PENERAPAN NILAI NILAI BUDI PEKERTI YANG

Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA,
Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012

PENERAPAN NILAI-NILAI BUDI PEKERTI YANG TERINTEGRASI DALAM
PEMBELAJARAN SAINS TERPADU MELALUI LIVING VALUES EDUCATIONAL
PROGRAM (LVEP)
Oleh:
Ismun Nisa Nadhifah 1, Ika Kartika 2
1) Mahasiswa Pendidikan Fisika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Alamat : Tegal Kemuning DN II, No.877 C, Lempuyangan, Yogyakarta
E-mail: lucky_dhyva@yahoo.com
2) Dosen Pendidikan Fisika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
E-mail: Ika_thea@yahoo.co.id
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan nilai-nilai budi pekerti dan sikap ilmiah yang
terintegrasi dalam pembelajaran Sains terpadu melalui Living Values Educational Program (LVEP)
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif melalui kajian teoritis untuk menjelaskan
pengintegrasian nilai-nilai budi pekerti dan sikap ilmiah dalam pembelajaran Sains terpadu dengan menerapkan
LVEP yang terfokus pada : penghargaan, tanggung jawab, dan kerja sama. LVEP merupakan metode pembelajaran
yang komprehensif berbasis nilai. Proses kegiatan pembelajaran dengan LVEP membantu siswa dalam
mengembangkan keterampilan pribadi, sosial dan emosional. Dalam pembelajaran melalui LVEP ini peserta didik

diajak untuk berefleksi, berimajinasi, berdialog, berkomunikasi, berkreasi, membuat tulisan dan bermain-main lewat
nilai-nilai yang diajarkan. Aktivitas-aktivitas berdasarkan nilai tersebut dirancang untuk memotivasi siswa dan
mengajarkan mereka untuk memikirkan diri sendiri, orang lain, dunia, dan nilai-nilai dalam cara yang berkaitan.
Tahapan penerapan LVEP dimulai melalui refleksi dimana siswa diajak untuk merenungkan pentingnya
nilai-nilai yang diajarkan dalam kaitannya tentang alam dan lingkungan. Kemudian siswa diajak untuk berimajinasi
atau membayangkan, membagi pengalaman dan membuat karya untuk memancing kreativitas. Tahap selanjutnya
yaitu ekspesi seni dimana siswa diajak untuk menuangkan ide kreatif mereka melalui karya seni semisal membuat
gambaran pengetahuna yang mereka pelajari. Tahap selanjutnya yaitu aktivitas pengembangan diri dimana mereka
mengeksplorasi nilai dan kaitannya dengan pembelajaran Sains yang mereka alami.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode LVEP dengan mengintegrasikan nilai-nilai budi
pekerti pada pembelajaran Sains Terpadu dapat meningkatkan pemahaman nilai-nilai budi pekerti kepada siswa.
Hasil wawancara menunjukkan sebagian besar siswa sangat antusias dan merasa senang dalam mengikuti
pembelajaran dan mereka lebih memahami makna pembelajaran Sains. Penerapan Metode LVEP untuk
pengimplementasian nilai-nilai budi pekerti pada pembelajaran Sains Terpadu menurut guru sudah sesuai dan
komprehensif.
Kata kunci : LVEP, Pembelajaran Sains Terpadu, Pembelajaran nilai.

I.

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Dalam dunia yang semakin bergelimang panutan negatif, diagungkannya
kekerasan dan materialisme, tak banyak anak-anak dan remaja yang memiliki
kemampuan sosial atau nila positif karena mereka lebih banyak melakukan apa yang
diperintahkan. Sementara siswa-siswa yang ”baik” menyerap perilaku berdasarkan nilainilai ketika diperkenalkan pada aktivitas ”di tingkat kesadaran”, mereka memperoleh
F1

Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA,
Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012

keuntungan yang besar saat dipandu melalui penggalian nilai-nilai dan implikasinya bagi
diri mereka sendiri, sesama, dan masyarakat luas.. Orangtua, pendidik dan warga yang
peduli di banyak negara percaya salah satu solusinya adalah dengan menitikberatkan
pada pendidikan nilai-nilai.
Para pendidik yang mengajak dan memberi siswa-siswa kesempatan secara aktif
menggali dan mengalami kualitas-kualitas diri mereka sendiri merupakan titik penentu
yang

sangat


penting.

Siswa-siswa

memperoleh

keuntungan

dengan

mengembangkankeahlian hingga kemampuan kognitif dan pemahaman nilai-nilai.
Untuk memotivasi siswa-siswa agar mau belajar dan mempergunakan kemampuan sosial
yang positif dan kooperatif, sangat penting menciptakan suasana bermuatan nilai-nilai
dimana mereka merasa diperkuat, didengar dan dihargai. Di dalam konteks inilah, dan
sebagai jawaban dari pangilan akan perlunya nilai-nilai dalam proses inti pembelajaran,
maka dikembangkanlah Living Values : an Educational Program (LVEP)
Mengacu pada ciri-ciri program pembelajaran tersebut maka solusi yang tepat
sebagai pemecahan masalah di atas adalah melalui program pendidikan nilai atau LVEP (
Living Value Education Program). Alasan pemilihan LVEP adalah karena program ini
dirancang untuk mengajak dan memotivasi siswa agar menjadi lebih aktif, kreatif,

melaksanakan tugasnya dengan rasa penuh kesadaran dan senang, serta bertanggung
jawab dalam melaksanakan kegiatan belajar yang penuh dengan makna.
b. Kajian Teori
1) Pendidikan Budi Pekerti
1.

Pengertian pendidikan budi pekerti
Menurut Ensiklopedia Pendidikan, budi pekerti diartikan sebagai
kesusilaan yang mencakup segi-segi kejiwaan dan perbuatan manusia;
sedangkan manusia susila adalah manusia yang sikap lahiriyah dan batiniyahnya
sesuai dengan norma etik dan moral. Dalam konteks yang lebih luas, Badan
Pertimbangan Pendidikan Nasional (1997) mengartikan istilah budi pekerti
sebagai sikap dan prilaku sehari-hari, baik individu, keluarga, masyarakat,
maupun bangsa yang mengandung nilai-nilai yang berlaku dan dianut dalam
bentuk jati diri, nilai persatuan dan kesatuan, integritas, dan kesinambungan
masa depan dalam suatu sistem moral, dan yang menjadi pedoman prilaku
F2

Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA,
Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012


manusia Indonesia untuk bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan
bersumber pada falsafah Pancasila dan diilhami oleh ajaran agama serta budaya
Indonesia.
2.

Makna pendidikan budi pekerti
Secara konsepsional, Pendidikan Budi Pekerti dapat dimaknai sebagai
usaha sadar melalui kegiatan bimbingan, pembiasaan, pengajaran dan latihan,
serta keteladanan untuk menyiapkan peserta didik menjadi manusia seutuhnya
yang berbudi pekerti luhur dalam segenap peranannya di masa yang akan
datang. Pendidikan budi pekerti juga merupakan suatu upaya pembentukan,
pengembangan, peningkatan, pemeliharaan dan perbaikan perilaku peserta didik
agar mau dan mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya secara selaras, serasi,
seimbang antara lahir-batin, jasmani-rohani, material-spiritual, dan individusosial. (Balitbang Puskur, Depdiknas, 2001).
Sedang secara operasional, pendidikan budi pekerti dapat dimaknai
sebagai suatu upaya untuk membentuk peserta didik sebagai pribadi seutuhnya
yang tercermin dalam kata, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan, dan hasil karya
berdasarkan nilai-nilai agama serta norma dan moral luhur bangsa Indonesia
melalui kegiatan bimbingan, pelatihan dan pengajaran. Tujuannya agar mereka

memiliki hati nurani yang bersih, berperangai baik, serta menjaga kesusilaan
dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan terhadap sesama makhluk
(Balitbang Puskur, Depdiknas, 2001).
Adapun aspek-aspek yang ingin dicapai dalam pendidikan budi pekerti
menurut Haidar (2004) dapat dibagi ke dalam 3 ranah, yaitu: Pertama ranah
kognitif, mengisi otak, mengajarinya dari tidak tahu menjadi tahu, dan pada
tahap-tahap berikutnya dapat membudayakan akal pikiran, sehingga dia dapat
memfungsikan akalnya menjadi kecerdasan intelegensia. Kedua, ranah afektif,
yang berkenaan dengan perasaan, emosional, pembentukan sikap di dalam diri
pribadi seseorang dengan terbentuknya sikap, simpati, antipati, mencintai,
membenci, dan lain sebagainya. Sikap ini semua dapat digolongkan sebagai
kecerdasan emosional. Ketiga, psikomotorik, adalah berkenaan dengan
tindakan, perbuatan, prilaku, dan seterusnya.

2) Strategi Implementasi Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah
F3

Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA,
Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012


Secara teknis, penerapan pendidikan budi pekerti di sekolah setidaknya dapat
ditempuh melalui empat alternatif strategi secara terpadu. Strategi pertama ialah
dengan mengintegrasikan konten kurikulum pendidikan budi pekerti yang telah
dirumuskan ke dalam seluruh mata pelajaran yang relevan, terutama mata pelajaran
agama, kwarganegaraan, dan bahasa (baik bahasa Indonesia maupun bahasa daerah).
Strategi kedua ialah dengan mengintegrasikan pendidikan budi pekerti ke dalam
kegiatan sehari-hari di sekolah. Strategi ketiga ialah dengan mengintegrasikan
pendidikan budi pekerti ke dalam kegiatan yang diprogramkan atau direncanakan.
Dan strategi keempat ialah dengan membangun komunikasi dan kerjasama antara
sekolah dengan orang tua peserta didik.
3) Living Values : an Educational Program (LVEP)
LVEP

adalah

program

pendidikan

nilai


yang

komprehendif,

yang

memperhatikan kebutuhan anak-anak, remaja, dan dewas muda saat ini. Model teori
LVEP mendorong terciptanya suatu suasana berbasis nilai dengan tujuan untuk
memperbaiki kualitas pendidikan untuk manusia secara utuh yang penuh dengan
perhatian, penghargaan, positif, dan aman bagi perkembangan untuk belajar.
( Christopher Drake, 2002:6 )
LVEP memperkenalkan dua belas nilai universal: Cinta, Damai, Penghargaan,
Tanggung jawab, Kerja sama, Kebebasan, Kebahagiaan, Kejujuran, Kerendahan hati,
Kesederhanaan, Toleransi, dan Kesatuan. Pendidikan Menghidupkan Nilai tidak
menekankan perubahan pada aspek pengetahuan dan keterampilan semata namun
lebih pada perubahan sikap. Ketika satu sikap positif bisa dikembangkan dan
ditularkan maka perubahan pada aspek pengetahuan dan keterampilan akan menjadi
lebih mudah diwujudkan.
4) Pembelajaran Sains (IPA)

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang
alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi
juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi
wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta
prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan
sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman
F4

Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA,
Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012

langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam
sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga
dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam
tentang alam sekitar. Pembelajaran IPA di SMP/MTs menekankan pada pemberian
pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan
keterampilan proses dan sikap ilmiah.
5) Pengembangan pembelajaran nilai dalam Sains
Pengembangan pendidikan nilai dalam pembelajaran sains harus terkait erat

dengan hakekat sains itu sendiri. Hakekat sains sebagai proses, produk, dan hasil
kreativitas manusia. Sains sebagai sebuah proses akan mengandung nilai-nilai sosial
dan moral. Acapkali riset-riset para ilmuwan sains ditangani secara kooperatif dan
kolaboratif. Para ilmuwan pun dalam proses penemuannya, senantiasa menghargai
temuan sebelumnya, sehingga perkembangan sains berjalan secara vertikal dan maju
terus ke depan. Ini semua karena riset-riset yang dilakukan setelahnya memperdalam
dan mengembangan riset sebelum yang dilakukan oleh ilmuwan berbeda-beda.
Seorang saintis dituntut pula jujur, cermat, dan teliti dalam proses menghasilkan
produk sains. Kejujuran sainstis akan diuji oleh serangkaian eksperimen berulang,
uji validasi oleh ilmuwan lain, dan uji publik dihadapan para sainstis lainnya.
Sains sebagai sebuah produk mengandung nilai-nilai humanisme dan religius.
Produk sains acapkali memberi manfaat yang besar bagi manusia. Sains sebagai
hasil kreatifitas manusia, mengandung nilai ilmiah. Produk sains yang berdaya guna
dihasilkan dari sebuah proses pengindraan yang cermat terhadap fakta, rasa ingin
tahu yang banyak ketika mengindra fakta, rasa ingin meneliti atau menemukan
(inquri) untuk memecahkan kesenjangan antara fakta dan rasa ingin tahunya, yang
semuanya dilakukan dengan pikiran yang logis, rasional, kreatif, dan kritis.
Dalam konteks school science (sains yang diajarkan di sekolah), nilai-nilai
moral, social, religius, dan humanis dari sains harus disumblimasikan dalam jiwa
anak ketika belajar sains. Jadi pembelajaran sains bukan sekedar mempelajari

rangkaian fakta di alam, tetapi bagimana upaya memperoleh dan memanfaatkan
fakta-fakta itu. Upaya memperoleh fakta sains yang penuh nilai curiosity, inquiry,
kejujuran, ketelitian, kecermatan, dan kerjasama,.
c. Metode Penelitian
F5

Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA,
Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012

Metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian kualitatif deskriptif.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran apa adanya tentang implementasi
pendidikan nilai dengan menerapan LVEP pada pembelajaran IPA di kelas 8 MTs. AlIslam Rowoari Kendal. Data yang diperoleh dari penelitian ini merupakan hasil analisis
dokumen, dan observasi. Penelitian kualitatif merupakan suatu pendekatan penelitian
yang diarahkan pada memahami fenomena sosial dari perspektif partisipan dengan cara
wawancara, observasi, dan studi dokumen (Nana Syaodih, 2009). Data yang diperoleh
dalam penelitian ini merupakan data yang berbentuk deskriptif yaitu data berupa ucapan
pada saat eksplanasi atau tulisan dari subyek atau obyek penelitian (Sugiyono, 2007).
Subyek penelitian ini adalah siswa siswa MTs. Al-Islam Kendal. Alasan sekolah
ini dipilih adalah karena sebagian besar siswa ini juga merupakan santri dari pondok
pesantren terpadu Syeikh Ahmad Rifa’I Kendal. Dengan demikian dapat diketahui
bahwa siswa-siswa ini menerapkan pendidikan nilai keagamaan yang memang termuat
dalam program pendidikan pesantren.
Instrumen yang digunakan berupa lembar Observasi selama 3 kali pertemuan,
dokumen RPP, dokumen foto, dan wawancara terhadap siswa. Penelitian ini dilakukan di
MTs. Al-Islam Kendal selama bulan April 2012. Materi yang digunakan guru sebagai
sarana implementasi LVEP ini adalah Topik cahaya dan Sifat-sifatnya. Kompoenen
Living values yang diterapkan adalah Penghargaan terhadap pelajaran IPA, Kerjasama,
dan Tanggung Jawab.
II. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pendidikan nilai yang dilaksanakan dengan menggunakan metode LVEP pada pokok
bahasan Cahaya dan sifat-sifatnya pada kelas delapan Mts. Al-Islam Rowosari Kendal
sudah berhasil diterapkan dengan cara :
a. Kegiatan awal Pembelajaran
Pada pertemuan pertama pembelajaran cahaya dan sifat-sifatnya, guru
menghubungkan dampak ketiadaan sifat-sifat cahaya dan alat optik terhadap kehidupan
manusia dan dampak jika tidak pernah dilakukan penelitian mengenai sifat-sifat cahaya
oleh ilmuan terdahulu bagi peradaban manusia. Siswa di dorong untuk mengimajinasikan
tentang dunia dimana cahaya tidak dapat memantul dan membias serta apa yang akan
terjadi tanpa adanya penemuan tentang optik. Dari kegiatan ini siswa mengaku menjadi
F6

Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA,
Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012

lebih menghargai pelajaran IPA bagi kehidupan manusia dan peranan IPA terhadap
peradaban. Pada pertemuan kedua guru mengajak siswa untuk membayangkan Dunia
yang tanpa keberadaan mikroskop dan Teropong, serta apa yang akan terjadi tanpa
ilmuan-ilmuan yang berpaeran dalam bidang optik.
Sedang pada peertemuan ketiga guru mengulang kembali ringkasan materi sifatsifat pemantulan cahaya pada cermin lengkung dan sifat-sifat pembiasan cahaya pada
lensa, menanyakan hasil penyelesaian tugas menggambar dengan tema-tema tertentu dan
kesulitan yang dihadapi saat mengerjakan tugas tersebut serta kerja sama antara masingmasing siswa.
b. Kegiatan Inti
Pada kagiatan inti pertemuan pertama Guru menjelaskan secara ringkas mengenai
sifat sifat pemantulan pada cahaya, yang dilanjutkan dengan pengerjaan tugas secara
berkelompok hingga jam pelajaran berakhir namun, sebelum pelajaran berakhir guru
menyampaikan pentingya

penhargaan terhadap IPA dan sesama teman dalam

pembelajaran .
Pada pertemuan kedua guru menjelaskan dengan singkat mengenai sifat-sifat
pembiasan cahaya pada cermin lengkung. Dilanjutkan dengan pemberian tugas dimana
siswa maju secara bergantian dan menerangkan kepada teman-teman sekelasnya
bagaimana cara penyelsaian tugas tersebut. Disini guru menekankan pentingnya
penghargaan terhadap siswa yang sedang menerangkan agar didengarkan dengan penuh
perhatian. Guru juga menekankan pentingnya rasa tanggung jawab terhadap hasil
pengetahuan yang didapatkan dengan membantu teman-teman yang belum bisa. Uniknya
guru menyususpkan sebuah nilai moral penting dalam pembelajaran ini yang
dihubungkan dengan sifat bayangan yang dihasilkan oleh cermin cekung dan lensa
cembung yang sama-sama berfokus negatif. Dengan kata-kata ” Keduanya sama-sama
memiliki fokus yang memiliki nilai negatif sehingga bayangan yang dihasilkan akan
selalu bersifat maya (negatif ), dan diperkecil . hal ini mengajarkan kepada kita bahwa
jika segala sesuatu diawali dengan niat negatif maka hasilnyapun juga akan negatif dan
tentu saja merugikan (diperkecil ), entah bagai dirinya mauapaun bagi orang-orang
disekitarnya ”.
Untuk mengasan kreatifitas peserta didik guru membentuk 5 kelompok yang
terdiri dari 6 hingga 7 siswa untuk membuat poster dengan tajuk ” Pohon Pengetahuan
F7

Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA,
Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012

Cahaya”, dan 4 lainnya ”dengan tajuk perjalanan cahaya pada cermin dan lensa”. Karena
keterbatasan waktu tugas tersebut dijadikan sebagai tugas rumah untuk di presentasikan
kepada teman-temannya pada pertemuan ketiga.
Pada

pertemuan

ketiga

kegiatan

inti

diisi

dengan

presentasi

untuk

mempertanggung jawabkan apa yang mereka gambar. Dalam kegiatan inti ini ternyata
masih terdapat beberapa kelomppok yang masih kurang paham terhadap konsep
perjalanan sinar pada cermin dan lensa. Mereka secara sportif mau menerima kritk dan
saran tambahan dari teman-temannya dan siswa siswa yang lainpun belajar memberikan
koreksi dan kritik dengan cara yang baik.
c. Kegiatan penutup
Pada pertemuan pertama kesimpulan pembelajaran hanya diberikan secara
singkat serta kembali mengingatkan nilai-nilai moral mengenai penghargaan terhadap
IPA. Pada pertemuan keduapun masih agak terburu-buru, namun guru berhasil
mendorong siswa untuk menyimpulkan mengenai sifat-sifat bayangan yang dibentuk
pada cermin lengkung dan lensa, serta rumus-rumus yang digunakan. Tidak lupa pula
mengingatkan untuk menghargai usaha teman-teman yang menjelaskan penyelesaian soal
di depan kelas dan dan pentingnya bekerja sama untuk menyelesaikan tugas.
Pada pertemuan ketiga guru mengingatkan pentingnya kerendahan hati untuk
bertanya kepada teman-teman yang apabila tidak yakin dengan konsep yang dipahami
agar tidak terjadi lagi kesalahan yang sama, juga mengingatkan untuk membantu sesama
teman yang belum memahami sebagai bagian dari tanggung jawab terhadap ilmu
pengetahuan yang telah dipelajari. Guru kemudian meminta siswa untuk memilih
kelompok yang meggambar dan melakukan presentasi terbaik dengan membagikan
kertas pemungutan suara degan ketentuan untuk memilih selain kelompoknya sendiri
sehingga terpilih dua kelompok terbaik. Dari kegiatan ini siswa mengaku senang sekali
karena merasa hasil kerja keras mereka dihargai dan memotivasi mereka untuk berusaha
lebih keras.
Pada bagian akhir peneliti melakukan wawancara terhadap beberapa siswa untuk
mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran dengan pengimplementasian LVEP, siswa
menyatakan mempelajari nilai moral melalui Sains ternyata sangat menyenangkan, dan
menambah motivasi belajar mereka, meski ada beberapa siswa yang menyatakan mereka
tetap tidak mebitu menyukai topik yang berkenaan dengan Fisika karena masalah
F8

Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA,
Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012

perhitungan. Aktivitas menggambar juga diakui membantu mengalihkan kejenuhan mereka
disamping sebagai sarana untuk mempelajari konsep sifat-sifat cahaya dengan cara yang
menyenengkan. Aktivitas menggambar ini menurut mereka cukup menantang karena mautidak-mau mereka harus memahami konsep yanga akan mereka tuangkan dalam gambar dan
ini membuat kreativitas mereka tersalurkan.
Siswa menyatakan bagian terpenting dari pembelajaran dengan model ini adalah
mereka benar-benar merasakan makna pembalajaran IPA yang sebenarnya. Belajar
mengenai penghargaan terhadap IPA, bahkan mereka mulai mengidolakan para ilmuan yang
berperan dalam IPA. Para siswa juga mengungkapkan bahwa mereka belajar mengenai kerja
sama, penghargaan terhadap teman yang menerangkan di depan, penghargaan terhadap guru
dan terhadap IPA itu sendiri. Mereka belajar mengenai tanggung jawab dan kerjasama antar
kelompok.
III. Kesimpulan dan Saran
Pembelajaran Nilai dengan metode ternyata diimplementsikan dengan baik pada
pembelajaran IPA. Siswa didorog untuk memancing potensi dan krativitasnya dengan cara
berimajinasi, berkreasi, berdialog dan bermain-main dengan nilai yang diajarkan. Peserta
didikpun menyambut baik pembelajaran dengan metode ini karena menurut mereka,
pembelajaran menjadi sarat dengan nilai moral dan sangat mengasyikkan. Mereka juag
belajar untuk menghidupkan nilai-nilai moral dan timbul apreasiasi baik terhadap diri
sendiri, sesama, guru dan terhadap pelajaran IPA itu sendiri.
Saran saya sebagai penulis adalah hendaknya pembelajaran nilai ini bisa
diimplementasikan secara kontinyu agar terbentuk nilai-nilai positif pada diri siswa dan
pembelajaran menjadi sarat makna
IV. Daftar Pustaka
Dirjen Dikti, Depdikbud. (2003). Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional. Bandung: Citra Umbara
Haidar Putra Daulay, (2004). Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di
Indonesia. Jakarta: Prenada Media, Cet. ke-1.
Hasan Langgulung. (1988). Asas-asas pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna.
Ki Hajar Dewantara, (1977). Pengajaran Budi Pekerti. Yogyakarta: Taman Siswa,
Bag.I.
F9

Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA,
Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012

Kneller, G. F. (1967). The philosophy of education. New York: London-Sydney
Laska, J. A. (1976). Schooling and education, basic concepts and problems. New
York: D. Van Nostrand Company.
Madya Ekosusilo & Kasihadi. (1989). Dasar-dasar pendidikan. Semarang: Effar
Publishing.
Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan, (1997). Pedoman
Pengajaran Budi Pekerti. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan
Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan kebudayaan.
Sugiono.(2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta
Diane Tilman. (2004). Living Values Activities for Young Adults. Jakarta: Grasindo
LAMPIRAN

F10