Perlindungan Hukum Terhadap Buruh PKWT Ditinjau dari Hukum Ketenagakerjaan (Studi Kasus di PTPN II Kebun Tanjung Jati, Kabupaten Langkat)

BAB II
ASPEK HUKUM PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DI
INDONESIA

A. Perjanjian Kerja di Indonesia
Istilah perjanjian kerja menyatakan bahwa perjajian ini mengenai kerja, yakni
dengan adanya perjanjian kerja timbul salah satu pihak untuk bekerja.Jadi
berlainan dengan perjanjian perburuhan yang tidak menimbulkan hak atas dan
kewajiban untuk melakukan pekerjaan tetapi memuat syarat-syarat tentang
perburuhan.13 Hal ini membuat buruh bekerja di bawah pimpinan pihak lainnya
serta menerima upah dan adanya majikan jika ia memimpin pekerjaan yang
dilakukan pihak kesatu.
Ketentuan dan syarat-syarat pada perjanjian yang dibuat oleh para pihak
berisi hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang harus dipenuhi. Dalam
hal ini tercantum asas “kebebasan berkontrak” (freedom of contract), yaitu
seberapa jauh pihak-pihak dapat mengadakan perjanjian, hubungan-hubungan apa
yang terjadi antara mereka dalam perjanjian itu serta seberapa jauh hukum
mengatur hubungan antara para pihak.
Perjanjian kerja diatur secara khusus pada Bab VII KUHPerdata tentang
persetujuan-persetujuan untuk melakukan pekerjaan. Menurut Pasal 1601a
KUHPerdata, yang dimaksud dengan perjanjian kerja adalah suatu perjanjian

dimana pihak yang satu, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak yang
lain, majikan, selama suatu waktu tertentu,dengan menerima upah.14

13

Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, (Jakarta: Djambatan, Edisi Revisi,
2003), hlm. 70.
14
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 14 UU Ketenagakerjaan, perjanjian kerja
adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang
memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.Dari bunyi pasal-pasal
tersebut dapat dikatakan bahwa yang dinamakan perjanjian kerja harus memenuhi
unsur-unsur sebagai berikut:
1. Ada orang dibawah pimpinan orang lain.
2. Penunaian kerja.
3. Dalam waktu tertentu.

4. Adanya upah
Sahnya suatu perjanjian kerja Pasal 52 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
menyebutkan bahwa :Perjanjian kerja dibuat atas dasar :
1. kesepakatan kedua belah pihak;
2. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
3. adanya pekerjaan yang diperjanjikan dan Pekerjaan yang diperjanjikan
tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berkaitan dengan perjanjian kerja ini Subekti menegaskan bahwa
perjanjian kerja adalah perjanjian antara seseorang buruh dengan
seorang majikan, perjanjian dimana ditandai oleh ciri-ciri adanya suatu
upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan
diperbatas (direstverhadning) yaitu suatu hubungan yang berdasarkan
mana pihak yang satu (majikan) berhak memberikan perintah yang
harus ditaati pihak yang lain.15

15

Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1989), hlm. 57.


Universitas Sumatera Utara

Berkenaan dengan hal ini, Ridwan Halim mengemukakan bahwa
perjanjian kerja adalah suatu perjanjian yang diadakan antara majikan
tertentu dan karyawan atau karyawan tertentu yang umumnya
berkenaan dengan segala persyaratan yang secara timbal balik harus
dipenuhi oleh kedua belah pihak selaras dengan hak dan kewajiban
mereka masing-masing, terhadap satu sama lainnya".16
Hubungan kerja juga dilakukan sesuai dengan waktu yang
ditentukan. Pada unsur waktu ini dapat dibedakan atas :17
a. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
Perjanjian Kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk
mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk
melakukan kerjaan tertentu.
b. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)
Perjanjian Kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk
mengadakan hubungan kerja tetap.PKWTT ini diatur didalam Peraturan
Perusahaan.
c. Perjanjian Kerja Harian atau Borongan
Perjanjian pemborongan pekerjaan adalah suatu perjanjian dimana

pihak kesatu (pemborong) mengikatkan diri untuk membuat suatu karya
tertentu bagi pihak yang lain yang memborongkan dengan menerima
bayaran tertentu dan dimana pihak yang lain yang memborongkan
mengikatkan diri untuk memborongkan pekerjaan kepada pihak
pemborong dengan bayaran tertentu.
16

A.Ridwan Halim, Sari Hukum Perburuhan Aktual, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1987),

hlm. 21.
17

FX. Djumialdji, Perjanjan Kerja , (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hlm. 24 .

Universitas Sumatera Utara

Perjanjian kerja merupakan salah satu turunan dari perjanjian pada
umumnya, dimana masing-masing perjanjian memiliki ciri khusus yang
membedakannya dengan perjanjian yang lain. Namun seluruh jenis
perjanjian memiliki ketentuan yang umum yang dimiliki secara

universal oleh segala jenis perjanjian, yaitu mengenai asas hukum,
sahnya perjanjian, subyek serta obyek yang diperjanjikan.18
Sebagai bagian umum dari perjanjian pada umumnya maka
perjanjian kerja harus memenuhi syarat sah nya perjanjian sebagaimana
diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata.Para pihak yang melakukan
perjanjian kerja harus sepakat dengan hal-hal yang diperjanjikan.
Kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak yang membuat
perjanjian kerja merupakan syarat mutlak.Pihak pekerja maupun
pengusaha dalam keadaan cakap membuat perjanjian kerja.Seseorang
dipandang cakap membuat perjanjian kerja jika yang bersangkutan
sudah cukup umur.Ketentuan hukum ketenagakerjaan memberikan
batas umur minimal 18 tahun.19Selain itu seseorang dikatakan cakap
membuat perjanjian jika seseorang itu tidak terganggu jiwanya.
Adanya pekerjaan yang diperjanjikan merupakan sebab tertentu
yang dimaksud oleh pasal 1320 KUH Perdata.Pekerjaan yang
diperjanjikan merupakan obyek dari perjanjian kerja antara pekerja
dengan pengusaha yang akibat hukumnya melahirkan hak dan
kewajiban para pihak.

18


Falentino Tampongangoy, Penerapan Sistem Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Di
Indonesia, Lex Privatum, Vol.I, No.1, Jan-Mrt, 2013, hlm. 147.
19
Pasal 1 angka 26 UU Ketenagakerjaan.

Universitas Sumatera Utara

Objek perjanjian yaitu pekerjaan harus halal, yakni tidak boleh
bertentangan

dengan

undang-undang,

ketertiban

umum

dan


kesusilaan.Jenis pekerjaan yang diperjanjikan merupakan salah satu
unsur perjanjian kerja yang harus disebutkan secara jelas.
Keempat syarat tersebut bersifat kumulatif artinya harus dipenuhi
semuanya baru dapat dikatakan perjanjian kerja tersebut sah.Syarat
kemauan bebas kedua pihak dan kemampuan atau kecakapan kedua
belah pihak dalam membuat perjanjian dalam hukum perdata disebut
dengan syarat subyektif karena menyangkut mengenai orang yang
membuat perjanjian sedangkan syarat adanya pekerjaan

yang

dipekerjakan.
Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya
memuat keterangan: 20
1. Nama, alamat perusahaan serta jenis usaha.
2. Nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja/buruh.
3.

Jabatan atau jenis pekerjaan.


4.

Tempat pekerjaan.

5.

Besarnya upah dan cara pembayaran.

6.

Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan
pekerja/buruh.

7.

Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja.

8.


Tempat dan tanggal perjanjian dibuat.

9.

Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

20

Pasal 54 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Universitas Sumatera Utara

Selain hal-hal di atas terdapat juga beberapa hal lainnya yang
perlu diatur dalam suatu perjanjian kerja: 21
1. Macam pekerjaan.
2. Cara-cara pelaksanaannya.
3. Waktu atau jam kerja.
4. Tempat kerja.
5. Besarnya


imbalan

kerja,

macam-macamnya

serta

cara

majikan/perusahaan

bagi

pembayarannya.
6. Fasilitas-fasilitas

yang

pekerja/buruh/pegawai


disediakan
Biaya

kesehatan/pengobatan

bagi

buruh/pegawai/pekerja.
7. Tunjangan-tunjangan tertentu.
8. Perihal cuti.
9. Perihal izin meninggalkan pekerjaan.
10. Perihal hari libur.Perihal jaminan hidup dan masa depan pekerja.
11. Perihal pakaian kerja.
12. Perihal jaminan perlindungan kerja.
13. Perihal penyelesaian masalah-masalah kerja.
14. Perihal uang pesangon dan uang jasa/
15. Berbagai masalah yang dianggap perlu.
Perjanjian kerja yang dibuat antara pekerja/buruh menghasilkan
hubungan kerja. Hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja dengan
pengusaha yang terjadi setelah adanya perjanjian kerja. Secara normatif
21

A. Ridwan Halim, Hukum Perburuhan Dalam Tanya Jawab, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1990), hlm. 23.

Universitas Sumatera Utara

pengertian hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan
pekerja

berdasarkan

perjanjian

kerja

yang mempunyai

unsur

pekerjaan, upah dan perintah. 22 Dengan demikian jelaslah bahwa
hubungan

kerja

terjadi

karena

adanya

perjanjian

kerja

antara

pengusaha dengan pekerja. Substansi perjanjian kerja yang dibuat
tidak

boleh

bertentangan

dengan

perjanjian

perburuhan

atau

Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)/Perjajian Kerja Bersama (PKB).
Demikian pula perjanjian kerja tersebut tidak boleh bertentangan
dengan peraturan perusahaan yang dibuat oleh pengusaha. Dalam
perjanjian kerja, karena merupakan salah satu dari bentuk khusus
perjanjian, apa yang dikemukakan oleh Soebekti di atas berlaku juga.
Artinya apa yang menjadi hak pekerja/buruh akan menjadi kewajiban
pengusaha dan sebaliknya apa yang menjadi hak pengusaha akan menjadi
kewajiban pekerja.

B. Sejarah Munculnya PKWT di Indonesia
Hukum Perburuhan ditengarai muncul pertama kali di Eropa sebagai
reaksi

atas

perubahan-perubahan

yang

dimunculkan

Revolusi

Industri.Penemuan mesin (tenaga) uap di Inggris sekitar 1750, membuka
peluang untuk memproduksi barang/jasa dalam skala besar. Sebelum itu,
secara tradisional, pekerjaan di bidang agrikultur diselenggarakan mengikuti
sistem feodalistik, pekerja atau buruh mengerjakan tanah milik tuan tanah dan
menghidupi diri mereka dari hasil olahan lading yang mereka kerjakan sendiri.

22

Pasal 1 ayat (15) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Universitas Sumatera Utara

Sejak abad pertengahan, di perkotaan, kerja terlokasir di pusat-pusat kerja kecil
dan diselenggarakan oleh kelompok-kelompok pekerja dengan keahlian
tertentu (gilda) yang memonopoli dan mengatur ragam bidang-bidang
pekerjaan tertentu.Sekalipun demikian, kelas wirausaha (entrepreneur ) baru
yang bermunculan menuntut kebebasan dalam rangka memperluas cakupan
dan jangkauan aktivits mereka.23
Revolusi Prancis pada tahun 1795 menjadi simbol tuntutan dari
kelompok baru masyarakat modern yang mulai muncul: diproklamirkan
keniscayaan persamaan derajat bagi setiap warga Negara dan kebebasan
berdagang (bergiat dalam lalulintas perdagangan). Hukum pada tataran
Negara-bangsa

dikodifikasikan

ke

dalam

kitab

undangundang

yang

dilandaskan pada prinsip-prinsip baru seperti kebebasan berkontrak dan
kemutlakan hak milik atas kebendaan.Perserikatan kerja yang dianggap
merupakan peninggalan asosiasi pekerja ke dalam gilda-gilda dihapuskan.24
Sekitar tahun 1900-an, beberapa Negara Eropa memodernisasi legislasi
mereka perihal kontrak atau perjannjian kerja, yang sebelumnya dilandaskan
pada konsep-konsep dari Hukum Romawi.Satu prinsip baru diperkenalkan,
yaitu bahwa buruh atau pekerja adalah pihak yang lebih lemah dan sebab itu
memerlukan perlindungan hukum.Buruh mulai mengorganisir diri mereka
sendiri dalam serikat-serikat pekerja (trade unions).Secara kolektif mereka
dapat bernegosiasi dengan majikan dalam kedudukan kurang lebih setara dan

23

Agusmidah, dkk, Bab-Bab
Pustaka Larasan, 2012), hlm. 2
24
Ibid.

Tentang Hukum Perburuhan di Indonesia , (Denpasar:

Universitas Sumatera Utara

dengan demikian juga untuk pertama kalinya diperkenalkan konsep
perjanjian/kesepakatan kerja bersama (collective agreement).25
Sementara itu di Indonesia, dalam sejarahnya dimasa lalu ada 3 model
hubungan kerja yaitu kerja rodi, kerja paksa, dan poenale sanctie.Adanya
perbudakan ini dapat diketahui dari beberapa aturan di masa pemerintahan
kolonial Hindia Belanda. Beberapa aturan tersebut adalah:26
a. Peraturan tentang pendaftaran budak (tahun 1819).
b. Peraturan tentang pajak atas pemilikan budak (tahun 1820).
c. Peraturan larangan mengangkut budak yang masih kanak-kanak (tahun
1829).
d. Peraturan tentang pendaftaran anak budak (tahun 1833).
e. Peraturan tentang penggantian nama budak (tahun1834).
f. Peraturan tentang pembebasan perbudakan bagi pelaut yang dijadikan
budak (1848).
Model kerja perbudakan ini tidak memberikan hak apapun bagi seorang
budak, bahkan terhadap hidupnya sekalipun. Seorang budak akan menjadi
hak milik (properti) bagi pemilik budak, yang juga dapat diperjualbelikan
selayaknya barang. Model hubungan kerja perbudakan ini berakhir dengan
dikeluarkannya aturan pada tahun 1854, yang disebut Regeringreglemaent
tahun 1854.Aturan ini mewajibkan penghapusan perbudakan di Indonesia
yang efektif berlaku pada tahun 1860.27

25

Ibid, hlm 3.
Andi
Yunarko,
Sejarah
Model
Hubungan
Kerja
di
Indonesia ,
http://solidaritas.net/2015/07/sejarah-model-hubungan-kerja-di-indonesia.html , diunduh pada
tanggal 28 Oktober pukul 13.35 WIB.
27
Ibid.
26

Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya dikenal model hubungan kerja dalam bentuk Rodi atau kerja
paksa. Model kerja ini mewajibkan seorang untuk melakukan kerja bagi
penguasa atau pihak lain dengan persetujuan penguasa tanpa mendapatkan
upah. Model ini berakhir saat pemerintah kolonial Hindia Belanda
meratifikasi konvensi ILO nomor 29, melalui Staatsbald 1933 nomor 261,
tentang penghapusan kerja paksa.28
Model hubungan kerja berikutnya adalah Poenale Sanctie, yang
merupakan model hubungan kerja jangka waktu tertentu dengan disertai
sanksi bagi mereka yang meninggalkan atau menolak pekerjaannya.Sanksi
tersebut berupa pidana dengan denda antara 16-25 rupiah atau denda rodi
(kerja paksa) selama 7 hingga 12 hari.Jangka waktu perjanjian kerja dalam
model hubungan kerja tersebut adalah 5 tahun, sebagaimana diatur melalui
Staatsbald 1819 nomor 10.Sedangkan penerapan sanksi diatur melalui
Algemene Politie Strafreglement 1872 nomor 111.29

Namun model hubungan kerja Poenale Sanctie ini berakhir pada tahun
1879 dan kemudian lahir aturan baru yang termuat dalam Koeli Ordonantie
tahun 1880 (Staatsbald nomor 133 tahun 1880). Pada intinya aturan ini
menentukan bahwa perjanjian kerja harus dilakukan secara tertulis untuk
jangka waktu 3 tahun dan buruh tidak diperbolehkan untuk memutus
hubungan kerja secara sepihak.30
Pada masa setelah kemerdekaan tahun 1945, model hubungan kerja tidak
lagi dibatasi oleh suatu jangka waktu dan terus berlangsung hingga
dikeluarkannya

Undang-Undang

Nomor

25

Tahun

1997

tentang

28

Ibid.
Ibid.
30
Ibid.
29

Universitas Sumatera Utara

Ketenagakerjaan.Melalui aturan ini, model hubungan kerja terbagi menjadi 2
jenis, yaitu hubungan kerja waktu tertentu dan hubungan kerja waktu tidak
tertentu.Model ini terus dipertahankan hingga saat ini melalui UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

C. Pengaturan PKWT di Indonesia
1. Perngertian, Bentuk dan Isi PKWT
Pengertian perjanjian kerja tertentu atau lebih lazim disebut
dengan kesepakatan kerja tertentu ada ditentukan dalam Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Nomor 05/Men/1986 yang berbunyi Kesepakatan
Kerja Tertentu adalah kesepakatan kerja

antara

pekerja

dengan

pengusaha yang diadakan untuk waktu tertentu atau untuk pekerjaan
tertentu. 31
Dalam
Nomor

keputusan

Menteri

KEP.100/Men/VI/2004

Tenaga
Tentang

Kerja

dan

Transmigrasi

Ketentuan

Pelaksanaan

Perjanjian Kerja Tertentu disebutkan bahwa PKWT adalah perjanjian
kerja

antara

pekerja/buruh

dengan pengusaha untuk mengadakan

hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu. 32
Berdasarkan ketentuan tersebut maka jelaslah bahwa PKWT tidak
dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
Pada Pasal 59 ayat 1 UU Ketenagakerjaan menetapkan kategori
pekerjaan untuk PKWT sebagai berikut :
a) Pekerjaan sekali selesai atau sementara sifatnya.
31

Pasal 1 huruf a Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 05/Men/1986.
Pasal 1 huruf
a Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
KEP.100/Men/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Tertentu.
32

Nomor

Universitas Sumatera Utara

b) Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya tidak terlalu lama dan
paling lama tiga tahun.
c) Pekerjaan yang bersifat musiman.
d) Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau
produk tambahan yang masih dalam masa percobaan.
Perjanjian kerja waktu tertentu yang diatur dalam Pasal 56 ayat (2) UU
Ketenagakerjaan hanya didasarkan atas jangka waktu atau selesainya suatu
pekerjaan tertentu dan tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat
tetap.
Bentuk perjanjian kerja diatur dalam Pasal 51 UU Ketenagakerjaan,
dimana pada ayat(1) disebutkan : perjanjian kerja dibuat secara tertulis
atau lisan. Dengan demikian Perjanjian kerja pada umumnya dapat dibuat
secara tertulis maupun tidak tertulis.Perjanjian kerja yang tidak tertulis
biasanya digunakan dalam jenis perjanjian kerja dirumah dan perjanjian
kerja pemborongan, hal ini dikarenakan di Indonesia sejak dahulu dalam
melakukan suatu perjanjian hanya atas dasar saling percaya, tanpa ada
hitam diatas putih. Namun, berbeda dengan perjanjian kerja waktu tertentu
yang sudah seharusnya dibuat secara tertulis sesuai dengan isi dari pasal
57 ayat 1 UU Ketenagakerjaan dimana, perjanjian kerja waktu tertentu
dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf
latin.
Keputusan Mentri Tenaga kerja Nomor KEP.100/MEN/VI/2004 pasal
15 ayat 1, menegaskan bahwa PKWT yang tidak dibuat dalam bahasa
Indonesia dan huruf latin berubah menjadi PKWTT sejak ada hubungan

Universitas Sumatera Utara

kerja. Melihat isi dari pasal ini maka sudah jelas, pemerintah yang dalam
hal ini berfungsi sebagai pengawas dalam hubungan kerja sudah berupaya
untuk mengatur hubugan kerja yang terjadi antara pengusaha dan
buruh/pekerja agar tidak saling merugikan satu sama lain.
Isi perjanjian kerja merupakan inti dari perjanjian kerja.Ini berkaitan
dengan pekerjaan yang diperjanjikan.Adakalanya isi perjanjian kerja ini
dirinci dalam perjanjian, tetapi sering juga hanya dicantumkan pokokpokoknya saja. Isi perjanjian kerja sebagaimana isi perjanjian pada
umumnya, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang
undangan,kesusilaan dan ketertiban umum. 33
Isi perjanjian kerja merupakan pokok persoalan, tegasnya pekerjaan
yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan dalam
Undang-undang yang sifatnya memaksa atau dalam undang-undang
tentang ketertiban umum atau dengan tata susila masyarakat. Sehingga
secara positif isi perjanjian kerja adalah dengan sendirinya merupakan
kewajiban-kewajiban dan hak-hak buruh serta kewajiban kewajiban dan
hak-hak majikan, yang berpangkal pada melakukan pekerjaan dan
pembayaran upah, acap kali kewajiban pihak yang satu tersimpul dalam
pihak lainnya dan hak pihak yang satu tersimpul dalam kewajiban pihak
lainnya. Antara pengusaha dan pekerja/buruh yang berada di dalam suatu
perusahaan menimbulkan adanya hubungan kerja, dimana hubungan kerja

33

Falentino Tampongangoy, Penerapan Sistem Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Di
Indonesia, Lex Privatum, Vol.I, No.1, Jan-Mrt, 2013, hlm. 150.

Universitas Sumatera Utara

ini terjadi setelah adanya suatu perjanjian kerja antara pekerja/buruh dan
pengusaha.34
Kesepakatan kerja tertentu harus memu atidentitas sertahak dan
kewajiban para pihak sebagai berikut:
a. nama dan alamat pengusaha atau perusahaan;
b. nama, alamat, umur dan jenis kelamin pekerja;
c. jabatan atau jenis/macampekerjaan;
d. besarnya upah serta cara pembayaran;
e. hak dan kewajibanpekerja;
f. hak dan kewajiban pengusaha;
g. syarat-syarat kerjanya;
h. jangka waktu berlakunya kesepakatan kerja;
i. tempat atau alokasi kerja;
j. tempat dan tanggal kesepakatan kerja dibuat sertatanggal
berlakunya;
k. tanda tangan para pihak dalamperjanjian kerja.

2. Persyaratan PKWT di Indonesia
Sebagaimana perjanjian kerja pada umumnya, PKWT harus
memenuhi syarat- syarat pembuatan sehingga perjanjian yang dibuat dapat
mengikat dan menjadi undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.
Untuk pembuatan perjanjian atau kesepakatan kerja tertentu terdapat
persyaratan yang harus dipenuhi yang terdiri dari dua macam syarat, yaitu

34

Ibid, hlm. 150.

Universitas Sumatera Utara

syarat formil dan syarat materil. Syarat materil diatur dalam UU
Ketenagakerjaan.
Syarat-syarat materil yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut : 35
a. Kesepakatan dan kemauan bebas dari kedua belah pihak.
b. Adanya kemampuan dan kecakapan pihak-pihak untuk mebuat
kesepakatan.
c. Adanya pekerjaan yang dijanjikan.
d. Pekerjaan yang dijanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban
umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam hal syarat sahnya suatu perjanjian, syarat materil dari
perjanjian kerja tertentu disebutkan bahwa kesepakatan kerja untuk
waktu tertentu yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud
ayat (1) pada angka 1 da 2 atau tidak memenuhi syarat subjektif
maka perjanjian dapat dibatalkan,79

yaitu dengan permohonan atau

gugatan kepada pengadilan, sedangkan yang bertentangan dengan ayat
(1) angka 3 dan 4 atau tidak memenuhi syarat objektif maka secara
otomatis perjanjian yang dibuat adalah batal demi hukum. 36
Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu harus dibuat secara
tertulis.37 Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin atau
menjaga

hal-hal

yang

tidak

diinginkan

sehubungan

dengan

berakhirnya kontrak kerja. PKWT tidak boleh mensyaratkan adanya

35

Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Djumadi, Op.Cit, hlm. 67, akibat hukum dari tidak dipenuhinya syarat-syarat tersebut
juga sama dengan akibat yang diatur dalam perjanjian pada umumnya yang menganut asas
konsensualisme seperti diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
37
Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
36

Universitas Sumatera Utara

masa percobaan. 38 Masa percobaan adalah masa atau waktu untuk
menilai kinerja dan kesungguhan, keahlian seorang pekerja. Lama
masa percobaan adalah 3 (tiga) bulan, dalam masa percobaan pengusaha
dapat mengakhiri hubungan kerja secara sepihak (tanpa izin dari
pejabat yang berwenang). Walau demikian, dalam masa percobaan ini
pengusaha tetap dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang
berlaku.
Ketentuan tidak membolehkan adanya masa percobaan dalam
PKWT adalah karena perjanjian kerja berlangsung relatif singkat.
PKWT yang mensyaratkan adanya masa percobaan, maka PKWT
tersebut batal demi hukum. 39 PKWT hanya dapat dibuat untuk
pekerjaan tertentu

yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan

pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu. 40
Dalam

Keputusan

Menteri

Tenaga

Kerja

Nomor

KEP.

100/VI/2004 disebutkan bahwa dalam PKWT untuk pekerjaan yang
sekali selesai atau sementara sifatnya adalah PKWT yang didasarkan atas
selesainya pekerjaan tertentu dan dibuat untuk paling lama 3 (tiga)
tahun. 41 Apabila dalam hal pekerjaan tertentu yang diperjanjikan
dalam PKWT tersebut dapat diselesaikan lebih cepat dari yang
diperjanjikan maka PKWT tersebut putus demi hukum pada saat
selesainya pekerjaan.

38

Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Pasal 58 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan.
39

40
41

Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Pasal 3 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP.100/VI/2004.

Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya dalam PKWT yang didasarkan atas selesainya
pekerjaan tertentu harus dicantumkan batasan suatu pekerjaan dinyatakan
selesai, namun apabila dalam hal PKWT dibuat berdasarkan selesainya
pekerjaan tertentu pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan dapat
dilakukan pembaruan PKWT. Pembaruan sebagaimana yang dimaksud
yaitu dilakukan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh)
hari setelah berakhirnya perjanjian kerja dan selama tenggang waktu 30
(tiga puluh) hari tersebut tidak ada hubungan kerja antara pekerja/buruh
dengan pengusaha. Selain itu disebutkan juga para pihak dapat
mengatur hal lain dari ketentuan tersebut yang dituangkan dalam
perjanjian.
Adapun syarat-syarat formal yang harus dipenuhi oleh suatu
kesepakatan kerja tertentu adalah sebagai berikut:
a. Kesepakatan

kerja

dibuat

rangkap

3

(tiga),

masing-masing

digunakan untuk pekerja, pengusaha dan kantor Departemen Tenaga
Kerja setempat yang masing-masing memiliki kekuatan hukum yang
sama.
b. Kesepakatan

kerja

harus

Tenaga Kerja Setempat,

didaftarkan

pada

kantor

Departemen

selambat-lambatnya

dalam

waktu

14

(empat belas) hari sejak ditandatangani kesepakatan kerja tertentu.
c. Biaya yang timbul akibat pembuatan kesepakatan kerja tertentu
semuanya ditanggung oleh pengusaha.
Syarat-syarat kerja yang dimuat dalam PKWT tidak tidak boleh
lebih rendah dari syarat-syarat kerja yang termuat dalam Peraturan

Universitas Sumatera Utara

Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan

peraturan

perundang-undangan yang berlaku. 88 Bila syarat-syarat perjanjian kerja
tersebut lebih rendah maka syarat-syarat yang berlaku adalah yang
termuat dalam Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama.

3. Kategori Pekerjaan dan Jangka Waktu PKWT
Terdapat beberapa kategori
dengan

PKWT

sebagai

dasar

pekerjaan
adanya

yang

dapat

hubungan

dilakukan

kerja

antara

pekerja/buruh dengan pengusaha. Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang
No.13

Tahun

2003

Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa

PKWT hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis
dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu,
yaitu:
a. pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya;
b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak
terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
c. pekerjaan yang sifatnya musiman; atau
pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru
atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Mengenai jangka waktu PKWT diatur dalam Pasal 59 ayat (3)
Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Dalam membuat suatu kesepakatan kerja tertentu batas maksimal waktu
yang boleh diperjanjikan adalah 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang
atau diperbaharui untuk satu kali saja karena satu hal tertentu.

Universitas Sumatera Utara

Perpanjangan tersebut hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu yang
sama, dengan catatan jumlah seluruh waktu dalam kesepakatan kerja
tertentu tidak boleh melebihi dari 3 (tiga) tahun. Walaupun demikian
karena alasan-alasan yang mendesak untuk jenis pekerjaan tertentu
dengan

seizin

Menteri

Tenaga

Kerja ketentuan tersebut dapat

dikesampingkan. 42
Perpanjangan adalah melanjutkan hubungan kerja setelah PKWT
berakhir tanpa hubungan baru setelah PKWT pertama berakhir melalui
pemutusan hubungan kerja dengan tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari.
Dengan berakhirnya jangka waktu yang telah disepakati dalam PKWT
maka secara otomatis hubungan kerja berakhir demi hukum.
Mengenai berakhirnya hubungan kerja dalam kesepakatan kerja
tertentu terdapat dua kemungkinan yaitu karena: 99
a. Demi hukum yaitu karena berakhirnya waktu atau objek yang
diperjanjikan atau yang disepakati telah lampau.
b. Pekerja meninggal dunia, dengan pengecualian jika yang meninggal
dunia pihak pengusaha maka kesepakatan kerja untuk waktu tertentu
tidak berakhir, bahkan suatu kesepakatan kerja untuk waktu tertentu
tidak berakhir walaupun pengusaha jatuh pailit.

42

Djumadi, Op.Cit,hlm. 68

Universitas Sumatera Utara