Pemanfaatan Pektin Yang Dimodifikasi Dari Kulit Markisa Kuning (Passiflora edulis flavicarpa) Untuk Menyerap Logam Pb(II)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

MARKISA KUNING (Passiflora edulis flavicarpa)
Markisa kuning merupakan salah satu kelompok markisa asam tergolong

dalam famili Passifloraceae atau disebut buah Rola (Yellow Passion Fruit).
Markisa kuning dapat dibudidayakan di daerah dataran rendah hingga pada
ketinggian 600 m dpl., curah hujan antara 2.000 – 3.000 mm/tahun, dan suhu 22 –
32oC Berikut adalah ciri-ciri markisa kuning:
1. Merupakan tanaman herba atau berkayu, dan memiliki sulur.
2. Ruas batang lebih panjang dari pada markisa ungu 7-10 cm dengan sulur
muda berwarna kecoklatan.
3. Bentuk daun menjari dengan ukuran daun lebih besar dan lebih tebal daripada
markisa ungu, panjang daun 10 – 13 cm, dan lebar 9 – 12 cm, daun muda
berwarna hijau, sedangkan tangkai berwarna hijau kecoklatan.
4. Ukuran bunga besar dengan mahkota tambahan berbentuk benang dan
memencar berwarna ungu dengan ujung putih.
5. Buah muda berwarna hijau, sedangkan buah masak berwarna kuning muda

dengan kulit yang tebal dan agak keras. Buah berbentuk bulat agak lonjong
atau oval dengan sari buah berwarna kuning, rasanya asam manis dengan
aroma seperti jambu biji [21].
Penelitian invitro di University of Florida menemukan bahwa ekstrak buah
markisa kuning banyak mengandung senyawa kimia yang mampu membunuh sel
kanker. Kandungan senyawa kimia tersebut antara lain polifenol dan karotenoid.
Sedangkan kandungan gizinya antara lain: lemak, protein, serat, mineral, kalsium,
fosfor, zat besi, karoten, tiamin, riboflavin, niasin, asam askorbat, dan asam sitrat
[22]. Gambar 2.1 menunjukkan bentuk buah markisa kuning.

5

Gambar 2.1 Buah Markisa [23]

Klasifikasi markisa kuning menurut Rukmana [23] adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Passiflorae

Famili : Passifloraceae
Genus : Passiflora
Spesies : Passiflora edulis var. flavicarpa
Dalam proses pengolahan markisa untuk menghasilkan sari buah markisa,
juga dihasilkan limbah. Makin meningkatnya produksi pengolahan markisa berarti
akan meningkat pula limbah yang dihasilkan. Bila dikaitkan dengan produksi
markisa Indonesia pada tahun 2010 dan 51% dari buah markisa terdiri dari kulit,
maka terdapat limbah kulit markisa sebanyak 67.314 ton yang belum
dimanfaatkan. Padahal kulit markisa mengandung pektin yang tinggi yaitu sebesar
14% [24].

2.2

PEKTIN
Pektin adalah polimer linier dari asam D-galakturonat yang berikatan

dengan ikatan 1,4-α-glikosidik [25] [26]. Polisakarida, homogalakturonat, iramnogalakturonat adalah 3 jenis pektin yang terdapat pada dinding sel tanaman.
Homogalakturonat (HG) adalah rantai linier dari ikatan 1,4-α-glikosidik, yang
beberapa dari gugus karboksilnya adalah metil teresterifikasi [27]. Gambar 2.2
menunjukkan bentuk struktur rantai molekul pektin.


6

COOH

COOCH3
O

O

H
OH

H

H

OH

O

O

H
OH

H

H

OH

COOH

COOCH3

O

O
O


H
OH

H

H

OH

O

H
OH

H

H

OH


O

Gambar 2.2 Rantai Molekul Pektin [10]

Pektin pertama kali diisolasi tahun 1825 oleh Heneri Bracannot. Kegunaan
utamanya adalah sebagai gelling agent dan stabilizer pada berbagai industri
pangan [28]. Selain dibidang pangan, pektin juga banyak digunakan pada bidang
farmasi dan kedokteran misalnya sebagai penggumpal pada terapi darah [29].
Senyawa penyusun pektin yaitu:
1. Asam pektat, adalah pektin yang tidak mengandung gugus metil ester.
Senyawa ini biasanya terdapat pada sayuran dan buah yang busuk atau yang
terlalu matang.
2. Asam pektina (pektin), adalah asam poligalakturonat, yaitu asam yang
mengandung gugus metil ester, dapat terikat dengan air membentuk jelly dan
gula dalam suasana asam.
3. Protopektin, adalah komponen yang tidak larut dalam air, dapat dihirolisa dan
terdispersi menjadi pektin dan pektinat [30].
Hasil ekstraksi pektin adalah berbentuk bubuk berwarna putih hingga
coklat terang. Pada proses ekstraksi, sebagian gugus karboksil pada polimer
pektin akan mengalami metilasi menjadi gugus metoksil. Senyawa hasil ekstraksi

inilah yang disebut dengan asam pektinat (pektin). Nilai derajat metilasi
menentukan suhu pembentukan gel, yakni semakin tinggi derajat metilasi maka
suhu pembentukan gelnya juga akan semakin tinggi [31].
Sifat fisik pektin tergantung pada karakteristik kimianya. Pada pektin
dengan kadar metoksil rendah, kemampuan membentuk gel dengan gula dan asam
hilang. Namun sebaliknya, pektin dengan kadar metoksil rendah ini justru mampu
membentuk gel dengan penambahan ion kalsium. Sedangkan pada pektin dengan
kadar metoksil tinggi, pembentukan gelnya terjadi melalui ikatan hidrogen
diantara gugus karboksil bebas dan antara gugus hidroksil [32].

7

Tabel 2.1 menunjukkan standar mutu pektin berdasarkan standar mutu
International Pectin Producers Association.
Tabel 2.1 Standar Mutu Pektin Berdasarkan Standar Mutu Internasional Pectin
Producers Association [33]
Faktor Mutu

Kandungan


Kekuatan gel, grade min

150

Kandungan metoksil:
Pektin metoksil tinggi, %

>7,12

Pektin metoksil rendah, %

2,5 – 7,12

Kadar asam galakturonat, % min

35

Kadar air, % maks

12


Kadar abu, % maks

10

Derajat esterifikasi untuk:
Pektin ester tinggi, % min

50

Pektin ester rendah, % maks

50
0,15 – 0,45

Bilangan asetil, %
Berat ekivalen

2.3


600 - 800

EKSTRAKSI PEKTIN
Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan satu atau beberapa bahan dari

satu padatan atau cairan, dengan menggunakan bahan pelarut pada suhu tertentu.
Pada proses ekstraksi pektin, bahan baku dipanaskan dalam larutan asam encer
untuk menghidrolisa protopektin yang tidak larut menjadi pektin yang larut [34].
Kondisi ekstraksi pektin berpengaruh terhadap karakteristik pectin, dan sifat
fisik pektin tergantung dari karakteristik kimia pektin. Jika waktu ekstraksi pektin
terlalu lama maka akan menyebabkan terjadinya hidrolisis pektin menjadi asam
galakturonat. Pada kondisi asam, ikatan glikosidik gugus metil ester dari pektin
cenderung terhidrolisis menghasilkan asam galakturonat [35] [36].
Beberapa perlakukan selama proses ekstraksi mempengaruhi hasil pektin
yang diperoleh. Lama waktu ekstraksi mempengaruhi berat pektin yang didapat,
yakni semakin lama waktu ekstraksi maka akan semakin besar pula berat pektin
yang diperoleh. Kenaikan berat pektin tersebut juga sejalan dengan peningkatan

8


suhu selama proses ekstraksi. Sedangkan untuk proses pencucian pektin,
pencucian dengan alkohol tidak mempengaruhi banyaknya jumlah pektin yang
diperoleh, namun akan memberikan warna yang lebih baik yaitu putih kekuningan
[37].
Pektin yang lebih mudah larut dalam air dapat diperoleh dengan
memodifikasi pH dan suhu pada metode ekstraksi. Pektin yang diperoleh dengan
cara ini memiliki rantai lebih pendek dan tidak bercabang sehingga akan lebih
mudah larut dibandingkan pektin yang memiliki rantai yang lebih panjang [12].

2.4

BIOSORPSI
Proses penyerapan yang menggunakan material biologi (biomaterial)

sebagai sorben disebut biosorpsi. Biosorpsi didefenisikan sebagai proses
penggunaan bahan alami untuk mengikat logam berat [38]. Proses ini terjadi
ketika ion logam berat mengikat dinding sel dengan dua cara yang berbeda,
pertama pertukaran ion dimana ion monovalent dan divalent seperti Na, Mg, dan
Ca pada dinding sel digantikan oleh ion-ion logam berat; dan kedua adalah
pembentukan kompleks antara ion-ion logam berat dengan fungsional grup seperti
karbonilm amini, thiol, hidroksi, posfat, dan hidroksi-karboksil yang berada pada
dinding sel [39].
Proses biosorpsi logam berat dengan adsorben hayati merupakan proses
yang kompleks dan mekanismenya bisa bervariasi tergantung bahan baku
adsorbennya. Bila bahan baku biosorpsi adalah dari limbah pertanian, maka
mekanisme yang mungkin adalah yang tidak tergantung pada metabolisme sel.
Mekanisme biosorpsi pada bahan-bahan ini umumnya didasarkan pada interaksi
kimia fisika antara ion logam dengan gugus fungsional yang ada pada permukaan
sel. [40].
Tahap perpindahan yang terjadi adalah:
1. Perpindahan ion logam dari bagian larutan ke film pembatas yang ada di
sekitar dinding sel.
2. Perpindahan ion logam dari film pembatas ke permukaan sel.
3. Perpindahan ion logam sel ke sisi aktif biomaterial.

9

4. Fase penyerapan yang terdiri dari pengikatan, pengompleksan, dan
pengendapan didalam membran biomaterial [41].

2.5

LOGAM BERAT
Logam berat merupakan komponen alami tanah yang tidak dapat

didegradasi maupun dihancurkan. Logam berat menjadi berbahaya dikarenakan
sistem bioakumulasi, yaitu adanya peningkatan konsentrasi unsur kimia didalam
tubuh mahluk hidup [42]. Beberapa jenis logam berat yang sering menimbulkan
pencemaran adalah mercuri (Hg), khrom (Cr), kadmium (Cd), timbal (Pb) dan
arsen (As) [1].
Logam berat umumnya bersifat racun, walaupun ada beberapa diantaranya
dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang sangat kecil. Logam berat mampu
terdistribusi ke bagian tubuh manusia melalui udara, makanan, dan air yang
terkontaminasi oleh logam berat. Kontaminasi logam berat dalam jangka waktu
yang panjang dapat mencapai jumlah yang membahayakan kesehatan manusia
[43].

2.5.1 Timbal (Pb)
Timbal sering juga disebut sebagai timah hitam atau plumbum yang
disimbolkan dengan Pb. Timbal pada tabel periodik unsur kimia termasuk dalam
kelompok logam golongan IV-A dengan nomor atom (NA) 82 dan berat atom
(BA) 207,2. Timbal merupakan suatu logam berat berwarna kelabu kebiruan
dengan titik leleh 327oC dan titik didih 1.725oC. Pada suhu 550 – 600oC timbal
menguap dan membentuk oksigen dalam udara lalu membentuk timbal oksida.
[44].
Timbal biasanya ditemukan di dalam batu - batuan, tanah, tumbuhan dan
hewan. Timbal 95% bersifat anorganik yang tersedia dalam bentuk garam
anorganik yang umumnya kurang larut dalam air dan selebihnya berbentuk timbal
organik. Timbal organik dapat ditemukan dalam bentuk senyawa Tetra Ethyl Lead
(TEL) dan Tetra Methyl Lead (TML). Kedua jenis senyawa ini hampir tidak larut
dalam air, namun dapat dengan mudah larut dalam pelarut organik misalnya lipid
[45].

10

Timbal pernah diaplikasikan sebagai tambahan pada bahan bakar yang
bertujuan untuk meningkatkan nilai oktan dari suatu bahan bakar karena harga
timbal relatif lebih murah. Jenis timbal yang digunakan adalah TEL yang
dipercaya mampu menjaga dudukan katup mobil dari keausan sehingga lebih awet
dan tahan lama. Namun kemudian ditemukan fakta bahwa penggunaan timbal
pada bahan bakar dapat menjadi racun sehingga semakin lama penggunaannya
semakin berkurang [46].
Timbal menyebabkan racun pada sistem saraf, hemetologic, hemetotoxic,
dan mempengaruhi kerja ginjal. Konsumsi mingguan elemen ini yang
direkomendasikan oleh WHO toleransinya bagi orang dewasa adalah 50 μg/kg
berat badan dan untuk bayi atau anak-anak 25 μg/kg berat badan. Depkes RI
membatasi kandungan Pb maksimum dalam makanan adalah 4 ppm, dan FAO
membatasi maksimum 2 ppm. Gejala keracunan kronis timbal ditandai dengan
rasa mual, anemia, sakit di sekitar perut dan dapat menyebabkan kelumpuhan.
[47].

2.6

ISOTERM ADSORPSI
Hubungan kesetimbangan antara potensial kimia adsorbat dalam gas atau

cairan dan potensial kimia adsorbat di permukaan adsorben pada suhu tetap
dikatakan sebagai isoterm adsorpsi. Kesetimbangan tercapai jika laju pengikatan
adsorben terhadap adsorbat sama dengan laju pelepasannya [48].

2.6.1 Isoterm Freundlich
Isoterm Freundlich mengasumsikan suatu permukaan adsorpsi yang
heterogen dan perbedaan energi pada tapak aktif [48]. Selain itu model isoterm ini
juga mengasumsikan bahwa terdapat lebih dari satu lapisan permukaan
(multilayer) [47].
Persamaan Freundlich adalah sebagai berikut [50]:
(2.1)
(2.2)

11

dimana:
Ce

= konsentrasi adsorbat pada kesetimbangan pada fasa cair (mg/L)

qe

= konsentrasi adsorbat pada fasa padat/adsorben (mg/s)

k

= konstanta kesetimbangan

n

= konstanta kesetimbangan

2.6.2 Isoterm Langmuir
Model Isoterm Langmuir menunjukkan bahwa kesetimbangan terjadi
apabila kecepatan adsorpsi sama dengan kecepatan desorpsi [51]. Menurut
Ribeiro, et al [52], isoterm Langmuir mengasumsikan bahwa setiap tapak adsorpsi
adalah ekuivalen dan kemampuan partikel untuk terikat di tapak tersebut tidak
bergantung pada ditempati atau tidak ditempatinya tempat yang berdekatan.
Dengan kata lain, permukaan adsorpsi digambarkan homogen.
Model kinetika Langmuir dapat ditunjukkan sebagai berikut [53]:
= ( ) Ce +

(2.3)

dimana:
Ce

= konsentrasi adsorbat pada kesetimbangan pada fasa cair (mg/L)

qe

= konsentrasi adsorbat pada fasa padat/adsorben (mg/s)

1/qm

= kemiringan atau sensitifitas

qm

= kapasitas adsorpsi optimum (mg/g)

1/(bqm) = intersep
bqm

2.7

= konstanta kesetimbangan

ANALISA EKONOMI
Produksi biosorben guna penyerapan logam berat akan meningkat seiring

dengan meningkatnya aplikasi penggunaan logam berat dengan menghasilkan
limbah yang berbahaya bagi lingkungan. Kulit buah markisa adalah limbah yang
dihasilkan dari limbah industri pangan serta limbah rumah tangga. Limbah kulit
buah markisa yang dibuang memiliki nilai ekonomis yang rendah karena tidak
dapat lagi digunakan dalam industri pengolahan pangan. Salah satu solusi untuk

12

menangani limbah kulit buah markisa adalah dengan cara mengubahnya menjadi
suatu produk yang lebih berharga dengan proses yang efektif dan efisien.
Salah satu cara untuk meningkatnya nilai yang tinggi pada limbah kulit buah
markisa adalah dengan membuat biosorben dari kulit buah markisa. Biosorben ini
nantinya dapat diaplikasikan guna penyerapan dan penurunan konsentrasi limbah
logam berat cair.
Produksi biosorben dari limbah kulit buah markisa dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut:
1. Mengeringkan kulit buah markisa lalu memperkecil ukuran untuk
mempermudah proses ekstraksi.
2. Penambahan aquadest dengan perbandingan 1 : 15 (w/v), lalu pH diubah
menjadi 2 dengan penambahan HCl 0,5 N.
3. Ekstraksi dilakukan dengan memanaskan larutan pada suhu 60 – 70oC
sambil diaduk selama 2 jam
4. Penyaringan filtrat dan pendinginan filtrat sampai suhu kamar
5. Pengendapan filtrat pektin dengan menggunakan alkohol 1 : 2 (v/v)
selama 16 jam.
6. Penyaringan gel pektin.
7. Pencucian gel pektin dengan alkohol asam, etanol 70% sampai pH
netral, dan terakhir dengan etanol 96%.
8. Pengeringan untuk memperoleh pektin kering.
Pada penelitian ini dilakukan pemodifikasian hasil pektin yang diperoleh
guna meningkatkan kemampuan dalam penyerapan logam berat. Proses
modifikasi dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Pektin kering dilarutkan dalam aquadest sampai 1,5%.
2. pH pektin ditingkatkan menjadi 10 dengan NaOH 3N dan dilakukan
inkubasi pada suhu 50 – 60oC selama 1 jam.
3. Larutan didinginkan hingga temperatur kamar, kemudian pH diturunkan
menjadi 3 dengan 3N HCl dan disimpan semalaman.
4. Pengendapan pektin menggunakan etanol 95% dan diinkubasi dalam
wadah berisi es batu selama 2 jam.
5. Penyaringan pektin dan pencucian pektin menggunakan aseton.

13

6. Pengeringan pektin untuk memperoleh pektin kering.
Berikut merupakan rincian biaya pembuatan bisorben dari limbah kulit buah
markisa yang telah dilakukan selama penelitian. Perhitungan analisis ekonomi
dapat dilihat pada tabel 2.2 dan 2.3 dibawah ini
Tabel 2.2 Perhitungan Biaya Pembelian Bahan Baku
No.

Biaya bahan baku

Harga

Satuan

Kebutuhan

0

1 kg

80 gr

0

(Rp)

Biaya (Rp)

1.

Kulit markisa kuning

2.

Asam klorida

500.000

1L

65 ml

32.500

3.

Natrium hidroksida

481.000

1 kg

12 gr

5.772

4.

Alkohol 96%

20.000

1L

1160 ml

23.200

5.

Aseton

100

1 ml

100 ml

10.000

6.

Air biasa

0

1L

1300 ml

0

Total

Rp. 71.472

Tabel 2.3 Perhitungan Biaya Kebutuhan Listrik
No.

Alat

Kebutuhan

Harga/ kWh

(kW)

Waktu

Biaya (Rp)

1.

Blender

Rp.1.352

0,18

5 menit

20,28

2.

Hot plate

Rp.1.352

0,50

3 jam

2.028

3.

Oven

Rp.1.352

1,40

4 jam

7.571

Total

- Total biaya produksi

Rp. 9.619, 48

= Biaya pembelian bahan baku +
kebutuhan listrik + biaya transportasi
+ biaya lain-lain
= Rp. 71.472 + Rp. 9.619,48 + Rp.
30.000,00 + Rp. 9.000,00
= Rp 120.091,48

-

Harga jual pektin modifikasi
(Rp 120.091,48/2 )
= Rp 60.045,74 / gram

14

=

Berdasarkan proses yang dilakukan pada penelitian ini didapat pektin
sebanyak 2 gram dengan biaya produksi Rp. 120.091,48. Sehingga dapat
diestimasi harga jual pektin seharga Rp. 60.045,74 / gram.
Nilai ekonomi yang dimiliki pektin cukup tinggi. Indonesia masih
mengimpor pektin dengan harga eceran tepung pektin berkisar antara Rp 200.000
– Rp 300.000/kg [36]. Jika dibandingkan harga penjualan pektin kulit markisa
kuning modifikasi ini dengan harga jual jual karbon aktif di pasaran, harga jual
pektin dari proses ini lebih mahal. Namun pembuatan pektin modifikasi dengan
proses ini layak dipertimbangkan, mengingat dengan proses ini dapat mengurangi
limbah kulit markisa kuning dan dapat menghasilkan efisiensi penyerapan yang
cukup tinggi.
Adapun keuntungan penggunaan biosorben pektin dari limbah kulit buah
markisa antara lain:
1. Mengurangi pencemaran limbah pertanian
2. Meningkatkan nilai jual limbah pertanian.
3. Dapat mengurangi efek pencemaran lingkungan akibat limbah logam
berat.
4. Mampu menghilangkan kadar limbah dengan efisiensi penyerapan yang
cukup tinggi

15