Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Pada Inspektorat Kabupaten Labuhanbatu Dengan Motivasi Sebagai Variabel Moderating
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Landasan teori ini dijelaskan teori-teori yang mendukung perumusan
hipotesis, serta sangat membantu dalam analisis hasil-hasil penelitian nantinya.
2.1.1. Kualitas Audit
Sampai saat ini belum ada definisi yang pasti mengenai apa dan
bagaimana kualitas audit yang baik itu. Tidak mudah untuk menggambarkan dan
mengukur kualitas audit secara obyektif dengan beberapa indikator. Hal ini
dikarenakan kualitas audit merupakan sebuah konsep yang kompleks dan sulit
dipahami, sehingga sering kali terdapat kesalahan dalam menentukan sifat dan
kualitasnya. Hal ini terbukti dari banyaknya penelitian yang menggunakan
dimensi kualitas audit yang berbeda-beda.
De Angelo (dalam Alim dkk, 2007) mendefinisikan kualitas audit sebagai
probabilitas bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran pada
sistem akuntansi auditee. Sedangkan Deis dan Groux (dalam Alim dkk, 2007)
menjelaskan bahwa probabilitas untuk menemukan pelanggaran tergantung pada
kemampuan teknis auditor dan probabilitas melaporkan pelanggaran tergantung
pada independensi auditor.
Kualitas audit adalah probabilitas seorang auditor atau akuntan pemeriksa
menemukan penyelewengan dalam sistem akuntansi suatu unit atau lembaga,
kemudian melaporkannya dalam laporan audit (Nasrullah Djamil). Probabilitas
menemukan adanya penyelewengan tergantung pada kemampuan teknikal dari
auditor tersebut yang dapat dilihat pada pengalaman auditor, pendidikan,
12
Universitas Sumatera Utara
13
profesionalisme
dan
struktur
audit
perusahaan.
Sedangkan
probabilitas
melaporkan penyelewengan tersebut dalam laporan audit tergantung pada
independensi auditor dalam menjaga sikap mentalnya.
Kualitas audit pada sektor publik lebih rendah dibandingkan dengan
kualitas audit pada sektor swasta. Rendahnya kualitas audit pada auditor
pemerintah, menurut Brown & Raghunandan, karena mereka dihadapkan pada
litigation risk yang rendah. Dan perbedaan tersebut kemungkinan dikarenakan:(1)
tipe auditor firm dan auditee yang berbeda, (2) sifat industri dan proses audit yang
berbeda, (3) tipe kualitas yang melakukan review, dan (4) metode pemilihan audit
untuk melakukan review yang berbeda.
Dalam sektor publik, Government Accountability Office (GAO) mendefinisikan
kualitas audit sebagai ketaatan terhadap standar profesi dan ikatan kontrak selama
melaksanakan audit (Lowenshon et al, 2005). Standar audit menjadi bimbingan dan
ukuran kualitas kinerja auditor (Messier et al, 2005). Menurut Peraturan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor PER/05/M.PAN/03/2008, pengukuran
kualitas audit atas laporan keuangan, khususnya yang dilakukan oleh APIP, wajib
menggunakan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).
Audit yang berkualitas adalah audit yang dapat ditindaklanjuti oleh auditee.
Kualitas ini harus dibangun sejak awal pelaksanaan audit hingga pelaporan dan
pemberian rekomendasi. Dengan demikian, indikator yang digunakan untuk
mengukur kualitas audit antara lain kualitas proses, apakah audit dilakukan dengan
cermat, sesuai prosedur, sambil terus mempertahankan sikap skeptis.
2.1.2. Kompetensi
Lastanti (2005) mendefinisikan kompetensi sebagai keterampilan dari seorang
Universitas Sumatera Utara
14
ahli. Dimana ahli didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki tingkat ketrampilan
tertentu atau pengetahuan yang tinggi dalam subyek tertentu yang diperoleh dari
pelatihan dan pengalaman. Saifuddin (2004) mendefinisikan bahwa seorang yang
berkompeten adalah orang yang dengan ketrampilannya mengerjakan pekerjaan
dengan mudah, cepat, intuitif dan sangat jarang atau tidak pernah membuat kesalahan.
Lee dan Stone (1995), mendefinisikan kompetensi sebagai keahlian yang
cukup yang secara eksplisit dapat digunakan untuk melakukan audit secara
objektif. Sri lastanti (2005) mengartikan keahlian atau kompetensi sebagai
seseorang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan prosedural yang luas
yang ditunjukkan dalam pengalaman audit.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi
auditor adalah pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan auditor untuk dapat
melakukan audit secara objektif, cermat dan seksama. Hayes-Roth mendefinisikan
keahlian sebagai pengetahuan tentang suatu lingkungan tertentu, pemahaman
terhadap masalah yang timbul dari lingkungan tersebut, dan keterampilan untuk
memecahkan permasalahan tersebut (Mayangsari, 2003).
Dalam standar audit APIP disebutkan bahwa audit harus dilaksanakan oleh
orang yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis cukup sebagai auditor. Dengan
demikian, auditor belum memenuhi persyaratan jika ia tidak memiliki pendidikan
dan pengalaman yang memadai dalam bidang audit. Dalam audit pemerintahan,
auditor dituntut untuk memiliki dan meningkatkan kemampuan atau keahlian bukan
hanya dalam metode dan teknik audit, akan tetapi segala hal yang menyangkut
pemerintahan seperti organisasi, fungsi, program, dan kegiatan pemerintah.
Kompetensi yang diperlukan dalam proses audit tidak hanya berupa
Universitas Sumatera Utara
15
penguasaan terhadap standar akuntansi dan auditing, namun juga penguasaan
terhadap objek audit. Selain dua hal di atas, ada tidaknya program atau proses
peningkatan keahlian dapat dijadikan indikator untuk mengukur tingkat kompetensi
auditor.
2.1.3 Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja adalah proses pembentukan pengetahuan atau keterampilan
tentang metode suatu pekerjaan karena keterlibatan karyawan tersebut dalam
pelaksanaan tugas pekerjaan Manulang (1984). Dalam pekerjaan profesional auditing,
pendidikan formal saja tidak cukup untuk menghasilkan auditor yang profesional dan
berkualitas tinggi. Dibutuhkan adanya pengalaman kerja dalam mendukung kesuksesan
sebagai auditor yang berkualitas. Pengalaman bagi auditor merupakan nilai tambah
bagi dirinya dan dapat mendukung terciptanya kualitas audit yang diharapkan.
Menurut Libby dan Trotman dalam jurnal Maksi Vol 1 (2002:5), seorang
auditor professional harus mempunyai pengalaman yang cukup tentang tugas dan
tanggung jawabnya. Pengalaman auditor akan menjadi bahan pertimbangan yang
baik dalam mengambil keputusan.
Menurut Loeher (2002) dalam Elfarini (2007), pengalaman merupakan
akumulasi gabungan dari semua yang diperoleh melalui berhadapan dan
berinteraksi secara berulang-ulang dengan sesama benda alam, keadaan, gagasan,
dan penginderaan. Libby dan Frederick (1990) dalam Elfarini (2007) menemukan
bahwa auditor yang lebih berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik
atas laporan keuangan sehingga keputusan yang diambil bisa lebih baik. Mereka
juga lebih mampu memberi penjelasan yang masuk akal atas kesalahan dalam
laporan keuangan. Selain itu mereka dapat mengelompokkan kesalahan
Universitas Sumatera Utara
16
berdasarkan tujuan audit dan struktur dari sistem akuntansi yang mendasari.
2.1.4. Latar belakang Pendidikan
Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha sadar untuk membekali
individu dengan pengalaman dan keterampilan sehingga individu tersebut dapat
mengembangkan potensi yang dimilikinya (Dwiyogi, 2008).
Latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah (APIP) sebaiknya disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi yang
dilaksanakan, sebagaimana yang disyaratkan dalam Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/05/M.PAN/ 03/2008 tanggal 31 Maret
2008 poin 2210 tentang standar umum dijelaskan bahwa latar belakang pendidikan
Aparat pengawasan intern Pemerintah mempunyai tingkat pendidikan formal minimal
strata satu (S-1) atau yang setara. Subhan (2011) menjelaskan bahwa semakin tinggi
tingkat latar belakang pendidikan pemeriksa/pengawas maka kualitas hasil audit dan
kinerja pemeriksa/pengawas tersebut akan meningkat.
2.1.5. Motivasi
Terry (dalam Moekijat, 2002) mendefinisikan motivasi sebagai keinginan di
dalam seorang individu yang mendorong ia untuk bertindak. Sedangkan menurut
Panitia Istilah Manajemen Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen,
motivasi adalah proses atau faktor yang mendorong orang untuk bertindak atau
berperilaku dengan cara tertentu; yang prosesnya mencakup: pengenalan dan
penilaian kebutuhan yang belum dipuaskan, penentuan tujuan yang akan memuaskan
kebutuhan, dan penentuan tindakan yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan.
Dari berbagai jenis teori motivasi, teori yang sekarang banyak dianut
adalah teori kebutuhan. Teori ini beranggapan bahwa tindakan manusia pada
Universitas Sumatera Utara
17
hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhannya. Ahli yang mencoba
merumuskan kebutuhan-kebutuhan manusia, di antaranya adalah Abraham
Maslow. Maslow telah menyusun “tingkatan kebutuhan manusia”, yang pada
pokoknya didasarkan pada prinsip, bahwa (Wahjosumidjo, 1987):
1) Manusia adalah “ binatang yang berkeinginan”;
2) Segera setelah salah satu kebutuhannya terpenuhi, kebutuhan lainnya akan muncul;
3) Kebutuhan-kebutuhan manusia nampak diorganisir ke dalam kebutuhan yang
bertingkat-tingkat;
4) Segera setelah kebutuhan itu terpenuhi, maka mereka tidak mempunyai pengaruh
yang dominan, dan kebutuhan lain yang lebih meningkat mulai mendominasi
Maslow merumuskan lima jenjang kebutuhan manusia, sebagaimana
dijelaskan sebagai berikut (Wahjosumidjo, 1987):
1) Kebutuhan mempertahankan hidup (Physiological Needs). Manifestasi
kebutuhan ini tampak pada tiga hal yaitu sandang, pangan, dan papan.
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan primer untuk memenuhi kebutuhan
psikologis dan biologis.
2) Kebutuhan rasa aman (Safety Needs). Manifestasi kebutuhan ini antara lain
adalah kebutuhan akan keamanan jiwa, di mana manusia berada, kebutuhan
keamanan harta, perlakuan yang adil, pensiun, dan jaminan hari tua.
3) Kebutuhan social (Social Needs). Manifestasi kebutuhan ini antara lain
tampak pada kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain (sense of
belonging), kebutuhan untuk maju dan tidak gagal (sense of achievement),
kekuatan ikut serta (sense of participation).
4) Kebutuhan akan penghargaan/prestise (esteem needs), semakin tinggi status,
Universitas Sumatera Utara
18
semakin tinggi pula prestisenya.
5) Kebutuhan mempertinggi kapasitas kerja (self actualization), kebutuhan ini
bermanifestasi pada keinginan mengembangkan kapasitas mental dan kerja
melalui seminar, konferensi, pendidikan akademis, dan lain-lain.
Menurut Suwandi (2005), dalam konteks organisasi, motivasi adalah
pemaduan antara kebutuhan organisasi dengan kebutuhan personil. Hal ini akan
mencegah terjadinya ketegangan / konflik sehingga akan membawa pada
pencapaian tujuan organisasi secara efektif.
Sehubungan dengan audit pemerintah, terdapat penelitian mandiri mengenai
pengaruh rewards instrumentalities dan environmental risk factors terhadap motivasi
partner auditor independen untuk melaksanakan audit pemerintah. Penghargaan
(rewards) yang diterima auditor independen pada saat melakukan audit pemerintah
dikelompokkan ke dalam dua bagian penghargaan, yaitu penghargaan intrinsik
(kenikmatan pribadi dan kesempatan membantu orang lain) dan penghargaan
ekstrinsik (peningkatan karir dan status). Sedangkan faktor risiko lingkungan
(environmental risk factors) terdiri dari iklim politik dan perubahan kewenangan.
2.2 Review Penelitian Terdahulu
Berbagai penelitian telah dilakukan mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas audit. Beberapa hasil penelitian terdahulu adalah :
Universitas Sumatera Utara
19
Tabel 2.1
Review Penelitian terdahulu
N
O
1
2
3
4
5
6
Nama/
Tahun
Peneliti
Muh.
Taufik
Efendy
(2010)
Batubara
(2008)
Doni
Damanik
(2010)
Mayang
sari (2005)
Isyrin
Ishak
(2009)
Iwan
Pantas
Siregar
(2009)
Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
Pengaruh
Kompetensi,
Independensi, dan Motivasi
Terhadap kualitas audit
aparat Inspektorat dalam
pengawasan
keuangan
daerah
Independensi tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap
V. Dependen :
kualitas audit, sehingga
Kualitas audit
independensi yang dimiliki
V.Independen
:
aparat inspektorat tidak
Kompetensi, Independensi,
menjamin apakah yang
dan Motivasi
bersangkutan akan melakukan
audit secara berkualitas.
Analisis Pengaruh Latar
Belakang, pendidikan, kecakapan
profesional,
pendidikan
berkelanjutan dan independensi
pemeriksa terhadap kualitas
hasil audit (studi empiris
pada bawasko medan)
Pengaruh
pengetahuan
tentang
proses
audit
internal, instuisi, pemahaman
terhadap
SAP
dan
pengetahuan
tentang
pengelolaan
keuangan
daerah terhadap peran
inspektorat dalam review
laporan keuangan daerah
V. Dependen :
Kualitas hasil audit
V.Independen:
Latar belakang pendidikan,
kecakapan profesional, pendidikan
berkelanjutan dan independensi
pemeriksa
V. Dependen :
peran inspektorat dalam
review laporan keuangan
V.Independen:
pengetahuan tentang proses
audit internal, instuisi,
pemahaman terhadap SAP
dan pengetahuan tentang
pengelolaan keuangan daerah
Analisis Pengaruh independensi
kualitas
audit,
serta
mekanisme
corporate
governance
terhadap
integritas laporan keuangan
V. Dependen :
laporan keuangan
V.Independen:
independensi
kualitas
audit, serta mekanisme
corporate governance
Pengaruh
Independensi
dan Keahlian Profesional
Auditor Internal terhadap
kualitas
audit
dengan
pengalaman kerja sebagai
variabel moderating
V. Dependen : Kualitas
audit
V.Independen:
Independensi, Keahlian
Profesional,Pengalaman
kerja
Pengaruh gangguan pribadi,
ekstern
dan
organisasi
terhadap
independensi
pemeriksa (studi empiris
pada inspektorat kabupaten
Deli Serdang)
V.Dependen:
independensi pemeriksa
V.Independen: organisasi
pemeriksa dan pemeriksa
bebas dalam sikap mental
dan gangguan pribadi,
gangguan yang disebabkan
oleh suatu hubungan dan
pandangan yang mungkin
mengakibatkan
pemeriksa
membatasi pemeriksaan.
Latar belakang pendidikan
tidak berpengaruh secara
parsial terhadap kualitas
hasil audit
Pemahaman
terhadap
SAP berpengaruh secara
simultan
dan
parsial
terhadap peran inspektorat
dalam
review
laporan
keuangan daerah
Spesialisasi auditor berpengaruh
positif terhadap integritas
laporan keuangan
Pengalaman kerja tidak
mampu memoderating pengaruh
independensi dan keahlian
professional dalam melaksanakan
tugasnya
Sebesar 37,7 % dijelaskan
oleh variabel lain diluar
varibel yang digunakan
Universitas Sumatera Utara
20
7
Sari
Zawitri
(2009)
Analisis
Faktor-faktor
penentu kualitas audit yang
dirasakan dan kepuasaan
auditee di Pemerintahan
Daerah
V.Dependen :
Kualitas Audit
V.Independen: experience,
industry expertise, responsivenes,
compliance, independence,
professional care, commitment,
executive
involvement,
conduct of audit field work,
involvement
of audit
committee, member characteristics,
dan skeptical attitude.
V. Dependen :
kualitas
hasil
auditor
V.Independen:
akuntabilitas
8
Diani
(2006)
Pengaruh akuntabilitas dan
pengetahuan
terhadap
kualitas hasil kerja auditor
9
Nizanul
dan Trisni
(2006)
Pengaruh kompetensi dan
independensi
terhadap
kualitas audit dan etika
auditor sebagai variabel
moderasi
V. Dependen :
Kualitas audit
V.Independen:
Kompetensi dan
independensi
10
Sugi
harto
(2009)
Pengaruh
profesionalisme
Auditor terhadap kualitas
audit laporan keuangan
pemerintah
V. Dependen :
Kualitas audit
V.Independen:
Profesionalisme
kerja
3 variabel atribut kualitas
Audit (responsivenes, conduct
of audit field work, dan
member
characteristics)
berhubungan
positif
dan
signifikan terhadap perceived
audit quality (kualitas audit
yang dirasakan).
Untuk kompleksitas pekerjaan
rendah pengetahuan memiliki
pengaruh signifikan terhadap
kualitas hasil kerja auditor
sedangkan untuk kompleksitas
pekerjaan tinggi kualitas hasil
kerja auditor dapat ditingkatkan
dengan akuntabilitas tinggi
yang
didukung
oleh
pengetahuan audit yang tinggi.
Kompetensi dan independensi
berpengaruh
signifikan
terhadap kualitas audit
Profesionalisme yang diukur
dengan kompetensi dan
independensi berpengaruh
terhadap
kualitas
audit
laporan keuangan pemerintah
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Landasan teori ini dijelaskan teori-teori yang mendukung perumusan
hipotesis, serta sangat membantu dalam analisis hasil-hasil penelitian nantinya.
2.1.1. Kualitas Audit
Sampai saat ini belum ada definisi yang pasti mengenai apa dan
bagaimana kualitas audit yang baik itu. Tidak mudah untuk menggambarkan dan
mengukur kualitas audit secara obyektif dengan beberapa indikator. Hal ini
dikarenakan kualitas audit merupakan sebuah konsep yang kompleks dan sulit
dipahami, sehingga sering kali terdapat kesalahan dalam menentukan sifat dan
kualitasnya. Hal ini terbukti dari banyaknya penelitian yang menggunakan
dimensi kualitas audit yang berbeda-beda.
De Angelo (dalam Alim dkk, 2007) mendefinisikan kualitas audit sebagai
probabilitas bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran pada
sistem akuntansi auditee. Sedangkan Deis dan Groux (dalam Alim dkk, 2007)
menjelaskan bahwa probabilitas untuk menemukan pelanggaran tergantung pada
kemampuan teknis auditor dan probabilitas melaporkan pelanggaran tergantung
pada independensi auditor.
Kualitas audit adalah probabilitas seorang auditor atau akuntan pemeriksa
menemukan penyelewengan dalam sistem akuntansi suatu unit atau lembaga,
kemudian melaporkannya dalam laporan audit (Nasrullah Djamil). Probabilitas
menemukan adanya penyelewengan tergantung pada kemampuan teknikal dari
auditor tersebut yang dapat dilihat pada pengalaman auditor, pendidikan,
12
Universitas Sumatera Utara
13
profesionalisme
dan
struktur
audit
perusahaan.
Sedangkan
probabilitas
melaporkan penyelewengan tersebut dalam laporan audit tergantung pada
independensi auditor dalam menjaga sikap mentalnya.
Kualitas audit pada sektor publik lebih rendah dibandingkan dengan
kualitas audit pada sektor swasta. Rendahnya kualitas audit pada auditor
pemerintah, menurut Brown & Raghunandan, karena mereka dihadapkan pada
litigation risk yang rendah. Dan perbedaan tersebut kemungkinan dikarenakan:(1)
tipe auditor firm dan auditee yang berbeda, (2) sifat industri dan proses audit yang
berbeda, (3) tipe kualitas yang melakukan review, dan (4) metode pemilihan audit
untuk melakukan review yang berbeda.
Dalam sektor publik, Government Accountability Office (GAO) mendefinisikan
kualitas audit sebagai ketaatan terhadap standar profesi dan ikatan kontrak selama
melaksanakan audit (Lowenshon et al, 2005). Standar audit menjadi bimbingan dan
ukuran kualitas kinerja auditor (Messier et al, 2005). Menurut Peraturan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor PER/05/M.PAN/03/2008, pengukuran
kualitas audit atas laporan keuangan, khususnya yang dilakukan oleh APIP, wajib
menggunakan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).
Audit yang berkualitas adalah audit yang dapat ditindaklanjuti oleh auditee.
Kualitas ini harus dibangun sejak awal pelaksanaan audit hingga pelaporan dan
pemberian rekomendasi. Dengan demikian, indikator yang digunakan untuk
mengukur kualitas audit antara lain kualitas proses, apakah audit dilakukan dengan
cermat, sesuai prosedur, sambil terus mempertahankan sikap skeptis.
2.1.2. Kompetensi
Lastanti (2005) mendefinisikan kompetensi sebagai keterampilan dari seorang
Universitas Sumatera Utara
14
ahli. Dimana ahli didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki tingkat ketrampilan
tertentu atau pengetahuan yang tinggi dalam subyek tertentu yang diperoleh dari
pelatihan dan pengalaman. Saifuddin (2004) mendefinisikan bahwa seorang yang
berkompeten adalah orang yang dengan ketrampilannya mengerjakan pekerjaan
dengan mudah, cepat, intuitif dan sangat jarang atau tidak pernah membuat kesalahan.
Lee dan Stone (1995), mendefinisikan kompetensi sebagai keahlian yang
cukup yang secara eksplisit dapat digunakan untuk melakukan audit secara
objektif. Sri lastanti (2005) mengartikan keahlian atau kompetensi sebagai
seseorang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan prosedural yang luas
yang ditunjukkan dalam pengalaman audit.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi
auditor adalah pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan auditor untuk dapat
melakukan audit secara objektif, cermat dan seksama. Hayes-Roth mendefinisikan
keahlian sebagai pengetahuan tentang suatu lingkungan tertentu, pemahaman
terhadap masalah yang timbul dari lingkungan tersebut, dan keterampilan untuk
memecahkan permasalahan tersebut (Mayangsari, 2003).
Dalam standar audit APIP disebutkan bahwa audit harus dilaksanakan oleh
orang yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis cukup sebagai auditor. Dengan
demikian, auditor belum memenuhi persyaratan jika ia tidak memiliki pendidikan
dan pengalaman yang memadai dalam bidang audit. Dalam audit pemerintahan,
auditor dituntut untuk memiliki dan meningkatkan kemampuan atau keahlian bukan
hanya dalam metode dan teknik audit, akan tetapi segala hal yang menyangkut
pemerintahan seperti organisasi, fungsi, program, dan kegiatan pemerintah.
Kompetensi yang diperlukan dalam proses audit tidak hanya berupa
Universitas Sumatera Utara
15
penguasaan terhadap standar akuntansi dan auditing, namun juga penguasaan
terhadap objek audit. Selain dua hal di atas, ada tidaknya program atau proses
peningkatan keahlian dapat dijadikan indikator untuk mengukur tingkat kompetensi
auditor.
2.1.3 Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja adalah proses pembentukan pengetahuan atau keterampilan
tentang metode suatu pekerjaan karena keterlibatan karyawan tersebut dalam
pelaksanaan tugas pekerjaan Manulang (1984). Dalam pekerjaan profesional auditing,
pendidikan formal saja tidak cukup untuk menghasilkan auditor yang profesional dan
berkualitas tinggi. Dibutuhkan adanya pengalaman kerja dalam mendukung kesuksesan
sebagai auditor yang berkualitas. Pengalaman bagi auditor merupakan nilai tambah
bagi dirinya dan dapat mendukung terciptanya kualitas audit yang diharapkan.
Menurut Libby dan Trotman dalam jurnal Maksi Vol 1 (2002:5), seorang
auditor professional harus mempunyai pengalaman yang cukup tentang tugas dan
tanggung jawabnya. Pengalaman auditor akan menjadi bahan pertimbangan yang
baik dalam mengambil keputusan.
Menurut Loeher (2002) dalam Elfarini (2007), pengalaman merupakan
akumulasi gabungan dari semua yang diperoleh melalui berhadapan dan
berinteraksi secara berulang-ulang dengan sesama benda alam, keadaan, gagasan,
dan penginderaan. Libby dan Frederick (1990) dalam Elfarini (2007) menemukan
bahwa auditor yang lebih berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik
atas laporan keuangan sehingga keputusan yang diambil bisa lebih baik. Mereka
juga lebih mampu memberi penjelasan yang masuk akal atas kesalahan dalam
laporan keuangan. Selain itu mereka dapat mengelompokkan kesalahan
Universitas Sumatera Utara
16
berdasarkan tujuan audit dan struktur dari sistem akuntansi yang mendasari.
2.1.4. Latar belakang Pendidikan
Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha sadar untuk membekali
individu dengan pengalaman dan keterampilan sehingga individu tersebut dapat
mengembangkan potensi yang dimilikinya (Dwiyogi, 2008).
Latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah (APIP) sebaiknya disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi yang
dilaksanakan, sebagaimana yang disyaratkan dalam Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/05/M.PAN/ 03/2008 tanggal 31 Maret
2008 poin 2210 tentang standar umum dijelaskan bahwa latar belakang pendidikan
Aparat pengawasan intern Pemerintah mempunyai tingkat pendidikan formal minimal
strata satu (S-1) atau yang setara. Subhan (2011) menjelaskan bahwa semakin tinggi
tingkat latar belakang pendidikan pemeriksa/pengawas maka kualitas hasil audit dan
kinerja pemeriksa/pengawas tersebut akan meningkat.
2.1.5. Motivasi
Terry (dalam Moekijat, 2002) mendefinisikan motivasi sebagai keinginan di
dalam seorang individu yang mendorong ia untuk bertindak. Sedangkan menurut
Panitia Istilah Manajemen Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen,
motivasi adalah proses atau faktor yang mendorong orang untuk bertindak atau
berperilaku dengan cara tertentu; yang prosesnya mencakup: pengenalan dan
penilaian kebutuhan yang belum dipuaskan, penentuan tujuan yang akan memuaskan
kebutuhan, dan penentuan tindakan yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan.
Dari berbagai jenis teori motivasi, teori yang sekarang banyak dianut
adalah teori kebutuhan. Teori ini beranggapan bahwa tindakan manusia pada
Universitas Sumatera Utara
17
hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhannya. Ahli yang mencoba
merumuskan kebutuhan-kebutuhan manusia, di antaranya adalah Abraham
Maslow. Maslow telah menyusun “tingkatan kebutuhan manusia”, yang pada
pokoknya didasarkan pada prinsip, bahwa (Wahjosumidjo, 1987):
1) Manusia adalah “ binatang yang berkeinginan”;
2) Segera setelah salah satu kebutuhannya terpenuhi, kebutuhan lainnya akan muncul;
3) Kebutuhan-kebutuhan manusia nampak diorganisir ke dalam kebutuhan yang
bertingkat-tingkat;
4) Segera setelah kebutuhan itu terpenuhi, maka mereka tidak mempunyai pengaruh
yang dominan, dan kebutuhan lain yang lebih meningkat mulai mendominasi
Maslow merumuskan lima jenjang kebutuhan manusia, sebagaimana
dijelaskan sebagai berikut (Wahjosumidjo, 1987):
1) Kebutuhan mempertahankan hidup (Physiological Needs). Manifestasi
kebutuhan ini tampak pada tiga hal yaitu sandang, pangan, dan papan.
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan primer untuk memenuhi kebutuhan
psikologis dan biologis.
2) Kebutuhan rasa aman (Safety Needs). Manifestasi kebutuhan ini antara lain
adalah kebutuhan akan keamanan jiwa, di mana manusia berada, kebutuhan
keamanan harta, perlakuan yang adil, pensiun, dan jaminan hari tua.
3) Kebutuhan social (Social Needs). Manifestasi kebutuhan ini antara lain
tampak pada kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain (sense of
belonging), kebutuhan untuk maju dan tidak gagal (sense of achievement),
kekuatan ikut serta (sense of participation).
4) Kebutuhan akan penghargaan/prestise (esteem needs), semakin tinggi status,
Universitas Sumatera Utara
18
semakin tinggi pula prestisenya.
5) Kebutuhan mempertinggi kapasitas kerja (self actualization), kebutuhan ini
bermanifestasi pada keinginan mengembangkan kapasitas mental dan kerja
melalui seminar, konferensi, pendidikan akademis, dan lain-lain.
Menurut Suwandi (2005), dalam konteks organisasi, motivasi adalah
pemaduan antara kebutuhan organisasi dengan kebutuhan personil. Hal ini akan
mencegah terjadinya ketegangan / konflik sehingga akan membawa pada
pencapaian tujuan organisasi secara efektif.
Sehubungan dengan audit pemerintah, terdapat penelitian mandiri mengenai
pengaruh rewards instrumentalities dan environmental risk factors terhadap motivasi
partner auditor independen untuk melaksanakan audit pemerintah. Penghargaan
(rewards) yang diterima auditor independen pada saat melakukan audit pemerintah
dikelompokkan ke dalam dua bagian penghargaan, yaitu penghargaan intrinsik
(kenikmatan pribadi dan kesempatan membantu orang lain) dan penghargaan
ekstrinsik (peningkatan karir dan status). Sedangkan faktor risiko lingkungan
(environmental risk factors) terdiri dari iklim politik dan perubahan kewenangan.
2.2 Review Penelitian Terdahulu
Berbagai penelitian telah dilakukan mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas audit. Beberapa hasil penelitian terdahulu adalah :
Universitas Sumatera Utara
19
Tabel 2.1
Review Penelitian terdahulu
N
O
1
2
3
4
5
6
Nama/
Tahun
Peneliti
Muh.
Taufik
Efendy
(2010)
Batubara
(2008)
Doni
Damanik
(2010)
Mayang
sari (2005)
Isyrin
Ishak
(2009)
Iwan
Pantas
Siregar
(2009)
Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
Pengaruh
Kompetensi,
Independensi, dan Motivasi
Terhadap kualitas audit
aparat Inspektorat dalam
pengawasan
keuangan
daerah
Independensi tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap
V. Dependen :
kualitas audit, sehingga
Kualitas audit
independensi yang dimiliki
V.Independen
:
aparat inspektorat tidak
Kompetensi, Independensi,
menjamin apakah yang
dan Motivasi
bersangkutan akan melakukan
audit secara berkualitas.
Analisis Pengaruh Latar
Belakang, pendidikan, kecakapan
profesional,
pendidikan
berkelanjutan dan independensi
pemeriksa terhadap kualitas
hasil audit (studi empiris
pada bawasko medan)
Pengaruh
pengetahuan
tentang
proses
audit
internal, instuisi, pemahaman
terhadap
SAP
dan
pengetahuan
tentang
pengelolaan
keuangan
daerah terhadap peran
inspektorat dalam review
laporan keuangan daerah
V. Dependen :
Kualitas hasil audit
V.Independen:
Latar belakang pendidikan,
kecakapan profesional, pendidikan
berkelanjutan dan independensi
pemeriksa
V. Dependen :
peran inspektorat dalam
review laporan keuangan
V.Independen:
pengetahuan tentang proses
audit internal, instuisi,
pemahaman terhadap SAP
dan pengetahuan tentang
pengelolaan keuangan daerah
Analisis Pengaruh independensi
kualitas
audit,
serta
mekanisme
corporate
governance
terhadap
integritas laporan keuangan
V. Dependen :
laporan keuangan
V.Independen:
independensi
kualitas
audit, serta mekanisme
corporate governance
Pengaruh
Independensi
dan Keahlian Profesional
Auditor Internal terhadap
kualitas
audit
dengan
pengalaman kerja sebagai
variabel moderating
V. Dependen : Kualitas
audit
V.Independen:
Independensi, Keahlian
Profesional,Pengalaman
kerja
Pengaruh gangguan pribadi,
ekstern
dan
organisasi
terhadap
independensi
pemeriksa (studi empiris
pada inspektorat kabupaten
Deli Serdang)
V.Dependen:
independensi pemeriksa
V.Independen: organisasi
pemeriksa dan pemeriksa
bebas dalam sikap mental
dan gangguan pribadi,
gangguan yang disebabkan
oleh suatu hubungan dan
pandangan yang mungkin
mengakibatkan
pemeriksa
membatasi pemeriksaan.
Latar belakang pendidikan
tidak berpengaruh secara
parsial terhadap kualitas
hasil audit
Pemahaman
terhadap
SAP berpengaruh secara
simultan
dan
parsial
terhadap peran inspektorat
dalam
review
laporan
keuangan daerah
Spesialisasi auditor berpengaruh
positif terhadap integritas
laporan keuangan
Pengalaman kerja tidak
mampu memoderating pengaruh
independensi dan keahlian
professional dalam melaksanakan
tugasnya
Sebesar 37,7 % dijelaskan
oleh variabel lain diluar
varibel yang digunakan
Universitas Sumatera Utara
20
7
Sari
Zawitri
(2009)
Analisis
Faktor-faktor
penentu kualitas audit yang
dirasakan dan kepuasaan
auditee di Pemerintahan
Daerah
V.Dependen :
Kualitas Audit
V.Independen: experience,
industry expertise, responsivenes,
compliance, independence,
professional care, commitment,
executive
involvement,
conduct of audit field work,
involvement
of audit
committee, member characteristics,
dan skeptical attitude.
V. Dependen :
kualitas
hasil
auditor
V.Independen:
akuntabilitas
8
Diani
(2006)
Pengaruh akuntabilitas dan
pengetahuan
terhadap
kualitas hasil kerja auditor
9
Nizanul
dan Trisni
(2006)
Pengaruh kompetensi dan
independensi
terhadap
kualitas audit dan etika
auditor sebagai variabel
moderasi
V. Dependen :
Kualitas audit
V.Independen:
Kompetensi dan
independensi
10
Sugi
harto
(2009)
Pengaruh
profesionalisme
Auditor terhadap kualitas
audit laporan keuangan
pemerintah
V. Dependen :
Kualitas audit
V.Independen:
Profesionalisme
kerja
3 variabel atribut kualitas
Audit (responsivenes, conduct
of audit field work, dan
member
characteristics)
berhubungan
positif
dan
signifikan terhadap perceived
audit quality (kualitas audit
yang dirasakan).
Untuk kompleksitas pekerjaan
rendah pengetahuan memiliki
pengaruh signifikan terhadap
kualitas hasil kerja auditor
sedangkan untuk kompleksitas
pekerjaan tinggi kualitas hasil
kerja auditor dapat ditingkatkan
dengan akuntabilitas tinggi
yang
didukung
oleh
pengetahuan audit yang tinggi.
Kompetensi dan independensi
berpengaruh
signifikan
terhadap kualitas audit
Profesionalisme yang diukur
dengan kompetensi dan
independensi berpengaruh
terhadap
kualitas
audit
laporan keuangan pemerintah
Universitas Sumatera Utara