View of TM RISER (PENAMBAH) DALAM PENGECORAN BESI COR KELABU DENGAN METODE PENGECORAN LOST FOAM
RISER (PENAMBAH) DALAM PENGECORAN BESI COR KELABU DENGAN METODE PENGECORAN LOST FOAM 1 2 1 Sutiyoko , Suyitno 2 Jurusan Teknik Pengecoran Logam, Politeknik Manufaktur Ceper, Klaten
Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
ABSTRACT The riser is needed in casting to supply liquid metal because of shrinkage in solidification. The objective of this research is to investigate the shrinkage of gray cast iron in lost foam casting. The variabels in this research were pouring temperature and pattern thickness. The pouring
o
temperature variation and the pattern thickness were 1300-1400 C and 2- 6.5 mm respectively. There is not a reduction size in the casting product than the pattern. This phenomenon is founded in all the pouring temperature and the pattern thickness. In the lost foam casting of gray cast iron, the riser is not necessary. Effect of the unbounded sand and the graphite expansion causes the shrinkage in solidification of gray cast iron can be ignored.
Keywords: shrinkage, pouring temperature, riser, lost foam casting, solidification PENDAHULUAN dipatenkan oleh Shroyer pada Pengecoran lost foam adalah tahun 1958 (Kumar dkk, 2008). metode pengecoran yang Pengecoran lost foam menggunakan bahan polystyrene memiliki banyak keuntungan. foam sebagai bahan untuk Pengecoran lost foam dapat membuat pola dan ditanam dalam memproduksi benda yang pasir silika menjadi cetakan. kompleks/ bentuknya rumit, tidak Polystyrene foam akan mencair ada pembagian cetakan, tidak dan menguap ketika cairan memakai inti, mengurangi tenaga dituangkan ke dalam cetakan kerja dalam pengecorannya sehingga tempat itu akan diisi oleh (Monroe, 1992) sehingga cepat cairan logam (Askeland, 2001). untuk membuat benda-benda Metode pengecoran lost foam prototip. Pengecoran lost foam dapat memproduksi benda-benda ringan (Kim dan Lee, 2005) dan penambah pada dasarnya tidak diperlukan untuk mengontrol penyusutan saat pembekuan (Askeland, 2001). Cetakan dari pola berbahan polystyrene foam mudah dibuat dan murah (Barone, 2005). Pasir yang digunakan dapat dengan mudah digunakan lagi karena tidak menggunakan pengikat (Behm dkk, 2003). Penggunaan cetakan foam meningkatkan keakuratan dimensi dan memberikan peningkatan kualitas coran dibandingkan dengan cetakan konvensional (Monroe, 1992). Sudut-sudut kemiringan draf dapat dikurangi atau dieliminasi (Barone, 2005). Proses pembersihan dan pemesinan dapat dikurangi secara dramatis (Kumar dkk, 2007). Pencemaran lingkungan karena emisi bahan-bahan pengikat dan pembuangan pasir dapat dikurangi karena tidak menggunakan bahan pengikat dan pasir dapat langsung digunakan kembali (Kumar dkk, 2007).
Pengecoran lost foam juga memiliki beberapa kekurangan. Pasir yang tidak diikat akan memicu terjadinya cacat pada benda cor karena pasir yang jatuh ke logam cair (Kumar dkk, 2007). Usaha untuk mengikat cetakan lost foam adalah dengan membuat cetakan tersebut vakum dimana cetakan dilapisi dengan lapisan polietilen. Proses ini menghasilkan emisi ke gas hasil pembakaran polystyrene foam yang dapat membahayakan lingkungan dan kesehatan pekerja (Behm dkk, 2003). Porositas dalam pengecoran aluminium dengan pola polystyrene foam lebih tinggi dibandingkan dengan cetakan CO
2 .
Hal ini menunjukkan bahwa sulit untuk mendapatkan kekuatan mekanik yang lebih baik pada pengecoran aluminium tanpa perlakuan tertentu (Kim dan Lee, 2007).
Kualitas hasil pengecoran lost foam dipengaruhi oleh banyak parameter. Parameter-parameter tersebut diantaranya temperatur penuangan, ukuran pasir silika, massa jenis polystyrene foam, lama penggetaran cetakan, ukuran benda dan komposisi material yang dituang. Superheat (suhu diatas temperatur cair) yang lebih tinggi akan menurunkan tegangan permukaan cairan logam (Kumar dkk, 2007). Temperatur tuang memiliki faktor dominan dalam menentukan nilai tegangan tarik dan elongasi benda cor (Kumar dkk, 2008). Gas yang terbentuk meningkat 230% pada temperatur 750 – 1300
o C (Yao dkk, 1997).
Laju aliran logam paduan dengan temperatur tinggi akan menurun dengan meningkatnya temperatur dikarenakan volume gas yang terbentuk meningkat secara (Khodai dan Parvin, 2008). Laju aliran logam meningkat sebanding dengan peningkatan temperatur hingga 1150
o
C (Shivkumar dkk, 1995). Ketebalan pola bertambah besar akan meningkatkan panjang mampu alir logam (Shin dan Lee, 2004).
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh ketebalan benda dan temperatur penuangan terhadap ukuran benda cor dibanding ukuran polanya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan ukuran benda cor dengan ukuran pola. Manfaat penelitian ini agar dapat menentukan penggunaan penambah dalam pengecoran besi cor kelabu dengan metode pengecoran lost foam.
METODOLOGI PENELITIAN Bahan baku utama yang dipakai adalah sekrap besi cor.
Jenis besi cor yang menjadi target dalam penelitian ini adalah besi cor Ferro Carbon (FC) 20-30. Kandungan Karbon dan Silikon pada FC 20-30 adalah 2,9-3,4% C dan 1,6-2,5 % Si sehingga rata-rata kandungan Karbon adalah 3,15% dan Silikon 2,05%. Ferrosilikon digunakan untuk menambahkan unsur silikon agar terbentuk grafit pada pembuatan besi cor kelabu. Ferrosilikon yang digunakan adalah FeSi75 dengan kandungan silikon 75% dan Karbon 0,15%. Polystyrene foam yang digunakan adalah polystyrene dengan kerapatan berkisar 9 kg/m
3
karena banyak dijual di toko-toko. Hal ini dengan pertimbangan jika hasil penelitian ini diaplikasikan pada industri kecil maka akan mudah memperoleh bahan yang sesuai dengan penelitian. Pasir silika yang digunakan memiliki ukuran AFS grain fineness number 51.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanur induksi kapasitas 40 kg, ladel kapasitas 15 kg, kotak kayu wadah cetakan, pemotong polystyrene elektrik, jangka sorong, timbangan digital ketelitian 1 miligram, pyrometer, spectrometer emisi dan CE meter Heraeus elektro-nite ML QC/EL. Pola yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 1 di bawah ini. Perbandingan luas penampang benda cor dengan luas penampang pola dalam penelitian ini diistilahkan dengan akurasi ukuran. Secara umum di dalam pengecoran akurasi ukuran benda cor bernilai negatif, yakni terjadi penyusutan dari ukuran polanya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran CE meter menunjukkan nilai Karbon sebesar
3,27 % dan Silikon sebesar 2,12 %. Nilai pengukuran ini sudah sesuai dengan target komposisi yang direncanakan yakni Karbon 3,0-3,5 % dan Silikon 1,8 – 2,4 %
Gambar 1. Pola benda cor (ukuran karena jika diambil nilai tengahnya maka komposisi Karbon 3,25 % dalam mm) dan Silikon 2,1 %. Komposisi ini
Pengukuran ukuran benda cor adalah kelompok besi cor kelabu dan ukuran pola diambil dengan kelas 30 dan banyak diproduksi mengukur luas penampang pola oleh industri pengecoran logam di dan benda cor pada jarak 20 mm dunia (ASM Handbook Commitee dari pangkal saluran turun. Pada Vol.15, 1998). setiap temperatur penuangan dan ketebalan benda cor diukur luasnya
Tabel 1. Komposisi besi cor kelabu dan dibandingkan dengan luas hasil pengecoran pola. Hasil perbandingan dinyatakan dalam prosentase. Luas
Unsur Fe C Si Mn P S
penampang benda cor yang mengalami pembesaran dibanding
Prosentase 93.1 3.35 2.29 0.449 0.189 0.048
luas penampang pola maka nilai Komposisi besi cor kelabu prosentasenya adalah positif. setelah dituang diukur dengan
Sebaliknya, luas penampang benda pengujian alat uji spektrometer cor yang lebih kecil dari luas ditunjukkan pada Tabel 1. penampang pola maka nilai
Pengukuran komposisi besi cor prosentasenya adalah negatif. kelabu padat dilakukan pada sebuah specimen chill test dengan cetakan logam agar terjadi pendinginan cepat.
Perbandingan ukuran benda cor dengan pola (akurasi ukuran) pada setiap ketebalan dan temperatur penuangan ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Hubungan temperatur tuang terhadap akurasi ukuran pada tiap ketebalan pola
Akurasi ukuran pada semua temperatur tuang memberikan hasil positif. Hal ini menunjukkan bahwa pada pengecoran besi cor kelabu dengan menggunakan pola polystyrene foam memberikan hasil ukuran benda cor lebih besar dibandingkan dengan ukuran polanya. Secara detail hasil perbandingan ukuran benda cor dengan ukuran pola tampak pada Tabel 2.
Suhu
o
(C)
2 mm (%)
3,5 mm (%)
5 mm (%)
6,5 mm (%) 1300 0,74 0,98 0,25 1,02
1325 0,72 0,2 2,54 1,32 1350 1,23 1,7 1,24 1,47 1375 1,85 1,79 0,01 1,40 1400 0,74 1,85 1,23 0,72
Nilai akurasi ukuran pada setiap ketebalan pola juga memberikan harga positif. Hal ini berarti ketebalan benda berapapun akan memberikan pengaruh ukuran benda cor lebih besar dari ukuran pola.
Logam cair yang mengalami pembekuan akan mengalami penurunan volume akibat adanya penyusutan karena pembekuan. Pembahasan tentang pembekuan dan perkembangan kristal didahului dengan perbandingan antara susunan kristal pada saat padat dan apa yang terjadi pada keadaan cair. Proses pembekuan mengalami perubahan viskositas yang sangat drastis antara keadaan cair dan padat (Glicksman, 2011). Walaupun logam cair tidak terlihat mata adanya kekosongan tempat, tetapi disana terdapat sangat banyak volume-volume kosong yang memungkinkan terjadi pergerakan atom dan molekul yang lebih kuat (Glicksman, 2000). Model struktur cairan logam telah diajukan oleh Frenkel, seorang ahli fisika Rusia, pada pertengahan tahun 1930-an. Frenkel memformulasikan bahwa terjadi perubahan volume 1-10 % ketika logam mengalami pencairan yang dihitung berdasarkan luas gap yang terbentuk antar atom (Frenkel, 1955).
Banyak faktor yang mempengaruhi pembesaran ukuran benda hasil cor dengan menggunakan pola polystyrene foam. Pengecoran besi cor kelabu menghasilkan struktur grafit. Grafit adalah karbon (C) yang terpisah dari sementit (Fe
saat proses pembekuan. Grafit yang terbentuk pada hasil pengecoran memiliki sifat ekspansif (Sparkman, 2006). Sifat ekspansif akan menyebabkan ukuran benda cor mengalami pembesaran jika lebih besar daripada penyusutan cairan ketika membeku. Sifat ekspansif grafit akan mendesak pasir cetak di dinding cavity (ruang kosong berbentuk pola benda cor) ke arah luar cavity.
Faktor lain yang menyebabkan penambahan ukuran adalah desakan cairan logam terhadap dinding cavity. Panas yang timbul dari cairan logam dan cairan logam itu sendiri akan mendorong pasir cetak di dinding cavity. Pasir cetak yang dipadatkan dengan getaran dan tidak memakai bahan pengikat akan lebih mudah terdesak keluar cavity. Gabungan desakan terhadap dinding cavity akibat ekspansi grafit dan cairan yang masuk ke cavity lebih besar daripada penyusutan besi cor kelabu saat membeku. Hal ini menyebabkan ukuran hasil benda cor lebih besar dibandingkan dengan ukuran polanya.
Pengaruh perbedaan temperatur penuangan terhadap besarnya penambahan ukuran benda cor pada penelitian ini tidak dapat diambil suatu hubungan tertentu secara jelas. Pada semua temperatur penuangan, benda cor mengalami pembesaran ukuran dibanding ukuran polanya. Secara teori semakin tinggi temperatur penuangan akan semakin lama waktu pembekuan cairan. Waktu pembekuan yang lebih lama memberikan kesempatan terbentuk grafit lebih banyak sehingga desakan ke dinding cavity lebih kuat. Desakan yang lebih kuat mengakibatkan penambahan ukuran lebih besar (Sparkman, 2006). Perbedaan ketebalan benda cor juga belum dapat diambil suatu kecenderungan yang jelas terhadap besarnya pembesaran ukuran. Namun, semua ketebalan benda
3 C) pada
memberikan nilai akurasi positif. Hal ini berarti terjadi pembesaran ukuran walaupun bendanya tipis.
Fenomena ini mungkin dikarenakan ukuran benda terlalu kecil dan tipis sehingga pengaruh grafit karena perbedaan temperatur penuangan dan ketebalan benda tidak terdeteksi.
KESIMPULAN Pengecoran lost foam memiliki karakteristik yang berbeda dengan metode pengecoran lain. Metode ini tidak menggunakan pengikat pasir dalam pembuatan cetakannya. Pengikatan pasir dilakukan dengan penggetaran pasir dalam cetakan. Beberapa variasi temperatur penuangan dan ketebalan benda dilakukan untuk mempelajari kebutuhan penambah pada metode ini. Perbandingan ukuran pola dan benda cor pada kedua variasi ini menunjukkan bahwa ukuran benda cor selalu lebih besar dari ukuran pola.
Berdasarkan fakta ini, kesimpulan yang dapat diambil yakni pengecoran lost foam tidak membutuhkan penambah dalam mensuplai cairan akibat penyusutan.
Daftar Pustaka Askeland, D.R., Encylopedia of
Materials: Science and Technology, 2001, Elsevier Science Ltd.
ASM Handbook Commitee, ASM Metals Handbook . Casting, Vol.15, 9th edition, 1998, ASM International.
Barone, M. R., Caulk, D. A., A foam ablation model for lost foam casting of aluminum, International Journal of Heat and Mass Transfer, 2005, Vol. 48, pp. 4132–4149. Behm, S.U., Gunter, K.L. and
Sutherland, J.W., An Investigation into The Effect of Process Parameter Setting on Air Emission Characteristics in The Lost Foam Casting Process ,2003, American Foundry Society.
Frenkel, J., Kinetic Theory of Liquids , Dover Publications, Inc., New York, NY, 1955, p.
176 Glicksman, M. E., Diffusion in
Solids: Field Theory, Solid- State Principles and Applications, Wiley Interscience Publishers, 2000, New York.
Glicksman, M. E., Principles o f Solidification An Introduction to Modern Casting and Crystal Growth Concepts, Springer New York Dordrecht Heidelberg London, 2011, Springer Science+Business Journal of Material Science, Media. 2004, Vol.39, pp. 1536-1569
Khodai, M. and Parvin, N., Shivkumar, S., Yao, X., and Pressure Measurement and Makhlouf, M., Polymer Melt Some Observation in Lost Foam Interactions During Formation Casting, Journal of Material in The Lost Foam Process, Processing and Technology, Scripta Metallurgica et 2008, Vol. 206, pp.1-8. Materialia, 1995, Vol. 33, pp.
39-46. Kim, K., and Lee, K., Effect of
Pro cess Parameters on Porosity Sparkman,
D., Offsetting in Aluminum Lost Foam Shrinkage in Ductile Iron What Process, Journal Material Thermal Analysis Shows,2006,
th 11 .
Science Technology, 2005,Vol.
Yao, X., Shivkumar, S., Molding 21 No.5, pp. 681-685. Kumar, S., Kumar, P. and Shan, filling characteristics in lost
H.S., Optimation of Tensile foam casting process, Materials Properties of Evaporative science and Technology, 1997,Vol. 31, pp. 841-846. Casting Process through Taguchi’s Method, Journal of Materials Processing Technology, 2008, Vol. 204, pp. 59-69.
Kumar, S., Kumar, P. and Shan, K.S., Effect of Evaporative Pattern Casting Process Parameters on The Surface Roughness of Al-7%Si Alloy Casting, Journal of Materials Processing Technology, 2007, Vol. 182, pp. 615-623.
Monroe, R.M., Expandable Patterns Casting, American Foundryman’s Society Inc., 1992, p.84.
Shin, S.R. and Lee, Z.H., Hidrogen Gas Pic-Up of Alloy Melt During Lost Foam Casting,