Lindung Nilai Sarana Hukum Menjaga Stabilitas Perekonomian (Studi Tentang Pengaturan Kewajiban Lindung Nilai)

BAB II
TRANSAKSI BISNIS DALAM KONTRAK DERIVATIF VALUTA ASING

A. Pengertian Transaksi Derivatif
Berakhirnya sistem nilai tukar tetap di dunia (Bretton Woods Agreement) telah
memberikan kontribusi kepada perkembangan produk derivatif secara global. Inovasi keuangan
yang cepat dari sektor keuangan tersebut mendorong perkembangan derivatif yang semakin
bervariasi. Akibat semakin banyaknya varian produk derivatif tersebut membuat regulasi
semakin tertinggal. Kesulitan membuat regulasi di bidang derivatif dipengaruhi juga oleh
pemahaman terhadap sistem keuangan dan sistem beroperasinya transaksi derivatif yang lebih
rumit jika dibandingkan dengan transaksi bisnis biasa (conventional). Berkenaan dengan hal
tersebut Feorge Crowford & Bidyut Sen menyatakan, “Some of the problems with derivatives
may not be caused by imprudent use of this modern tools themselves, but by using them within a
legal and regulatory framework that has not yet adapted to them.”
Sebelum membicarakan lebih lanjut tentang aspek hukum dari transaksi derivatif perlu
dijelaskan pengertian dan definisi derivatif yang dikutip dari berbagai pendapat para ahli di
bidang derivatif. Derivatif merupakan istilah umum (generic term) untuk sejumlah instrumen
keuangan yang diambil dari berbagai produk keuangan seperti tingkat suku bunga (interest
rates), kurs valuta asing (foreign exchange) dan saham (equity). Dilihat dari jenisnya ada tiga
jenis instrumen yang penting dalam derivatif yaitu forward, option dan swap. 104
Meskipun dari sisi perannya, transaksi derivatif berguna untuk pengelolaan risiko (risk

management) dan telah lama ditransaksikan di pasar uang. Namun ternyata para ahli di bidang

104

Richard Roberts, Inside International Finance, A Citizen’s Guide to The World’s Financial Markets,
Institutions & Key Players, (Orion Business Books, 1999), hal. 47

transaksi derivatif

belum mencapai kesepakatan mengenai apa yang di maksud dengan

“transaksi derivatif” itu sendiri. Untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang
derivatif berikut ini diuraikan beberapa pengertian tentang derivatif sebagai berikut 105 :
Pertama, Saul S.Cohen menyatakan, “Attempting to define derivatives is very difficult
because instruments capable of bearing that level are infinitely protean, they evolve too
rapidly to be encompassed under any preexisting regulatory structure.” Menyitir dari
kliennya yang menyatakan transaksi derivatif sebagai “Any financial product that is
difficult to understand”. Kedua, Francesca Taylor menyatakan, “A derivative instrument
is one whose performance is based (or derived), on the behavior of the priceof an
underlying asset, (often simply known as the underlying), The underlying itself does not

need to be bought or sold A premium may be due”. Ketiga, Alfred Steinherr menyatakan,
”A contract or security whose value is closely related to and to a large extent determined
by the value of a related security, commodity, or index”. Keempat, David lynch
menyatakan, “A Derivative is an instrument primarily for trading risk. Its current value is
ultimately derived from, or varies in accordance with, the value with, the value or
underlying goods, instrument, rate or index, or same combination of these”. Kelima,
Nicholas G.Apostolou menyatakan “Derivatives are financial instruments whose value is
derived from fluctuations in the share of an underlying asset such as a share price, a rate
of interest, or a currency exchange rate.”
Dari berbagai pendapat ahli tersebut, Dian Ediana Rei dengan bahasa yang lebih
sederhana menyebutkan bahwa “Transaksi derivatif adalah suatu kontrak atau perjanjian
pembayaran yang nilainya bergantung pada atau diturunkan dari suatu aset yang mendasarinya
(underlying asset), baik yang diikuti dengan pergerakan dana atau tanpa pergerakan
dana/instrument.” 106
Robert W. Kolb and James A. Overdahl menyebutkan :
"We define a derivative as a contract that derives most of its value from some underlying
asset, reference rate, or index. As our definition implies, a derivative must be based on at
least one underlying. An underlying is the asset, reference rate, or index from which a
derivative inherits principal source of value. Falling within our definition are several
different types of derivatives, including commodity derivatives and financial

derivatives". 107
105

Dian Ediana Rae, Transaksi Derivatif Dan Masalah Regulasi Ekonomi Di Indonesia, (Jakarta : Elex
Media Komputindo, 2008) hal
106
Ibid., hal x.
107
Robert W. Kolb and James A. Overdahl, Financial Derivatives, edisi ketiga, (New Jersey: John Wily &
Sons, Inc., 2003), hal 1.

Jhon C. Hull, menyebutkan :
"A derivative can be defined as a financial instrument whose value depends on (or
derives from) the values of other, more basic underlying variables. Very often the
variables underliying derivatives are the prices of trade assets. A stock option, for
example, is a derivative whose value is dependent on the price of a stock. However,
derivatives can be depended on almost any variable, from the price of hogs to the amount
of snow falling at a certain ski resort." 108
Andrew M. Chiholm, menyebutkan “A derivative is an asset whose value is derived from
the value of some other asset, known as the underlying." 109 Joe Duarte MD, menyebutkan

"A derivative is a financial instrument that gets its value not from its own intrinsic value but
rather from the value from the underlying securities and time." 110
The International Swaps and Derivatives Association (ISDA) memberi definisi sebagai
berikut: “Derivatives are bilateral contracts involving the exchange of cash flows and designed
to shift risk between parties. When transactions mature, the amount owed by each party
determined by the prices of underlying commodities, securities or indices.”
Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/17/PBI/2014 Tentang Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah antara Bank Dengan Pihak Asing, mendefinisikan transaksi derivatif sebagai
suatu kontrak atau perjanjian pembayaran yang nilainya merupakan turunan dari nilai tukar
dalam bentuk transaksi forward, swap, option valuta asing terhadap rupiah, dan transaksi lainnya
yang dapat dipersamakan dengan itu. 111 Lebih lanjut dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa
transaksi valuta asing terhadap rupiah adalah transaksi jual beli valuta asing terhadap rupiah
dalam bentuk transaksi spot, termasuk transaksi yang dilakukan dengan valuta today (TOD),
108

Jhon C. Hull, Options, Futures and Other Derivatives, ( New Jersey: edisi keenam, Prentice Hall 2006),

hal 1.
109


Andrew M. Chiholm, Derivatives demystified, A Step-by Step Guide to Forwards, Futures, Swaps and
Options, (West Sussex, England: John Wiley & Sons Ltd 2004), hal 1.
110
Joe Duarte MD, Futures and Options for Dummies, (New Jersey: Wiley Publishing,Inc, 2006), hal 48.
111
Pasal 1 angka 11 Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/17/PBI/2014 Tentang Transaksi Valuta
Asing Terhadap Rupiah antara Bank Dengan Pihak Asing

valuta tomorrow (TOM), dan transaksi derivatif valuta asing terhadap rupiah yang standar (plain
vanilla) dalam bentuk forward, swap, option, dan transaksi lainnya yang dapat dipersamakan
dengan itu. 112
Dari berbagai pendapat yang dikemukakan di atas dapat ditarik sebuah benang merah
terhadap unsur-unsur dari pengertian transaksi derivatif sebagai berikut : pertama, transaksi
derivatif adalah instrument keuangan (financial instrument), kedua, transaksi derivatif
merupakan instrumen untuk mengalihkan risiko para pihak, ketiga, nilai transaksi derivatif
merupakan turunan dari nilai instrumen yang mendasarinya (underlying transaction) baik
komoditi, suku bunga maupun indek, keempat, transaksi derivatif dapat diikuti dengan atau tanpa
pergerakan dana, kelima, transaksi derivatif merupakan suatu kontrak dapat berbentuk transaksi
forward, swap, option valuta asing terhadap rupiah , keenam, dalam transaksi derivatif dikenakan
premi (premiun), ketujuh, derivatif dapat berbentuk komoditi atau valuta asing.

Dasar transaksi derivatif yang melibatkan valuta asing (valas) adalah transaksi spot. Oleh
karena itu, memahami kontrak valas spot sangat penting dalam memahami transaksi derivatif
valas secara keseluruhan, karena diawali dengan transaksi spot kemudian transaksi derivatif
valas akan berkembang kepada fase transaksi yang berikutnya dalam bentuk forward, swap
maupun option. Adapun yang di maksud dengan spot, forward, swap dan option. adalah sebagai
berikut :
Pertama, Transaksi “Spot” merupakan transaksi jual atau beli antara valuta asing
terhadap rupiah dengan penyerahan dananya dilakukan 2 (dua) hari kerja setelah tanggal
transaksi. Termasuk dalam pengertian transaksi spot adalah transaksi dengan penyerahan valuta

112

Ibid.

pada hari yang sama (today) atau dengan penyerahan 1 (satu) hari kerja setelah tanggal transaksi
(tomorrow). 113
Kedua, Transaksi “Forward”

merupakan kontrak antara kedua belah pihak yang


memberikan hak dan kewajiban kepada masing-masing pihak untuk membeli atau menjual suatu
underlying assets berupa komoditas, valuta asing, suku bunga indeks pada harga jumlah dan
tanggal tertentu di masa yang akan datang sesuai dengan kontrak. 114 Contoh transaksi forward:

“PTA” pada tanggal 1 Maret 2014 menutup kontrak forward purchased sebesar USD
1,000,000 untuk waktu 90 hari dengan spot rate jual Rp10.000,- per 1 USD dan premi
10%.
Besarnya premi per USD adalah : (Rp10.000,- X 90 hari X 10%): 360 = Rp 250,Dengan premi sebesar Rp 250,- per 1 USD. Maka forward rate-nya adalah:
Rp 10.000,- + Rp 250,- = Rp 10.250,- per 1 USD. Bila pada akhir kontrak nilai tukar
USD 1 = Rp 13.000,- maka akan terdapat keuntungan bersih beda kurs sebesar Rp
2.750.000.000,-

((Rp 13.000 – Rp 10.250) X USD 1,000,000).

Ketiga, Transaksi “Swap” merupakan transaksi pertukaran dua valuta melalui
pembelian atau penjualan tunai (spot) dengan penjualan atau pembelian kembali secara
berjangka yang dilakukan secara simultan dengan bank yang sama dan pada tingkat
premi atau diskon dan kurs yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi
dilakukan. 115 Swap contract merupakan transaksi setelah adanya kesepakatan dua belah
pihak untuk saling menukarkan arus kas (cash flow) di masa yang akan datang atas


113

Ibid.
Dian Ediana Rei, Op.Cit., hal 56.
115
Pasal 1 angka 2 Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 15/17/PBI/2013 Tentang Transaksi Swap
Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia
114

kontrak yang dibuat. Dalam transaksi swap yang dilakukan oleh bank berperan sebagai
perantara atau sebagai lawan transaksi

yang dibuat berdasarkan transaksi swap

merupakan transaksi di luar bursa (OTC). Bentuk utama swap contract berbasis interestrate swaps dan currency swaps yaitu:
Interest Rate Swap pada dasarnya merupakan suatu persetujuan antara dua pihak
untuk menukarkan pembayaran bunga untuk suatu periode tertentu atas dasar suatu
notional value yang disetujui bersama dan dicirikan sebagai tujuan utamanya oleh
konversi pembayaran bunga tetap (fixed rate) ke dalam pembayaran bunga mengambang

(floating rate). Contoh : “PT A” meminjam uang Rp 100.000.000,- kepada

“Bank B”

dengan tingkat suku bunga mengambang (misalnya LIBOR + 1) per tahun. Untuk
mengantisipasi adanya perubahan tingkat suku bunga di masa yang akan datang, “PT X”
melakukan kontrak interest rate swap dengan suku bunga tetap sebesar 7% kepada “Bank
B”. Bila suku bunga LIBOR sebesar 7%, maka tingkat suku bunga mengambang menjadi
7% + 1% = 8%, PT X tetap membayar bunga sebesar 7%, dengan demikian terdapat
keuntungan sebesar 8% – 7% = 1%. Bila suku bunga LIBOR menjadi 5%, maka tingkat
suku bunga mengambang menjadi 5% + 1% = 6%, dengan demikian PT X menderita rugi
sebesar 7% – 6% = 1%.
Currency Swap pada dasarnya merupakan suatu perjanjian yang memungkinkan
perusahaan-perusahaan mengakses pasar modal dengan biaya yang lebih murah dan/atau
untuk melakukan lindung nilai. Contoh Currency Swap : “A Corporation” yang berbasis
di USA ingin mendapatkan hutang berbunga tetap USD 10,000,000.- dalam pound
Inggris untuk perusahaan afiliasinya di London. Tetapi, “A Corporation” tidak dikenal

oleh para investor Inggris. “B Company, Ltd”, yang berdomisili di Inggris, ingin
mendanai perusahaan anaknya di New York dengan jumlah pembiayaan yang sama

dalam USD. “B Company, Ltd” juga memiliki comparative dis-advantage bagi pemodal
AS. “Bank C”, mengakomodasi kedua perusahaan dengan merancang swap
USD/pound Inggris.Jika kurs swap adalah USD 1 = 0,55 pound (baik saat insepsi
maupun saat jatuh tempo), jangka waktu 5 tahun, dan suku bunga swap 10% dalam
pound dan 8% dalam USD. Pada saat insepsi “A Corporation” akan menukarkan USD
10,000,000.- untuk 5,500,000 pound dari “B Company, Ltd”, Pada saat pembayaran
bunga,

“A Corporation” akan membayar 550,000 pound kepada “B Company, Ltd”

tiap tahun, sedangkan “B Company, Ltd” akan membayar “A Corporation” USD
800,000.-. Pada saat jatuh tempo yaitu akhir tahun ke-5, tiap perusahaan akan
menukarkan kembali prinsipal sebesar USD 10,000,000.- dan 5,500,000.- pound,
exposure terhadap risiko nilai tukar yang timbul dari operasi bisnis internasional.
Keempat, Transaksi “Option” merupakan suatu kontrak yang memberikan hak
(right) dan bukan kewajiban kepada pemiliknya untuk membeli (call option) dan menjual
(put option) suatu instrumen atau underlying assets pada tingkat harga tertentu yang
ditetapkan dari sekarang (strike price) untuk penyerahan sesuatu di masa yang akan
datang (expiration date). 116 Kontrak-kontrak option dapat berbentuk saham, komoditas,
instrumen keuangan. Bentuk option contract dapat berupa currency option dan interest

rate option. Pembeli mempunyai hak untuk membeli aset dengan harga tertentu sebelum
akhir periode option contract. Pembeli membayar premium bagi opsi tersebut namun
116

Dian Ediana Rei, Op.Cit., hal 61.

akan memperoleh keuntungan apabila harga aktiva yang mendasarinya melebihi strike
price pada saat jatuh tempo. Penerbit call option berkewajiban untuk menjual suatu aset
apabila pemegang call option menggunakan haknya untuk membeli aset tersebut.
Penerbit call option akan mengalami kerugian apabila harga suatu aset lebih besar
daripada strike price, karena menjual aset dengan harga lebih rendah daripada harga
pasarnya. Penjual mempunyai hak untuk menjual suatu aset dengan harga tertentu selama
atau pada akhir periode option contract. Penjual akan memperoleh keuntungan bila harga
aktiva jatuh di bawah strike price pada expiration date, karena penjual dapat menjual
suatu aset dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan harga pasarnya. Posisi penerbit
put option berlawanan dengan posisi penjual. Penerbit put option mempunyai kewajiban
untuk membeli suatu aset apabila penjual menggunakan haknya untuk menjual suatu aset.
Penerbit put option akan mengalami kerugian apabila harga suatu aset lebih rendah
daripada strike price-nya, karena penerbit put option harus membeli suatu aset dengan
harga yang lebih tinggi dibandingkan harga pasarnya.
Di tahun 1980-an transaksi derivatif berkembang dengan demikian pesat, baik jenis
produk maupun pasar yang melibatkan transaksi miliaran dollar Amerika setiap harinya. Pasar
terpenting dari futures dan options di Eropa adalah EOE (European Options Exchange), LIFFE
(London International Financial Futures Exchange), LTOM (London Traded Options Market)
dan MATIF (Marche a Terme des Instruments Financiers). Dalam transaksi derivatif, yang
diperdagangkan hanya sebesar selisih (difference) dari kemungkinan fluktuasi harga dengan kata
lain jumlah notional (notional amount) tidak diperdagangkan. Misalnya, dalam hal option,
pembeli (call option/purchaser) dari option membayar sejumlah premi dan penjual (seller)

berkewajiban menanggung kerugian akibat fluktuasi harga yang meningkat, sebaliknya apabila
pergerakan harga menurun, maka si penjual dapat memperoleh keuntungan yang jauh melebihi
premi.
Transaksi derivatif sebagaimana yang tersebut di atas bergerak cepat dari sisi inovasi
keuangan namun dari tertinggal dari sudut pengaturannya. Akibat kelemahan pengaturan
menyebabkan munculnya permasalahan yang harus menjadi perhatian para regulators.
Permasalahan yang muncul meliputi hal-hal sebagai berikut : pertama, masalah risiko yang
terkait dengan produk-produk derivatif; kedua, ketidakpastian hukum sebagai akibat pengaturan
yang

tidak jelas atau tidak memadai; ketiga, kurang informasi bagi partisipan pasar dan

regulator (public disclosure); dan keempat, masalah perlindungan terhadap pengguna, khususnya
pengguna yang bersifat retail atau unsophisticated (investor protection). 117 Secara konsep,
derivatif dapat digunakan untuk empat tujuan yaitu 118 :
Pertama, Sebagai pengganti investasi lain, di mana keuntungan dan risiko yang
diharapkan dari investasi asal tetap tidak berubah;
Kedua, Sebagai lindung nilai atas investasi lain. Tujuan dari lindung nilai adalah untuk
menetralkan risiko atas posisi terbuka (asset & liabilities) terhadap harga pasar yang
berlawanan dengan posisi terbuka tersebut dengan cara mengalihkan risiko terhadap
pihak lain. Dalam hal ini transaksi derivatif dapat menyerupai asuransi yang dapat
membebaskan dari kerugian atau ketidakuntungan yang diharapkan karena seuatu
kejadian yang tidak pasti dikemudian hari;
Ketiga, Sebagai alat spekulatif yang dapat meningkatkan risiko dan sekaligus keuntungan
yang besar dengan cara leverage. Spekulasi dilakukan oleh mereka yang dapat
mengambil risiko dan berharap memperoleh keuntungan dari naik turunnya harga ;
Keempat, Sebagai alat mencari informasi tentang harga suatu komoditi tertentu di
kemudian hari (price discovery). Pasar futures, misalnya memberikan kegunaan
membantu masyarakat membuat perkiraan yang lebih baik tentang harga di kemudian
hari sehingga dapat mengambil keputusan yang lebih bijak untuk konsumsi dan investasi.
Sejarah mencatat Indonesia pernah mengalami krisis pada di tahun 2009 sebagai akibat
penyebaran produk derivatif yang tidak terkontrol. Perkembangan inovasi derivatif tersebut telah

117

Ibid, hal 37.
Ibid, hal 99-100.

118

memfasilitasi bertumbuhnya berbagai bentuk maupun struktur instrumen keuangan termasuk
yang memiliki kompleksitas tinggi, terutama instrumen keuangan dalam bentuk structured
product 119 yang dijadikan sebagai alat spekulatif yang dapat meningkatkan risiko dan sekaligus
keuntungan. Hal ini tentunya bertentangan dengan sifat dasar derivatif sebagai lindung nilai.
Sejak dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/26/PBI/2009 Tentang Prinsip
Kehati-hatian Dalam Melaksanakan Kegiatan Structured Product bagi Bank Umum. Pengaturan
derivatif di Indonesia telah mengalami kemajuan terutama adanya pembatasan penjualan
structured product tersebut. Bank hanya dapat melakukan kegiatan structured product setelah
memperoleh persetujuan prinsip untuk melakukan kegiatan structured product dan pernyataan
efektif untuk penerbitan setiap jenis structured product dari Bank Indonesia. 120 Bank umum
devisa hanya dapat melakukan transaksi structured product yang dikaitkan dengan variabel
dasar berupa nilai tukar dan/atau suku bunga. 121 Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya
peraturan pembatasan kegiatan structured product merupakan sebuah kemajuan dari pengaturan
transaksi derivatif di Indonesia, namun sangat disayangkan peraturan tersebut tidak diikuti
peraturan lain yang mewajibkan orang atau badan hukum yang memiliki kewajiban mata uang
119

Pasal 1 angka (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/26/PBI/2009 Tentang Prinsip Kehati-hatian
Dalam Melaksanakan Kegiatan Structured Product bagi Bank Umum, menyebutkan : Structured Product adalah
produk bank yang merupakan penggabungan antara 2 (dua) atau lebih instrumen keuangan berupa instrumen
keuangan non derivatif dengan derivatif atau derivatif dengan derivatif dan paling kurang memiliki karakteristik
sebagai berikut: a. nilai atau arus kas yang timbul dari produk tersebut dikaitkan dengan satu atau kombinasi
variabel dasar seperti suku bunga, nilai tukar, komoditi dan/atau ekuitas; dan b. pola perubahan atas nilai atau arus
kas produk bersifat tidak reguler apabila dibandingkan dengan pola perubahan variabel dasar sebagaimana dimaksud
pada huruf a sehingga mengakibatkan perubahan nilai atau arus kas tersebut tidak mencerminkan keseluruhan
perubahan pola dari variabel dasar secara linear (asymmetric payoff), yang antara lain ditandai dengan keberadaan:
1. optionality, seperti caps, floors, collars, step up/step down dan/atau call/put features; 2. leverage; 3. barriers,
seperti knock in/knock out; dan/atau 4. binary atau digital ranges. Pengertian derivatif dalam pengaturan ini
mencakup derivatif melekat (embedded derivatives); selanjutnya dalam penjelasan PBI tersebut disebutkan :
Diantara instrumen keuangan yang mengalami perkembangan yang cukup pesat adalah instrumen keuangan yang
bersifat terstruktur atau lebih dikenal dengan structured product. Structured product merupakan produk keuangan
non-konvensional yang distruktur sedemikian rupa berdasarkan kebutuhan dan objektif dari nasabah atau golongan
nasabah tertentu. Dengan demikian, dalam penstrukturannya diperlukan keahlian dari pihak-pihak dari berbagai
bidang, baik dari aspek keuangan maupun bidang lainnya seperti bidang hukum dan perpajakan.
120
Ibid, pasal 2. Tetapi saat ini microprudential saat ini menjadi kewenangan OJK
121
Ibid, pasal 4.

asing (valas) melakukan lindung nilai. Berdasarkan data tertanggal 22 Juli 2015 kurs jual
tertinggi BI, rupiah melemah hingga Rp. 13.435,- per dollar. 122
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia kepada Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) pada triwulan III-2014 total volume transaksi valas di Indonesia tercatat sebesar
USD193,62 miliar atau turun tipis 2,5% dibandingkan total volume pada triwulan II-2014 yang
tercatat sebesar USD198,63 miliar (Gambar 2).
Gambar 2 :
Diagram Batang : Perkembangan Volume Total Transaksi Valas Domestik

122

Akses internet terakhir dikunjungi pada tanggal 22 Juli 2015, http://kursdollar.net.

Diagram batang pada gambar 2 menunjukkan transaksi valuta asing (valas) di Indonesia
mengalami perkembangan cukup berarti (significant) yaitu USD 193,6 miliar pada kwartal III
tahun 2014. Jika dibandingkan dengan transaksi valas pada saat terjadinya krisis ekonomi tahun
2008 total nilai transaksi mencapai Rp.60-70 triliun, artinya terjadi lonjakan 2,8 kali lipat
transaksi dalam 6 tahun terakhir. Ternyata dari seluruh transaksi valuta asing tersebut masih
memberikan porsi yang sangat kecil terhadap derivatif dengan tujuan lindung nilai untuk lebih
jelasnya dapat dilihat dari data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia pada gambar 3 berikut ini :
Gambar 3 :
Diagram Batang :Perkembangan Komposisi Transaksi Derivatif Valas Domestik

Berdasarkan gambar perkembangan komposisi transaksi derivatif valas domestik pada
diagram gambar di atas. Transaksi spot masih mendominasi transaksi di pasar valas dengan
pangsa sebesar 72% atau USD 139,4 miliar , diikuti oleh transaksi swap (23%) atau USD 44,5
miliar dan forward (5%) atau USD 9,7 miliar (Gambar 3).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kesadaran masyarakat untuk melakukan
lindung nilai transaksi derivatif masih belum sesuai yang diharapkan. Hal tersebut setidaknya
merupakan data yang mendukung kepada pertanyaan, mengapa kurs rupiah begitu rapuh
terhadap mata uang asing khususnya dollar Amerika Serikat ? Bagaimana dengan peraturanperaturan yang sudah ada dan peraturan mana yang harus dievaluasi ? Pertanyaan-pertanyaan
tersebut perlu dijawab sehubungan dengan tujuan penelitian tentang lindung nilai sarana hukum
menjaga stabilitas perekonomian di Indonesia.

B. Prinsip Kontrak Dalam Transaksi Derivatif Valuta Asing
Transaksi bisnis di zaman yang dilengkapi dengan kecanggihan teknologi moderen
seperti saat ini,

menuntut bank menggunakan cara-cara sistematis dengan memperhatikan

prinsip kehati-hatian. Transaksi derivatif valuta asing adalah salah satu contoh dari sebuah
rekayasa keuangan yang melibatkan teknologi yang melewati batas negara. Meskipun pada tahap
implementasi transaksi dan kontrak derivatif menjadi bagian dari produk yang dipasarkan bank.
Namun kasus derivatif berulang kali terjadi menjadi perdebatan para ahli hukum. Penyebabnya
adalah transaksi derivatif bukan kontrak biasa (unconventional) artinya diperlukan kajian dari
sudut pandang yang berbeda. Secara teori, kontrak derivatif sama dengan kontrak biasa yang
harus melalui tahap-tahap pra-contract, contract dan post contract, yang membedakan adalah
transaksi ini melibatkan kecanggihan teknologi keuangan.

Transaksi derivatif dan kontrak derivatif adalah perbuatan hukum yang berbeda. Untuk
itu diperlukan kesepakatan

pengertian yang membedakan antara kegiatan ”transaksi” dan

“kontrak”. Transaksi (bisnis) pada pokoknya merupakan kegiatan yang secara sederhana dapat
dirumuskan sebagai aktivitas bisnis yang dibangun, dilaksanakan dan dikembangkan oleh para
pelaku bisnis berdasarkan pada kepercayaan atau kejelasan dan kejujuran masing-masing pelaku
bisnis, termasuk juga (dan bahkan menjadi faktor yang sangat menentukan) faktor kepastian
hukum negara tempat transaksi tersebut dilakukan ataupun yang dipilih oleh para pelaku bisnis
tersebut, untuk mengatur transaksi tersebut dalam kontrak-kontrak bisnis yang disepakatinya.” 123
Dengan kata lain transaksi adalah serangkaian kegiatan (pra kontrak) yang disusun untuk
membangun sebuah kontrak.
Kontrak Menurut Charless L. Knapp dan Nathan M. Crystal yang dikutip dari Salim HS
adalah an agreement between two or more persons-not merely a shared belief, but common
understanding as to something that is to be done in the future by one or both of them 124, artinya
kontrak adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, tidak hanya memberikan
kepercayaan tetapi secara bersama-sama saling pengertian untuk melakukan sesuatu pada masa
mendatang oleh seseorang atau keduanya dari mereka. Selanjutnya oleh Salim HS dinyatakan
bahwa ada tiga unsur kontrak, yaitu sebagai berikut : pertama, the agreement fact between the
parties (adanya kesepakatan tentang fakta antara para pihak). kedua, the agreement as written
(kesepakatan dibuat secara tertulis). ketiga, the set of rights and duties created by (1) and (2)
(adanya seperangkat hak-hak dan kewajiban-kewajiban di antara orang yang berhak dan
berkewajiban untuk membuat kesepakatan dan persetujuan tertulis. 125

123

Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, buku
kesatu, 2003), hal 256.
124
Ibid.
125
Ibid.

Black’s law dictionary memberikan rumusan contract sebagai an agreement between two
or more person which creates an obligation to do or not to do particular thing, artinya kontrak
adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Kontrak itu menimbulkan sebuah
kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara sebagian. 126
Robert W. Kolb and James A. Overdahl, menyatakan derivatif adalah sebuah kontrak
dengan menyebutkan :"We define a derivative as a contract that derives most of its value from
some underlying asset, reference rate, or index. As our definition implies, a derivative must be
based on at lest one underlying. An underlyindg is the asset, reference rate, or index from which
a derivative inherits principal source of value. Falling within our definition are several different
types of derivatives, including commodity derivatives and financial derivatives". 127
Andrew M. Chiholm, menyebutkan A derivative is an asset whose value is derived from the
value of some other asset, known as the underlying". 128 Joe Duarte MD, menyebutkan "A
derivative is a financial instrument that gets its value not from its own intrinsic value but rather
from the value from the underlying secruty and time". 129

126

Syahril Sofyan, Op.Cit., hal 96.
John Wily & Sons, Inc., Financial Derivatives, (New Jersey : edisi ketiga 2003), hal 1.
128
John Wiley & Sons Ltd, Derivatives demystified, A Step-by Step Guide to Forwards, Futures, Swaps and
Options, (England : West Sussex, 2004), hal 1.
129
Joe Duarte MD, Futures and Options for Dummies, (Inc New Jersey : Wiley Publishing, 2006), hal 48.
127

Derivatif adalah suatu kontrak atau perjanjian pembayaran yang merupakan
turunan dari nilai instrumen yang mendasari seperti suku bunga, nilai tukar, komoditi,
ekuiti dan indek, baik yang diikuti dengan pergerakan atau tanpa pergerakan
dana/istrumen. Dengan mempertimbangkan analisis hukum,

maka dapat dikatakan

transaksi derivatif merupakan jenis transaksi sui generis 130 yang merupakan hasil dari
perkembangan inovasi keuangan. 131 Sifat sui generalis tersebut disebabkan sifat (nature)
dari transaksi itu sendiri yang berbeda dari jenis-jenis transaksi lainnya sebagai akibat
tingkat kecanggihan transaksi dan potensi risiko yang dapat ditimbulkannya. 132
Di Indonesia ketentuan transaksi derivatif sebagai suatu ‘kontrak” atau “perjanjian”
sebagaimana telah disinggung di muka telah mendapat legitimasi dalam ketentuan formal yaitu
Surat Keputusan Bank Indonesia Nomor 28/119/KEP/DIR tanggal 29 Desember 1995. 133 Dalam
surat keputusan Bank Indonesia tersebut transaksi derivatif didefenisikan sebagai “suatu kontrak
atau perjanjian pembayaran yang nilainya merupakan turunan dari nilai instrumen yang
mendasari seperti suku bunga , nilai tukar , komoditi, ekuiti dan indeks baik yang diikuti dengan
pergerakan atau tanpa pergerakan dana/instrumen.

130

From Wikipedia, the free encyclopedia Sui generis is a Latin phrase, meaning "of its own kind/genus"
and hence "unique in its characteristics".
131
Dian Ediana Rae, Op.Cit., hal 210.
132
Ibid.
133
Ibid, hal 54.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa derivatif sebagai sebuah
kontrak bilateral atau perjanjian penukaran pembayaran yang nilainya diturunkan atau
berasal dari produk yang menjadi "acuan pokok" atau juga disebut " produk turunan"
(“underlying product”) dalam hal yang dijadikan underlying adalah valuta asing maka para
pihak membuat suatu kontrak atau perjanjian yang berisi hak dan kewajiban para pihak
untuk saling mempertukarkan mata uang dengan nominal dan jumlah telah ditentukan di
suatu masa yang akan datang dengan mengacu pada produk turunan yang menjadi acuan
pokok.
Berbagai penjelasan derivatif sebagai kontrak sebagaimana dikemukakan di atas, dapat
kiranya ditarik unsur-unsur pokok dari apa yang dimaksud dengan transaksi derivatif sebagai
kontrak yaitu pertama, transaksi derivatif sebagai suatu kontrak atau perjanjian, kedua, transaksi
derivatif merupakan instrumen keuangan (financial instrument); ketiga, transaksi derivatif
merupakan instrumen untuk memperdagangkan risiko (trading instrument); 134 keempat, nilai
transaksi derivatif merupakan turunan dari nilai instrumen yang mendasari; kelima, transaksi
derivatif dapat diikuti dengan atau tanpa pergerakan dana;
Istilah “derivatif” merupakan istilah generik yang digunakan untuk sejumlah instrumen
keuangan. Dalam sejarahnya para ahli telah menemukan bahwa transaksi derivatif telah terjadi
sejak tahun 2.000 SM yang terjadi di pulau Bahrain. Sejenis kontrak dengan elemen penyerahan
kemudian (future delivery) ditemukan juga di Mesopotamia 4.000 tahun yang lalu. Di Inggris
future contract juga ditemukan pada tahun 1275. Dalam tulisan lain ada yang menyebutkan
bahwa pasar komoditas yang diatur (regulated) juga ada di China, Mesir, Arabia dan India pada
tahun 1200 SM. Walaupun demikian, pasar future yang berfungsi secara penuh sebagaimana
134

Ibid. hal 44.

dikenal dewasa ini baru terjadi pada pertengahan abad ke-18 ketika pasar future didirikan di
Chicago. Sejumlah kontrak perdagangan future yang terjadi dimulai di Board of Trade of the
City of Chicago. 135 Perkembangan kontrak future itu kemudian berkembang dengan cepat dan
mengalami revolusi. Pengembangan produk derivatif bahkan dianggap oleh seorang penulis
Alfred Steinher sebagai revolusi yang pentingnya sebanding dengan revolusi industri. 136 Namun
demikian perkembangan produk derivatif yang cepat juga menyebabkan terjadi rentetan kasus
yang menggambarkan fenomena permasalahan derivatif valuta asing yang selalu berulang.
Sehingga, wajar jika ada pendapat yang mengatakan masalah derivatif merupakan masalah klasik
yang tak pernah berakhir.
Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan peneliti, bank-bank yang terkena kasus
transaksi derivatif telah memutuskan untuk mengurangi transaksi derivatif dan bahkan bankbank dengan kepemilikan asing (selama ini dikenal dengan bank campuran) tertentu telah
memutuskan untuk melakukan downsizing asset secara besar-besaran. 137 Kekalahan bank-bank
di Pengadilan dalam kasus transaksi derivatif pada tahun 2009 secara logis akan mengurangi
minat bank-bank lainnya untuk melakukan transaksi derivatif. Hal ini jelas akan berdampak
negatif terhadap kegiatan usaha di Indonesia dan pada gilirannya akan memperburuk kinerja
perekonomian nasional. Dilihat dari aspek ekonomi telah semakin jelas pentingnya upaya untuk
melakukan perbaikan terhadap pengaturan transaksi derivatif. 138

135

Ibid., hal 3.
Alfred Steinherr, Derivatives The Beast Of Finance, (Chichester- New York-Weinheim–BrisbaneSingapore-Toronto : John Wiley & Sons, 1998), hal 9.
137
Hasil wawancara dengan informan pejabat bank umum nasional di Medan tanggal 8 September 2014
(nama pejabat bank dan nama bank ada pada peneliti)
138
Dian Ediana Rae, Op.Cit., hal 12.
136

1. Transaksi Derivatif Valuta Asing Lahir Dari Asas Kebebasan berkontrak (Freedom Of
Contract).
Transaksi derivatif merupakan suatu kontrak. 139 Sebagai suatu kontrak antara dua belah
pihak atau lebih, transaksi derivatif pada dasarnya tunduk kepada prinsip-prinsip umum hukum
kontrak (perjanjian), sehingga syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian harus dipenuhi. Dalam
hal ini suatu perjanjian derivatif haruslah dicermati oleh kedua belah pihak dikarenakan tingkat
kerumitan yang ditawarkan perjanjian ini.
Syarat-syarat perjanjian tersebut adalah kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak,
adanya hal tertentu yang diperjanjikan serta causa yang halal. Demikian pula dengan aspekaspek lainnya dari hukum perjanjian seperti asas konsensualisme, akibat-akibat tidak
dipenuhinya syarat-syarat sahnya perjanjian, wanprestasi (breach of contract) dan sistem terbuka
dari hukum perjanjian berlaku untuk kontrak derivatif.
Walaupun secara umum dapat dikatakan bahwa transaksi derivatif dimasukkan ke dalam
kategori hukum perdata sebagai suatu kontrak/perjanjian, dengan timbulnya berbagai kasus dan
kerugian yang besar, kepentingan transaksi derivatif di berbagai belahan dunia telah bergerak ke
arah perlindungan terhadap kepentingan publik, baik yang tunduk pada ranah perlindungan
konsumen maupun kepentingan sistematik dalam sistem keuangan dan perbankan. 140
Kecanggihan dari transaksi derivatif ini telah mengakibatkan pula kemungkinan terjadinya
kesenjangan

informasi

dan

kemampuan

yang

dapat

mengakibatkan

terjadinya

“ketidakseimbangan” para pihak. Transaksi derivatif ini memiliki aspek-aspek hubungan
keperdataan antara para pihak dan aspek publik yang terkait dengan perlindungan para pihak dan
perlindungan sistemik terhadap sistem keuangan dan perbankan. 141 Akibat kecanggihan transaksi

139

Ibid., hal 45.
Ibid., hal 54.
141
Ibid., hal 211.

140

derivatif, maka sampai saat tidak ada pengaturan khusus kontrak derivatif sebagai perjanjian
bernama melainkan menggunakan asas kebebasan berkontrak (freedom of contract).
Kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas utama dalam hukum perjanjian. Asas
kebebasan berkontrak dikenal dan diterima dalam civil law system maupun common law system.
Begitu pentingnya asas tersebut dalam hukum perjanjian menyebabkan asas itu tidak pernah
hilang atau musnah, sehingga keberadaan asas tersebut selalu dimuat dalam pasal-pasal, aturan
dan dokumen hukum secara internasional karena sifatnya yang universal.
Asas kebebasan berkontrak merupakan dasar yang menjamin kebebasan orang dalam
melakukan dan menerima kontrak.

142

Asas kebebasan berkontrak ini bersifat universal, artinya

berlaku juga dalam berbagai sistem hukum perjanjian di negara-negara lain dan memiliki ruang
lingkup yang sama. 143 Kebebasan berkontrak, hingga kini tetap menjadi asas penting dalam
sistem hukum kontrak baik dalam sistem civil law, common law, maupun sistem hukum lainnya
Dilihat dari sejarah lahirnya asas kebebasan berkontrak dalam sistem civil law dan
common law lahir dan berkembang seiring dengan pertumbuhan aliran filsafat yang menekankan
semangat individualisme dan pasar bebas. 144 Latar belakang asas kebebasan berkontrak yang
142

Ahmadi Miru,Hukum Kontrak Perencanaan Kontrak, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2007), hal 4.
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang bagi Para Pihak
dalam Perjanjian Kredit di Indonesia,(Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993), hal 47.
144
Lihat Friedrich Kessler, Contract Adhesion-Some Thought about Freedom of Contract, (Colombia Law
Review,1943), Vol 43, hal.630., Lihat Arthur Taylor von Mahren dan JamesRussel Gordley, The Civil Law System,
(Boston : Little Brown and Company, 1997), hal.788, Perhatikan pula Luis Muniz Arguelles, A Theory on the Will
Theory, Freedom of Contract in Historical and Comparative Perspective, (Peueto Rico : Revista Juridica De La
Universidad De Peueto Rico), hal 254. Lihat juga Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum (Paradigma, Metode dan
Dinamika Masalahnya), (Jakarta : Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Perkumpulan Untuk
Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologi (HUMA), 2002), hal 296 Kebebasan seperti itulah yang
dalam ilmu dan ajaran hukum disebut “kebebasan berkontrak”. Ide atau ideologi berikut praktik “kebebasan
berkontrak” tersebut itu tak ayal lagi tentu saja memarakkan kehidupan bisnis industrial yang tengah berkembang di
dalam suasana ekonomi urban yang diberalistis-kapitalistis di Eropa Barat, di bawah kontrol kaum kelas tengah pada
masa itu. “Kebebasan berkontrak” memungkinkan ribuan pelaku ekonomi, baik yang terbilang kaum elite maupun
yang tergolong massa pekerja, untuk melepaskan diri dari kontrol kaum feodal yang selama ini menguasai
kehidupan komunitas-komunitas pertanian. “Kebebasan berkontrak” memungkinkan massa pekerja yang berasal
dari kalangan para hamba dan para ulur di desa-desa meninggalkan tuan-tuannya yang menguasai tanah-tanah
pertanian, untuk kemudian mencari kerja dan mengadu nasib ke kota-kota yang tengah diramaikan oleh
pembangunan industri dan bisnis-bisnis penunjangnya. Tak pelak lagi, “kebebasan berkontrak” telah memungkinkan
143

lahir dari civil law tradition sebagaimana dinyatakan John Henry Merryman dalam bukunya
“The Civil Law Tradition” embrio lahirnya kebebasan kebebasan berkontrak adalah 450 tahun
sebelum masehi : The traditional date of its origin is 450 B.C., the supposed date of publication
of the XII table in Rome. Twelve tables adalah a statement of the customary and ritual law that
had previously developed (and inscribed on twelve bronze tables) 145. Selanjutnya pada zaman
romawi yaitu Kaisar Justinianus tertulis dalam Corpus luris Civilis pada tahun 533. 146 Pada
zaman ini pengertian kebebasan berkontrak berkembang dari perikatan atau obligation. Kata
‘obligatio’ di dalam Roman terminologi menunjukkan baik hak-hak kreditur (creditor’s right)
maupun pada kewajiban-kewajiban debitur (debtor’s right). 147 Fritz Schulz seperti yang dikutip
oleh Reinhard Zimmerman menyatakan bahwa the law of obligation yang berasal dari Kaisar
Justinianus pada zaman Romawi merupakan ‘a unique achievement in the history of human
civilisation’. Bahkan menjadi prestasi unik dalam sejarah peradapan umat manusia. 148
Konsep kebebasan berkontrak berkembang sejalan dengan peradaban dan evolusi berfikir
manusia. Pada masa Romawi kuno sudah tampak memasukkan aspek rasonalitas yang sekarang
dikenal sebagai economic analysis of law menjadi konsep dasar efisiensi dibidang ekonomi
dalam menyelesaikan masalah hukum (law and ecomomic). Dalam hukum yang berlaku pada
masa itu, berlaku prinsip bahwa barang siapa yang telah melakukan tindakan terhadap badan atau
hak milik orang lain, tidak terlindung dari balas dendam (vengeance) dari korban atau
keluarganya. Dalam penerapannya bentuk balas dendam dimaksud dilaksanakan dengan cara
para usahawan yang bermodal dan bergerak di bidang-bidang bisnis nonpertanian dengan gampangnya merekrut
pekerja-pekerja.
145
Roman Law, Basic Structure and Sources, Albany Law School, Union University,
http://www.als.edu/lib/ alsroma.html, hal 1.
146
Reinhard Zimmermann, The Law of Obligations, Roman Fondations of the Civilian Tradition, (Oxford
University Press), 1995, hal 1.
147
Johannes Gunawan, Penyunting Sri Rahayu Oktoberina da Niken Savitri, Butir-Butir Pemikiran Dalam
Hukum Memperingati 70 Tahun Prof.Dr.B.Arief Sidharta: Kajian Ilmu Hukum Tentang Kebebasan Berkontrak,
(Bandung, PT. Refika Aditama), hal 259.
148
Ibid.

yang kejam bahkan kematian. Akhirnya manusia menyadari bahwa rezim tersebut sebagai rezim
yang buruk dan tidak beradab (uncivilized). Oleh karena itu pada perkembangannya negara ikut
campur dalam menahan pelaku dan berada dibawah pengawasan. Disinilah dimulai pemikiran
konpensasi untuk memberikan tebusan kepada korban maupun keluarganya dalam bentuk uang
ataupun barang sebagai upaya untuk menghindari upaya balas dendam. Bagi orang Romawi
modus penggantian uang dan barang merupakan modus yang cocok dan baik untuk memaksa
orang memenuhi sanksi. Keadaan inilah yang menimbulkan hubungan yang mengandung
perjanjian atau kontrak. 149 Dari sejarah tersebut memunculkan pemikiran bahwa sifat rasional
manusia sebagai homo economicus membawa perhitungan efisiensi yang dapat diterima oleh
semua pihak yang bertikai dengan kalkulasi yang dapat diterima dan memenuhi asas keadilan
sebagai fairness.
Sistem civil law yang membebaskan dirinya dari hukum Romawi yang menetapkan
formalisme menerima teori kontrak yang berbasis konsensus melalui maksim pacta sunt
servanda. 150 Dalam sistem civil law, persetujuan kehendak (consensus ad idem) dan manifestasi
(eksternal) kehendak merupakan suatu hal yang sangat esensial. 151
Kebebasan berkontrak lebih mengarah kepada suatu pernyataan politik hukum (statement
of legal policy) yang menunjukkan kebebasan individual untuk mempertukarkan hak mereka. 152
Dari titik pandang bahwa kontrak hasil kehendak bebas para pihak dan kontrak diciptakan atas
pertemuan kehendak para pihak, kemudian lahir prinsip konsensualisme. Konsensus menjadi inti
(core) dan dasar (basis) konsep hukum kontrak moderen. Prinsip ini pada dasarnya menyatakan
gagasan bahwa hal yang esensial dalam kontrak adalah kehendak para pihak. Sebelumnya tidak
149

Ibid, hal 260-261.
David E. Ellen, et,al, Asian Contract law, Survey on Current Problems, (Carlton : Melbourne University
Press, 1969), hal 104.
151
Ibid, hal 105.
152
Ibid, hal 118.
150

dikenal asas konsensualisme tersebut. 153 Kontrak yang didasarkan pada konsensus (contractus ex
consensus) dalam evolusi hukum Romawi berkembang belakangan. Ia mulai dibangun dan
dikembangkan pada abad pertama sebelum masehi. Menurut Alan Watson dikenalkannya
kontrak berdasar konsensus tersebut merupakan penemuan terbesar dalam hukum Romawi. 154
Kebebasan berkontrak (freedom of contract) di dalam civil law tradition terdiri dari
5 (lima) kebebasan 155 : pertama, kebebasan untuk membuat perjanjian atau tidak membuat
perjanjian; kedua, kebebasan untuk memilih dengan pihak mana akan membuat perjanjian;
ketiga, kebebasan untuk menentukan isi perjanjian; keempat, kebebasan untuk menentukan
bentuk perjanjian; kelima, kebebasan untuk menentukan cara membuat perjanjian
Di Perancis, signifikansi dan justifikasi teori konsensualisme tidak menimbulkan
perselisihan. Bagi kebanyakan sarjana hukum, prinsip konsensualisme adalah mengikat, setidaktidaknya dalam civil code, ke teori kebebasan kehendak (theorie de I’autonomie de la volonte)
sesuai dengan kewajiban kontraktual yang ditarik dari kekuatan mengikatnya yang berasal dari
kehendak para pihak. 156
Dengan demikian, teori kehendak atau teori hukum kontrak klasik yang berasal dari
prinsip private autonomy. Kemudian bermakna bahwa kehendak para pihaknya yang
menentukan hubungan hukum kontrak mereka. Prinsip yang demikian memiliki beberapa
konsekuensi sebagai berikut 157 : pertama, hukum yang berlaku bagi mereka tersebut sematamata berkaitan dengan maksud yang sebenarnya dari pihak yang berjanji ; kedua, maksud para

153

Reinhard Zimmermann, The Law of Obligation, Roman Foundation of Rule Civilian Tradition, (Cape
Town : juta & Co.Ltd, 1992), hal 559.
154
Alan Watson, Society and Legal Change, (Philadelphia : Temple University Press, 2001), hal.14.
155
Johannes Gunawan, Penggunaan Perjanjian Standard dan Implikasinya Pada Asas Kebebasan
Berkontrak, (Majalah Padjadjaran, No. 3-4, 1987), hal 55.
156
Piere Bonassies, Some Comments on the Franch Legal System With Particular References to the Law of
Contract: A Study of the Common Care of Legal System , (London : Stevens & Sons, 1968), hal.244.
157
Morton J.Horwitz, The Historical Foundation of Modern Contract Law, (Harvard Law Review, Vol 87,
1974), hal 134.

pihak harus “bertemu” pada saat sebelum dibuat kontrak ; ketiga, hakim tidak memiliki
kewenangan untuk mengisi celah dalam suatu kesepakatan dan tidak berdaya menghadapi
kemungkinan hal yang tidak terduga ; keempat, pihak yang berjanji bebas mengungkapkan
kemauannya.
Dalam teori hukum kontrak klasik dijelaskan bahwa kontrak adalah sesuatu yang sakral
dan suci sebagai sesuatu produk kebebasan berkontrak alasan bahwa kontrak itu dibuat atas
pilihan dan kemauan sendiri dan penyelesaian isi kontrak dilakukan dengan kesepakatan bersama
(mutual agreement) 158 Ajaran tersebut didukung perintah suci motzeh sfassecha tismar “engkau
harus menepati perkataanmu”, dan dari maksim hukum Romawi kuno, yakni pacta sunt
servanda. Konsep pacta sunt servanda ini pada akhirnya menjadi suatu konsep dasar atau basis
suci (lowed basis) teori hukum kontrak klasik. Konsep ini dapat dilacak dari perjanjian antara
Jehovah dan orang-orang Israel (Yahudi). 159 Kegagalan untuk mematuhi perjanjian itu
merupakan dosa dan melanggar kontrak 160
Berbeda dengan civil law system, munculnya kebebasan berkontrak dalam common law
system selain disebabkan oleh tempat timbulnya sistem hukum tersebut. Common law system
muncul di Inggris pada zaman pemerintahan Raja Henry II (1154 – 1189), seperti yang pernah
ditulis oleh Robert Palmer dalam tulisan klasik berjudul Origins Of Common Laws menyebutkan
bahwa “It was during Henry II reign (1154-1189) that the common law began. Note that the
common law is designated “common” to all of England and administered by a central court, as
distinguisthed from the customary law that varied, albeit often only in minor ways, from county
to county, lordship to lordship, or manor to manor. Moreover, the common law began as the

158

P.S.Atiyah, An Introduction to the Law of Contract, (Oxford : Clarendon Press, Fifth Edition, 2004),

hal 12.
159

John Edward Murray, Murray on Contracts Charlottesvillie, (The Michie Company, 1990), hal 1.
Ibid.

160

result of political occurrences, not from jurisprudential consideration.” 161 Kemudian untuk
mengakhiri perang Raja Henry II dan Raja Stephen membuat kontrak pada tahun 1153 yang
dinamakan The Treaty Of Winchester yang merupakan tonggak penting dan bersejarah proses
kelahiran common law system di Inggris. 162
Prinsip-prinsip kebebasan berkontrak pada common law system terus mengalami
perkembangan dan memasuki hukum moderen pada abad delapan belas dan abad sembilan belas.
Pada abad sembilan belas, kebebasan berkontrak sangat diagungkan baik oleh para filosuf,
ekonom, sarjana hukum, maupun pengadilan. Kebebasan berkontrak sangat mendominasi teori
hukum kontrak. Inti permasalahan hukum kontrak lebih tertuju kepada realisasi kebebasan
berkontrak. Pengadilan juga lebih mengedepankan kebebasan berkontrak dari pada nilai-nilai
keadilan dalam putusan-putusannya. Pengaturan melalui legislasi pun memiliki kecendrungan
yang sama. Pada saat itu, kebebasan berkontrak memiliki kecendrungan ke arah kebebasan tanpa
batas (unrestricted freedom of contract). 163
Hukum kontrak yang berkembang pada abad sembilan belas telah banyak mendapat
pengaruh aliran filsafat yang menekankan individualisme sebagaimana tercermin pula dari
pemikiran (politik) ekonomi klasik Adam Smith dan utilitarianisme Jeremy Betham. Mereka
memandang bahwa tujuan utama legislasi dan pemikiran sosial harus mampu menciptakan the
greatest happiness for the greatest number.

164

Mereka menjadikan kebebasan berkontrak

sebagai paradigma baru dalam hukum kontrak.

161

Johannes Gunawan, Penyunting Sri Rahayu Oktoberina da Niken Savitri, Butir-Butir Pemikiran Dalam
Hukum Memperingati 70 Tahun Prof.Dr.B.Arief Sidharta, Kajian Ilmu Hukum Tentang Kebebasan Berkontrak,
Op.Cit., hal 263.
162
Ibid.
163
John D. Calamari dan Joseph M. Perilo, Contract, (ST Paul, Minn : West publishing Co, 1977), hal 5.,
Lihat Juga Roscoe Pound, Liberty of Contract, (Yale Law Journal, Vol 19, 1909), hal 456.
164
George Gluck, Standard Form Contract: The Contract Theory Reconsidered, (International Law and
Comparative Quarterly, Vol 28, 1979), hal 72.

Kebebasan asas kebebasan berkontrak tersebut tidak dapat dilepaskan dari pengaruh
berbagai aliran filsafat politik dan ekonomi liberal yang berkembang pada abad kesembilan
belas. Dalam bidang ekonomi berkembang aliran laissez faire yang dipelopori Adam Smith yang
menekankan prinsip non-intervensi oleh pemerintah terhadap kegiatan ekonomi dan bekerjanya
pasar. Filsafat utilitarian Jeremy Bentham yang menekankan adanya ideologi free choice juga
memiliki pengaruh yang besar bagi pertumbuhan asas kebebasan berkontrak tersebut. Baik
pemikiran Adam Smith maupun Bentham didasarkan filsafat individualisme. Kedua pemikiran
tersebut tidak dapat dilepaskan dari pengaruh filsafat e