Solusi kreatif Rasi sebagai makanan peng

Solusi kreatif, Rasi sebagai makanan pengganti
beras rakyat untuk masa depan Indonesia.
Oleh : Ir. H. Thomas Gozali M.P.
Dosen Jurusan Teknologi Pangan Facultas Teknik Universitas
Pasundan.

Abstrak
Industri kreatif adalah suatu hasil pengamatan untuk menghasilkan produk yang
dapat meningkatkan kesejahteraaan sehingga dapat memberukan kontribusi kepada
kesejahteraan masyarakat, untuk hal tersebut industri kreatif yang akan di
dikembangkan yaitu untuk mengembangkan produk penganti makanan pokok ”nasi”
dengan rasi (nasi singkong) hal ini akan sangat berperan dalam memenuhi kebutuhan
beras yang selama ini masih import dari luar dan menjadi solusi dalam memberantas
kemiskinan di Indonesia

1

Pendahuluan.

Produksi beras nasional tahun ini diperkirakan tidak akan memenuhi target. Dari
target produksi beras sebesar 51,165 juta ton tahun ini,

diperkirakan hanya terpenuhi
sekitar 50,032 juta ton. Hal itu diungkapkan Sekretaris Badan Pengendali Bimas, Ir
Samsuddin
Abbas di Solo belum lama ini. Ia hadir di Solo dalam pengarahan peserta
Konsultasi Supra Insus Nasional di Hotel Dana Solo. Menurutnya, sejak beberapa tahun
terakhir ini produksi beras nasional meleset dari target yang ditetapkan.
Misalnya pada tahun 2005, yang mana panen padi yang dicapai sebesar 49,744 juta
ton gabah kering giling (GKG). Jumlah ini dibandingkan dengan tahun 2004 memang
mengalami kenaikan produksi 6,65 persen. Meski demikian masih 0,82 persen di bawah
target yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian sebesar 50,165 juta ton GKG.

Jauh sebelum Peraturan Pemerintah (PP) No 68/2002 tentang Ketahanan Pangan
disahkan, ketahanan pangan sudah menjadi tradisi di desa yang terletak di Cimahi, Jawa
Barat, ini. Saat Orde Baru pada 1995 mencapai swasembada beras dan kemudian
menyeragamkan makanan pokok, orang Cirendeu cuek saja.
Mereka tetap setia pada singkong, yang diolah sedemikian rupa sehingga saat
dihidangkan di atas meja makan, nyaris tak ada bedanya dengan nasi dari beras. Makanan
khas tersebut bernama rasi. Rasi merupakan akronim dari beras singkong.
Mulanya, warga Cirendeu mengonsumsi beras, seperti daerah-daerah lainnya di
Indonesia. Tapi, sejak 1924, mereka beralih ke singkong. Bukan karena tak bisa

menanam padi atau tak punya uang, mereka –berangkat dari kearifan lokal mencoba
hidup lebih realistis. ”Para pendahulu kami tahu bahwa di masa depan manusia akan
semakin banyak, sedangkan lahan untuk sawah akan semakin sedikit,” ujar Ketua Forum
Cirendeu Pojok, Asep Abbas, pekan lalu.

Kesadaran tersebut, kata Asep, semakin menguat menyusul terjadinya kelaparan di
desa itu. Saat itu, tutur Asep, Belanda yang menguasai wilayah Jawa Barat, merampas
hasil bumi termasuk beras di desa yang dihuni 60 kepala keluarga (KK) itu. Bingung
melihat persoalan itu, sesepuh Cirendeu, Haji Nur Ali, kemudian bertanya kepada
seorang tokoh bernama Pangeran Madrais. Petunjuknya ternyata sederhana, kalau tak
adanya beras membuat masyarakat di sana kelaparan, ya berhenti mengonsumsi beras.
Pesan sederhana yang diperoleh dengan cara berguru itu, kemudian disampaikan
Haji Nur Ali kepada warga Cirendeu. Sebagai gantinya, masyarakat diminta
mengonsumsi singkong. ”Mulanya masyarakat tak biasa. Bingung,” kata tokoh
masyarakat Cirendeu, Emen Sunarya. Tapi, kelapangan hati untuk mematuhi pesan
sesepuh, membuat masyarakat Cirendeu mengonsumsi umbi bernama latin Manihot
utilisima itu. Bila mulanya mereka hanya merebus, belakangan mereka menemukan
keterampilan untuk membuat singkong tampil mirip nasi.
Rasi dibuat dengan cara memarut singkong. Parutan diperas, kemudian airnya
mereka diamkan semalam. Selanjutnya aci-nya dipisahkan untuk dijual lagi sebagai kanji

dan gaplek. Ampasnya yang masih menyisakan sedikit sari singkonglah yang dijadikan
rasi. Setelah ampas itu dikeringkan, kemudian ditumbuk sampai halus. Dalam kondisi
seperti ini, rasi bisa disimpan sampai tiga tahun. Saat hendak dihidangkan, tinggal
dicampur air dingin sehingga membentuk gumpalan-gumpalan mirip butiran beras, lalu
dikukus 10 menit. Tapi, bergizikah rasi yang sudah dikeluarkan sari patinya itu?
Laboratorium Institut Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor telah menelitinya.
Hasilnya, setiap 100 gram rasi, ada energi 359 kkal, protein 1,4 gram, lemak 0,9 gram,
dan karbohidrat 86,5 gram.

Bandingkan dengan beras yang setiap 100 gram mengandung energi 360 kkal,
protein 6,8 gram, lemak 0,7 gram, dan karbohidrat 78,9 gram. Atau, bandingkan dengan
tepung terigu, yang per 100 gram mengandung energi 365 kkal, protein 8,9 gram, lemak
1,3 gram, dan karbohidrat 77,3 gram. Selain itu, singkong yang menjadi bahan baku rasi
itu mengandung berbagai zat penting lain untuk tubuh seperti kalsium, fosfor, zat besi,
vitamin B dan C, serta amilum.
Data di atas memperlihatkan betapa kandungan gizi rasi tak inferior dibanding beras
dan terigu yang diimpor jauh-jauh dari Amerika. Bukti bahwa rasi bergizi, bisa dilihat
nyata di sana. Tak ada gizi buruk, tak perlu mengedrop beras miskin (raskin). ”Saya
pernah ke Cirendeu, tak ada yang kekurangan gizi. Indikasinya gampang. Anak-anak usia
lima tahun matanya bening-bening. Usia mereka juga panjang-panjang,” kata Kepala

Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian, Kaman Nainggolan (Republika,
21/10/2007).
Mengonsumsi rasi, menurut Emen Sunarya, juga membuat hemat. Saat ini, harga
satu kilogram rasi hanya Rp 3.000. Beras telah mencapai Rp 5.000 per kilogram. Lebih
hemat lagi, karena mengonsumsi rasi tak perlu sebanyak nasi. ”Sedikit juga sudah bikin
kenyang,” kata Emen. Emen mengatakan, kekuatan tubuh orang yang mengonsumsi nasi
tak perlu diragukan. ”Orang Cirendeu dengan berat 50 kilogram dapat memikul beban
satu kuintal,” ujar pria berusia 71 tahun itu, bangga.
Rokhayah (46 tahun), istri ketua RW 10 Cirendeu, mengatakan masyarakat
Cirendeu yang mengonsumsi rasi juga tak ada yang terkena penyakit berat. ”Makanya
orang sini banyak yang umurnya panjang,” kata wanita yang sejak masih bayi mengaku
sering diberi makan bubur singkong itu.
Memakan singkong tak hanya dilakukan warga Cirendeu. Warga sekitar pun ikut
mencontohnya. Di setiap acara kumpul-kumpul antarwarga desa, ada dua jenis nasi yang
selalu terhidang di atas meja, yaitu nasi dari beras dan rasi made in Cirendeu. Kalau rasi
bergizi, dan bahan bakunya mudah didapat, mengapa harus selalu bergantung pada beras?

2

SOLUSI


Untuk meningkatkan kualitas produk rasi yang dihasilkan masyarakat desa
Cirende maka akan dilakukan beberapa penelitian pokok yang berpijak pada program
pengembangan kualitas dan kuantitas dari produk yang telah ada.
Penelitian dia arahkan ke perbaikan proses yang ada dilapangan kemudian di cari
penyebab kurang baiknya dari produk rasi yang ada dan diarahkan pada bidang-bidang
yang mendukung pengembangan kualitas produk yang ada, seperti :
1. Pembuatan produk rasi yang seragam
2. Peningkatkan kualitas rasi baik
Peningkatan proses pembuatan rasi agar dapat mendukung pengembangan rasi di
desa Cirende, Produk rasi yang ada pada saat ini dimana hasil nya yaitu kurang merata
pada butiran butiran rasi hal ini diduga pada saat proses pembuatan rasi ada hal yang
belum optimal hal ini diantaranya :
1. Pada proses pemotongan produk singkong yang kurang baik yaitu ukuran tidak merata
pada proses penggilingan tidak hancur sampai merata
2. pada proses pembentukan butiran tidak dilakukan penyaringan
Dengan permasalahan diatas maka sangat penting perlu adanya penyaringan
sehingga akan dihasilkan beras singkong yang baik dan berkualitas dan akibat dari hasil
beras singkong yang baik akan sangat mungkin produk ini dapat di jual ke pasar bebas
sehingga akan menjadi bahan pengganti beras yang selama ini masih import.


3

Tahapan Produksi

Pada proses produksi dari rasi sangat sederhan dpata dilikuan oleh masarakat Alatalat yang digunakan untuk pembuatan rasi umbi kayu yaitu pisau, sendok, garpu, baskom,
timbangan, alat pengukus, panci, wajan, alat penumbuk, kompor dan . Alat penyaring
Tahapan penelitian perbaikan pembuatan beras dari Singkong (RASI) adalag
sebagai berikut

4

PENUTUP.

Industri kreatif yang akan di laksanakan akan memberikan kontribusi terhadap
masyarakat indonesia yang pada saat ini 90% mengkonsumsi beras, sehingga dengan
industri kreatif ini merupakan salah satu solusi kreatif bagi pemerintah indonesia untuk
segera keluar dari kemiskinan dan ketergantungan dari produk beras nasional yang makin
hari makin menurun karena luas lahan produktif untuk penanaman padi menyusut
dikarenakan di pergunakan oleh lahan perumahan, pabrik, jalan, dsb.

Langkah yang harus di tetapkan bagi pemegang kebijakan yaitu menetapkan sektor
industri kreatif pembuatan rasi perlu segera dilakukan dan kebijakan dari pemerintah
pusat, sehingga masyarakat dan pemerintah tidak tergantung lagi kepada beras import,
namun tetap memberdayakan masyarakat yang ada.

DAFTAR PUSTAKA
Basrah.A, (1989), Teknologi Pengolahan Singkong, Jurnal Seminar nasional
Pengingkatan Nilai Tambah Singkong, UNPAD, Bandung.
Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet G.H., Wotton, M., Diterjemahkan oleh Purnomo H.,
Adiono., (1987), Ilmu Pangan, Penerbit Universitas Indonesia, Cetakan ke-2, Jakarta
Rahmat Rukmana, (1997), Budi Daya dan Pasca Panen Umbi Kayu, Penerbit
Kanisius, Yogyakarta.
Ratna Solihat G.W, (2003), Pengaruh Perbandingan Formulasi Tapioka dengan Kulit
Umbi Kayu Terhadap Karakteristik Kerupuk Kulit Umbi Kayu (Mannihot Esculenta),
Tugas Akhir Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, UNPAS, Bandung