T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Dengan Kinerja Guru di SDN Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak T2 BAB II

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kinerja Guru
2.1.1 Pengertian kinerja guru
Kinerja guru adalah kemampuan guru dalam
mengajar,

kemampuan

manajemen,

memiliki

kedisiplinan tinggi dan kemampuan interpersonal
yaitu menjalin hubungan dengan anak didik, teman
sejawat, pimpinan dan orang tua siswa. Kinerja guru
sangat

menentukan

kualitas


hasil

pendidikan,

karena guru merupakan pihak yang paling banyak
bersentuhan langsung dengan siswa dalam proses
pendidikan atau pembelajaran di lembaga pendidikan Sekolah (Hanif, 2004).
Ukuran kinerja guru dapat terlihat dari rasa
tanggung jawabnya melaksanakan tugas, amanah,
profesi yang diembannya, serta rasa tanggung jawab
moral dipundaknya. Semua itu dapat terlihat dari
kepatuhan dan loyalitasnya di dalam menjalankan
tugas profesinya di dalam maupun di luar kelas.
Sikap ini seiring dengan rasa tanggung jawabnya
dalam mempersiapkan segala perlengkapan pengajaran sebelum melaksanakan proses pembelajaran.

Selain itu dalam menyusun rencana pelaksanaan
pembelajaran


guru

harus

mempersiapkan

dan

mempertimbangkan metode, teknik atau strategi
yang akan dilakukan dalam menyampaikan salah
satu materi.
Berdasarkan uraian tersebut dapat penulis
rumuskan bahwa kinerja guru adalah kemampuan
guru dalam mengajar, kemampuan manajemen,
memiliki

kedisiplinan

tinggi


dan

kemampuan

interpersonal yaitu menjalin hubungan dengan anak
didik, teman sejawat, pimpinan dan orang tua siswa
dan dalam menjalankan tugas dengan rasa tanggung
jawab, amanah, serta rasa tanggung jawab moral
dipundaknya.

2.1.2 Faktor yang mempengaruhi kinerja guru
Hanif (2004) mengadakan penelitian menemukan bahwa kinerja mengajar guru secara signifikan
dipengaruhi oleh 7 faktor yaitu: (1) stres guru; (2)
self-efficacy; (3) status; (4) jumlah siswa dalam kelas;
(5)

pendapatan; (6) pengalaman kerja; (7) sistem

sekolah .
Hanif


(2004)

juga

mengemukakan

bahwa

kinerja guru secara signifikan dipengaruhi faktor
status.

Guru

yang

sudah

menikah


ditemukan

memiliki kinerja lebih rendah dibandingkan dengan
guru yang belum menikah. Kinerja guru di dalam
kelas dengan jumlah siswa yang sangat banyak juga
ditemukan sangat rendah. Faktor pendapatan juga
dapat mempengaruhi kinerja guru, karena terbukti
semakin

tinggi

pendapatan

guru

maka

akan

semakin baik kinerjanya. Pengalaman kerja guru

yang

semakin

banyak

juga

akan

semakin

meningkatkan kinerja guru menjadi semakin baik.
Sistem

suatu

sekolah

ternyata


juga

dapat

mempengaruhi kinerja guru. Terbukti dari penelitian
Hanif (2004) menerangkan kinerja guru di Sekolah
Negeri

dengan

Sekolah

swasta

di

Pakistan

ditemukan bahwa kinerja guru di Sekolah Negeri

lebih buruk, dibandingkan dengan kinerja guru di
Sekolah Swasta.
Sari (2011) menemukan bahwa kinerja guru
dipengaruhi

oleh

faktor

motivasi

kerja

dan

profesionalisme. Semakin tinggi motivasi kerja dan
profesionalisme
semakin

guru


tinggi

menemukan

pula.

bahwa

maka

kinerja

Penelitian
motivasi

guru

Alviah
dan


akan
(2012)

supervisi

berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
kinerja guru. Artinya semakin rendah motivasi dan
intensitas supervisi maka semakin rendah pula

kinerja guru. Sedangkan penelitian dari Prapta
(2013), menemukan bahwa kinerja guru dipengaruhi
oleh faktor supervisi akademik kepala sekolah dan
iklim kerja, yaitu apabila semakin baik supervisi
akademik kepala sekolah dan makin efektif iklim
kerja maka semakin tinggi tingkat kinerja guru.
Dari hasil penelitian Hanif (2004) dan temuan
beberapa penelitian lainnya menunjukkan bahwa
kinerja mengajar dipengaruhi banyak faktor yang
memberikan


gambaran

bahwa

dalam

upaya

meningkatkan kinerja guru merupakan hal yang
kompleks dan perlu dilakukan identifikasi yang
tepat agar dapat mengatasi masalah kinerja guru.

2.1.3 Pengukuran kinerja guru
Sistem penilaian kinerja guru adalah sebuah
sistem pengelolaan kinerja berbasis guru yang
didesain untuk mengevaluasi tingkat kinerja guru
secara individual dalam rangka mencapai kinerja
sekolah secara maksimal yang berdampak pada
peningkatan prestasi peserta didik. Pengukuran
kinerja guru dirancang untuk mengetahui kinerja
guru di tempat kerjanya. Hal ini dilakukan untuk
membantu mengetahui kelemahan dan keunggulan
kinerja guru secara individual maupun tingkat

organisasi dan membantu meningkatkan kualitas
dan efektivitas kinerja guru.
Kinerja guru menurut Rubina dan Perves
(2004) ditekankan kepada 4 dimensi yang meliputi
keterampilan mengajar (teaching skill), keterampilan
manajemen (management skill), disiplin dan keteraturan (discipline and regularity) serta keterampilan
interpersonal (interersonal skill).
Penelitian

ini

mempergunakan

alat

ukur

Teacher Job Performance Scale yang disusun oleh
Hanif (2004) yang diadaptasi untuk mengukur
kinerja guru. TJPS telah terbukti valid dan reliabel.
Hanif [2004] melakukan uji validitas dan reliabilitas
dengan 25 item pada skala kinerja mengajar guru
dan hasilnya adalah r (corrected item-total correlation)
sebesar 0,27 – 0,46 dan alpha sebesar 0,71 pada
tingkat signifikansi sebesar 0,01. TJPS dibuat untuk
mengukur kinerja guru di tempat kerja dan dapat
membantu untuk mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan kinerja guru pada tingkat individual dan
organisasional

serta

meningkatkan

kualitas

membantu
dan

guru

untuk

efektivitas

dalam

mengajar.
Skala Kinerja Guru terdiri dari 25 item yang
mengukur 4 aspek yaitu: (1) Teaching Skill (TS)

adalah guru memiliki keterampilan mengajar yang
baik yaitu mengajar secara efektif di kelas dan
memuaskan dalam gaya dan kualitas mengajarnya;
(2) Management skill (MS) adalah keterampilan guru
untuk

mengatur

waktu

mengajar

dan

tugas-

tugasnya yang lain yang ditugaskan oleh kepala
Sekolah; (3) Discipline and regularity (DR) terkait
dengan

keteraturan dan ketepatan waktu guru di

sekolah.

(4)

interpersonal

skill

(IP)

adalah

kemampuan guru dalam menjalin hubungan yang
baik antara guru dengan siswa, guru dengan orang
tua dan guru dengan rekan kerja.

2.2 Kepemimpinan transformasional
Kepala Sekolah
2.2.1 Konsep kepemimpinan transformasional
kepala sekolah
Teori

kepemimpinan

transformasional,

pertama kali dikembangkan oleh Bass dan Riggio
(2006)

yang

transformasional

mendefinisikan

kepemimpinan

sebagai

proses

suatu

untuk

mencapai tujuan bersama dimana pemimpin dan
bawahan saling mengangkat satu sama lain ke
tingkat motivasi dan moralitas yang lebih tinggi.
Pemimpin dikatakan transformasional, Bass
dan Riggio (2006) mengemukakan bahwa hal terse-

but dapat diukur melalui sejauh mana pemimpin
tersebut dapat berhubungan dan mempengaruhi
anak buah. Oleh karena itu, Bass mengemukakan
ada tiga cara seorang pemimpin transformasional
memotivasi bawahannya, yaitu dengan: 1) mendorong bawahan untuk lebih menyadari arti penting
hasil usaha; 2) mendorong bawahan untuk mendahulukan kepentingan kelompok; dan 3) meningkatkan kebutuhan bawahan yang lebih tinggi seperti
harga diri dan aktualisasi diri.
Hal

yang

penting

dan

terutama

dalam

kepemimpinan transformasional adalah bagaimana
pemimpin mengubah persepsi, sikap dan perilaku
bawahan

terlepas

dari

meningkat

tidaknya

perubahan yang terjadi sesuai dengan teori Maslow.
Secara konseptual, kepemimpinan transformasional
didefinisikan

Bass

dan

Riggio

(2006)

sebagai

kemampuan pemimpin mengubah lingkungan kerja,
motivasi kerja, pola kerja dan nilai-nilai kerja yang
dipersepsikan

bawahan

sehingga

mereka

lebih

mampu mengoptimalkan kinerja untuk mencapai
tujuan organisasi. Berarti sebuah proses transformasional terjadi dalam hubungan kepemimpinan
manakala

pemimpin

membangun

kesadaran

bawahan akan pentingnya nilai kerja, memperluas

dan meningkatkan kebutuhan melampaui minat
pribadi serta mendorong perubahan tersebut ke arah
kepentingan

bersama

termasuk

kepentingan

organisasi. Dengan cara demikian, antara pemimpin
dan

bawahan

ada

persepsi

yang

sama

untuk

mengoptimalkan usaha mereka ke arah tujuan
organisaasi yang ingin dicapai. Akibatnya, tumbuh
kepercayaan, kebanggaan, komitmen, rasa hormat
dan loyal kepada atasan sehingga mereka mampu
mengoptimalkan usaha dan kinerja mereka ke arah
yang lebih baik dari sebelumnya.
Berdasarkan uraian tentang kepemimpinan
transformasional dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan
yang

mampu

membangun

lingkungan

kerja,

motivasi kerja, pola kerja dan nilai-nilai kerja yang
mampu memberikan dorongan terhadap tenaga
kependidikan sebagai bawahan untuk menyadari
arti

penting

kepentingan

hasil

usaha,

mendahulukan

dan

meningkatkan

kelompok

kebutuhan bawahan yang lebih tinggi, sehingga
mereka

mampu

mengoptimalkan

kinerja

untuk

mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu maka
pemimpin

transformasional

menjadikan

para

bawahan

akan

mampu

merasakan

adanya

kepercayaan, kebanggaan, loyalitas dan rasa hormat
kepada

atasan,

melakukan

dan

pekerjaan

mereka

termotivasi

melebihi

dari

untuk

apa

yang

diharapkan.
Kepemimpinan transformasional kepala sekolah adalah hasil pandangan guru terhadap gaya
kepemimpinan
sekolah

dalam

yang

dikembangkan

bentuk

oleh

kepala

transformasional

yaitu

membangun lingkungan kerja, motivasi kerja, pola
kerja dan nilai-nilai kerja yang mampu memberikan
dorongan terhadap tenaga guru sebagai bawahan
dengan membangun adanya kepercayaan, kebanggaan, loyalitas dan rasa hormat sehingga mampu
melakukan

pekerjaan

melebihi

dari

apa

yang

diharapkan.

2.2.2 Ciri-ciri kepemimpinan transformasional
Kepemimpinan transformasional harus dapat
mengartikan dengan jelas mengenai sebuah visi
untuk organisasi, sehinggga para pengikutnya akan
menerima kredibilitas pemimpin tersebut. Menurut
Bass dan Riggio (2006) ada empat aspek yang
mendasari kepemimpinan transformasional, yaitu :
1. Pengaruh ideal (idealized influence)

Pemimpin

transformasional

berperilaku

dengan cara memberikan contoh atau tauladan
sehingga dapat sebagai model bagi bawahannya.
Para pemimpin yang dikagumi, dihormati dan
dipercaya akan didentifikasi dengan baik oleh
bawahan sehingga bawahan ingin mencontoh
perilaku tersebut. Pemimpin dianggap baik oleh
bawahan adalah mereka yang memiliki kemampuan yang luar biasa, ketekunan, dan tekad,
dengan demikian, pemimpin mempunyai kebutuhan akan kekuasaan yang tinggi, pendirian
yang kuat, rasa percaya diri yang tinggi dan
keyakinan
kesemuanya

terhadap
ini

nilai-nilai

akhirnya

yang

berdampak

dianut,
pada

peningkatan kepercayaan para pengikut terhadap
apa yang dikemukakan oleh pemimpin tersebut
(Bass dan Riggio (2006).
2. Rangsangan intelektual (intellectual stimulation)
Rangsangan

intelektual,

berarti

menge-

nalkan cara pemecahan masalah secara cerdik,
rasional dan hati-hati sehingga anggota mampu
berpikir tentang masalah dengan cara baru dan
menghasilkan pemecahan yang kreatif. Rangsangan intelektual berarti menghargai kecerdasan

mengembangkan rasionalitas dan pengambilan
keputusan secara hati-hati.
Kemampuan

sang

pemimpin

untuk

menstimuli pemikiran atau ide-ide bawahannya
(intellectual
masional

stimulation),
dalam

pemimpin

bahasa

transfor-

sederhana

adalah

seorang pemimpin yang cerdas sehingga ideidenya

atau

analisanya

mampu

membuat

pencerahan intelektual pada mitra usahanya
(Bass dan Riggio (2006).
3. Inspirasi (Inspiration)
Pemimpin
pemimpin

inspirasional

yang

adalah

bertindak

seorang

dengan

cara

memotivasi dan menginspirasi bawahan yang
berarti mampu mengkomunikasikan harapanharapan

yang

tinggi

menggunakan

dari

bawahannya,

simbol-simbol

untuk

memfokuskan pada kerja keras, mengekspresikan
tujuan

dengan

cara

sederhana.

Pemimpin

inspirasional mampu mendorong bawahan untuk
menetapkan

suatu

tujuan

yang

menantang

dengan standard yang tinggi. Adanya tujuan yang
menantang

ini

diharapkan

akan

mampu

mendorong bawahan untuk memfo-kuskan pada
usaha

yang

keras

dalam

mencapai

target

tersebut.
bangkan

Pemimpin
suatu

menggunakan

inspirasional

pemecahan

mengem-

masalah

simbol-simbol

dengan

untuk

lebih

memper-mudah pemecahannya. Selain itu dalam
upaya pemecahan masalah, seorang pemimpin
harus menunjukkan kesan sebagai pemimpin
yang pan-dai. Pemimpin inspirasional mampu
memberikan arti yang jelas terhadap tindakan
yang

diren-canakan,

menghadapi

bersikap

krisis,

tenang

memberi

dalam

penghargaan

terhadap tindakan bawahan yang berprestasi,
menekankan

pada

persaingan

yang

sehat,

memberikan gambaran mengenai masa depan
yang

menarik

menjelaskan

dan

dapat

mengenai

dicapai

dengan

langkah-langkah

yang

harus ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut
(Bass dan Riggio (2006).
4. Perhatian Individual (Individualized consideration)
Perhatian
cara

yang

secara

digunakan

individual
oleh

merupakan

pemimpin

untuk

memperoleh kekuasaan dengan bertindak sebagai
pembimbing,

memberi

perhatian

secara

individual dan dukungan secara pribadi kepada
bawa-hannya. Perhatian seorang atasan kepada
bawahannya

merupakan

kewajiban,

karena

sebagai

figur

senantiasa
saran

pemimpin

bisa

yang

memberikan

diperlukan

bawahannya.

dituntut

bimbingan

bagi

Pemimpin

untuk
dan

perkembangan
transformasional

membangkitkan rasa hormat dan pengabdian
dari

dalam

diri

tiap-tiap

orang

dengan

menyediakan waktu untuk menyatakan bahwa
mereka itu penting (Bass dan Riggio (2006).

2.3

Motivasi Kerja guru

2.3.1 Konsep motivasi kerja
Motivasi kerja adalah dorongan untuk bergerak
yang

mengarahkan

perilaku

seseorang

dalam

melakukan pekerjaan. Motivasi kerja sebagai suatu
kekuatan energetik yang dimiliki seseorang untuk
menunjukkan

perilaku

terkait

menentukan

bentuk,

arah

pekerjaan
dan

dan

intensitas.

Keterkaitan motivasi kerja dengan kinerja mengajar
dapat dilihat dari peran guru dalam menjalankan
perannya secara optimal [Owens, 1995).
Owen [1995) lebih lanjut menyatakan bahwa
motivasi kerja ini sangat berhubungan dengan
kepuasan atau ketidakpuasan kerja. Seseorang yang
mempunyai harapan mendapatkan kepuasan kerja
yang baik maka akan termotivasi meningkatkan
kinerjanya.

Motivasi

kerja

akan

muncul

dari

beberapa aspek yang mempengaruhi kepuasan kerja
seperti

peningkatan

kemampuan

kerja,

kenyamanan, tantangan kerja, rasa tanggung jawab,
keuntungan dan promosi. Faktor-faktor motivasi
kerja akan menjadi motivator bagi seseorang.
Menurut Owen [1995) ada dua faktor yang
mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu
faktor pemuas (motivation factor) yang disebut juga
dengan satisfier atau intrinsic motivation dan faktor
kesehatan (hygienes) yang juga disebut disatisfier
atau ekstrinsic motivation.
Jadi guru yang terdorong secara intrinsik akan
menyenangi

pekerjaan

yang

memungkinkannya

meng-gunakan kreativitas dan inovasinya, bekerja
dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu
diawasi

dengan

ketat.

Kepuasan

di

sini

tidak

terutama di-kaitkan dengan perolehan hal-hal yang
bersifat

materi.

Sebaliknya

mereka

yang

lebih

terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung
melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi
kepada mereka, dan kiner-janya diarahkan kepada
perolehan

hal-hal

yang

di-inginkannya

organisasi (Sondang, 2004).

2.3.2 Faktor yang mempengaruhi motivasi kerja

dari

Owen, [1995] menyatakan bahwa faktor yang
mendorong aspek motivasi adalah faktor intrinsik
dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik antara lain:
mengetahui visi dan misi kerja, ingin mendapatkan
penghargaan, ingin berprestasi, ingin mendapatkan
gaji/upah, ingin meningkatkan karier, dan ingin
bersosialisasi dengan mitra kerja. Sedangkan faktor
ekstrinsiknya yaitu: suasana di tempat kerja, upah
yang

layak,

adanya

penghargaan

atas

hasil

pekerjaan, adanya pengakuan atas hasil pekerjaan,
dan adanya kode etik dalam bekerja.

2.3.3 Pengukuran motivasi kerja
Pengukuran motivasi kerja dalam penelitian
ini

menggunakan

memperoleh

skala

informasi

yang

bertujuan

untuk

secara

tertulis

kepada

responden tentang motivasi kerja. Skala adalah
seperangkat
diajukan

pengetahuan

kepada

yang

responden

disusun

untuk

untuk

memperoleh

informasi secara tertulis dari responden sebagai
objek penelitian, berkaitan dengan tujuan pengujian
instrumen penilaian motivasi kerja guru dari Owen
[1995].

Instrumen ini disusun berdasarkan dua

faktor yaitu: (1) faktor instrinsik/motivasi internal;

dan 2) faktor ekstrinsik/motivasi eksternal, yang
kemudian dijabarkan dalam 18 item.

2.4 Kajian yang relevan
Kepemimpinan transformasional kepala sekolah merupakan bentuk bantuan kepala sekolah
kepada

guru

untuk

meningkatkan

kemampuan

mengajar atau mendidik siswa-siswanya. Kepemimpinan kepala sekolah yang dilakukan secara reguler
atau kontinyu akan membawa dampak positif bagi
peningkatan
demikian

teknik

dapat

mengajar

dinyatakan

kepemimpinan

guru.

bahwa

Dengan
penerapan

transformasional

dengan

mengedepankan

pende-katan

emosional

kepala

dengan

akan

sekolah

guru

antara

diharapkan

mampu meningkatkan kinerja guru.
Penelitian yang dilakukan oleh Soni (2010) di
Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Tanjung Morawa
dengan judul pengaruh kepemimpinan transformasional

kepala

sekolah

dan

self

monitoring

terhadap kepuasan kerja guru dan kinerja guru
kelas Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Tanjung
Morawa.

Hasil

kepemimpinan

penelitian

menyimpulkan

transformasional

kepala

bahwa
sekolah

berhubungan

signifikan

Besarnya

dengan

hubungan

kinerja

guru.

kepemimpinan

transformasional kepala sekolah dengan kinerja
guru kelas SD Negeri rxy sebesar 0,849. Oleh karena
itu, untuk mengoptimalkan efektifitas kinerja guru
kelas SD Negeri, maka guru harus mampu membuat
program pembelajaran, pengembangan pembelajaran
dan pengevaluasi pembelajaran di sekolah. Terdapat
penilaian bahwa kepala sekolah menunjukkan rasa
percaya terhadap penilaian yang diberikan oleh guru
dan

keyakinan

mendatangkan
menciptakan

umum

bahwa

antusiasme,
anak

buah

siap

kepala
loyalitas,

sekolah
dan

mengorbankan

kepentingan pribadi untuk kepentingan umum yang
memerlukannya, meskipun demikian guru berada
satu angka di bawah penilaian dari kepala sekolah.
Penelitian yang dilakukan oleh Albekob (2012)
yang melakukan penelitian di SD Swasta di Distrik
Sentani Kota Kabupaten Jayapura dengan judul
penelitian faktor-faktor yang berkorelasi dengan
kinerja guru SD swasta di Distrik Sentani Kota
Kabupaten Jayapura. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan signifikan
antara kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja
guru (r x3y = 0.267, p>0,05). Hubungan yang tidak

signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah
dengan

kinerja

kurangnya

peran

guru

ini

aktif

disebabkan

kepala

sekolah

karena
dalam

menjalankan supervisi dan membangun hubungan
yang harmonis dengan guru sebagai bawahannya.
Motivasi kerja merupakan daya dorong dalam
diri individu untuk mengerahkan kemampuan guna
mencapai tujuan yang ingin dicapai. Guru sebagai
profesi

akan

mencapai

pekerjaan

semaksimal

mungkin jika didalam dirinya ada dorongan yang
kuat untuk menjalankan pekerjaannya. Pekerjaan
mengajar

merupakan

pekerjaan

yang

sangat

bermnfaat bagi dirinya maupun bagi masa depan
siswa, sehingga dengan adanya manfaat da tugas
menjadi guru ini dapat menjadi pendorong pada diri
seorang

guru

untuk

menunjukkan

hasil

pekerjaannya yang berasal dri kreasi dan inovasi
yang dimiliki. Seorang guru harus mempunyai
motivasi kerja yang tinggi untuk meningkatkan
kinerjanya.
Penelitian Fathimah (2011) yang dilakukan di
Madrasah

Ibtidaiyah

Munawariyah

Palembang

dengan judul Pengaruh komunikasi dan motivasi
kerja terhadap kinerja guru dalam perspektif Islam
pada Madrasah Ibtidaiyah Munawariyah Palembang.
Hasil penelitian menemukan bahwa ada hubungan

yang signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja
guru Madrasah Ibtidaiyah Munawariyah Palembang
dan secara statistik menunjukkan signifikan pada
taraf 5%. Artinya, semakin baik motivasi kerja,
kinerja guru Madrasah Ibtidaiyah Munawariyah
Palembang juga akan meningkat.
Penelitian yang dilakukan oleh Bahri (2011)
yang

dilakukan

Sulawesi

di

Selatan

Kabupaten
dengan

Gowa

judul

Provinsi

faktor

yang

mempengaruhi kinerja guru SD di dataran Tinggi
Moncong

Kabupaten

Selatan.

Hasil

Gowa

penelitian

Provinsi

Sulawesi

menemukan

bahwa

motivasi kerja tidak berhubungan signifikan dengan
kinerja

guru.

hubungan

Hasil

motivasi

analisis

kerja

korelasi

dengan

kinerja

untuk
guru

memiliki koefisien korelasi yang paling rendah yaitu
0,271 (p=0,084>0,05). Hal ini disebabkan karena
lokasi kerja yang cukup sulit dijangkau dan kondisi
yang terpencil sehingga menyebabkan motivasi kerja
yang cukup rendah.

2.5 Hipotesis
H1

:

Ada hubungan yang signifikan antara kepemimpinan transformasional dengan kinerja
guru

SD

N

di

Kabupeten Demak.

Kecamatan

Mranggen

H2

:

Ada hubungan yang signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja guru SD N di
Kecamatan Mranggen Kabupeten Demak.

2.6

Model Penelitian
Kerangka pemikiran yang diajukan dalam
penelitian ini berdasarkan hasil telaah teoritis
seperti yang telah diuraikan di atas, selanjutnya
guna memudahkan pemahaman maka perlu
dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut:

Kepemimpinan
transfromasional (X1)

Kinerja guru
(Y)

Motivasi kerja (X2)

Gambar 3.1
Model Penelitian yang Dibangun

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24