Manajemen pemasaran agama: studi tentang strategi dakwah pengajian Bunda Muslimah Az-Zahra Sidoarjo.

(1)

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Dirasah Islamiyah

Oleh

Hendra Bagus Yulianto NIM. F.1209.15293

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

terhadap program sosial yang ditawarkan menjadi semakin tinggi. Demikian halnya dengan strategi dakwah. Dakwah adalah kegiatan yang berorientasi perubahan sosial, sedianya dilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik obyek dakwahnya, terlebih lagi pada konteks masyarakat modern saat ini dengan karakter khasnya yang hedonistik dan narsistik.

Salah satu komunitas majelis ta’lim yang ada di Sidoarjo, Pengajian Bunda Muslimah Az-Zahra, dimana sebagian besar jamaahnya adalah wanita kelas sosial menengah ke atas telah mampu mengembangkan strategi dakwah yang tidak hanya dapat diterima oleh kelompok sosial kelas menengah ke atas. Oleh karenanya penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui strategi pemasaran agama yang dikembangkan az-zahra, sekaligus juga untuk mengetahui faktor penghambat, pendukung serta solusinya.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis.

Adapun hasil dari penelitian ini adalah dengan karakteristik jamaah yang sebagian adalah wanita muslim kelas menengah ke atas, Az-Zahra mengembangkan strategi bauran pemasaran yang meliputi strategi produk, strategi saluran distribusi, strategi promosi dan penanaman nilai-nilai pengabdian kepada allah sebagai strategi harganya.

Faktor pendukung keberhasilan strategi ini ada dua faktor yaitu: satu, SDM dari pengurus az-zahra yang memiliki soliditas, kekompakan dan loyalitas terhadap perkembangan az-zahra. Kedua adalah penerapan strategi bauran pemasaran yang mampu menjawab kebutuhan dan karakteristik dari jamaah. Sedangkan faktor penghambatnya adalah faktor SDM yang sebagian besar pengurusnya adalah ibu-ibu yang menjadi sukarelawan dan kendala legalitas yang masih sebatas sebagai lembaga majelis ta’lim.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

MOTTO ... vii

ABSTRAK ... viii

UCAPAN TERIMAKASIH ... ix

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Indentifikasi dan Batasan Masalah ... 12

C. Rumusan Masalah ... 13

D. Tujuan Penelitian ... 13

E. Kegunaan Penelitian ... 13

F. Kerangka Konseptual dan Teoritik... 14

G. Penelitian Terdahulu ... 21

H. Metodologi Penelitian ... 24

1. Pendekatan penelitian ... 24

2. Jenis dan Metode Penelitian ... 25


(8)

4. Teknik Pengumpulan Data ... 27

5. Metode Analisis Data ... 30

I. Sistematika Penulisan ... 31

BAB II KAJIAN TEORETIK ... 33

A. Kaidah Pemasaran dan Dakwah ... 33

B. Pemasaran Agama Sebagai Model Strategi Dakwah ... 36

C. Pemasaran Sosial Sebagai Pendekatan dalam Pemasaran Agama ... 45

1. Bauran Pemasaran Agama ... 50

2. Langkah-Langkah Pemasaran Agama ... 55

BAB III PENGAJIAN BUNDA MUSLIMAH AZ-ZAHRA ... 68

A. Tentang Az-Zahra ... 68

B. Visi dan Misi ... 70

C. Program Kerja ... 71

BAB IV STRATEGI DAKWAH PENGAJIAN BUNDA MUSLIMAH AZ-ZAHRA SIDOARJO ... 74

A. Strategi Dakwah 1. Keadaan Lingkungan Pemasaran Dalam Dakwah Az-Zahra 74

2. Karakteristik JamaahAz-Zahra ... 83

3. Strategi Bauran Pemasaran Dakwah ... 93

B. Faktor Pendukung, Penghambat dan Solusi dalam Strategi Dakwah yang Dikembangkan Oleh Az-Zahra ... 120

1. Faktor Pendukung dalam Strategi Dakwah ... 120

2. Faktor Penghambat dalam Strategi Dakwah ... 127


(9)

BAB V PENUTUP ... 132

A. Kesimpulan ... 129

B. Saran ... 134


(10)

Bab I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aktivitas dakwah tentu tidak dapat dipisahkan dalam Islam. Islam

sebagai sebuah ajaran akan tatanan nilai, tentu harus dikomunikasikan

sehingga dapat mewujud dalam suatu sistem sosial. Pada titik inilah,

aktivitas dakwah mengemban amanah untuk mengkomunikasikan ajaran

Islam tersebut.

Sebagaimana pandangan Nurcholis Madjid, dalam dakwah ada ide

tentang progresivitas, yaitu sebuah proses terus-menerus menuju kepada

yang baik dan yang lebih baik dalam mewujudkan tujuan dakwah itu.1

Bahkan menurut Didin Hafidhuddin, maju mundurnya keadaan umat Islam

sangat bergantung dan berkaitan erat dengan kegiatan dakwah yang

dilakukanya.2

Di sisi yang lainnya, masyarakat yang menjadi bagian dalam ruang

lingkup dalam dakwah, senantiasa mengalami perkembangan3. Keadaan

masyarakat bukanlah suatu yang stagnan melainkan dinamis. Perubahan

1Budhy MunawarRachmaned., Ensiklopedi Nurcholis Madjid: buku 1 (Jakarta: Mizan, 2014) 443. 2Didin Hafidhuddin, Dakwah Aktual, (Jakarta: Gema Insani, 1998, cet.I) 76.

3Menurut Herbert Spencer dalam tulisannya Hammis Syafaq, masyarakat adalah sebuah organisme –sesuatu yang hidup-. Dengan kata lain, masyarakat selalu mengalami pertumbuhan, perkembangan dan perubahan. Hammis Syafaq, “Masyarakat Islam Dan Tantangan Modernisasi”, dalam http://pesantren-iainsa.blogspot.co.id/2009/02/normal-0-false-false-false.html (8 april 2016), 7.


(11)

dalam masyarakat dipengaruhi oleh banyak hal, diantaranya perkembangan

ilmu pengetahuan, teknologi dan perkembangan budaya global. Sejalan

dengan perkembangan yang ada dalam masyrakat, persoalan-persalan yang

dihadapi masyarakat juga mengalami perkembangan pula. Oleh karenanya,

adalah suatu keniscayaan bahwa kegiatan dakwah akan senantiasa

mengikuti perkembangan yang ada dalam masyarakat. Upaya penyesuaian

dakwah dengan situasi aktual berkaitan dengan banyak hal, mulai content

dari dakwah itu sendiri, pengemasan kegiatan dakwah hingga pemanfaatan

ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kegiatan dakwah.

Perkembangan ilmu pengetahuan dalam masyarakat ibarat teknologi

bagi manusia. Teknologi dengan beragam fitur-fitur didalamnya pada

gilirannya memberikan kemudahann bagi penggunanya. Kehadiran ilmu

pengetahuan ini pada gilirannya telah memberikan kontribusi terhadap

efisiensi usaha-usaha manusia dalam mencapai tujuannya. Untuk itu, para

pemangku kepentingan dalam dakwah dapat memanfaatkan ilmu

pengetahuan terkini dalam menciptakan dakwah yang tidak hanya efektif

tapi juga efisien.

Namun pada keyataannya di masyarakat, perkembangan ilmu

pengatahuan tidaklah selalu linier dengan perkembangan pengelolaan

dakwah. Pengelolaan dakwah mengalami stagnasi, dimana pengelolaannya

saat ini tidak mengalami perkembangan yang signifikan apabila


(12)

saja dikelola dengan cara-cara konvensional.4 Pengelolaannya selama ini

hanya mengandalkan feeling masing-masing pengelola dakwah atau

lembaga dakwah sekadar berjalan atau terlihat hidup keadaannya.5 Pengelolaan dakwah hanya sebatas “adanya” saja tanpa memperhatikan

aspek kualitas dari pengelolaannya tersebut. Dakwah dinilai belum mampu

mengantisipasi arus perubahan sosio-kultural yang begitu cepat sebagai

akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat

pesat. Terkait dengan fenomena itu, meminjam istilah Andy Dermawan,

pengelolaan dakwah yang mengalami“kejumudan dakwah”. Dakwah tidak dapat lagi mengikuti perkembangan yang terjadi di masyarakat. Akibatnya,

cita-cita dakwah menjadi “jauh panggang dari api”.

Di era modernisasi dimana masyarakat Indonesia sudah semakin

cerdas, maka yang diperlukan adalah dakwah yang berorientasi

transformasi modern dan yang bisa menerima keadaan zaman serta

kemajuan teknologi dalam kehidupan kita baik melalui penyadaran

masyarakatnya, pendidikan serta ilmu pengetahuan agar mampu menjadi

agen perubahan secara struktural maupun kultural yang lebih maju.

Diantara sekian banyak ilmu-ilmu yang berkembang, satu

diantaranya adalah ilmu pemasaran sosial. Pemasaran sosial, sebagai displin

ilmu, merupakan pengembangan dari disiplin ilmu pemasaran. Ia

4Ahmad Sarbini, “Paradigma Baru Pemikiran Dakwah Islam”, Ilmu Dakwah Vol. 4 No. 15,

(2010), 881-883.

5 Andy Dermawan, “Manajemen Dakwah Kontemporer Di Kawasan Perkampungan”, Jurnal MD,


(13)

merupakan bagian dari lingkup kajian manajemen pemasaran.6 Pemasaran

sosial dimaknai sebagai penerapan prinsip dan teknik pemasaran pada

upaya-upaya melakukan perubahan sosial yang positif.7

Konsep dan strategi pemasaran direncanakan untuk memastikan

agar produk yang dibuat itu dapat diterima oleh konsumen. Dengan

demikian aspek “need and want” dari konsumen adalah aspek fundamental dalam konsep pemasaran. Salah satu fungsi implementasi konsep

pemasaran adalah upaya untuk menjamin suatu produk atau jasa yang akan

dibuat dapat diterima oleh konsumen.

Para pelaku pemasaran sosial (sosial marketing) memerlukan

pengetahuan mengenai setiap kelompok yang menjadi sasarannya (target

adopter). Masing-masing dari kelompok target adopter ini memiliki nilai

kepercayaan, sikap, dan nilai-nilai atau norma-norma yang saling berbeda,

maka program dan pihak pemasaran sosial (sosial marketer) akan

merancang dan menstrukturisasi atau penyesuaian mengenai kebutuhan dari

setiap masing-masing segmen populasi target secara tepat.

Pada gilirannya, keberhasilan pendekatan pemasaran dalam dunia

bisnis tersebut menginspirasi lembaga-lembaga keagamaan dalam

memasarkan nilai-nilai religiusitas ke masyarakat. Inspirasi untuk

mengoperasionalisasikan prinsip-prinsip pemasaran dalam kegiatan

kampanye kegamaan di masa-masa awal justru datang dari masayrakat

6Bambang Siswanto, “Sosial Marketing: Pemasaran atau Penasaran ?”, Proceeding For Call Paper

Pekan Ilmiah Dosen FEB-UKSW, (Desember, 2012) 33.


(14)

Kristen, khususnya dewan pengurus Gereja, dan bukannya dari kelompok

Islam. Salah satunya adalah Mara Einstein, di tahun 2008, salah seorang

yang membahas bagaimana teknik-teknik pemasaan diterapkan dalam

memasarkan nilai-nilai agama khususnya oleh pihak Gereja.8 Nilai, norma

dan ajaran agama pada gilirannya telah menjadi produk Agama yang

diperlakukan oleh para konsumen dengan cara yang sama sebagaimana

produk-produk komersial yang lainnya. Demikian juga dengan

lembaga-lembaga keagamaan selaku “produsen” dengan berbagai atribut yang

dimilikinya: nama, logo, kepribadian dan slogan, telah menjadikan hal

tersebut sebagai bagian yang dipromosikan untuk bersaing tidak hanya antar

lembaga keagamaan saja melainkan dengan budaya-budaya populer.9

Pemasaran agama didefinisikan sebagai upaya terkait penggunaan

prinsip-prinsip dan teknik pemasaran untuk mempengaruhi target agar mau

menerima, menolak, memodifikasi atau atau secara sukarela meninggalkan

suatu perilaku untuk kepentingan individu, kelompok atau masyarakat

secara keseluruhan.10

Pemasaran agama mencoba merumuskan progam-progam

keagamaan dalam meningkatkan pengetahuan kegamaan, keyakinan dan

spiritualitas masyarakat didasarkan pada karekateristik segmen yang

menjadi target dalam pemasaran agama tersebut. Penerapan prinsip dan

8 Mara Einstein, Brands Of Faith, Marketing Religion In A Commercial Age (New York: Routledge,

2008).

9 Ibid, preface xi.

10 Morsy Sahlaoui and Neji Bouslama, Marketing Religion: The Marketing and Islamic Points of


(15)

teknik pemasaran dalam menjalakan kegiatan dakwah Islam inilah yang

oleh Morsy Sahlaoui dan Neji Bouslama disebut sebagai pemasaran

Islam.11Dimana perwujudan strategi pemasaran Islam adalah perumusan

bauran pemasaran sebagaimana prinsip dalam pemasaran komersial yaitu

4P: product, price, place, promotion. Dengan demikian pemasaran agama

tidaklah dimaksudkan atau dipahami sebagai upaya mengkomersialisasikan

agama melainkan sebagai upaya penerapan prinsip-prinsip pemasaran

dalam merumuskan strategi dan penyampaian nilai-nilai agama kepada

masyarakat dengan mempertimbangkan karakteristik masyarakat sebagai

konsumennya.

Empat pilar dalam kegiatan dakwah sebagaimana yang diungkapkan

oleh Syaykh 'Ali bin Salih al-Mursyid (1989) meliputi: pertama, topik

dakwah atau al-Risalah (Mawdu' Da'wah) yaitu Islam; kedua,

pendakwah;ketiga, sasaran dakwah; keempat, metode atau cara-cara

berdakwah (Asalib al-Da'wah wa Wasa'iluha).12 Implementasi konsep dan strategi pemasaran sosial dalam dakwah salah satunya berkaitan dengan

analisa karakteristik dari sasaran dakwah. Kegagalan dalam memahami

karakteristik sasaran dakwah dan menjadikannya sebagai pertimbangan

dalam proses perumusan strategi dakwah pada gilirannya akan berdampak

kepada kegagalan dakwah itu sendiri.

11 Ibid.

12Syaykh 'Ali bin Salih al-Mursyid dalam Abd. Mumin Ab. Ghani, “Penerapan Konsep Pemasaran Dalam Dakwah”, Usuluddin, 5 (1996), 167.


(16)

Manajemen dakwah dalam perspektif pemasaran sosial diperlukan

analisa tentang segmentasi sasaran dakwahnya. Prinsip dasar dari

pensegmenan ini adalah bahwa setiap manusia mempunyai minat, kemauan

dan karekatersitik yang berbeda-beda.13 Pensegmenan sasaran dakwah

dilakukan dalam upaya untuk merencanakan strategi dakwah agar lebih

tepat sasaran. Dengan begitu dakwah menjadi lebih efisien baik dalam

SDM, dana, materi dan materi. 14

Berkaitan dengan implementasi konsep segmentasi ini dalam

kaitannya perumusan sasaran dakwah menurut Ab. Ghani sedikitnya dapat

dikategorisasikan menjadi tiga segmen dasar, diantaranya: pertama,

segmentasi berdasarkan ciri-ciri demografi; kedua, berdasarkan ciri-ciri

geografi; ketiga, berdasarkan segmen psikografi.15Selanjutnya ia menambahkan, bahwa ketiga pendekatan dalam pensegmenan pada sasaran

dakwah dimungkinkan untuk dilakukan pengkombinasian satu sama

lainnya. Segmentasi demografi sasaran dakwah berkaitan dengan

karakteristik umur, pendapatan dan pengeluaran, suku, jenis pekerjaan,

kelas sosial dari sasaran dakwah.16

Salah satu kelompok sosial dalam segmentasi sosio-demografi ini

adalah komunitas-komunitas perempuan muslim yang berada di perkotaan.

Kota sebagai suatu ruang, tidak hanya menjadi tempat bagi manusia saja

13 Ibid., 166. 14Ibid.

15Ab. Ghani, Penerapan Konsep…175. 16 Ibid. 176.


(17)

melainkan juga menjadi tempat bagi terwujudnya budaya, baik budaya lama

maupun terbentuknya budaya baru. Kota, khususnya di Indoensia, pada

gilirannya telah menjadi tempat bertemunya dua budaya: modernisme dan

agama. Modernisme sebagai akibat globalisasi yang tidak dapat dihindari

terkspresikan salah satunya dalam gaya hidup konsumtif, hedonis dan

glamour. Di sisi yang lainnya, Islam sebagai agama yang memiliki konsep

way of life” menempatkan dunia bukan sebagai tujuan manusia melainkan

adalah kehidupan akhirat. Gaya hidup dengan ritual, profan dan sakral

merupakan ekspresi dari spiritualisme dalam agama. Ini yang kemudian,

kota menjadi tempat bertemunya dan bahkan meleburnya dua budaya,

modernism dan agama, dalam kehidupan bermasayrakat. Mengutip

pernyataan Rofhani:

“Fenomena maraknya berbagai perkumpulan atas nama agama atau dengan kata lain kelompok-kelompok pengajian dengan

penamaan yang “berbau” Islam, walau pun kelompok-kelompok tersebut selalu mendatangkan seorang ustadz atau pakar agama, tetapi juga diselingi acara makan bersama dan arisan yang tidak jarang dilakukan di restoran ternama atau pun hotel.”17

Komuitas-komunitas keagamaan pada konteks masyarakat

perkotaan adalah sesuatu yang unik. Dikatakan unik dikarenakan selama ini

masyarakat secara umum memandnag prilaku keagamaan adalah sesuatu

yang sakral, suci dan profan. Di sisi yang lainnya, pada masyrakat perkotaan

identik dengan budaya modern. Dua budaya yang terkesan bertolak

belakang. Salah satunya adalah komunitas peremupuan muslim perkotaan

17 Rofhani, "Pola Religiositas Muslim Kelas Menengah di Perkotaan", Jurnal Studi Agama-agama, Vol. 3, No. 1, (Maret, 2013), 74.


(18)

seperti hijabers community ataupun hijabers mom community yaitu

komunitas perempuan muslim yang ditandai dengan penggunaan

hijab/jilbab/kerudung atau busana muslim perempuan dikalangan

anggota-anggotanya. Sebagai masyarakat modern, mereka tidak dapat lepas dari

karakter umum kelompok modern lewat gaya hidupnya yang populer,

prilaku mengkonsumsi barang-barang yang mahal dan branded sebagai

manifestasi nilai-nilai materialisme. Selain budaya populer dan

materialisme, masyarakat modern juga identik dengan budaya hedonisme

yang tercermin dalam prilaku jalan-jalan ke mall, nongkrong di café-café

dan restoran cepat saji. Namun disisi lainnya mereka juga memenuhi

kebuthan spiritual mereka melalui komunitas-komunitas pengajian yang

dibuat lebih ngepop.

Bagi penulis, pengajian yang dihadiri oleh komunitas-komunitas

agama tanpa kehilangan nilai-nilai modernisme adalah sesuatu yang

menarik. Kerakteristik yang ada perlu mempertimbangkan strategi dakwah

yang sesuai dengan karakteristik segmen dakwah ini. Dengan demikian

dakwah menjadi efektif dan efisien.Terlebih lagi jika kita berbicara dalam

konteks Indonesia. Di era modernisasi dimana masyarakat Indonesia sudah

semakin cerdas. Maka yang diperlukan adalah dakwah yang mampu

merepresentasikan karaktersitik mereka tanpa harus kehilangan substansi

dakwahnya. Oleh karenanya startagi dakwah berbasis karakteristik segmen


(19)

Dari beberapa pengamatan yang dilakukan penulis berkaitan dengan

aktivitas dakwah di masyarakat, ada salah satu komunitas pengajian yang

menurut penulis memiliki keunikan. Pengajian Bunda Muslimah az-Zahra

di Sidoarjo (selanjutanya ditulis pengajian az-Zahro). Pengajian az-Zahro

adalah aktivitas pengajian yang dilakukan oleh ibu-ibu muslimah di wilayah

Sidoarjo dan sekitarnya. Beberapa hal menarik dari pengajian ini

diantaranya adalah anggota pengajiannya yang secara mayoritas adalah

wanita pekerja, yaitu sekitar 70-80% merupakan wanita karir atau bekerja

yang memiliki pendapatan di luar pendapatan dari suami. Jenis profesi yang

paling banyak dipilih adalah wiraswasta (entrepreneur) yaitu sekita

40-60%. Sisanya adalah berprofesi sebagai karyawan kantoran. Hanya 20-30%

saja yang merupakan ibu rumah tangga. 18 Meskipun hanya sebagai ibu rumah tangga, namun mereka memiliki tingkat ketercukupan ekonomi yang

tinggi.

Tingkat ketercukupan ekonomi dari anggota pengajian selain

ditampilkan dari moda transporatsi yang digunakan dalam setiap pengajian

yang rutin diadakan tiap minggunya, anggota pengajian juga mempunyai

progam Umroh bersama. Dalam penelusuran penulis, biaya Umroh secara

minimal diperkirakan antara 16 juta rupiah sampai 21 juta rupiah. Besaran

biaya umroh ini tentu tidak semua masyarakat muslim memiliki


(20)

kesanggupan. Meskipun progam Umroh bareng ini bukanlah progam wajib

bagi anggota pengajian, namun peminatnya juga besar dikalangan anggota.

Selain pengajian dilakukan di kedua tempat tersebut, pengajian juga

dilakukan di Hotel Sun City. Salah satu terbosan pengadaan pengajian yang

baru. Dimana, pada umumnya kegiatan-kegiatan pengajian diadakan di

masjid, rumah salah satu anggota, atau maksimal di gedung-gedung serba

guna, namun tidak di hotel. Jika kita berbicara tentang kata hotel,

setidak-tidaknya dalam persepsi penulis yang terbayang adalah “mahal; mewah; elit”. Pengadaan pengajian di hotel ini adalah bagian dari sumbangsih

anggota jamaah yang kebutulan beliau adalah owner dari hotel Sun City

Sidoarjo. Pengajian di hotel ini tidaklah dipungut biaya, sama seperti

pengajian di Pendopo Kabupaten atau di Masjid Nurul Anwar yang

sama-sama gratis bagi jamaah.

Pengajian ini juga mengembangkan beberapa strategi dalam

mensosialisasikan agenda kegiatan diantaranya melalui web khusus tentang

pengajian Az-Zahra19, melalui media sosial facebook, dan juga melalui

broadcast messaging bbm atau whatsapp. Pemilihan media sosialisasi ini

adalah tool teknologi yang sedang ngetrend dipergunakan pada saat ini oleh

masyarakat modern.


(21)

B. Indentifikasi dan Batasan Masalah

Gelombang kemunculan komunitas-komunitas kegamaan,

khususnya kelompok hijabers mom pada masayrakat kota pada gilirannya

melahirkan tradisi-tradisi baru. Kelompok ini memiliki karaktersitik yang

tentu saja berbeda dengan kelompok sosial yang lainnya. Dakwah kepada

kelompok sosial ini adalah suatu keniscayaan. Dakwah sebagai kegiatan

yang didalamnya syarat akan ide-ide progesifitas akan mendorong siapapun

yang untuk menjadi lebih baik kualitas hidupnya dalam berbagai hal, dunia

dan akhirat. Demikian halnya pada komunitas-komunitas pengajian ini.

Mereka adalah salah satu kekuatan bagi umat Islam. Untuk itu umat Islam

perlu didorong untuk mendidikasikan melaui perencanaan strategi

dakwahnya guna menempatkan muslimah kelas menegah sebagai sasaran

dakwah.

Pengajian az-Zahro sebagai sasaran dalam penelitian ini, memiliki

karaktersitik yang spesifik. Dimana pengajian ini secara formal menyasar

bunda-bunda muslimah di wilayah Sidoarjo dan sekitarnya. Beradasarkan

hasil wawancara dan pengamatan yang kami lakukan, anggota jamaah

pengajiannya secara mayoritas adalah wanita-wanita karir dengan latar

belakang ekonomi yang relatif mapan. Dengan demikian, ada karakteristik

tertentu yang dimiliki oleh anggota pengajian ini. Untuk itu penelitian ini

hanya akan menekankan pada strategi pemasaran sosial yang dikembangkan


(22)

Islamiyah dikalangan muslimah-muslimah kelas menengah di wilayah

Sidoarjo dan sekitarnya.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaiamana strategi dakwah “pemasaran agama” Pengajian Bunda Muslimah Az-Zahra Sidoarjo ?

2. Apa saja faktor-faktor pendukung, penghambat dan solusi strategi

dakwah “pemasaran agama” Pengajian Bunda Muslimah Az-Zahra Sidoarjo ?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui strategi dakwah “pemsaran agama” Pengajian Bunda Muslimah Az-Zahra Sidoarjo ?

2. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung, penghambat dan solusi

strategi dakwah “pemasaran agama” Pengajian Bunda Muslimah Az-Zahra Sidoarjo

E. Kegunaan Penelitian

1. Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini nantinya diharapkan berguna untuk:

a. Sejauh ini perkembangan wacana pemasaran sosial, dan

pemasaran agama khususnya, di Indoensia masih relatif terbatas.


(23)

Terlebih lagi jika dikaitkan dengan disiplin Manajemen dakwah.

Maka dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu

memberikan sumbangsih terhadap perkembangan ilmu

pemasaran sosial umumnya dan terkait dengan pemasaran

agama yang diimplementasikan dalam kegiatan dakwah

khususnya.

b. Startegi dakwah sedianya diarahkan berdasarkan karakteristik

dari sasaran dakwahnya. Salah satu segemen dari sasaran

dakwah adalah segmen muslimah kelas menengah. Dengan

adanya penelitaian ini diharapkan ada landasan normative yang

bisa dijadikan sebagai rujukan dalam proses perumusan strategi

dakwah beradasarkan karaktersitik segmen ini.

2. Praksis

Secara praksis, penelitian ini nantinya diharapkan berguna untuk

pengembangan dakwah di lingkungan pengajian az-Zahro Sidoarjo, dan

komunitas-komunitas pengajian yang sejenis, khususnya pada segmen

muslimah kelas menengah di wilayah Sidoarjo dan seklitarnya.

F. Kerangka Konseptual dan Teoritik

Dalam upaya mencapai tujuan penelitian, penulis menggunakan

beberapa konsep sebagai pendekatan yang nantinya digunakan dalam

memahami fenomena adalah konsep pemasaran social dan konsep gaya


(24)

Dalam rangka memahami strategi dakwah yang dikembangkan oleh

kelompok pengajian Az-Zahra penulis menggunakan perspektif ilmu

pemasaran sosial. Pemilihan pendekatan pemasaran sosial ini terkait dengan

tahapan-tahapan atau langkah-langkah dalam merumuskan strategi bauran

pemasaran, dalam hal ini konteksnya pada lapangan dakwah Islam.

Pemasaran sosial didefinisikan oleh Kotler dan Nancy sebagai

proses penerapan prinsip dan teknik pemasaran untuk membuat,

mengkomunikasikan, dan menyampaikan nilai-nilai dalam rangka

mempengaruhi perilaku target audien yang bermanfaat bagi masyarakat.20

Selanjutnya mereka menembahkan, yang membedakan antara pemasaran

komersial dengan pemasaran sosial adalah apa yang menjadi tujuaannya.

Pada pemasaran komersial, proses pemasaran bertujuan untukmenjual

barang dan jasa yang nyata. Sedangkan pada pemasaran sosial, proses

pemasaran bertujuan untuk menjual perubahan perilaku, yaitu perilaku yang

dikehendaki. 21Dengan demikian pemasaran sosial secara substantif dapatlah dipahami sebagai penerapan prinsip pemasaran yang dikontekskan

dilapangan sosial dengan tujuan perubahan prilaku yang lebih baik, baik

individu maupun kelompok.

Selanjutnya Kotler dan Roberto membuat penegasan dimana

pemasaran sosial dipahami sebagai strategi untuk mengubah kebiasaan.

Oleh karenanya tujuan khas dari pemasaran sosial adalah mengubah

20 Philip Kotler and Nancy R. Lee, Up and Out of Poverty: The Sosial Marketing Solution, (New

Jersey: Wharton School Publishing, 2009), 51.


(25)

kebiasaan dari konsumennya. Konsumen yang dimaksudkan adalah

masyarakat secara umum. Pemasaran sosial mencoba untuk mengubah

kebiasaan yang tidak positif menjadi positif. Oleh karena itu keberhasilan

dari sebuah pemasaran sosial terlihat apabila telah berubahnya pola

kebiasaan dari masyarakat yang tidak positif menjadi positif.

Prinsip yang paling mendasar dari proses kerja pemasaran adalah

upaya untuk memahami cara pandang dari dari konsumen. untuk memahami

segmen pasar dan kebutuhan potensial setiap segmen, keinginan,

keyakinan, masalah, kekhawatiran, dan perilaku yang terkait. Pemasar

kemudian pilih target pasar mereka bisa mempengaruhi terbaik dan

memuaskan. Mereka menetapkan tujuan dan sasaran yang jelas.

Strategi pemasaran sosial dapat dirumuskan melalui tiga tahapan

kerja: pertama, tahap perumusan perubahan prilaku yang diharapkan dari

kelompok sasaran. Kedua, indentifikasi dan analisa terhadap karakteristisk

dari kelompok sasaran. Ketiga, perumusan strategi untuk melakukan

perubahan prilaku dari kelompok sasaran.22

Pada tahap pertama, yaitu proses perumusan perubahan prilaku yang

diinginkan tentu tidak bisa dilepaskan dengan tujuan dari dakwah itu

sendiri. Kegiatan dakwah secara substantive adalah upaya untuk mengajak

seseorang untuk berbuat baik sebagaimana yang diajarkan dalam al Qur’an

dan di teladankan oleh Rasulullah. Menurut Aminuddin Sanwar tujuan

22G. S. Kindra And Rick Stapenhurst, Sosial Marketing Strategies To Fight Corruption, The


(26)

dakwah (ghayatu al dakwah) dipahami sebagai suatu nilai ahkir yang ingin

dicapai dalam keseluruhan aktifitas dakwah. Nilai ahkir ideal dakwah yang

ingin diwujudkan adalah terwujudnya insan pribadi dan masyarakat yang

berpola pikir, berpola sikap dan berpola perilaku sesuai dengan ajaran Islam

dalam hidup dan kehidupanya sehingga akan memperoleh kebahagiaan

dunia dan ahkirat.23Dengan demikian salah satu indicator dari keberhasilan

dakwah adalah ditandainya adanya perubahan prilaku dari sasaran dakwah,

tentu saja untuk menjadi lebih.

Merujuk kepada apa yang dilakukan Rasulullah, upaya

penyampaian ajaran Islam (dakwah) sebagaimana menurut Asmuni Syukir

dapat dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu lisan, tulisan dan

perbuatan.24 Bahkan prilaku beliau pun merupakan dakwah. Pendekatan lisan (bil-Lisan) adalah upaya dakwah yang mengutamakan pada

kemampuan lisan. Pendekatan tulisan (bil-risalah) adalah dakwah yang

dilakukan dengan melalui tulisan baik berupa buku, brosur, maupun media

elektronik. Sedang pendekatan perbuatan (dakwah bil-hal) yakni kegiatan

dakwah yang mengutamakan kemampuan kreativitas perilaku da'i secara

luas atau yang dikenal dengan action approach atau perbuatan nyata. Misal

menyantuni fakir-miskin, menciptakan lapangan pekerjaan, memberikan

ketrampilan dan sebagainya.

23Aminuddin Sanwar, Ilmu Dakwah Suatu Pengantar, (Semarang: Gunungjati, 2009), 162. 24 Asmuni Syukir, Dasar-Dasar dan Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas,1983), 104.


(27)

Selanjutnya yaitu dalam kaitannya indentifikasi dan analisa terhadap

karakteristik dari kelompok sasaran ini dapat dilakukan melalui tiga faktor

yaitu: pertama, sociodemographic characterstics, karakteristik

sosiodemografis, seperti atribut penampilan dari setiap tingkat sosial,

pendapatan, pendidikan, usia, ukuran keluarga dan lain sebagainya. Kedua,

psychological profile, profil psikologikal, merupakan atribut internal

psikologis seseorang, sikap, nilai-nilai, motivasi dan pandangan dari

personalitas tertentu. Ketiga, behavioral characteristics, karakteristik

prilaku seseorang, merupakan bentuk pola tingkah laku, kebiasaan membeli

sesuatu, dan hingga karakteristik prilaku untuk membuat suatu keputusan.25 Selanjutnya adalah proses perumusan strategi yang diwujudkan

melalui strategi bauran pemasaran yang meliputi: strategi produk, strategi

promosi, strategi dalam menentukan saluran distribusi, strategi pembiayaan.

Keempat stategi tersebut tidak harus ada secara berasamaan. Kombinasi

strategi dapat dilakukan dapat juga dilakukan dengan hanya dua atau tiga

strategi atau bahkan tanpa melakukan kombinasi strategi

Teori pemasaran Islam. Strategi bauran pemasaran 4P yang lazim

dalam dunia pemasaran bisnis tersebut perlu untuk dikontekstualisasikan

dalam lapangan dakwah Islam. Berkaitan dengan hal tersebut penulis perlu

merujuk kepada teori pemasaran Islam. Hal ini didasarkan pada

pertimbangan bahwa strategi pemasaran bisnis dan strategi pemasaran

agama tentu saja berbeda. Oleh karenanya perlu terlebih dahulu dirumuskan


(28)

product, price, place and promotion” dalam perspektif pemasaran Islam. Untuk selanjutnya diturunkan pada tataran definisi operasional konsep yang

nantinya menjadi pedoman bagi kami dalam mengekplorasi data-data

dilapangan.

Dalam kerangka teori pemasaran, indentifikasi dan analisa terhadap

karaktersitik target segmen adalah hal yang bersifat fundamental. Hal ini

didasarkan pada bahwa prilaku target segmen dalam mengkonsumsi baik

barang maupun jasa sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Secara

garis besar, menurut Engel, Blackwell dan Miniard (dalam Sari Listyorini,

2012) faktor–faktor ini berasal dari pengaruh lingkungan (meliputi budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga, situasi) dan perbedaan individu

(meliputi sumber daya konsumen, keterlibatan dan motivasi, pengetahuan,

sikap, kepribadian, gaya hidup, dan demografi).

Salah satu faktor penting terkait proses pengambilan keputusan

individu dalam mengkonsumsi barang dan jasa adalah aspek

kepribadiannya. Kepribadian erat kaitannya dengan pemahaman gaya hidup

seseorang, yang dapat didefinisikan sebagai pola dimana orang hidup dan

menggunakan uang dan waktunya26. Dengan demikian analisis terhadap

kelompok sosial tertentu, dalam hal ini adalah komunitas pengajian

perempuan, tidak dapat dipisahkan dalam analisis gaya hidup dari kelompok

tersebut.

26 J. F.Engel, R.D. Blackwell and P.W. Miniard. "Consumer Behaviour" dalam Sari Listyorini,

Analisis Faktor- Faktor Gaya Hidup Dan Pengaruhnya Terhadap Pembelian Rumah Sehat. Sederhana, Jurnal Administrasi Bisnis Vol. I No. 1 September 2012, 13.


(29)

Psikografik atau gaya hidup mengacu pada Activity, Interest and

Opinion (AIO) dari pada seseorang. Secara lebih rinci memusatkan

perhatian pada apa yang orang-orang suka lakukan, apa lingkup minat

mereka, dan apa pendapat orang-orang tentang berbagai hal.27 Perspektif

gaya hidup dalam pemasaran menunjukkan penggolongan individu ke

dalam suatu kelompok berdasarkan atas apa yang mereka lakukan,

bagaimana mereka menghabiskan waktu, dan bagaimana mereka memilih

untuk memanfaatkan penghasilan.

Aspek gaya hidup ini kemudian saling mempengaruhi dengan pola

prilaku yang selainnya, termasuk dalam prilaku keagamaan atau pola

religiusitas seseorang. Religiusitas dapat dipahami sebagai tingkat

pengetahuan, keyakinan, ibadah dan kaidah, serta tingkat penghayatan atas

agama yang dianut oleh seseorang.28 Lebih lanjut, Ancok dan Nashori

mengungkapkan religiusitas dalam konsep Islam memiliki lima dimensi:

pertama akidah, yaitu tingkat keyakinan seorang Muslim terhadap

kebenaran ajaran-ajaran agama Islam. Kedua syariah, yaitu tingkat

kepatuhan Muslim dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual

sebagaimana disuruh dan dianjurkan dalam agama Islam. Ketiga akhlak,

yaitu tingkat perilaku seorang Muslim berdasarkan ajaran-ajaran agama

Islam, bagaimana berealisasi dengan dunia beserta isinya. Keempat

27Sari Listyorini, “Analisis Faktor- Faktor Gaya Hidup Dan Pengaruhnya Terhadap Pembelian Rumah Sehat Sederhana”, Jurnal Administrasi Bisnis Vol. I No. 1 September 2012, 13.

28 Fuad Nashori dan Rachmy Diana Mucharam, Mengembangkan Kreativitas Dalam Perspektif


(30)

pengetahuan agama, yaitu tingkat pemahaman Muslim terhadap

ajaran-ajaran agama Islam, sebagaimana termuat dalam al-Qur’an. Kelima penghayatan, yaitu mengalami perasaan-perasaan dalam menjalankan

aktivitas beragama dalam agama Islam.29

G. Penelitian Terdahulu

Dalam konteks Indonesia, sejauh yang penulis amati dan kaji,

penulis belum menemukan hasil penelitian maupun tulisan ilmiah yang

lainnya berkaitan dengan implementasi pendekatan pemasaran sosial dalam

Manajemen dakwah, khususnya berkaitan dengan perumusan strategi

dakwah yang didasarkan pada karakteristik tertentu dari obyek dakwanya.

Sejauh ini pendekatan yang digunakan oleh peneliti-peneliti lainnya

kaitannya dalam mengakaji Manajemen dakwah lebih menggunakan

konsep dan strategi pemasaran komersial. Misalkan pada skripsi

Nurrochman, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, 2014, yang berjudul

“Strategi Dakwah Melalui Pemasaran Media Online Pada Situs

www.sahabataqsa.com”30. Dimana penelitian beliau berfokus kepada strategi komunikasi pemasaran dakwah melalui media Online. Artinya,

penelitian ini sejak awal telah membatasi diri pada dua hal, yaitu: satu,

displin ilmu yang digunakan sebagai pendekatan dalam penelitian tersebut

adalah disiplin ilmu komunikasi yang diimplementasikan dalam konteks

29 Djamaludin Ancok dam Fuad Nashori. Psikologi Islami. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008),

79.

30Nurro h a , " “trategi Dakwah Melalui Pemasaran Media Online Pada Situs


(31)

lapangan pemasaran. Kedua, penggunaan strategi media dalam melakukan

komunikasi dakwah. Dengan demikian yang membedakan dengan

penelitian ini nantinya adalah: pertama, dari segi disiplin ilmu yang

digunakan dalam penelitian, dimana pada penelitian saudara Nurrochman,

dispilin ilmu yang digunakan adalah disiplin ilmu komunikasi, sedangkan

dalam penelitian kami ini mengggunakan disiplin ilmu Manajemen. Kedua,

pendekatan, yaitu penelitian ini menggunakan pendekatan pemasaran

sosial, sedangkan pada penelitian saudara Nurrochman menggunakan

pendekatan pemasaran konvensional lewat media. Ketiga, dari titik tolak

penelitiannya, Dimana penelitian ini justru bertitik tolak pada karakteristik

keadaan obyek dakwah untuk dirumuskan alternatif strategi yang efektif dan

efisien, sedangkan pada penelitian Nurrochman titik tolaknya pada

penggunaan media Online sebagai strategi dakwahnya.

Tulisan yang berkaitan dengan pemasaran dakwah lainnya

diantaranya adalah: pertama, Abd. Mumin Ab. Ghani dengan judul

“Penerapan Konsep Pemasaran Dalam Dakwah”, dimuat dalam jurnal

Usuluddin31. Kedua, Mariam binti Abd. Majid, Adaptasi Kaedah

Pemasaran Dalam Perancangan Dan Pengurusan Dakwah32. Kedua tulisan

tersebut mengulas penerapan strategi pemasaran di lapangan dakwah. Yang

membedakan dengan penelitian ini adalah pendekatan yang digunakan.

Dimana kedua tulisan tersebut menggunakan pendekatan pemasaran

31Abd. Mumin Ab. Ghani, “Penerapan Konsep Pemasaran Dalam Dakwah”, Usuluddin, 5 (1996). 32Mariam binti Abd. Majid, “Adaptasi Kaedah Pemasaran Dalam Perancangan Dan Pengurusan


(32)

konvensional atau pemasaran bisnis, sedangkan dalam penilitian ini

menggunakan pendekatan pemasaran sosial. Pemasaran sosial memiliki

karakteristik yang berbeda dengan pemasaran bisnis, meskipun ada titik

singgung diantara keduanya,

Belum digunakannya pendekatan pemasaran sosial di lapangan

dakwah, hal ini dapat dipahami pertama, masih minimnya kajian yang

menerpakan konsep dan strategi pemasaran sosial, khususnya kajian-kajian

yang berbahasa Indonesia. Hal ini berbeda dengan pemasaran komersial

yang telah memiliki kemapanan dalam akademisnya. Meskipun secara

normative, tahapan-tahapan kerja dalam pemasaran sosial dan pemasaran

komersial tidaklah berbeda, khususnya pada dua tahapan dasar yaitu

pengenalan karaketristik kelompok sasaran dan perumusan strategi melalaui

bauran pemasaran. Kedua, kalau ada penulis yang menerapkan strategi

pemasaran sosial, namun belum ada yang mencoba menerapkannya di

bidang Manajemen dakwah.

Berdasarkan tulisan Bambang Siswanto, dimana ia mencoba

menginventarisir tulisan-tulisan dengan keywords“pemasaran sosial” mulai periode 1998-2006, baik dari jurnal-jurnal maupun thesis dalam negeri,

tidak ada satupun yang bertemakan implementasi strategi pemasaran sosial

dilapangan dakwah, terlebih lagi pemasaran agama.33

33Siswanto, Sosial Marketing…29-31.


(33)

Sedangkan di jurnal-jurnal internasional yang spesifik membahas

penerapan prinsip dan teknik pemasaran dalam pemasaran Islam salah

satunya adalah Morsy Sahlaoui dan Neji Bouslama dengan judul “Marketing Religion: The Marketing and Islamic Points of View , (2016),

American Journal of Industrial and Business Management”. Tulisan ini

mengulas tentang bagaimana secara umum dalam merumuskan strategi

marketing-mix dalam pemasaran Islam. Hanya saja, tulisan ini lebih bersifat

sebagai konsep umum, artinya tidak spesifik berbicara pada penerapan

pemasaran Islam dalam konteks segmen tertentu.

Demikian juga ketika penulis mencoba untuk mencari melalui

search engine di internet dengan keywords“pemasaran sosial dakwah” tidak ada satupun tulisan yang dengan spesifik seperti hal tersebut. Dengan

demikian, penelitian ini diharapkan sebagai pionir dalam penelitian yang

bertemakan implementasi pemasaran sosial dalam dakwah.

Sebagaimana yang telah paparkan penulis diata, dengan demikian

ada kekosongan penelitian yang belum dilakukan oleh peneliti-peneliti yang

lainnya yaitu penerapan pemasaran Islam dalam segmen tertentu dalam

merancang stratgi dakwah di masyarakat. Disinilah posisi penelitian kami

dalam merancang rencana penelitian ini, yaitu mengisi kekosongan tersebut,

khususnya pada penerapapan pemasaran Islam pada segmen muslimah

perkotaan.

H. Metodologi Penelitian


(34)

Penelitian diartikan sebagai suatu proses pengumpulan dan analisis

data yang dilakukan secara sistematis dan logis untuk mencapai

tujuan-tujuan tertentu. Pengumpulan dan analisis data yang dimaksud adalah

dengan menggunakan metode-metode ilmiah, baik yang bersifat kuantatif

maupun kualitatif, eksperimental atau noneksperimental, interaktif atau

noninteraktif, tergantung tujuan penelitian dan hasil yang ingin diketahui

sehingga berpengaruh pula pada paradigma yang menyelimutinya.34 Sebagaimana latar belakang, tujuan dan kedua rumusan masalah

yang diangkat oleh penulis dalam penelitian ini, maka penelitian ini

nantinya dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Pendekatan kualitatif dalam penelitian oleh Moleong dipahami

sebagai penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang

apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya, perilaku, persepsi,

motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik (utuh), dan dengan cara

deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus

yang almiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.35

Pendekatan kualitatif ini nantinya akan digunakan oleh penulis

dalam rangka mendeskripsikan strategi dakwah “pemasaran agama” Pengajian Bunda Muslimah Az-Zahra Sidoarjo.

ii. Jenis Dan Metode Penelitian

34Bachtiar S. Bachri, “Meyakinkan Validitas Data Melalui Triangulasi Pada Penelitian

Kualitatif”, Teknologi Pendidikan”, Vol.10 No. 1, (April, 2010), 46-62.


(35)

Dalam melakukan penelitian ada bermacam-macam tipe penelitian,

antara lain deskriptif, eksplanatif, eksploratif, eksperimental, dan lainnya.

Beberapa hal yang menjdi karakteristik dalam penelitian ini adalah:

pertama, penelitian ini menekankan pada aspek pengungkapan karakteristik

dari gaya hidup dan religiusitas dari para jamaah pengajian serta

pengungkapan strategi yang dikembangkan oleh pengajian Az-Zahra dalam

perspektif pemasaran sosial. Artinya, penelitian lebih berfokus kepada

upaya mendeskripsikan pada dua hal: satu, karakter dari jamaah, kedua,

startegi-strategi yang dikembangkan oleh pengajian Az-Zahra. Kedua,

peneliatian ini berhadapan dengan sosial dan budaya dari muslimah kelas

menengah yang menjadi jamaah pengajian Az-Zahra. Berdasarkan

karaketristik diatas, pendekatan penelitian yang dipilih oleh peneliti adalah

jenis penelitian deskriptif.

Menurut Irawan penelitian deskriptif hanya melibatkan satu variabel

(univariat), di mana penelitian deskriptif seperti ini tetap terbatas pada

kemampuannya untuk menjelaskan realitas seperti apa adanya.36 Sedangkan Nazir mengatakan metode deskriptif analisis adalah “suatu metode dalam

meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu

sistem pemikiran dengan tujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau

36 Prasetya Irawan, Penelitian Kualitatif & Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta:

Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006), 101.


(36)

lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta serta

hubungan antar fenomena yang diselidiki”.37

Penelitian ini juga termasuk dalam jenis penelitian lapangan (field

reseach), hal ini mengingat pengumpulan data, khususnya data primer yang

terkait dengan subyek penelitian, diambil langsung dari lokasi atau lapangan

penelitian.

a. Data dan Sumber Data

Dalam rangka menjawab rumusan masalah dalam penelitian,

maka nantinya penulis akan melakukan pengumpulan dan

pengelohan data. Pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu

berasal dari data primer dan data sekunder.

Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber utama atau

tangan pertama yang berada di lapangan. Dalam hal ini dapat

dikatakan bahwa data primer dapat diperoleh berdasarkan informasi

yang ditemukan melalui subjek yang menjadi sasaran penelitian.

Dalam penelitian ini data primer diperoleh berdasarkan informasi

yang ditemukan pada subjek penelitian yaitu ibu-ibu anggota

pengajian Az-Zahra.

b. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teknik

untuk mengumpulkan data primer yang sesuai, yaitu sebagai berikut:


(37)

i. Wawancara mendalam (in-depth interview) terhadap

beberapa pengurus yang mewakili dari pihak pengajian

muslimah Az-Zahra, diantaranya:

a) Santi Novalia, selaku ketua Pengajian Bunda

Muslimah Az-Zahra Sidaorjo. Pemilihan nara

sumber ini dikarenakan beliau adalah pengambil

keputusan dalam pengelolaan manajemen Pengajian

Bunda Muslimah Az-Zahra Sidaorjo.

b) Hj. Ely Mufidah, selaku anggota pembina/pengawas

Pengajian Bunda Muslimah Az-Zahra Sidaorjo.

Posisi beliau selaku pembina dan menjadi orang yang

dianggap senior seringkaloi menjadi rujukan

dalamproses pengambilan keputusan kelembagaan.

c) Maharastria, selaku sekretaris Pengajian Bunda

Muslimah Az-Zahra Sidaorjo. Pemilihan nara

sumber ini dikarenakan beliau adalah orang yang

ditunjuk secara formal oleh Pengajian Bunda

Muslimah Az-Zahra Sidaorjo terkait hungungan

eksternal, baik itu yang bersifat administratif maupun

terkait dengan kerja sama dengan pihak eksternal

dari Az-Zahra.

d) Jefry Yahya, selaku penasihat organisasi Pengajian


(38)

secara struktural beliau tidak masuk dalam jajaran

pengurus, namun peran beliau ini sangat vital dalam

kelembagaan Az-Zahra. Beliau adalah orang yang

merancang, mengatur hingga mengawasi beberapa

program di Az-Zahra.

ii. Observasi atau pengamatan (observation), yaitu dengan

mendatangi secara langsung pengajian rutin yang diadakan

tiap minggunya.

iii. Catatan lapangan (fieldnotes) dan dokumentasi yang

didapatkan manakala penulis terlibat dalam pengajian rutin

yang diadakan oleh pihak Az-Zahra.

Data penelitian kemungkinan terjadi strategi ganda untuk

meningkatkan kepercayaan dan kesahihan instrumen melalui

trianggulasi..

Data sekunder adalah pengolahan data lebih lanjut dari data primer

yang didapatkan, biasanya data sekunder disajikan dalam bentuk tabel

atau diagram. Data sekunder ini memiliki fungsi untuk mendukung data

primer. Menurut Sugiyono data sekunder adalah data yang tidak

langsung memberikan data kepada peneliti, misalnya penelitian harus

melalui orang lain atau mencari melalui dokumen.38 Data ini diperoleh dengan menggunakan studi literatur yang dilakukan terhadap banyak


(39)

buku dan diperoleh berdasarkan catatan–catatan yang berhubungan dengan penelitian, selain itu peneliti mempergunakan data yang

diperoleh dari internet.

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

a) http://www.Az-Zahra.web.id yang merupakan website resmi

dari jamaah pengajian Az-Zahra.

b) Company profil Az-Zahra.

iii. Metode Analisa Data

Langkah berikutnya setelah data-data dari hasil observasi,

wawancara dan dokumentasi, adalah melakukan analisa data. Metode

analisis data adalah jalan yang ditempuh untuk mendapatkan ilmu

pengetahuan ilmiah dengan mengadakan pemerincian terhadap objek

yang diteliti atau cara penanganan terhadap suatu objek ilmiah tertentu

dengan jalan memilah-milah antara pengertian yang satu dengan

pengertian yang lain guna memperoleh kejelasan mengenai halnya.39

Dalam melakukan analisa data, terlebih dahulu data diklasifikasikan

sesuai dengan permasalahan yang diteliti, kemudian data-data tersebut

disusun dan dianalisa. Teknik ini memberikan kemudahan bagi penlusi

dalam nantinya melakukan interpretasi dan analisa data guna menjawab

rumusan masalah dalam penelitian. Setelah itu, perlu dilakukan telaah

lebih lanjut guna mengkaji secara sistematis dan objektif. Untuk


(40)

mendukung hal tersebut, maka penulis dalam menganalisa

menggunakan metode deskriptif dan deskriptif analisis sosiologis yang

kemudian dipadukan dengan metode komparatif.

Metode deskriptif adalah sebuah metode yang mendeskripsikan data

yang ada, misalnya tentang sesuatu yang diteliti, satu hubungan

kegiatan, pandangan, sikap yang nampak atau proses yang sedang

berlangsung.40 Metode ini secara aplikatif digunakan untuk mendeskripsikan tentang obyek penelitian yang dikaji, yang mencakup

tiga hal yaitu: karakteristik secara umum jamaah Pengajian Bunda

Muslimah Az-Zahra Sidoarjo, tujuan diadakannya pengajian atau

perubahan prilaku yang diinginkan dari diadakannya pengajiannya, dan

bauran pemsaran yang dikembangkan oleh Pengajian Bunda Muslimah

Az-Zahra Sidoarjo.

I. Sistematika Pembahasan

Pada penulisan laporan dalam penelitian ini nantinya akan disusun

sebagaiamana sistemattika pembahasan sebagai berikut:

BAB I pendahuluan, yang didalammnya memuat latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, telaah pustaka,

metodologi penelitian dan sistematika pembahasan.

40Winarno Surahmat, Dasar dan Tehnik Research : Pengantar Metode Ilmiah, (Bandung :Tasiro, 1970), 131.


(41)

BAB II kerangka teoretik, memuat kerangka-kerangka teori yang akan

dijadikan sebagai ladasan analisis untuk membedah data-data yang akan

disajikan pada bab III.

BAB III penyajian data, yang terkandung didalammnya tentang perubahan

prilaku yang diinginkan oleh Manajemen pengajian bunda muslimah

Az-Zahra sebagai tujuan dakwahnya, kemudian data-data yang terkait dengan

karekateristik jamaah muslimah Az-Zahra, dan terkahir tentang startegi

dakwah yang dikembangkan oleh pengajian bunda muslimah Az-Zahra

yang diwujudkan dalam straegi 4P.

BAB IV analisis data, yakni analisa terhadap tujuan dakwah, karakter

segmen, model strategi yang dikembangkan oleh pengajian bunda


(42)

Bab II

KAJIAN TEORETIK

A. Kaidah Pemasaran dan Dakwah

Secara kebahasaan kata dakwah berasal dari bahasa Arab yaitu

berupa masdar kata dakwah yang berarti: panggilan, seruan atau ajakan.

Sedangkan bentuk kata kerja atau fiilnya adalah da’a, yad’u yang berarti memanggil, menyeru atau mengajak1. Penambahan predikat dalam kata dakwah menjadi dakwah Islam dapat dipahami sebagai upaya atau aktivitas

melakukan ajakan kepada hal yang lebih didasarkan pada nilai-nilai Islam

yang universal. Maka sebenarnya dapatlah dipahami bahwa segala sesuatu

yang berorientasi kepada terbentuknya suatu keadaan yang lebih baik yang

diadasarkan pada nilai-nilai Isla, baik untuk kepentingan kehidupan dunia

maupun untuk kepentingan akhirat, hakikatnya adalah aktivitas dakwah.

Terkait dengan praktik dakwah yang berkembang di masyarakat saat

ini, Nanih Machendrawaty dkk memberikan kritiknya bahwa dewasa ini

strategi dakwah yang berkembang di kalangan masyarakat lebih

menyerupai bank concept of communications. Praktif yang seperti ini terjadi

dikarenakan adanya pola pemahaman terhadap dakwah itu sendiri yang

meletakkan masyarakat sebagai obyek dakwah tidak ubahnya sebagai gelas

kosong yang harus diisi dengan cairan-cairan yang diharapkan membuat


(43)

mereka lebih baik.2 Karakteristik masyarakat sebagai obyek dakwah

menjadi tidak penting, karena masyarakat dianggap sebagai realitas tunggal

yang sama. Keadaan inilah yang kemudian pada gilirannya menjadikan

aktivitas dakwah menjadi berjarak dengan masyrakat itu sendiri. Aktivitas

dakwah menjadi tidak menginjak bumi, hanya sebatas pada komunikasi satu arah dari si da’i. Bagaimanapun juga masyarakat sebagai mad’u dakwah memiliki keragaman, baik keragaman dalam demografi, ekonomi, bahkan

budaya. Hal ini yang seharusnya juga menjadi bahan pertimbangan dalam

proses perumusan strategi dakwah yaitu memperhatikan

karakteristik-karaktersitik khusus dari obyek dakwahnya. Untuk dibutuhkan seperangkat

kaidah perencanaan dan perumusan suatu strategi dakwah yang memiliki

karakteristik penekanan terhadap situasi obyek dakwah.

Dalam wacana kontemporer, khususnya terkait dengan perumusan

atau pembuatan suatu produk, baik yang bersifat material maupun sosial,

tangible ataupun yang intangible, pemasaran adalah suatu pendakatan yang

salah satu keunggulannya adalah menempatkan masyrakat, atau dalam

bahasa pemasaran dikenal dengan istilah segmen, adalah suatu komponen

fundamental. Keberadaan analisa karakteristik segmen menjadi salah satu

pertimbangan dasar dalam proses penyusuanan suatu produk. Konsep

pemasaran berbeda dengan konsep penjualan. Kaidah pemasaran

menittikberatkan pada karakteristik dan keinginan dari masyarakat sebagai

2 Nanih Machendrawaty, Agus Ahmad Safei. Pengembangan Masyarakat Islam: Dari Ideologi, Strategi Sampai Tradisi. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001) 179.


(44)

segmennya dalam menawarkan produk, sedangkan konsep penjualan lebih

berfokus kepada jumlah produk yang dapat terjual ke masyarakat.3

Ada kesamaan antara kaidah pemasaran dan dakwah dimana

keduanya memiliki maksud untuk menyampaikan sesuatu dan berharap

dapat diterima oleh masyarakat. Namun tentu pemasaran dan dakwah

adalah dua aktivitas yang berbeda. Dakwah adalah terminologi khusus

terkait dengan penyampaian & penerapan nilai-nilai Islam di masyarakat.

Maka masyarakat atau mad’u hanya merupakan salah satu aspek dari dakwah itu sendiri, oleh karenanya keberhasilan dakwah lebih ditandai dari

terwujudnya nilai-nilai Islam yang universal di masyarakat. Unsur yang

utama dalam dakwah tentu adalah nilai-nilai dari ajaran Islam itu sendiri.

Sedangkan dalam konteks pemasaran aspek karakteristik dan keinginan

masyarakat menjadi aspek yang utama, oleh karenanya keberhasilan

pemasaran ditandai dengan adanya kepuasan pelanggan.

Penerapan kaidah pemasaran dalam dakwah tidaklah bermaksud

untuk menyamakan atau meletakkan nilai-nilai dari ajaran Islam sebagai

suatu hal yang dapat diperjual-belikan sebagaimana produk komersial4. Penggunaan kaidah pemasaran dalam dakwah lebih dijadikan sebagai

alternatif cara dalam menyampaikan nilai-nilai ajaran Islam dalam aktivitas

dakwah dengan memperhatikan karakteristik dari obyek dakwah. Dengan

3Mariam binti Abd. Majid, “Adaptasi Kaedah Pemasaran Dalam Perancangan Dan Pengurusan

Dakwah”, E – Jurnal Penyelidikan Dan Inovasi, Jilid II, (2015), 62.


(45)

demikian, pemasaran dalam konteks ini tidak lebih dari sebagai suatu

pendekatan yang dapat digunakan dalam proses perumusan strategi dakwah.

B. Pemasaran Agama Sebagai Model Strategi Dakwah

Agama adalah sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam

kehidupan masyarakat terlebih lagi dalam konteks Indonesia. Beberapa

penelitian terkait prilaku kegamaan di masyarakat, menunjukkan hampir di

seluruh dunia, bahwa mayoritas orang telah menyatakan mereka percaya

pada Tuhan, namu kenyataannya persentase orang yang menghadiri

acara-acara keagamaan, seperti misalnya layanan gereja dan kegiatan keagamaan

lainnya jauh lebih kecil. Tentu saja ini menjadi tantangan bagi organisasi

keagamaan untuk melakukan pengelolaan ke arah yang lebih baik.

Merespon hal tersebut, A. V. Angheluta, A. Strâmbu-Dima, dan R. Zaharia

dalam satu tulisannya menyatakan bahwa pola keagamaan yang berkembang pada masyarakat modern adalah kegamaan “religiusitas formal”.5 Untuk itu organisasi-oragnisasi keagamaan atau siapaun yang berkepentingan terhadap pengembangan agama di masyarakat perlu

mengembangkan instrumen-intrumen moder: kepemimpinan, manajemen,

pemasaran dalam rangka mencapai tujuan organisasi keagamaan mereka.

Dengan begitu, mereka tidak semata-mata berbicara hanya pada level

bagaimana mempertahankan agama ditengah sekulerisme, melainkan juga

memikirkan bagaimana pola strategi agar nilai-nilai agama dapat diterima

5 A. V. Angheluta, A. Strâmbu-Dima, R. Zaharia, Church Marketing – Concept and Utility,


(46)

oleh masyarakat modern. Salah satu hal yang dilakukan adalah menarik

pendekatan pemasaran dalam agama.

Lebih lanjut Angheluta dkk. menambahkan bahwa penerapan

pendekatan pemasaran oleh lembaga keagamaan tidaklah berarti bahwa

lembaga keagamaan harus melakukan penyesuian apa yang telah menjadi

produk inti mereka, yaitu nilai-nilai dari agama tersebut, dengan kondisi

masayarakat sebagai konsumennya. Dimana organisasi keagamaan dengan

aset dasar yang dimilikinya yaitu nilai-nilai tertentu dan dogma yang tidak

mungkin dapat diubah, tidak seperti di dunia bisnis, di mana produk bisnis

dimungkinkan untuk dirumuskan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan

pelanggan sasaran. Jadi, teori bahwa pemasaran mengarahkan aktivitas

organisasi terhadap konsumen tidak melibatkan penyesuaian teologi dengan

tuntutan pasar, tetapi mengadaptasi cara berkomunikasi doktrin, misi dan

program-programnya.6

Demikian halnya Angheluta dkk, ketika menyikapi pandangan dari

beberapa kelompok yang kontra penerapan pendekatan pemasaran ini dalam

konteks agama, bahwa ada anggapan yang keliru dalam memahami

penerapan pemasaran dalam penyampaian ajaran agam di masayarakat.

Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap konsep dan pendekatan

pemasaran digambarkan secara metoforis oleh mereka:

“Shawchuck, Kotler and Wrenn describe the reaction of

most people (that don’t know precisely the marketing

concept and approach) when being told of the possibility of using marketing in the domain of religion:


(47)

„Metaphorically, a lack of understanding as to the true nature of marketing can be linked to the individual who has seen a hammer being used only as a tool of destruction and who, upon being handed a hammer when asking for a tool to use in construction, wonders if the other person has taken leave of his senses. In the same way, if marketing has been perceived as only deceptive advertising by dishonest salespersons and as efforts to manipulate demand (tool of destruction), it will be dismissed by individuals or religious institutions when faced with problems that it might help them solve.”7

Secara prinsip, Shawchuck, Kotler dan Wrenn mengatakan jika

pemasaran telah dianggap, oleh sebagian orang yang tidak memahami

konsep dari pemasaran ini, hanya sebagai iklan menipu yang dilakukan oleh

penjual yang tidak jujur dan sebagai upaya untuk memanipulasi permintaan,

maka penerapan pendekatan pemasaran dalam konteks penyempaian

nilai-niali agama di masayarakat pasti tidak akan diterima oleh

organisasi-oraganisasi keagamaan.

Tidaklah dipungkiri, bahwa pemasaran telah memberikan kontribusi

terhadap perkembangan banyak hal, meskipun penggunaan yang paling

besar saat ini sangat dirasakan di dunia ekonami dan bisnis. Pemasaran

didefinisikan oleh American Marketing Association pada tahun 2004 yang

dikutip oleh LiJdicke dalam tesisnya, sebagai fungsi organisasi dan

seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan

7N. Sha hu k, Ph. Kotler a d B. Wre . „Marketi g for o gregatio s: hoosi gto serve people

ore effe ti ely” dala A. V. A gheluta, A. Strâ u-Dima, R. Zaharia, Church Marketing – Concept and Utility, Journal for the Study of Religions and Ideologies, 8, (22), 2009,: 172.


(48)

memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan

pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan stakeholder.8 Dengan mengacu kepada definisi tersebut, Angheluţă dkk menarik konsep dasar dari pemasaran ini: pertama, penggunaan serangkaian konsep,

metode dan instrumen yang akan menjamin kontak antara organisasi dan

kelompok sasaran. Biasanya, cara organisasi mengatasi target pasar

dikelompokkan dalam empat kategori yang berinteraksi satu sama lain,

yang dikenal dengan nama bauran pemasaran (atau 4P): kebijakan produk,

kebijakan harga, distribusi (penempatan) kebijakan dan kebijakan promosi.

Kedua, Tujuan utama dari suatu organisasi adalah untuk memenuhi harapan

dari kelompok sasaran tertentu. Jika organisasi tidak memiliki klien, alasan

keberadaan organisasi yang menghilang. Karena itu, struktur dan aktivitas

organisasi harus diproyeksikan dan dilaksanakan untuk memastikan

korelasi antara produk organisasi dan kebutuhan, keinginan, keinginan dan

harapan dari kelompok sasaran. Menggunakan pemasaran sosial dan visi

pemasaran sosial, organisasi harus beradaptasi tidak hanya untuk

permintaan jangka pendek dari kelompok sasaran, tetapi juga untuk

kebutuhan jangka panjang dan kebutuhan masyarakat pada umumnya.

Ketiga, pemasaran telah memberikan kontribusi dalam membangun citra

organisasi dan produk-produknya. Melalui pemasaran, organisasi

membedakan dan memposisikan dirinya dibandingkan dengan kompetisi.

8 Marius K.LiJdicke, "A Theory of Marketing, Outline of a Social Systems Perspective"


(49)

Hal ini juga, menciptakan dan meluncurkan merek di pasar, merek yang

menempati tempat tertentu dalam benak konsumen. Dari perspektif ini,

pemasaran telah memberikan fungsi komunikasi citra organisasi. Keempat,

aktivitas pemasaran adalah aktivitas yang bersifat sistematis, terprogram

dan ditujukan untuk mencapai tujuan yang tepat. Untuk perusahaan, tujuan

utama adalah untuk memaksimalkan keuntungannya. Untuk organisasi

sosial, tujuan mungkin akan lebih beragam, seperti memecahkan masalah

sosial, penggalangan dana dan alokasi dana yang efisien..9

Namun pemasaran sebagai sutau pendekatan telah juga digunakan

dan dikembangkan dibidang-bidang diluar bisnis, diantaranya dibidang jasa

atau pelayanan, politik, pertanian, kampanye-kampanye kesehatan

termasuk juga dibidang sosial.10 Salah satu alasan mengapa pendekatan pemasaran perlu diterapkan oleh organisasi-organisasi yang tidak hanya di

domain ekonomi dan bisnis disampaikan oleh Angheluta, dkk, bahwa tujuan

utama dari suatu organisasi adalah untuk memenuhi harapan dari kelompok

sasaran tertentu. Karena itu, struktur dan aktivitas organisasi harus

diproyeksikan dan dilaksanakan untuk memastikan korelasi antara produk

9 A. V. Angheluta, Church Marketing – Concept and Utility, 171.

10 beberapa cabang dari pemasaran diantaranya adalah:Bisnis untuk pemasaran konsumen

(dilakukan oleh perusahaan yang memproduksi barang dan jasa bagi individu); Pemasaran bisnis ke bisnis pemasaran (dilakukan oleh perusahaan yang memproduksi barang dan jasa yang ditujukan untuk perusahaan lain);Pemasaran pertanian (dilakukan oleh perusahaan dari pertanian dan industri makanan);Pemasaran jasa(dilakukan oleh perusahaan yang menawarkan jasa);Pemasaran Sosial (dilakukan oleh organisasi-organisasi sosial nirlaba yang menangani pemecahan masalah sosial);Pemasaran politik (dilakukan oleh partai-partai politik dan kandidat untuk tujuan pemilu - "pemasaran pemilu", dilakukan oleh lembaga-lembaga publik untuk memastikan dialog dengan warga - "pemasaran lembaga publik '", dilakukan dalam rangka untuk mempromosikan citra negara di luar negeri - "pemasaran politik internasional"). A. V. Angheluta, A. Strâmbu-Dima, R. Zaharia, Church Marketing – Concept and Utility, Journal for the Study of Religions and Ideologies, 8, (22), 2009,: 176.


(50)

organisasi dan kebutuhan, keinginan, keinginan dan harapan dari kelompok

sasaran.11

Demikian pula pada organisasi keagamaan. Organisasi keagamaan

tentu memiliki tujuan untuk mendapatkan dukungan dari individu-individu

yang ada dimasyarakat. Angheluta, dkk, misalnya, menyatakan bahwa

organisasi keagamaan saat ini akan bersaing dengan sekulerisme untuk

mendapatkan dukungan dari masyarakat.12 Untuk itu, mereka seharusnya perlu memastikan agar bagaimana produk yang ditawarkan dapat diterima

oleh kelompok sasaran mereka. Sebagaimana yang dinyatakan oleh

Einstein, bahwa pada pemasaran dan agama tidaklah saling bersifat ekslusif,

sebagai suatu pendekatan, pemasaran membantu banyak bidang termasuk

agama dalam mencapai tujuannya. Bagimanapun juga agama pada

gilirannya perlu untuk di promosikan pada masyarakat umum secara luas

untuk mendapatkan anggota baru dari agama tersebut, tambah Einstein.13 Penerapan pendekatan pemasaran dalam agama meskipun masih

relatif baru, namun prakteknya telah banyak dilakukan di beberapa negara.

Gereja adalah salah satu organisasi keagamaan yang telah menerapkan

pendekatan ini dalam memesarkan agama. R. Laurence Moore dalam

bukunya "Selling God” menguraikan sejarah bagaimana agama telah dipasarkan di Amerika Serikat. Beberapa startegi pemasaran yang

dikembangkan mulai dari hal yang sederhana, misalnya dengan

11 A. V. Angheluta, Church Marketing, 176. 12 Ibid, 171.


(51)

menggunakan teknik personal selling hingga yang menggunakan teknik

yang lebih kompleks dalam memasarkan The Jehovah's Witnesses, salah

satu alira kekristenan di Amerika, diantaranya menggunakan pameran,

iklan, dan lini produk yang luas.14

Pemasaran dapat digunakan baik oleh perusahaan dan organisasi

sosial untuk memecahkan masalah sosial. Pemasaran dikembangkan oleh

perusahaan sebagai usaha dari perusahaan untuk memperhatikan tinh=gkat

kesejahteraan dari karyawannya. Sedangkan pemasaran oleh organisasi

sosial adalah pemasaran sosial yaitu pemasaran yang dilakukan oleh

organisasi sosial untuk memecahkan masalah-masalah sosial. Salah satu

wujud dari organisasi social ini adalah organisasi keagamaaan. Oleh

karenanya pemasaran dapat diterapkan dan dikembangkan dalam konteks

pengembanagn agama di masayarakat oleh organisasi keagamaan.

Lantas apa yang bisa ditawarkan oleh pemasaran kepada organisasi

keagamaan dalam mencapai tujuan organisasinya?, Shawchuck dkk,

memberikan argumentasinya:

“Marketing is a process by which concrete decisions are taken (regarding what religious organizations can or cannot take in order to fulfill their mission). Marketing is

not selling, advertising or promotion – though it may

include all of them. Marketing is the analysis, planning, implementing and control of carefully formulated programs, in order to determine voluntary exchange with specific target groups, in order to accomplish the missionary objectives of the organization. In other words, marketing may help a religious organization to fulfill its goals, by interacting with different groups. More,

14 R. Laurence Moore, Selling God, dalam Brands Of Faith, Marketing Religion In A Commercial


(52)

marketing is a process destined to build the response capacity of a religious organization towards the numerous groups whose needs must be satisfied in order to achieve success in its efforts.”15

Pemasaran adalah proses dimana keputusan konkret diambil (mengenai apa yang organisasi keagamaan dapat putuskan atau yang tidak dapat mereka lakukan untuk memenuhi misi mereka). Pemasaran tidak menjual, memasang iklan atau promosi - meskipun bisa mencakup semuanya. Pemasaran adalah analisis, perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian program yang dirumuskan secara hati-hati, untuk menentukan pertukaran sukarela dengan kelompok sasaran tertentu, untuk mencapai tujuan misionaris organisasi. Dengan kata lain, pemasaran dapat membantu organisasi keagamaan untuk memenuhi tujuannya, dengan berinteraksi dengan kelompok yang berbeda. Lebih dari itu, pemasaran adalah proses yang ditujukan untuk membangun kapasitas respons organisasi

keagamaan terhadap banyak kelompok yang

kebutuhannya harus dipuaskan untuk mencapai kesuksesan dalam upayanya. "

Sehingga pendekatan pemasaran dalam agama dapatlah dipahami

sebagai suatu usaha menejemen untuk merumuskan progam-progam

keagamaan yang mempertimbangkan keadaan dari kelompok sasaran dari

progam tersebut. Dimana pendekatan pemasaran yang digunakan adalah

pemasaran social.

Lebih lanjut Einstein menambahkan mengapa dewasa ini agama

perlu dilakukan pemasaran ke masyarakat, dengan latar belakang

penelitiannya yang berada di Amerika, adalah karena penurunan iman dari

masyarakat. Ada dua argumentasi besar yang diajukan oleh Einstein terkait

15 Shawchuck, N., Ph. Kotler, B. Wrenn and G. Rath. Marketing for Congregations: Choosing to

Serve People More Effectively. dalam “Church Marketing – Concept and Utility” ed. A. V. Angheluta, A. Strâmbu-Dima, R. Zaharia, Journal for the Study of Religions and Ideologies, 8, (22), Spring 2009,172.


(53)

hal itu: pertama, bahwa agama saat ini harus bersaing dengan budaya

modern yang berkembang begitu pesat dan massif, yang kehadirannya tidak

serta merta memberikan efek positif, namun juga efek negative. Kebebasan,

individualisme dan konsumerisme menjadi salah satu efek dari

modernisme. Untuk itu agama perlu hadir guna menjawab persoalan

tersebut. Kedua, adalah semakin menunrunya minat terhadap agama

khususnya dikalangan remaja usia 20-30 tahun di Amerika. Ada

kesenjangan yang tajam yang terjadi di masayarakat Amerika antara kaum

muda dengan kelompok tua dalam mempraktekan agama. Oleh karenannya

agama perlu dipasarkan dengan cara yang lebih baik dari

sebelum-seblumnya.16

Penerapan pendekatan pemasaran dalam penyampaian nilai-nilai

agama ini tidak berarti bahwa agama harus merubah nilai dan tujuan

daripada agama itu sendiri. Organisasi keagamaan mencoba untuk

memenuhi kebutuhan rohani umatnya dengan menggunakan kegiatan

keagamaan dan progam tertentu. Jika organisasi keagamaan menerapkan

strategi pemasaran yang tepat, ia akan berhasil dalam mengidentifikasi

kebutuhan spiritual dan emosional anggotanya, akan mampu menjawab

kebutuhan ini dengan menggunakan program dan kegiatan tertentu dan akan

mempengaruhi secara positif munculnya keterlibatan aktif dari

anggotanya.17 Untuk itu, para pemasar agama ini melakukan pemetaan

16 Mara Einstein, Brands Of Faith, 193.

17 Florin Constantin Dobocan , “Religious Marketing – A Means Of Satisfying Parishioners Needs”, Journal for the Study of Religions and Ideologies, vol. 14, issue 40 (Spring 2015, 113.


(54)

terhadap demografi dan psikografis dari target adopternya guna

mendapatkan informasi yang memadai yang nantinya dijadikan sebagai

pijakan dalam merumuskan progam-progam keagamaan.18 Dengan begitu, faktor “konsumen” agama ini benar-benar menjadi pertimbangan dalam menyampaiankan nilai-nilai agama. Inilah yang menjadi point of interest

penerapan pendekatan pemasaran dalam penyampaian agama di

masyarakat.

Penerapan pendekatan pemasaran dalam lapangan penyampaian agama ke masyarakat juga digunakan oleh Adăscăliţe dengan menggunakan istilah “ecclesiastic marketing” atau pemasaran rohaniawan yaitu pendekatan pemasaran yang diterapkan oleh kelompok-kelompok atau

lembaga agama yang bertujuan untuk menarik para penganut agama agar

datang dalam acara-acara keagamaan dan untuk mendapatkan loyalitas dari

mereka, sekaligus juga untuk mendapatkan sumbangan-sumbangan sosial

dari para jemaat.19

C. Pemasaran Sosial Sebagai Pendekatan dalam Pemasaran Agama

Pemasaran sosial sebagaimana yang dinyatakan oleh Angheluta dkk

adalah pendekatan pemasaran yang paling tepat yang dapat diterapkan

dalam konteks agama. Argumentasi yang diajukan Angheluta dkk adalah:

pertama, bahwa pemasaran social adalah pendekatan pemasaran yang

18 Ibid, 191


(1)

134

b. Melakukan pengembangan SDM khususnya terhadap pengurus

yang ada dan sekaligus melakukan rekrutmen terhadap SDM baru.

B. Saran

Sebagaimana penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, ada banyak hal yang dapat dijadikan sebagai hikmah dan pembelajaran baik bagi organisasi dakwah serta bagi akademis guna pengembangan strategi dakwah berbasis pendekatan pemasaran agama. Sekaligus juga dapat dijadikan bahan pertimbangan pengembangan az-zahra ke depan untuk lebih progres. Untuk itu dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Pengembangan strategi dakwah berbasis pendekatan pemasaran agama memiliki karakteristik yaitu perumusan strateginya didasarkan pada karakteristik jamaah yang menjadi segmen target. Untuk itu pada karakteristik segmen target yang berbeda sebagaimana yang ada dalam penelitian ini perlu dikembangkan strategi yang mengikuti karakter jamaah yang ada, misalkan strategi dakwah yang menyasar kelompok remaja, kelompok bapak-bapak, dan kelompok-kelompok segmen yang lainnya. Dengan demikian, bagi organisasi Islam yang memiliki concern terhadap pengembangan dakwah perlu melalukan penyesuaian strategi bauran pemasaran agama sesuai dengan karakter jamaah yang menjadi segmen target. Untuk itu perlu adanya dukungan dari para akademisi maupun para peniliti terkait strategi bauran pemasaran agama pada segmen-segmen


(2)

135

khusus. Integrasi antara organisasi dakwah dengan kelompok akademisi akan mampu menjadi kekuatan dalam keberhasilan dakwah dimasyarakat. 2. Untuk saat ini program kegiatan az-zahra masih terbatas, baik pada aspek

karakter jamaahnya maupun pada karakter progamnnya. Ke depan, az-zahra perlu mempertimbangkan untuk melakukan perluasan strategi diantaranya melakukan pengembangan dakwah yang mampu menyasar jamaah wanita kelas menengah perkotaan khususnya di Surabaya atau di beberapa kota-kota besar yang masih memiliki karakteristik yang hampir sama. Selain itu az-zahra juga perlu terus di dorong untuk melakukan inovasi-inovasi program kerja misalnya mendirikan lembaga pendidikan, radio dakwah bahkan juga lembaga zakat, infaq dan shodaqo (ZIS). Dengan begitu az-zahra benar-benar akan mampu menjadi motor penggerak perubahan sosial dan role model lembaga dakwah khsusnya yang digerakkan oleh wanita muslim kelas menengah perkotaan.

3. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu diharapkan kepada peneliti yang lainnya untuk mengadakan penelitian sejenis lebih lanjut dengan mengambil lembaga dakwah yang berbeda namun memiliki karakteristik yang sama yaitu wanita muslim kelas menengah perkotaan, dengan menggunakan rancangan penelitian yang lebih kompleks seperti etnografi atau yang lainnya sehingga dapat ditemukan hasil yang lebih optimal dan bisa digeneralisasikan pada wilayah yang lebih luas.


(3)

Daftar Pustaka

Ancok, Djamaludin dan Fuad Nashori. Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta, Ed. Revisi VI Cetakan XIII, 2006. Aziz, M. Ali, Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana,2004.

Bachri, Bachtiar S. “Meyakinkan Validitas Data Melalui Triangulasi Pada

Penelitian Kualitatif”

Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol.10 No. 1, April 2010.

Barker, Chris, Cultural Studies; Teori dan Praktik. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2008.

BM, Mursito, Realitas Infotainment di Televisi, Jurnal Komunikasi Massa, Vol. 4 No. 2, 2011.

Dermawan, Andy, “Manajemen Dakwah Kontemporer Di Kawasan

Perkampungan”. Manajemen Dakwah UIN-SUKA, januari-juni,

2016.

Engel, James F., dkk. Perilaku Konsumen, Binarupa Aksara. Jakarta, 1994.

Einstein, Mara. Brands Of Faith, Marketing Religion In A Commercial Age. New York: Routledge, 2008.

Ghani, Abd. Mumin Ab., “Penerapan Konsep Pemasaran Dalam

Dakwah”. Usuluddin, 1997.

Hafidhuddin, Didin Hafidhuddin. Dakwah Aktual. Jakarta: Gema Insani, 1998.

Hasbullah, Moeflich, “Teori Habitus Bourdieu dan Kelas Menengah Muslim Indonesia”. Khazanah, Vol. 3 No. 10, Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati, Juli – Desember 2007.

Irawan, Prasetya, Penelitian Kualitatif & Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006.


(4)

Kindra, G. S. And Rick Stapenhurst, Sosial Marketing Strategies To Fight Corruption, The Economic Development Institute Of The World Bank, 1998.

Kotler, Philip and Nancy R. Lee, Up and Out of Poverty: The Sosial Marketing Solution. New Jersey: Wharton School Publishing, 2009. Listyorini, Sari, Analisis Faktor- Faktor Gaya Hidup Dan Pengaruhnya Terhadap Pembelian Rumah Sehat Sederhana, Jurnal Administrasi Bisnis Vol. I No. 1 September 2012.

Lexy, Moleong, J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja. Rosdakarya, 2004.

Majid, Mariam binti Abd. “Adaptasi Kaedah Pemasaran Dalam

Perancangan Dan Pengurusan Dakwah”. dalam E – Jurnal

Penyelidikan Dan Inovasi, Jilid II, Isu I, Selangor: Kolej Universiti Islam Antarabangsa Selangor, 2015.

Minangsih, Kalsum. “Paradigma Baru Pengelolaan Institusi Dakwah: Urgensi Ilmu Manajemen Mewujudkan Majelis Taklim Ideal”,

Kontekstualita, Vol. 29, No. 2, 2014.

Naraha, Taliziduhu. Pengantar Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Rineka Cipta,1999.

Nashori, Fuad dan Rachmy Diana Mucharam, Mengembangkan

Kreativitas Dalam Perspektif Psikologi Islam. Jogjakarta: Menara Kudus, 2002.

Nawawi, Ismail. Perilaku OrganisasiTeori, Transformasi Aplikasi Pada Organisasi Bisnis Publik dan Sosial. Jakarta: Dwiputra Pustaka Jaya , 2010.

Nazir, Mohammad, Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998. Neuman, L.W. Sosial Research Methods: Qualitative and Quantitative

Approaches in Sosial Works. (New York: Columbia University, 1997.

Nottingham, Elizabeth K. Agama dan Masyarakat: Suatu Pengantar Sosiologi Agama. Jakarta : CV.Rajawali, 1985.


(5)

Pimay, Awaluddin. Metodologi Dakwah. Semarang : Rasail, 2006. Poveda, Oriol, “Greening Religion in Facebook: Can Digital Media

Bridge the Gap Between Religion and Modernity?”, Journal of Religion, Media and Digital Culture, Vol. 3 Issue 2, 2014.

Pynes, Joan E. Human Resources Management for Public and Nonprofit Organizations: A Strategic Approach. John Wiley & Sons, 2013. Rachman, Budhy Munawar ed.. Ensiklopedi Nurcholis Madjid: buku 1.

Jakarta: Mizan, 2014.

Rachmania, Ririe. “Penggambaran Gaya Hidup Muslimah Urban Dalam Majalah Laiqa Dan Scarf”, Commonline Departemen Komunikasi| Vol. 4/ No. 2, 2015.

Rakhmawati, Istina. “Paradigma Dakwah Upaya Merespon Problematika

Umat Islam Di Era Modern”, At-Tabsyir, Vol. 3, No. 2, 2015.

Rofhani, “Budaya Urban Muslim Kelas Menengah”. Teosofi: Vol. 3 No. 1,Juni, 2013.

______ “Pola Religiositas Muslim Kelas Menengah di Perkotaan”, Jurnal Studi Agama-agama, Volume 3, No. 1, Maret 2013.

Safei, Nanih Machendrawaty, Agus Ahmad Safei. Pengembangan Masyarakat Islam: Dari Ideologi, Strategi Sampai Tradisi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001.

Sahlaoui, Morsy and Neji Bouslama. “Marketing Religion: The Marketing and Islamic Points of View”. American Journal of Industrial and Business Management, 6, 2016.

Sanwar, Aminuddin, Ilmu Dakwah Suatu Pengantar. Semarang: Gunungjati, 2009.

Sarbini, Ahmad. Paradigma Baru Pemikiran Dakwah Islam, Ilmu Dakwah Vol. 4 No. 15, 2010.

Saydam, Gauzali. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Djambatan,1996.


(6)

Siswanto, Bambang. Sosial Marketing: Pemasaran atau Penasaran ?. Proceeding For Call Paper Pekan Ilmiah Dosen FEB-UKSW, Desember, 2012.

Siswanto, Limas. “Kebingungan Kelas Menengah” dalam Kelas Menengah Bukan Ratu Adil. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABET, 2005. _______. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung:

CV. Alfabeta,2009.

Subagyo, Pangestu dan Djarwanto Ps, Statistika Induktif. Yogyakarta: BPFEYogyakarta, 2005.

Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Rajawali,1990.

Soleman, B. Toneko. Struktur dan Proses Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993.

Suwarman, Ujang. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2001.

Syukir, Asmuni. Dasar-Dasar dan Strategi Dakwah Islam. Surabaya: Al-Ikhlas,1983.

Zuntriana, Ari. “Perempuan Kelas Menengah dan Upaya Pemberdayaan

Masyarakat”. Egalita Vol. 7 No. 2, 2012.

Ruslan, Rosady. Konsep Dan Aplikasi Sosial Marketing Dan Societal

Marketing, dalam

http://rosadyruslan-humas.blogspot.co.id/2008/12/csr-seri-ke-7-dan-8.html (15 juni 2016)

Umar Abdul Aziz, “Masyarakat Kelas Menengah Indonesia: Terkurung

dalam Paradigma Kapitalisme Pinggiran”

https://www.academia.edu/5709867/Kelas_Menengah_Indonesia_ Terkurung_dalam_Paradigma_Konservatif_Middle_Class_Indones ia_Stuck_in_Conservative_Paradigm diakses pada 24/10/2016 pukul 11.40 WIB