Staff Site Universitas Negeri Yogyakarta

(1)

Makalah disampaikan Pada Konggres dan Seminar Nasional

“Revitalisasi Pendidikan Administrasi Perkantoran dalam Merespons Tuntutan Kompetensi dan Kompetisi Global”

Surakarta 17 Oktober 2010

________________________________________

UJI KOMPETENSI SEBAGA TUNTUTAN

PROFESIONAL LULUSAN SMK

Djemari Mardapi *)

Oleh: Djemari Mardapi *)

*) Ketua BSNP


(2)

A.

Pendahuluan

Kompetisi yang terjadi pada era global terletak pada kemampuan sumber daya

manusia yang merupakan produk dari lembaga pendidikan dan lembaga pelatihan.

Agar dapat ikut bersaing, semua lembaga pendidikan termasuk pendidikan Dasar dan

Menengah harus terus menerus berusaha meningkatkan kualitasnya. Peningkatan

kualitas ini dapat dilihat pada standar kompetensi yang harus dimiliki lulusannya

Standar kompetensi lulusan merupakan standar atau kriteria yang harus dicapai

lulusan. Kurikulum yang memfokuskan pada kompetensi lulusannya disebut dengan

kurikulum berbasis standar atau kurikulum berbasis kompetensi. Standar kompetensi

lulusan adalah kemampuan minimal yang dapat dilakukan atau didemonstrasikan

oleh lulusan. Jadi kurikulum berbasis kompetensi menekankan pada pencapaikan

standar kompetenesi lulusan. Untuk itu perlu ditetapkan standar kompetensi

lulusannya

Kurikulum merupakan acuan setiap lembaga pendidikan dalam mengemban

tugasnya melaksanakan proses pembelajaran. Pendidik dalam melaksanakan proses

pembelajaran mulai dari membuat persiapan, melaksanakan, dan melakukan evaluasi

hasil belajar selalu berpegang pada kurikulum yang digunakan. Kurikulum

merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas pendidikan. Oleh karena itu

sekolah harus selalu berusaha menyempurnakan kurikulum yang digunakan agar

sesuai dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi serta seni (IPTEKS).

Penerapan kurikulum berbasis kompetensi berdasarkan dua pertimbangan,

yaitu (1) persaingan yang terjadi pada era global terletak pada kemampuan sumber

daya manusia, sehingga perlu ditentukan standar kompetensi lulusan tiap jenjang

pendidikan dan (2) standar kompetensi lulusan merupakan pemberian tantangan yang

akan memotivasi sekolah mencapainya. Oleh karena itu, penerapan kurikulum

berbasis kompetensi diharapkan akan mendorong peningkatan kualitas pendidikan.

Implikasi penerapan kurikulum berbasis kompetensi adalah pada kegiatan

pembelajaran dan sistem asesmenatau sistem penilaian. Penggunaan kurikulum

berbasis kompetensi dapat meningkatkan pencapaian belajar peserta didik , karena

adanya tantangan. Tantangan yang dinyatakan dengan standar kompetensi yang


(3)

harus dicapai peserta didik akan membangkitkan motivasi lembaga pendidikan untuk

mencapainya. Motivasi lembaga pendidikan meliputi motivasi pendidik dan peserta

didik untuk mencapainya. Dengan demikian, penerapan kurikulum berbasis

kompetensi diharapkan akan meningkatkan kualitas lulusan sekolah..

B.

Pengertian Kurikulum

Kurikulum sekolah menurut Saylor dan Alexander (1954) adalah total usaha

sekolah atau lembaga pendidikan untuk mencapai keberhasilan yang diinginkan

sekolah dan luar sekolah atau masyarakat. Kurikulum dalam pengertian ini adalah

total usaha sekolah untuk mendorong peserta didik, baik di kelas, atau di luar sekolah.

Definisi ini disempurnakan lagi yaitu menjadi suatu rencana untuk melengkapi

seperangkat peluang belajar untuk mencapai tujuan yang berkaitan satu dengan lain

untuk suatu populasi yang dilayani sekolah.

Pada kurikulum berbasis kompetensi acuan utama dalam mengembangkan

kurikulum adalah standar kompetensi lulusan yang ingin dicapai. Standar kompetensi

lulusan ini selanjutnya dijabarkan menjadi sejumlah standar kompetensi untuk setiap

mata pelajaran. Standar kompetensi mata pelajaran kemudian dijabarkan menjadi

sejumlah kompetensi dasar atau kompetensi minimal yang harus dicapai peserta

didik. Selanjutnya kompetensi dasar ini dijadikan acuan untuk menetapkan materi

pembelajaran, pengalaman belajar, dan sistem penilaian atau asesmen.

Kompetensi lulusan lembaga pendidikan harus mengacu pada fungsi dan

tujuan pendidikan nasional seperti yang tercantum pada BAB II Pasal 3 Undang

Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, SK Mendiknas No.

232/U/2000 tentang kurikulum perguruan tinggi, dan SK Mendiknas No: 045/U/2002

tentang kurikulum inti perguruan tinggi. Berdasarkan ketentuan ini, standar

kompetensi lulusan perguruan tinggi dapat dikategorikan menjadi tiga aspek:

1. Aspek pengetahuan: mencakup masalah

kecakapan dan berilmu,

keilmuan serta keterampilan,

2. Aspek psikomotor: mencakup masalah

kreativitas, keahlian berkarya,

dan keterampilan,


(4)

3. Apek kepribadian: mencakup masalah

berakhlak mulia, sehat, beriman

dan bertakwa, mandiri, demokratis, pengembangan kepribadian, prilaku

berkarya, dan bekehidupan bermasyarakat

.

Ketiga aspek ini merupakan kemampuan yang bersifat holistik yang mencakup

fungsi dan tujuan pendidikan nasional dan harus tercermin pada kurikulum dan

silabus, rancangan pembelajaran dan sistem asesmen di semua mata kuliah.

Sesuai dengan jiwa otonomi dalam bidang pendidikan seperti pada Peraturan

Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan kewenangan

Provinsi sebagai daerah otonom, Bab II pasal 2 bidang Pendidikan dan Kebudayaan,

dinyatakan bahwa pemerintah memiliki wewenang dalam menentukan standar

kompetensi siswa dan warga belajar serta pengaturan kurikulum nasional dan

penilaian hasil belajar secara nasional serta pedoman pelaksanaannya, dan penetapan

standar materi pelajaran pokok.

Menurut ketentuan ini, sekolah memiliki wewenang mengembangkan silabus

dan sistem penilaian yang berdasarkan standar kompetensi yang ingin dicapai.

Namun demikian, program studi akan ditagih atas pencapaian standar kompetensi

lulusannya melalui evaluasi terhadap sistem asesmen yang digunakan serta hasil yang

dicapai.

Implikasi penerapan kurikulum berbasis kompetensi pada pembelajaran terletak

pada penentuan pengalaman belajar yang mencakup integrasi aspek pengetahuan,

psikomotor, dan keperibadian. Demikian pula, sistem asesmen yang diterapkan harus

mencakup ketiga aspek tersebut. Jadi, hasil belajar peserta didik merupakan profil

kemampuan berpikir, keterampilan dalam melakukan, dan perilaku.

Asumsi kurikulum berbasis kompetensi adalah bahwa hampir semua peserta

didik dapat belajar apa saja, hanya lama waktu yang diperlukan yang berbeda sesuai

dengan potensinya masing-masing. Jadi, lama waktu belajar merupakan variabel yang

harus diperhatikan dalam merancang dan melaksanakan kurikulum berbasis

kompetensi. Dengan kata lain, kecepatan belajar peserta didik yang tidak sama untuk

suatu pembelajaran harus diperhatikan oleh pendidik.

Perhatian terhadap kecepatan belajar peserta didik yang tidak sama membawa

implikasi pada perencanaan pembelajaran. Pendidik atau tenaga pengajar pada


(5)

kurikulum berbasis kompetensi bertindak sebagai fasilitator bagi peserta didik .

Peserta didik yang mampu belajar sendiri terus dimotivasi, sedang yang mengalami

kesulitan dibantu oleh tenaga pengajar. Jadi, pendidik harus memperhatikan

kecepatan belajar peserta didik untuk pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.

C. Standar Kompetensi

Pendidikan berbasis kompetensi pada dasarnya menekankan standar

kompetensi yang harus dimiliki lulusan lembaga pendidikan. Standar kompetensi

lulusan ini dijabarkan menjadi standar kompetensi mata pelajaran yang selanjutnya

dijabarkanmenjadi sejumlah kompetensi dasar. Kompetensi dasar merupakan batas

minimum kemampuan yang harus dimiliki dan dapat dilakukan oleh peserta didik

setelah mengikuti proses pembelajaran suatu mata pelajaran tertentu.

Dilihat dari cakupan materi dan kata kerja yang digunakan, standar kompetensi

mata pelajaran masih bersifat umum, sehingga perlu dijabarkan menjadi sejumlah

kompetensi dasar. Setiap butir standar kompetensi dapat dijabarkan menjadi 3 sampai

6 butir kompetensi dasar. Cakupan materi pada kompetensi dasar lebih sempit

dibanding pada standar kompetensi. Kata kerja yang digunakan pada kompetensi

dasar harus operasional.

Kata kerja pada standar kompetensi dapat digunakan pada kompetensi dasar

namun cakupannya lebih sempit. Kata kerja operasional yang sering digunakan di

dalam standar kompetensi antara lain mengidentifikasi, membandingkan,

menghitung, menafsirkan, menerapkan, menganalisis, merangkum, mensintesis,

mendemonstrasikan, dan mengevaluasi, sedangkan kata kerja yang tidak operasional

antara lain, mengetahui, memahami, dan menjelaskan.

Untuk menguasai kompetensi dasar, perlu ditentukan materi pembelajarannya.

Materi pembelajaran adalah bahan yang harus dipelajari peserta didik agar dapat

menguasai kompetensi dasar tertentu. Berangkat dari sinilah selanjutnya disusun

silabus dan kisi-kisi sistem penilaian secara lengkap.


(6)

E. Model Pembelajaran

Menurut Dewey (Glassman, 2001) peran pendidikan yang sangat penting

adalah mengajar peserta didik tentang bagaimana menjalin hubungan antara sejumlah

pengalaman sehingga terjadi pengumpulan dan pengujian pengetahuan baru.

Pengalaman sekunder seseorang berasal dari pengetahuan, dan pengetahuan adalah

rekonstruksi pengalaman sekunder melalui pengalaman primer. Terjadinya akumulasi

pengetahuan menurut Dewey adalah adanya tambahan pengalaman sekunder yang

terus menerus.

Pengalaman baru akan menjadi pengetahuan baru apabila seseorang selalu

bertanya baik secara lisan maupun di dalam hatinya. Jawaban terhadap pertanyaan

tersebut merupakan pengetahuan baru yang tersimpan pada struktur kognitif

seseorang. Pendapat Dewey menunjukkan bahwa akan ada pengetahuan baru bila

ada pengalaman baru. Oleh karena itu semakin banyak pengalaman belajar yang

dialami seseorang akan semakin banyak pengatahuan yang dimilikinya.

Pengetahuan yang dimiliki seseorang akan bermakna apabila bermanfaat

bagi masyarakat. Tingkat manfaat pendidikan yang dirasakan masyarakat menjadi

salah satu dorongan untuk melakukan inovasi dalam bidang pendidikan. Inovasi

dalam bidang pendidikan juga merupakan tuntutan dari perkembangan ilmu

pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS). Oleh karena itu setiap inovasi dalam

bidang pendidikan harus memperhatikan perkembangan IPTEKS dan kebutuhan

masyarakat dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera lahir dan batin

F. Sistem Penilaian

Pada prinsipnya, sistem penilaian yang digunakan di sekolah harus mampu: 1. Memberi informasi yang akurat

2. Mendorong peserta didik belajar 3. Memotivasi pendidik mengajar 4. Meningkatkan kinerja lembaga 5. Meningkatkan kualitas pendidikan.

Lima hal ini merupakan kunci agar setiap ujian dapat mendorong peningkatan kinerja lembaga yang selanjutnya meningkatkan kualitas pendidikan. Oleh karena itu sistem ujian


(7)

yang digunakan harus membantu peningkatan kinerja pendidik dan kinerja peserta didik . Peningkatan ini akan terjadi apabila pendidik dan peserta didik memperoleh informasi yang akurat dari hasil ujian tentang kompetensi dasar yang telah dicapai dan yang belum dicapai. Selanjutnya pendidik melakukan refleksi tentang tingkat keberhasilan tersebut. Refleksi adalah kegiatan melihat hasil yang dicapai dan tindakan yang telah dilakukan untuk menentukan tindakan berikutnya.

Hasil analisis hasil ujian akan memberi infromasi kepada peserta didik tentang kompetensi dasar yang belum dikuasainya. Pendidik harus mendorong peserta didik untuk belajar yang lebih baik, yaitu melalui program remedi agar kompetensi dasar yang belum dikuasai dapat dicapai. Dengan demikian dapat diharapkan sistem pengujian akan membantu meningkatkan kualitas pendidikan.

Sesuai dengan prinsip kurikulum berbasis kompetensi bahwa acuan yang digunakan dalam menafsirkan hasil ujian adalah acuan kriteria. Pada acuan kriteria asumsi yang digunakan adalah hampir semua orang bisa belajar apa saja, hanya waktunya yang berbeda. Pencapaian belajar peserta didik selalu dibandingkan dengan kompetensi dasar atau standar yang ingin dicapai. Sistem ujian yang digunakan pada pendidikan berbasis kompetensi adalah yang berkelanjutan.

Beberapa masalah penting dalam mengembangkan sistem penilaian adalah: 1. Sahih dan Andal

Penilaian harus memberikan informasi yang sahih (valid) dan andal (reliable) tentang hasil belajar peserta didik . Sahih berarti hasil pengukuran mengukur seperti yang direncanakan. Misalnya kita mengukur kemampuan sejarah, maka yang diukur harus kemampuan sejarah saja, bukan kerapian tulisannya atau kemampuan bahasanya. Andal berarti hasil pengukuran ajeg atau konsisten sehingga memiliki kesalahan pengukuran yang kecil. Misalkan peserta didik diukur kemampuan geografinya dua kali selang beberapa hari. Apabila hasil pengukuran pertama dan kedua tidak berbeda maka alat ukur tersebut dikatakan andal. Pada dasarnya penilaian yang sahih dan andal mengacu pada penafsiran hasil pengukuran yang berupa skor. Oleh karena itu penilaian harus dilakukan oleh orang yang kompeten, dan alat ukur yang digunakan memberi hasil yang sahih dan andal.

2.

Mendidik

Penilaian harus mampu mendorong pendidik untuk mengajar lebih baik dan mendorong peserta didik untuk belajar lebih baik. Hasil penilaian harus dapat dirasakan


(8)

sebagai penghargaan bagi peserta didik yang berhasil, dan sebagai pemicu semangat belajar bagi yang kurang berhasil.

3.

Berorientasi pada Kompetensi

Penilaian harus memberi informasi tingkat pencapaian kompetensi peserta didik atau kompetensi dasar peserta didik .

4.

Adil

Penilaian harus adil terhadap semua peserta didik , tidak menguntungkan atau merugikan salah satu atau sekelompok peserta didik yang dinilai. Penilaian harus adil dengan tidak membedakan latar belakang sosial-ekonomi, budaya, bahasa, dan jender.

5.

Terbuka

Prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan harus jelas dan terbuka bagi semua pihak.

6.

Variasi teknik

Penilaian dapat dilakukan dengan berbagai teknik dan prosedur termasuk mengumpulkan berbagai bukti hasil belajar peserta didik , misal portofolio, hasil karya peserta didik , penugasan, kinerja peserta didik , dan tes tertulis. Penilaian hasil belajar peserta didik meliputi pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), sikap dan nilai (afektif) yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.

7.

Terpadu

Penilaian di lembaga pendidikan harus terpadu dengan kegiatan belajar mengajar. Penilaian juga harus terpadu, baik dilihat dari program yang dinilai maupun penyelenggaraan penilaian. Dalam penilaian pencapaian belajar peserta didik pada mata kuliah tertentu, terutama penilaian di kelas atau penilaian yang terpadu dengan kegiatan belajar mengajar, harus diupayakan mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

8.

Berkesinambungan

Penilaian dilakukan secara berencana, bertahap, dan terus menerus untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan belajar peserta didik sebagai hasil kegiatan belajarnya. Penilaian mencakup semua kompetensi dasar , bagian dari standar kompetensi, dan hasilnya dianalisis untuk mengetahui kompetensi dasar yang telah dicapai dan yang belum. Selanjutnya dilakukan tindak lanjut dalam bentuk program remedial dan program pengayaan.


(9)

Penilaian hendaknya mudah dipahami, mempunyai arti, berguna, dan bisa ditindaklanjuti oleh peserta didik , pendidik , dan orang tua peserta didik .

G.

Prinsip Sistem Penilaian

Sistem penilaian berkesinambungan pada dasarnya adalah penilaian yang mecakup semua kompetensi dasar yang dilaksanakan dalam berbagai bentuk tagihan dan berbagai bentuk soal dan dlakukan analisis terhadap hasil dan diikuti dengan tindak lanjut. Tagihan adalah berbagai jenis ujian yang dapat digunakan untuk mengetahui kompetensi dasar yang telah dikuasai peserta didik , misalnya tugas-tugas, kuiz, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan semester dan sebagainya. Jadi sistem penilaian berkelanjutan adalah kegiatan ulangan yang mencakup semua kompetensi dasar dan diikuti dengan tidak lanjut yang berupa program remedi serta program pengayaan.

Penerapan sistem penilaian yang berkelanjutan diharapkan akan dapat meningkatkan kualitas pendidikan. Berkelanjutan ini meliputi pelaksanaan tes, analisis soal tes, analisis hasil tes, tindak lanjut, dan pengetesan lagi. Sistem ujian berkelanjutan menggukan sistem blok ujian. Dalam satu semester semua kompetensi dasar dibagi menjadi beberapa blok. Misalnya dalam satu semester ada 9 kompetensi dasar . Tiap ujian blok bisa terdiri dari tiga kompetensi dasar , jadi dalam satu semester ada tiga buah blok ujian. Setiap ujian blok, hasilnya dianalisis dan dipadukan dengan hasil ulangan harian dan tugas-tugas. Bobot untuk nilai ujian blok adalah 75 % dan sisanya adalah untuk bobot nilai ulangan harian dan tugas-tugas. Nilai akhir ujian blok merupakan gabungan nilai ujian blok dan nilai tugas-tugas serta nilai ulangan harian.

Setiap ujian blok hasilnya dianalisis beserta hasil nilai ulangan harian dan tugas-tugas. Apabila nilai akhir ujian blok belum mencapai 75, maka peserta didik harus mengikuti program remedial. Peserta didik mengikuti program remedial pada kompetensi dasar yang belum dicapai. Semua kompetensi dasar harus ditagih tingkat pencapaiannya dalam bentuk ujian atau tugas. Jadi pada sistem pengujian yang berkelanjutan tagihan kepada peserta didik mencakup semua kompetensi dasar , hasilnya dianalisis dan selanjutnya digunakan untuk melaksanakan program perbaikan atau remedi serta program pengayaan.. Dengan demikian penerapan sistem penilaian yang berkelanjutan akan membantu peningkatan kualitas pendidikan.

Nilai akhir mata pelajaran yang dicantumkan pada rapor adalah rata-rata nilai akhir ujian blok dengan memperhatikan tingkat pencapaian tiap ujian blok. Nilai mata pelajaran


(10)

yang dicapai peserta didik disertai dengan penjelasan tentang kompetensi dasar yang belum dicapai.

Pelaksanakan sistem penilaian yang ber kesinambungan harus didukung oleh semua pendidik , baik kemampuan maupun kemauannya. Untuk itu perlu ditingkatkan kemampuan pendidik dalam membuat tes, dan apabila perlu dapat diadakan pelatihan pembuatan soal bagi pendidik.

Untuk menentukan pencapaian kompetensi peserta didik dilakukan tes blok dan/atau mid semester dan tes semester. Tes blok ini terdiri dari beberapa kompetensi dasar , bisa tiga atau lebih tergantung pada kompleksitas kompetensi dasar . Hasil tes blok ini menenentukan pencapaian kompetensi dasar peserta didik . Oleh karena itu hasil tes ini disekor dan dianalisis. Batas skor minimum untuk menyatakan peserta didik menguasai atau belum adalah 75. Bagi yang belum mencapai skor 75 harus mempelajari lagi kompetensi dasar yang belum dikuasai melalui program remedi. Setelah belajar lagi, kemudian peserta didik diuji lagi tentang kompetensi dasar yang belum dikuasai. Sesuai dengan kondisi peserta didik sekolah dapat menetapakan batas ketuntasan atau bataas lulus lebih rendah dari 75. Tetapi sebaiknya tidak kurang dari 60.

I. Pengembangan Instrumen

Secara umum, hasil belajar peserta didik akan mencakup aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif. Ketiga ranah ini dinilai secara proporsional sesuai dengan sifat dan konteksnya. Misal penilaian pada mata pelajaran Matematika lebih menitik beratkan aspek kognitif, penilaian pada Pendidikan Jasmani lebih menitik beratkan pada aspek psikomotorik, dan penilaian pada mata pelajaran Agama lebih menitik beratkan pada aspek afektif.

1.

Instrumen Aspek Kognitif.

Untuk aspek kognitif, instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dapat berupa portofolio, hasil karya (produk), penugasan (proyek), kinerja (performance), kuis, pertanyaan lisan di kelas, dan tes tertulis (paper and pencil test).

Langkah-langkah penyusunan soal tes aspek kognitif adalah sebagai berikut: a. mencermati butir - butir standar kompetensi,

b. menjabarkan butir standar kompetensi menjadi butir-butir kompetensi dasar . Satu butir standar kompetensi bisa dijabarkan menjadi 3 atau lebih kompetensi dasar ,


(11)

c. memilih butir kompetensi dasar yang akan diujikan,

d. menjabarkan butir kompetensi dasar menjadi indikator (1 butir kompetensi dasar dapat dijabarkan menjadi 3 – 6 butir indikator), dan

e. menulis butir-butir soal dengan memperhatikan indikator, dan pengalaman belajar. Satu indikator harus dapat dibuat minimum 3 butir soal.

Soal-soal tes ini dapat berbentuk objektif seperti pilihan ganda, isian singkat, benar salah, dan menjodohkan atau bentuk uraian seperti uraian objektif dan uraian non objektif.

2.

Instrumen Aspek Psikomotorik

Cara menyusun soal tes aspek psikomotorik sama dengan cara menulis soal tes aspek kognitif, yaitu :

a. mencermati butir butir standar kompetensi,

b. menjabarkan butir standar kompetensi menjadi butir-butir kompetensi dasar , c. memilih butir kompetensi dasar yang akan diujikan,

d. menjabarkan butir kompetensi dasar menjadi indikator, dan

e. menulis butir-butir soal dengan mengacu pada indikator dan dengan memperhatikan materi pembelajaran dan pengalaman belajar.

Untuk menilai kemampuan peserta didik pada aspek kognitif dan psikomotorik dapat juga digunakan portofolio. Portofolio adalah kumpulan pekerjaan seseorang yang utuh. Utuh artinya tugas yang termasuk pada portofolio adalah bentuk tugas yang utuh sebagai suatu karya, bukan berupa hasil pengerjaan soal-soal. tertentu. Selanjutnya kumpulan tugas ini dicermati untuk mentelaah perkembangan kemampuan peserta didik pada materi tertentu. Misal, pendidik akan menilai kemampuan peserta didik dalam menulis karangan dengan menggunakan portofolio. Berarti pendidik akan menilai tugas-tugas peserta didik atau hasil karya peserta didik yang berkaitan dengan:

a. kemampuan peserta didik menulis paragraf,

b. kemampuan peserta didik membuat kalimat penghubung antar paragraf, c. kemampuan peserta didik dalam menulis karangan.

Tugas-tugas ini merupakan satu kebulatan yang dapat mengantar seseorang untuk mencapai kompetensi tertentu, yaitu melaksanakan penelitian. Kompetensi juga ada masa berlakunya, sehingga secara periodik perlu dicek ulang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam menilai portofolio peserta didik adalah :


(12)

a. karya yang dikumpulkan adalah benar-benar karya yang bersangkutan, b. ada bukti hasil karya atau paling tidak sertifikat

c. sedapat mungkin melibatkan peserta didik dalam melakukan penilaian, d. ada keterangan kapan karya itu dibuat dan siapa yang menilainya, e. menggunakan kriteria dalam menilai portofolio.

Kriteria penting dalam menilai kemampuan peserta didik yang menggunakan potofolio adalah:

a. karya-karya itu menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam kompetensi tertentu

b. karya-karya itu merupakan satu kebulatan untuk meraih kompetensi tertentu c. kualitas karya-karya itu

3.

Instrumen Afektif

Komponen afektif ikut menentukan keberhasilan belajar peserta didik . Komponen afektif yang penting untuk dinilai, adalah: sikap, minat dan aspek kepribadian lain seperti kerapian, kerajinan, kerjasama, disiplin, dan sebagainya

Cara penilaian aspek afektif adalah dengan pengamatan, dan sebagian bisa melalui wawancara dan kuesioner. Cara melakukanapenilaian afektif harus didasarkan pada indikator pencapaian, yaitu aspek afektik minimum yang harus dilakukan siswa. Hasil penilaian dinyatakan dalam kategori kualitatif seperti tinggi, menengah, dan rendah. Namuan semua kategri ini harus ada deskripsinya atau rubriknya. Hasil penilaian aspek afektif harus ditindak lanjuti dalam bentuk proses pembelajaran peserta didik.

J. Analisis Instrumen

Agar instrumen yang digunakan untuk menggali data memiliki kualitas tinggi, maka harus dilakukan analisis butir instrumen. Ada dua macam analisis butir instrumen, yakni analisis teoritik atau analisis kualitatif atau disebut juga dengan telaah butir, dan analisis empirik atau analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif dilakukan setelah telaah butir.

1.

Analisis Instrumen Kognitif.

Telaah butir tes dilakukan untuk melihat kualitas soal bila dilihat dari aspek materi, konstruksi, dan aspek bahasa. Aspek materi berkait dengan substansi keilmuan yang


(13)

ditanyakan serta tingkat berpikir yang terlibat. Aspek konstruksi berkaitan dengan teknik penulisan soal baik bentuk objektif, maupun yang non-objektif.

Untuk mendapatkan butir soal yang betul-betul baik, maka sesudah ditelaah butir itu diujicobakan, dan selanjutnya dilakukan analisis empirik atau analisis kuantitatif. Dalam melakukan analisis empirik, perlu diingat bahwa tujuan penilaian acuan kriteria adalah untuk mengetahui kemampuan seseorang menurut kriteria tertentu. Dengan demikian, syarat pertama yang harus dipenuhi adalah bahwa butir soal yang digunakan harus mencerminkan indikator kemampuan yang ditargetkan.

Perlu diingat bahwa penggunaan KBK membawa konsekuensi penggunakan penilaian acuan kriteria. Selain itu, karena pembelajaran yang diselenggarakan untuk mengubah kondisi ke arah yang lebih baik, baik dalam hal kemampuan kognitif, afektif, maupun psikomotor, maka yang ditargetkan untuk dikuasai adalah kemampuan yang tidak dapat dikuasai peserta didik sebelum peserta didik mengikuti proses pembelajaran. Oleh karena itu, saat dilakukan pengukuran sebelum proses pembelajaran para peserta didik tidak akan dapat mengerjakan butir soal yang diujikan.

Untuk soal objektif, tingkat pencapaian suatu kompetensi dasar adalah proporsi jumlah peserta tes yang menjawab benar terhadap indikator

P = tingkat pencapaian

B = jumlah peserta tes yang menjawab benar T = jumlah seluruh peserta tes

kompetensi dasar yang bersangkutan, yaitu perbandingan antara jumlah peserta tes yang menjawab benar dengan jumlah peserta tes seluruhnya

Jika semua peserta didik berhasil menguasai suatu indikator kompetensi dasar, maka P = 1 dan butir soal itu dinyatakan sangat mudah. Sebaliknya, jika P = 0 berarti semua peserta didik gagal menguasainya. Bila hasil empiris P = 0 sementara dari telaah secara kualitatif butir soal sudah memenuhi persyaratan, maka dapat ditafsirkan bahwa peserta didik belum menguasai kompetensi dasar atau proses pembelajaran yang telah dilaksanakan belum berhasil mencapai tujuan.

Oleh karena itu, karakteristik utama butir soal bentuk objektif dengan acuan kriteria tercermin dari besarnya harga indeks sensitivitas yang menunjukkan efektivitas proses

B

P =

T


(14)

pembelajaran. Hal ini dapat diketahui manakala dilakukan tes awal atau pretest (sebelum pembelajaran) dan tes setelah pembelajaran atau posttest Indeks sensitivitas butir soal memiliki interval -1 sampai dengan 1 . Indeks sentivitas suatu butir soal (Is) ujian formatif :

RA - RB

Is = 

T

RA = Banyaknya peserta didik yang berhasil mengerjakan suatu butir

soal sesudah proses pembelajaran.

RB = Banyaknya peserta didik yang berhasil mengerjakan suatu butir

soal sebelum proses pembelajaran

T = Banyaknya peserta didik yang mengikuti ujian

Jika tidak ada tes awal, maka dapat dilihat dari besarnya tingkat pencapaiannya berdasar hasil tes akhir (posttest). Jika tingkat pencapaian suatu butir kecil (banyak peserta didik yang gagal) maka proses pembelajaran tidak efektif. Namun demikian seperti telah dikemukakan di atas, harus diperhatikan pula bagaimana kualitas butir tersebut secara kualitatif. Jika hasil analisis secara kualitatif menunjukkan bahwa baik dari aspek materi, konstruksi maupun bahasa, tes sudah memenuhi syarat, dapat diartikan bahwa rendahnya indeks kesukaran menunjukkan tidak efektifnya proses pembelajarannya.

Untuk soal bentuk uraian, tingkat pencapaian suatu kompetensi dasar adalah perbandingan antara skor yang diperoleh seluruh peserta didik dengan skor maksimum untuk seluruh peserta didik .

P = tingkat pencapaian

Ss = skor yang diperoleh seluruh peserta didik pada butir itu Sm = skor maksimum seluruh peserta didik pada butir itu

Sementara itu, indeks sensitivitas suatu butir soal (Is) untuk soal uraian adalah sebagai berikut :

Ss - Sb Is = 

Sm

Ss

P =

Sm


(15)

Ss = skor yang diperoleh seluruh peserta didik pada butir itu sesudah proses pembelajaran

Sb = skor yang diperoleh seluruh peserta didik pada butir itu sebelum proses pembelajaran

Sm = skor maksimum seluruh peserta didik pada butir itu

2.

Analisis Instrumen Psikomotorik

Sama dengan instrumen kognitif, instrumen psikomotorik juga dapat dianalisis secara teoritik atau analisis kualitatif dan analisis empirik atau analisis kuantitatif. Perlu diketahui bahwa tidak semua pelajaran dites aspek psikomotornya. Pada umumnya, apabila sudah ditelaah, instrumen psikomotorik itu sudah layak digunakan untuk mengumpulkan data. Artinya, apabila seorang pendidik telah menyusun instrumen untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam aspek psikomotorik.

3.

Analisis Instrumen Afektif

Untuk mendapatkan instrumen afektif yang baik, setelah instrumen tersusun maka perlu dilakukan analisis instrumen baik secara teoritik maupun empirik. Namun apabila keadaan memaksa maka instrumen yang sudah ditelaah atau dianalisis secara teoritik juga sudah dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar aspek afektif

Sekali lagi, agar instrumen untuk aspek kognitif, psikomotorik, dan afrektif itu baik maka perlu dilakukan analisis teoritik dan analisis empirik. Namun apabila dirasa berat maka tidak perlu dilakukan analisis empirik, jadi cukup hanya dengan analisis teoritik atau telaah burtir saja.

K Analisis Hasil Penilaian

Agar hasil penilaian hasil belajar peserta didik banyak manfaatnya maka perlu dianalisis. Dengan menganalisis hasil belajar maka pendidik dan peserta didik akan mengetahui kemampuan yang sudah dikuasai yang belum dikuasai peserta didik . Hasil analisis ini harus ditindaklanjuti atau dimanfaatkan untuk memperbaiki metode dan strategi mangajar pendidik, memotivasi pendidik agar mengajar lebih baik, serta untuk memotivasi peserta didik agar belajar lebih baik.


(16)

BAHAN BACAAN

Astin, W. Alexander. (1993). Assessmenet for exelence. Phonix: The Oryx Press.

Ebel, R. L. (1979). Essential of educational measurement. New Jerseey: Prentice-Hall, Inc. Griffin, Patrix., & Nix, Peter. (1991). Educational assessment dan reporting. Sydney: Harcout

Brace Javanovich, Publisher.

Mardapi, D. (1989). Ragam bentuk evaluasi hasil belajar.Bahan Semiloka LP3 UGM, 1998. di Yogyakarta.

Mehren, W. A., & Lehmann, I. J. (1984). Measurement and evaluation in education and psychology. New York: Holt, Rinehart.

Nitco, J. A. (1991). Criterion referenced testing. Bahan workshop di Balitbang Depdikbud, Jakarta.

Popham, W. J. (1996). Classroom assessment. Boston: Allyn and Bacon.

Swediati, N. (1990). Penyusunan tes prestasi belajar. Pusat Pengujian Balitbang Depdikbud, Jakarta.


(1)

c. memilih butir kompetensi dasar yang akan diujikan,

d. menjabarkan butir kompetensi dasar menjadi indikator (1 butir kompetensi dasar dapat dijabarkan menjadi 3 – 6 butir indikator), dan

e. menulis butir-butir soal dengan memperhatikan indikator, dan pengalaman belajar. Satu indikator harus dapat dibuat minimum 3 butir soal.

Soal-soal tes ini dapat berbentuk objektif seperti pilihan ganda, isian singkat, benar salah, dan menjodohkan atau bentuk uraian seperti uraian objektif dan uraian non objektif.

2.

Instrumen Aspek Psikomotorik

Cara menyusun soal tes aspek psikomotorik sama dengan cara menulis soal tes aspek kognitif, yaitu :

a. mencermati butir butir standar kompetensi,

b. menjabarkan butir standar kompetensi menjadi butir-butir kompetensi dasar , c. memilih butir kompetensi dasar yang akan diujikan,

d. menjabarkan butir kompetensi dasar menjadi indikator, dan

e. menulis butir-butir soal dengan mengacu pada indikator dan dengan memperhatikan materi pembelajaran dan pengalaman belajar.

Untuk menilai kemampuan peserta didik pada aspek kognitif dan psikomotorik dapat juga digunakan portofolio. Portofolio adalah kumpulan pekerjaan seseorang yang utuh. Utuh artinya tugas yang termasuk pada portofolio adalah bentuk tugas yang utuh sebagai suatu karya, bukan berupa hasil pengerjaan soal-soal. tertentu. Selanjutnya kumpulan tugas ini dicermati untuk mentelaah perkembangan kemampuan peserta didik pada materi tertentu. Misal, pendidik akan menilai kemampuan peserta didik dalam menulis karangan dengan menggunakan portofolio. Berarti pendidik akan menilai tugas-tugas peserta didik atau hasil karya peserta didik yang berkaitan dengan:

a. kemampuan peserta didik menulis paragraf,

b. kemampuan peserta didik membuat kalimat penghubung antar paragraf, c. kemampuan peserta didik dalam menulis karangan.

Tugas-tugas ini merupakan satu kebulatan yang dapat mengantar seseorang untuk mencapai kompetensi tertentu, yaitu melaksanakan penelitian. Kompetensi juga ada masa berlakunya, sehingga secara periodik perlu dicek ulang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam menilai portofolio peserta didik adalah :


(2)

a. karya yang dikumpulkan adalah benar-benar karya yang bersangkutan, b. ada bukti hasil karya atau paling tidak sertifikat

c. sedapat mungkin melibatkan peserta didik dalam melakukan penilaian, d. ada keterangan kapan karya itu dibuat dan siapa yang menilainya, e. menggunakan kriteria dalam menilai portofolio.

Kriteria penting dalam menilai kemampuan peserta didik yang menggunakan potofolio adalah:

a. karya-karya itu menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam kompetensi tertentu

b. karya-karya itu merupakan satu kebulatan untuk meraih kompetensi tertentu c. kualitas karya-karya itu

3.

Instrumen Afektif

Komponen afektif ikut menentukan keberhasilan belajar peserta didik . Komponen afektif yang penting untuk dinilai, adalah: sikap, minat dan aspek kepribadian lain seperti kerapian, kerajinan, kerjasama, disiplin, dan sebagainya

Cara penilaian aspek afektif adalah dengan pengamatan, dan sebagian bisa melalui wawancara dan kuesioner. Cara melakukanapenilaian afektif harus didasarkan pada indikator pencapaian, yaitu aspek afektik minimum yang harus dilakukan siswa. Hasil penilaian dinyatakan dalam kategori kualitatif seperti tinggi, menengah, dan rendah. Namuan semua kategri ini harus ada deskripsinya atau rubriknya. Hasil penilaian aspek afektif harus ditindak lanjuti dalam bentuk proses pembelajaran peserta didik.

J. Analisis Instrumen

Agar instrumen yang digunakan untuk menggali data memiliki kualitas tinggi, maka harus dilakukan analisis butir instrumen. Ada dua macam analisis butir instrumen, yakni analisis teoritik atau analisis kualitatif atau disebut juga dengan telaah butir, dan analisis empirik atau analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif dilakukan setelah telaah butir.

1.

Analisis Instrumen Kognitif.

Telaah butir tes dilakukan untuk melihat kualitas soal bila dilihat dari aspek materi, konstruksi, dan aspek bahasa. Aspek materi berkait dengan substansi keilmuan yang


(3)

ditanyakan serta tingkat berpikir yang terlibat. Aspek konstruksi berkaitan dengan teknik penulisan soal baik bentuk objektif, maupun yang non-objektif.

Untuk mendapatkan butir soal yang betul-betul baik, maka sesudah ditelaah butir itu diujicobakan, dan selanjutnya dilakukan analisis empirik atau analisis kuantitatif. Dalam melakukan analisis empirik, perlu diingat bahwa tujuan penilaian acuan kriteria adalah untuk mengetahui kemampuan seseorang menurut kriteria tertentu. Dengan demikian, syarat pertama yang harus dipenuhi adalah bahwa butir soal yang digunakan harus mencerminkan indikator kemampuan yang ditargetkan.

Perlu diingat bahwa penggunaan KBK membawa konsekuensi penggunakan penilaian acuan kriteria. Selain itu, karena pembelajaran yang diselenggarakan untuk mengubah kondisi ke arah yang lebih baik, baik dalam hal kemampuan kognitif, afektif, maupun psikomotor, maka yang ditargetkan untuk dikuasai adalah kemampuan yang tidak dapat dikuasai peserta didik sebelum peserta didik mengikuti proses pembelajaran. Oleh karena itu, saat dilakukan pengukuran sebelum proses pembelajaran para peserta didik tidak akan dapat mengerjakan butir soal yang diujikan.

Untuk soal objektif, tingkat pencapaian suatu kompetensi dasar adalah proporsi jumlah peserta tes yang menjawab benar terhadap indikator

P = tingkat pencapaian

B = jumlah peserta tes yang menjawab benar T = jumlah seluruh peserta tes

kompetensi dasar yang bersangkutan, yaitu perbandingan antara jumlah peserta tes yang menjawab benar dengan jumlah peserta tes seluruhnya

Jika semua peserta didik berhasil menguasai suatu indikator kompetensi dasar, maka P = 1 dan butir soal itu dinyatakan sangat mudah. Sebaliknya, jika P = 0 berarti semua peserta didik gagal menguasainya. Bila hasil empiris P = 0 sementara dari telaah secara kualitatif butir soal sudah memenuhi persyaratan, maka dapat ditafsirkan bahwa peserta didik belum menguasai kompetensi dasar atau proses pembelajaran yang telah dilaksanakan belum berhasil mencapai tujuan.

Oleh karena itu, karakteristik utama butir soal bentuk objektif dengan acuan kriteria tercermin dari besarnya harga indeks sensitivitas yang menunjukkan efektivitas proses

B

P =

T


(4)

pembelajaran. Hal ini dapat diketahui manakala dilakukan tes awal atau pretest (sebelum pembelajaran) dan tes setelah pembelajaran atau posttest Indeks sensitivitas butir soal memiliki interval -1 sampai dengan 1 . Indeks sentivitas suatu butir soal (Is) ujian formatif :

RA - RB Is = 

T

RA = Banyaknya peserta didik yang berhasil mengerjakan suatu butir soal sesudah proses pembelajaran.

RB = Banyaknya peserta didik yang berhasil mengerjakan suatu butir soal sebelum proses pembelajaran

T = Banyaknya peserta didik yang mengikuti ujian

Jika tidak ada tes awal, maka dapat dilihat dari besarnya tingkat pencapaiannya berdasar hasil tes akhir (posttest). Jika tingkat pencapaian suatu butir kecil (banyak peserta didik yang gagal) maka proses pembelajaran tidak efektif. Namun demikian seperti telah dikemukakan di atas, harus diperhatikan pula bagaimana kualitas butir tersebut secara kualitatif. Jika hasil analisis secara kualitatif menunjukkan bahwa baik dari aspek materi, konstruksi maupun bahasa, tes sudah memenuhi syarat, dapat diartikan bahwa rendahnya indeks kesukaran menunjukkan tidak efektifnya proses pembelajarannya.

Untuk soal bentuk uraian, tingkat pencapaian suatu kompetensi dasar adalah perbandingan antara skor yang diperoleh seluruh peserta didik dengan skor maksimum untuk seluruh peserta didik .

P = tingkat pencapaian

Ss = skor yang diperoleh seluruh peserta didik pada butir itu Sm = skor maksimum seluruh peserta didik pada butir itu

Sementara itu, indeks sensitivitas suatu butir soal (Is) untuk soal uraian adalah sebagai berikut :

Ss - Sb Is = 

Sm

Ss

P =

Sm


(5)

Ss = skor yang diperoleh seluruh peserta didik pada butir itu sesudah proses pembelajaran

Sb = skor yang diperoleh seluruh peserta didik pada butir itu sebelum proses pembelajaran

Sm = skor maksimum seluruh peserta didik pada butir itu

2.

Analisis Instrumen Psikomotorik

Sama dengan instrumen kognitif, instrumen psikomotorik juga dapat dianalisis secara teoritik atau analisis kualitatif dan analisis empirik atau analisis kuantitatif. Perlu diketahui bahwa tidak semua pelajaran dites aspek psikomotornya. Pada umumnya, apabila sudah ditelaah, instrumen psikomotorik itu sudah layak digunakan untuk mengumpulkan data. Artinya, apabila seorang pendidik telah menyusun instrumen untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam aspek psikomotorik.

3.

Analisis Instrumen Afektif

Untuk mendapatkan instrumen afektif yang baik, setelah instrumen tersusun maka perlu dilakukan analisis instrumen baik secara teoritik maupun empirik. Namun apabila keadaan memaksa maka instrumen yang sudah ditelaah atau dianalisis secara teoritik juga sudah dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar aspek afektif

Sekali lagi, agar instrumen untuk aspek kognitif, psikomotorik, dan afrektif itu baik maka perlu dilakukan analisis teoritik dan analisis empirik. Namun apabila dirasa berat maka tidak perlu dilakukan analisis empirik, jadi cukup hanya dengan analisis teoritik atau telaah burtir saja.

K Analisis Hasil Penilaian

Agar hasil penilaian hasil belajar peserta didik banyak manfaatnya maka perlu dianalisis. Dengan menganalisis hasil belajar maka pendidik dan peserta didik akan mengetahui kemampuan yang sudah dikuasai yang belum dikuasai peserta didik . Hasil analisis ini harus ditindaklanjuti atau dimanfaatkan untuk memperbaiki metode dan strategi mangajar pendidik, memotivasi pendidik agar mengajar lebih baik, serta untuk memotivasi peserta didik agar belajar lebih baik.


(6)

BAHAN BACAAN

Astin, W. Alexander. (1993). Assessmenet for exelence. Phonix: The Oryx Press.

Ebel, R. L. (1979). Essential of educational measurement. New Jerseey: Prentice-Hall, Inc. Griffin, Patrix., & Nix, Peter. (1991). Educational assessment dan reporting. Sydney: Harcout

Brace Javanovich, Publisher.

Mardapi, D. (1989). Ragam bentuk evaluasi hasil belajar. Bahan Semiloka LP3 UGM, 1998. di Yogyakarta.

Mehren, W. A., & Lehmann, I. J. (1984). Measurement and evaluation in education and psychology. New York: Holt, Rinehart.

Nitco, J. A. (1991). Criterion referenced testing. Bahan workshop di Balitbang Depdikbud, Jakarta.

Popham, W. J. (1996). Classroom assessment. Boston: Allyn and Bacon.

Swediati, N. (1990). Penyusunan tes prestasi belajar. Pusat Pengujian Balitbang Depdikbud, Jakarta.