sejerah seni rupa seni rupa

Seni Rupa Pengaruh China Yang Membentuk Budaya
Indonesia
A.

Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan letaknya sangat strategis, yaitu terletak diantara
dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudra (Indonesia dan Pasifik) yang merupakan
daerah persimpangan lalu lintas perdagangan dunia. Awal abad Masehi, jalur perdagangan
tidak lagi melewati jalur darat (jalur sutera) tetapi beralih kejalur laut, sehingga secara tidak
langsung perdagangan antara Cina dan India melewati selat Malaka. Untuk itu Indonesia ikut
berperan aktif dalam perdagangan tersebut.
Akibat hubungan dagang tersebut, maka terjadilah kontak/hubungan antara Indonesia
dengan India, dan Indonesia dengan Cina. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab
masuknya budaya India ataupun budaya Cina ke Indonesia
Dalam hubungan dagang antara Cina dan Indonesia telah terjadi hubungan pelayaran
langsung antara keduanya. Bukti pasti mengenai pelayaran kedua tempat tersebut berasal dari
abad ke-V M. hubungan perdagangan antara kerajaan-kerajaan di Indonesia dengan Cina
pada umumnya disimpulkan dari utusan-utusan mereka. Hubungan antara kedua negara ini
pun tidak selalu mengenai masalh perdagangan. Seperti perutusan dari P’oli dan Tan-tan
yang membawa surat berisi pujian terhadap kaisar karena jasanya untuk agama Buddha.
Keberhasilan Indonesia untuk dapat berdagang dengan Cina telah mwnunjukkan

tahap nyata dari perkembangan masyarakat Indonesia. Setelah bangsa Indonesia dapat
berdagang langsung dengan Cina, Indonesia dapat mendapatkan kedudukan tersendiri dalam
perdagangan Internasional. Kapal-kapal Indonesia melayari jalur-jalur pelayaran perdagangan
dari India hingga Cina. Datangnya pedagang Cina di Indonesia juga telah meningkatkan
pertumbuhan perdagangan. Hal tersebut mendukung perkembangan kerajaan-kerajaan di
Indonesia menjadi kerajaan maritime yang memiliki pengaruh yang besar.
Hubungan dagang ini juga mengakibatkan orang-orang Indonesia dapat sampai ke
Cina, dan sebaliknya. Pengaru hubungan Cina dengan Indonesia tidaklah sebesar pengaruh
India terhadap Indonesia. Hubungan dengan India telah mengakibatkan perubahan-perubahan
dalam ketatanegaraan di sebagian wilayah Indonesia. Selain itu juga mengakibatkan
perubahan dalam tata dan susunan masyarakat sebagai akibat dari penyebaran agama HinduBuddha. Pengaruh Cina ke Indonesia jauh lebih kecil.
B
Pengaruh Fisik
Seni Bangunan
Diperkirakan para seniman Indonesia hanya menggunakan berbagai teori dalam kitab
Silpasastra (buku petunjuk untuk membuat arca dan bangunan) untuk membuat suatu
bangunan. Sedang untuk gaya rambut dan bentuk patungnya di adaptas dari budaya China.

Pengaruh Pertukangan Cina pada Bangunan Mesjid Kuno di Jawa
Bentuk awal mesjid kuno di Jawa (abad 15-16), sangat menarik. Banyak teori yang

mengatakan bahwa bentuk dari mesjid kuno Jawa ini berasal kebudayaan Hindu-Jawa
maupun dari penduduk Jawa sendiri . Tapi jarang sekali tulisan yang membahas tentang
peran pertukangan Cina yang sangat besar dalam pembangunan mesjid-mesjid kuno Jawa
(terutama yang terletak di pantai Utara Jawa). Kajian terhadap unsur-unsur Cina dalam
khazanah kebudayaan Islam di Jawa tidak hanya dihadapkan pada realitas minimnya datadata sejarah berupa situs situs kepurbakalaan yang tersedia, tetapi juga berhadapan dengan

1

persepsi publik Muslim selama ini yang meyakini bahwa proses islamisasi di Jawa itu datang
langsung dari Arab atau minimal Timur Tengah, bukan dari Cina.
PENGARUH PERTUKANGAN CINA PADA BANGUNAN MESJID KUNO
DI JAWA ABAD 15-16 (Handinoto, et al)

Gambar 1A. Peta perjalanan orang Cina ke Asia Tenggara pada abad ke 15 & 16, dengan
route Barat route Timur Mereka ini pada umumnya berangkat dari tiga kota utama di Cina
Selatan yaitu :Quanzh Xiamen dan Guangzhou (Canton). Kota-kota pantai Utara Jawa seperti
:Tuban, Jepara, Lasem, Gre Semarang, Banten dsb.nya menjadi tujuan utama mereka.
(sumber: Reid, Anthony (2001), Flows Seepages in the Long-term Chinese Interaction with
Southeast Asia, dalam Sojourners and Settlers, Univer of Hawaii, Honolulu)
Elemen-elemen yang terdapat di keraton Cirebon beserta Taman Sunyaragi, Taman

Sunyaragi (sunya=sepi, ragi=raga), arsiteknya adalah seorang Cina Muslim bernama Tan
Sam Cay yang pernah menjadi orang penting di Istana Cirebon. Taman atau Goa tersebut
dijadikan tempat bertapa bagi bangsawan Cirebon yang sekaligus digunakan sebagai bunker
militer dari serbuan musuh. Tempat ini kemudian dihancurkan oleh Belanda pada tahun 1787.
Arsitekturnya dikatakan menyerupai ‘Istana terlarang’ (forbiden city) istana raja raja dinasti
Cina. Ada hubungan antara Keraton Cirebon dengan Cina, yakni ketika Sunan Gunungjati
menikahi Putri Cina yang bernama Tan Hong Tien Nio Putri Ong Tien), yang makamnya
sampai sekarang masih ada, semuanya ini menunjukkan adanya pengaruh pertukangan Cina
yang kuat sekali.
Selama ini relatif jarang dibahas tentang pengaruh pertukangan (terutama batu dan kayu)
Cina terhadap bangunan mesjid-mesjid kuno (abad 15 dan 16) di Jawa. Tulisan ini
merupakan studi awal yang mencoba meneliti sampai sejauh mana pengaruh pertukangan
Cina ini terlibat dalam pembangunan mesjid-mesjid kuno di Jawa abad 15 dan 16. Kesaksian
pelaut Belanda pada abad ke 17 Gambaran yang paling kuno tentang bentuk mesjid di Jawa
secara tertulis di dapat dari buku: Oost Indische Vojage (1660), Der Mooren Tempel in Java”
yang ditulis oleh Wouter Schouten (Graaf, 1998:157; Lombard, 1994:122). Schouten
menggambarkan bangunan mesjid di Jepara6 pada abad 17 tersebut sebagai bangunan
konstruksi kayu, lima lantai, dan diikelilingi oleh parit. Atapnya runcing dan dihiasi oleh
2


ornamen. Tiap lantainya bisa dicapai dari dalam dengan tangga kayu. Di buku tersebut juga
terdapat gambar dari kota Jepara dilihat dari arah laut, dimana bangunan mesjid tersebut
merupakan bangunan yang tertinggi di Jepara waktu itu (lihat Gb.no.1D, 2).
Mesjid Jepara didirikan pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat di Jepara abad 16.
Menurut sumber setempat yaitu ‘Serat Kandaning Ringgit’ Naskah KBG no.7 Koleksi bagian
naskah Museum Pusat Jakarta, yang dibaca oleh Amen Budiman(1979:23-30), tertulis bahwa
Pangeran Hadliri (suami ratu Kalinyamat) adalah seorang juragan Cina yang datang dari
Tiongkok ke Jawa untuk berdagang. Selanjutnya disebut dengan nama Juragan Wintang,
yang akhirnya menjadi suami Ratu Kalinyamat yang memerintah Jepara. Lihat juga Graaf
(1985:126). Jadi kemungkinan adanya pengaruh pertukangan Cina pada mesjid tersebut
sangat kuat.
Sayang sekali bahwa dalam tulisan Wouter Schouten tidak dijelaskan secara mendetail
tentang mesjid kuno tersebut. Bangunan mesjid kuno di Jawa pada umumnya dikelilingi oleh
kolam. Kolam tersebut biasanya juga digunakan untuk air wudu ketika akan sembahyang.
Gambaran secara garis besar mesjid kuno Jawa yang dibangun pada abad 15 dan 16
mempunyai ciri-cri sbb:
 atapnya bersusun lima, Menurut Graaf (1985:158), atap tersebut kemudian menjadi
bersusun tiga setelah abad ke 17. Asal-usul dari atap bersusun ini sering menjadi
perdebatan antara para ahli.
 bentuknya segi empat dan simetri penuh

 denahnya dikelilingi oleh kolam, yang digunakan
 sebagai air wudhu ketika akan sembahyang.
 Prototipe denahnya dapat digambarkan seperti dibawah ini :

3

Denah Mesjid
1. Mihrab:Tempat kecil pada pusat tembok sebelah Barat dipakai oleh Imam mesjid
2. Ruang utama mesjid : Ruang yang dipakai untuk sembahyang oleh kaum pria. Di
ruang utama inilah terdapat 4 buah sokoguru yang memikul atapnya. Sistim
konstruksi mesjid kuno Jawa ini selanjutnya dipakai sebagai dasar sistim konstruksi
rumah Jawa, lengkap dengan penanggap dan emperannya.
3. Serambi10: Beranda sebuah mesjid. Adanya ’serambi’ ini datangnya baru belakangan
4. Pawestren: Tempat sembahyang bagi wanita.
5. Kolam: Tempat berisi air yang digunakan untuk wudhu.
6. Garis axis menuju Mekah: Garis maya sebagai orientasi pada pembangunan sebuah
mesjid.
7. Makam: Kuburan.
8. Pagar Keliling: Pagar pembatas komplek mesjid.
9. Gerbang: Pintu masuk utama di komplek mesjid atau makam

Yang cukup menarik pada mesjid kuno Jawa adalah adanya makam, yang diletakkan pada
bagian belakang atau samping mesjid. Jadi selain arsitektur religius, uniknya, hampir tidak
jauh dari komplek mesjid kuno Jawa selalu terdapat makam-makam yang disakralkan dan
dimitoskan. Pengeramatan tersebut tidak hanya terjadi di mesjid-mesjid yang terletak di desa
seperti misalnya mesjid Sendang Duwur di Paciran Lamongan atau mesjid Mantingan di
Jepara, tapi juga mesjid-mesjid kuno yang ada di Kudus (mesjid Menara Kudus), Surabaya
(mesjid Sunan Ampel), mesjid Agung Demak, mesjid Agung Banten dsb.nya. Bentuk seperti
ini merupakan ciri khas dari mesjid kuno di Jawa.

Gambar 1C. Bedug yang ada diserambi kelenteng Tay Kak Sie di Gang Lombok, Semarang.

4

Gambar 1D. Lukisan yang dibuat oleh juru gambar atas instruksi dari Wouter Schouten
(1660), yang menggambarkan pemandangan kota Jepara dari arah laut. Dimana silhouettenya
terlihat bangunan mesjid berlantai 5, yang merupakan ‘focal point’ dari pemandangan kota
Jepara tersebut.

Gambr 2. Gambar yang lebih detail dari mesjid Jepara yang diambil pada abad ke17. Atapnya
bersusun 5.


5

Gambar 3. Gambar lain yang agak lebih jelas dari mesjid di kota Jepara pada abad ke17, yang
dilukis oleh seorang pelaut Belanda yang kebetulan melintas di kota Jepara pada abad ke 17.
Bangunannya berlantai 5, dengan atap yang bersusun 5 juga. Bentuk dari mesjid
mengingatkan kita pada bentuk pagoda yang banyak terdapat di Tiongkok. Diperkirakan
mesjid ini didirkan oleh Ratu Kalinyamat, yang menurut banyak sumber (Budiman, 1979,
Qurtuby, 2003) ada hubungannya dengan Cina Muslim yang menyebarkan agama Islam
mahzab Hanafi di P.Jawa.

Gambar 4. Mesjid Banten, yang menurut cerita tutur setempat dibangun oleh Sultan Maulana
Jusuf pada th. 1580. Bangunan sebelah kiri dikenal dengan sebutan Tiamah, yang dibangun
oleh Henderik Lucasz Cardeel, seorang pelarian VOC, yang kemudian menjadi Islam dan
menetap di Banten. Terlihat bahwa atap dari mesjid kuno ini masih bersusun lima meskipun
dua susun diatasnya hanya merupakan tambahan saja. Foto diatas diambil pada th. 1874 oleh
studio foto Inggris terkenal Woodbury & Page.
6

Gambar 5. Mesjid kuno di Padang, Sumatra Barat yang masih terdapat kolam disekelilingnya

seperti mesjid-mesjid awal di Jawa. Mesjid tersebut beratap susun tiga, merupakan replika
dari mesjid-mesjid kuno yang ada di Jawa. Disamping mesjid juga terdapat menara. Foto
diatas diambil oleh Jean Demmeni juru foto Belanda yang terkenal pada th. 1900 an.

Gambar 5A.Pura Bali dekat Jimbaran. Atapnya bersusun sebelas.
Pertukangan kayu dan batu orang Cina di Jawa.
Yang dimaksud dengan pertukangan kayu disini termasuk:
7

 Sistim konstruksi bangunan dari kayu (termasuk sambungan kayu, cara merekatkan
kayu dengan lem dsb.nya)
 Semua ragam hias bangunan dari kayu (termasuk hiasan pada interior dan ukir-ukiran
dari kayu)
 Perabotan dari kayu (termasuk meja, kursi serta perabotan lain dari kayu)
Tidak seperti pengaruh Hindu, pengaruh peradaban Cina terhadap peradaban Jawa dan Bali
Dari sumber-sumber berita diatas dapat diambil kesimpulan bahwa:
 Orang Cina Muslim pada abad ke 15 sudah banyak terdapat dikota-kota pelabuhan,
terutama di Pantai Utara P. Jawa.
 Sudah banyak terdapat suku bangsa Cina dari propinsi Guangdong yang terdapat di
Jawa. Hal ini penting karena sebagian besar suku Konghu (asal Guangdong) secara

turun menurun berprofesi sebagai tukang yang sangat ahli dalam pengerjaan kayu dan
batu.
Sebagian besar suku Konghu (asal Guangdong) biasanya secara turun menurun menjadi
tukang kayu. Mereka ini bahkan sampai mempunyai kelenteng khusus yang dipersembahkan
pada ‘Lu Ban’ (Kelenteng Lu Ban-Lu Ban Gong) yang mereka anggap sebagai dewa
pelindung para tukang kayu (lihat : Cl. Salmnon & Denys Lombard (1985) KelentengKelenteng Masyarakat Tionghoa di Jakarta, Yayasan Cipta Loka, Jakarta). Jasa pertukangan
kayu dan batu dari suku Konghu (asal Guangdong) ini terus digunakan oleh orang-orang
Belanda dalam membangun gedung-gedung kolonial di seluruh Hindia Belanda. Sebagai
contoh misalnya bangunan ‘Gedung Sate’ yang terkenal sebagai bangunan monumental yang
terindah di Indonesia, juga memakai jasa keahlian tukang-tukang kayu dan batu orang suku
Kwang Tung ini untuk pekerjaan kayu dan ukiran dari batunya. Seperti dikatakan oleh
Haryoto Kunto dalam bukunya, Balai Agung di Kota Bandung, PT. Granesia , Bandung
(1996: 113), bahwa: “Pembangunan Gedung Sate mengerahkan paling sedikit 2000 orang
kuli dan tukang. Diantara pekerja tersebut terdapat kurang lebih 150 orang Cina Konghu
(Kwang Tung-Guangdong) atau Kanton.
Batik
Pengaruh budaya China pada kehidupan di bumi Nusantara telah dirasakan sejak abad
ke-13 dan semakin berkembang hingga orang-orang China mulai membuat batik pada awal
abad ke-19. Pengaruh China pada zaman tersebut memengaruhi corak dan ragam motif batik
yang melahirkan perpaduan karya seni batik oriental dan Nusantara yang sangat indah.

Akulturasi budaya sejak ratusan tahun lalu dan terus berkembang sampai saat ini makin
terasa seiring semakin dibukanya peluang masyarakat etnis Tionghoa untuk mengekspresikan
budayanya.
Orang-orang China yang saat itu mendirikan permukiman-permukiman, terutama di
badar-bandar penting di Pulau Jawa, seperti Indramayu, Cirebon, Pekalongan, Lasem, dan
Tuban, berbaur dengan penduduk asli. Mereka bahkan ada yang melakukan perkawinan
budaya dan melahirkan keturunan yang disebut "peranakan".
Uniknya, etnis China di Nusantara tetap membawa serta adat istiadat, agama, dan
budaya tanah leluhur mereka dengan diselaraskan dengan budaya setempat. Banyak etnis
China yang akhirnya berpakaian dengan mengikuti cara berpakaian penduduk setempat. Para
wanitanya mengenakan sarung batik, sedangkan prianya memakai celana dari bahan batik.
8

Hal itulah yang menyebabkan munculnya kreasi batik-batik dengan ragam hias yang berasal
dari budaya China.
Batik China adalah jenis batik yang dibuat oleh orang-orang China atau peranakan yang
pada mulanya menampilkan pola-pola dengan ragan hias satwa mitos China, seperti naga,
siang, burung phoenix (burung hong), kura-kura, kilin (anjing berkepala singa), serta dewa
dan dewi Konghucu. Ada pula ragam hias yang berasal dari keramik China kuno serta ragam
hias berbentuk mega dengan warna merah atau merah dan biru.

Kepandaian orang-orang China berdagang serta keuletan dalam berusaha akhirnya
membuat mereka dapat menempatkan batik sebagai mata dagangan ekspor. Mereka dapat
dikatakan merupakan lingkungan pertama yang mengembangkan batik sebagai kebutuhan
busana dan gaya berpakaian serta pola-pola batik di lingkungan mereka sehingga lahirlah apa
yang disebut batik China.
Selain sebagai bahan busana, sebagian besar batik yang mereka hasilkan digunakan
sebagai perlengkapan keagamaan, seperti kain altar (tok-wi) dan taplak meja (muk-li).
Sarung-sarung batik yang mereka hasilkan berupa batik-batik dengan pola yang bentuknya
sangat mirip dengan pola tekstil ataupun hiasan pada keramik China, seperti banji yang
melambangkan kebahagian ataupun kelelawar yang melambangkan nasib baik.
Pada perkembangannya, batik China menampakkan pola-pola yang lebih beragam,
antara lain pola-pola dengan pengaruh ragam hias batik keratin. Meski demikian, batik China
yang dibuat mereka tetap mengandung nilai filosofis China. Hal itu sesuai dengan paham
yang dianut orang China bahwa usia menentukan apa yang dipakai.
Kini batik China masih meninggalkan jejaknya di dunia perbatikan Indonesia dan
terkenal dengan karya batik yang merupakan adikarya batik Indonesia. Batik sendiri tetap
milik bangsa Indonesia. Apa yang terjadi dalam perkembangan batik itu hanya terpengaruh
seni dan budayanya saja, tetapi yang membatik juga bangsa-bangsa kita. Jadi, meskipun
motif-motif batik China telah berkembang di Indonesia, di negara China sendiri tidak ada
batik tulis atau cap yang dibuat seperti di Indonesia.
Seni Rupa dan Seni Ukir
Akulturasi dalam bidang seni rupa, dan seni ukir terlihat pada relief atau seni ukir yang
dipahatkan pada Atap klenteng(tempat ibadah china)
Sebagai contoh: bangunan Klenteng Di kota-kota besar seperti jakarta banyak di jumpai
tempat ibadah masyarakat china yang tinggal di indonesia yang bercampur dengan
masyarakat indonesia serta banyak ukiran berbentuk Naga di sekitar tempat ibadah china dan
pula ukiran huruf china yang besar banyak di jumpai hubungan Nusantara dan bangsa China
telah terjadi ratusan tahun yang lalu. Hubungan ini terus terjalin dengan pasang surutnya.
Keharmonisan dan pertentangan selang seling. Dalam masa hubungan kedua bangsa tersebut,
maka lahirlah hasil-hasil budaya, pengetahuan, pola pikir dan kepercayaan (agama) yang
saling mempengaruhi dan menjadi bagian yang penting dan signifikan dari bangsa Indonesia
saat ini. Masyarakat di kepulauan nusantara mengadopsi banyak hal dari bangsa Tiongkok
yang datang ke nusantara, baik dari teknologi (banyak dilihat dari bangunan-bangunan,
termasuk mesjid dan bangunan-bangunan bersejarah lain) atau makanan dan bahasa.
Sebaliknya nusantara pun banyak memberikan pengaruh yang berarti bagi Tiongkok.
Misalnya saja pada masa kejayaan kerajaan Sriwijaya di Sumatera (Palembang sekarang),
dimana kekuasaannya mencapai Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya,
Sumatera, Jawa dan pesisir Kalimantan, Sriwijaya adalah pusat pengajaran agama Buddha
Vajrayana di dunia. Kerajaan Sriwijaya menarik banyak sarjana dan peziarah dari Asia. Salah
satunya adalah pendeta Buddha dari Tiongkok, I Tsing yang melakukan kunjungan ke
Sumatera dalam perjalanan studinya ke Perguruan Tinggi Nalanda, India pada tahun 671 dan
695. Dalam catatan I Tsing, ia menggambarkan perjalannya di Sriwijaya sebagai berikut:
9

“…. banyak raja dan pemimpin yang berada di pulau-pulau pada Lautan Selatan percaya
dan mengagumi Buddha, dihati mereka telah tertanam perbuatan baik. Di dalam benteng
kota Sriwijaya dipenuhi lebih dari 1000 biksu Budha, yang belajar dengan tekun dan
mengamalkannya dengan baik…. Jika seorang biarawan Cina ingin pergi ke India untuk
belajar Sabda, lebih baik ia tinggal dulu di sini selama satu atau dua tahun untuk mendalami
ilmunya sebelum dilanjutkan di India“. Dari catatan sejarah ini (dan beragam catatan sejarah
lain yang tidak terhitung banyaknya tersebar di seluruh kepuluan nusantara), hubungan
nusantara dan Tiongkok memang panjang dan saling mempengaruhi dengan kuat. Dari sekian
banyaknya ragam budaya hasil akulturasi China di nusantara, ada beberapa hal yang
sepertinya belum banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia saat ini. Tulisan ini dimaksudkan
untuk sekedar memberikan informasi dan menyadarkan masyarakat bahwasanya Indonesia
saat ini adalah sebuah negara dengan budaya yang paling kaya di dunia. Indonesia saat ini
harus dapat menerima, paham, dan bangga dengan identitasnya, tidak peduli dari suku atau
etnis, agama dan asal-usulnya. Artikel sederhana ini juga saya persembahkkan bagi saudara,
kerabat dan teman-teman saya di nusantara yang akan merayakan hari raya Imlek. Sekedar
tulisan bermakna kebhinekaan dan toleransi di tanah Indonesia.
1. Wayang Cina Jawa dan Wayang Potehi
Budaya wayang atau shadow puppet memang memiliki banyak jenis di seluruh dunia. Setiap
budaya bangsa memiliki versi sendiri-sendiri. Di tanah Jawa, wayang kulit adalah salah satu
pertunjukan shadow puppet yang memiliki ciri khas kuat dan murni dari hasil karya dan karsa
para seniman dan filosof bangsa Indonesia secara umum dan etnis Jawa secara khusus.
Namun berbeda dengan wayang kulit Jawa yang mengambil cerita berdasarkan pada karya
Mahabarata dan Ramayana dari India, wayang Cina Jawa adalah akulturasi khas Jawa dan
bangsa Tiongkok. Meski pada awalnya wayang Cina ini berasal darii provinsi Fujian di
negara China, unsur-unsurnya sangatlah berbeda. Wayang kulit Cina Jawa adalah produk
akulturasi budaya yang sangat kental dengan busana dan ornamen khas Jawa dan juga
menggunakan bahasa Jawa dalam penampilannya. Musik karawitannya pun gamelan Jawa.
Meski untuk lakon atau ceritanya merujuk pada cerita klasik dari China seperti Sie Djin Koei,
Sun Go Kong dan Kisah Tiga Negara (Sam Kok), cara penyajiannya mengikuti pola
pertunjukan wayang kulit purwa.

Wayang kulit Cina-Jawa lahir di Yogyakarta pada tahun 1925 dan diciptakan oleh Gan
Thwan Sing (1885-1966). Pagelaran wayang kulit Cina-Jawa ini sangat populer dan berjaya
pada tahun 1930 hingga tahun 1960-an. Sayangnya ketika sang dalang, sekaligus penciptanya
wafat sekitar tahun 1966, wayang inipun lenyap. Saat ini hanya tersisa dua set wayang kulit
10

Cina-Jawa di dunia, yaitu di Museum Sonobudoyo D.I. Yogyakarta dan di negara Jerman.
Seperti pada umumnya dalang wayang kulit purwa, seorang dalang wayang Cina-Jawa pun
harus memiliki kemampuan seperti dalang wayang kulit purwa, misalnya sang dalang harus
mengucapkan mantra sebelum memulai pertunjukan wayang kulit. Sang dalang pun harus
menguasai gendhing (lagu) atau tembang-tembang Jawa, emnguasai cerita dan menguasai
bahasa Jawa (dimana di dalam cerita wayang, ada perbedaan bahasa Jawa yang digunakan
dalam lingkungan Keraton, masyarakat biasa, pendeta, dewa, atau raksasa).

Perbedaan yang unik adalah pada wayang Cina Jawa pada awalnya tidak terdapat tokohtokoh Punakawan (Semar, Gareng, Petruk, Bagong), yaitu para tokoh banyolan atau lelucon,
namun kemudian Gan Thwan Sing menciptakan tokoh-tokoh yang mirip dengan Punakawan
yang diberi busana dan tata rambut bercorak Tionghoa klasik, namun tanpa tokoh Semar. Ini
dikarenakan Gan Thwan Sing paham sekali dengan tokoh Semar yang merupakan lambang
kemuliaan bagi orang Jawa yang sakral dan sangat filosofis serta khas Jawa, sehingga tidak
memiliki padanan dalam budaya lain. Nama-nama para tokoh lakon, kerajaan, kadipaten,
kahyangan, dan lain-lainnya ditulis menurut nama-mana aslinya dalam dialek Hokkian. Akan
tetapi istilah-istilah kepangkatan, jabatan, gelar, dan lain-lain, sebagian besar
mempergunakan istilah-istilah Jawa. Seperti narendra, pangeran, patih, adipati, bupati,
tumenggung, senapati, pandhita, brahmana, radhyan, dyah, abdi, atau prajurit. Gan menulis
sendiri lakon cerita wayangnya sekaligus memainkannya. Buku-buku lakon tersebut ditulis
dalam bahasa dan aksara Jawa yang bersumber dari folklor Tiongkok kuno. Sebagian besar
naskah wayang Cina-Jawa ini disimpan di Perpustakaan Berlin-Jerman (39 naskah) dan
hanya satu naskah yang disimpan di Museum Sonobudoyo (1 naskah) dan Naskah-naskah
tersebut ditulis oleh Gan Thwan Sing dalam bahasa dan aksara Jawa. Wayang kulit Gan ini
atau disebut juga wayang thithi (Kata thithi berasal dari suara alat musik yang terbuat dari
kayu berlubang yang jika dipukul akan mengeluarkan suara thek…thek…thek. Di telinga
orang Jawa, suara gemerincing kepyak terdengar seperti suara thi…thi…thi).

11

Sedikit berbeda dengan wayang Potehi yang memang masih sangat kental unsur-unsur
‘ketionghoaannya’ dengan dibawakan pada awalnya dengan dialek Hokkien, musik dan
tokoh-tokoh asal China (meski saat ini telah menajdi bagian dari kekayaan nusantara hasil
akulturasi khas Indonesia). Wayang Potehi berasal dari China bagian selatan dan telah
berumur sekitar 3000 tahun. Kata Potehi berasal dari kata pou 布 (kain), te 袋 (kantong) dan
hi 戯 (wayang). Wayang Potehi masuk ke Indonesia sekitar abad ke-16 sampai 19 (menurut
catatan awal yang sahih dari seorang Inggris bernama Edmund Scott). Wayang Potehi adalah
wayang boneka yang terbuat dari kain, dimana sang dalang memasukkan tangannya kedalam
kain tersebut dan memainkannya. Sama seperti wayang Jawa, bukan sekadar seni
pertunjukan, Wayang Potehi bagi etnis Tionghoa memiliki fungsi sosial serta ritual. Dulunya
Wayang Potehi hanya memainkan lakon-lakon yang berasal dari kisah klasik Tiongkok
seperti legenda dinasti-dinasti yang ada di Tiongkok, terutama jika dimainkan di kelenteng.
Akan tetapi saat ini Wayang Potehi sudah mengambil cerita-cerita di luar kisah klasik seperti
novel Se Yu 西遊記 (Pilgrimage to the West) dengan tokohnya Kera Sakti yang tersohor itu.
Pada masa masuknya pertama kali di Nusantara, wayang Potehi dimainkan dalam dialek
Hokkian. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, wayang ini pun kemudian juga
dimainkan dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu para penduduk non-Tionghoa pun bisa
menikmati cerita yang dimainkan.

Menariknya, ternyata lakon-lakon yang kerap dimainkan dalam wayang ini sudah diadaptasi
menjadi tokoh-tokoh di dalam ketoprak (seni pertunjukkan drama dan opera Jawa). Seperti
misalnya tokoh Si Jin Kui 薛 仁 貴 yang diadopsi menjadi tokoh Joko Sudiro. Atau Prabu
12

Lisan Puro (tokoh terkenal dalam lakon ketoprak) yang ternyata diambil dari tokoh Li Si Bin
李世民, kaisar kedua Dinasti Tong 唐朝 (618-907).
2. Kuntao
Istilah kuntao atau kuntau saat ini lebih dikenal merujuk pada ilmu beladiri pencak silat khas
Indonesia secara umum. Di kalimantan misalnya, istilah kuntao telah menjadi bahasa umum.
Masyarakat Melayu atau Dayak menghubungkan kata kuntao dengan beladiri pencak silat
pada umumnya.

Kuntao atau kuntau sebenarnya adalah sebuah jenis beladiri dari komunitas etnis China di
Asia Tenggara, terutama di Kepulauan Melayu. Biasanya dihubungkan dengan Indonesia,
Malaysia (terutama pulau Kalimantan/Borneo), Filipina dan Singapura. Hanya saja, kuntao
memang cukup berbeda dengan beladiri dari dataran Tiongkok pada umumnya, seperti wing
chun atau wushu atau yang kita kenal sebagai kung fu. Ini karena kuntao dan silat saling
mempengaruhi satu sama lain. Inilah yang membuat kadang batas dan perbedaan antara
kuntao dan pencak silat agak buram dan susah dibedakan. Misalnya seni buah pukul dari
Malaysia cenderung dimasukkan sebagai silat bukannya asal aslinya dari Yunnan di China,
sebaliknya kuntao harimau dari Jawa yang sebenarnya asli Jawa, malah mendapatkan nama
kuntao. Ada banyak asal makna kuntao, tapi yang paling umum berarti ‘jalan kepal/way of
fist’, dari kata kun 拳 yang berarti kepal/tinju dan tao 道 yang berarti jalan. Istilah ini
digunakan sebagai seni beladiri asal China secara umum. Pada awalnya, kehadiran dan
pengaruh kuntao di Kepulauan Melayu terjadi pada hubungan di masa kuno antara China dan
Asia Tenggara, terutama pada masa kejayaan kerajaan Sriwijaya. Dalam banyak relief
kerajaan Sriwijaya, terdapat penggambaran para prajurit China menggunakan pedang.
Kebanyakan gaya silat kuntao di Nusantara (Indonesia) dibawa oleh para pendatang kelas
pekerja selama masa penjajahan Belanda dan Inggris. Salah satu hal yang membuat kuntao
menjadi unik adalah pada tahun 1970-an, kuntao dipelajari dengan sembunyi-sembunyi untuk
menghindari teknik-tekniknya dibongkar oleh orang luar yang bukan murid perguruan, baik
oleh orang keturunan China maupun bukan. Teknik kuntao mayoritas pada awalnya berasal
dari daerah-daerah bagian selatan China, yaitu Fujian, Shandong, Kongfu, dan Guangdong.
Beberapa teknik masih asli dan tidak mengalami perubahan, seperti taikek (taiji), pakua
(pakua) dan peh ho (baihequan atau jurus bangau putih).
Kuntao di jakarta diambil dari gaya Fujian, yang meniru tidak hanya gaya binatang, tapi juga
manusia, seperti bayi yang baru lahir atau orang mabuk. Jurus-jurus gaya Shandong biasanya
dipelajari di Jawa dan Maruda. Dikenal juga sebagai Saolim (Shaolin). Teknik-tekniknya
13

termasuk tendangan tinggi, salto atau berguling, atau meloncat. Kuntao kemudian hampir
tidak bisa dibedakan dengan silat, karena baik pencak silat maupun beladiri asal China
tersebut telah melebur dan menjadi satu gaya khas Indonesia (meski juga dapat ditemukan
kuntao beragam gaya di Malaysia, Filipina, dan Singapura).

Sebagai contoh yang paling nyata adalah silat Beksi Betawi. Silat Beksi yang terus
berkembang sampai saat ini secara bahasa saja memiliki unsur akulturasi dan percampuran
yang unik. Yaitu, kata bek dari bahasa Belanda yang berarti pertahanan dan si dalam bahasa
China (dialek Tio Ciu) yang berarti empat, yang kesemuanya berarti ‘pertahanan dari empat
penjuru’. Asalnya perguruan silat beksi ini dibawa oleh seorang petani keturunan China yang
hidup dan tinggal di daerah Dadap Tanggerang sekitar tahun 1928 bernama Lie Cheng Ok
(1854-1951) yang juga mahir mengajarkan beladiri pada anak-anaknya. Ketika terjadi
persengkataan ia dengan seorang petani pribumi yang juga seorang jago silat, ia membuat
perjanjian “Siapa yang kalah harus berguru kepada si pemenang.” Li Cheng Ok pun akhirnya
menang, hanya saja karena si jago silat merasa sudah terlalu renta untuk belajar lagi, maka
disuruhlah anaknya yang bernama Marhali untuk berguru beksi pada Lie Cheng Ok. Ia pun
mahir ilmu beksi dengan ciri khas kepalang tangan terbalik ini. Ilmu terus diturunkan dari
guru ke murid sampai H. Hazbullah bin Misin (Kong Has), yang meski pada awalnya sudah
memiliki ilmu silat namun tetap haus akan ilmu beksi. Kong Has pun berhasil
menyempurnakan 12 jurus beksi ditambah dengan jurus ciptaan beliau sendiri (beliau pernah
muncul dalam sebuah film ‘Darah Muda’ sebagai guru silat Rhoma Irama). Di sinilah gaya

unik kuntao, perpaduan gaya beladiri China dan silat menyatu.
14

Gaya kuntao oleh Peng Ji yang dimainkan oleh Billy Chong a.k.a. Willy Dozan dalam film Si
Pitung
3. Batik Lasem Cina
Pakaian juga merupakan bagian dari produk budaya dan seni sebuah masyarakat. Di
Nusantara, batik adalah salah satu ciri khas dan kebanggaan bangsa Indonesia yang telah
diakui dan dikenal secara mendunia (termasuk wayang) dan PBB sebagai bagian dari warisan
dunia. Batik kerap dikenal sebagai kain atau pakaian khas dari daerah Jawa. Meski begitu saat
ini, telah punya banyak motif dan jenis batik yang berasal dari daerah lain di seluruh
Nusantara, baik yang sebelumnya memang dipengaruhi oleh etnis Jawa pada masa kuno, atau
memang asli dari daerah tersebut. Batik pun juga mengalami proses akulturasi dengan budaya
lain. Salah satunya adalah budaya bangsa Tiongkok. Batik Lasem Cina menjadi bukti nyata
pembauran budaya Jawa dan Cina di Rembang, khususnya Lasem, Jawa Tengah. Batik
Lasem Cina yang sering juga disebut Batik Lasem Oriental ini mensinergikan sense of art
masyarakat Jawa dan China. Mereka berpadu mengkreasi stailisasi ornamen Cina dan Jawa
hingga menjadi motif-motif Batik Lasem Cina nan indah. Batik Lasem Cina tentu saja adalah
Batik Lasem yang orenamen motifnya sangat dipengaruhi budaya Cina. Unsur orientalnya
dominatif, meski motifnya selalu berkolaborasi dengan ornamen motif Batik Jawa.

Unsur oriental Batik Lasem Cina ini biasanya berupa motif fauna Cina yang
diharmonisasikan dengan motif batik non Cina, khususnya Batik Jawa. Motif fauna Cina
yang paling popular adalah motif burung hong (phoenix), naga, kura kura, kilin, ikan emas,
kijang, ayam jantan, kelelawar, udang, ular, kepeting, dan sebagainya. Motif fauna China
tersebut biasanya dikolaborasikan dalam motif Batik Jawa, seperti sekar jagad, parang, udan
riris, kendoro kendiri, kawung, latohan, dan anggur-angguran. Salah satu contoh motif Batik
Lasem Cina yang sangat familiar dikalangan masyarakat pecinta Batik Lasem adalah Batik
Lasem Lok Can. Ada juga motif selain flora dan fauna Cina yang berpadu dengan motif
Batik Jawa, misalnya motif ornamen kipas, banji, koin uang (uang kepeng), delapan dewa
(pat sian), dan dewa bulan. Kombinasi motif China dalam motif Batik Jawa ini, kini
diperkuat dengan seni sinografi, yakni seni menulis indah huruf China /Mandarin dalam
mengedepankan pepatah atau kata mutiara Tionghoa dalam stailisasi huruf Cina.

15

Selain batik Lasem Cina, juga dikenal kebaya peranakan, yaitu kebaya yang dikenakan oleh
wanita-wanita peranakan (keturunan China) yang tinggal di Nusantara.
Pada masa penjajahan jepang, juga muncul sebuah jenis motif hasil akulturasi budaya yang
tidak kalah unik, yaitu batik Jawa Hokokai. Batik jenis ini diproduksi oleh orang-orang
peranakan, atau keturunan China di Jawa dengan pengaruh budaya jepang yang juga sangat
kental. Ragam hias yang biasa digunakan adalah bunga sakura, bunya krisan, dahlia dan
anggrek dalam buket atau lung-lungan atau dengan ragam hias kupu-kupu dan burung merak.
Batik Jawa Hokokai diciptakan oleh para pengusaha China saat itu dengan tujuan
menyesuaikan diri dengan pemerintahan Jepang di Pekalongan khususnya.

Khusus untuk ragam hias kupu-kupu, sebenarnya merupakan pengaruh China, dimana kupukupu merupakan lambang cinta abadi seperti dalam cerita Sam Pek Eng Tay. Begitu pula
motif hias burung merak yang pada awalnya juga berasal dari budaya China yang masuk ke
Jepang. Meskipun namanya berbau Jepang dan muncul pada masa pendudukan Jepang, tetapi
batik Hokokai tidak diproduksi untuk keperluan Jepang melainkan untuk orang-orang
Indonesia sendiri.
4. Gambang Kromong
Berbicara mengenai budaya dan akulturasinya, pasti tidak bisa lepas dari musik. Salah satu
bagian dari seni dan budaya yang universal dan pasti ada di seluruh bagian dunia. Menurut
sejarah Indonesia, akulturasi musik sangatlah kaya. Budaya asli nusantara pun sudah sangat
kaya, apalagi ditambahkan budaya Arab, Persia, Portugis, India dan China tentu saja,
membuat bangsa ini (sekali lagi) menjadi satu-satunya bangsa dengan jumlah budaya dan
kesenian musik yang paling kaya di dunia. Salah satunya adalah Gambang Kromong atau
Gambang Keromong. Sebuah gaya orkes musik khas betawi yang merupakan akulturasi
sempurna budaya nusantara dan China. Musik gambang kromong memadukan gamelan
dengan alat-alat musik Tionghoa seperti sukong, tehyan, dan kongahyan. Nama gambang
kromong sendiri memang berasal dari dua alat perkusi yaitu, gambang dan kromong.
Gambang kromong pertama kali dibentuk oleh seorang pemimpin komunitas Tionghoa yang
diangkat oleh Belanda (kapitan Cina) bernama Nie Hoe Kong (masa jabatan 1736-1740).

16

Tangga nada yang digunakan dalam gambang kromong adalah tangga nada pentatonik China,
sering disebut Salendro Cina atau Salendro mandalungan. Orkes gambang kromong
merupakan perpaduan yang serasi antara unsur-unsur pribumi dengan unsur Tionghoa. Secara
fisik unsur Tionghoa tampak pada alat-alat musik geseknya: sukong, tehyan, dan kongahyan.
Perpaduan kedua unsur kebudayaan tersebut tampak pula pada perbendaharaan lagu-lagunya.
Di samping lagu-lagu yang menunjukkan sifat pribumi seperti lagu-lagu Dalem (Klasik)
berjudul: Centeh Manis Berdiri, Mas Nona, Gula Ganting, Semar Gunem, Gula Ganting,
Tanjung Burung, Kula Nun Salah, dan Mawar Tumpah dan sebagainya, dan lagu-lagu Sayur
(Pop) berjudul: Jali-jali, Stambul, Centeh Manis, Surilang, Persi, Balo-balo, Akang Haji,
Renggong Buyut, Jepret Payung, Kramat Karem, Onde-onde, Gelatik Ngunguk, Lenggang
Kangkung, Sirih Kuning dan sebagainya, terdapat pula lagu-lagu yang jelas bercorak
Tionghoa, seperti Kong Ji Liok, Sip Pat Mo, Poa Si Li Tan, Peh Pan Tau, Cit No Sha, Ma
Cun Tay, Cu Te Pan, Cay Cu Teng, Cay Cu Siu, Lo Fuk Cen, dan sebagainya.
Lagu-lagu yang dibawakan pada musik gambang kromong adalah lagu-lagu yang isinya
bersifat humor, penuh gembira, dan kadangkala bersifat ejekan atau sindiran. Pembawaan
lagunya dinyanyikan secara bergilir antara laki-laki dan perempuansebagai lawannya.

Go Yong – Musisi Peranakan Cina Benteng
Masih banyak lagi produk akulturasi budaya China-Nusantara yang sudah menjadi bagian
dari budaya bangsa Indonesia itu sendiri. Identitasnya yang kuat membuat bangsa Indonesia

17

harus bangga dan terus menghargai segala macam perbedaannya. Segala perbedaan tersebut
sudah melebur dimana diperlukan rasa percaya, saling menghormati dan cinta.
Artikel ini hanya sebagai perkenalan dan sedikit usaha untuk menggali informasi mengenai
akulturasi China-Nusantara yang ternyata memang belum banyak dikenal masyarakat.
Semoga artikel ini akan ‘merangsang’ rasa ingin tahu pembaca untuk terus menggali budaya
bangsa Indonesia.

Seni Hias
Batik pesisir utara Jawa kerap menampilkan aneka warna cerah dan motif nan indah, seperti
batik asal Cirebon dan Pekalongan. Salah satu motif batik pesisir yang terkenal adalah burung
phoenix atau yang sering kita dengar dengan sebutan burung hong.
Kemunculan sosok satwa mitologi Cina dalam batik pesisir Nusantara tidak dapat dipisahkan
dari banyaknya pengusaha batik yang berasal dari golongan masyarakat keturunan Cina. Pada
masa lalu, mereka menorehkan pengetahuan tentang motif dan warna cerah kepada batik
pesisir. Burung phoenix pun menjadi salah satu motif yang digunakan.
Apa makna sejati dari ragam hias burung phoenix?
Orang Cina yang datang Indonesia memiliki pengetahuan budaya tanah leluhurnya. Mereka
turut menebarkan budaya tersebut dalam khasanah motif batik pesisir. Phoenix (feng huang)
bagi masyarakat Cina merupakan salah satu dari empat mahluk supranatural (si ling) bersama
naga (long), kilin (qilin), dan kura-kura (gui). Secara etimologi beberapa penjelasan
mengenai feng huang cukup beragam. Misalnya, “feng” bermakna phoenix jantan dan
“huang” adalah phoenix betina sehingga feng huang merupakan simbol persatuan antara
jantan-betina, laki-laki dan perempuan. Ada pendapat legenda yang menyebutkan feng huang
mengindikasikan bahwa feng adalah kata ‘angin’ sehingga pada masa legenda phoenix
dikenal sebagai dewanya angin. Phoenix juga diasosiasikan dengan arah utara. Burung
phoenix ditengarai pertama kali mulai digunakan sebagai motif ragam hias pada masa Kaisar
Huang Ti 2698 SM - 2598 SM. Dalam khasanah ragam motif dalam tradisi budaya Cina,
phoenix dan naga sering disandingkan dalam lukisan, ragam hias bangunan dan motif dalam
kain atau pakaian. Pada masa lalu, motif tersebut digunakan pada pakaian dan perhiasan
permasuri kaisar, sedangkan motif naga hanya dapat digunakan oleh kaisar sang ‘anak
langit’. Phoenix dan naga juga banyak digunakan sebagai alusi dalam karya sastra Cina yang
telah terekam dalam naskah kuno sejak ribuan tahun silam. Rekam jejak satwa mitologi ini
memiliki sejarah cukup panjang. Burung phoenix ditengarai pertama kali mulai digunakan
sebagai motif ragam hias pada masa pemerintahan Kaisar Huang Ti yang memerintah pada
tahun 2698 SM - 2598 SM. Phoenix muncul kembali pada masa pemerintahan Dinasti Han
(206 M – 220 M), pada masa itu phoenix mulai menjadi piranti persembahan. Sejak masa
Dinasti Han, phoenix bersama naga menjadi ragam hias di setiap istana yang dibangun pada
masa itu. Dalam sejarah Cina masa itu, phoenix menjadi simbol sanjungan bagi penguasa
yang berhasil dalam memimpin negara dengan damai.

18

Nampan porselen mewah yang berhiaskan burung phoenix, salah satu satwa dalam mitologi
Cina. (Wikimedia Commons) Pada perkembangan selanjutnya, phoenix pun menjadi lambang
agung yang hanya dapat dikenakan oleh permaisuri kaisar Cina. Selama berabad silam, satwa
mitologi ini menjadi satu-satunya motif resmi kerajaan yang digunakan sebagai sulaman
jubah permaisuri, mahkota, hiasan rambut, tusuk, konde, dan aksesori mewah lainnya.
Semuanya hanya boleh digunakan oleh sang ratu. Phoenix merupakan mahluk mitologi yang
kaya akan metafora. Kata fenghuang sendiri mengindikasikan bahwa mahluk tersebut adalah
‘rajanya para burung’. Phoenix merupakan burung paling terhormat di antara pelbagai jenis
mahluk berbulu burung.
Satwa itu digambarkan memiliki kepala seperti burung pelikan, berleher seperti ular, berekor
sisik ikan, bermahkota burung merak, bertulang punggung mirip naga, berkulit sekeras kurakura Dalam perjalanannya, phoenix digambarkan sesuai dengan makna simbolik budaya yang
melingkupinya. Satwa itu digambarkan memiliki kepala seperti burung pelikan, berleher
seperti ular, berekor sisik ikan, bermahkota burung merak, bertulang punggung mirip naga,
berkulit sekeras kura-kura. Sementara bulunya memiliki lima warna lambang lima kebajikan,
ekornya dapat menghasilkan suara musik jika bergerak dan bersinggunggan dengan angin,
dan ia lebih banyak bersembunyi, hanya muncul pada saat sebuah negara mengalami
malapetaka. Satwa itu diyakini akan memperbaiki keadaan dan mendamaikan suasana. Tubuh
phoenix pun tak luput dari metafora—simbol dari sifat utama manusia. Kepala adalah
kebajikan, sayapnya adalah tanggung jawab, punggungnya adalah perbuatan baik, dadanya
adalah kemanusiaan, dan perutnya adalah sifat terpercaya. Phoenix pun menjadi simbol
dalam pelbagai sendi daur hidup manusia. Phoenix dan naga merupakan simbol istri dan
suami, lambang permaisuri dan kaisar.

19

Pengantin ciotau dalam tradisi Cina Benteng mengenakan busana bawahan yang berhias
burung phoenix. Dalam upacara ini phoenix melambangkan keagungan atau ratu sehari.
Tradisi ciotau di Cina Benteng merupakan warisan Dinasti Manchu. (Mahandis Y. Thamrin/
NGI) Seiring perubahan zaman, motif burung phoenix pun berkembang menjadi milik publik.
Saking cantiknya si phoenix, ia pun kerap lekat dengan simbol perempuan cantik. Perempuan
cantik yang menggoda dengan kedipan matanya pun dijuluki memiliki ‘lirikan burung
phoenix’. Gaun pengantin Cina tradisional pun kerap menggunakan bordiran burung phoenix
sebagai simbol ‘ratu sehari’. Dan, jika Anda kebetulan menemukan lukisan sepasang phoenix
berwarna hitam atau merah sedang menari, tak salah lagi, mereka merupakan simbol salah
satu posisi bercinta dalam ‘kamasutra’ ala Cina. Sosok burung phoenix masih dapat kita
saksikan pada hiasan rambut kembang goyang yang dikenakan pengantin Cina Benteng
beserta gaun pengantinnya. Juga, sebagai hiasan klenteng yang berada di samping sang naga.
Demikianlah kisah burung phoenix, rajanya para burung.

20