Adaptasi Industri Barang Konsumsi dalam

ADAPTASI INDUSTRI BARANG KONSUMSI DALAM
MENGHADAPI PERKEMBANGAN TREN BELANJA DARING
DI KALANGAN MAHASISWA TPB FTI ITB 2017

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Tata Tulis Karya Ilmiah

oleh

Alya Afifah Baktiar (16717068)
Amelia Ilma Khaerani (16717338)
Miranda Prima Alifiana (16717368)

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BANDUNG
2017

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis

dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Adaptasi Barang Konsumsi dalam
Menghadapi Tren Belanja Daring di Kalangan Mahasiswa FTI ITB 2017 dengan tepat
waktu.
Makalah ini penulis buat karena melihat munculnya gaya hidup belanja daring di
kalangan mahasiswa FTI ITB 2017. Munculnya tren belanja ini mempengaruhi gaya
hidup dan adaptasi barang konsumsi yang memiliki beberapa kemudahan dan kendala.
Oleh karena itu, pada makalah ini penulis melakukan pengamatan mengenai faktor yang
melatarbelakangi pentingnya adaptasi barang konsumsi, mendeskripsikan bagaimana
adaptasi dilakukan serta mengidentifikasi kendala adaptasi barang konsumi dalam
menghadapi perkembangan tren belanja daring di kalanngan mahasiswa FTI ITB 2017.
Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
beberapa pihak. Oleh karena itu, terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Kadarsah Suryadi, DEA. sebagai Rektor ITB 2017 yang
telah memberikan kesemapatan kepada penulis untuk menggunakan fasilitas di
ITB dalam menyelesaikan makalah ini.
2. Ibu Linda Handayani Sukaemi, M.Hum sebagai dosen Tata Tulis Karya Ilmiah
Kelas 23 yang telah memberikan bimbingan dan saran terhadap makalah ini.

i


3. Teman - teman mahasiswa TPB FTI 2017 yang telah membantu penulis
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
4. Orang tua yang telah memberikan dukungan secara moril dalam penyusunan
makalah ini.

Karena keterbatasan pengalaman dan pengetahuan, penulis menyadari bahwa
makalah ini memiliki kekurangan baik dari segi isi maupun penulisannya. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk
memperbaiki makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah tentang adaptasi barang konsumsi
dalam menghadapi tren belanja daring ini dapat bermanfaat dan memberikan inspirasi
bagi pembaca.

Bandung, 11 Desember 2017

Penulis

ii

SARI


Perkembangan suatu industri dapat berjalan pesat jika diikuti dengan adaptasinya
terhadap dunia yang semakin dinamis. Untuk itu, adaptasi industri barang konsumsi
dengan perkembangan zaman diperlukan agar dapat terus menghadirkan produk-produk
yang bermanfaat bagi masyarakat. Salah satu perubahan gaya hidup masyarakat yang
dapat dengan jelas kita rasakan adalah perkembangan tren belanja daring. Berada di
Fakultas Teknologi Industri membuat mahasiswa TPB harus peka terhadap
perkembagan industri di Indonesia. Analisis mengenai adaptasi industri barang
konsumsi diperlukan agar industri tersebut tidak tertinggal dalam hal persaingan dan
perkembangan zaman. Unuk menganalisis kasus ini, penulis menggunakan metode
deskriptif analitik, dengan metode pengumpulan data menggunakan kuesioner dan studi
pustaka dengan rujukan utama Bemis e-Commerce. Berdasarkan analisis yang penulis
lakukan, saat ini industry telah melakukan adaptasi produk dan kemasannya untuk
memenuhi kebutuhan konsumen. Namun, inovasi masih perlu dilakukan dalam aspek
keamanan situs perbelanjaan dan kecepatan waktu pengiriman barang.

Kata kunci: industri, adaptasi, barang konsumsi, belanja daring

iii


ABSTRACT

Industrial growth could happen rapidly if supported with necessary adaptation towards
consumer ’s demand. Therefore, adaptation in Consumer Packaged Goods Industry is
highly necessary so that these industries are not far behind in world ’s economic
competition. Analysis on this matter is needed so that each industry can adjust
adaptations according to their needs. To analyze this case, writer uses analytic
descriptive method, along with questionnaire distribution and literature study to collect
data. Based on our analysis, certain industries have adapted well in changing the
product and its packaging based on consumer ’s need. However, further innovations are
still needed in terms of safe and secure online shopping platform, and in terms of faster
shipment as well.

Keywords: industry, Consumer Packaged Goods, adaptation, online shopping

iv

DAFTAR ISI

Prakata ............................................................................................................................... i

Sari ................................................................................................................................... iii
Abstract ............................................................................................................................ iv
Daftar Isi ........................................................................................................................... v
Daftar Gambar ................................................................................................................ vi
Daftar Grafik .................................................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah .............................................................. 1
1.2 Tujuan Penelitian dan Manfaat ............................................................................ 3
1.3 Ruang Lingkup Kajian ........................................................................................... 4
1.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 4
1.5 Sistematika Penulisan ......................................................................................... 4

BAB II KAJIAN TEORI ................................................................................................. 6
2.1 Industri ................................................................................................................... 6
2.2 Barang Konsumsi ................................................................................................. 11
2.3 Belanja Daring...................................................................................................... 13

BAB III ANALISIS ADAPTASI INDUSTRI BARANG KONSUMSI .................... 19
3.1 Latar Belakang Adaptasi Industri Barang Konsumsi ...................................... 19
3.2 Bentuk Adaptasi Industri Barang Konsumsi ................................................... 22

3.3 Kendala Industri Barang Konsumsi ................................................................. 31

BAB IV PENUTUP ........................................................................................................ 36
4.1 Simpulan ............................................................................................................. 36
4.2 Saran...................................................................................................................... 37

Daftar Pustaka ............................................................................................................... 38
Lampiran ........................................................................................................................ 40
Sanwacana ...................................................................................................................... 54
Riwayat Hidup Penulis .................................................................................................. 56

v

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Gambar 1 Posisi Pasar Online Indonesia di Asia Tenggara ………..…..14
Gambar 2 Botol Minuman ………….………………………………………...…….23
Gambar 3 Serbuk Minuman …………….…………………………………...……..24
Gambar 4 Makanan Siap Saji dan Bumbu Masak …………………………....……24
Gambar 5 Kemasan Sayur dan Buah – Buahan …………………………..……..…27
Gambar 6 Kemasan Teh Tradisional dan Teh Celup ………………………………27

Gambar 7 Botol Minum dan Kemasan Baru Botol ……...…………………..…….28
Gambar 8 Kemasan Detergen………………………………………….…..……… 29
Gambar 9 Perkembangan Kemasan Obat dari Masa ke Masa ……………………..29
Gambar 10 Kecacatan Produk dan Kemasannya …………………………………..33
Gambar11 Inovasi Kemasan Produk untuk Belanja Daring ………………………34

vi

vi

DAFTAR DIAGRAM
DIAGRAM 1…………………………………………………………………………....19
DIAGRAM 2……………………………………………………………………………20
DIAGRAM 3……………………………………………………………………………21
DIAGRAM 4……………………………………………………………………………22
DIAGRAM 5……………………………………………………………………………30
DIAGRAM 6……………………………………………………………………………31
DIAGRAM 7……………………………………………………………………………32

vii


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah
1.1.1 Latar belakang masalah
Aktivitas manusia tak dapat lepas dari penggunaan barang konsumsi
dalam kehidupan sehari-hari. Barang konsumsi, yang lebih dikenal sebagai Fast
Moving Consumer Goods (FMCG), sudah menjadi ketergantungan bagi hampir

seluruh umat manusia. Oleh sebab itu, industri barang konsumsi, seperti Unilever,
P&G, dan Johnson&Johnson, merupakan industri yang berperan sangat besar
dalam masyarakat.
Perkembangan suatu industri dapat berjalan pesat jika diikuti dengan
adaptasinya terhadap dunia yang semakin dinamis. Dewasa ini, perkembangan
IPTEK terus menghadirkan inovasi baru menjadi gaya hidup generasi saat ini.
Untuk itu, adaptasi industri barang konsumsi dengan perkembangan zaman
diperlukan agar dapat terus menghadirkan produk-produk yang bermanfaat bagi
masyarakat.
Salah satu perubahan gaya hidup masyarakat yang dapat dengan jelas kita

rasakan adalah perkembangan tren belanja daring, terutama di kalangan kaum
muda, termasuk mahasiswa TPB FTI ITB 2017. Berada di Fakultas Teknologi
Industri membuat mahasiswa TPB harus peka terhadap perkembagan industri di

1

2

Indonesia. Toko online yang semakin menjamur membuat tren belanja daring
makin digandrungi pemuda masa kini. Belanja daring yang begitu praktis dan
tidak memakan banyak waktu sering menjadi pilihan masyarakat urban yang
umumnya sibuk dan hanya mempunyai sedikit waktu. Perubahan tren yang
signifikan ini mengharuskan berbagai industri pun menyesuaikan diri. Berbagai
industri, seperti mode dan furnitur, telah menunjukkan adaptasinya dengan
membentuk berbagai toko online. Karena andilnya yang besar dalam menunjang
aktivitas masyarakat, industri barang konsumsi merupakan jenis industri yang
layak diteliti proses adaptasinya, agar dapat menjadi pelajaran bagi industri lain
dalam menghadapi perkembangan zaman. Berdasarkan alasan tersebut, penulis
melakukan penelitian terhadap adaptasi industri barang konsumsi dalam
menghadapi perkembangan tren belanja daring di kalangan mahasiswa TPB FTI

ITB 2017.
1.1.2

Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang penulis
ajukan adalah sebagai berikut.
1. Faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi pentingnya adaptasi
industri barang konsumsi dalam menghadapi tren belanja daring?
2. Bagaimana adaptasi industri barang konsumsi dalam menghadapi tren
belanja daring?

3

3. Bagaimana kendala industri barang konsumsi dalam beradaptasi
terhadap perkembangan tren belanja daring?
1.2 Tujuan Penelitian dan Manfaat
1.1.2

Tujuan penelitian
Tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan laporan penelitian ini ialah

1. Mengklasifikasikan faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi
pentingnya adaptasi industri barang konsumsi dalam menghadapi tren
belanja daring
2. Mendeskripsikan bagaimana adaptasi industri barang konsumsi dalam
menghadapi tren belanja daring
3. Mengidentifikasi kendala industri barang konsumsi dalam beradaptasi
terhadap perkembangan tren belanja daring

1.1.3

Manfaat penelitian
Manfaat yang bisa didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Adaptasi industri barang konsumsi dapat menjadi pembelajaran bagi
sektor industri lainnya.
2. Adaptasi industri barang konsumsi dapat menjadi pembelajaran bagi
pakar perindustrian dan pakar ekonomi secara khusus.
3. Adaptasi industri barang konsumsi dapat menjadi pembelajaran bagi
masyarakat luas secara umum.

4

4. Memberikan rekomendasi bagi industri barang konsumsi mengenai
adaptasi dalam menghadapi tren belanja daring.

1.3 Ruang Lingkup Kajian
Untuk menjawab rumusan masalah tersebut perlu pengkajian beberapa
pokok, di antaranya adalah definisi industri, jenis-jenis industri, perkembangan
industri hingga saat ini, dampak industri, spesifikasi barang konsumsi, definisi
belanja daring, perkembangan belanja daring di Indonesia, mekanisme belanja
daring dan dampak belanja daring.
1.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
1.4.1

Metode
Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu mendeskripsikan data baik dari
literatur, maupun dari lapangan kemudian dianalisis. Sehubungan dengan metode
yang digunakan, dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif
analitif.

1.4.2

Teknik pengumpulan data
Pada penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data
berupa studi pustaka dan penyebaran kuesioner.

1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan laporan penelitian ini dibagi menjadi empat bab, yaitu
pendahuluan, dasar teori industri, analisis adaptasi industri barang konsumsi dalam

5

menghadapi tren belanja daring, serta simpulan dan saran. Pada bab satu akan
dibahas latar belakang pengangkatan aspek penelitian ini, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, ruanglingkup kajian, hipotesis, metode dan teknik
pengumpulan data, serta sistematika penulisan laporan. Pada bab dua, akan
disajikan penjelasan umum mengenai aspek-aspek yang akan diteliti, seperti
industri, barang konsumsi, dan belanja daring. Bab tiga akan menjabarkan hasil
analisis mengenai dampak perkembangan tren belanja daring terhadap industri dan
adaptasi industri barang konsumsi. Bab empat berisi tentang simpulan dan saran
dari penulis mengenai permasalahan yang kami angkat terkait industri barang
konsumsi.

BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Industri
2.1.1 Definisi Industri
Istilah industri didefinisikan oleh beberapa ahli menjadi beberapa definisi. I
Made Sandi mengatakan, industri merupakan suatu bentuk usaha guna memproduksi
barang jadi melalui proses produksi penggarapan di dalam jumlah yang besar, sehingga
barang produksi tersebut dapat diperoleh dengan harga yang rendah namun dengan
kualitas yang setinggi-tingginya. Istilah industri juga didefinisikan oleh Hinsa Siahaan,
yaitu bagian dari suatu proses yang mengelolah bahan mentah menjadi bahan baku atau
bahan baku menjadi barang jadi, sehingga menjadi suatu barang yang memiliki nilai
bagi masyarakat luas.
Berdasarkan beberapa definisi yang disampaikan oleh para ahli, maka dapat
disimpulkan, istilah industri erat kaitanya dengan sebuah proses produksi, yaitu
pengolahan barang mentah menjadi barang setengah jadi maupun barang jadi dengan
meningkatkan nilai tambah suatu benda untuk memenuhi kehidupan masyarakat pada
umumnya baik menggunakan mesin maupun tanpa mesin. Dalam sistem industri, hasil
produksi suatu kegiatan usaha akan memililiki nilai tambah yang relatif lebih besar
daripada sistem lainnya. Hal ini disebabkan karena dalam sistem industri, tingkat efektif
dan efisien suatu proses sangat diutamakan sehingga manfaat marginal yang diperoleh
oleh produsen maupun konsumen lebih tinggi

6

7

2.1.2 Jenis – Jenis Industri
Menurut International Standard Industrial Classification, Industri secara umum
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis sebagai berikut.
1. Agrikultur, kehutanan, dan perikanan
2. Pertambangan dan Penggalian
3. Manufaktur
4. Listrik, gas, dan suplai
5. Water supply, pengolahan dan remediasi limbah
6. Konstruksi
7. Perdagangan grosir dan eceran
8. Transportasi dan penyimpanan
9. Akomodasi dan industri jasa makanan
10. Komunikasi dan informasi
11. Keuangan dan asuransi
12. Perumahan
13. Industri profesional
14. Adminitrasi dan pertahanan publik
15. Pendidikan
16. Kesahatan dan aktivitas sosial
17. Seni dan hiburan
18. Jasa
19. Industri rumah tangga

8

Pada makalah ini, kami melakukan pengamatan terhadap industri manufaktur
serta perdagangan grosir dan eceran. Industri barang konsumsi yang dimaksud dalam
judul makalah ini adalah industri yang bergerak dalam proses produksi Fast Moving
Consumer Goods (FMCG), yaitu pembuatan barang konsumsi dengan perpindahan yang

sangat cepat. FMCG dapat pula disebut sebagai barang konsumsi yang penggunaannya
dibatasi oleh waktu kadaluarsa (expired). Industri barang konsumsi dapat ditinjau dari
barang itu sendiri dan dari kemasan barang.
Industri manufaktur dapat disebut pula sebagai industri pengolahan, yaitu
perpaduan bidang ilmu teknik dan sosial untuk dapat mengubah barang mentah menjadi
barang setengah jadi maupun barang jadi dengan produksi yang bersifat massal, baik
menggunakan mesin maupun tanpa mesin. Dalam perkembangannya, industri
manufaktur diprediksi akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya permintaan
produk yang dibutuhkan oleh konsumen.
Industri eceran atau grocery industry merupakan kegiatan industri yang
menghasilkan produk yang biasa diperjualbelikan secara eceran di toko grosir. Menurut
Reinvestment Fund (2011), industri grosir dapat dibagi menjadi enam jenis berikut.
1. Supermarket tradisional
Supermarket tradisional disebut juga sebagai supermarket konvensional, yaitu
toko ritel yang menjual bahan makanan kering, barang kalengan, produk
nonpangan dan barang tahan lama lainnya. Infrastruktur supermarket tradisional
bervariasi dalam ukuran, namun biasanya berkisar antara 1850m2 dan 6000 m2

9

2. Supermarket terbatas
Supermarket terbatas merupakan supermarket yang dipengaruhi harga, yaitu toko
ritel yang hanya memiliki pilihan barang tertentu dan terbatas. Infrastruktur
supermarket tradisional bervariasi dalam ukuran namun biasanya berkisar antara
1200 m2 dan 2300 m2
3. Superettes
Yaitu toko kecil yang menjual sebagian besar barang makanan kemasan dan
makanan yang mudah rusak dengan ukuran dasar. Toko ini cenderung
memberikan pelayanan yang sedikit.
4. Supercenters
Yaitu toko besar yang menjual sebagian besar barang kemasan dan menawarkan
potongan harga. Toko ini biasa juga disebut sebagai toko kelontong.
5. Toko Natural / Gourmet
Yaitu toko eceran khusus yang berfokus pada makanan sehat dan atau makanan
siap saji (gourmet).
6. Toko serba ada
Yaitu toko kecil yang sebagian besar menjual makanan kering, makanan tahan
lama, makanan siap saji dan barang nonpangan.
2.1.3 Perkembangan Industri
Sektor industri di negera – negara berkembang khususnya Indonesia mulai
berkembang seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia yang semakin komplek.
Permintaan pasar yang menginginkan produk bernilai tinggi dengan waktu pemenuhan

10

yang relatif singkat membutuhkan suatu sistem produksi yang tepat pula. Sehingga
dewasa ini, sektor perindustrian sudah banyak dipilih menjadi suatu sistem untuk
memproduksi barang konsumsi.
Dengan adanya tahapan perkembangan industri yang semakin meningkat , sudah
saatnya Indonesia melakukan pergeseran andalan sektor ekonomi dari industri primer ke
industri sekunder. Pergeseran dari industri primer ke industri sekunder ini memiliki
pengertian adanya perubahan produksi barang mentah menjadi barang setengah jadi
menjadi produksi barang setengah jadi menjadi barang jadi. Pembangunan sektor
industri pada era globalisasi membutuhkan strategi yang tepat dan konsisten, sehingga
dapat mewujudkan industri yang tangguh dan berdaya saing baik di pasar domestik
maupun di pasar global, yang nantinya mampu mendorong tumbuhnya perekonomian,
menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat dan akhirnya
mengurangi kemiskinan di Indonesia (Desfiando, 2013).
Dalam perkembangannya,

industri pun mulai menyentuh pasar daring atau

online, sehingga dana proses pendistribusian produk industri dapat dipangkas dan dapat

mengurangi dana produksi. Pemangkasan dana produksi dapat dialokasikan untuk
meningkatkan nilai tambah dari produk industri itu sendiri maupun disimpan sebagai
marjinal atau keuntugan perusahaan.
2.1.4 Dampak Industri
Kegiatan industri sebagai pilihan sistem produksi memiliki dampak yang positif
dan negatif. Dengan adanya kegiatan industri, kebutuhan barang konsumsi masyarakat
akan terpenuhi dengan cepat. Produksi barang konsumsi dapat dilakukan secara massal

11

dengan tetap menjamin kualitas barang konsumsi agar tetap dalam keadaan yang
diinginkan oleh pasar dengan nilai tambah yang relatif tinggi . Tersedianya barang
konsumsi dengan cepat dapat

membuat tingkat kepuasaan masyarakat meningkat.

Produsen atau perusahaan penghasil barang konsumsi pun akan mendapat marjinal yang
cukup tinggi.
Selain ditinjau dari sudut pandang konsumen dan produsen, kegiatan industri ini
juga mempengaruhi tingkat pengangguran di masyarakat. Industri yang erat kaitannya
dengan pabrik produksi akan menyerap tenaga kerja yang tinggi, sehingga hal ini
mampu mengurangi permasalahan pengangguran di masyarakat.
Meskipun efektif dan efisien, kegiatan industri memiliki dampak yang cukup
membahayakan bagi masyarakat. Dalam kegiatan industri, pabrik menjadi tempat utama
proses produksi. Munculnya pabrik-pabrik di suatu wilayah menimbulkan masalah
berupa limbah buangan yang sebagian besar cukup membahayakan.

2.2 Barang Konsumsi
2.2.1 Definisi Barang Konsumsi
Barang konsumsi atau yang lebih dikenal sebagai Consumer Packaged Goods
(CPG) umumnya dikemas oleh industri manufaktur dan dijual secara retail/eceran

(Kalish, 2007). Industri barang konsumsi adalah industri yang melakukan proses
manufaktur, distribusi, dan penjualan barang konsumsi dalam kemasan, makanan, obatobatan, produk-produk kebersihan, kertas, soft drinks, dsb.

12

Umumnya, barang konsumsi dijual cepat. Kecepatan penjualan produk inilah
yang menyebabkan barang konsumsi sering juga deisebut sebagai Fast Moving
Consumer Goods. Selain penjualannya yang cepat, barang konsumsi juga dijual dengan

harga relatif rendah. Namun, meskipun keuntungan absolut produk ini rendah, barang
konsumsi umumnya terjual dengan kuantitas besar sehingga keuntungan kumulatifnya
pun cenderung besar (Geissel, 2012).
2.2.2 Jenis-jenis Barang Konsumsi
Dalam buku Creating Breakthrough Innovation at Consumer Packaged Goods
Companies, Geissel (2017) memaparkan barang konsumsi secara garis besar dapat

dibagi menjadi dua jenis, yaitu barang konsumsi dalam kemasan dan dan barang tahan
lama. Perbedaan jelas antara keduanya adalah jangka waktu penggunaan produk. Barang
konsumsi dalam kemasan memiliki waktu kadaluarsa, sedangkan barang tahan lama
tidak.
Perbandingan lainnya dapat ditinjau dari aspek harga. Barang konsumsi dalam
kemasan merupakan produk yang kita gunakan sehari-hari sehingga dijual dengan harga
relatif murah, tetapi dengan intensitas pembelian relatif tinggi. Lain halnya dengan
barang tahan lama. Barang tahan lama atau durable goods cenderung dijual dengan
harga yang tinggi karena pembeliannya hanya perlu sekali, contohnya pembelian perabot
rumah tangga dan alat elektronik.
Pada praktiknya dalam industri, tidak menutup kemungkinan industri barang
tahan lama memproduksi dan mendistribusi barang konsumsi dalam kemasan. Sering
pula profit yang dihasilkan dari penjualan barang konsumsi dalam kemasan tersebut

13

lebih tinggi dari profit yang dihasilkan produk primernya, yaitu barang tahan lama.
Contohnya, HP (Hewlett-Packard) menjual printer dengan margin lebih rendah daripada
margin tinta (cartridge) printer yang dijualnya (Autry, 2013).
2.3 Belanja Daring
2.3.1 Definisi belanja daring
Secara konsep, pemasaran internet berbeda dari saluran pemasaran lainnya.
Internet mempromosikan komunikasi satu lawan satu antara penjual dan pembeli dengan
layanan pelanggan sepanjang waktu. Pada zaman sekarang, bisnis pemasaran internet
adalah media komersil yang tumbuh paling cepat. Dikutip dari jurnal internasional
Consumers’ Adoption of Online Shopping (Cai dan Cude, 2016), belanja daring adalah
kegiatan yang didefinisikan secara luas yang mencakup pencarian informasi produk,
pembelian produk atau layanan, dan berkomunikasi dengan pengecer dan konsumen
lainnya. “Bila seseorang membeli barang ataupun jasa melalui internet dan tidak
mengunjungi tokonya secara fisik, maka ia tengah melakukan belanja daring atau yang
biasa disebut dengan online shopping” (Bennett, 2017).
2.3.2 Perkembangan belanja daring di Indonesia
Belanja daring merupakan suatu hal yang relatif baru di Indonesia. Namun,
metode belanja ini telah meledak dalam beberapa tahun terakhir. Dikatakan bahwa pada
tahun 2020, pasar Indonesia akan memiliki nilai US$ 130 miliar. Pasar online di
Indonesia menempati urutan ketiga di Asia, tepat di belakang Cina dan India (Dafluff,

14

2017). Sedangkan di kawasan Asia Tenggara, pasar online di Indonesia menempati
posisi pertama (Melissa, 2017).

Gambar 1 Posisi Pasar Online Indonesia di Asia Tenggara
(Sumber : Bloomberg.com)
Sementara itu, riset global dari Bloomberg menyatakan, pada tahun 2020 lebih
dari separuh penduduk Indonesia akan terlibat di aktivitas e-Commerce. McKinsey
dalam laporan bertajuk „Unlocking Indonesia’s Digital Opportunity’ juga menyebutkan,
peralihan ke ranah digital akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga US$ 150
miliar dolar pada tahun 2025. Laporan itu menyatakan pula, 73 persen pengguna internet
di Indonesia mengakses internet melalui perangkat selular. Angka ini diperkirakan akan
terus bertambah dalam lima tahun ke depan.
Berbagai keuntungan bisa didapatkan jika pengelolaan belanja daring dilakukan
dengan tepat. Jika diperhatikan, dari waktu ke waktu potensi bisnis belanja daring di
Indonesia semakin berkembang. Itulah sebabnya semakin banyak orang yang berbisnis

15

secara online. Berikut merupakan faktor-faktor pesatnya perkembangan belanja daring
di Indonesia.
1. Kategori produk yang bisa dijual sangat beragam.
2. Jangkauan pengiriman barang semakin luas.
3. Banyaknya media yang bisa digunakan untuk berjualan.
2.3.3 Mekanisme belanja daring
Saat konsumen ingin membeli produk, mereka akan melihat merek dan
karakteristik produk atau layanannya. Beberapa produk bisa dibeli dan dikirimkan
dengan mudah secara online seperti perangkat lunak dan buku. Di sisi lain, beberapa
produk sulit diputuskan melalui saluran online. Fitur web site adalah salah satu hal
penting yang dapat memengaruhi konsumen untuk membeli produk secara online.
Misalnya, pengecer dapat menggunakan teknologi tinggi untuk memperbaiki situs web
mereka agar dapat memengaruhi persepsi lingkungan konsumen (Prasad dan Aryasri,
2009). Jika situs web terlalu lambat, tidak navigasi, atau tidak cukup aman, tentunya
akan berdampak negatif terhadap kemauan konsumen untuk mencoba atau membeli
produk dari laman tersebut. Saat konsumen ingin membeli produk, mereka akan melihat
merek dan karakteristik produk atau layanannya.
Setelah proses pemilihan produk, konsumen akan dihadapkan dengan proses
transaksi. Karena konsumen tidak dapat menyentuh atau mencoba produk sebelum
mereka membeli, toko online harus menawarkan beberapa pilihan tambahan, misalnya
garansi uang kembali untuk mengurangi kekhawatiran konsumen (Comegys, 2009).

16

Penjual mungkin mempertimbangkan menawarkan kebijakan penjaminan uang kembali
termasuk pengembalian ongkos kirim untuk mengurangi pembelian.
Setelah konsumen melakukan transaksi, produk yang dibeli akan dikirim oleh
toko terkait ke alamat yang telah diisi konsumen. Durasi proses pengiriman sampai
produk sampai ke tangan konsumen bersifat tentatif karena bergantung pada jarak antara
destinasi pengiriman dengan lokasi toko terkait. Setelah barang sampai di tangan
konsumen, ini lah hal yang menentukan keberhasilan suatu toko online. Terkadang,
produk yang diterima tidak sesuai dengan apa yang dideskripsikan di laman online dan
terdapat kecacatan. Beberapa penjual online biasanya tidak setuju untuk melakukan
pengembalian dana atau penukaran produk karena harus dilakukan proses pengiriman
ulang. Hal ini tentunya akan merusak kepercayaan konsumen terhadap toko tersebut.
2.3.4 Keuntungan dan kerugian belanja daring
Seperti proses pembelian barang pada umumnya, belanja daring pun memiliki
keuntungan dan kerugian. Berikut ini merupakan pemaparan mengenai keuntungan dan
kerugian belanja secara daring.
a. Keuntungan belanja daring
1) Kenyamanan dalam proses jual beli
Jual beli online telah menjadi bagian penting dari kehidupan
banyak orang. Salah satu alasan utama banyak orang beralih ke belanja
online adalah karena dapat menghemat banyak waktu dan usaha

17

dibandingkan dengan belanja real time (Desti, 2017). Siswa dan orang
tua mengandalkan internet untuk mendapatkan dan menjual buku teks
dengan harga terjangkau, toko virtual memungkinkan orang untuk
berbelanja dari rumah mereka tanpa tekanan dari tenaga penjualan, dan
pasar online menyediakan tempat baru dan lebih nyaman untuk
pertukaran barang secara virtual.
2) Aksesnya yang mudah
Salah satu manfaat utama belanja daring adalah karena
kemudahan aksesibilitasnya. Banyak konsumen beralih ke belanja daring
hanya karena sangat mudah digunakan dan seseorang dapat melakukan
pembelian online dengan sekali klik tetikus saja. Karena mudahnya untuk
mengakses internet, konsumen dapat berbelanja kapanpun dimanapun
mereka berada.
3) Belanja lebih fleksibel
Dengan belanja daring, konsumen tidak perlu repot-repot pindah
toko untuk mencari produk yang dicari. Di situs online tersebut,
konsumen dapat langsung mencari barang yang diinginkan dengan
mengetik kata kunci yang sesuai. Selain itu, konsumen tidak perlu
membandingkan harga produk dari toko satu dan lainnya karena sudah

18

terdapat perbandingan produk yang dapat membentuk untuk memutuskan
produk mana yang ingin dibeli.
b. Kerugian belanja daring
1) Risiko kecacatan barang
Karena tidak adanya kegiatan tatap muka dalam proses jual beli,
konsumen tidak dapat melihat langsung secara fisik apalagi menyentuh
barang yang ingin dibeli. Konsumen hanya bisa menerka dari deskripsi
barang dan gambar yang ditampilkan di laman toko online terkait.
2) Rawan penipuan
Pilihan pembayaran juga bisa menjadi kerugian karena selalu ada
risiko saat mengenalkan data secara online. Ini mungkin merupakan
risiko keamanan pada bagian klien atau dari toko online dan ini adalah
masalah yang patut dipertimbangkan. Penipuan online sangat populer dan
itulah sebabnya orang perlu memberi perhatian ekstra saat membeli
secara online.
3) Masalah dalam proses pengiriman
Pengiriman juga menjadi masalah karena pelanggan tidak bisa
mendapatkan barangnya, membayarnya, dan langsung keluar dari toko.
Selalu ada masa tunggu sampai barang dikirim ke alamat yang disepakati.
Waktu yang dibutuhkan untuk barang yang akan dikirim dapat bervariasi

19

tergantung pada jarak antara pelanggan dan toko serta metode pengiriman
yang digunakan.

BAB III
ANALISIS ADAPTASI INDUSTRI BARANG KONSUMSI
3.1 Latar Belakang Adaptasi Industri Barang Konsumsi
Berdasarkan penyebaran kuesioner yang telah diisi oleh 69 responden dari massa
TPB FTI ITB 2017, sebanyak 56 responden atau 81,2 % dari responden sebenarnya
lebih memilih untuk berbelanja secara konvensional daripada melakukan belanja daring.
Sedangkan 13 responden lainnya (18,8%) lebih memilih untuk berbelanja daring.
Berikut diagram presentasenya.

Dalam berbelanja, saya lebih memilih

19%

81%

Belanja konvensional

Belanja online

Diagram 1 Pilihan Metode Berbelanja
Berdasarkan data yang diperoleh, dalam melakukan belanja daring, kebanyakan
mahasiswa TPB FTI ITB 2017, yaitu sebanyak 31 % (35 orang), biasanya membeli
pakaian. Selain berbelanja pakaian, sebanyak 18 % dari responden atau sebanyak 21

19

20

orang, menjawab biasanya membeli produk kecantikan seperti kosmetik (make up) saat
berbelanja daring. Selain itu, makanan juga menjadi salah satu produk yang laku dalam
pasaran online, sebanyak 16 % dari responden (18 orang) menjawab biasanya membeli
makanan saat berbelanja daring. Beberapa barang seperti buku, alat tulis, barang
elektronik, aksesoris juga biasanya dibeli secara online oleh kalangan mahasiswa TPB
FTI ITB 2017. Berikut diagram persentasenya.

Barang yang biasa saya beli secara online
9%
7%
31%
9%

10%

16%
18%

Pakaian

Makanan

Make up

Buku

Alat tulis

Elektronik

Lainnya

Diagram 2 Barang yang Biasa Dibeli Secara Online
Berdasarkan hasil pengamatan yang ada, kebanyakan mahasiswa TPB FTI ITB
2017, yaitu sebanyak 31 orang (46% dari total responden), melakukan belanja daring
sebanyak satu kali dalam satu bulan. Sedangkan, sebanyak 20 orang, yaitu 30% dari
total responden, menjawab mereka berbelanja daring lebih dari satu kali dalam satu
bulan. Selain itu, sebanyak 4 orang (6% dari total responden) menjawab mereka

21

berbelanja daring sebanyak lebih dari dua kali dalam satu minggu. Begitu pula dengan
yang menjawab berbelanja daring hanya satu kali dalam satu minggu. Banyak pula yang
menjawab waktu untuk berbelanja daring itu tidak tentu karena sesuai dengan kebutuhan.
Berdasarkan survei, ternyata masih ada beberapa orang yang tidak pernah melakukan
belanja daring. Berikut diagram presentasenya.

Saya biasanya melakukan belanja daring
12%

6%
6%

30%

46%

1x seminggu

>2x seminggu

1x sebulan

>1x sebulan

Tidak tentu

Tidak pernah

Diagram 3 Rutinitas Berbelanja Daring
Adaptasi industri barang konsumsi dalam belanja daring terus dilakukan karena
belanja daring dinilai memilki banyak keuntungan jika dibandingkan dengan berbelanja
secara konvensional. Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner, kebanyakan mahasiswa
TPB FTI ITB 2017 ,yaitu sebanyak 60 orang (35 % dari responden), menjawab
keuntungan belanja daring yang paling utama adalah menghemat waktu. Sebanyak 48
orang lainnya, yaitu 28 % dari responden, menjawab keuntungan dari belanja daring

22

adalah aksesnya yang mudah. Selain itu, belanja daring dirasa lebih fleksibel dan barang
yang dibeli secara online harganya cenderung lebih murah. Berikut diagram
presentasenya.

Keuntungan Belanja Daring
22%
35%

28%
15%

Menghemat waktu

Cenderung lebih murah

Aksesnya mudah

Lebih fleksibel

Diagram 4 Keuntungan Belanja Daring
3.2 Bentuk Adaptasi Industri Barang Konsumsi
Keterbatasan ruang dan waktu antara konsumen dan produsen untuk melihat
secara langsung produk yang akan dibeli, memunculkan sebuah inovasi baru bagi
produsen agar konsumen mengerti secara detail produk yang akan dibeli. Dalam
perkembangannya, perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam produksi Fast Moving
Consumer Goods, menggunakan sistem digital untuk melayani permintaan konsumen

tersebut. Inovasi ini memunculkan katalog produk digital yang memfasilitasi kebutuhan
konsumen untuk mengerti lebih lanjut produk yang akan dibeli.

23

Industri barang konsumsi berkembang seiring dengan munculnya toko belanja
daring. Perkembangan ini dapat ditinjau dari aspek produk itu sendiri maupun dari
kemasan produk. Kemasan barang yang awalnya dikemas secara rapi kemudian berjajar
di dalam rak – rak supermarket, sekarang mengalami perkembangan untuk dikemas
sedemikian rupa agar dapat bertahan lebih lama saat melalui proses pengiriman barang
pada kegiatan belanja daring.
3.2.1 Adaptasi Barang Konsumsi
Munculnya sistem belanja daring membuat industri barang konsumsi melakukan
penyesuaian terhadap kebutuhan masyarakat. Beberapa industri barang konsumsi
mengubah produknya sedemikian rupa sehingga tetap layak dikonsumsi setelah melalui
proses pengiriman barang yang cukup lama. Berikut merupakan beberapa jenis industri
produk konsumsi yang menyesuaikan diri terhadap munculnya sistem belanja daring.
1. Industri Minuman

Gambar 1 Botol Minuman
(Sumber: pinterest.com)

24

Pada awal tahun 2000, industri minuman mulai banyak melakukan inovasi
untuk membuat serbuk minuman sehingga dapat dikonsumsi dimana saja dan
kapan saja sesuai dengan keinginan konsumen. Perkembangan selanjutnya dari
industri serbuk minuman ini adalah dapat dikonsumsi dengan aneka rasa
mengikuti tren keinginan pasar.

Gambar 2 Serbuk Minuman
(Sumber: pinterest.com)
2. Makanan Siap Saji dan bumbu masak

Gambar 3 Makanan Siap Saji dan Bumbu Masak
(Sumber : Google Images)
Dengan adanya kemudahan teknologi yang mendukung kegiatan belanja
daring kebutuhan pokok masyarakat dapat dipenuhi dengan cepat. Sambal
merupakan bumbu masakan tradisional yang memilikii aroma sedap menyengat.

25

Akan tetapi, tidak semua masyarakat menyukai kekhasan aroma sambal, oleh
karena itu industri barang konsumsi melakukan inovasi dengan membuat sambal
berbentuk serbuk yang dapat dinikmati dimana dan kapan saja. Selain itu, sambal
berbentuk bubuk ini tidak menimbulkan aroma yang menyengat, sehingga dapat
digunakan oleh siapapun.
Dewasa ini, makanan dalam kemasan bukan hanya berupa makananmakanan kering, tetapi makanan basah seperti makanan tradisional rendang,
dendeng dan mie juga diolah rupa sehingga dapat disajikan dengan cepat dan
praktis. Dalam industri barang konsumsi, makanan siap saji seperti mie, rendang
dan dendeng ini diolah agar dapat bertahan lama. Adaptasi dari barang-barang
konsumsi inilah yang memudahkan produsen dengan sitem daring mengirimkan
barang konsumsi ke konsumen agar tetap dapat dikonsumsi dengan lezat.
3.2.2

Adaptasi Kemasan Barang Konsumsi
Dalam sistem belanja daring, proses pendistribusian barang ke konsumen

menjadi hal penting untuk diperhatikan. Pendistribusian dapat diartikan pula pengiriman
barang dari perusahaan ke pengguna. Secara umum, penyesuaian yang dilakukan
industri kemasan produk konsumsi dibuat agar dapat memenuhi hal – hal berikut.
1.

Tidak mudah rusak karena benturan.
Fakta menunujukan, proses pengiriman barang sering dilakukan tanpa

memilah jenis barang yang akan dikirim. Proses pengiriman barang yang
dilakukan melalui pesawat, kereta maupun mobil box sering dilakukan hanya

26

dengan pelemparan barang dari tempat persortiran ke bagasi. Hal ini menunjukan,
resiko kerusakan barang konsumsi cukup tinggi. Sehingga diperlukan kemasan
yang mampu melindungi produk konsumsi.
2.

Tahan lama

3.

Mudah didaur ulang

4.

Ringan

5.

Dapat digunakan sebagai fungsi lain.
Kemasan barang konsumsi akan lebih bermanfaat apabila dapat bersifat

multifungsi. Selain berguna untuk konsumen, sampah barang industri juga dapat
berkurang sehingga dapat membantu mengurangi limbah di lingkungan.

Berdasarkan data hasil kuesioner yang telah disebarkan, barang yang dijual
secara daring memiliki kemasan yang berbeda dengan barang yang dijual secara
tradisional. Perbedaan ini menunukkan telah adanya adaptasi yang dilakukan industri
barang konsumsi.
Berikut beberapa perkembangan kemasan barang konsumsi dalam upaya
menyesuaikan diri terhadap tren belanja daring.
1) Kemasan makanan
Dalam perkembangannya, kemasan makanan berubah seiring dengan kebutuhan
dan permintaan pasar. Kemasan makanan berubah seperti gambar berikut.

27

Gambar 4 kemasan sayur dan buah – buahan
(Sumber : pinterest.com)
Permintaan konsumen, terutama di kalangan masyarakat urban, yang tinggi
terhadap kebutuhan sayuran dan buah – buahan, membuat produsen barang konsumsi
berinovasi untuk membuat kemasan produk yang sesuai dengan kriteria yang disebutkan
di atas. Kriteria tersebut di antaranya adalah tahan lama, tidak mudah rusak, serta
mampu menjaga kesegaran sayur dan buah-buahan sehingga dapat dikonsumsi dengan
lezat dan mengandung nutrisi yang tinggi walaupun sudah melalu proses pendistribusian
yang cukup lama.
2) Kemasan minuman

Gambar 5 Kemasan Teh Tradisional dan Teh Celup
(Sumber : google.com)

28

Teh merupakan komoditi yang memiliki permintaan pasar yang cukup besar.
Dengan mengikuti perkembangan industri, teh yang awalnya dikemas menggunakan
kertas diubah bentuk kemasannya menjadi kain yang memiliki lubang – lubang kecil.
Kemasan kain berlubang kecil ini selain berfungsi untuk memudahkan menyaring ampas
teh pada minuman, juga bersifat ringan, tidak mudah rusak dan membuat teh tetap
berada pada tempatnya yaitu tidak berceceran.

Gambar 5 Botol Minum dan Kemasan Baru Botol
(Sumber : pinterest.com)
Perkembangan tren belanja daring membuat produsen minuman melakukan
inovasi industri dengan mengubah kemasan botol menjadi kemasan plastik yang mudah
untuk dibawa. Perubahan kemasan ini menunjukan adanya adaptasi yang dilakukan oleh
produsen industri untuk dapat mengikuti tren belanja daring. Adaptasi ini dilakukan
dengan tujuan mempermudah masyarakat memenuhi kebutuhannya.

29

3) Kemasan barang toilet

Gambar 6 Kemasan Detergen
(Sumber: pinterest.com)
Selain kemasan makanan dan minuman yang mengalami perubahan, kemasan
barang toilet juga mengalami adaptasi industri kemasan. Awal mulanya barang toilet
seperti detergen dikemas menggunakan botol kemasan, namun sekarang mulai
bermunculan kemasan plastik yang lebih mudah dibawa, ringan, dan tidak mudah bocor
ketika harus mengalami pendistribusian dari satu tempat ke tempat lain. Adaptasi
industri ini menjamin detergen tidak tumpah pada proses pengiriman.
4) Obat – obatan

Gambar 7 Perkembangan Kemasan Obat dari Masa ke Masa
(Sumber : pinterest.com)

30

Dalam bidang farmasi, industri juga melakukan adaptasi dengan megubah
kemasan obat sesuai dengan perkembangan teknologi. Kemasan obat telah mengalami
revolusi mulai dari bentuk tablet hingga kini muncul tempat penambung obat sehingga
dapat digunakan sesuai kebutuhan masyarakat.
Berdasarkan hasil kuesioner yang telah disebarkan, 52.8 % responden
berpendapat bahwa aspek yang sekarang ini lebih terlihat menyesuaikan diri terhadap
perkembangan tren belanja daring adalah

kemasan produk konsumsi. Sedangkan

sisanya, yaitu 47,6 % responden berpendapat bahwa produk konsumsi yang terlihat
melakukan adaptasi.

Produk

Kemasan produk

Diagram 5 Aspek yang Berbeda antara Belanja Daring dan Belanja Konvensional

31

Berdasarkan kuesioner, 52,4 % responden berpendapat bahwa perusahaan yang
bergerak di industri Fast Moving Consummer Goods (FMCG) masih belum melakukan
adaptasi perubahan kemasan maupun produk konsumsi terhadap tren belanja daring.

Apakah industri barang konsumsi sudah
beradaptasi seperti yang seharusnya?

Sudah
Belum

Diagram 6 Adaptasi Industri Barang Konsumsi

3.3 Kendala Industri Barang Konsumsi dalam Menghadapi Tren Belanja Daring
Tren belanja masyarakat mengalami perubahan signifikan seiring dengan
perkembangan teknologi. Meningkatnya tren belanja daring di kalangan generasi muda,
khususnya mahasiswa, menjadi tantangan bagi berbagai sektor industri, termasuk
industri barang konsumsi, untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Tidak
dapat dimungkiri bahwa industri barang konsumsi menghadapi sejumlah kendala dalam
adaptasinya. Berdasarkan kuesioner yang telah disebarkan pada sejumlah mahasiswa
TPB FTI ITB 2017, sektor industri barang konsumsi masih memiliki kekurangan dalam

32

hal penjualan daring atau online. Diagram berikut menunjukkan respons para responden
mengenai kekurangan belanja secara daring.

Apa saja kekurangan belanja secara daring?
Ada risiko kecacatan barang

Rawan penipuan

Proses pengiriman barang lama

24%
40%

36%

Diagram 7 Kekurangan Belanja Daring
Sekitar 40% responden mengkhawatirkan risiko kecacatan barang saat
melakukan belanja daring. Sementara itu, 36% responden lainnya menganggap belanja
daring masih rawan penipuan, sedangkan 24% sisanya menyayangkan proses
pengiriman barang yang lama.

33

Gambar 8 Kecacatan Produk dan Kemasannya
(sumber: Accenture e-Commerce Report)
Risiko kecacatan barang kerap terjadi karena kemasan barang yang kurang
kokoh dan tahan banting. Padahal penjualan barang secara daring memerlukan kemasan
produk yang lebih kuat dan tahan lama agar tidak terjadi kerusakan selama proses
pengiriman. Jika terjadi kecacatan produk atau kemasan produk, konsumen akan
kehilangan kepercayaan terhadap produk tersebut. Selain itu, kasus ini juga dapat
menimbulkan dampak buruk bagi citra perusahaan manufaktur produk tersebut. Untuk
mengatasi kendala tersebut, diperlukan inovasi kemasan produk agar kecacatan dan
kerusakan produk saat pengiriman dapat dicegah. Salah satu solusinya adalah dengan
menlakukan tes ketahanan produk, yaitu dengan 9 drop test, uji getar, dan 8 drop test
tambahan. Mekanisme ini telah dilakukan oleh beberapa industri untuk memastikan
kemasannya tahan banting sehingga tidak mudah rusak saat pengiriman. Cara lain yang
dapat ditempuh adalah mengganti bentuk kemasan, seperti yang tertera pada gambar
berikut.

34

Gambar 9 Inovasi Kemasan Produk untuk Belanja Daring
(sumber: Bemis e-Commerce)
Kendala selanjutnya, yaitu belanja barang konsumsi secara daring masih rawan
penipuan. Hal ini membuat konsumen ragu menginvestasikan uangnya dengan
berbelanja secara daring. Untuk itu, industri barang konsumsi sebaiknya meyediakan
platform yang aman dan dapat dipercaya agar konsumen dapat dengan nyaman membeli
bang konsumsi secara daring.
Sebanyak 24% responden mengeluh mengenai proses pengiriman barang yang
memakan banyak waktu. Kasus ini wajar terjadi karena penjualan barang secara daring
memperpanjang rantai distribusi produk dari produsen ke konsumen. Akan tetapi,
kendala ini dapat diatasi dengan adanya kerja sama antara industri barang konsumsi
dengan perusahaan pengiriman barang, seperti FedEx dan UPS. Kerja sama yang
dibentuk memungkinkan industri barang konsumsi untuk bernegosiasi agar pengiriman

35

produk mereka dilakukan dengan lebih cepat. Dengan begitu, konsumen akan lebih puas
dan industri barang konsumsi pun mendapat kepercayaan lebih tinggi dari konsumennya.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Berdasarkan

penelitian,

terdapat

banyak

faktor

yang

melatarbelakangi

pentingnya adaptasi industri barang konsumsi dalam menghadapi tren belanja daring.
Hal ini didukung oleh banyaknya keuntungan yang dirasakan mahasiswa TPB FTI ITB
2017 dengan melakukan belanja daring. Keuntungan dari berbelanja daring antara lain
adalah menghemat waktu, aksesnya yang mudah, belanja lebih fleksibel untuk dilakukan,
dan harga barang yang cenderung lebih murah.
Adaptasi yang dilakukan industri barang konsumsi dalam menghadapai tren
belanja daring adalah dengan melakukan inovasi perubahan bentuk produk dan
kemasannya. Produk dan kemasan diharapkan dapat diolah menjadi sedemikian rupa
sehingga bersifat tahan lama, mudah didaur ulang, ringan, dan multifungsi. Akan tetapi,
dalam kenyataannya perusahaan yang bergerak dalam Fast Moving Consumer Goods
(FMCG) masih banyak yang belum melakukan adaptasi produk dan kemasan sehingga

mempengahuri tingkat keamaanan benda saat dilakukan proses pendistribusian dari
produsen ke konsumen.
Dalam perkembangannya, industri barang konsumsi mengalami beberapa
kendala dalam beradaptasi. Salah satu kendala industri FMCG adalah menurunnya
tingkat konsumsi masyarakat. Faktor lainnya adalah, tingkat kepercayaan konsumen

36

37

yang relatif rendah akibat tingginya risiko kecacatan produk, rawannya terjadi penipuan,
dan pengiriman barang yang cenderung lama.

4.2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya, penulis berharap lebih banyak contoh nyata
keadaan di lapangan terkait industri barang konsumsi agar masyarakat mendapat
gambaran lebih jelas mengenai isu tersebut. Selain itu, sebaiknya industri barang
konsumsi semakin gencar beradaptasi dan membuat inovasi yang sesuai dengan
kebutuhan konsumennya agar tidak tertinggal dalam persaingan pasar.

DAFTAR PUSTAKA
Behrenbeck, K., Peter, B., Peter, C., Rugholm, J., Frank, S., Wachinger, T., & Zocchi,
A. 2015. Perspectives on retail and consumer goods. Perspectives on Retail and
Consumer Goods, (4), 1–76.
Bemis. 2016. Packaging for A New Era of E-Commerce. United States: Bemis
Company.
Cheok, Melissa. 2017. “Online Shopping Is Taking Off in Southeast Asia”.
https://www.bloomberg.com/news/articles/2017-08-28/thai-online-shoppingbinge-is-sign-of-southeast-asia-market-size. Diakses pada 8 November 2017.
Comegys, Hannula, dan Váisánen. 2009. “Effects of Consumer Trust and Risk On
Online Purchase Decision-Making: A Comparison of Finnish and United States
Students” dalam International Journal of Management Vol. 26 No. 2.
Dafluff. 2017. “Online Shopping in Indonesia”. https://www.expatindo.org/onlineshopping-indonesia/. Diakses pada 7 November 2017.
Deloitte. 2017. 2017 Consumer Products Industry Outlook. United States: Deloitte
Development.
Hadlock, P., Raja, S., Black, B., Gell, J., Gormley, P., Sprecher, B., … Satchu, J. 2014.
The Digital Future: A Game Plan for Consumer Packaged Goods. Washington:

The Boston Consulting Group.

38

39

Kannaiah, Desti dan Shanthi. 2015. “Consumers’ Perception on Online Shopping”
dalam Journal of Marketing and Consumer Research Vol. 13.
Katawetawaraks, Chayapa dan Cheng Lu Wang. 2011. “Online Shopper Behavior:
Influences of Online Shopping Decision” dalam Asian Journal of Business
Research Vol. 1 No. 2.

Kesteloo, M., Medeiros, A., dan Potter. 2017. “Cost Cutting Is Not The Only Strategic
Choice For Profit Growth”. https://www.strategyand.pwc.com/media/file/2017Consumer-Packaged-Goods-Trends.pdf. Diakses pada 8 November 2017.
Laudon dan Traver. 2009. E-Commerce Business. Technology. Society. Edisi 5. New
Jersey: Prentice Hall.
Perrigo, C., Rawlinson, R., & Fernandes, F. 2012. A Strategy for Omnichannel Success.
Booz & Company.
Rob.

2012.

“The

Negative

Aspects

Of

Online

Shopping”.

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:http://pacificscience.net/
the-negative-aspects-of-online-shopping/. Diakses pada 7 November 2017.
Tania.

2016.

“Perkembangan

Potensi

Bisnis

Online

Shop

Indonesia