PERDA No.6 IZIN PRAKTEK TENAGA KES.

(1)

PEMERINTAH KABUPATEN BUOL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUOL

NOMOR 6 TAHUN 2006 T E N T A N G

RETRIBUSI IZIN PRAKTEK TENAGA KESEHATAN DAN SARANA KESEHATAN SWASTA

DI KABUPATEN BUOL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BUOL

Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Otonomi Daerah sesuai Peraturan Perundang-undangan, Kabupaten Buol sebagai salah satu Daerah Otonom diberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab sehingga dipandang perlu menggali sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah guna Peningkatan penyelenggaraan Pemerintahan, Pembangunan dan Pelayanan kemasyarakatan yang berdaya guna dan berhasil guna.

b. bahwa salah satu pelayanan kemasyarakatan yang perlu ditingkatkan adalah perbaikan kesehatan masyarakat dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan yang merupakan modal utama dalam membangun manusia sebagai sumber daya pembangunan.

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b tersebut diatas, maka dipandang perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Praktek Tenaga Kesehatan dan Sarana Kesehatan Swasta di Kabupaten Buol.

Mengingat : 1. Undang - Undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara RI Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3041);

2. Undang - Undang RI Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3495);

3. Undang - Undang RI Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3839);


(2)

4. Undang-undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ( Lembaran Negara RI Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3851);

5. Undang-undang RI Nomor 51 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali dan Kabupaten Banggai Kepulauan (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 179, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3900 );

6. undang RI Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4048);

7. Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – undangan (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4389);

8. Undang - Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang – Undang (Lembaran Negara RI Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4548);

9. Undang-undang RI Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuang antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4438); 10. Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan

Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara RI Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3258);

11. Peraturan Pemerintah RI Nomor 1 Tahun 1988 tentang Bhakti dan Praktek Dokter / Dokter Gigi (Lembaran Negara RI Tahun 1988 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3366);

12. Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara RI Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3366);

13. Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3637);


(3)

14. Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3952);

15. Peraturan Pemerintah RI Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggung Jawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4022);

16. Peraturan Pemerintah RI Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4139);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BUOL dan

BUPATI BUOL M E M U T U S K A N :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUOL TENTANG RETRIBUSI IZIN PRAKTEK TENAGA KESEHATAN DAN SARANA KESEHATAN SWASTA DI KABUPATEN BUOL

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Buol.

2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

3. Kepala Daerah adalah Bupati Buol.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah.

5. Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Daerah Otonom oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut azas Otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

6. Rumah Sakit Umum Swasta adalah Tempat Pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar dan spesialistik, pelayanan penunjang medik, pelayanan instalasi dan pelayanan secara rawat jalan dan rawat inap yang dikelola oleh yayasan atau Badan tertentu.

7. Rumah Sakit Bersalin / Rumah Bersalin Swasta adalah Tempat yang menyelenggarakan pelayanan kebidanan bagi wanita hamil, persalinan dan masa nifas fisiologis termasuk pelayanan Keluarga Berencana serta pelayanan bayi baru lahir yang dikelola oleh yayasan atau badan tertentu klinik-klinik swasta.


(4)

8. Klinik adalah tempat pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar.

9. Laboratorium adalah tempat pelayanan yang menyelenggarakan / pemeriksaan penunjang diagnostik.

10. Apotik adalah suatu tempat tertentu tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat.

11. Toko obat dan / atau pedagang eceran obat adalah orang atau badan hukum indonesia yang memiliki izin untuk menyimpan obat-obat bebas dan obat-obat bebas terbatas (daftar W) untuk dijual secara eceran di tempat tertentu sebagaimana tercantum dalam surat izin.

12. Optikal adalah suatu tempat dimana diselenggarakan pelayanan kacamata baik melalui resep dokter maupun dengan melakukan pemeriksaan refraksi sendiri.

13. Tenaga Medis adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi didalam maupun diluar negeri yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia.

14. Praktek Tenaga Kesehatan adalah Penyelenggaraan pelayanan medik oleh seseorang dokter spesialis, dokter umum, dokter gigi spesialis, bidan dengan atau tanpa menggunakan penunjang medis.

15. Surat Izin Praktek adalah bukti tertulis yang diberikan kepada tenaga medis atau badan yang menjalankan praktek seteleh memenuhi pensyaratan sebagai pengakuan kewenangan untuk melakukan pelayanan kesehatan sesuai dengan profesi.

16. Surat Izin Rumah Sakit adalah bukti tertulis yang diberikan kepada yayasan atau badan hukum lainnya untuk mendirikan dan menyelenggarakan rumah sakit setelah memenuhi pensyaratan yang telah ditetapkan.

17. Surat Izin Laboratorium adalah bukti tertulis yang diberikan kepada perorangan, yayasan atau badan hukum lainnya untuk menyelenggrakan pelayanan laboratorium setelah memenuhi pensyaratan yang telah ditetapkan.

18. Surat Izin Apotik adalah bukti tertulis yang diberikan kepada perorangan, yayasan atau badan hukum lainnya untuk menyelenggarakan pelayanan resep dokter dan penyerahan perbekalan farmasi setelah memenuhi pensyaratan yang telah ditetapkan.

19. Surat Izin Toko Obat adalah bukti tertulis yang diberikan kepada perorangan, yayasan atau badan hukum lainnya untuk menyelenggarakan penjualan obat-obat sesuai dengan ketentuan. 20. Surat Izin Optikal adalah bukti tertulis yang diberikan kepada perorangan, yayasan atau badan

hukum lainnya untuk menyelenggarakan pelayanan kacamata sesuai ketentuan yang berlaku. 21. Pejabat adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas dibidang Retribusi Daerah sesuai

dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

22. Retribusi Periziznan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan.

23. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut Peraturan Perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi termasuk pungutan atau pemotongan retribusi tertentu.


(5)

24. Masa Retribusi adalah jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa atau perizinan tertentu.

25. Surat Pemberitahuan Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut SPTRD adalah Surat yang digunakan oleh wajib retribusi untuk melaporkan data objek Retribusi dan Wajib Retribusi sebagai dasar perhitungan dan pembayaran Retribusi yang terutang menurut peraturan Perundang-undangan Retribusi Daerah.

26. Surat Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut SSRD adalah Surat yang oleh wajib retribusi digunakan untuk melakukan pembayaran dan penyetoran Retribusi yang terutang ke Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.

27. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah Surat Keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang.

28. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar selanjutya disingkat SKRDLB adalah Surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar dari pada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang. 29. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya dapat disingkat STRD adalah surat untuk

melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.

30. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Retribusi Daerah.

31. Penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang Retribusi Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

B A B II

KEWAJIBAN DAN LARANGAN Bagian Pertama

Kewajiban Pasal 2

(1) Setiap sarana kesehatan swasta perorangan atau berbadan hukum yang menyelenggarakan pelayanan medis diwajibkan memiliki izin yang dikeluarkan oleh Kepala Daerah atau Pejabat Teknis yang ditunjuk.

(2) Izin Sarana Kesehatan Swasta Perorangan atau berbadan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki pensyaratan :

a. memiliki kelayakan lingkungan (AMDAL/UKL/UPL) b. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

c. memiliki Akte Pendirian Perusahaan bagi pemohon yang berbentuk badan hukum / usaha. d. Memiliki surat keterangan domisili Perusahaan bagi yang berbadan hukum.


(6)

f. Memiliki Sarana dan Prasarana Kesehatan yang lengkap

(3) Setiap praktek tenaga kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan medis wajib memiliki izin praktek dari Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.

(4) Tata cara dan prosedur pengajuan permohonan izin praktek tenaga kesehatan dan izin sarana kesehatan swasta diatur dengan Peraturan Bupati.

Bagian Kedua Larangan

Pasal 3

Setiap praktrek tenaga kesehatan dan usaha sarana kesehatan swasta dilarang menyelenggarakan pelayanan medis tanpa izin dari Kepada Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.

Pasal 4

(1) Setiap praktek tenaga kesehatan dan sarana kesehatan swasta yang menyelenggarakan pelayanan medik dilarang memberikan pelayanan yang dapat mengakibatkan gugurnya janin atau kandungan seseorang atau pasien.

(2) Pelayanan medik yang dapat mengakibatkan gugurnya kandungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan kepada seseorang atau pasien yang karena penyakitnya dapat mengancam jiwa yang berkaitan pada kematian.

(3) Pelayanan medik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan setelah mengadakan konsultasi dengan dokter ahli (Spesialis) lainnya dan dapat persetujuan.

(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam berita acara dan ditandatangani dokter tersebut beserta keluarga pasien.

B A B III

NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI Pasal 5

Dengan nama Retribusi Izin Praktek Tenaga Kesehatan Dan Sarana Kesehatan Swasta dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan pemberian Izin Penyelenggaraan Praktek Tenaga Kesehatan Dan Sarana Kesehatan Swasta.

Pasal 6

Objek Retribusi adalah Pelayanan Pemberian Izin terhadap penyelenggaraan Praktek Tenaga Kesehatan Dan Sarana Kesehatan Swasta yang terdiri dari :

a. Praktek Dokter umum b. Praktek Dokter Gigi c. Praktek Dokter Spesialis d. Praktek Dokter Gigi Spesialis e. Praktek Dokter Sub Spesialis


(7)

f. Praktek Perawat g. Praktek Bidan

h. Praktek Perawat Gigi i. Rumah Sakit Umum Swasta j. Rumah Bersalin

k. Rumah Bersalin Swasta l. Klinik Swasta

m. Laboratorium Swasta n. Apotik

o. Toko Obat p. Optikal

Pasal 7

Subyek Retribusi adalah kegiatan orang pribadi atau badan yang memperoleh Sarana Pelayanan Izin Praktek Tenaga Kesehatan dan Izin Sarana Kesehatan Swasta.

B A B IV

GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 8

Retribusi Izin Praktek Tenaga Kesehatan Dan Sarana Kesehatan Swasta digolongkan sebagai Retribusi Perizinan Tertentu.

BAB V

CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 9

Tingkat penggunaan jasa Praktek Tenaga Kesehatan Dan Sarana Kesehatan Swasta diukur berdasarkan keahliannya / klasifikasi usaha.

BAB VI

PRINSIP DAN SASARAN DALAM

PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF Pasal 10

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Izin Praktek Tenaga Kesehatan Dan Sarana Kesehatan atau Kesehatan Swasta didasarkan pada kebijakan daerah dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan.


(8)

BAB VII

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI Pasal 11

(1). Struktur dan besarnya tarif retribusi ditetapkan berdasarkan keahlian dan klasifikasi usaha. (2). Besarnya retribusi sebagaimana dimaksud adalah sebagai berikut :

a. Praktek Dokter Umum Rp. 150.000 / tahun b. Praktek Perorangan Dokter Gigi Rp. 150.000 / tahun c. Praktek Perorangan Dokter Spesialis Rp. 300.000 / tahun d. Praktek Perorangan Dokter Gigi Spesialis Rp. 300.000 / tahun e. Praktek Perorangan Dokter Sub Spesialis Rp. 300.000 / tahun f. Praktek Perawat Rp. 50.000 / tahun g. Praktek Bidan Rp. 50.000 / tahun

h. Praktek Perawat Gigi Rp. 50.000 / tahun i. Rumah Sakit Umum Swasta

- Kelas Utama Rp. 1.000.000 / tahun - Kelas Madya Rp. 700.000 / tahun - Kelas Pratama Rp. 500.000 / tahun j. Rumah bersalin Rp. 200.000 / tahun k. Rumah bersalin swasta Rp. 300.000 / tahun l. Klinik Swasta Rp. 150.000 / tahun m. Laboratorium Swasta :

- Utama Rp. 300.000 / tahun

- Pratama Rp. 150.000 / tahun

n. Apotik Rp. 200.000 / tahun

o. Toko Obat Rp. 100.000 / tahun p. Optikal Rp. 150.000 / tahun

(3). Penentuan standar klasifikasi usaha dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati.

B A B VIII

WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 12


(9)

B A B IX

MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG Pasal 13

(1). Masa Retribusi untuk Izin Praktek Tenaga Kesehatan Dan Sarana Kesehatan Swasta diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan retribusi ditagih setiap tahunnya.

(2). Tata cara dan prosedur pengajuan permohonan Izin Praktek Tenaga Kesehatan dan Izin Sarana Kesehatan Swasta diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 14

Saat retribusi terutang adalah pada saat ditetapkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

B A B X

SURAT PENDAFTARAN RETRIBUSI Pasal 15

(1). Setiap Wajib Retribusi wajib mengisi SPTRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(2). SPTRD atau dokumen lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditanda tangani oleh Wajib Retribusi atau kuasanya.

(3). Bentuk, isi serta tata cara pengisian dan penyampaian SPTRD, sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

B A B XI

PENETAPAN RETRIBUSI Pasal 16

(1) Berdasarkan SPTRD sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (1) Peraturan Daerah ini, ditetapkan retribusi terutang dengan menerbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan data baru dan atau yang semua belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah retribusi terutang, maka dikeluarkan SKRDKBT.

(3) Bentuk, isi serta tata cara penerbitan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, dan SKRDKBR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.


(10)

BAB XII

TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 17

(1) Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan.

(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD dan atau dokumentasi yang dipersamakan SKRDKBT, STRD.

(3) Hasil pungutan retribusi disetor ke kas daerah melalui bendaharawan khusus penerimaan yang ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

B A B XIII

SANKSI ADMINISTRASI Pasal 18

(1) Dalam hal Wajib Retribusi tidak membayar tepat waktu atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa uang sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang di bayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.

(2) Apabila dalam jangka 2 (dua) Tahun beturut – turut wajib retribusi tidak membayar kewajibannya. Maka Izin Praktek Tenaga Kesehatan dan Sarana Kesehatan Swasta dicabut oleh Kepala Daerah.

B A B XIV

TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 19

(1) Pembayaran Retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus pada saat pengambilan surat izin Praktek Kesehatan dan Sarana Kesehatan Swasta.

(2) Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak wajib retribusi menerima SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT DAN STRD.

(3) Pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, dilakukan dengan menggunakan SSRD.

(4) Tata cara pembayaran, penyetoran tempat pembayaran Retribusi diatur dengan Peraturan Bupati.

B A B XIV

TATA CARA PENAGIHAN Pasal 20

(1) Surat teguran, surat peringatan, surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran. (2) Sejak jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tangggal surat teguran, surat peringatan, surat lain


(11)

(3) Surat teguran, surat peringatan, surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk.


(12)

B A B XV K E B E R A T A N

Pasal 21

(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen yang lain dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB.

(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas.

(3) Dalam hal Wajib Retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan Retribusi, Wajib Retribusi harus dapat membuktikan ketidak benaran Ketetapan Retribusi tersebut. (4) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak

tanggal SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB diterbitkan kecuali apabila Wajib Retribusi dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.

(5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (3) Pasal ini, tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.

(6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksana penagihan Retribusi.

Pasal 22

(1) Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.

(2) Keputusan Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya Retribusi yang terutang.

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini telah lewat dan Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.

BAB XVII

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 23


(13)

(1) Atas kelebihan pembayaran Retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Kepala Daerah.

(2) Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, harus memberikan keputusan.

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini, telah dilampaui dan Kepala Daerah tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.

(4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai hutang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu hutang Retribusi tersebut.

(5) Pengembalian pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.

(6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) bulan, Kepala Daerah memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan atas kelerlambatan pembayaran kelebihan Retribusi.

Pasal 24

(1) Permohonan pengembalian kelebiham pembayaran retribusi diajukan secara tertulis kepada Kepala Daerah dengan sekurang – kurangnya menyebutkan :

a. Nama dan alamat Wajib Retribusi b. Masa Retribusi

c. Besarnya kelebihan pembayaran d. Alasan yang singkat dan jelas

(2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi disampaikan secara langsung atau melalui pos tercatat.

(3) Bukti penerimaan oleh Pejabat Daerah atau bukti pengiriman pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.

Pasal 25

(1) Pengembalian kelebihan retribusi dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Pembayaran Kelebihan Retribusi.

(2) Apabila kelebihan pembayaran Retribusi diperhitungkan dengan utang Retribusi lainnya, sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1) Peraturan Daerah ini,


(14)

pembayaran dilakukan dengan cara memindahbukukan dan bukti pemindah bukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.

BAB XVIII

PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 26

(1) Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi.

(2) Tata cara Pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi sebagaimana dimaskud pada ayat (1) pasal ini ditetapkan oleh Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.

BAB XIX

KADALUWARSA PENAGIHAN Pasal 27

(1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi, kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana dibidang Retribusi.

(2) Kadaluwarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, tertangguh apabila :

a. Diterbitkan surat teguran; atau

b. Ada pengakuan hutang Retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung.

BAB XX PENGAWASAN

Pasal 28

Pengawasan untuk pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk

BAB XX

KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 29

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi


(15)

dibidang Retribusi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah :

a. Menerima, mencari, mengumpulkan serta meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan Tindak Pidana dibidang Retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas.

b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan Tindak Pidana Retribusi Daerah.

c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah.

d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan Tindak Pidana dibidang Retribusi Daerah.

e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut.

f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah.

g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana di maksud pada huruf e.

h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi Daerah. i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka

atau saksi .

j. Menghentikan penyidikan.

k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah menurut hukum yang dapat di pertanggungjawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini memberitahukan dimulainya

penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Kepolisian Negara RI, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XXI


(16)

Pasal 30

(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajiban sehingga merugikan Keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (Enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 20.000.000,- (Dua Puluh Juta Rupiah).

(2) Tindak pidana yang dimaksud pada Ayat (1) Pasal ini adalah pelanggaran.

BAB XXII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 31

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 32

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Buol.

Disahkan di Buol

pada tanggal 10 Oktober 2006

BUPATI BUOL

H. A. KARIM HANGGI

Diundangkan di Buol

pada tanggal 10 Oktober 2006

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BUOL

HENGKYE PARIMO


(17)

(18)

P E N J E L A S A N

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUOL NOMOR 6 TAHUN 2006

T E N T A N G

RETRIBUSI IZIN PRAKTEK TENAGA KESEHATAN DAN SARANA KESEHATAN SWASTA

DI KABUPATEN BUOL

I. PENJELASAN UMUM

Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa tujuan Pemerintahan Otonomi adalah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri demi untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan Pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan Pembangunan.

Untuk tercapainya pelaksanaan tersebut maka Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Provinsi sebagal Daerah Otonom dengan memberikan kewenangan untuk melaksanakan berbagai urusan Rumah tangga sendiri dengan sebaik - baiknya dengan memberikan sumber - sumber pembiayaan yang cukup. Tetapi mengingat bahwa tidak semua sumber pembiayaan dapat diberikan kepada Daerah diwajibkan untuk menggali segala sumber - sumber keuangannya sendiri berdasarkan Peraturan Perundang - undangan yang berlaku. Oleh karena itu Pemerintah Kabupaten Buol menyusun Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Praktek Tenaga Kesehatan dan Sarana Kesehatan Swasta di Kabupaten Buol dengan tujuan untuk menambah Sumber Pendapatan Daerah.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 : Cukup Jelas Pasal 2 : Cukup Jelas Pasal 3 : Cukup Jelas Pasal 4 : Cukup Jelas Pasal 5 : Cukup Jelas Pasal 6 : Cukup Jelas Pasal 7 : Cukup Jelas Pasal 8 : Cukup Jelas


(19)

Pasal 9 : Cukup Jelas Pasal 10 : Cukup Jelas Pasal 11 : Cukup Jelas Pasal 12 : Cukup Jelas Pasal 13 : Cukup Jelas Pasal 14 : Cukup Jelas Pasal 15 : Cukup Jelas Pasal 16 : Cukup Jelas Pasal 17 : Cukup Jelas Pasal 18 : Cukup Jelas Pasal 19 : Cukup Jelas Pasal 20 : Cukup Jelas Pasal 21 : Cukup Jelas Pasal 22 : Cukup Jelas Pasal 23 : Cukup Jelas Pasal 24 : Cukup Jelas Pasal 25 : Cukup Jelas Pasal 26 : Cukup Jelas Pasal 27 : Cukup Jelas Pasal 28 : Cukup Jelas Pasal 29 : Cukup Jelas Pasal 30 : Cukup Jelas Pasal 31 : Cukup Jelas Pasal 32 : Cukup Jelas


(1)

pembayaran dilakukan dengan cara memindahbukukan dan bukti pemindah bukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.

BAB XVIII

PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 26

(1) Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi.

(2) Tata cara Pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan Retribusi sebagaimana dimaskud pada ayat (1) pasal ini ditetapkan oleh Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.

BAB XIX

KADALUWARSA PENAGIHAN Pasal 27

(1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi, kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana dibidang Retribusi.

(2) Kadaluwarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, tertangguh apabila :

a. Diterbitkan surat teguran; atau

b. Ada pengakuan hutang Retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung.

BAB XX PENGAWASAN

Pasal 28

Pengawasan untuk pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk

BAB XX

KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 29


(2)

dibidang Retribusi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah :

a. Menerima, mencari, mengumpulkan serta meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan Tindak Pidana dibidang Retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas.

b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan Tindak Pidana Retribusi Daerah.

c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah.

d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan Tindak Pidana dibidang Retribusi Daerah.

e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut.

f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah.

g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana di maksud pada huruf e.

h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi Daerah. i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka

atau saksi .

j. Menghentikan penyidikan.

k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah menurut hukum yang dapat di pertanggungjawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini memberitahukan dimulainya

penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Kepolisian Negara RI, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XXI


(3)

Pasal 30

(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajiban sehingga merugikan Keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (Enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 20.000.000,- (Dua Puluh Juta Rupiah).

(2) Tindak pidana yang dimaksud pada Ayat (1) Pasal ini adalah pelanggaran. BAB XXII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 31

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 32

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Buol.

Disahkan di Buol

pada tanggal 10 Oktober 2006

BUPATI BUOL

H. A. KARIM HANGGI Diundangkan di Buol

pada tanggal 10 Oktober 2006

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BUOL


(4)

(5)

P E N J E L A S A N

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUOL NOMOR 6 TAHUN 2006

T E N T A N G

RETRIBUSI IZIN PRAKTEK TENAGA KESEHATAN DAN SARANA KESEHATAN SWASTA

DI KABUPATEN BUOL

I. PENJELASAN UMUM

Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa tujuan Pemerintahan Otonomi adalah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri demi untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan Pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan Pembangunan.

Untuk tercapainya pelaksanaan tersebut maka Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Provinsi sebagal Daerah Otonom dengan memberikan kewenangan untuk melaksanakan berbagai urusan Rumah tangga sendiri dengan sebaik - baiknya dengan memberikan sumber - sumber pembiayaan yang cukup. Tetapi mengingat bahwa tidak semua sumber pembiayaan dapat diberikan kepada Daerah diwajibkan untuk menggali segala sumber - sumber keuangannya sendiri berdasarkan Peraturan Perundang - undangan yang berlaku. Oleh karena itu Pemerintah Kabupaten Buol menyusun Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Praktek Tenaga Kesehatan dan Sarana Kesehatan Swasta di Kabupaten Buol dengan tujuan untuk menambah Sumber Pendapatan Daerah.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 : Cukup Jelas Pasal 2 : Cukup Jelas Pasal 3 : Cukup Jelas Pasal 4 : Cukup Jelas Pasal 5 : Cukup Jelas Pasal 6 : Cukup Jelas


(6)

Pasal 9 : Cukup Jelas Pasal 10 : Cukup Jelas Pasal 11 : Cukup Jelas Pasal 12 : Cukup Jelas Pasal 13 : Cukup Jelas Pasal 14 : Cukup Jelas Pasal 15 : Cukup Jelas Pasal 16 : Cukup Jelas Pasal 17 : Cukup Jelas Pasal 18 : Cukup Jelas Pasal 19 : Cukup Jelas Pasal 20 : Cukup Jelas Pasal 21 : Cukup Jelas Pasal 22 : Cukup Jelas Pasal 23 : Cukup Jelas Pasal 24 : Cukup Jelas Pasal 25 : Cukup Jelas Pasal 26 : Cukup Jelas Pasal 27 : Cukup Jelas Pasal 28 : Cukup Jelas Pasal 29 : Cukup Jelas Pasal 30 : Cukup Jelas Pasal 31 : Cukup Jelas Pasal 32 : Cukup Jelas