang bersifat universal bisa didekati

b.

dari berbagai disiplin ilmu dan dapat dikaji dalam kurikulum.
Dalam pengajaran rekonstruksi sosial para pengembang kurikulum berusaha mencari
keselarasan antara tujuan-tujuan nasional dengann tujuan siswa. Guru-guru berusaha membantu
para siswa menemukan minat dan kebutuhannya. Pembelajaran diciptakan berupa kerja sama
antarsiswa, antarkelompok, dan antara siswa dengan nara sumber dari masyarakat. Dengan
demikian terbentuk juga saling kebergantungan, saling pengertian, dan konsesnsus. Sejak
sekolah dasar, siswa sudah diharuskan turut serta dalam survey kemasyarakatan serta kegiatan
sosial lainnya. Adapun kelas-kelas tinggi dihadapkan kepada situasi nyata dan diperkenalkan
dengan situasi-situasi ideal. Dengan begitu diharapkan siswa dapat menciptakan model-model

c.

kasar dari situasi yang akan datang.
Pada tingkat sekolah menengah, pola organisasi kurikulum disusun seperti sebuah roda. Di
tengah-tengahnya sebagai poros dipilih sesuatu masalah yang menjadi tema utama dan dibahas
secara pleno. Dari tema utama dijabarkan sejumlah topik yang dibahas dalam diskusi-diskusi
kelompok, latihan-latihan, kunjungan, dan lain-lain. Topik-topik dengan berbagai kegiatan
kelompok ini merupakan jari-jari. Semuakegiatan jari-jari tersebut dirangkum menjadi satu

d.

kesatuan sebagai bingkai atau velk.
Evaluasi diarahkan bukan hanya pada apa yang telah dikuasai siswa, tetapi juga pada sejauh
mana pengaruh kegiatan sekolah terhadap masyarakat. Penilaian dilaksanakan dengan
melibatkan siswa terutama dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan.
Sebelum diujikan, soal-soal dinilai terlebih dahulu ketepatannya, keluasan isinya, dan
keampuhannya menilai pencapaian tujuan-tujuan pembangunan masyarakat yang sifatnya

kualitatif.
4. Kurikulum Teknologis.
Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, di bidang pendidikan berkembang pula
teknologi pendidikan. Aliran ini ada persamaannya dengan pendidikan klasik, yaitu menekankan
isi kurikulum yang tidak diarahkan pada pemeliharaan dan pengawetan ilmu tersebut tetapi pada

penguasaan kompetensi. Suatu kompetensi yang besar diuraikan menjadi kompetensi yang lebih
sempit/khusus dan akhirnya menjadi prilaku-prilaku yang dapat diamati atau diukur.
Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum adalah dalam dua
bentuk, yaitu bentuk perangkat lunak(software) dan perangkat keras(hardware). Penerapan
teknologi perangkat keras dalam pendidikan dikenal sebagai teknologi alat(tool technology),
sedangkan penerapan teknologi perangkat lunak disebut teknologi sistem(system technologi).
Kurikulum teknologis memiliki beberapa ciri khusus, yaitu:
a. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku.
b. Metode yang merupakan kegiatan pembelajaran sering dipandang sebagai proses mereaksi
perangsang-perangsang yang diberikan dan apabila terjadi respon yang diharapkan maka respon
tersebut diperkuat.
c. Bahan ajar atau isi kurikulum (organisasi bahan ajar) banyak diambil dari disiplin ilmu tetapi
d.

telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan suatu kompetensi.
Kegiatan evaluasi dilakukan pada setiap saat, pada akhir suatu pelajaran, suatu unit ataupun
semester.

E. Tahapan Pengembangan Kurikulum
Konsep pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai:
1. Perekeyasaan (engineering), meliputi empat tahap, yakni:
a. Menentukan pondasi atau dasar-dasar yang diperlukan untuk mengembangkan kurikulum;
b. Konstrukei ialah mengembangkan model kurikulm yang diharapkan berdasarkan fondasi
tersebut.
c. Impelementasi, yaitu pelaksanaan kurikulum;
d. Evaluasi, yaitu menilai kurikulum secara komprehensif dan sistemik.
2. Konstruksi, yaitu proses pengembangan secara mikro, yang pada garis besarnya melalui proses 4
kegiatan, yakni merancang tujuan, merumuskan materi, menetapkan metode, dan merancang
evaluasi. (Hamalik, 2007: 133)
Pengembangan kurikulum berlandaskan manajemen, berarti melaksanakan kegiatan
pengembangan kurikulum erdasarkan pola pikir manajemen, atau berdasarkan proses manajemen
sesuai dengan fungsi-fungsi manajemen, yang terdiri dari (Hamalik, 2007: 133-134):
Pertama,

Perencanaan kurikulum yang dirancang berdasarkan analisis
kebutuhan, menggunakan model tertentu dan mengacu pada suatu

Kedua,

desain kurikulum yang efektif.
Pengorganisasian kurikulum yang ditata baik secara struktural

maupun secara fungsional.
Ketiga,
Impelementasi yakni pelaksanaan kurikulum di lapangan
Keempat, Ketenagaan dalam pengembangan kurikulum.
Kelima,
Kontrol kurikulum yang mencakup evaluasi kurikulum.
Keenam, Mekanisme pengembangan kurikulum secara menyeluruh.
Mekanisme Pengembangan Kurikulum
Tahap 1 : Studi kelayakan dan kebutuhan
Tahap 2 : Penyusunan konsep awal perencanaan kurikulum
Tahap 3 : Pengembangan rencana untuk melaksanakan kurikulum
Tahap 4 : Pelaksanaan uji coba kurikulum di lapangan
Tahap 5 : Pelaksanaan kurikulum
Tahap 6 : Pelaksanaan penilaian dan pemantauan kurikulum
Tahap 7 : Pelaksanaan perbaikan dan penyesuaian
(Hamalik, 2007: 142-143)
Tahap 1 : Studi kelayakan dan kebutuhan
Pengembang kurikulum melakukan kegiatan analisis kebutuhan program dan merumuskan dasardasar pertimbangan bagi pengembangan kurikulum tersebut. Untuk itu si pengembang perlu
melakukan studi dokumentasi dan/atau studi lapangan.
Tahap 2 : Penyusunan konsep awal perencanaan kurikulum
Konsep awal ini dirumuskan berdasarkan rumusan kemampuan, selanjutnya merumuskan tujuan,
isi, strategi pembelajaran sesuai dengan pola kurikulum sistemik.
Tahap 3 : Pengembangan rencana untuk melaksanakan kurikulum
Penyusunan rencana ini mencakup penyusunan silabus, pengembangan bahan pelajaran dan
sumber-sumber material lainnya.
Tahap 4 : Pelaksanaan uji coba kurikulum di lapangan
Pengujian kurikulum di lapangan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keandalannya,
kemungkinan pelaksanaan dan keberhasilannya, hambatan dan masalah-masalah yang timbul dan
faktor-faktor pendukung yang tersedia, dan lain-lain yang berkaitan dengan pelaksanaan
kurikulum.
Tahap 5 : Pelaksanaan kurikulum
Ada 2 kegiatan yang perlu dilakukan, ialah :
1) Kegiatan desiminasi, yakni pelaksanaan kurikulum dalam lingkup sampel yang lebih luas.

2)

Pelaksanaan kurikulum secara menyeluruh yang mencakup semua satuan pendidikan pada
jenjang yang sama.

Tahap 6 : Pelaksanaan penilaian dan pemantauan kurikulum
Selama pelaksanaan kurikulum perlu dilakukan penialaian dan pemantauan yang berkenaan
dengan desain kurikulum dan hasil pelaksanaan kurikulum serta dampaknya.
Tahap 7 : Pelaksanaan perbaikan dan penyesuaian
Berdasarkan penilaian dan pemantauan kurikulum diperoleh data dan informasi yang akurat,
yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan untuk melakukan pada kurikulum tersebut bila
diperlukan, atau melakukan penyesuaian kurikulum dengan keadaan. Perbaikan dilakukan
terhadap beberapa aspek dalam kurikulum tersebut (Hamalik, 2007: 142-143).
Sedangkan Soetopo dan Soemanto (1986:60-61) mengemukakan tahapan atau langkahlangkah pengembangan kurikulum makrokospis sebagai berikut.
1. Pengaruh faktor-faktor yang mendorong pembaharuan kurikulum.
a.
Tujuan (objectives) tertentu, yang permulaannya didorong oleh pengaruh faktor sejarah,
b.
c.

sosiologis, filsafah, psikologis, dan ilmu pengetahuan.
Hasil-hasil penemuan riset dalam interaksi belajar mengajar.
Tekanan-tekanan, baik yang berasal dari kelompok penekanan maupun dari pengujian-pengujian

eksternal.
2. Inisiasi Pengembangan.
Proses pengambilan keputusan baik di dalam maupun di luar sistem pendidikan mengenai suatu
pengembangan atau innovasi kurikulum hendak dilaksanakan.
3. Inovasi Kurikulum Baru
Kurikulum baru dikembangkan melalui proyek-proyek pengembangan kurikulum yang harus
mengikuti fase-fase:
a.
b.

Penentuan tujuan-tujuan (objectives) kurikulum.
Produksi ‘materials’ (seperti buku, alat visual, perangkat) dan penciptaan metode-metode

pembelajaran yang sesuai.
c. Pelaksanaan percobaan-percobaan terbatas pada sekolah-sekolah.
d. Evaluasi dan revisi ’material’ dan metode.
e. Penyebaran yang tak terbatas ’material’ dan metode yang sudah direvisi.
4. Difusi (penyebaran) Pengetahuan dan Pengertian tentang Pengembangan Kurikulum di luar
Lembaga-lembaga Pengembangan Kurikulum.

Hasil-hasil percobaan kurikulum disebarluaskan di sekolah-sekolah dan masyarakat umum
melalui penanaman pengertian, sehingga mereka akan responsif terhadap pembaharuan yang
hendak dilaksanakan.
5. Implementasi Kurikulum yang telah dikembangkan di sekolah-sekolah
6. Evaluasi Kurikulum
Para pengembang kurikulum mengadakan penilaian tehadap kurikulum yang telah dilaksanakan,
dengan mendapatkan umpan balik dari para guru, murid, adminisrtrator sekolah, orang tua siswa,
Komite Sekolah, dan sebagainya.
Kegiatan pengembangan kurikulum dapat dilaksanakan pada berbagai kondisi atau setting, mulai
dari tingkat kelas sampai dengan tingkat nasional. Kondisi-kondisi itu menurut Hamalik (2007:
104) adalah :
a.
b.
c.
d.
e.

Pengembangan kurikulum oleh guru kelas.
Pengembangan kurikulum oleh sekelompok guru dalam suatu sekolah.
Pengembangan kurikulum melalui pusat guru (teacher’s centre’s)
Pengembangan kurikulum pada tingkat daerah
Pengembangan kurikulum dalam/melalui proyek nasional.

BAB III
KURIKULUM MATEMATIKA SEKOLAH DI INDONESIA
A. SEKILAS TENTANG PERKEMBANGAN KURIKULUM MATEMATIKA SEKOLAH DI
INDONESIA
Suka atau tidak suka seseorang terhadap matematika, namun tidak dapat dihindari bahwa
hidupnya akan senantiasa bertemu dengan matematika, entah itu dalam pembelajaran formal,
non formal maupun dalam kehidupan praktis sehari-hari. Matematika merupakan alat bantu
kehidupan dan pelayan bagi ilmu-ilmu yang lain, seperti fisika, kimia, biologi, astronomi, teknik,
ekonomi, farmasi maupun matematika sendiri.
Mungkin diantara kita banyak yang bertanya bukankah saat ini sudah ada kalkulator dan
komputer sehingga matematika sebagai alat bantu kehidupan menjadi berkurang? Memang
benar, dengan kehadiran kedua alat tersebut banyak persoalan kehidupan yang awalnya mudah
menjadi sulit, dan dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat. Namun perlu diketahui
bahwa alat-alat tersebut pun juga menggunakan prinsip matematika. Tanpa adanya prinsipprinsip dan konsep matematika kedua alat tersebut yaitu kalkulator dan komputer tidak mungkin
ada. Begitu pentingnya matematika dalam kehidupan maka tidak aneh jika pembelajaran
matematika mengalami perkembangan dan disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Bagaimanakah
perkembangan pembelajaran matematika di dalam negeri?
a. Matematika tradisional (Ilmu Pasti)
Setelah Indonesia terlepas dari penjajahan kolonial, pemerintah berbenah diri menyusun
program pendidikan. Matematika diletakkan sebagai salah satu mata pelajaran wajib. Saat itu
pembelajaran matematika lebih ditekankan pada ilmu hitung dan cara berhitung. Urutan-urutan
materi seolah-olah telah menjadi konsensus masyarakat. Karena seolah-olah sudah menjadi
konsensus maka ketika urutan dirubah sedikit saja protes dan penentangan dari masyarakat
begitu kuat. Untuk pertama kali yang diperkenalkan kepada siswa adalah bilangan asli dan
membilang, kemudian penjumlahan dengan jumlah kurang dari sepuluh, pengurangan yang
selisihnya positif dan lain sebagainya.
Kekhasan lain dari pembelajaran matematika tradisional adalah bahwa pembelajaran
lebih menekankan hafalan dari pada pengertian, menekankan bagaimana sesuatu itu dihitung
bukan mengapa sesuatu itu dihitungnya demikian, lebih mengutamakan kepada melatih otak

bukan kegunaan, bahasa/istilah dan simbol yang digunakan tidak jelas, urutan operasi harus
diterima tanpa alasan, dan seterusnya.
Urutan operasi hitung pada era pembelajaran matematika tradisional adalah kali, bagi,
tambah dan kurang. Maksudnya bila ada soal dengan menggunakan operasi hitung maka
perkalian harus didahulukan dimanapun letaknya baru kemudian pembagian, penjumlahan dan
pengurangan. Urutan operasi ini mulai tahun 1974 sudah tidak dipandang kuat lagi banyak kasus
yang dapat digunakan untuk menunjukkan kelemahan urutan tersebut.
Contoh
12 : 3 jawabanya adalah 4, dengan tanpa memberi tanda kurung, soal di atas ekuivalen dengan 9
+ 3 : 3, berdasar urutan operasi yaitu bagi dulu baru jumlah dan hasilnya adalah 10. Perbedaan
hasil inilah yang menjadi alasan bahwa urutan tersebut kurang kuat.
Sementara itu cabang matematka yang diberikan di sekolah menengah pertama adalah
aljabar dan Ilmu ukur (geometri) bidang. Geometri ini diajarkan secara terpisah dengan geometri
ruang selama tiga tahun. Sedangkan yang diberikan di sekolah menengah atas adalah aljabar,
geometri ruang, goneometri, geometri lukis, dan sedikit geometri analitik bidang. Geometri
ruang tidak diajarkan serempak dengan geometri ruang, geomerti lukis adalah ilmu yang kurang
banyak diperlukan dalam kehidupan sehingga menjadi abstrak dikalangan siswa.
b. Pembelajaran Matematika Modern
Pengajaran matematika modern resminya dimulai setelah adanya kurikulum 1975. Model
pembelajaran matematika modern ini muncul karena adanya kemajuan teknologi. Di Amerika
Serikat perasaan adanya kekurangan orang-orang yang mampu menangani senjata, rudal dan
roket sangat sedikit, mendorong munculnya pembaharuan pembelajaran matematika. Selain itu
penemuan-penemuan teori belajar mengajar oleh J. Piaget, W Brownell, J.P Guilford, J.S Bruner,
Z.P Dienes, D.Ausubel, R.M Gagne dan lain-lain semakin memperkuat arus perubahan model
pembelajaran matematika.
W. Brownell mengemukakan bahwa belajar matematika harus merupakan belajar
bermakna dan berpengertian. Teori ini sesuai dengan teori Gestalt yang muncul sekitar tahun
1930, dimana Gestalt menengaskan bahwa latihan hafal atau yang sering disebut drill adalah
sangat penting dalam pengajaran namun diterapkan setelah tertanam pengertian pada siswa.

Dua hal tersebut di atas memperngaruhi perkembangan pembelajaran matematika di
Indonesia. Berbagai kelemahan seolah nampak jelas, pembelajaran kurang menekankan pada
pengertian, kurang adanya kontinuitas, kurang merangsang anak untuk ingin tahu, dan lain
sebagainya. Ditambah lagi masyarakat dihadapkan pada kemajuan teknologi. Akhirnya
Pemerintah merancang program pembelajaran yang dapat menutupi kelemanahn-kelemahan
tersebut. Muncullah kurikulum 1975 dimana matematika saat itu mempunyai karakteristik
sebagai berikut ;
1)

Memuat topik-topik dan pendekatan baru. Topik-topik baru yang muncul adalah himpunan,

2)

statistik dan probabilitas, relasi, sistem numerasi kuno, penulisan lambang bilangan non desimal.
Pembelajaran lebih menekankan pembelajaran bermakna dan berpengertian dari pada hafalan

3)
4)
5)
6)
7)
8)

dan ketrampilan berhitung.
Program matematika sekolah dasar dan sekolah menengah lebih kontinyu.
Pengenalan penekanan pembelajaran pada struktur.
Programnya dapat melayani kelompok anak-anak yang kemampuannya hetrogen.
Menggunakan bahasa yang lebih tepat.
Pusat pengajaran pada murid tidak pada guru.
Metode pembelajaran menggunakan meode menemukan, memecahkan masalah dan teknik

diskusi.
9) Pengajaran matematika lebih hidup dan menarik.
c.

Kurikulum Matematika 1984
Pembelajaran matematika pada era 1980-an merupakan gerakan revolusi matematika
kedua, walaupun tidak sedahsyat pada revolusi matematika pertama atau matematika modern.
Revolusi ini diawali oleh kekhawatiran negara maju yang akan disusul oleh negara-negara
terbelakang saat itu, seperti Jerman barat, Jepang, Korea, dan Taiwan. Pengajaran matematika
ditandai oleh beberapa hal yaitu adanya kemajuan teknologi muthakir seperti kalkulator dan
komputer.
Perkembangan matematika di luar negeri tersebut berpengaruh terhadap matematika
dalam negeri. Di dalam negeri, tahun 1984 pemerintah melaunching kurikulum baru, yaitu
kurikulum tahun 1984. Alasan dalam menerapkan kurikulum baru tersebut antara lain, adanya
sarat materi, perbedaan kemajuan pendidikan antar daerah dari segi teknologi, adanya perbedaan
kesenjangan antara program kurikulum di satu pihak dan pelaksana sekolah serta kebutuhan
lapangan dipihak lain, belum sesuainya materi kurikulum dengan tarap kemampuan anak didik.

Dan, CBSA (cara belajar siswa aktif) menjadi karakter yang begitu melekat erat dalam
kurikulum tersebut.
Dalam kurikulum ini siswa di sekolah dasar diberi materi aritmatika sosial, sementara
untuk siswa sekolah menengah atas diberi materi baru seperti komputer. Hal lain yang menjadi
perhatian dalam kurikulum tersebut, adalah bahan bahan baru yang sesuai dengan tuntutan di
lapangan, permainan geometri yang mampu mengaktifkan siswa juga disajikan dalam kurikulum
ini.
Sementara itu langkah-langkah agar pelaksanaan kurikulum berhasil adalah melakukan
hal-hal sebagai berikut;
1)
2)
3)
4)
5)

Guru supaya meningkatkan profesinalisme
Dalam buku paket harus dimasukkan kegiatan yang menggunakan kalkulator dan computer
Sinkronisasi dan kesinambungan pembelajaran dari sekolah dasar dan sekolah lanjutan
Pengevaluasian hasil pembelajaran
Prinsip CBSA di pelihara terus

d. Kurikulum Tahun 1994
Kegiatan matematika internasional begitu marak di tahun 90-an. walaupun hal itu bukan
hal yang baru sebab tahun tahun sebelumnya kegiatan internasional seperti olimpiade
matematika sudah berjalan beberapa kali. Sampai tahun 1977 saja sudah 19 kali diselenggarakan
olimpiade matematika internasional. Saat itu Yugoslavia menjadi tuan rumah pelaksanaan
olimpiade, dan yang berhasil mendulang medali adalah Amerika, Rusia, Inggris, Hongaria, dan
Belanda.
Indonesia tidak ketinggalan dalam pentas olimpiade tersebut namun jarang mendulang
medali. (tahun 2004 dalam olimpiade matematika di Athena, lewat perwakilan siswa SMU 1
Surakarta atas nama Nolang Hanani merebut medali). Keprihatinan tersebut diperparah dengan
kondisi lulusan yang kurang siap dalam kancah kehidupan. Para lulusan kurang mampu dalam
menyelsaikan problem-probelmke hidupan dan lain sebagainya. Dengan dasar inilah pemerintah
berusaha mengembangkan kurikulum baru yang mampu membekali siswa berkaitan dengan
problem-solving kehidupan. Lahirlah kurikulum tahun 1994.
Dalam kurikulm tahun 1994, pembelajaran matematika mempunyai karakter yang khas,
struktur materi sudah disesuaikan dengan psikologi perkembangan anak, materi keahlian seperti
komputer semakin mendalam, model-model pembelajaran matematika kehidupan disajikan
dalam berbagai pokok bahasan. Intinya pembelajaran matematika saat itu mengedepankan

tekstual materi namun tidak melupakan hal-hal kontekstual yang berkaitan dengan materi. Soal
cerita menjadi sajian menarik disetiap akhir pokok bahasan, hal ini diberikan dengan
pertimbangan agar siswa mampu menyelesaikan permasalahan kehidupan yang dihadapi seharihari.
e.

Kurikulum tahun 2004
Setelah beberapa dekade dan secara khusus sepuluh tahun berjalan dengan kurikulum
1994, pola-pola lama bahwa guru menerangkan konsep, guru memberikan contoh, murid secara
individual mengerjakan latihan, murid mengerjakan soal-soal pekerjaan rumah hanya kegiatan
rutin saja disekolah, sementara bagaimana keragaman pikiran siswa dan kemampuan siswa
dalam mengungkapkan gagasannya kurang menjadi perhatian.
Para siswa umumnya belajar tanpa ada kesempatan untuk mengkomunikasikan
gagasannya, mengembangkan kreatifitasnya. Jawaban soal seolah membatasi kreatifitas dari
siswa karena jawaban benar seolah-lah hanya otoritas dari seorang guru. Pembelajaran seperti
paparan di atas akhirnya hanya menghasilkan lulusan yang kurang terampil secara matematis
dalam menyelesaikan persoalah-persoalan seharai-hari. Bahkan pembelajaran model di atas
semakin memunculkan kesan kuat bahwa matematika pelajaran yang sulit dan tidak menarik.
Tahun 2004 pemerintah melaunching kurikulum baru dengan nama kurikulum berbasis
kompetesi. Secara khusus model pembelajaran matematika dalam kurikulum tersebut
mempunyai tujuan antara lain;

1)

Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan
penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkankesamaan, perbedaan, konsistensi dan

inkonsistensi
2) Mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan
mengembangkan divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta
mencoba-coba.
3) Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah
Mengembangkan kewmapuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan
antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan.
B. KOMPETENSI
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi informasi, yang berjalan cepat
dan semakin cepat dalam dua dasawarsa ini merupakan salah satu tanda globalisasi. Kemajuan

tersebut telah mempengaruhi peradaban manusia sedemikian luas melebihi abad-abad
sebelumnya. Pengaruh tersebut dapat dilihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi, dan politik
yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran, serta cara-cara kehidupan
yang berlaku pada konteks lokal dan global. Pada masa sekarang, hanya negara yang mempunyai
pemahaman dan kearifan tentang proses dan ancaman globalisasi yang akan mempunyai
kesempatan untuk dapat bertahan hidup, produktif, sejahtera, damai, dan aman dalam
masyarakatnya dan masyarakat dunia (Ella Yulaelawati, 2004: 17)
Kehidupan damai, sejahtera, dan diperhitungkan dalam masyarakat dunia tidak dapat lagi
hanya dimaknai dan dikaitkan dengan banyaknya sumber daya alam. Tetapi harus diartikan
dengan tingginya daya saing, daya suai, dan kompetensi suatu bangsa. Dengan ketiga hal
tersebut, maka akan lebih mudah bagi suatu bangsa untuk mengejar ketertinggalan dari bangsabangsa lain yang telah jauh lebih maju. Tingginya daya saing memerlukan kompetensi yang
tinggi pula karena pada abad pengetahuan ini dinamika politik sebuah negara di kancah global
sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi suatu
negara sangat dipengaruhi oleh kompetensi sumber daya manusianya.
Pada abad pengetahuan ini diperlukan masyarakat berpengetahuan yang belajar sepanjang
hayat sehingga tidak seorang pun dibolehkan untuk tidak memperoleh pengetahuan dengan
standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai oleh
masyarakat sangat beragam dan berkualitas. Untuk itu diperlukan kurikulum yang mampu
menjadi wahana pencapaian pengetahuan dan keterampilan tersebut. Kurikulum yang demikian
sering disebut dengan kurikulum berbasis kompetensi.
Berdasarkan teori, secara umum kompetensi dapat didefinisikan sebagai sekumpulan
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai sebagai kinerja yang berpengaruh terhadap peran,
perbuatan, prestasi, serta pekerjaan orang. Dengan demikian, kompetensi dapat diukur dengan
standar umum serta dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan (Ella Yulaelawati, 2004:
13).
Kurikulum berbasis kompetensi diharapkan dapat menciptakan lulusan yang kompeten dan
cerdas dalam membangun identitas, budaya, serta bangsanya. Hal ini didasarkan pada pandangan
bahwa kompetensi dalam kurikulum dikembangkan dengan maksud untuk memberikan
keterampilan dan keahlian daya saing serta berdaya suai untuk bertahan dalam perubahan,
pertentangan, ketidaktentuan, dan kerumitan-kerumitan kehidupan (Ella Yulaelawati, 2004: 18).

Menurut Ella Yulaelawati (2004: 19), pemilikan kompetensi secara mendasar dapat
menumbuhkan jiwa produktif dan kepemimpinan. Suatu bangsa yang kuat dan dapat dipercaya
memerlukan tenaga kerja yang mempunyai standar kompetensi yang tinggi untuk memenuhi
tantangan persaingan serta perubahan teknologi. Bangsa yang dapat memberikan dan
menggunakan standar kompetensi tinggi pada peserta didik sebagai usaha mewujudkan
pencapaian tujuan pendidikan nasional dapat menghasilkan sumber daya manusia yang mampu
bekerja, bertahan, menyesuaikan diri, serta mampu bersaing dlaam kehidupan yang beradab dan
bermartabat.
C. PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional
serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta
didik. (BSNP, 2006: 1). Rumusan tersebut mengandung pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
1) Kurikulum merupakan suatu rencana/perencanaan;
2) Kurikulum merupakan pengaturan, berarti mempunyai sistematika dan struktur tertentu;
3) Kurikulum memuat isi dan bahan pelajaran, menunjuk kepada perangkat mata ajaran atau
bidang pengajaran tertentu;
4) Kurikulum mengandung cara, metode, atau strategi penyampaian bahan pengajaran;
5) Kurikulum merupakan pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran;
6) Kendatipun tidak tertulis, namun telah tersirat di dalam kurikulum, yakni kurikulum
dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan;
7) Ber