Pengaruh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan pada politeknik Unggul lp3m medan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kinerja Karyawan
2.1.1 Pengertian Kinerja Karyawan
Kinerja kerja karyawan merupakan salah satu tuntutan manajemen atas
tugas yang diberikan dalam mencapai tujuan utama perusahaan. Dengan kinerja
kerja yang maksimal maka diharapkan perusahaan mempunyai kemampuan
bersaing dan lebih unggul dibandingkan dengan pesaing sehingga mampu
bertahan dan berkompetensi. Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan tersebut
manajemen membutuhkan karyawan sebagai salah aset berharga yang dimiliki
perusahaan. Dengan adanya dukungan penuh dari karyawan dalam melaksanakan
tugasnya diharapkan perusahaan dapat memaksimalkan pencapaian tujuan untuk
maju dan berkembang. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, diharapkan
karyawan yang diberikan tugas dapat memberikan kinerja kerja yang maksimal
bagi kepentingna perusahaan. Peningkatan kinerja karyawan perlu ditingkatkan
secara signifikan agar kemampuan karyawan dalam melaksanakan tugas baru
lebih baik di masa mendatang.
Sutrisno (2011:170), “kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh
seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai
tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai
dengan moral maupun etika”. Suhendi dan Anggara (2010:188), “kinerja
10
Universitas Sumatera Utara
merupakan semua tindakan atau perilaku yang dikendalikan oleh individu dan
memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan-tujuan dari organisasi”.
Sementara itu, menurut Suhendi dan Anggara (2010:186), “kinerja
menunjukkan pencapaian target kerja yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas,
dan waktu. Pencapaian kinerja tersebut dipengaruhi oleh kecakapan dan waktu.
Kinerja yang optimal akan terwujud bilamana organisasi dapat memilih karyawan
yang memiliki motivasi dan kecakapan yang sesuai dengan pekerjaan serta
memiliki kondisi yang memungkinkan karyawan agar bekerja secara maksimal”.
Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja
karyawan merupakan hasil kerja karyawan dilihat pada aspek kualitas, kuantitas,
waktu kerja, dan kerja sama dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.
Lazimnya kinerja kerja karyawan secara umum dapat dinyatakan dalam empat
dimensi, yaitu:
1. Kualitas yang dihasilkan, menerangkan tentang jumlah kesalahan, waktu
dan ketepatan dalam melakukan tugas.
2. Kuantitas yang dihasilkan, berkenanan dengan berapa jumlah produk dan
jasa yang dapat dihasilkan.
3. Waktu kerja, menerapkan berapa jumlah absensi, keterlambatan serta masa
kerja yang telah dijalani oleh karyawan tersebut.
4. Kerja sama, dalam hal
membantu
atau
ini menjelaskan akan bagaimana individu
menghambat
usaha
dari
rekan
kerjanya
dalam
menyelesaikan tugasnya.
11
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian keempat aspek kinerja diatas dapat dikatakan bahwa
karyawan mempunyai kinerja kerja yang baik bila dia berhasil memenuhi keempat
aspek tersebut sesuai dengan target atau rencana yang telah ditetapkan oleh
organisasi. Perbaikan kinerja kerja karyawan saat ini menjadi perhatian utama
untuk individu dan kelompok dalam peningkatan kinerja organisasi.
Hasil
penilaian kinerja merupakan bagian penting dalam perencanaan strategis
manajemen. Dalam hal ini terdapat hubungan yang erat antara kinerja perorangan
dengan lembaga atau organisasi. Peningkatan kinerja karyawan perlu dilakukan
secara sistem dan berkesinambungan dalam mendukung percepatan pencapaian
tujuan utama perusahaan.
2.1.2 Penilaian Kinerja karyawan
Penilaian kerja karyawan merupakan salah satu hal penting yang harus
dilakukan oleh pimpinan agar dapat mengetahui apakah karyawan dalam
melaksanakan tugas telah memberikan kinerja yang terbaik bagi perusahaan.
Untuk itu, sebelum melakukan penilaian kinerja karyawan sebaiknya manajemen
menetapkan terlebih dahulu tujuan yang akan dicapai dari penilaian kinerja yang
akan dilakukan. Penilaian kinerja karyawan sebaiknya dilakukan dengan adanya
aturan dan kaidah yang jelas serta diikuti dengan kemampuan dari penilai yang
mempunyai sifat objektif dan independen sehingga dapat memberikan hasil yang
akurat.
Menurut Suhendi dan Anggara (2010:191), secara teoritis tujuan penilaian
dikategorikan sebagai suatu sifat Evaluation dan Development, dalam hal ini suatu
yang bersifat Evaluation yaitu :
12
Universitas Sumatera Utara
1. Hasil penilaian digunakan sebagai dasar pemberian kompensasi.
2. Hasil penilaian digunakan sebagai Staffing Decision.
3. Hasil penilaian digunakan sebagai dasar mengevaluasi sistem seleksi.
Sementara itu, adapun yang bersifat development penilai harus
menyelesaikan, yaitu :
1. Prestasi real yang dicapai individu.
2. Kelemahan-kelemahan individu yang menghambat kinerja.
3. Prestasi yang dikembangkan.
Manfaat penilaian kinerja karyawan oleh Suhendi dan Anggara (2010:192)
yaitu :
1. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi.
2. Perbaikan kinerja.
3. Kebutuhan latihan dan pengembangan.
4. Pengambilan keputusan dalam hal penempatan promosi, mutasi, pemecatan,
pemberhentian, dan perencanaan tenaga kerja.
5. Untuk kepentingan penelitian pegawai.
6. Membantu organisasi terhadap kesalahan desain pegawai.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penilaian
kinerja yang dilakukan pimpinan perusahaan kepada karyawan memberikan
peranan penting bagi kedua pihak untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Oleh sebab itu, penilaian kinerja harus dilakukan secara adil dan bijaksana agar
tidak menimbulkan kendala atau hambatan pada saat pelaksanaan dan
memberikan kerugian pada pihak lain. Selain itu, penilai harus mempunyai
13
Universitas Sumatera Utara
kemampuan yang dapat diandalkan seperti mampu bersikap objektif dan
independen pada saat penilaian dilakukan, sehingga hasil yang diberikan dapat
memberikan manfaat dan keuntungan bagi pihak bersangkutan. Guna mengetahui
perkembangan kinerja karyawan lazimnya kegiatan – kegiatan khusus yang dapat
menunjang penilaian kinerja karyawan selama melaksanakan tugasnya.
Berikut ini ada enam kinerja primer yang dapat digunakan untuk
mengukur kinerja karyawan (Sutrinos, 2011:179), yaitu:
1. Quality, merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan
kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.
2. Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah, unit
dan siklus kegiatan.
3. Timeliness, merupakan sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada
waktu yang dikehendaki, dengan memperhatikan koordinasi output lain
serta
waktu
yang
tersedia
bagi
kegiatan
orang
lain.
Dengan
memperhatikan batas waktu yang diberikan dalam menyelesaikan
pekerjaan tersebut dapat menunjukkan kinerja kerja karyawan dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab.
4. Cost effectiveness, merupakan tingkat sejauh mana penggunaan sumber
daya organisasi mencakup manusia, keuangan, teknologi dan material
dimaksimalkan dalam mencapai hasil tertinggi dan pengurangan kerugian
dari setiap unit penggunaan sumber daya.
5. Need for supervision, merupakan tingkat sejauh mana seorang karyawan
dapat
melaksanakan
suatu
fungsi
pekerjaan
tanpa
memerlukan
14
Universitas Sumatera Utara
pengawasan seorang supervise untuk mencegah tindakan yang kurang
diinginkan.
6. Interpersonal
impact,
merupakan
tingkat
sejauh
mana
pegawai
memelihara harga diri, nama baik dan kerja sama .
Manajemen dalam melakukan penilaian kinerja karyawan sebaiknya
mengetahui metode yang tepat agar pada saat penilaian kinerja dilakukan dapat
memberikan hasil yang maksimal bagi kepentingan kedua pihak. Metode yang
dapat digunakan oleh manajemen dalam melakukan penilaian kinerja harus
didukung dengan syarat-syarat yang handal dan akurat agar tidak menimbulkan
kendala dan hambatan pada saat dilakukan. Agar penilaian kinerja kerja karyawan
dapat dilakukan dengan baik, maka dibutuhkan metode yang memenuhi
persyaratan dibawah ini (Sutrisno, 2011:189), yaitu:
1. Yang diukur adalah benar-benar prestasi dan bukan 15ystem lain, seperti
menyangkut pribadi seseorang.
2. Menggunakan tolak ukur yang jelas yang pasti menjamin bahwa
pengukurang ini bersifat objektif.
3. Dimengerti, dipahami, dan dilaksanakan sepenuhnya oleh semua anggota
organisasi yang terlibat.
4. Dilaksanakan secara konsisten dan didukung sepenuhnya oleh pimpinan
puncak organisasi.
Kinerja karyawan merupakan prestasi yang diperoleh seseorang dalam
melakukan tugasnya. Keberhasilan organisasi tergantung pada kinerja para pelaku
organisasi bersangkutan. Oleh sebab itu, setiap unit kerja dalam suatu organisasi
15
Universitas Sumatera Utara
harus dinilai kinerjanya, agar kinerja sumber daya manusia yang terdapat dalam
unit-unit organisasi tersebut dapat dinilai secara objektif. Sementara itu, penilaian
kinerja karyawan sebaiknya dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan
sehingga dapat diketahui secara handal perkembangan kinerja karyawan yang
mendukung pencapaian tujuan utama perusahaan. Karyawan yang mempunyai
kinerja kerja yang tinggi menjadi salah satu alat pendukung yang kuat dalam
mempercepat pencapaian tujuan organisasi. Bila terjadi penurunan kinerja kerja,
maka manajemen harus segera mengantisipasi hal tersebut agar tidak
berkepanjangan yang dapat memperlambat pencapaian tujuan utama perusahaan.
2.1.3DimensiKinerja Karyawan
Kinerja karyawan cenderung menjadi salah satu tolak ukur atas
keberhasilan karyawan dalam melaksanakan tugas yang diberikan sesuai dengan
jabatan yang diberikan. Kinerja kerja karyawan lazimnya dapat berubah baik
mengalami kenaikan maupun penurunan yang dapat disebabkan oleh beberapa
sistem baik internal maupun eksternal. Oleh sebab itu, manajemen secara sistem
dan konsisten perlu melakukan penilaian kinerja kerja karyawan dengan terlebih
dahulu mengetahui sistem dominan yang menyebabkan perubahan kinerja kerja
karyawan. Faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan merupakan satu kesatuan
yang saling berkaitan dalam pelaksanaan tugas diperusahaan. Menurut Suhendi
dan Anggara (2010:189), faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja
yaitu :
1. Kemampuan.
2. Motivasi.
16
Universitas Sumatera Utara
3. Dukungan yang diterima.
4. Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan.
5. Hubungan mereka dengan organisasi.
Sementara itu, menurut Mangkunegara (Suhendi dan Anggara, 2010:291),
ada tiga faktor yang mempengaruhi kinerja, yaitu :
1. Faktor kemampuan, secara psikologis kemampuan pegawai terdiri atas
kemampuan potensi (IQ) serta kemampuan realitas (pendidikan). Oleh sebab
itu, pegawai perlu ditempatkan sesuai dengan pekerjaan dan juga keahliannya.
2. Faktor motivasi, faktor ini terbentuk dari sikap seseorang pegawai dalam
menghadapi situasi kerja diperusahaan. Motivasi adalah sebuah kondisi yang
menggerakkan pegawai kearah pencapaian tujuan kerja.
3. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk
berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal.
Sutrisno (2011:176) menyatakan bahwa17ystem-faktor yang mempengaruhi
kinerja karyawan sebagai berikut:
1. Efektivitas dan efisiensi
Dalam hal ini, hubungannya dengan kinerja organisasi maka ukuran baik
buruknya kinerja diukur oleh efektivitas dan efisiensi. Dikatakan efektif, bila
mencapai tujuan yang hendak dicapai dan dikatakan efisien apabila hal ini
memuaskan sebagai pendorong dalam mencapai tujuan. Guna tercapai tujuan
yang diinginkan organisasi, salah satu yang perlu mendapat perhatian adalah
hal yang berkaitan dengan wewenang dan tanggung jawab para karyawan
yang mendukung organisasi tersebut.
17
Universitas Sumatera Utara
2. Otoritas tanggung jawab
Dalam hal ini, organisasi yang baik berwewenang dan tanggung jawab telah
didelegasikan dengan baik tanpa adanya tumpang tindih dalam melaksanakan
tugas. Selain itu, kejelasan wewenang dan tanggung jawab setiap orang dalam
suatu organisasi akan mendukung kinerja karyawan tersebut. Kinerja
karyawan akan dapat terwujud bila karyawan mempunyai komitmen dengan
organisasinya dan ditunjang dengan disiplin kerja yang tinggi.
3. Disiplin
Lazimnya disiplin menunjukkan kondisi atau sikap hormat yang terdapat
dalam diri karyawan terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan. Selain itu,
masalah disiplin karyawan yang ada dalam perusahaan baik atasan maupun
bawahan akan 18ystem corak terhadap kinerja organisasi. Kinerja organisasi
akan tercapai bila kinerja individu maupun kinerja kelompok ditingkatkan.
Untuk itu diperlukan inisiatif dari para karyawannya dalam melaksanakan
tugas.
4. Inisiatif
Dalam hal ini inisiatif seorang karyawan berkaitan dengan daya piker,
kreativitas dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan
dengan tujuan organisasi. Selain itu, inisiatif karyawan yang ada dalam
organisasi merupakan daya pendorong kemajuan dan akhirnya akan
mempengaruhi kinerja kerja karyawan. Atasan yang baik sebaiknya
memberikan dukungan dan dorongan kepada karyawan yang berinisiatif
dalam melaksanakan tugasnya, hal ini ditujukan agar karyawan memiliki
18
Universitas Sumatera Utara
enerji yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja kerja bagi kepentingan
karyawan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada banyak
19ystem yang dapat mempengaruhi perubahan kinerja kerja karyawan selama
melaksanakan tugasnya. Faktor tersebut dapat berkaitan langsung maupun tidak
langsung dengan karyawan dan perusahaan dalam melaksanakan tugas dan
tangung jawab masing-masing. Dengan mengetahui 19ystem yang mendominasi
kinerja karyawan, maka pimpinan perusahaan dapat mengambil langkah antisipasi
untuk meminimalkan kesalahan yang dapat dilakukan karyawan dan merugikan
perusahaan baik dari segi materi maupun non materi.
Pimpinan perusahaan perlu mengetahui setiap perubahan kinerja kerja
karyawan yang menyangkut pencapain tujuan utama sehingga hal ini
menunjukkan kemampuan karyawan dalam melaksanakan tugas dan tanggunng
jawab yang diberikan sesuai dengan jabatan karyawan tersebut. Bila kinerja
karyawan mengalami penurunan, maka sudah seharusnya pimpinan mempunyai
langkah antisipasi untuk menaikan kembali kinerja karyawan dengan menyiapkan
berbagai kebijakan yang dapat menunjang perbaikan dan peningkatan kinerja
karyawan.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan haruslah diikuti
dengan kebijakan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diharapkan selama
melaksanakan tugas oleh karyawan sehingga kinerja karyawan cenderung stabil
dan tujuan yang ingin dicapai dapat dimaksimalkan sedemikian rupa baik jangka
19
Universitas Sumatera Utara
pendek maupun jangka panjang agar perusahaan mempunyai kemampuan dalam
menghadapi persaingan usaha yang semakin kompetitif.
2.2 Budaya Organisasi
2.2.1 Pengertian Budaya Organisasi
Penggunaan istilah budaya organisasi lazimnya mengacu pada budaya
yang diterapkan dalam perusahaan, karena pada umumnya perusahaan itu dalam
bentuk organisasi yaitu kerja sama antara beberapa orang yang membentuk
kelompok atau satuan kerja sama tersendiri. Sutrisno (2011:2), budaya organisasi
didefinisikan sebagai perangkat sistem nilai-nilai (values), keyakinan-keyakinan
(beliefs), asumsi-asumsi (assumptions), atau norma-norma yang telah lama
berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai
pedoman perilaku dan pemecahan masalah-masalah organisasi”.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa budaya
organisasi merupakan suatu kekuatan sistem yang tidak tampak, yang dapat
menggerakkan orang dalam suatu organisassi untuk melakukan aktivitas kerja.
Selain itu, secara tidak sadar stiap orang di dalam suatu organisasi mempelajari
budaya yang berlaku di dalam organisasinya. Budaya organisasi yang kuat
cenderung mendukung tujuan-tujuan perusahaan, sebaliknya yang lemah dan
sistem dapat menghambat atau bertentangan dengan tujuan perusahaan. Dalam
suatu perusahaan yang mempunyai budaya organisasi sangat kuat, nilai-nilai
bersama dipahami secara mendalam, dianut dan diperjuangkan oleh sebagian
besar para anggota organisasinya untuk kepentingan bersama di masa mendatang.
20
Universitas Sumatera Utara
Budaya yang kuat dan positif sangat berpengaruh besar terhadap perilaku
dan efektivitas kinerja perusahaan karena menimbulkan (Sutrisno, 2011:3-4),
antara lain:
1. Nilai-nilai kunci yang saling menjalin, tersosialisasikan, menginternalisasi,
menjiwai pada para anggota, dan merupakan kekuatan yang tidak tampak.
2. Perilaku karyawan secara tidak disadari terkendali dan terkoordinasi oleh
kekuatan yang informal atau tidak tampak.
3. Para anggota merasa komitmen dan loyal pada organisasi.
4. Adanya musyawarah dan kebersamaan dan atau kesertaan dalam hal yang
berarti sebagai bentuk partisipasi, pengakuan,penghormatan terhadap
karyawan.
5. Semua kegiatan berorientasi atau diarahkan kepada misi dan atau tujuan
organisasi.
6. Para karyawan merasa senang, karena di akui dan dihargai martabat dan
kontribusinya yang sangat rewarding.
7. Adanya koordinasi, integrasi, dan konsistensi yang menstabiilkan kegiatan
perusahaan.
8. Berpengaruh kuat terhadap organisasi dalam tiga aspek, pengarahan
perilaku dan kinerja organisasi, penyebarannya pada para anggota
organisasi, dan kekuatannya yaitu menekan para anggota untuk
melaksanakan nilai budaya.
9. Budaya berpengaruh terhadap perilaku individu maupun kelompok.
21
Universitas Sumatera Utara
2.2.2Dimensi Budaya Organisasi
Denison dan Mishra (1995) mengemukakan bahwa terdapat empat dimensi
pengukuran budaya organisasi, yaitu involvement, consistency, adaptability, and
sense of mission variabel-variabel budaya organisasi ini merupakan perwujudan
dalam bentuk praktek manajemen yang dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi
tingkat pertama dari budaya organisasi. Variabel-variabel tersebut didefinisikan
sebagai berikut:
1. Keterlibatan /Involvement
Tingkat keterlibatan dan partisipasi yang tinggi akan menciptakan suatu
rasa memiliki dan tanggung jawab. Akibat dari rasa memiliki ini akan
tumbuh suatu komitmen yang lebih besar terhadap organisasi dan
kebutuhan
yang
semakin
sedikit
akan
kontrol
birokrasi
yang
eksplisit.Keterlibatan identik dengan partisipasi yang didefinisikan sebagai
aspek mental dan emosional yang timbul dari dalam diri anggota
kelompok sehingga merasakan semangat kebersamaan dalam mencapai
tujuan organisasi, dan juga merasakan adanya pembagian tanggung jawab
yang merata diantara anggota kelompok. Dari hasil proses ini kemudian
timbul rasa memiliki terhadap organisasi dan selanjutnya berkembang
membentuk sebuah komitmen yang cukup besar terhadap organisasi.
Keterlibatan dalam kaitannya dengan budaya perusahaan adalah
bagaimana perusahaan menjalankan nilai-nilai envolvement baik dalam
bentuk formal maupun informal.Struktur formal adalah struktur yang telah
direncanakan yang merupakan usaha yang disengaja guna menetapkan
22
Universitas Sumatera Utara
pola hubungan antara berbagai komponen yang dapat mencapai sasaran
secara efektif. Struktur formal biasanya merupakan hasil dari pengambilan
keputusan yang eksplisit dan bersifat menentukan dan terdapat blue print
mengenai cara berbagai kegiatan yang harus dihubungkan. Proses informal
menunjukkan bahwa proses manajemen yang berlangsung di dalam
organisasi dapat berjalan tanpa direncanakan, akan tetapi timbul secara
spontan dari kegiatan-kegiatan dan interaksi dari para anggota organisasi
yang terlibat.Keterlibatan yang berhubungan dengan proses ini merupakan
hal yang vital terhadap efektifitas organisasi. Beberapa kelompok sering
menerapkan keterlibatan dalam bentuk informal yang dikembangkan
secara spontan.
2. Misi
Kesetiaan yang mempengaruhi cara bersikap dan berperilaku di dalam
kegiatan perusahaan yang bertujuan agar diperoleh pencapaian misi
perusahaan.
3. Konsistensi
Konsistensi merupakan istilah yang menerangkan adanya suatu sikap
kesesuaian antara cara bertindak dengan apa yang telah digariskan
organisasi oleh aturan eksplisit maupun implisit. Konsistensi dalam
hubungannya dengan efektifitas organisasi dapat digambarkan berupa
penerapan nilai-nilai dan keyakinan sentral dalam sebuah organisasi.
Dalam hipotesa “budaya-kuat” ditegaskan bahwa harus terdapat suatu
23
Universitas Sumatera Utara
konsistensi antara prinsip-prinsip, perilaku, dan konformitas terhadap
penerapan nilai organisasi.
4. Adaptabilitas
Kemampuan beradaptasi (adaptabilitas) adalah kemampuan sebuah
organisasi untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan dan tekanan yang
datang secara eksternal (luar organisasi) maupun secara internal (dalam
organisasi). Teori yang berkaitan dengan adaptasi organisasi adalah teori
proaktif yang menjelaskan bahwa suatu individu perlu membentuk suatu
sistem dari norma dan keeyakinan tertentu yang dapat menunjang
kemampuan organisasi untuk menerima, menerjemahkan tanda-tanda dari
lingkungannya ke dalam perubahan perilaku internal yang akan
memberikan peningkatan kesempatan bagi organisasi untuk dapat
bertahan, tumbuh dan berkembang. Dalam penelitian ini aspek yang
digunakan ialah aspek kemampuan untuk memberi tanggapan terhadap
lingkungan internal organisasi atau yang disebut juga sebagai fleksibiltas
internaldapat diterjemahkan sebagai kemampuan untuk melakukan
perubahan-perubahan terhadap apa yang terjadi di lingkungan internal
organisasi itu sendiri.
2.2.3. Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja
Budaya organisasi mengacu kepada sistem makna bersama yang dianut
oleh anggota-anggota organisasi yang membedakan organisasi itu dari organisasi
lain (Robbins, 2006). Selanjutnya Robbins mengatakan suatu sistem nilai budaya
yang tumbuh menjadi kuat mampu memacu organisasi kearah perkembangan
24
Universitas Sumatera Utara
yang lebih baik. Rivai (2003) dalam Waridin dan Masrukhin (2006) menyatakan
bahwa semakin baik budaya kerja maka kinerja akan semakin tinggi begitu juga
sebaliknya. Hal ini berarti bahwa setiap perbaikan budaya kerja kearah yang lebih
kondusif akan memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi peningkatan
kinerja pegawai, demikian juga sebaliknya. Hasil penelitian Waridin dan
Masrukhin (2006) menunjukan bahwa budaya organisasi yang diindikasikan
dengan budaya dituntutnya pegawai mencari cara-cara yang lebih efektif dan
berani menanggung resikonya, cermat dalam melaksanakan pekerjaan, perhatian
pada kesejahteraan pegawai, tuntutan konsentrasi yang dicapai, semangat yang
tinggi dalam bekerja, serta kewajiban dalam merealisasikan target dan tugas
instansi mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja pegawai. Denison (1990)
menyimpulkan bahwa budaya organisasi ternyata merupakan strategi penting
yang efektif bagi manjemen dalam mendorong kinerja karyawan. Kottler dan
Hesket dalam Waridin dan Masrukhin (2006) mengatakan budaya perusahaan
dapat memberikan dampak yang berarti terhadap kinerja. Ekonomi jangka
panjang. Dan Budaya perusahaan akan menjadi factor yang bahkan lebih penting
lagi dalam menentukan keberhasilan organisasi. Robbins (2006), mengatakan
bahwa kinerja organisasi mensyaratkan strategi, lingkungan teknologi dan budaya
organisasi bersatu. Peter dalam Yuwalliatin (2006) mengatakan organisasi atau
perusahaaan yang berhasil atau kinerja tinggi karena mempunyai budaya yang
kuat.
25
Universitas Sumatera Utara
2.3Gaya Kepemimpinan
2.3.1Pengertian Kepemimpinan dan Gaya Kepemimpinan
Keberhasilan sebuah perusahaan dalam mencapai tujuan yang hendak
dicapai tidak terlepas dari peranan seorang pemimpin. Dengan keberadaan
seorang pemimpin yang handal dan kredibilitas maka mampu mengatur sumbersumber daya yang dimiliki oleh perusahaan untuk memaksimalkan pencapaian
tujuan utamanya. Oleh sebab itu, tidak semua orang mempunyai kemampuan
dalam memimpin sebuah perusahaan karena tidaklah mudah untuk mengelola
sistem ada di perusahaan mencakup sumber daya manusia dan sumber daya
lainnya untuk digabungkan dalam mencapai kinerja kerja yang baik.
Sementara itu, kepemimpinan lazimnya merupakan sistem yang sangat
penting dalam mempengaruhi prestasi organisasi karena kepemimpinan
merupakan aktivitas utama dengan mana tujuan organisasi dapat dicapai.
Lazimnya, kepemimpinan seseorang akan melalui sebuah proses yang cukup
panjang sehingga orang tersebut pantas untuk menjadi seorang pemimpin yang
dapat dipercaya dan diberikan tanggung jawab yang besar untuk memajukan
operasional perusahaan.
Menurut Sunyoto (2015:84), “kepemimpinan adalah proses mempengaruhi
orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang harus mereka lakukan
dan bagaimana melakukan tugas tersebut secara efektif, serta proses untuk
memfasilitasi upaya individu dan kelompok mencapai tujuan bersama (shared
goal)”.
26
Universitas Sumatera Utara
Menurut
Wibowo
(2013:264),
“kepemimpinan
adalah
tentang
mempengaruhi, memotivasi, dan memungkinkan orang lain memberikan
kontribusi kearah efektivitas dan keberhasilan organisasi dimana mereka menjadi
anggotanya”.
Menurut Arifin (2012:2), mendefinsikan kepemimpinan adalah sebagai
proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas
dari para anggota kelompok sehingga ditemukan 3 implikasi yaitu kepemimpinan:
1. Harus melibatkan orang lain (bawahan / pengikut)
2. Mencakup distribusi kekuasaan yang tidak sama (antara pemimpin dan
anggota), terdiri dari :
a. Kekuasaan imbalan (reward power)
b. Kekuasaan paksaan (coercive power)
c. Kekuasaan sah (legitimate power)
d. Kekuasaan referensi (referent power)
e. Kekuasaan ahli (expert power).
3. Kemampuan untuk menggunakan berbagai bentuk kekuasaan untuk
mempengaruhi perilaku pengikut melalui sejumlah cara.
Menurut Rivai dan Ella (2013:78), “gaya kepemimpinan adalah sifat,
kebiasaan, temperamen, watak dan kepribadian yang membedakan seorang
pemimpin dalam berinteraksi dengan orang lain”. Sedangkan menurut Siagian
(2012:102), “gaya kepemimpinan adalah suatu cara dan proses kompleks dimana
seseorang mempengaruhi orang lain untuk mencapai suatu misi, tugas atau suatu
sasaran dan mengarahkan organisasi dengan cara yang lebih masuk akal”.
27
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bahwa
gaya
kepemimpinan
adalah
kemampuan
seseorang
pemimpin
dalam
mengarahkan, mempengaruhi, mendorong, dan mengendalikan orang bawahan
untuk 28 yst melakukan sesuatu pekerjaan atas kesadaran dan sukarela untuk
mencapai suatu tujuan tertentu.
Pemimpin dapat menerapkan salah satu gaya kepemimpinan yang ada dan
memantau apakah sudat tepat menggunakan gaya kepemimpinan tersebut dapat
diterima dengan baik oleh karyawan ataupun tidak dalam mencapai tujuan utama
perusahaan. Dengan menerapkan gaya kepempinan yang sesuai maka pencapaian
tujuan dapat dilakukan lebih maksimal.
Menurut Sutrisno (2010:222), adapun gaya kepemimpinan yaitu:
1. Gaya system, yaitu gaya memimpin dengan menggunakan pendekatan yan
menggugah perasaan, pikiran, atau dengan kata lain dengan melakukan
ajakan atau bujukan.
2. Gaya refresif, yaitu gaya kepemimpinan dengan cara memberikan tekanan,
ancaman, sehingga bawahan merasa ketakutan.
3. Gaya partisipasif, yaitu gaya kepemimpinan dimana memberikan
kesempatan kepada bawahan untuk itu secara aktif baik mental, spiritual,
fisik maupun materil dalam kiprahnya di organisasi.
4. Gaya inovatif, yaitu pemimpin yang selalu berusaha dengan keras untuk
menwujudkan usaha-usaha pembaharuan di dalam segala bidang, baik
politik, ekonomi, politik, sistem, budaya atau setiap produk terkait dengan
kebutuhan manusia.
28
Universitas Sumatera Utara
5. Gaya sistematis, yaitu gaya pemimpin yang selalu melakukan penelitian
yang disertai dengan rasa penuh kecurigaan terhadap bawahannya
sehingga menimbulkan yang menyebabkan kreativitas, inovasi, serta
inisiatif dari bawahan kurang berkembang, karena bawahan takut
melakukan kesalahan-kesalahan.
6. Gaya inspektif, yaitu pemimpin yang suka melakukan acara-acara yang
sifatnya protokoler, kepemimpinan dengan gaya inspektif menuntut
penghormatan bawahan, atau pemimpin yang senang apabila dihormati.
7. Gaya motivatif, yaitu pemimpin yang dapat menyampaikan informasi
mengenai ide-ide, program-program, kebijakan-kebijakan kepada bawahan
dengan baik.
8. Gaya naratif, yaitu pemimpin yang bergaya naratif merupakan pemimpin
yang banyak bicara namun tidak disesuaikan dengan apa yang dia
kerjakan, atau dapat dikatakan pemimpin yang banyak bicara sedikit
bekerja.
9. Gaya edukatif, yaitu pemimpin yang suka melakukan pengembangan
bawahan dengan cara memberikan pendidikan dan keterampilan kepada
bawahan, sehingga bawahan menjadi memiliki wawasan dan pengalaman
yang lebih baik dari hari ke hari. Dengan demikian seorang pemimpin
bergaya edukatif takkan pernah menghalangi bawahan yang ingin
mengembangkan pendidikan dan keterampilan.
10. Gaya retrogresif, yaitu pemimpin yang tidak suka melihat maju, apalagi
melebihi dirinya. Untuk itu, pemimpin dengan gaya retrogresif selalu
29
Universitas Sumatera Utara
menghalangi
bawahan
untuk
mengembangkan
pengetahuan
dan
keterampilan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setiap individu yang telah
diangkat dan diberikan tanggung jawab untuk menjadi pemimpin yang memahami
dengan baik dan benar tentang kepemimpinan, manfaat dan hasil yang dapat
dicapai. Kepemimpinan merupakan salah satu hal penting menyangkut
keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuan yang hendak dicapai. Oleh sebab
itu,
keberadaan
kepemimpinan
menjadi
prioritas
utama
untuk
dapat
dimaksimalkan peranannya bagi kemajuan perusahaan di masa mendatang.
Kepemimpinan yang baik dan dapat diterima oleh semua karyawan sangat
diharapkan akan tetapi tidak mudah untuk diterapkan pada pelaksanaannya
sehingga hal ini menjadi tantangan.
2.3.2 Teori Kepemimpinan
Dewasa ini, ada banyak teori kepemimpinan yang sering dijumpai dalam
pelaksanaanya di organisasi. Dengan demikian, seorang pemimpin sebaiknya
perlu mengetahui dan memahami teori kepemimpinan dengan baik dan benar
sehingga mampu memilih dan menerapkan gaya kepemimpinan yang diharapkan
mampu memberikan kontribusi positif bagi kemajuan dan kelancaran operasional
di masa mendatang. Teori kepemimpinan merupakan bagian tidak dapat
dipisahkan dalam kepemimpinan pada sebuah organisasi dalam mencapai tujuan
utamanya sehingga setiap pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinannya
merupakan bagian penting dalam teori kepemimpinan.
30
Universitas Sumatera Utara
Sunyoto (2013:25), adapun teori kepemimpinan dapat dibedakan menjadi
empat bagian, yaitu:
1. Teori sifat
Dalam hal ini, pada teori sifat cenderung menghubungkan karakteristikkarakteristik seperi kepribadian, emosional, fisik, intelektual dan
karakteristik individu yang lainnya dari pemimpin yang berhasil di masa
lampau.
2. Teori perilaku
Pada kondisi ini, teori perilaku cenderung dipusatkan pada efektivitas
pemimpin, bukan pada penampilan dari pemimpin tersebut. Pada teori
perilaku lebih menekankan pada dua gaya kepemimpinan, yaitu orientasi
tugas merupakan perilaku pimpinan yang menekankan bahwa tugas yang
dilaksanakan dengan baik, dengan cara mengarahkan dan mengendalikan
secara ketat bawahannya. Sedangkan orientasi karyawan adalah perilaku
pimpinan yang menekankan pada pemberian motivasi kepada bawahan
dalam melaksanakan tugasnya dengan melibatkan bawahan dalam proses
pengambilan
keptuusan
yang
berkaitan
dengan
tugasnya,
dan
mengembangkan hubungan yang bersahabat saling percaya mempercayai
dan saling menghormati di antara anggota kelompok untuk kepentingan
bersama baik jangka pendek maupun jangka panjang.
3. Teori situasional
Pada teori situasional, situasi yang pelu dianalisis atau didiagnosis oleh
manajer
meliputi
empat
bagian,
yaitu
karakteristik
manajerial,
31
Universitas Sumatera Utara
karakteristik bawahan, struktur kelompok dan sifat tugas serta 32ystem
organisasi, yaitu:
a. Karakteristik manajerial, dimana perilaku pimpinan terhadap 32ystem
lingkungan
tergantung
pada
tiga
karakteristik
utama,
yaitu
kepribadian, kebutuhan dan motivasi dan pengalaman masa lampau.
b. Faktor bawahan, dimana sebelum seorang pimpinan memutuskan
untuk menerapkan suatu gaya kepemimpinan tertentu, sebaiknya
pemimpin harus mempertimbangkan karakteristik individu dan pola
perilaku dari bawahan.
c. Faktor kelompok, dimana karakteristik kelompok dapat memberikan
pengaruh yang berarti terhadap kemampuan seorang manajer dalam
memimpin bawahannya. Faktor tersebut antara lain perkembangan
kelompok, struktur kelompok, dan tugas kelompok.
d. Faktor organisasi, dimana ada sejumlah 32 ystem organisasi yang
penting yang berpengaruh terhadap sejumlah keberhasilan manajern
dalam memimpin dimana 32ystem tersebut mencakup basis kekuasaan,
aturan dan prosedur, profesionalisme dan tekanan waktu. Faktor
tersebut
seharusnya
dilakukan
secara
konsisten
dan
berkesinambungan.
Dengan demikian, ada banyak teori tentang kepemimpinan yang perlu diketahui
dan dipahami dengan baik dan benar oleh seorang pemimpin sebelum melakukan
tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin di perusahaan. Dengan
pemahaman yang lebih mendalam dan bijaksana, maka kendala yang dapat
32
Universitas Sumatera Utara
muncul pada saat pelaksanaan dapat diminimalkan sedemikian rupa guna
mengoptimalkan pencapaian tujuan utama perusahaan.
2.3.3DimensiGaya Kepemimpinan
Menurut Siagian (2012:109), dimensi dari gaya kepemimpinan antara lain:
1. Sifat; sifat seserong pemimpin sangat berpengaruh dalam gaya
kepemimpinan untuk menentukan keberhasilan menjadi seorang pemimpin
yang berhasil ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Kemampuan
pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat,
perangai atau ciri-ciri didalamnya.
2. Kebiasaan;
kebiasaan
memegang
peranan
utama
dalam
gaya
kepemimpinan sebagai penentu pergerakan perilaku seseorang pemimpina
yang menggambarkan segala tindakan dilakukan sebagai pemimpin baik.
3. Tempramen; Tempramen adalah gaya perilaku seorang pemimpin dan cara
khasnya dalam sistem tanggapan dalam berinteraksi dengan orang lain.
Beberapa pemimpin bertempramen aktif, sedangkan yang lainnya
bertempramen tenang, sehingga kondisi ini menunjukkan menunjukkan
adanya variasi tempramen.
4. Watak; watak seorang pemimpin yang lebih subjektif dapata menjadi
penentu bagi keunggulan seorang pemimpin dalam mempengaruhi
keyakinan, ketekunan, daya tahan dan keberanian.
5. Kepribadian; kepribadian seorang pemimpin menentukan keberhasilannya
yang ditentukan oleh sifat-sifat karakteristik kepribadian yang dimiliki
oleh seorang pemimpin.
33
Universitas Sumatera Utara
2.3.4Hubungan Gaya Kepemimpinan dengan Kinerja Karyawan
Setiap perusahaan pasti menyadari bahwa sumber daya manusia
merupakan sumber daya penting, maka perusahaan harus mengelolanya secara
tepat dan benar agar senantiasa dapat memberikan kontribusi dalam pencapaian
tujuan perusahaan yang telah direncanakan. Menurut Nurita (2008) melalui gaya
kepemimpinan
atasan
mempengaruhi,
mengarahkan,
dan
membimbing
bawahannya agar bekerja dengan baik. Tingkah laku tersebut terbagi dalam 3
macam gaya, yaitu: otokratis, demokratis dan Laissez-faire. Gaya kepemimpinan
memiliki
hubungan
yang
signifikan
terhadap
kinerja
karyawan.
Gaya
kepemimpinan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan akan memberikan
pengaruh nyata tehadap peningkatan kinerja karyawan.
2.2
Penelitian Terdahulu
Beberapa perbedaan penelitian tentang corporate governance disajikan
dalam tabel dibawah ini:
Tabel 2.2
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No
Nama Peneliti
1
Dewi Lina
(2014)
Variabel peneltian
Variabel dependen : Kinerja
pegawai
Variabel dependen :
Kepemimpinandan Budaya
organisasi
Hasil penelitian
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa
kepemimpinan dan
budaya organisasi secara
serempak berpengaruh
pada kinerja pegawai
Biro UMSU. Besarnya
pengaruh yang diberikan
kepada kinerja sebesar
16%, sedangkan sisanya
88,4% dapat dijelaskan
oleh sistem lain yang
tidak dimaksudkan dalam
34
Universitas Sumatera Utara
No
Nama Peneliti
Variabel peneltian
2
Maryani, Armanu
Thoyib, Margono
Setiawan, Ubut
Salim
(2011)
Variabel dependen :
Kepuasan dan Kinerja
karyawan
Variabel independen :
Budaya organisasi, Gaya
kepemimpinan,
Pengembangan Karyawan
3
Chaterina Melina
Taurisa & Intan
Ratnawati
(2012)
Variabel dependen :
Komitmen organisasional &
Kinerja karyawan
Variabel independen :
Budaya organisasi,
Kepuasan kerja
4
Nurjanah
(2008)
Variabel dependen :
Komitmen organisasi &
Kinerja karyawan
Variabel independen: Gaya
kepemimpinan dan Budaya
organisasi
5
Febria Kurniadi
Fajra
(2011)
Variabel dependen :Kinerja
Karyawan
Variabel Independen : Gaya
kepemimpinan, Budaya
Hasil penelitian
penelitian ini.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
budaya organisasi dapat
mendorong pimpinan
menggunakan gaya
kepemimpinan yang
selaras dengan nilai di
perusahaan. Budaya
organisasi tidak mampu
mendukung terdesain
dan terlaksananya bentuk
pengembangan
karyawan yang tepat
pada perusahaan retail.
Hasil penelitian
membuktikan bahwa
budaya organisasi
pengaruh positif dan
signifikan pada kepuasan
kerja dan komitmen
organisasional.
Kepuasan kerja
berpengaruh positif dan
signifikan pada
komitmen
organisasional.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
gaya kepemimpinan
berpengaruh positif dan
signifikan pada budaya
organisasi, komitmen
organisasi. Budaya
organisasi berpengaruh
positif dan signifikan
pada komitmen
organisasi dan kinerja
karyawan.
Penelitian ini
menemukan bahwa gaya
kepemimpinan dan
budaya organisasi tidak
35
Universitas Sumatera Utara
Organisasi dan Motivasi
Kerja
berpengaruh pada kinerja
karyawan Badan
Kepegawain Daerah
Kabupaten Agam.
2.3 Kerangka Konseptual
Noor (2011: 251) menjelaskan bahwa kerangka konseptual merupakan
kerangka pikir mengenai hubungan antarvariabel yang terlibat dalam penelitian
atau hubungan antarkonsep dengan konsep lainnya dari masalah yang diteliti
sesuai dengan apa yang telah diuraikan pada deskripsi teoritis. Dalam penelitian
ini variabel yang dianalisis adalah pengaruh budaya organisasi dan gaya
kepemimpinan terhadap kinerja karyawan pada Politeknik Unggul LP3M Medan.
Budaya organisasi merupakan suatu kekuatan sosial yang tidak tampak,
yang dapat menggerakkan orang dalam suatu organisasi untuk melakukan
aktivitas kerja. Secara tidak sadar setiap orang di dalam suatu organisasi
mempelajari budaya yang berlaku di dalam organisasinya. Soedjono (2005)
menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan sistem penyebaran kepercayaan
dan nilai-nilai yang berkembang dalam suatu organisasi dan mengarahkan
perilaku anggota-anggota. Taurisa dan Ratnawati (2012) menyatakan bahwa salah
satu faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah budaya organisasi.
Maryawani, dkk (2011) juga menyatakan bahwa kinerja tidak saja dipengaruhi
dalam diri karyawan tetapi juga ditentukan oleh beberapa faktor seperti budaya
perusahaan dimana orang tersebut bekerja.
Dengan mengoptimalkan sumber daya manusia yang ada untuk selalu
menekankan pada perubahan yang berkesinambungan, inovatif dan menjadi yang
36
Universitas Sumatera Utara
terbaik akan menimbulkan kinerja organisasi yang baik. Penerapan sikap-sikap
yang harus dianut oleh setiap karyawan tersebut akan sangat membantu
perusahaan. Budaya organisasi yang kuat dapat meningkatkan kinerja organisasi
(Soedjono, 2005).
Pengarahan perilaku setiap karyawan dalam penerapannya dibantu oleh
gaya kepemimpinan yang digunakan oleh pimpinan perusahaan. Setiap pemimpin
di perusahaan mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda – beda antara yang
satu dengan yang lainnya sehingga hal ini menjadi salah satu bentuk dari sudut
pandang dan cara memimpin dari setiap pemimpin dalam mencapai tujuannya.
Tanpa kepemimpinan, hubungan antara tujuan perseorangan dan tujuan organisasi
mungkin menjadi tidak searah. Lina (2014) menyatakan bahwa faktor penting
yang menentukan kinerja karyawan dan kemampuan organisasi beradaptasi
dengan perubahan lingkungan adalah kepemimpinan.
Dari teori tersebut dapat diketahui bahwa dengan terciptanya budaya
organisasi yang sehat dan kondusif diperusahaan maka karyawan akan lebih
bersemangat dalam melaksanakan tugasnya dengan baik sehingga kinerja
karyawan dapat meningkat dengan signifikan. Selain itu, kepemimpinan yang
diterapkan berperan penting terhadap keberhasilan dalam menggunakan sumber
daya manusia untuk mencapai tujuan utama perusahaan. Lina (2014)
menyimpulkan bahwa selain kepemimpinan faktor yang paling kritikal yang
dipandang dapat mempengaruhi kinerja karyawan adalah budaya organisasi.
37
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian landasan teori yang telah dipaparkan diatas, maka
disusun hipotesis yang merupakan alur pikiran dari peneliti, kemudian
digambarkan dalam kerangka konseptual yang disusun sebagai berikut :
Budaya Organisasi
(X1)
Kinerja Karyawan
(Y)
Gaya Kepemimpinan
(X2)
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.4
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka berpikir yang telah
diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang di kemukakan oleh peneliti adalah:
budaya organisasi dan gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap
kinerja karyawan Politeknik Unggul LP3M Medan.
38
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kinerja Karyawan
2.1.1 Pengertian Kinerja Karyawan
Kinerja kerja karyawan merupakan salah satu tuntutan manajemen atas
tugas yang diberikan dalam mencapai tujuan utama perusahaan. Dengan kinerja
kerja yang maksimal maka diharapkan perusahaan mempunyai kemampuan
bersaing dan lebih unggul dibandingkan dengan pesaing sehingga mampu
bertahan dan berkompetensi. Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan tersebut
manajemen membutuhkan karyawan sebagai salah aset berharga yang dimiliki
perusahaan. Dengan adanya dukungan penuh dari karyawan dalam melaksanakan
tugasnya diharapkan perusahaan dapat memaksimalkan pencapaian tujuan untuk
maju dan berkembang. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, diharapkan
karyawan yang diberikan tugas dapat memberikan kinerja kerja yang maksimal
bagi kepentingna perusahaan. Peningkatan kinerja karyawan perlu ditingkatkan
secara signifikan agar kemampuan karyawan dalam melaksanakan tugas baru
lebih baik di masa mendatang.
Sutrisno (2011:170), “kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh
seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai
tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai
dengan moral maupun etika”. Suhendi dan Anggara (2010:188), “kinerja
10
Universitas Sumatera Utara
merupakan semua tindakan atau perilaku yang dikendalikan oleh individu dan
memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan-tujuan dari organisasi”.
Sementara itu, menurut Suhendi dan Anggara (2010:186), “kinerja
menunjukkan pencapaian target kerja yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas,
dan waktu. Pencapaian kinerja tersebut dipengaruhi oleh kecakapan dan waktu.
Kinerja yang optimal akan terwujud bilamana organisasi dapat memilih karyawan
yang memiliki motivasi dan kecakapan yang sesuai dengan pekerjaan serta
memiliki kondisi yang memungkinkan karyawan agar bekerja secara maksimal”.
Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja
karyawan merupakan hasil kerja karyawan dilihat pada aspek kualitas, kuantitas,
waktu kerja, dan kerja sama dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.
Lazimnya kinerja kerja karyawan secara umum dapat dinyatakan dalam empat
dimensi, yaitu:
1. Kualitas yang dihasilkan, menerangkan tentang jumlah kesalahan, waktu
dan ketepatan dalam melakukan tugas.
2. Kuantitas yang dihasilkan, berkenanan dengan berapa jumlah produk dan
jasa yang dapat dihasilkan.
3. Waktu kerja, menerapkan berapa jumlah absensi, keterlambatan serta masa
kerja yang telah dijalani oleh karyawan tersebut.
4. Kerja sama, dalam hal
membantu
atau
ini menjelaskan akan bagaimana individu
menghambat
usaha
dari
rekan
kerjanya
dalam
menyelesaikan tugasnya.
11
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian keempat aspek kinerja diatas dapat dikatakan bahwa
karyawan mempunyai kinerja kerja yang baik bila dia berhasil memenuhi keempat
aspek tersebut sesuai dengan target atau rencana yang telah ditetapkan oleh
organisasi. Perbaikan kinerja kerja karyawan saat ini menjadi perhatian utama
untuk individu dan kelompok dalam peningkatan kinerja organisasi.
Hasil
penilaian kinerja merupakan bagian penting dalam perencanaan strategis
manajemen. Dalam hal ini terdapat hubungan yang erat antara kinerja perorangan
dengan lembaga atau organisasi. Peningkatan kinerja karyawan perlu dilakukan
secara sistem dan berkesinambungan dalam mendukung percepatan pencapaian
tujuan utama perusahaan.
2.1.2 Penilaian Kinerja karyawan
Penilaian kerja karyawan merupakan salah satu hal penting yang harus
dilakukan oleh pimpinan agar dapat mengetahui apakah karyawan dalam
melaksanakan tugas telah memberikan kinerja yang terbaik bagi perusahaan.
Untuk itu, sebelum melakukan penilaian kinerja karyawan sebaiknya manajemen
menetapkan terlebih dahulu tujuan yang akan dicapai dari penilaian kinerja yang
akan dilakukan. Penilaian kinerja karyawan sebaiknya dilakukan dengan adanya
aturan dan kaidah yang jelas serta diikuti dengan kemampuan dari penilai yang
mempunyai sifat objektif dan independen sehingga dapat memberikan hasil yang
akurat.
Menurut Suhendi dan Anggara (2010:191), secara teoritis tujuan penilaian
dikategorikan sebagai suatu sifat Evaluation dan Development, dalam hal ini suatu
yang bersifat Evaluation yaitu :
12
Universitas Sumatera Utara
1. Hasil penilaian digunakan sebagai dasar pemberian kompensasi.
2. Hasil penilaian digunakan sebagai Staffing Decision.
3. Hasil penilaian digunakan sebagai dasar mengevaluasi sistem seleksi.
Sementara itu, adapun yang bersifat development penilai harus
menyelesaikan, yaitu :
1. Prestasi real yang dicapai individu.
2. Kelemahan-kelemahan individu yang menghambat kinerja.
3. Prestasi yang dikembangkan.
Manfaat penilaian kinerja karyawan oleh Suhendi dan Anggara (2010:192)
yaitu :
1. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi.
2. Perbaikan kinerja.
3. Kebutuhan latihan dan pengembangan.
4. Pengambilan keputusan dalam hal penempatan promosi, mutasi, pemecatan,
pemberhentian, dan perencanaan tenaga kerja.
5. Untuk kepentingan penelitian pegawai.
6. Membantu organisasi terhadap kesalahan desain pegawai.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penilaian
kinerja yang dilakukan pimpinan perusahaan kepada karyawan memberikan
peranan penting bagi kedua pihak untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Oleh sebab itu, penilaian kinerja harus dilakukan secara adil dan bijaksana agar
tidak menimbulkan kendala atau hambatan pada saat pelaksanaan dan
memberikan kerugian pada pihak lain. Selain itu, penilai harus mempunyai
13
Universitas Sumatera Utara
kemampuan yang dapat diandalkan seperti mampu bersikap objektif dan
independen pada saat penilaian dilakukan, sehingga hasil yang diberikan dapat
memberikan manfaat dan keuntungan bagi pihak bersangkutan. Guna mengetahui
perkembangan kinerja karyawan lazimnya kegiatan – kegiatan khusus yang dapat
menunjang penilaian kinerja karyawan selama melaksanakan tugasnya.
Berikut ini ada enam kinerja primer yang dapat digunakan untuk
mengukur kinerja karyawan (Sutrinos, 2011:179), yaitu:
1. Quality, merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan
kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.
2. Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah, unit
dan siklus kegiatan.
3. Timeliness, merupakan sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada
waktu yang dikehendaki, dengan memperhatikan koordinasi output lain
serta
waktu
yang
tersedia
bagi
kegiatan
orang
lain.
Dengan
memperhatikan batas waktu yang diberikan dalam menyelesaikan
pekerjaan tersebut dapat menunjukkan kinerja kerja karyawan dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab.
4. Cost effectiveness, merupakan tingkat sejauh mana penggunaan sumber
daya organisasi mencakup manusia, keuangan, teknologi dan material
dimaksimalkan dalam mencapai hasil tertinggi dan pengurangan kerugian
dari setiap unit penggunaan sumber daya.
5. Need for supervision, merupakan tingkat sejauh mana seorang karyawan
dapat
melaksanakan
suatu
fungsi
pekerjaan
tanpa
memerlukan
14
Universitas Sumatera Utara
pengawasan seorang supervise untuk mencegah tindakan yang kurang
diinginkan.
6. Interpersonal
impact,
merupakan
tingkat
sejauh
mana
pegawai
memelihara harga diri, nama baik dan kerja sama .
Manajemen dalam melakukan penilaian kinerja karyawan sebaiknya
mengetahui metode yang tepat agar pada saat penilaian kinerja dilakukan dapat
memberikan hasil yang maksimal bagi kepentingan kedua pihak. Metode yang
dapat digunakan oleh manajemen dalam melakukan penilaian kinerja harus
didukung dengan syarat-syarat yang handal dan akurat agar tidak menimbulkan
kendala dan hambatan pada saat dilakukan. Agar penilaian kinerja kerja karyawan
dapat dilakukan dengan baik, maka dibutuhkan metode yang memenuhi
persyaratan dibawah ini (Sutrisno, 2011:189), yaitu:
1. Yang diukur adalah benar-benar prestasi dan bukan 15ystem lain, seperti
menyangkut pribadi seseorang.
2. Menggunakan tolak ukur yang jelas yang pasti menjamin bahwa
pengukurang ini bersifat objektif.
3. Dimengerti, dipahami, dan dilaksanakan sepenuhnya oleh semua anggota
organisasi yang terlibat.
4. Dilaksanakan secara konsisten dan didukung sepenuhnya oleh pimpinan
puncak organisasi.
Kinerja karyawan merupakan prestasi yang diperoleh seseorang dalam
melakukan tugasnya. Keberhasilan organisasi tergantung pada kinerja para pelaku
organisasi bersangkutan. Oleh sebab itu, setiap unit kerja dalam suatu organisasi
15
Universitas Sumatera Utara
harus dinilai kinerjanya, agar kinerja sumber daya manusia yang terdapat dalam
unit-unit organisasi tersebut dapat dinilai secara objektif. Sementara itu, penilaian
kinerja karyawan sebaiknya dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan
sehingga dapat diketahui secara handal perkembangan kinerja karyawan yang
mendukung pencapaian tujuan utama perusahaan. Karyawan yang mempunyai
kinerja kerja yang tinggi menjadi salah satu alat pendukung yang kuat dalam
mempercepat pencapaian tujuan organisasi. Bila terjadi penurunan kinerja kerja,
maka manajemen harus segera mengantisipasi hal tersebut agar tidak
berkepanjangan yang dapat memperlambat pencapaian tujuan utama perusahaan.
2.1.3DimensiKinerja Karyawan
Kinerja karyawan cenderung menjadi salah satu tolak ukur atas
keberhasilan karyawan dalam melaksanakan tugas yang diberikan sesuai dengan
jabatan yang diberikan. Kinerja kerja karyawan lazimnya dapat berubah baik
mengalami kenaikan maupun penurunan yang dapat disebabkan oleh beberapa
sistem baik internal maupun eksternal. Oleh sebab itu, manajemen secara sistem
dan konsisten perlu melakukan penilaian kinerja kerja karyawan dengan terlebih
dahulu mengetahui sistem dominan yang menyebabkan perubahan kinerja kerja
karyawan. Faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan merupakan satu kesatuan
yang saling berkaitan dalam pelaksanaan tugas diperusahaan. Menurut Suhendi
dan Anggara (2010:189), faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja
yaitu :
1. Kemampuan.
2. Motivasi.
16
Universitas Sumatera Utara
3. Dukungan yang diterima.
4. Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan.
5. Hubungan mereka dengan organisasi.
Sementara itu, menurut Mangkunegara (Suhendi dan Anggara, 2010:291),
ada tiga faktor yang mempengaruhi kinerja, yaitu :
1. Faktor kemampuan, secara psikologis kemampuan pegawai terdiri atas
kemampuan potensi (IQ) serta kemampuan realitas (pendidikan). Oleh sebab
itu, pegawai perlu ditempatkan sesuai dengan pekerjaan dan juga keahliannya.
2. Faktor motivasi, faktor ini terbentuk dari sikap seseorang pegawai dalam
menghadapi situasi kerja diperusahaan. Motivasi adalah sebuah kondisi yang
menggerakkan pegawai kearah pencapaian tujuan kerja.
3. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk
berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal.
Sutrisno (2011:176) menyatakan bahwa17ystem-faktor yang mempengaruhi
kinerja karyawan sebagai berikut:
1. Efektivitas dan efisiensi
Dalam hal ini, hubungannya dengan kinerja organisasi maka ukuran baik
buruknya kinerja diukur oleh efektivitas dan efisiensi. Dikatakan efektif, bila
mencapai tujuan yang hendak dicapai dan dikatakan efisien apabila hal ini
memuaskan sebagai pendorong dalam mencapai tujuan. Guna tercapai tujuan
yang diinginkan organisasi, salah satu yang perlu mendapat perhatian adalah
hal yang berkaitan dengan wewenang dan tanggung jawab para karyawan
yang mendukung organisasi tersebut.
17
Universitas Sumatera Utara
2. Otoritas tanggung jawab
Dalam hal ini, organisasi yang baik berwewenang dan tanggung jawab telah
didelegasikan dengan baik tanpa adanya tumpang tindih dalam melaksanakan
tugas. Selain itu, kejelasan wewenang dan tanggung jawab setiap orang dalam
suatu organisasi akan mendukung kinerja karyawan tersebut. Kinerja
karyawan akan dapat terwujud bila karyawan mempunyai komitmen dengan
organisasinya dan ditunjang dengan disiplin kerja yang tinggi.
3. Disiplin
Lazimnya disiplin menunjukkan kondisi atau sikap hormat yang terdapat
dalam diri karyawan terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan. Selain itu,
masalah disiplin karyawan yang ada dalam perusahaan baik atasan maupun
bawahan akan 18ystem corak terhadap kinerja organisasi. Kinerja organisasi
akan tercapai bila kinerja individu maupun kinerja kelompok ditingkatkan.
Untuk itu diperlukan inisiatif dari para karyawannya dalam melaksanakan
tugas.
4. Inisiatif
Dalam hal ini inisiatif seorang karyawan berkaitan dengan daya piker,
kreativitas dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan
dengan tujuan organisasi. Selain itu, inisiatif karyawan yang ada dalam
organisasi merupakan daya pendorong kemajuan dan akhirnya akan
mempengaruhi kinerja kerja karyawan. Atasan yang baik sebaiknya
memberikan dukungan dan dorongan kepada karyawan yang berinisiatif
dalam melaksanakan tugasnya, hal ini ditujukan agar karyawan memiliki
18
Universitas Sumatera Utara
enerji yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja kerja bagi kepentingan
karyawan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada banyak
19ystem yang dapat mempengaruhi perubahan kinerja kerja karyawan selama
melaksanakan tugasnya. Faktor tersebut dapat berkaitan langsung maupun tidak
langsung dengan karyawan dan perusahaan dalam melaksanakan tugas dan
tangung jawab masing-masing. Dengan mengetahui 19ystem yang mendominasi
kinerja karyawan, maka pimpinan perusahaan dapat mengambil langkah antisipasi
untuk meminimalkan kesalahan yang dapat dilakukan karyawan dan merugikan
perusahaan baik dari segi materi maupun non materi.
Pimpinan perusahaan perlu mengetahui setiap perubahan kinerja kerja
karyawan yang menyangkut pencapain tujuan utama sehingga hal ini
menunjukkan kemampuan karyawan dalam melaksanakan tugas dan tanggunng
jawab yang diberikan sesuai dengan jabatan karyawan tersebut. Bila kinerja
karyawan mengalami penurunan, maka sudah seharusnya pimpinan mempunyai
langkah antisipasi untuk menaikan kembali kinerja karyawan dengan menyiapkan
berbagai kebijakan yang dapat menunjang perbaikan dan peningkatan kinerja
karyawan.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan haruslah diikuti
dengan kebijakan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diharapkan selama
melaksanakan tugas oleh karyawan sehingga kinerja karyawan cenderung stabil
dan tujuan yang ingin dicapai dapat dimaksimalkan sedemikian rupa baik jangka
19
Universitas Sumatera Utara
pendek maupun jangka panjang agar perusahaan mempunyai kemampuan dalam
menghadapi persaingan usaha yang semakin kompetitif.
2.2 Budaya Organisasi
2.2.1 Pengertian Budaya Organisasi
Penggunaan istilah budaya organisasi lazimnya mengacu pada budaya
yang diterapkan dalam perusahaan, karena pada umumnya perusahaan itu dalam
bentuk organisasi yaitu kerja sama antara beberapa orang yang membentuk
kelompok atau satuan kerja sama tersendiri. Sutrisno (2011:2), budaya organisasi
didefinisikan sebagai perangkat sistem nilai-nilai (values), keyakinan-keyakinan
(beliefs), asumsi-asumsi (assumptions), atau norma-norma yang telah lama
berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai
pedoman perilaku dan pemecahan masalah-masalah organisasi”.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa budaya
organisasi merupakan suatu kekuatan sistem yang tidak tampak, yang dapat
menggerakkan orang dalam suatu organisassi untuk melakukan aktivitas kerja.
Selain itu, secara tidak sadar stiap orang di dalam suatu organisasi mempelajari
budaya yang berlaku di dalam organisasinya. Budaya organisasi yang kuat
cenderung mendukung tujuan-tujuan perusahaan, sebaliknya yang lemah dan
sistem dapat menghambat atau bertentangan dengan tujuan perusahaan. Dalam
suatu perusahaan yang mempunyai budaya organisasi sangat kuat, nilai-nilai
bersama dipahami secara mendalam, dianut dan diperjuangkan oleh sebagian
besar para anggota organisasinya untuk kepentingan bersama di masa mendatang.
20
Universitas Sumatera Utara
Budaya yang kuat dan positif sangat berpengaruh besar terhadap perilaku
dan efektivitas kinerja perusahaan karena menimbulkan (Sutrisno, 2011:3-4),
antara lain:
1. Nilai-nilai kunci yang saling menjalin, tersosialisasikan, menginternalisasi,
menjiwai pada para anggota, dan merupakan kekuatan yang tidak tampak.
2. Perilaku karyawan secara tidak disadari terkendali dan terkoordinasi oleh
kekuatan yang informal atau tidak tampak.
3. Para anggota merasa komitmen dan loyal pada organisasi.
4. Adanya musyawarah dan kebersamaan dan atau kesertaan dalam hal yang
berarti sebagai bentuk partisipasi, pengakuan,penghormatan terhadap
karyawan.
5. Semua kegiatan berorientasi atau diarahkan kepada misi dan atau tujuan
organisasi.
6. Para karyawan merasa senang, karena di akui dan dihargai martabat dan
kontribusinya yang sangat rewarding.
7. Adanya koordinasi, integrasi, dan konsistensi yang menstabiilkan kegiatan
perusahaan.
8. Berpengaruh kuat terhadap organisasi dalam tiga aspek, pengarahan
perilaku dan kinerja organisasi, penyebarannya pada para anggota
organisasi, dan kekuatannya yaitu menekan para anggota untuk
melaksanakan nilai budaya.
9. Budaya berpengaruh terhadap perilaku individu maupun kelompok.
21
Universitas Sumatera Utara
2.2.2Dimensi Budaya Organisasi
Denison dan Mishra (1995) mengemukakan bahwa terdapat empat dimensi
pengukuran budaya organisasi, yaitu involvement, consistency, adaptability, and
sense of mission variabel-variabel budaya organisasi ini merupakan perwujudan
dalam bentuk praktek manajemen yang dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi
tingkat pertama dari budaya organisasi. Variabel-variabel tersebut didefinisikan
sebagai berikut:
1. Keterlibatan /Involvement
Tingkat keterlibatan dan partisipasi yang tinggi akan menciptakan suatu
rasa memiliki dan tanggung jawab. Akibat dari rasa memiliki ini akan
tumbuh suatu komitmen yang lebih besar terhadap organisasi dan
kebutuhan
yang
semakin
sedikit
akan
kontrol
birokrasi
yang
eksplisit.Keterlibatan identik dengan partisipasi yang didefinisikan sebagai
aspek mental dan emosional yang timbul dari dalam diri anggota
kelompok sehingga merasakan semangat kebersamaan dalam mencapai
tujuan organisasi, dan juga merasakan adanya pembagian tanggung jawab
yang merata diantara anggota kelompok. Dari hasil proses ini kemudian
timbul rasa memiliki terhadap organisasi dan selanjutnya berkembang
membentuk sebuah komitmen yang cukup besar terhadap organisasi.
Keterlibatan dalam kaitannya dengan budaya perusahaan adalah
bagaimana perusahaan menjalankan nilai-nilai envolvement baik dalam
bentuk formal maupun informal.Struktur formal adalah struktur yang telah
direncanakan yang merupakan usaha yang disengaja guna menetapkan
22
Universitas Sumatera Utara
pola hubungan antara berbagai komponen yang dapat mencapai sasaran
secara efektif. Struktur formal biasanya merupakan hasil dari pengambilan
keputusan yang eksplisit dan bersifat menentukan dan terdapat blue print
mengenai cara berbagai kegiatan yang harus dihubungkan. Proses informal
menunjukkan bahwa proses manajemen yang berlangsung di dalam
organisasi dapat berjalan tanpa direncanakan, akan tetapi timbul secara
spontan dari kegiatan-kegiatan dan interaksi dari para anggota organisasi
yang terlibat.Keterlibatan yang berhubungan dengan proses ini merupakan
hal yang vital terhadap efektifitas organisasi. Beberapa kelompok sering
menerapkan keterlibatan dalam bentuk informal yang dikembangkan
secara spontan.
2. Misi
Kesetiaan yang mempengaruhi cara bersikap dan berperilaku di dalam
kegiatan perusahaan yang bertujuan agar diperoleh pencapaian misi
perusahaan.
3. Konsistensi
Konsistensi merupakan istilah yang menerangkan adanya suatu sikap
kesesuaian antara cara bertindak dengan apa yang telah digariskan
organisasi oleh aturan eksplisit maupun implisit. Konsistensi dalam
hubungannya dengan efektifitas organisasi dapat digambarkan berupa
penerapan nilai-nilai dan keyakinan sentral dalam sebuah organisasi.
Dalam hipotesa “budaya-kuat” ditegaskan bahwa harus terdapat suatu
23
Universitas Sumatera Utara
konsistensi antara prinsip-prinsip, perilaku, dan konformitas terhadap
penerapan nilai organisasi.
4. Adaptabilitas
Kemampuan beradaptasi (adaptabilitas) adalah kemampuan sebuah
organisasi untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan dan tekanan yang
datang secara eksternal (luar organisasi) maupun secara internal (dalam
organisasi). Teori yang berkaitan dengan adaptasi organisasi adalah teori
proaktif yang menjelaskan bahwa suatu individu perlu membentuk suatu
sistem dari norma dan keeyakinan tertentu yang dapat menunjang
kemampuan organisasi untuk menerima, menerjemahkan tanda-tanda dari
lingkungannya ke dalam perubahan perilaku internal yang akan
memberikan peningkatan kesempatan bagi organisasi untuk dapat
bertahan, tumbuh dan berkembang. Dalam penelitian ini aspek yang
digunakan ialah aspek kemampuan untuk memberi tanggapan terhadap
lingkungan internal organisasi atau yang disebut juga sebagai fleksibiltas
internaldapat diterjemahkan sebagai kemampuan untuk melakukan
perubahan-perubahan terhadap apa yang terjadi di lingkungan internal
organisasi itu sendiri.
2.2.3. Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja
Budaya organisasi mengacu kepada sistem makna bersama yang dianut
oleh anggota-anggota organisasi yang membedakan organisasi itu dari organisasi
lain (Robbins, 2006). Selanjutnya Robbins mengatakan suatu sistem nilai budaya
yang tumbuh menjadi kuat mampu memacu organisasi kearah perkembangan
24
Universitas Sumatera Utara
yang lebih baik. Rivai (2003) dalam Waridin dan Masrukhin (2006) menyatakan
bahwa semakin baik budaya kerja maka kinerja akan semakin tinggi begitu juga
sebaliknya. Hal ini berarti bahwa setiap perbaikan budaya kerja kearah yang lebih
kondusif akan memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi peningkatan
kinerja pegawai, demikian juga sebaliknya. Hasil penelitian Waridin dan
Masrukhin (2006) menunjukan bahwa budaya organisasi yang diindikasikan
dengan budaya dituntutnya pegawai mencari cara-cara yang lebih efektif dan
berani menanggung resikonya, cermat dalam melaksanakan pekerjaan, perhatian
pada kesejahteraan pegawai, tuntutan konsentrasi yang dicapai, semangat yang
tinggi dalam bekerja, serta kewajiban dalam merealisasikan target dan tugas
instansi mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja pegawai. Denison (1990)
menyimpulkan bahwa budaya organisasi ternyata merupakan strategi penting
yang efektif bagi manjemen dalam mendorong kinerja karyawan. Kottler dan
Hesket dalam Waridin dan Masrukhin (2006) mengatakan budaya perusahaan
dapat memberikan dampak yang berarti terhadap kinerja. Ekonomi jangka
panjang. Dan Budaya perusahaan akan menjadi factor yang bahkan lebih penting
lagi dalam menentukan keberhasilan organisasi. Robbins (2006), mengatakan
bahwa kinerja organisasi mensyaratkan strategi, lingkungan teknologi dan budaya
organisasi bersatu. Peter dalam Yuwalliatin (2006) mengatakan organisasi atau
perusahaaan yang berhasil atau kinerja tinggi karena mempunyai budaya yang
kuat.
25
Universitas Sumatera Utara
2.3Gaya Kepemimpinan
2.3.1Pengertian Kepemimpinan dan Gaya Kepemimpinan
Keberhasilan sebuah perusahaan dalam mencapai tujuan yang hendak
dicapai tidak terlepas dari peranan seorang pemimpin. Dengan keberadaan
seorang pemimpin yang handal dan kredibilitas maka mampu mengatur sumbersumber daya yang dimiliki oleh perusahaan untuk memaksimalkan pencapaian
tujuan utamanya. Oleh sebab itu, tidak semua orang mempunyai kemampuan
dalam memimpin sebuah perusahaan karena tidaklah mudah untuk mengelola
sistem ada di perusahaan mencakup sumber daya manusia dan sumber daya
lainnya untuk digabungkan dalam mencapai kinerja kerja yang baik.
Sementara itu, kepemimpinan lazimnya merupakan sistem yang sangat
penting dalam mempengaruhi prestasi organisasi karena kepemimpinan
merupakan aktivitas utama dengan mana tujuan organisasi dapat dicapai.
Lazimnya, kepemimpinan seseorang akan melalui sebuah proses yang cukup
panjang sehingga orang tersebut pantas untuk menjadi seorang pemimpin yang
dapat dipercaya dan diberikan tanggung jawab yang besar untuk memajukan
operasional perusahaan.
Menurut Sunyoto (2015:84), “kepemimpinan adalah proses mempengaruhi
orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang harus mereka lakukan
dan bagaimana melakukan tugas tersebut secara efektif, serta proses untuk
memfasilitasi upaya individu dan kelompok mencapai tujuan bersama (shared
goal)”.
26
Universitas Sumatera Utara
Menurut
Wibowo
(2013:264),
“kepemimpinan
adalah
tentang
mempengaruhi, memotivasi, dan memungkinkan orang lain memberikan
kontribusi kearah efektivitas dan keberhasilan organisasi dimana mereka menjadi
anggotanya”.
Menurut Arifin (2012:2), mendefinsikan kepemimpinan adalah sebagai
proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas
dari para anggota kelompok sehingga ditemukan 3 implikasi yaitu kepemimpinan:
1. Harus melibatkan orang lain (bawahan / pengikut)
2. Mencakup distribusi kekuasaan yang tidak sama (antara pemimpin dan
anggota), terdiri dari :
a. Kekuasaan imbalan (reward power)
b. Kekuasaan paksaan (coercive power)
c. Kekuasaan sah (legitimate power)
d. Kekuasaan referensi (referent power)
e. Kekuasaan ahli (expert power).
3. Kemampuan untuk menggunakan berbagai bentuk kekuasaan untuk
mempengaruhi perilaku pengikut melalui sejumlah cara.
Menurut Rivai dan Ella (2013:78), “gaya kepemimpinan adalah sifat,
kebiasaan, temperamen, watak dan kepribadian yang membedakan seorang
pemimpin dalam berinteraksi dengan orang lain”. Sedangkan menurut Siagian
(2012:102), “gaya kepemimpinan adalah suatu cara dan proses kompleks dimana
seseorang mempengaruhi orang lain untuk mencapai suatu misi, tugas atau suatu
sasaran dan mengarahkan organisasi dengan cara yang lebih masuk akal”.
27
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bahwa
gaya
kepemimpinan
adalah
kemampuan
seseorang
pemimpin
dalam
mengarahkan, mempengaruhi, mendorong, dan mengendalikan orang bawahan
untuk 28 yst melakukan sesuatu pekerjaan atas kesadaran dan sukarela untuk
mencapai suatu tujuan tertentu.
Pemimpin dapat menerapkan salah satu gaya kepemimpinan yang ada dan
memantau apakah sudat tepat menggunakan gaya kepemimpinan tersebut dapat
diterima dengan baik oleh karyawan ataupun tidak dalam mencapai tujuan utama
perusahaan. Dengan menerapkan gaya kepempinan yang sesuai maka pencapaian
tujuan dapat dilakukan lebih maksimal.
Menurut Sutrisno (2010:222), adapun gaya kepemimpinan yaitu:
1. Gaya system, yaitu gaya memimpin dengan menggunakan pendekatan yan
menggugah perasaan, pikiran, atau dengan kata lain dengan melakukan
ajakan atau bujukan.
2. Gaya refresif, yaitu gaya kepemimpinan dengan cara memberikan tekanan,
ancaman, sehingga bawahan merasa ketakutan.
3. Gaya partisipasif, yaitu gaya kepemimpinan dimana memberikan
kesempatan kepada bawahan untuk itu secara aktif baik mental, spiritual,
fisik maupun materil dalam kiprahnya di organisasi.
4. Gaya inovatif, yaitu pemimpin yang selalu berusaha dengan keras untuk
menwujudkan usaha-usaha pembaharuan di dalam segala bidang, baik
politik, ekonomi, politik, sistem, budaya atau setiap produk terkait dengan
kebutuhan manusia.
28
Universitas Sumatera Utara
5. Gaya sistematis, yaitu gaya pemimpin yang selalu melakukan penelitian
yang disertai dengan rasa penuh kecurigaan terhadap bawahannya
sehingga menimbulkan yang menyebabkan kreativitas, inovasi, serta
inisiatif dari bawahan kurang berkembang, karena bawahan takut
melakukan kesalahan-kesalahan.
6. Gaya inspektif, yaitu pemimpin yang suka melakukan acara-acara yang
sifatnya protokoler, kepemimpinan dengan gaya inspektif menuntut
penghormatan bawahan, atau pemimpin yang senang apabila dihormati.
7. Gaya motivatif, yaitu pemimpin yang dapat menyampaikan informasi
mengenai ide-ide, program-program, kebijakan-kebijakan kepada bawahan
dengan baik.
8. Gaya naratif, yaitu pemimpin yang bergaya naratif merupakan pemimpin
yang banyak bicara namun tidak disesuaikan dengan apa yang dia
kerjakan, atau dapat dikatakan pemimpin yang banyak bicara sedikit
bekerja.
9. Gaya edukatif, yaitu pemimpin yang suka melakukan pengembangan
bawahan dengan cara memberikan pendidikan dan keterampilan kepada
bawahan, sehingga bawahan menjadi memiliki wawasan dan pengalaman
yang lebih baik dari hari ke hari. Dengan demikian seorang pemimpin
bergaya edukatif takkan pernah menghalangi bawahan yang ingin
mengembangkan pendidikan dan keterampilan.
10. Gaya retrogresif, yaitu pemimpin yang tidak suka melihat maju, apalagi
melebihi dirinya. Untuk itu, pemimpin dengan gaya retrogresif selalu
29
Universitas Sumatera Utara
menghalangi
bawahan
untuk
mengembangkan
pengetahuan
dan
keterampilan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setiap individu yang telah
diangkat dan diberikan tanggung jawab untuk menjadi pemimpin yang memahami
dengan baik dan benar tentang kepemimpinan, manfaat dan hasil yang dapat
dicapai. Kepemimpinan merupakan salah satu hal penting menyangkut
keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuan yang hendak dicapai. Oleh sebab
itu,
keberadaan
kepemimpinan
menjadi
prioritas
utama
untuk
dapat
dimaksimalkan peranannya bagi kemajuan perusahaan di masa mendatang.
Kepemimpinan yang baik dan dapat diterima oleh semua karyawan sangat
diharapkan akan tetapi tidak mudah untuk diterapkan pada pelaksanaannya
sehingga hal ini menjadi tantangan.
2.3.2 Teori Kepemimpinan
Dewasa ini, ada banyak teori kepemimpinan yang sering dijumpai dalam
pelaksanaanya di organisasi. Dengan demikian, seorang pemimpin sebaiknya
perlu mengetahui dan memahami teori kepemimpinan dengan baik dan benar
sehingga mampu memilih dan menerapkan gaya kepemimpinan yang diharapkan
mampu memberikan kontribusi positif bagi kemajuan dan kelancaran operasional
di masa mendatang. Teori kepemimpinan merupakan bagian tidak dapat
dipisahkan dalam kepemimpinan pada sebuah organisasi dalam mencapai tujuan
utamanya sehingga setiap pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinannya
merupakan bagian penting dalam teori kepemimpinan.
30
Universitas Sumatera Utara
Sunyoto (2013:25), adapun teori kepemimpinan dapat dibedakan menjadi
empat bagian, yaitu:
1. Teori sifat
Dalam hal ini, pada teori sifat cenderung menghubungkan karakteristikkarakteristik seperi kepribadian, emosional, fisik, intelektual dan
karakteristik individu yang lainnya dari pemimpin yang berhasil di masa
lampau.
2. Teori perilaku
Pada kondisi ini, teori perilaku cenderung dipusatkan pada efektivitas
pemimpin, bukan pada penampilan dari pemimpin tersebut. Pada teori
perilaku lebih menekankan pada dua gaya kepemimpinan, yaitu orientasi
tugas merupakan perilaku pimpinan yang menekankan bahwa tugas yang
dilaksanakan dengan baik, dengan cara mengarahkan dan mengendalikan
secara ketat bawahannya. Sedangkan orientasi karyawan adalah perilaku
pimpinan yang menekankan pada pemberian motivasi kepada bawahan
dalam melaksanakan tugasnya dengan melibatkan bawahan dalam proses
pengambilan
keptuusan
yang
berkaitan
dengan
tugasnya,
dan
mengembangkan hubungan yang bersahabat saling percaya mempercayai
dan saling menghormati di antara anggota kelompok untuk kepentingan
bersama baik jangka pendek maupun jangka panjang.
3. Teori situasional
Pada teori situasional, situasi yang pelu dianalisis atau didiagnosis oleh
manajer
meliputi
empat
bagian,
yaitu
karakteristik
manajerial,
31
Universitas Sumatera Utara
karakteristik bawahan, struktur kelompok dan sifat tugas serta 32ystem
organisasi, yaitu:
a. Karakteristik manajerial, dimana perilaku pimpinan terhadap 32ystem
lingkungan
tergantung
pada
tiga
karakteristik
utama,
yaitu
kepribadian, kebutuhan dan motivasi dan pengalaman masa lampau.
b. Faktor bawahan, dimana sebelum seorang pimpinan memutuskan
untuk menerapkan suatu gaya kepemimpinan tertentu, sebaiknya
pemimpin harus mempertimbangkan karakteristik individu dan pola
perilaku dari bawahan.
c. Faktor kelompok, dimana karakteristik kelompok dapat memberikan
pengaruh yang berarti terhadap kemampuan seorang manajer dalam
memimpin bawahannya. Faktor tersebut antara lain perkembangan
kelompok, struktur kelompok, dan tugas kelompok.
d. Faktor organisasi, dimana ada sejumlah 32 ystem organisasi yang
penting yang berpengaruh terhadap sejumlah keberhasilan manajern
dalam memimpin dimana 32ystem tersebut mencakup basis kekuasaan,
aturan dan prosedur, profesionalisme dan tekanan waktu. Faktor
tersebut
seharusnya
dilakukan
secara
konsisten
dan
berkesinambungan.
Dengan demikian, ada banyak teori tentang kepemimpinan yang perlu diketahui
dan dipahami dengan baik dan benar oleh seorang pemimpin sebelum melakukan
tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin di perusahaan. Dengan
pemahaman yang lebih mendalam dan bijaksana, maka kendala yang dapat
32
Universitas Sumatera Utara
muncul pada saat pelaksanaan dapat diminimalkan sedemikian rupa guna
mengoptimalkan pencapaian tujuan utama perusahaan.
2.3.3DimensiGaya Kepemimpinan
Menurut Siagian (2012:109), dimensi dari gaya kepemimpinan antara lain:
1. Sifat; sifat seserong pemimpin sangat berpengaruh dalam gaya
kepemimpinan untuk menentukan keberhasilan menjadi seorang pemimpin
yang berhasil ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Kemampuan
pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat,
perangai atau ciri-ciri didalamnya.
2. Kebiasaan;
kebiasaan
memegang
peranan
utama
dalam
gaya
kepemimpinan sebagai penentu pergerakan perilaku seseorang pemimpina
yang menggambarkan segala tindakan dilakukan sebagai pemimpin baik.
3. Tempramen; Tempramen adalah gaya perilaku seorang pemimpin dan cara
khasnya dalam sistem tanggapan dalam berinteraksi dengan orang lain.
Beberapa pemimpin bertempramen aktif, sedangkan yang lainnya
bertempramen tenang, sehingga kondisi ini menunjukkan menunjukkan
adanya variasi tempramen.
4. Watak; watak seorang pemimpin yang lebih subjektif dapata menjadi
penentu bagi keunggulan seorang pemimpin dalam mempengaruhi
keyakinan, ketekunan, daya tahan dan keberanian.
5. Kepribadian; kepribadian seorang pemimpin menentukan keberhasilannya
yang ditentukan oleh sifat-sifat karakteristik kepribadian yang dimiliki
oleh seorang pemimpin.
33
Universitas Sumatera Utara
2.3.4Hubungan Gaya Kepemimpinan dengan Kinerja Karyawan
Setiap perusahaan pasti menyadari bahwa sumber daya manusia
merupakan sumber daya penting, maka perusahaan harus mengelolanya secara
tepat dan benar agar senantiasa dapat memberikan kontribusi dalam pencapaian
tujuan perusahaan yang telah direncanakan. Menurut Nurita (2008) melalui gaya
kepemimpinan
atasan
mempengaruhi,
mengarahkan,
dan
membimbing
bawahannya agar bekerja dengan baik. Tingkah laku tersebut terbagi dalam 3
macam gaya, yaitu: otokratis, demokratis dan Laissez-faire. Gaya kepemimpinan
memiliki
hubungan
yang
signifikan
terhadap
kinerja
karyawan.
Gaya
kepemimpinan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan akan memberikan
pengaruh nyata tehadap peningkatan kinerja karyawan.
2.2
Penelitian Terdahulu
Beberapa perbedaan penelitian tentang corporate governance disajikan
dalam tabel dibawah ini:
Tabel 2.2
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No
Nama Peneliti
1
Dewi Lina
(2014)
Variabel peneltian
Variabel dependen : Kinerja
pegawai
Variabel dependen :
Kepemimpinandan Budaya
organisasi
Hasil penelitian
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa
kepemimpinan dan
budaya organisasi secara
serempak berpengaruh
pada kinerja pegawai
Biro UMSU. Besarnya
pengaruh yang diberikan
kepada kinerja sebesar
16%, sedangkan sisanya
88,4% dapat dijelaskan
oleh sistem lain yang
tidak dimaksudkan dalam
34
Universitas Sumatera Utara
No
Nama Peneliti
Variabel peneltian
2
Maryani, Armanu
Thoyib, Margono
Setiawan, Ubut
Salim
(2011)
Variabel dependen :
Kepuasan dan Kinerja
karyawan
Variabel independen :
Budaya organisasi, Gaya
kepemimpinan,
Pengembangan Karyawan
3
Chaterina Melina
Taurisa & Intan
Ratnawati
(2012)
Variabel dependen :
Komitmen organisasional &
Kinerja karyawan
Variabel independen :
Budaya organisasi,
Kepuasan kerja
4
Nurjanah
(2008)
Variabel dependen :
Komitmen organisasi &
Kinerja karyawan
Variabel independen: Gaya
kepemimpinan dan Budaya
organisasi
5
Febria Kurniadi
Fajra
(2011)
Variabel dependen :Kinerja
Karyawan
Variabel Independen : Gaya
kepemimpinan, Budaya
Hasil penelitian
penelitian ini.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
budaya organisasi dapat
mendorong pimpinan
menggunakan gaya
kepemimpinan yang
selaras dengan nilai di
perusahaan. Budaya
organisasi tidak mampu
mendukung terdesain
dan terlaksananya bentuk
pengembangan
karyawan yang tepat
pada perusahaan retail.
Hasil penelitian
membuktikan bahwa
budaya organisasi
pengaruh positif dan
signifikan pada kepuasan
kerja dan komitmen
organisasional.
Kepuasan kerja
berpengaruh positif dan
signifikan pada
komitmen
organisasional.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
gaya kepemimpinan
berpengaruh positif dan
signifikan pada budaya
organisasi, komitmen
organisasi. Budaya
organisasi berpengaruh
positif dan signifikan
pada komitmen
organisasi dan kinerja
karyawan.
Penelitian ini
menemukan bahwa gaya
kepemimpinan dan
budaya organisasi tidak
35
Universitas Sumatera Utara
Organisasi dan Motivasi
Kerja
berpengaruh pada kinerja
karyawan Badan
Kepegawain Daerah
Kabupaten Agam.
2.3 Kerangka Konseptual
Noor (2011: 251) menjelaskan bahwa kerangka konseptual merupakan
kerangka pikir mengenai hubungan antarvariabel yang terlibat dalam penelitian
atau hubungan antarkonsep dengan konsep lainnya dari masalah yang diteliti
sesuai dengan apa yang telah diuraikan pada deskripsi teoritis. Dalam penelitian
ini variabel yang dianalisis adalah pengaruh budaya organisasi dan gaya
kepemimpinan terhadap kinerja karyawan pada Politeknik Unggul LP3M Medan.
Budaya organisasi merupakan suatu kekuatan sosial yang tidak tampak,
yang dapat menggerakkan orang dalam suatu organisasi untuk melakukan
aktivitas kerja. Secara tidak sadar setiap orang di dalam suatu organisasi
mempelajari budaya yang berlaku di dalam organisasinya. Soedjono (2005)
menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan sistem penyebaran kepercayaan
dan nilai-nilai yang berkembang dalam suatu organisasi dan mengarahkan
perilaku anggota-anggota. Taurisa dan Ratnawati (2012) menyatakan bahwa salah
satu faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah budaya organisasi.
Maryawani, dkk (2011) juga menyatakan bahwa kinerja tidak saja dipengaruhi
dalam diri karyawan tetapi juga ditentukan oleh beberapa faktor seperti budaya
perusahaan dimana orang tersebut bekerja.
Dengan mengoptimalkan sumber daya manusia yang ada untuk selalu
menekankan pada perubahan yang berkesinambungan, inovatif dan menjadi yang
36
Universitas Sumatera Utara
terbaik akan menimbulkan kinerja organisasi yang baik. Penerapan sikap-sikap
yang harus dianut oleh setiap karyawan tersebut akan sangat membantu
perusahaan. Budaya organisasi yang kuat dapat meningkatkan kinerja organisasi
(Soedjono, 2005).
Pengarahan perilaku setiap karyawan dalam penerapannya dibantu oleh
gaya kepemimpinan yang digunakan oleh pimpinan perusahaan. Setiap pemimpin
di perusahaan mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda – beda antara yang
satu dengan yang lainnya sehingga hal ini menjadi salah satu bentuk dari sudut
pandang dan cara memimpin dari setiap pemimpin dalam mencapai tujuannya.
Tanpa kepemimpinan, hubungan antara tujuan perseorangan dan tujuan organisasi
mungkin menjadi tidak searah. Lina (2014) menyatakan bahwa faktor penting
yang menentukan kinerja karyawan dan kemampuan organisasi beradaptasi
dengan perubahan lingkungan adalah kepemimpinan.
Dari teori tersebut dapat diketahui bahwa dengan terciptanya budaya
organisasi yang sehat dan kondusif diperusahaan maka karyawan akan lebih
bersemangat dalam melaksanakan tugasnya dengan baik sehingga kinerja
karyawan dapat meningkat dengan signifikan. Selain itu, kepemimpinan yang
diterapkan berperan penting terhadap keberhasilan dalam menggunakan sumber
daya manusia untuk mencapai tujuan utama perusahaan. Lina (2014)
menyimpulkan bahwa selain kepemimpinan faktor yang paling kritikal yang
dipandang dapat mempengaruhi kinerja karyawan adalah budaya organisasi.
37
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian landasan teori yang telah dipaparkan diatas, maka
disusun hipotesis yang merupakan alur pikiran dari peneliti, kemudian
digambarkan dalam kerangka konseptual yang disusun sebagai berikut :
Budaya Organisasi
(X1)
Kinerja Karyawan
(Y)
Gaya Kepemimpinan
(X2)
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.4
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka berpikir yang telah
diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang di kemukakan oleh peneliti adalah:
budaya organisasi dan gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap
kinerja karyawan Politeknik Unggul LP3M Medan.
38
Universitas Sumatera Utara