JDIH Kabupaten Belitung - Rancangan Peraturan Daerah 0c4f6 RAPERDA HIV
BUPATI BELITUNG
PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG
NOMOR
TAHUN 2017
TENTANG
PENANGGULANGAN HUMAN IMUNODEFICIENCY VIRUS DAN ACQUIRED
IMUNODEFICIENCY SYNDROME
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BELITUNG,
Menimbang : a. bahwa HIV Human Imunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired
Imunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan virus yang
menyerang
sistem
kekebalan
tubuh
yang
proses
penularannya sangat sulit dipantau, sehingga dapat
mengancam
derajat
kesehatan
masyarakat
dan
kelangsungan peradaban manusia;
b. bahwa penularan Human
dan
Acquired
semakin meluas,
usia
Immunodeficiency Virus (HIV)
Immune Deficiency
Syndrome (AIDS)
tanpa mengenal status sosial, batas
dan wilayah, sehingga dipandang perlu adanya
penanggulangan
secara
melembaga,
sistematis,
komprehensif, partisipatif dan berkesinambungan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Daerah tentang Penanggulangan Human Immunodeficiency
Virus
dan
Acquired
Immune Deficiency Syndrome;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang
Nomor
28
Tahun
1959
tentang
Pembentukan Daerah Tingkat II dan Kotapraja di Sumatera
Selatan….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
1
Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959
Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 1821);
3. Undang-Undang
Pembentukan
Nomor
Propinsi
27
Tahun
Kepulauan
2000
tentang
Bangka
Belitung
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
217, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4033);
4. Undang-Undang
Pemerintahan
Nomor
Daerah
23
Tahun
(Lembaran
2014
Negara
tentang
Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679);
5. Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2006 tentang Komisi
Penanggulangan Acquired Imunodeficiency Syndrome (AIDS)
Nasional;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013
tentang Penanggulangan HIV dan AIDS (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 654).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BELITUNG
dan
BUPATI BELITUNG
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN
HUMAN
DAERAH
TENTANG
IMUNODEFICIENCY
VIRUS
PENANGGULANGAN
DAN
ACQUIRED
IMUNODEFICIENCY SYNDROME.
BAB….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
2
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Belitung.
2. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Belitung.
3. Pemerintah
Daerah
Pemerintahan
adalah
Daerah
Bupati
yang
sebagai
memimpin
unsur
penyelenggara
pelaksanaan
urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
4. Bupati adalah Bupati Belitung.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD
adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
6. Dinas Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Belitung.
7. Penanggulangan adalah segala upaya yang meliputi pelayanan promotif,
preventif,
diagnosis,
kuratif,
rehabilitatif
yang
ditujukan
untuk
menurunkan angka kesakitan, angka kematian, membatasi penularan
serta penyebaran penyakit agar wabah tidak meluas ke daerah lain serta
mengurangi dampak negatif yang ditimbulkannya.
8. Human Immunodeficiency Virus yang selanjutnya disebut HIV adalah
virus yang menyerang sel darah putih yang menyebabkan menurunnya
sistem kekebalan tubuh manusia sehingga tubuh manusia mudah
terserang oleh berbagai macam penyakit.
9. Acquired Immune Deficiency Syndrome yang selanjutnya di sebut AIDS
adalah sekumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh menurunnya
sistem kekebalan tubuh manusia akibat virus HIV.
10. Pencegahan adalah upaya memutus mata rantai penularan HIV dan
AIDS di masyarakat, terutama kelompok beresiko tinggi tertular
dan menularkan HIV dan AIDS.
11. Lembaga Swadaya Masyarakat yang selanjutnya disebut LSM adalah
suatu organisasi masyarakat non pemerintah yang bekerja langsung
sesuai kebutuhan masyarakat sasaran (yang terkait dengan masalah
HIV/AIDS).
12. Orang dengan HIV dan AIDS selanjutnya disebut ODHA adalah orang
yang sudah terinfeksi HIV baik pada tahap belum bergejala maupun
yang sudah bergejala.
13. Anak….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
3
13. Anak dengan HIV dan AIDS yang selanjutnya disingkat ADHA
adalah
anak yang sudah terinfeksi HIV baik pada tahap belum ada
gejala maupun yang sudah ada gejala.
14. Orang yang Hidup dengan Pengidap HIV dan AIDS yang selanjutnya
disebut OHIDHA adalah orang yang terdekat dan hidup berdampingan
dengan ODHA.
15. Komisi Penanggulangan AIDS Daerah selanjutnya disingkat KPAD
Kabupaten Belitung adalah lembaga yang dibentuk oleh Bupati yang
bertugas mengkoordinasikan upaya penanggulangan epidemi HIV dan
AIDS di Kabupaten Belitung.
16. Penjaja Seks Komersial yang selanjutnya disebut PSK adalah laki-laki,
perempuan, maupun waria yang menyediakan dirinya untuk melakukan
hubungan seksual dengan mendapatkan imbalan.
17. Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara
terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu
narkotika, ODHA dan OHIDHA dapat kembali melaksanakan fungsi
sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
18. Infeksi Menular Seksual yang selanjutnya disebut IMS adalah penyakit
yang ditularkan melalui hubungan seksual.
19. Dukungan adalah upaya-upaya yang dilakukan seseorang dan/atau
kelompok kepada penderita HIV/AIDS baik secara moril maupun materil
untuk proses penyembuhan.
20. Informed
Consent
adalah
penjelasan
atau
pemberitahuan
secara
komprehensif kepada penderita HIV/AIDS.
21. Sero survey adalah suatu cara pengamatan epidemi HIV dengan
melakukan pengumpulan data HIV secara berkala melalui pengambilan
dan pemeriksaan darah orang yang memiliki perilaku berisiko.
22. Diskriminasi adalah perbedaan perlakuan terhadap warga Negara
berdasarkan
warna
kulit,
golongan,
suku,
ekonomi,
agama,
dan sebagainya.
23. Alat pengaman dalam berhubungan seksual adalah alat yang digunakan
untuk mencegah tertularnya HIV/AIDS.
24. Voluntary Counseling Test selanjutnya disebut VCT adalah proses
konseling pra testing, konseling post testing, dan testing HIV secara
sukarela yang bersifat confidential dan secara lebih dini membantu orang
mengetahui status HIV.
25. Care….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
4
25. Care, Support, and Treatment yang selanjutnya disingkat CST adalah
perawatan, dukungan dan pengobatan untuk ODHA.
26. Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif yang selanjutnya disingkat
NAPZA adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai
menghilangkan
rasa
nyeri,
dan
dapat
menimbulkan
ketergantungan.
27. NAPZA suntik adalah NAPZA yang penggunaannya di lakukan dengan
cara suntik.
28. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi yang selanjutnya disebut KIE
adalah upaya yang dilakukan agar setiap orang dapat melindungi dirinya
tidak tertular HIV dan tidak menularkannya kepada orang lain melalui
peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku.
29. Pemulasaraan Jenazah adalah tata cara perawatan jenazah yang positif
penyakit HIV/AIDS.
30. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
BAB II
PRINSIP, MAKSUD, TUJUAN, DAN SASARAN
Pasal 2
Penanggulangan HIV dan AIDS diselenggarakan berdasarkan prinsip:
a. kemanusiaan;
b. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
c. keadilan; dan
d. kesetaraan gender.
Pasal 3
Maksud penanggulangan HIV dan AIDS adalah menekan laju penularan HIV
dan AIDS serta meningkatkan kualitas hidup ODHA.
Pasal….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
5
Pasal 4
Penanggulangan HIV dan AIDS bertujuan untuk:
a. memutus mata rantai penularan HIV dan AIDS di masyarakat,
terutama kelompok berisiko tinggi tertular dan menularkan HIV
dan AIDS;
b. menurunkan hingga meniadakan infeksi HIV baru;
c. menurunkan hingga meniadakan kematian yang disebabkan
oleh keadaan yang berkaitan dengan AIDS;
d. meniadakan diskriminasi terhadap ODHA;
e. meningkatkan kualitas hidup ODHA; dan
f.
mengurangi dampak sosial ekonomi dari penyakit HIV dan AIDS
pada individu, keluarga, dan masyarakat.
Pasal 5
Sasaran penanggulangan HIV dan AIDS adalah setiap orang yang berada di
Kabupaten Belitung.
BAB III
PENANGGULANGAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
(1) Upaya penanggulangan HIV dan AIDS diselenggarakan Pemerintah
Daerah serta sektor terkait lainnya berdasarkan prinsip kemitraan.
(2) Pemerintah Daerah melaksanakan, mengarahkan, membimbing, dan
menciptakan suasana yang mendukung upaya penanggulangan HIV dan
AIDS.
(3) Sektor terkait sebagaimana yang dimaksud ayat (1) merupakan lembaga
yang mendukung upaya penanggulangan HIV dan AIDS.
Pasal 7
Upaya penanggulangan HIV dan AIDS harus memperhatikan populasi
rentan dan populasi risiko tinggi.
Pasal 8
Upaya penanggulangan HIV dan AIDS harus menghormati harkat dan
martabat ODHA dan keluarganya serta memperhatikan kesetaraan gender.
Bagian….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
6
Bagian Kedua
Ruang Lingkup
Pasal 9
Ruang lingkup penanggulangan HIV dan AIDS:
a. promosi;
b. pencegahan;
c. pengobatan;
d. perawatan dan dukungan;
e. mitigasi dampak; dan
f. rehabilitasi.
Bagian Ketiga
Promosi
Pasal 10
(1) Kegiatan promosi dilakukan melalui program pemberdayaan masyarakat
yakni:
a. komunikasi, informasi dan edukasi (KIE);
b. peningkatan perubahan perilaku pola hidup sehat; dan
c. peningkatan pemahaman agama dan ketahanan keluarga.
(2) Kegiatan
promosi
sebagaimana
yang
dimaksud
pada
ayat
(1),
dilaksanakan oleh tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan.
(3) Kegiatan
promosi
sebagaimana
yang
dimaksud
pada
ayat
(2),
dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Pasal 11
(1) Promosi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 berisi pesan utama
berkaitan dengan perilaku pola hidup sehat serta menghindari stigma.
(2) Penyampaian promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus
menghormati nilai-nilai agama, budaya dan norma kemasyarakatan
untuk
mempertahankan
dan
memperkokoh
ketahanan
serta
kesejahteraan keluarga.
Pasal 12
(1) Kegiatan promosi di sekolah-sekolah untuk anak didik dapat dilakukan
oleh masyarakat dan sektor terkait berkoordinasi dengan instansi
bidang pendidikan melalui kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler.
(2) Untuk….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
7
(2) Untuk mencapai pengetahuan lebih baik tentang HIV dan AIDS serta
membangun perilaku pola hidup sehat dikalangan anak didik, instansi
bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat
kurikulum yang terkait dengan kegiatan promosi.
Pasal 13
(1) Promosi berisi pesan utama yang berkaitan dengan pola hidup sehat,
menciptakan keluarga yang harmonis, penuh cinta dan kasih sayang
serta berfungsi utama membangun generasi bangsa yang berkualitas.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara Penyampaian Promosi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati.
Bagian Keempat
Pencegahan
Pasal 14
(1) Pencegahan HIV dan AIDS dilaksanakan secara komprehensif, integritas,
partisipatif, dan berkesinambungan.
(2) Pencegahan merupakan upaya terpadu memutus mata rantai penularan
HIV dan AIDS di masyarakat terutama populasi risiko tinggi.
(3) Pencegahan penularan dan penyebaran HIV dan AIDS merupakan
tanggungjawab bersama masyarakat, Pemerintah, Pemerintah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung, dan Pemerintah Kabupaten serta sektor
terkait lainnya berdasarkan prinsip kemitraan.
Pasal 15
(1) Upaya pencegahan HIV dan AIDS pada setiap orang dilakukan melalui:
a. peningkatan pengetahuan tentang tata cara pencegahan, penularan
dan akibat yang ditimbulkan; dan
b. penyediaan layanan kesehatan yang dapat mencegah penularan HIV
dan AIDS.
(2) Penyediaan layanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, meliputi penanganan khusus bagi populasi risiko tinggi dan
populasi
rentan
serta
program
pengurangan
dampak
buruk
penyalahguna NAPZA suntik.
Pasal….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
8
Pasal 16
(1) Kegiatan pencegahan dilaksanakan sejalan dengan kegiatan promosi
melalui KIE dengan memperhatikan prinsip-prinsip pencegahan HIV dan
AIDS yaitu:
a. tidak melakukan hubungan seksual bagi yang belum menikah;
b. hanya melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang sah;
c. tidak melakukan hubungan seksual sesama jenis;
d. menggunakan alat pencegah penularan bagi pasangan yang sah HIV
positif ketika melakukan hubungan seksual;
e. program pengurangan dampak buruk penyalah guna NAPZA suntik
dilaksanakan oleh penyedia layanan kesehatan;
f. tranfusi darah harus melalui standard operational procedur (SOP);
g. Pemerintah Daerah menjamin ibu hamil yang telah mengetahui
status HIVnya Positif untuk mendapatkan kemudahan akses dalam
melakukan
pencegahan
penularan
HIV
kepada
janin
yang
dikandungnya;
h. setiap penanggungjawab tempat usaha yang diduga berpotensi untuk
terjadinya perilaku berisiko tertular HIV dan AIDS wajib: (penjelasan)
(1) memasang media yang berisi informasi HIV dan AIDS, dan NAPZA
suntik; dan
(2) memeriksakan kesehatan secara berkala bagi karyawan yang
menjadi tanggung jawabnya.
i. setiap pelayanan kesehatan dan kegiatan yang berisiko terjadi
kontaminasi
darah
dan
cairan
tubuh
wajib
melaksanakan
kewaspadaan umum (universal precaution);
j. berkomitmen untuk menciptakan keluarga yang harmonis, penuh
cinta, dan kasih sayang; dan
k.memfungsikan
keluarga
secara
optimal
sebagai
sarana
untuk
menciptakan generasi bangsa yang berkualitas.
(2) Setiap orang dan/atau penanggungjawab tempat yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h, dikenakan
sanksi administratif.
(3) Sanksi administratif
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
adalah sebagai berikut:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. pencabutan….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
9
c. pencabutan izin usaha/operasional dan profesi; dan/atau
d. penghentian atau penutupan penyelenggaraan usaha/profesi
Bagian Kelima
Pengobatan
Pasal 17
Kegiatan pengobatan ODHA dilakukan berdasarkan pendekatan:
a. berbasis keluarga, masyarakat, serta dukungan pembentukan
persahabatan ODHA; dan
b. berbasis
klinis
sesuai
dengan
Standard
Operating
Procedure (SOP).
Pasal 18
(1) Setiap penyedia layanan kesehatan wajib memberikan pelayanan kepada
seluruh
masyarakat
yang
membutuhkan
tanpa
diskriminasi
dan
menjaga kerahasiaan data ODHA.
(2) Dalam hal penyedia layanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak mampu memberikan pelayanan berupa pengobatan dan
perawatan, maka wajib merujuk ODHA ke fasilitas pelayanan kesehatan
lain yang mampu atau ke rumah sakit rujukan.
Pasal 19
(1) Tindakan
pengobatan
HIV
dan
AIDS
dimulai
setelah
seseorang
dinyatakan sebagai ODHA.
(2) Untuk menyatakan seseorang sebagai ODHA sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diawali melalui proses VCT.
(3) Konselor wajib menjaga kerahasiaan data ODHA.
(4) Setiap ODHA berhak mendapatkan pengobatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam
Perawatan dan Dukungan
Pasal 20
(1) Perawatan terhadap ODHA dilakukan melalui:
a. pendekatan klinis;
b. pendekatan agama; dan
c. pendekatan….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
10
c. pendekatan berbasis keluarga dan masyarakat.
(2) Perawatan bagi setiap ODHA di perlakukan tanpa diskriminasi.
Pasal 21
(1) Dukungan terhadap ODHA dilakukan oleh masyarakat, Pemerintah
Kabupaten serta sektor terkait.
(2) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
pemberdayaan ODHA melalui berbagai kegiatan.
Pasal 22
Ketentuan lebih lanjut mengenai Perawatan dan Dukungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 dan Pasal 21 diatur dalam Peraturan Bupati.
Bagian Ketujuh
Mitigasi Dampak
Pasal 23
(1) Mitigasi Dampak merupakan program pengurangan dampak HIV dan
AIDS terutama pada kehidupan sosial dan ekonomi orang-orang yang
terinfeksi dan terdampak.
(2) Program Mitigasi Dampak dilakukan melalui kegiatan:
a. peningkatan akses layanan pendidikan, kesehatan dan layanan
nutrisi bagi anak terinfeksi dan terdampak HIV dari keluarga miskin,
baik yang masih memiliki orang tua maupun yatim piatu;
b. pelatihan dan penyediaan modal usaha bagi mereka yang terdampak
dari HIV termasuk ODHA miskin, agar mampu meningkatkan
pendapatan ekonomi keluarga;
c. peningkatan akses ODHA dan OHIDHA yang membutuhkan untuk
mendapatkan beasiswa pendidikan;
d. pengembangan kapasitas dan keterampilan untuk ODHA, OHIDHA,
dan populasi kunci melalui program pendidikan keterampilan non
formal dan kursus jangka pendek;
e. dukungan sosial berbasis keluarga untuk meningkatkan semangat
hidup orang yang terinfeksi HIV dan keluarganya; dan
f. intervensi struktural, dengan melibatkan masyarakat dan pemangku
kepentingan dalam bentuk advokasi sektor terkait untuk akses
mendapatkan pendidikan.
Bagian….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
11
Bagian Kedelapan
Rehabilitasi
Pasal 24
(1) Rehabilitasi
pada
kegiatan
dilakukan terhadap
pada
setiap
populasi kunci
penanggulangan
pola
terutama
HIV
transmisi
penjaja seks
dan
AIDS
penularan HIV
dan
pengguna
Napza Suntik.
(2) Rehabilitasi sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1) dilakukan
melalui rehabilitasi medis dan sosial.
(3) Tujuan dari
rehabilitasi sebagaimana dimaksud
pada
ayat (1)
adalah untuk mengembalikan kualitas hidup untuk menjadi
produktif secara ekonomis dan sosial.
(4) Rehabilitasi
pada populasi
kunci penjaja
seks
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara pemberdayaan
keterampilan kerja, dan efikasi diri yang
dapat dilakukan oleh
sektor sosial, baik Pemerintah maupun masyarakat.
(5) Rehabilitasi
pada
populasi
kunci
pengguna
napza
suntik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara
rawat
jalan, rawat inap dan program pasca rawat sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB IV
HAK, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN
Bagian Kesatu
Hak
Paragraf 1
Pemerintah Kabupaten
Pasal 25
Pemerintah
Kabupaten
berhak
memperoleh
informasi
tentang
penanggulangan HIV dan AIDS sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
Paragraf 2
ODHA
Pasal 26
Setiap ODHA berhak:
a. mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang komprehensif
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan; dan
b. mendapatkan perlakuan yang tidak diskriminasi.
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
Paragraf….
12
Paragraf 3
ADHA
Pasal 27
Setiap ADHA berhak:
a. mendapat layanan kesehatan yang komprehensif;
b. mendapatkan pemenuhan hak anak; dan
c. mendapatkan dukungan kebutuhan dasar hidup.
Paragraf 4
Tenaga Kesehatan
Pasal 28
Tenaga Kesehatan berhak:
a. mendapatkan informasi penanggulangan HIV dan AIDS; dan
b. mendapatkan informasi status kesehatan pasien yang berkaitan
dengan HIV dan AIDS sebelum melakukan tindakan medis.
Paragraf 5
Masyarakat
Pasal 29
Masyarakat berhak:
a. memperoleh informasi penanggulangan HIV dan AIDS; dan
b. memperoleh perlindungan dari penularan HIV dan AIDS.
Bagian Kedua
Kewajiban
Paragraf 1
Pemerintah Kabupaten
Pasal 30
Pemerintah Kabupaten wajib:
a. memfasilitasi
orang
yang
berperilaku
risiko tinggi, ODHA,
dan ADHA untuk memperoleh hak-hak layanan kesehatan di
Rumah Sakit atau Puskesmas setempat dan layanan kesehatan
lainnya;
b. menyediakan sarana dan prasarana
untuk:
1. skrining HIV pada semua darah, produk darah, cairan sperma,
organ, dan/atau jaringan yang didonorkan;
2. layanan untuk pencegahan pada pemakai narkoba suntik;
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
layanan….
13
3. layanan
untuk pencegahan
dari ibu hamil yang positif HIV
kepada bayi yang dikandungnya;
4. layanan VCT dan CST
dengan kualitas baik dan terjamin
dengan biaya terjangkau;
5. layanan
rehabilitasi
medik
bagi
ODHA
dengan
biaya
terjangkau; dan
6. pengembangan sistem pencatatan dan pelaporan kasus-kasus
HIV dan AIDS;
c. mendorong
setiap
orang
penularan HIV dan IMS
yang
berisiko
terhadap
untuk memeriksakan kesehatannya ke
klinik VCT; dan
d. memberikan hak layanan
kepada
kesehatan dan hak-hak kerahasiaan
orang yang terinfeksi
HIV dan AIDS
yang
berada di
daerah.
Kewajiban
Paragraf 2
ODHA
Pasal 31
ODHA wajib:
a. berobat, melindungi diri dan orang lain dari penularan HIV/AIDS;
b. memeriksakan kesehatannya secara
rutin
sesuai
ketentuan;
dan
c. memberitahukan status
kesehatan kepada tenaga
kesehatan
di layanan kesehatan, apabila mendapatkan tindakan medis
Paragraf 3
ADHA
Pasal 32
ADHA didampingi oleh orang
tua/wali, pengasuh, dan
pemerintah
wajib:
a. berobat,
melindungi
diri
dan orang
lain
dari penularan
HIV/AIDS;
b. memeriksakan
kesehatannya
secara
rutin
sesuai
ketentuan;
dan
c. memberitahukan
status
kesehatan kepada tenaga
kesehatan
di layanan kesehatan, apabila mendapatkan tindakan medis.
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
Paragraf….
14
Paragraf 4
Tenaga Kesehatan
Pasal 33
(1) Tenaga kesehatan wajib:
a. melakukan
pemeriksaan
HIV
surveilans dengan cara unlink
dan
AIDS
untuk
keperluan
anonymous;
b. melakukan konseling sebelum dan
sesudah test
HIV dan
AIDS;
c.
melakukan
inisiasi
seseorang yang
pemeriksaan
menunjukkan
tes
gejala yang
HIV
kepada
mengarah pada
infeksi HIV/AIDS;
d. memberikan pelayanan kepada ODHA tanpa
diskriminasi;
dan
e. menjaga kerahasiaan status
HIV/AIDS bagi ODHA yang
dilayani.
(2) Tenaga
kesehatan
yang
melanggar
ketentuan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif.
(3) Sanksi administratif
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
adalah sebagai berikut:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. pencabutan izin usaha/operasional dan profesi; dan/atau
d. penghentian atau penutupan penyelenggaraan usaha/profesi.
Paragraf 7
Masyarakat
Pasal 34
Masyarakat berkewajiban:
a. menerima keberadaan ODHA dan tidak melakukan diskriminasi;
dan
b. berperan aktif dalam
meliputi kegiatan
program penanggulangan HIV dan AIDS
konseling penjangkauan
kelompok risiko
tinggi serta pendampingan pada ODHA dengan koordinasi instansi
terkait.
Pasal….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
15
Pasal 35
(1) Masyarakat yang memiliki atau mengelola usaha dan tempattempat berisiko tertular HIV/AIDS mempunyai kewajiban:
a. memberikan
informasi
atau
penyuluhan
secara
berkala
mengenai pencegahan IMS, HIV dan AIDS k epada semua
pekerjanya;
b. melaksanakan skrining IMS dan HIV kepada pekerjanya secara
berkala sesuai dengan prosedur dan standar kesehatan; dan
c. memasang tanda peringatan di dalam kamar, wisma, atau
ruangan yang dikunjungi pelanggan terhadap bahaya HIV dan
AIDS, dan NAPZA suntik.
(2) Masyarakat, pemilik atau pengelola usaha, dan tempat-tempat
berisiko
tertular HIV
sebagaimana
dan
dimaksud
AIDS
pada
yang
ayat
melanggar
(1)
ketentuan
dikenakan
sanksi
administratif. (uraikan penjelasan)
(3) Sanksi administratif
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
adalah sebagai berikut:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. pencabutan izin usaha/operasional dan profesi; dan/atau
d. penghentian atau penutupan penyelenggaraan usaha/profesi
BAB V
KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
Pasal 36
(1) Dalam rangka penanggulangan HIV dan AIDS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4 dibentuk KPAD.
(2) Keanggotaan KPAD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari
unsur Pemerintah Daerah dan masyarakat baik perseorangan maupun
kelembagaan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Struktur Organisasi dan Tata Kerja,
Tugas dan Fungsi, serta Keanggotaan KPAD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Bupati.
Pasal….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
16
Pasal 37
Setiap masyarakat perseorangan, Kelembagaan Daerah, sektor vertikal dan
lembaga internasional di Daerah yang melakukan kegiatan Penanggulangan
HIV dan AIDS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4
harus berkoordinasi dengan KPAD.
BAB VI
PERLINDUNGAN SOSIAL
Pasal 38
(1) Perlindungan sosial dimaksudkan untuk mencegah dan menangani
risiko dari guncangan jiwa, kerentanan sosial, stigma, diskriminasi
seseorang, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat akibat status HIV
dan AIDS, agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan
kebutuhan dasar minimal, serta untuk melindungi masyarakat dari
penularan HIV dan AIDS.
(2) Perlindungan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui:
a. bantuan sosial;
b. advokasi sosial; dan/atau
c. bantuan hukum.
Pasal 39
Bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf a,
bersifat sementara dan/atau berkelanjutan dalam bentuk:
a. bantuan langsung;
b. penyediaan aksesibilitas; dan/atau
c. penguatan kelembagaan.
Pasal 40
(3) Advokasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf b,
dimaksudkan untuk melindungi dan membela seseorang, keluarga,
kelompok, dan/atau masyarakat yang dilanggar haknya akibat status
HIV dan AIDS.
(4) Advokasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam
bentuk penyadaran hak dan kewajiban, pembelaan, dan pemenuhan
hak.
Pasal….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
17
Pasal 41
(1) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2)
huruf c, diselenggarakan untuk mewakili seseorang, keluarga, kelompok,
dan/atau masyarakat yang menghadapi masalah hukum akibat status
HIV dan AIDS, baik di dalam maupun di luar pengadilan.
(2) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam
bentuk pembelaan dan konsultasi hukum.
BAB VII
PERAN MASYARAKAT
Pasal 42
(1) Peran
serta
masyarakat
dalam
penanggulangan
HIV
dan
AIDS
dilaksanakan melalui:
a. peningkatan ketahanan agama dan keluarga untuk mencegah
penularan HIV dan AIDS serta tidak bersikap diskriminatif terhadap
ODHA;
b. pengembangan perilaku hidup sehat dan bertanggungjawab dalam
keluarga;
c.
penciptaan lingkungan yang kondusif terhadap ODHA, penyalah
guna NAPZA suntik dan populasi risiko tinggi serta keluarganya;
d. penyuluhan, pelatihan, VCT/Konseling & Testing HIV sukarela,
pengawasan pengobatan, perawatan dan dukungan; dan
e.
pelibatan ODHA, penyalahguna NAPZA suntik dan populasi risiko
tinggi sebagai subyek.
(2) Peran serta ODHA dalam penanggulangan HIV dan AIDS dilaksanakan
dengan cara;
a. menjaga kesehatan pribadi;
b. melakukan upaya pencegahan penularan hiv kepada orang lain;
c. memberitahukan status HIV kepada pasangan seksual dan petugas
kesehatan untuk kepentingan medis;
d. mematuhi anjuran pengobatan; dan
e. berperan serta dalam penanggulangan HIV dan AIDS bersama
pemerintah dan anggota masyarakat lainnya.
(3) Peran ODHA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan
melalui:
a. kewajiban menggunakan kondom dengan benar dan konsisten;
b. menggunakan….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
18
b. menggunakan alat suntik steril sekali pakai;
c. keikutsertaan secara aktif pada layanan pencegahan penularan dari
ibu ke anak bagi ibu hamil yang terinveksi HIV; dan
d. tidak menjadi donor darah, produk darah dan/atauorgan serta
jaringan tubuh lainnya.
BAB VIII
PEMBINAAN, KOORDINASI, DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 43
(1) Bupati berwenang
kegiatan
melakukan
yang
berkaitan
pembinaan
dengan
terhadap semua
pencegahan
dan
penanggulangan HIV dan AIDS.
(2) Kewenangan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh SKPD yang membidangi urusan kesehatan.
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diarahkan
untuk:
a. mewujudkan derajat kesehatan masyarakat sehingga mampu
mencegah dan mengurangi penularan HIV dan AIDS;
b. terpenuhinya kebutuhan
dan
pelayanan
terjangkau
masyarakat
informasi
kesehatan yang cukup, aman, bermutu dan
oleh
seluruh
lapisan
mampu mencegah dan mengurangi
c. melindungi
masyarakat
kejadian
dapat
yang
akan
masyarakat
sehingga
penularan HIV dan AIDS;
terhadap
segala
menimbulkan
kemungkinan
penularan
HIV dan
AIDS;
d. memberikan
kemudahan
peningkatan upaya
dalam
rangka
pencegahan
dan
tenaga
kesehatan
menunjang
penanggulangan
HIV dan AIDS; dan
e. meningkatkan
mutu
upaya pencegahan dan penanggulangan
dalam
HIV dan AIDS.
Bagian Kedua
Koordinasi
Pasal….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
19
Pasal 44
Bupati
melakukan
koordinasi
dengan
dan
yang
berkompeten dalam
upaya
HIV dan
menyangkut aspek pengaturan maupun aspek
AIDS baik
pencegahan
pihak-pihak
penanggulangan
pelaksanaan.
Bagian Ketiga
Pengawasan
Pasal 45
Bupati melakukan pengawasan terhadap semua kegiatan yang
berkaitan dengan pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS
baik yang dilakukan oleh aparatur Pemerintah Daerah, masyarakat,
sektor usaha atau swasta.
BAB IX
PEMBIAYAAN
Pasal 46
Biaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan upaya penanggulangan HIV dan
AIDS dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan
sumber lain yang sah dan bersifat tidak mengikat sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
BAB X
PENYIDIKAN
Pasal 47
(1) Terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini, dilakukan oleh Penyidik
Pegawai Negeri Sipil Daerah (PPNSD) tertentu di Lingkungan Pemerintah
Daerah.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dalam melaksanakan tugas mempunyai wewenang:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
tindak pidana atas pelanggaran Peraturan Daerah;
b. melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan pada saat itu
ditempat kejadian perkara;
c. menyuruh
berhenti
seorang
tersangka
dan
memeriksa
tanda
pengenal diri tersangka;
d. melakukan penyitaan benda dan/atau surat;
e. mengambil….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
20
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. memanggil
seseorang
untuk
didengar
dan
diperiksa
sebagai
dalam hubungan
dengan
tersangka atau saksi;
g. mendatangkan
ahli yang diperlukan
pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk
bahwa
tidak
terdapat
cukup
bukti
pidana
dan
selanjutnya
memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka
atau keluarganya; dan
i. mengadakan
tindakan
lain
menurut
hukum
yang
dapat
dipertanggungjawabkan.
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 48
(1) Setiap orang atau penyedia layanan kesehatan atau penanggungjawab
usaha
dan/atau
kegiatan
yang
melanggar
melanggar
ketentuan
Pasal 16 ayat (1) huruf e dan huruf h, serta Pasal 18 dan Pasal 19 ayat
(3) diancam pidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan
atau
denda
paling
banyak
Rp50.000.000,00
(lima
puluh
juta rupiah).
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
(3) Tindak Pidana yang berkaitan penularan HIV yang dilakukan secara
sengaja dan/atau terencana selain dikenakan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33 (34), diancam pidana sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tindak
pidana kejahatan.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 49
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Belitung.
Ditetapkan....
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
21
Ditetapkan di Tanjungpandan
pada tanggal
2017
BUPATI BELITUNG,
SAHANI SALEH
Diundangkan di Tanjungpandan
pada tanggal
2017
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN BELITUNG,
KARYADI SAHMINAN
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
22
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG
NOMOR
TAHUN 2017
TENTANG
PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS DAN ACQUIRED
IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME
I.
UMUM
Human Immunodefieciency Virus (HIV) merupakan virus
yang menular yang dapat merusak
manusia.
Akibat kerusakan
seseorang
maka
macam
akan
penyakit
bersamaan.
sistem kekebalan tubuh
sistem
kekebalan
dengan mudah
dalam
tenggang
tubuh
ini
diserang berbagai
waktu
yang
relatif
Kumpulan berbagai gejala penyakit ini disebut
AIDS.
Dalam rantai penularan
populasi resiko
rentan
tinggi, dan
adalah
pekerjaannya,
status
kesehatan,
keluarga, akan
anak
populasi
populasi
tertular.
kelompok masyarakat
lingkup
tersebut
HIV terdapat
lingkungan
ketahanan
lebih
mencakup
jalanan,
mudah
yang
sosial, rendahnya
dan
kesejahteraan
tertular
HIV.
tertular
HIV, seperti penjaja
seks,
berhubungan
dengan laki-laki, orang
seksual,
dan
pelanggannya,
donor, serta
Populasi
pemakai
bayi yang
karena
menularkan
laki-laki
yang
atau
yang
berganti-
narkoba suntik
pasangan seksualnya, penerima darah, organ
tubuh
yang
kelompok masyarakat
perilakunya beresiko tinggi untuk
pasangan
karena
penerima transfusi darah. Populasi
beresiko tinggi adalah
ganti
Populasi
orang dengan mobilitas tinggi, remaja,
serta
seks
rentan,
dan
jaringan
di kandung ibu hamil
yang
mengidap HIV.
Penularan
HIV seringkali sangat
diawasi HIV dipandang
sangat
membahayakan
keseluruhan.
dipandang
proses
sebagai virus
Dalam
sebagai
peradaban
kesehatan
beberapa
ancaman
sulit
yang
dipantau
mengancam dan
masyarakat
kasus,
terhadap
suatu masyarakat
karena
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
atau
HIV
secara
bahkan
keberlanjutan
HIV tidak saja
23
mengancam
kehidupan
melainkan juga
dapat
anggota-peranggota
keluarga,
memutus kelangsungan generasi suatu
keluarga.
Karena itu,
suatu
penanggulangan HIV dan
upaya yang
hak-hak
dasar
AIDS merupakan
sangat signifikan dalam rangka menjaga
masyarakat
atas
derajat
kesehatan
dan
kelangsungan proses peradaban manusia.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
mengamanatkan
bahwa
pembangunan
diselenggarakan dengan
keseimbangan,
dan
untuk
terwujud
setinggi-tingginya,
daya
ekonomis.
dan
norma-norma
dan kemampuan
agar
sumber
kewajiban,
bertujuan
kemauan,
orang
perlindungan,
dan
nondiskriminatif
kesehatan
berasaskan perikemanusiaan,
manfaat,
hak
terhadap
manusia
perlindungan
mengatur
keadilan, gender dan
agama.
Pembangunan
meningkatkan
hidup
sehat
investasi
yang
kesadaran,
bagi
setiap
masyarakat
bagi
yang
pembangunan
produktif secara
sosial
dan
rangka memberikan kepastian hukum
hukum
terhadap
penanggulangan HIV dan AIDS di
Pemerintah
penghormatan
derajat kesehatan
sebagai
Dalam
kesehatan
Kabupaten
pencegahan
Belitung
dan
daerah
mengambil
pencegahan
dan
Kabupaten Belitung,
kebijakan
penanggulangan
untuk
HIV dan AIDS
dalam Peraturan Daerah.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
24
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
25
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
26
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
27
PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG
NOMOR
TAHUN 2017
TENTANG
PENANGGULANGAN HUMAN IMUNODEFICIENCY VIRUS DAN ACQUIRED
IMUNODEFICIENCY SYNDROME
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BELITUNG,
Menimbang : a. bahwa HIV Human Imunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired
Imunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan virus yang
menyerang
sistem
kekebalan
tubuh
yang
proses
penularannya sangat sulit dipantau, sehingga dapat
mengancam
derajat
kesehatan
masyarakat
dan
kelangsungan peradaban manusia;
b. bahwa penularan Human
dan
Acquired
semakin meluas,
usia
Immunodeficiency Virus (HIV)
Immune Deficiency
Syndrome (AIDS)
tanpa mengenal status sosial, batas
dan wilayah, sehingga dipandang perlu adanya
penanggulangan
secara
melembaga,
sistematis,
komprehensif, partisipatif dan berkesinambungan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Daerah tentang Penanggulangan Human Immunodeficiency
Virus
dan
Acquired
Immune Deficiency Syndrome;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang
Nomor
28
Tahun
1959
tentang
Pembentukan Daerah Tingkat II dan Kotapraja di Sumatera
Selatan….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
1
Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959
Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 1821);
3. Undang-Undang
Pembentukan
Nomor
Propinsi
27
Tahun
Kepulauan
2000
tentang
Bangka
Belitung
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
217, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4033);
4. Undang-Undang
Pemerintahan
Nomor
Daerah
23
Tahun
(Lembaran
2014
Negara
tentang
Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679);
5. Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2006 tentang Komisi
Penanggulangan Acquired Imunodeficiency Syndrome (AIDS)
Nasional;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013
tentang Penanggulangan HIV dan AIDS (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 654).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BELITUNG
dan
BUPATI BELITUNG
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN
HUMAN
DAERAH
TENTANG
IMUNODEFICIENCY
VIRUS
PENANGGULANGAN
DAN
ACQUIRED
IMUNODEFICIENCY SYNDROME.
BAB….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
2
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Belitung.
2. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Belitung.
3. Pemerintah
Daerah
Pemerintahan
adalah
Daerah
Bupati
yang
sebagai
memimpin
unsur
penyelenggara
pelaksanaan
urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
4. Bupati adalah Bupati Belitung.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD
adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
6. Dinas Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Belitung.
7. Penanggulangan adalah segala upaya yang meliputi pelayanan promotif,
preventif,
diagnosis,
kuratif,
rehabilitatif
yang
ditujukan
untuk
menurunkan angka kesakitan, angka kematian, membatasi penularan
serta penyebaran penyakit agar wabah tidak meluas ke daerah lain serta
mengurangi dampak negatif yang ditimbulkannya.
8. Human Immunodeficiency Virus yang selanjutnya disebut HIV adalah
virus yang menyerang sel darah putih yang menyebabkan menurunnya
sistem kekebalan tubuh manusia sehingga tubuh manusia mudah
terserang oleh berbagai macam penyakit.
9. Acquired Immune Deficiency Syndrome yang selanjutnya di sebut AIDS
adalah sekumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh menurunnya
sistem kekebalan tubuh manusia akibat virus HIV.
10. Pencegahan adalah upaya memutus mata rantai penularan HIV dan
AIDS di masyarakat, terutama kelompok beresiko tinggi tertular
dan menularkan HIV dan AIDS.
11. Lembaga Swadaya Masyarakat yang selanjutnya disebut LSM adalah
suatu organisasi masyarakat non pemerintah yang bekerja langsung
sesuai kebutuhan masyarakat sasaran (yang terkait dengan masalah
HIV/AIDS).
12. Orang dengan HIV dan AIDS selanjutnya disebut ODHA adalah orang
yang sudah terinfeksi HIV baik pada tahap belum bergejala maupun
yang sudah bergejala.
13. Anak….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
3
13. Anak dengan HIV dan AIDS yang selanjutnya disingkat ADHA
adalah
anak yang sudah terinfeksi HIV baik pada tahap belum ada
gejala maupun yang sudah ada gejala.
14. Orang yang Hidup dengan Pengidap HIV dan AIDS yang selanjutnya
disebut OHIDHA adalah orang yang terdekat dan hidup berdampingan
dengan ODHA.
15. Komisi Penanggulangan AIDS Daerah selanjutnya disingkat KPAD
Kabupaten Belitung adalah lembaga yang dibentuk oleh Bupati yang
bertugas mengkoordinasikan upaya penanggulangan epidemi HIV dan
AIDS di Kabupaten Belitung.
16. Penjaja Seks Komersial yang selanjutnya disebut PSK adalah laki-laki,
perempuan, maupun waria yang menyediakan dirinya untuk melakukan
hubungan seksual dengan mendapatkan imbalan.
17. Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara
terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu
narkotika, ODHA dan OHIDHA dapat kembali melaksanakan fungsi
sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
18. Infeksi Menular Seksual yang selanjutnya disebut IMS adalah penyakit
yang ditularkan melalui hubungan seksual.
19. Dukungan adalah upaya-upaya yang dilakukan seseorang dan/atau
kelompok kepada penderita HIV/AIDS baik secara moril maupun materil
untuk proses penyembuhan.
20. Informed
Consent
adalah
penjelasan
atau
pemberitahuan
secara
komprehensif kepada penderita HIV/AIDS.
21. Sero survey adalah suatu cara pengamatan epidemi HIV dengan
melakukan pengumpulan data HIV secara berkala melalui pengambilan
dan pemeriksaan darah orang yang memiliki perilaku berisiko.
22. Diskriminasi adalah perbedaan perlakuan terhadap warga Negara
berdasarkan
warna
kulit,
golongan,
suku,
ekonomi,
agama,
dan sebagainya.
23. Alat pengaman dalam berhubungan seksual adalah alat yang digunakan
untuk mencegah tertularnya HIV/AIDS.
24. Voluntary Counseling Test selanjutnya disebut VCT adalah proses
konseling pra testing, konseling post testing, dan testing HIV secara
sukarela yang bersifat confidential dan secara lebih dini membantu orang
mengetahui status HIV.
25. Care….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
4
25. Care, Support, and Treatment yang selanjutnya disingkat CST adalah
perawatan, dukungan dan pengobatan untuk ODHA.
26. Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif yang selanjutnya disingkat
NAPZA adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai
menghilangkan
rasa
nyeri,
dan
dapat
menimbulkan
ketergantungan.
27. NAPZA suntik adalah NAPZA yang penggunaannya di lakukan dengan
cara suntik.
28. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi yang selanjutnya disebut KIE
adalah upaya yang dilakukan agar setiap orang dapat melindungi dirinya
tidak tertular HIV dan tidak menularkannya kepada orang lain melalui
peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku.
29. Pemulasaraan Jenazah adalah tata cara perawatan jenazah yang positif
penyakit HIV/AIDS.
30. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
BAB II
PRINSIP, MAKSUD, TUJUAN, DAN SASARAN
Pasal 2
Penanggulangan HIV dan AIDS diselenggarakan berdasarkan prinsip:
a. kemanusiaan;
b. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
c. keadilan; dan
d. kesetaraan gender.
Pasal 3
Maksud penanggulangan HIV dan AIDS adalah menekan laju penularan HIV
dan AIDS serta meningkatkan kualitas hidup ODHA.
Pasal….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
5
Pasal 4
Penanggulangan HIV dan AIDS bertujuan untuk:
a. memutus mata rantai penularan HIV dan AIDS di masyarakat,
terutama kelompok berisiko tinggi tertular dan menularkan HIV
dan AIDS;
b. menurunkan hingga meniadakan infeksi HIV baru;
c. menurunkan hingga meniadakan kematian yang disebabkan
oleh keadaan yang berkaitan dengan AIDS;
d. meniadakan diskriminasi terhadap ODHA;
e. meningkatkan kualitas hidup ODHA; dan
f.
mengurangi dampak sosial ekonomi dari penyakit HIV dan AIDS
pada individu, keluarga, dan masyarakat.
Pasal 5
Sasaran penanggulangan HIV dan AIDS adalah setiap orang yang berada di
Kabupaten Belitung.
BAB III
PENANGGULANGAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
(1) Upaya penanggulangan HIV dan AIDS diselenggarakan Pemerintah
Daerah serta sektor terkait lainnya berdasarkan prinsip kemitraan.
(2) Pemerintah Daerah melaksanakan, mengarahkan, membimbing, dan
menciptakan suasana yang mendukung upaya penanggulangan HIV dan
AIDS.
(3) Sektor terkait sebagaimana yang dimaksud ayat (1) merupakan lembaga
yang mendukung upaya penanggulangan HIV dan AIDS.
Pasal 7
Upaya penanggulangan HIV dan AIDS harus memperhatikan populasi
rentan dan populasi risiko tinggi.
Pasal 8
Upaya penanggulangan HIV dan AIDS harus menghormati harkat dan
martabat ODHA dan keluarganya serta memperhatikan kesetaraan gender.
Bagian….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
6
Bagian Kedua
Ruang Lingkup
Pasal 9
Ruang lingkup penanggulangan HIV dan AIDS:
a. promosi;
b. pencegahan;
c. pengobatan;
d. perawatan dan dukungan;
e. mitigasi dampak; dan
f. rehabilitasi.
Bagian Ketiga
Promosi
Pasal 10
(1) Kegiatan promosi dilakukan melalui program pemberdayaan masyarakat
yakni:
a. komunikasi, informasi dan edukasi (KIE);
b. peningkatan perubahan perilaku pola hidup sehat; dan
c. peningkatan pemahaman agama dan ketahanan keluarga.
(2) Kegiatan
promosi
sebagaimana
yang
dimaksud
pada
ayat
(1),
dilaksanakan oleh tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan.
(3) Kegiatan
promosi
sebagaimana
yang
dimaksud
pada
ayat
(2),
dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Pasal 11
(1) Promosi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 berisi pesan utama
berkaitan dengan perilaku pola hidup sehat serta menghindari stigma.
(2) Penyampaian promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus
menghormati nilai-nilai agama, budaya dan norma kemasyarakatan
untuk
mempertahankan
dan
memperkokoh
ketahanan
serta
kesejahteraan keluarga.
Pasal 12
(1) Kegiatan promosi di sekolah-sekolah untuk anak didik dapat dilakukan
oleh masyarakat dan sektor terkait berkoordinasi dengan instansi
bidang pendidikan melalui kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler.
(2) Untuk….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
7
(2) Untuk mencapai pengetahuan lebih baik tentang HIV dan AIDS serta
membangun perilaku pola hidup sehat dikalangan anak didik, instansi
bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat
kurikulum yang terkait dengan kegiatan promosi.
Pasal 13
(1) Promosi berisi pesan utama yang berkaitan dengan pola hidup sehat,
menciptakan keluarga yang harmonis, penuh cinta dan kasih sayang
serta berfungsi utama membangun generasi bangsa yang berkualitas.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara Penyampaian Promosi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati.
Bagian Keempat
Pencegahan
Pasal 14
(1) Pencegahan HIV dan AIDS dilaksanakan secara komprehensif, integritas,
partisipatif, dan berkesinambungan.
(2) Pencegahan merupakan upaya terpadu memutus mata rantai penularan
HIV dan AIDS di masyarakat terutama populasi risiko tinggi.
(3) Pencegahan penularan dan penyebaran HIV dan AIDS merupakan
tanggungjawab bersama masyarakat, Pemerintah, Pemerintah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung, dan Pemerintah Kabupaten serta sektor
terkait lainnya berdasarkan prinsip kemitraan.
Pasal 15
(1) Upaya pencegahan HIV dan AIDS pada setiap orang dilakukan melalui:
a. peningkatan pengetahuan tentang tata cara pencegahan, penularan
dan akibat yang ditimbulkan; dan
b. penyediaan layanan kesehatan yang dapat mencegah penularan HIV
dan AIDS.
(2) Penyediaan layanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, meliputi penanganan khusus bagi populasi risiko tinggi dan
populasi
rentan
serta
program
pengurangan
dampak
buruk
penyalahguna NAPZA suntik.
Pasal….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
8
Pasal 16
(1) Kegiatan pencegahan dilaksanakan sejalan dengan kegiatan promosi
melalui KIE dengan memperhatikan prinsip-prinsip pencegahan HIV dan
AIDS yaitu:
a. tidak melakukan hubungan seksual bagi yang belum menikah;
b. hanya melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang sah;
c. tidak melakukan hubungan seksual sesama jenis;
d. menggunakan alat pencegah penularan bagi pasangan yang sah HIV
positif ketika melakukan hubungan seksual;
e. program pengurangan dampak buruk penyalah guna NAPZA suntik
dilaksanakan oleh penyedia layanan kesehatan;
f. tranfusi darah harus melalui standard operational procedur (SOP);
g. Pemerintah Daerah menjamin ibu hamil yang telah mengetahui
status HIVnya Positif untuk mendapatkan kemudahan akses dalam
melakukan
pencegahan
penularan
HIV
kepada
janin
yang
dikandungnya;
h. setiap penanggungjawab tempat usaha yang diduga berpotensi untuk
terjadinya perilaku berisiko tertular HIV dan AIDS wajib: (penjelasan)
(1) memasang media yang berisi informasi HIV dan AIDS, dan NAPZA
suntik; dan
(2) memeriksakan kesehatan secara berkala bagi karyawan yang
menjadi tanggung jawabnya.
i. setiap pelayanan kesehatan dan kegiatan yang berisiko terjadi
kontaminasi
darah
dan
cairan
tubuh
wajib
melaksanakan
kewaspadaan umum (universal precaution);
j. berkomitmen untuk menciptakan keluarga yang harmonis, penuh
cinta, dan kasih sayang; dan
k.memfungsikan
keluarga
secara
optimal
sebagai
sarana
untuk
menciptakan generasi bangsa yang berkualitas.
(2) Setiap orang dan/atau penanggungjawab tempat yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h, dikenakan
sanksi administratif.
(3) Sanksi administratif
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
adalah sebagai berikut:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. pencabutan….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
9
c. pencabutan izin usaha/operasional dan profesi; dan/atau
d. penghentian atau penutupan penyelenggaraan usaha/profesi
Bagian Kelima
Pengobatan
Pasal 17
Kegiatan pengobatan ODHA dilakukan berdasarkan pendekatan:
a. berbasis keluarga, masyarakat, serta dukungan pembentukan
persahabatan ODHA; dan
b. berbasis
klinis
sesuai
dengan
Standard
Operating
Procedure (SOP).
Pasal 18
(1) Setiap penyedia layanan kesehatan wajib memberikan pelayanan kepada
seluruh
masyarakat
yang
membutuhkan
tanpa
diskriminasi
dan
menjaga kerahasiaan data ODHA.
(2) Dalam hal penyedia layanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak mampu memberikan pelayanan berupa pengobatan dan
perawatan, maka wajib merujuk ODHA ke fasilitas pelayanan kesehatan
lain yang mampu atau ke rumah sakit rujukan.
Pasal 19
(1) Tindakan
pengobatan
HIV
dan
AIDS
dimulai
setelah
seseorang
dinyatakan sebagai ODHA.
(2) Untuk menyatakan seseorang sebagai ODHA sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diawali melalui proses VCT.
(3) Konselor wajib menjaga kerahasiaan data ODHA.
(4) Setiap ODHA berhak mendapatkan pengobatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam
Perawatan dan Dukungan
Pasal 20
(1) Perawatan terhadap ODHA dilakukan melalui:
a. pendekatan klinis;
b. pendekatan agama; dan
c. pendekatan….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
10
c. pendekatan berbasis keluarga dan masyarakat.
(2) Perawatan bagi setiap ODHA di perlakukan tanpa diskriminasi.
Pasal 21
(1) Dukungan terhadap ODHA dilakukan oleh masyarakat, Pemerintah
Kabupaten serta sektor terkait.
(2) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
pemberdayaan ODHA melalui berbagai kegiatan.
Pasal 22
Ketentuan lebih lanjut mengenai Perawatan dan Dukungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 dan Pasal 21 diatur dalam Peraturan Bupati.
Bagian Ketujuh
Mitigasi Dampak
Pasal 23
(1) Mitigasi Dampak merupakan program pengurangan dampak HIV dan
AIDS terutama pada kehidupan sosial dan ekonomi orang-orang yang
terinfeksi dan terdampak.
(2) Program Mitigasi Dampak dilakukan melalui kegiatan:
a. peningkatan akses layanan pendidikan, kesehatan dan layanan
nutrisi bagi anak terinfeksi dan terdampak HIV dari keluarga miskin,
baik yang masih memiliki orang tua maupun yatim piatu;
b. pelatihan dan penyediaan modal usaha bagi mereka yang terdampak
dari HIV termasuk ODHA miskin, agar mampu meningkatkan
pendapatan ekonomi keluarga;
c. peningkatan akses ODHA dan OHIDHA yang membutuhkan untuk
mendapatkan beasiswa pendidikan;
d. pengembangan kapasitas dan keterampilan untuk ODHA, OHIDHA,
dan populasi kunci melalui program pendidikan keterampilan non
formal dan kursus jangka pendek;
e. dukungan sosial berbasis keluarga untuk meningkatkan semangat
hidup orang yang terinfeksi HIV dan keluarganya; dan
f. intervensi struktural, dengan melibatkan masyarakat dan pemangku
kepentingan dalam bentuk advokasi sektor terkait untuk akses
mendapatkan pendidikan.
Bagian….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
11
Bagian Kedelapan
Rehabilitasi
Pasal 24
(1) Rehabilitasi
pada
kegiatan
dilakukan terhadap
pada
setiap
populasi kunci
penanggulangan
pola
terutama
HIV
transmisi
penjaja seks
dan
AIDS
penularan HIV
dan
pengguna
Napza Suntik.
(2) Rehabilitasi sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1) dilakukan
melalui rehabilitasi medis dan sosial.
(3) Tujuan dari
rehabilitasi sebagaimana dimaksud
pada
ayat (1)
adalah untuk mengembalikan kualitas hidup untuk menjadi
produktif secara ekonomis dan sosial.
(4) Rehabilitasi
pada populasi
kunci penjaja
seks
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara pemberdayaan
keterampilan kerja, dan efikasi diri yang
dapat dilakukan oleh
sektor sosial, baik Pemerintah maupun masyarakat.
(5) Rehabilitasi
pada
populasi
kunci
pengguna
napza
suntik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara
rawat
jalan, rawat inap dan program pasca rawat sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
BAB IV
HAK, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN
Bagian Kesatu
Hak
Paragraf 1
Pemerintah Kabupaten
Pasal 25
Pemerintah
Kabupaten
berhak
memperoleh
informasi
tentang
penanggulangan HIV dan AIDS sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
Paragraf 2
ODHA
Pasal 26
Setiap ODHA berhak:
a. mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang komprehensif
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan; dan
b. mendapatkan perlakuan yang tidak diskriminasi.
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
Paragraf….
12
Paragraf 3
ADHA
Pasal 27
Setiap ADHA berhak:
a. mendapat layanan kesehatan yang komprehensif;
b. mendapatkan pemenuhan hak anak; dan
c. mendapatkan dukungan kebutuhan dasar hidup.
Paragraf 4
Tenaga Kesehatan
Pasal 28
Tenaga Kesehatan berhak:
a. mendapatkan informasi penanggulangan HIV dan AIDS; dan
b. mendapatkan informasi status kesehatan pasien yang berkaitan
dengan HIV dan AIDS sebelum melakukan tindakan medis.
Paragraf 5
Masyarakat
Pasal 29
Masyarakat berhak:
a. memperoleh informasi penanggulangan HIV dan AIDS; dan
b. memperoleh perlindungan dari penularan HIV dan AIDS.
Bagian Kedua
Kewajiban
Paragraf 1
Pemerintah Kabupaten
Pasal 30
Pemerintah Kabupaten wajib:
a. memfasilitasi
orang
yang
berperilaku
risiko tinggi, ODHA,
dan ADHA untuk memperoleh hak-hak layanan kesehatan di
Rumah Sakit atau Puskesmas setempat dan layanan kesehatan
lainnya;
b. menyediakan sarana dan prasarana
untuk:
1. skrining HIV pada semua darah, produk darah, cairan sperma,
organ, dan/atau jaringan yang didonorkan;
2. layanan untuk pencegahan pada pemakai narkoba suntik;
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
layanan….
13
3. layanan
untuk pencegahan
dari ibu hamil yang positif HIV
kepada bayi yang dikandungnya;
4. layanan VCT dan CST
dengan kualitas baik dan terjamin
dengan biaya terjangkau;
5. layanan
rehabilitasi
medik
bagi
ODHA
dengan
biaya
terjangkau; dan
6. pengembangan sistem pencatatan dan pelaporan kasus-kasus
HIV dan AIDS;
c. mendorong
setiap
orang
penularan HIV dan IMS
yang
berisiko
terhadap
untuk memeriksakan kesehatannya ke
klinik VCT; dan
d. memberikan hak layanan
kepada
kesehatan dan hak-hak kerahasiaan
orang yang terinfeksi
HIV dan AIDS
yang
berada di
daerah.
Kewajiban
Paragraf 2
ODHA
Pasal 31
ODHA wajib:
a. berobat, melindungi diri dan orang lain dari penularan HIV/AIDS;
b. memeriksakan kesehatannya secara
rutin
sesuai
ketentuan;
dan
c. memberitahukan status
kesehatan kepada tenaga
kesehatan
di layanan kesehatan, apabila mendapatkan tindakan medis
Paragraf 3
ADHA
Pasal 32
ADHA didampingi oleh orang
tua/wali, pengasuh, dan
pemerintah
wajib:
a. berobat,
melindungi
diri
dan orang
lain
dari penularan
HIV/AIDS;
b. memeriksakan
kesehatannya
secara
rutin
sesuai
ketentuan;
dan
c. memberitahukan
status
kesehatan kepada tenaga
kesehatan
di layanan kesehatan, apabila mendapatkan tindakan medis.
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
Paragraf….
14
Paragraf 4
Tenaga Kesehatan
Pasal 33
(1) Tenaga kesehatan wajib:
a. melakukan
pemeriksaan
HIV
surveilans dengan cara unlink
dan
AIDS
untuk
keperluan
anonymous;
b. melakukan konseling sebelum dan
sesudah test
HIV dan
AIDS;
c.
melakukan
inisiasi
seseorang yang
pemeriksaan
menunjukkan
tes
gejala yang
HIV
kepada
mengarah pada
infeksi HIV/AIDS;
d. memberikan pelayanan kepada ODHA tanpa
diskriminasi;
dan
e. menjaga kerahasiaan status
HIV/AIDS bagi ODHA yang
dilayani.
(2) Tenaga
kesehatan
yang
melanggar
ketentuan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif.
(3) Sanksi administratif
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
adalah sebagai berikut:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. pencabutan izin usaha/operasional dan profesi; dan/atau
d. penghentian atau penutupan penyelenggaraan usaha/profesi.
Paragraf 7
Masyarakat
Pasal 34
Masyarakat berkewajiban:
a. menerima keberadaan ODHA dan tidak melakukan diskriminasi;
dan
b. berperan aktif dalam
meliputi kegiatan
program penanggulangan HIV dan AIDS
konseling penjangkauan
kelompok risiko
tinggi serta pendampingan pada ODHA dengan koordinasi instansi
terkait.
Pasal….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
15
Pasal 35
(1) Masyarakat yang memiliki atau mengelola usaha dan tempattempat berisiko tertular HIV/AIDS mempunyai kewajiban:
a. memberikan
informasi
atau
penyuluhan
secara
berkala
mengenai pencegahan IMS, HIV dan AIDS k epada semua
pekerjanya;
b. melaksanakan skrining IMS dan HIV kepada pekerjanya secara
berkala sesuai dengan prosedur dan standar kesehatan; dan
c. memasang tanda peringatan di dalam kamar, wisma, atau
ruangan yang dikunjungi pelanggan terhadap bahaya HIV dan
AIDS, dan NAPZA suntik.
(2) Masyarakat, pemilik atau pengelola usaha, dan tempat-tempat
berisiko
tertular HIV
sebagaimana
dan
dimaksud
AIDS
pada
yang
ayat
melanggar
(1)
ketentuan
dikenakan
sanksi
administratif. (uraikan penjelasan)
(3) Sanksi administratif
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
adalah sebagai berikut:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. pencabutan izin usaha/operasional dan profesi; dan/atau
d. penghentian atau penutupan penyelenggaraan usaha/profesi
BAB V
KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
Pasal 36
(1) Dalam rangka penanggulangan HIV dan AIDS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4 dibentuk KPAD.
(2) Keanggotaan KPAD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari
unsur Pemerintah Daerah dan masyarakat baik perseorangan maupun
kelembagaan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Struktur Organisasi dan Tata Kerja,
Tugas dan Fungsi, serta Keanggotaan KPAD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Bupati.
Pasal….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
16
Pasal 37
Setiap masyarakat perseorangan, Kelembagaan Daerah, sektor vertikal dan
lembaga internasional di Daerah yang melakukan kegiatan Penanggulangan
HIV dan AIDS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4
harus berkoordinasi dengan KPAD.
BAB VI
PERLINDUNGAN SOSIAL
Pasal 38
(1) Perlindungan sosial dimaksudkan untuk mencegah dan menangani
risiko dari guncangan jiwa, kerentanan sosial, stigma, diskriminasi
seseorang, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat akibat status HIV
dan AIDS, agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan
kebutuhan dasar minimal, serta untuk melindungi masyarakat dari
penularan HIV dan AIDS.
(2) Perlindungan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui:
a. bantuan sosial;
b. advokasi sosial; dan/atau
c. bantuan hukum.
Pasal 39
Bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf a,
bersifat sementara dan/atau berkelanjutan dalam bentuk:
a. bantuan langsung;
b. penyediaan aksesibilitas; dan/atau
c. penguatan kelembagaan.
Pasal 40
(3) Advokasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf b,
dimaksudkan untuk melindungi dan membela seseorang, keluarga,
kelompok, dan/atau masyarakat yang dilanggar haknya akibat status
HIV dan AIDS.
(4) Advokasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam
bentuk penyadaran hak dan kewajiban, pembelaan, dan pemenuhan
hak.
Pasal….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
17
Pasal 41
(1) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2)
huruf c, diselenggarakan untuk mewakili seseorang, keluarga, kelompok,
dan/atau masyarakat yang menghadapi masalah hukum akibat status
HIV dan AIDS, baik di dalam maupun di luar pengadilan.
(2) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam
bentuk pembelaan dan konsultasi hukum.
BAB VII
PERAN MASYARAKAT
Pasal 42
(1) Peran
serta
masyarakat
dalam
penanggulangan
HIV
dan
AIDS
dilaksanakan melalui:
a. peningkatan ketahanan agama dan keluarga untuk mencegah
penularan HIV dan AIDS serta tidak bersikap diskriminatif terhadap
ODHA;
b. pengembangan perilaku hidup sehat dan bertanggungjawab dalam
keluarga;
c.
penciptaan lingkungan yang kondusif terhadap ODHA, penyalah
guna NAPZA suntik dan populasi risiko tinggi serta keluarganya;
d. penyuluhan, pelatihan, VCT/Konseling & Testing HIV sukarela,
pengawasan pengobatan, perawatan dan dukungan; dan
e.
pelibatan ODHA, penyalahguna NAPZA suntik dan populasi risiko
tinggi sebagai subyek.
(2) Peran serta ODHA dalam penanggulangan HIV dan AIDS dilaksanakan
dengan cara;
a. menjaga kesehatan pribadi;
b. melakukan upaya pencegahan penularan hiv kepada orang lain;
c. memberitahukan status HIV kepada pasangan seksual dan petugas
kesehatan untuk kepentingan medis;
d. mematuhi anjuran pengobatan; dan
e. berperan serta dalam penanggulangan HIV dan AIDS bersama
pemerintah dan anggota masyarakat lainnya.
(3) Peran ODHA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan
melalui:
a. kewajiban menggunakan kondom dengan benar dan konsisten;
b. menggunakan….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
18
b. menggunakan alat suntik steril sekali pakai;
c. keikutsertaan secara aktif pada layanan pencegahan penularan dari
ibu ke anak bagi ibu hamil yang terinveksi HIV; dan
d. tidak menjadi donor darah, produk darah dan/atauorgan serta
jaringan tubuh lainnya.
BAB VIII
PEMBINAAN, KOORDINASI, DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 43
(1) Bupati berwenang
kegiatan
melakukan
yang
berkaitan
pembinaan
dengan
terhadap semua
pencegahan
dan
penanggulangan HIV dan AIDS.
(2) Kewenangan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh SKPD yang membidangi urusan kesehatan.
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diarahkan
untuk:
a. mewujudkan derajat kesehatan masyarakat sehingga mampu
mencegah dan mengurangi penularan HIV dan AIDS;
b. terpenuhinya kebutuhan
dan
pelayanan
terjangkau
masyarakat
informasi
kesehatan yang cukup, aman, bermutu dan
oleh
seluruh
lapisan
mampu mencegah dan mengurangi
c. melindungi
masyarakat
kejadian
dapat
yang
akan
masyarakat
sehingga
penularan HIV dan AIDS;
terhadap
segala
menimbulkan
kemungkinan
penularan
HIV dan
AIDS;
d. memberikan
kemudahan
peningkatan upaya
dalam
rangka
pencegahan
dan
tenaga
kesehatan
menunjang
penanggulangan
HIV dan AIDS; dan
e. meningkatkan
mutu
upaya pencegahan dan penanggulangan
dalam
HIV dan AIDS.
Bagian Kedua
Koordinasi
Pasal….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
19
Pasal 44
Bupati
melakukan
koordinasi
dengan
dan
yang
berkompeten dalam
upaya
HIV dan
menyangkut aspek pengaturan maupun aspek
AIDS baik
pencegahan
pihak-pihak
penanggulangan
pelaksanaan.
Bagian Ketiga
Pengawasan
Pasal 45
Bupati melakukan pengawasan terhadap semua kegiatan yang
berkaitan dengan pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS
baik yang dilakukan oleh aparatur Pemerintah Daerah, masyarakat,
sektor usaha atau swasta.
BAB IX
PEMBIAYAAN
Pasal 46
Biaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan upaya penanggulangan HIV dan
AIDS dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan
sumber lain yang sah dan bersifat tidak mengikat sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
BAB X
PENYIDIKAN
Pasal 47
(1) Terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini, dilakukan oleh Penyidik
Pegawai Negeri Sipil Daerah (PPNSD) tertentu di Lingkungan Pemerintah
Daerah.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dalam melaksanakan tugas mempunyai wewenang:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
tindak pidana atas pelanggaran Peraturan Daerah;
b. melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan pada saat itu
ditempat kejadian perkara;
c. menyuruh
berhenti
seorang
tersangka
dan
memeriksa
tanda
pengenal diri tersangka;
d. melakukan penyitaan benda dan/atau surat;
e. mengambil….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
20
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. memanggil
seseorang
untuk
didengar
dan
diperiksa
sebagai
dalam hubungan
dengan
tersangka atau saksi;
g. mendatangkan
ahli yang diperlukan
pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk
bahwa
tidak
terdapat
cukup
bukti
pidana
dan
selanjutnya
memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka
atau keluarganya; dan
i. mengadakan
tindakan
lain
menurut
hukum
yang
dapat
dipertanggungjawabkan.
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 48
(1) Setiap orang atau penyedia layanan kesehatan atau penanggungjawab
usaha
dan/atau
kegiatan
yang
melanggar
melanggar
ketentuan
Pasal 16 ayat (1) huruf e dan huruf h, serta Pasal 18 dan Pasal 19 ayat
(3) diancam pidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan
atau
denda
paling
banyak
Rp50.000.000,00
(lima
puluh
juta rupiah).
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
(3) Tindak Pidana yang berkaitan penularan HIV yang dilakukan secara
sengaja dan/atau terencana selain dikenakan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33 (34), diancam pidana sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tindak
pidana kejahatan.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 49
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Belitung.
Ditetapkan....
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
21
Ditetapkan di Tanjungpandan
pada tanggal
2017
BUPATI BELITUNG,
SAHANI SALEH
Diundangkan di Tanjungpandan
pada tanggal
2017
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN BELITUNG,
KARYADI SAHMINAN
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
22
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG
NOMOR
TAHUN 2017
TENTANG
PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS DAN ACQUIRED
IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME
I.
UMUM
Human Immunodefieciency Virus (HIV) merupakan virus
yang menular yang dapat merusak
manusia.
Akibat kerusakan
seseorang
maka
macam
akan
penyakit
bersamaan.
sistem kekebalan tubuh
sistem
kekebalan
dengan mudah
dalam
tenggang
tubuh
ini
diserang berbagai
waktu
yang
relatif
Kumpulan berbagai gejala penyakit ini disebut
AIDS.
Dalam rantai penularan
populasi resiko
rentan
tinggi, dan
adalah
pekerjaannya,
status
kesehatan,
keluarga, akan
anak
populasi
populasi
tertular.
kelompok masyarakat
lingkup
tersebut
HIV terdapat
lingkungan
ketahanan
lebih
mencakup
jalanan,
mudah
yang
sosial, rendahnya
dan
kesejahteraan
tertular
HIV.
tertular
HIV, seperti penjaja
seks,
berhubungan
dengan laki-laki, orang
seksual,
dan
pelanggannya,
donor, serta
Populasi
pemakai
bayi yang
karena
menularkan
laki-laki
yang
atau
yang
berganti-
narkoba suntik
pasangan seksualnya, penerima darah, organ
tubuh
yang
kelompok masyarakat
perilakunya beresiko tinggi untuk
pasangan
karena
penerima transfusi darah. Populasi
beresiko tinggi adalah
ganti
Populasi
orang dengan mobilitas tinggi, remaja,
serta
seks
rentan,
dan
jaringan
di kandung ibu hamil
yang
mengidap HIV.
Penularan
HIV seringkali sangat
diawasi HIV dipandang
sangat
membahayakan
keseluruhan.
dipandang
proses
sebagai virus
Dalam
sebagai
peradaban
kesehatan
beberapa
ancaman
sulit
yang
dipantau
mengancam dan
masyarakat
kasus,
terhadap
suatu masyarakat
karena
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
atau
HIV
secara
bahkan
keberlanjutan
HIV tidak saja
23
mengancam
kehidupan
melainkan juga
dapat
anggota-peranggota
keluarga,
memutus kelangsungan generasi suatu
keluarga.
Karena itu,
suatu
penanggulangan HIV dan
upaya yang
hak-hak
dasar
AIDS merupakan
sangat signifikan dalam rangka menjaga
masyarakat
atas
derajat
kesehatan
dan
kelangsungan proses peradaban manusia.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
mengamanatkan
bahwa
pembangunan
diselenggarakan dengan
keseimbangan,
dan
untuk
terwujud
setinggi-tingginya,
daya
ekonomis.
dan
norma-norma
dan kemampuan
agar
sumber
kewajiban,
bertujuan
kemauan,
orang
perlindungan,
dan
nondiskriminatif
kesehatan
berasaskan perikemanusiaan,
manfaat,
hak
terhadap
manusia
perlindungan
mengatur
keadilan, gender dan
agama.
Pembangunan
meningkatkan
hidup
sehat
investasi
yang
kesadaran,
bagi
setiap
masyarakat
bagi
yang
pembangunan
produktif secara
sosial
dan
rangka memberikan kepastian hukum
hukum
terhadap
penanggulangan HIV dan AIDS di
Pemerintah
penghormatan
derajat kesehatan
sebagai
Dalam
kesehatan
Kabupaten
pencegahan
Belitung
dan
daerah
mengambil
pencegahan
dan
Kabupaten Belitung,
kebijakan
penanggulangan
untuk
HIV dan AIDS
dalam Peraturan Daerah.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
24
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
25
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal….
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
26
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
C:\Users\user\Dropbox\BAGIAN HUKUM\RAPERDA 2017\HIV & AIDS\_Raperda HIV-AIDS (30-3).doc
27