Pengembangan Model Pembelajaran Kalkulus. docx

0

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KALKULUS II
BERDASARKAN TEORI APOS APOS (Aksi, Proses, Objek Dan Skema)
MPK-APOS

HANIFAH

PROGRAM DOKTOR (S3)
PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2013

*) Disampaikan pada International Conference Fakultas Ilmu Pendidikan di Universitas Negeri
Padang Juli 2013

1

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KALKULUS II
BERDASARKAN TEORI APOS APOS (Aksi, Proses, Objek Dan Skema)
MPK-APOS

Oleh : Hanifah *)
Mahasiswa Program Doktor UNP
Program Studi : Ilmu Pendidikan
[email protected]
ABSTRAK
Penelitian dengan judul Pengembangan Model Pembelajaran Kalkulus II Berdasarkan Teori
APOS (MPK-APOS) merupakan penelitian pengembangan (research and development) yang
bertujuan untuk mendapatkan Model Pembelajartan Kalkulus II yang valid, praktis, dan
efektif.. Fase-fase pengembangan MPK-APOS adalah menggunakan
model yang
dikemukakan oleh Plomp. Model umum pemecahan masalah bidang pendidikan yang
dikemukakan Plomp terdiri dari fase investigasi awal (prelimenary investigation), fase desain
(design), fase realisasi/konstruksi (realization/construction), fase: tes, evaluasi dan revisi
(test, evaluation and revision), dan fase implementasi (implementation. Kegiatan yang
dilakukan dalam merancang MPK-APOS mengacu kepada komponen-komponen model
yang dikemukakan oleh Joyce, Weil, & Showers meliputi: (1) merancang sintak
pembelajaran, (2) merancang sistem sosial, (3) merancang prinsip reaksi, (4) merancang
sistem pendukung, (5) merancang dampak dari pembelajaran. Hasil dari pengembangan
MPK-APOS adalah berupa Model Pembelajaran seperti yang terlihat pada Gambar 2 dengan
sintak yang terdiri dari: Orientasi, Praktikum, Diskusi Kelompok, Diskusi Kelas, dan Latihan.

Model MPK-APOS akan valid, praktis dan efektif, bila semua komponen-komponen yang
terdapat pada MPK-APOS berjalan dengan baik.
Kata kunci: Model Pembelajaran, Teori APOS, Komponen-Komponen Model pembelajaran
A. Latar Belakang
Sistem pembelajaran merupakan bagian penting untuk mampu menghasilkan lulusan
yang berdaya saing tinggi. Sistem pembelajaran yang baik mampu memberikan pengalaman
belajar kepada mahasiswa untuk membuka potensi dirinya dalam menginternalisasikan
pengetahuan, keahlian, dan perilaku serta pengalaman belajar sebelumnya. Sistem
pembelajaran seperti itu mampu mengembangkan elemen-elemen kompetensi yang
diamanatkan oleh Kepmendiknas No. 045/2002. Dengan dikeluarkannya Perpres No. 8 Tahun
2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), program studi dituntut untuk
menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kualifikasi KKNI. Dengan demikian bagi
Perguruan Tinggi yang masih bermasalah di dalam sistem pembelajarannya mesti segera
melakukan pembenahan atau perbaikan untuk mampu menghasilkan lulusan paling tidak
memenuhi kualifikasi yang telah ditetapkan. Demikian pula sistem penjaminan mutu
pendidikannya mesti mampu mengendalikan proses pendidikan dengan baik merujuk pada
jenjang kualifikasi KKNI. (Sailah, dkk, 2012).
Kehidupan di abad XXI menghendaki dilakukannya perubahan pendidikan tinggi yang
bersifat mendasar. Bentuk perubahan tersebut adalah (i) perubahan dari pandangan kehidupan
masyarakat lokal ke masyarakat dunia (global), (ii)perubahan dari kohesi sosial menjadi

*) Disampaikan pada International Conference Fakultas Ilmu Pendidikan di Universitas Negeri
Padang Juli 2013

2

partisipasi demokratis, terutama dalam pendidikan dan praktik berkewarganegaraan, dan (iii)
perubahan dari pertumbuhan ekonomik ke perkembangan kemanusiaan. UNESCO (1998)
menjelaskan bahwa untuk melaksanakan empat perubahan besar di pendidikan tinggi
tersebut, dipakai dua basis landasan, berupa empat pilar pendidikan: (i) learning to know, (ii)
learning to do yang bermakna pada penguasaan kompetensi dari pada penguasaan
keterampilan menurut klasifikasi ISCE (International Standard Classification of Education)
dan ISCO (International Standard Classification of Occupation), dematerialisasi pekerjaan
dan kemampuan berperan untuk menanggapi bangkitnya sektor layanan jasa, dan bekerja di
kegiatan ekonomi informal, (iii) learning to live together with others (belajar untuk hidup
bersama dengan orang lain), dan (iv) learning to be (belajar untuk berkepribadian/bersikap)
serta belajar sepanjang hayat (learning through out life). (Sailah, dkk, 2012)
Kalkulus II atau Kalkulus Integral adalah matakuliah wajib yang ditawarkan di Jurusan
Matematika di semua Perguruan Tinggi di Indonesia. Adapun topik bahasan pada mata kuliah
ini meliputi: integral sebagai anti turunan, integral tentu, teorema dasar kalkulus, penerapan
integral, fungsi transenden, teknik pengintegralan dan integral tak wajar.

Berdasarkan pengalaman mengampu matakuliah Kalkulus II dan berdasarkan hasil
diskusi dengan beberapa orang dosen pengampu matakuliah Kalkulus II ketika berkunjung
ke: Jurusan Matematika FMIPA UNP, Prodi Tadris Matematika Fak. Tarbiyah IAIN Imam
Bonjol, dan Jurusan Matematika FMIPA UNIB. Para dosen mengatakan bahwa pembelajaran
Kalkulkus II masih berlangsung secara konvensional yaitu dosen menjelaskan materi
Kalkulus II kepada mahasiswa. Mahasiswa memperhatikan dan mencatat penjelasan dosen,
kemudian menyelesaikan soal yang ditugaskan oleh dosen.
Dalam menyajikan materi Kalkulus II, umumnya dosen memilih pembelajaran secara
konvensional karena lebih hemat waktu baik dalam persiapan maupun dalam penyajian, dan
sudah terbiasa. Kendala yang umumnya dihadapi dosen adalah dosen kesulitan membantu
mahasiswa yang bermasalah pada penguasaan materi sebelumnya. Dalam hal ini dosen sering
terjebak pada padatnya materi yang akan diajarkan sementara waktu yang tersedia terbatas.
Ketika mengampu matakuliah Kalkulus I, umumnya permasalahan yang dihadapi mahasiswa
adalah tentang: pecahan, pertidaksamaan, pangkat, limit, dan kekontinuan. Andai mahasiswa
tidak tuntas menguasai Kalkulus I misalnya tentang limit dan kekontinuan, serta turunan,
maka mahasiswa akan kesulitan juga memahami Kalkulus II. Karena , Kalkulus Diferensial
(Kalkulus I) dan Kalkulus Integral (Kalkulus II) saling berhubungan melalui teorema dasar
Kalkulus. Akibatnya mahasiswa yang memperoleh nilai kecil pada matakuliah Kalkulus I,
akan cendrung memperoleh nilai kecil lagi pada matakuliah Kalkulus II.
Pendapat

serupa dinyatakan oleh Miller (2006) bahwa banyak mahasiswa yang kesulitan dengan
pembelajaran Kalkulus. Sebagian dari kesulitan berasal dari tidak tuntasnya pembelajaran
sebelumnya, kurangnya keterampilan pemecahan masalah, atau kurangnya kemampuan
belajar. Dengan perkataan lain, kesuksesan mahasiswa memahami materi sebelumnya yaitu
Kalkulus I, akan memudahkannya memahami matakuliah-matakuliah yang mempergunakan
Kalkulus I di dalam pembahasannya.
Sebagai gambaran berikut ini adalah Tabel Nilai Kalkulus di Jurusan Matematika
FMIPA UNP, Tabel Nilai Kalkulus di Prodi Tadris Matematika IAIN Imam Bonjol, dan Nilai
Kalkulus di Jurusan Matematika FMIPA UNIB .

Tabel 1. Nilai Kalkulus I & Kalkulus II Mahasiswa Program Studi Matematika
Jurusan Matematika FMIPA UNP.
*) Disampaikan pada International Conference Fakultas Ilmu Pendidikan di Universitas Negeri
Padang Juli 2013

3

NILAI

A

B
C
D
E

2007
Kal- Kal1
2
22.92 18.87
35.42 37.74
12.50 15.09
14.58 16.98
14.58 11.32

TAHUN (%)
2008
2009
Kal- Kal- Kal- Kal1
2
1

2
33.93 18.75 16.67 12.50
17.86 16.25 24.24 30.36
26.79 12.50 22.73 21.43
10.71 26.25 21.21 21.43
10.71 26.25 15.15 14.29
Sumber: Puskom UNP

2010
Kal- Kal1
2
11.43 12.50
31.43 37.50
34.29 21.88
14.29 21.88
8.57 6.25

2011
Kal- Kal1
2

2.78 16.13
27.78 9.68
22.22 25.81
25.00 22.58
22.22 25.81

Tabel 2. Nilai Kalkulus Mahasiswa Prodi Tadris Matematika
IAIN Imam Bonjol Padang
Nilai

TAHUN
2010
2011
(%)
(%)
Kal.1
Kal.P Kal.1 Kal.2 Kal.P Kal.1 Kal.2
B
B
19

12
4
22
11
6
9
15
23
37
24
48
26
11
40
33
23
22
41
15
51

58
32
38
35
27
31
15
8
25
19
14
0
2
0
0
4
0
0
0
Sumber: Akama Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang

2009
(%)
Kal.2

A
B
C
D
E

2012
(%)
Kal.1

Tabel 3. Nilai Kalkulus Mahasiswa Jurusan Matematika FMIPA UNIB
NILAI (%)
Huruf
2007/2008
2008/2009
2009/2010
2010/2011
2011/2012
Kal1
5.1
24.4
37.2
17.9
15.4

Kal2
12.5
32.8
34.4
20.3
0.0

8
25
46
21
0

2012/201
3
Kal-1

Kal- Kal- Kal- Kal- Kal- Kal- Kal- Kal1
2
1
2
1
2
1
2
A
0
15.6
1.3
5.4
17.3 10.2 15.9
6.0
6.1
B
12.4 45.5 10.5 40.2 25.5 34.1 15.9 39.8
18.4
C
56.2 24.7 38.2 40.2 49.0 45.5 45.5 44.6
42.9
D
23.6 14.3 18.4
9.8
8.2
10.2 22.7
8.4
30.6
E
7.9
0.0
31.6
4.3
0.0
0.0
0.0
1.2
2.0
Sumber: Jurusan Matematika FMIPA UNIB
Untuk menyongsong kurikulum 2013 dengan pembelajaran yang berpusat pada
mahasiswa, maka sudah seharusnya para dosen Kalkulus melakukan perubahan, misalnya
mengubah model pembelajaran yang selama ini berlangsung secara konvensional menjadi
model pembelajaran yang inovatif. Apalagi materi kalkulus termasuk materi yang
berkembang secara statis. Djohan (2007), menyatakan bahwa dari segi konsep, materi
perkuliahan Kalkulus dapat dikatakan sudah baku untuk masing-masing pengguna karena
tidak mengalami perubahan untuk jangka waktu yang pendek, namun yang perlu direvisi
secara berkala adalah teknik penyajiannya.

*) Disampaikan pada International Conference Fakultas Ilmu Pendidikan di Universitas Negeri
Padang Juli 2013

4

Dalam mengembangkan pengalaman belajar, Iskandar (2009) menyatakan bahwa
sejatinya pengalaman belajar mencakup pendekatan pembelajaran konstektual dan kecakapan
hidup (life skill). Ketika merancang kegiatan pembelajaran untuk mahasiswa, mulailah
berfikir pembelajaran yang bagaimana yang akan direncanakan, dengan mengingat: jika
mahasiswa belajar hanya dengan membaca, pengalaman belajar atau daya serap mahasiswa
mencapai 10%, dari mendengar daya serap mahasiswa mencapai 20%, dari melihat daya
serap mahasiswa mencapai 30%, dari mendengar dan melihat daya serap mahasiswa
mencapai 50%, dari mengatakan apa yang dipelajari daya serap mahasiswa mencapai 70 %,
dan dari belajar, kemudian melakukan yang dipelajari dan mengkomunikasikan kepada orang
lain yang dipelajari, daya serap mahasiswa mencapai 90%.
Senada dengan pernyataan di atas, Silberman (2011) memperkuat kata-kata bijak
Konfusius tentang perlunya cara belajar aktif menjadi paham belajar aktif yaitu: (1) yang
saya dengar, saya lupa; ( 2) yang saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat;
( 3) yang saya
dengar, lihat, dan pertanyakan atau diskusikan dengan orang lain, saya mulai pahami; (4) dari
yang saya dengar, lihat, bahas dan terapkan , saya dapatkan pengetahuan dan keterampilan;
dan (5) yang saya ajarkan kepada orang lain, saya kuasai.
Model pembelajaran menurut Joyce & Weil (1992) adalah suatu perencanaan atau suatu
pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran
termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. Selanjutnya
Joyce menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarah kepada desain pembelajaran
untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Joyce & Weil (1992) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau
pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka
panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas
atau yang lain. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para pendidik
boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efesien untuk mencapai tujuan
pendidikan.
Model pembelajaran secara konvensional dimana dosenlah yang aktif menjelaskan kalau
dikaitkan dengan pendapat di atas akan membuat daya serap mahasiswa kecil dan
mahasiswapun cepat lupa akan materi tersebut. Untuk itu dipandang perlu untuk merancang
model pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa dimana mahasiswa didorong untuk aktif
mengkonstruksi sendiri materi yang dibutuhkannya, misalnya dengan mengembangkan
model pembelajaran berdasarkan Teori APOS.
Teori APOS adalah suatu teori pembelajaran yang penerapannya dikhususkan untuk
mahasiswa perguruan tinggi. Dasar filosofis dari Teori APOS adalah konstruktivisme sosial.
Pembelajaran dengan mengunakan teori APOS menekankan pada perolehan pengetahuan
melalui aktivitas pendahuluan melalui media komputer, bekerja dalam kelompok
(cooperative learning) dan refleksi. Pembelajaran diawali dengan aktivitas di laboratorium
komputer.
Ed Dubinsky sebagai pengembang Teori APOS mendasarkan teorinya pada pandangan
bahwa pengetahuan dan pemahaman matematika seseorang merupakan suatu kecendrungan
seseorang untuk merespon terhadap suatu situasi matematika dan merefleksikannya pada
konteks sosial. Selanjutnya individu tersebut mengkonstruksi atau merekonstruksi ide-ide
matematika melalui tindakan, proses dan objek matematika, yang kemudian diorganisasikan
dalam suatu skema untuk dapat dimanfaatkannya dalam menyelesaikan suatu masalah yang
dihadapi. Asiala at.all (1990) menyatakan bahwa tujuan yang ingin dicapai dari teori APOS
adalah terbentuknya konstruksi mental mahasiswa. Maksud dari konstruksi mental dalam
konteks ini adalah terbentuknya aksi (action), yang direnungkan (interiorized) menjadi proses
(process), selanjutnya dirangkum (encapsulated) menjadi objek (object), objek dapat diurai
*) Disampaikan pada International Conference Fakultas Ilmu Pendidikan di Universitas Negeri
Padang Juli 2013

5

kembali (de-encapsulated) menjadi proses. Aksi, proses dan objek dapat diorganisasi menjadi
suatu skema (schema), yang selanjutnya disingkat menjadi APOS.
Pada pembelajaran berdasarkan teori APOS, mahasiswa dikelompokkan dalam kelompok
kecil. Menurut Vygotsky dalam Suryadi (2011), belajar dapat membangkitkan berbagai
proses mental tersimpan yang hanya bisa dioperasikan manakala seseorang berinteraksi
dengan orang dewasa atau berkolaborasi dengan sesama teman. Melalui interaksi antar
mahasiswa, diharapkan terjadi pertukaran pengalaman belajar yang berbeda dimana
mahasiswa yang lebih dahulu menguasai materi dapat membantu temannya yang lambat
darinya, sehingga aksi mental dapat terus berlanjut sesuai dengan yang diharapkan.
Selanjutnya Vygotsky dalam Suryadi (2011) menjelaskan bahwa proses belajar terjadi pada
dua tahap: tahap pertama terjadi pada saat berkolaborasi dengan orang lain, dan tahap
berikutnya dilakukan secara individual yang di dalamnya terjadi proses internalisasi. Selama
proses interaksi terjadi baik antara dosen-mahasiswa maupun antar mahasiswa, kemampuan
berikut ini perlu dikembangkan: saling menghargai, menguji kebenaran pernyataan fihak lain,
bernegosiasi, dan saling mengadopsi pendapat yang berkembang. Dialog dan diskusi yang
baik akan memjadikan mahasiswa memiliki kompetensi.
Merancang kegiatan atau aktivitas pembelajaran berdasarkan teori APOS adalah
bertujuan untuk memfasilitasi mahasiswa mencapai tujuan atau kompetensi pembelajaran.
Mahasiswa yang belajar dalam kelompok, disamping akan memperoleh penguasaan materi
diharapkan juga akan berkembang kemampuan bekerjasama, berkomunikasi dan motivasi
belajar mahasiswa yang akan menjadi kompetensi mahasiswa. Dalam hal ini kompetensi
dapat dipandang sebagai hasil proses belajar yang dilakukan oleh mahasiswa. Kompetensi
tersebut sangat diperlukan mahasiswa untuk mengikuti pembelajaran selanjutnya, untuk
menyelesaikan persoalan sehari-hari maupun untuk bekal terjun ke dunia kerja nanti.
Rumusan Masalah
Bila diperhatikan lebih seksama, maka pembelajaran yang dirancang berdasarkan Teori
APOS telah mengikuti pergeseran paradigma dari orientasi pembelajaran yang berpusat pada
dosen (teacher centere) beralih berpusat pada mahasiswa (student centered)
tentang
pengetahuan, belajar dan pembelajaran. Menurut Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
(2008) paradigma lama memandang pengetahuan sebagai sesuatu yang sudah jadi, yang
tinggal dipindahkan ke orang lain/mahasiswa dengan istilah transfer of knowledge.
Paradigma baru, pengetahuan adalah sebuah hasil konstruksi atau bentukan dari orang yang
belajar. Sehingga belajar adalah sebuah proses mencari dan membentuk/ mengkonstruksi
pengetahuan, jadi bersifat aktif, dan spesifik caranya. Sedangkan dengan paradigma lama
belajar adalah menerima pengetahuan, pasif, karena pengetahuan yang telah dianggap jadi
tadi tinggal dipindahkan ke mahasiswa dari dosen, akibatnya bentuknya berupa penyampaian
materi (ceramah). Dosen sebagai pemilik dan pemberi pengetahuan, mahasiswa sebagai
penerima pengetahuan, kegiatan ini sering dinamakan pengajaran. Konsekuensi paradigma
baru adalah dosen hanya sebagai fasilitator dan motivator dengan menyediakan beberapa
strategi belajar yang memungkinkan mahasiswa (bersama dosen) memilih, menemukan dan
menyusun pengetahuan serta cara mengembangkan ketrampilannya.
Menurut Brownell dalam Suryadi (2011), matematika dapat dipandang sebagai suatu
sistem yang terdiri atas ide, prinsip, dan proses sehingga keterkaitan antar aspek-aspek
tersebut harus dibangun dengan penekanan bukan pada memori atau hapalan melainkan pada
aspek penalaran atau intelegensi anak. Berdasarkan teori ini, pengetahuan matematika
dibentuk melalui tiga prinsip dasar berikut ini (Suryadi, 2011).
Pengetahuan tidak diterima secara pasif. Pengetahuan dibentuk atau ditemukan secara
aktif oleh anak. Seperti disarankan Piaget bahwa pengetahuan matematika sebaiknya
dikonstruksi oleh anak sendiri bukan diberikan dalam bentuk jadi.
*) Disampaikan pada International Conference Fakultas Ilmu Pendidikan di Universitas Negeri
Padang Juli 2013

6

Anak mengkonstruksi pengetahuan matematika baru melalui refleksi terhadap aksi-aksi
yang dilakukan baik yang bersifat fisik maupun mental. Mereka melakukan observasi untuk
menemukan keterkaitan dan pola, serta membentuk generalisasi dan abstraksi.
Bruner berpandangan bahwa belajar, merefleksikan suatu proses sosial yang di dalamnya
anak terlibat dalam dialog dan diskusi baik dengan diri mereka sendiri maupun orang lain
termasuk guru sehingga mereka berkembang secara intelektual. Prinsip ini pada dasarnya
menyarankan bahwa anak sebaiknya tidak hanya terlibat dalam manipulasi material,
pencarian pola, penemuan algoritma, dan menghasilkan solusi yang berbeda, akan tetapi juga
dalam mengkomunikasikan hasil observasi mereka, membicarakan adanya keterkaitan,
menjelaskan prosedur yang mereka gunakan, serta memberikan argumentasi atas hasil yang
mereka peroleh.
Untuk menyongsong kurikulum 2013, maka dipandang perlu untuk mengembangkan
Model Pembelajaran Kalkulus II Berdasarkan Teori APOS (MPK-APOS).Model MPKAPOS yang akan dihasilkan memenuhi kriteria kevalidan, kepraktisan dan keefektifan
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian pengembangan (research and development), yakni
penelitian yang berorientasi pada pengembangan suatu produk yang dideskripsikan dan di
evaluasi. Produk yang akan dihasilkan tersebut adalah Model Pembelajaran Kalkulus II
Berdasarkan Teori APOS. Dalam mengembangkan model pembelajaran juga dikembangkan
perangkat pembelajaran berupa Lembar Kerja berdasarkan teori APOS yang terdiri dari
lembar kerja praktikum, lembar kerja manual dan latihan, serta pertanyaan-pertanyaan untuk
menggiring mahaiswa untuk memahami materi yang sedang dipelajari. Model pembelajaran
dan Lembar Kerja yang akan dikembangkan haruslah valid, praktis dan efektif. Fase-fase
pengembangan model pembelajaran Kalkulus II berdasarkan teori APOS adalah
menggunakan model yang dikemukakan oleh Plomp (1997) yang terlihat pada Gambar 1.
I
m
p
l
e
m
e
n
t
a
t
I
o
n
s

Preliminary investigation
design

Realization / construction

Test, evaluation and revision

Implementations

Gambar 1 Model Umum untuk Mengembangkan Model Pembelajaran menurut Plomp

*) Disampaikan pada International Conference Fakultas Ilmu Pendidikan di Universitas Negeri
Padang Juli 2013

7

Keterangan gambar
Kegiatan pengembangan
Alur kegiatan tahap pengembangan
Arah kegiatan timbal balik antara tahapan pengembangan dan
implementasi model-model pembelajaran yang sedang berlangsung
Siklus kegiatan pengembangan. Catatan: besar kecil siklus tergantung
pada tahap mana kesalahan atau kekurangan info terjadi
Model umum pemecahan masalah bidang pendidikan yang dikemukakan Plomp tersebut
di atas terdiri dari fase investigasi awal (prelimenary investigation), fase desain (design), fase
realisasi/konstruksi (realization/construction), fase: tes, evaluasi dan revisi (test, evaluation
and revision), dan fase implementasi (implementation).
Karena keterbatan ruang yang disediakan, maka pada makalah ini hanya akan
menampilkan hasil dari fase desain. Berikut ini adalah Model Pembelajatan Kalkulus II
Berdasarkan Teori APOS (MPK-APOS) yang dihasilkan pada pengembangan model
pembelajaran ini.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengembangan Model Pembelajaran Kalkulus II Berdasarkan Teori APOS ( MPKAPOS) merupakan penyempurnaan dari Model Penemuan Terbimbing dan pengembangan
Model Pembelajaran yang mengacu pada komponen-komponen model yang dikemukakan
oleh Joyce dkk. (1992) yang meliputi: (1) Sintak, (2) Sistem Sosial, (3) Prinsip-Prinsip
Reaksi, (4) Sistem Pendukung, dan (5) Dampak Instruksional serta Dampak Pengiring.
Sintak, yakni suatu urutan kegiatan yang biasa juga disebut fase. Sintak model MPKAPOS terdiri dari 5 fase yaitu fase Orientasi, fase Praktikum, fase Diskusi kelompok, fase
Diskusi Kelas, dan fase Latihan (OPD2L). OPD2L ini merupakan pengembangan dari siklus
ADL yang terdiri dari 3 fase, yakni fase: (1) Aktivitas, (2) Diskusi, dan (3) Latihan.
Menurut teori konstruktivisme, belajar adalah kegiatan yang aktif di mana mahasiswa
membangun sendiri pengetahuannya dan mencari sendiri makna dari sesuatu yang mereka
pelajari. Berkaitan dengan teori konstruktivisme tersebut, maka salah satu model
pembelajaran yang cocok digunakan adalah model penemuan terbimbing.
Model penemuan terbimbing adalah salah satu dari model pembelajaran matematika yang
dapat digunakan untuk membimbing mahasiswa dalam meningkatkan motivasi, aktivitas dan
pemahaman mahasiswa, Dalam pembelajaran penemuan terbimbing mahasiswa ikut
berpartisipasi secara aktif di dalam kegiatan belajarnya sebab ia harus berpikir, bukan sekedar
mendengarkan informasi atau menelaah seonggok ilmu pengetahuan yang telah siap dan juga
mahasiswa
mengalami
sendiri
proses
mendapatkan
rumus
itu.
http://jalius12.wordpress.com/2009/10/06/model penemuan terbimbing.
Teori APOS dengan melaksanaan ADL (Aktivitas, Diskusi Kelas, Latihan) untuk
implementasinya yang memisahkan ruang dan waktu untuk suatu perkuliahan, dimana
*) Disampaikan pada International Conference Fakultas Ilmu Pendidikan di Universitas Negeri
Padang Juli 2013

8

kegiatan laboratorium berlangsung satu kali pertemuan, kegiatan diskusi kelas juga
berlangsung dalam satu kali pertemuan, menjadi kendala bagi suatu institusi yang terbatas
ruang dan waktunya untuk melaksanakannya. Ditinjau dari pengertian model pembelajaran
yaitu kegiatan yang dilakukan pendidik mulai dari awal kegiatan sampai berakhirnya suatu
kegiatan dalam suatu pertemuan membuat kegiatan ADL bukanlah termasuk model
pembelajaran. Oleh sebab itu dipandang perlu untuk mengembangkan ADL sehingga menjadi
model pembelajaran yang pelaksanaannya dilaksanakan dalam satu kali pertemuan. Siklus
ADL yang semula terdiri dari 3 fase (Aktivitas, Diskusi, dan Latihan) yang berbeda hari
pelaksanaannya, dikombinasikan dengan model penemuan terbimbing, dikembangkan
menjadi model pembelajaran yang terdiri dari 5 fase sebagai berikut. (1) Orientasi, (2)
Praktikum, (3) Diskusi Kelompok (4) Diskusi Kelas, dan (5) Latihan (OPD2L).
Sistem sosial, adalah peranan dosen dan mahasiswa serta jenis aturan yang diperlukan.
Sistem sosial dalam MPK-APOS ini menggambarkan peran dosen dan mahasiswa, hubungan
keduanya, serta norma-norma yang dianjurkan selama penerapan MPK-APOS dalam
pembelajaran. Karena pelaksanaan MPK-APOS dilaksanakan dengan membentuk mahasiswa
berada dalam kelompok-kelompok kecil, serta melakukan praktikum yang dirancang agar
mahasiswa mampu mengkonstruksi materi, maka sistem sosial yang paling menonjol adalah
peranan teman yang lebih pandai membantu yang lemah dalam suatu kelompok. Dosen lebih
banyak bertindak sebagai pembimbing. Interaksi yang akan terjalin antara mahasiswa
dengan mahasiswa dan interaksi mahasiswa dengan dosen adalah interaksi multi arah dan
akan terlihat dengan jelas pada fase praktikum dan fase diskusi kelas.
Prinsip reaksi, yakni memberi gambaran kepada dosen tentang cara memandang atau
merespon pertanyaan-pertanyaan mahasiswa. Berdasarkan pengertian umum prinsip reaksi di
atas, pada penelitian ini keterlibatan dosen sebagai pembimbing dan fasilitator dalam MPKAPOS sangatlah penting. Dosen harus mampu membagi waktu dan perhatian kepada
mahasiswa dan siap membantu bila mahasiswa dalam kesulitan. Dosen harus tegas bila
melihat ada mahasiswa yang bermain-main. Dosen harus mendorong mahasiswa agar mau
dan mampu menyelesaikan tugas dan menguasai materi. Dosenpun harus mengarahkan agar
yang pintar mau mengajari yang lemah atau yang lemah mau belajar pada yang pintar. Dosen
harus mendorong mahasiswa agar berani bertanya atau berani mengeluarkan pendapat.
Sistem pendukung, yakni kondisi yang diperlukan oleh MPK-APOS. Sistem pendukung
suatu model pembelajaran adalah semua sarana, bahan/perangkat pembelajaran, dan
alat/media
pembelajaran
yang
mendukung
pelaksanaan
model
tersebut.
Dalam hal jenis, sistem pendukung MPK-APOS ini pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan
sistem pendukung model pembelajaran lainnya, namun dalam hal karakteristik, sistem
pendukung MPK-APOS agak berbeda dari model lainnya. Adapun jenis dan ciri sistem
pendukung MPK-APOS meliputi: (1) Garis Besar Program Pembelajaran (Silabus);
(2) Satuan Acara Pembelajaran (SAP); (3) Komputer dan Program Aplikasi MAPLE; (4)
Penuntun MAPLE; (5) Lembar Kerja (LK) yang terdiri dari Lembar Kerja Praktikum (LKP),
lembar kerja Manual (LKM), dan Latihan; (6) Buku-Buku Kalkulus II yang standar dipakai
di perguruan tinggi. (7) Papan tulis, dan LCD.
Dampak Instruksional dan pengiring, yakni hasil belajar yang dicapai langsung dengan
mengarahkan para mahasiswa pada tujuan yang diharapkan dan dampak pengiring yakni hasil
belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses pembelajaran, sebagai akibat terciptanya
suasana belajar yang dialami langsung mahasiswa tanpa pengarahan langsung dari dosen..
Hakekat penggunaan suatu model pembelajaran adalah untuk menunjang pencapaian hasil
pembelajaran secara optimal, baik hasil pembelajaran yang berupa tujuan utama
pembelajaran maupun hasil pembelajaran yang berupa tujuan pengiring. Joice & Weils (1992)
menamakan tujuan utama pebelajaran sebagai dampak instruksional (instructional effect)
model dan tujuan pendamping sebagai dampak pengiring (nurturant effect) model.
*) Disampaikan pada International Conference Fakultas Ilmu Pendidikan di Universitas Negeri
Padang Juli 2013

9

Penggunaan MPK-APOS
akan mengoptimalkan dampak instruksional dan dampak
pengiring. Adapun dampak-dampak instruksional dan dampak-dampak pengiring
Penjelasan di atas menghasilkan MPK-APOS sebagai gambar 2 berikut.

SINTAK
1.
2.
3.
4.
5.

ORIENTASI
PRAKTIKUM
DISKUSI KELOMPOK
DISKUSI KELAS
LATIHAN

Sistem sosial

Prinsip reaksi
1. Pembelajaran
terpusat mhs
2. pembimbing
3. Mengutamakan
proses

MPK-APOS

Dampak

Sistem pendukung
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Silabus
Sap
Lembar kerja (lk)
Pengenalan maple
Komputer
Program aplikasi maple
Alat tulis

1. Kerjasama
2. scaffolding
3. Interaksi Multi
arah

d-instruksional
1. Daya serap lebih
banyak,
2. tidak mudah
lupa

d-pengiring
1.
2.
3.
4.
5.

Aktif belajar
Suka kalkulus II
ulet
Percaya diri
peduli

3.

Gambar 2. Model Pembelajaran Kalkulus II Berdasarkan Teori APOS

*) Disampaikan pada International Conference Fakultas Ilmu Pendidikan di Universitas Negeri
Padang Juli 2013

10

D. PENUTUP
Kesimpulan
1. Pengembangan Model Pembelajaran Kalkulus II Berdasarkan Teori APOS
menggunakan
model yang dikemukakan oleh Plomp. Model umum pemecahan
masalah bidang pendidikan yang dikemukakan Plomp tersebut di atas terdiri dari fase
investigasi awal (prelimenary investigation), fase desain (design), fase
realisasi/konstruksi (realization/construction), fase: tes, evaluasi dan revisi (test,
evaluation and revision), dan fase implementasi (implementation).
2. Kegiatan yang dilakukan dalam merancang model pembelajaran berdasarkan teori
APOS mengacu kepada komponen-komponen model yang dikemukakan oleh Joyce,
Weil, & Showers (1992) meliputi: (1) merancang sintaks pembelajaran, (2)
merancang sistem sosial, (3) merancang prinsip reaksi, yaitu memberikan gambaran
kepada dosen bagaimana memperlakukan mahasiswa sebagai subjek belajar yang
memiliki persepsi, imajinasi, perhatian, dan daya nalar serta bagaimana memandang
dan merespons setiap perilaku yang ditunjukkan oleh mahasiswa selama
pembelajaran, (4) merancang sistem pendukung, yaitu syarat/kondisi yang diperlukan
agar model pembelajaran yang sedang dirancang dapat terlaksana, seperti setting
kelas, sistem instruksional, perangkat pembelajaran, fasilitas belajar, dan media yang
diperlukan dalam pembelajaran, (5) merancang dampak dari pembelajaran.
3. Hasil dari pengembangan MPK-APOS adalah seperti yang terrlihat pada Gambar 2
dengan sintak yang terdiri dari Orientasi, Praktikum, Diskusi Kelompok, Diskusi
Kelas, dan Latihan..
Saran
MPK-APOS dikembangkan untuk Pembelajaran Kalkulus II menggunakan program aplikasi
MAPLE. Dari uji coba terbatas yang penulis lakukan, kendala utama yang dihadapi adalah
waktu yang tidak cukup untuk menyelesaikan praktikum dalam waktu yang terbatas dengan
materi hyang padat. Demi kesemputrnaan MPK-APOS disarankan bagi yang berminat untuk
mengembangkan MPK-APOS dengan program aplikasi yang lebih interaktif dan menghemat
waktu praktikum, sehingga mahasiswa memiliki banyak waktu untuk berdiskusi
DAFTAR PUSTAKA
 Anonim. 2010. Silabus Mata Kuliah (Semester Juli – Desember 2010). FMIPA-UNP
 Arnawa, I Made. 2009. Mengembangkan Kemampuan Mahasiswa dalam
memvalidasi
Bukti pada Aljabar Abstrak melalui Pembelajaran Berdasarkan Teori APOS.
http://jms.fmipa.itb.ac.id/jms/article/viewFile/238/248
 Asiala, M. et al. 1997. The Development of Students Graphical Understanding of the
Derivative. http://homepages.ohiodominican.edu/~cottrilj/graph-deriv.pdf
 Asiala, M. et al. (1990). A Framework for Reseach and Curriculum Development in
Undergraduate Mathematics Education. Reseach in Collegiate Mathematics
Education II, CBMS Issue in Mathematics Education,
 Beetlestone, Florence. 2011. Creative Learning. Bandung. Nusa Media.
 Djohan, Warsoma, dan Budi, Wono Setia. 2007. Diktat Kalkulus I. Bandung. FMIPA
ITB
*) Disampaikan pada International Conference Fakultas Ilmu Pendidikan di Universitas Negeri
Padang Juli 2013

11


















Dubinsky E, Michael A, McDonald. APOS: A Constructivist Theory of Learning in
Undergraduate Mathematics Education Research. George State University,
USA. http://www.math.kent.edu/
edd/ICMIPaper.pdf
Iskandar. 2009. Psikologi Pendidikan. Sebuah Orientasi Baru. Jakarta. Gunung
Persada
(GP) Press.
Johnson, David W., Johnson, Roger T., Holubec, Edythe Johnson. 2010. Colaborative
Learning. Strategi Pembelajaran untuk Sukses Bersama. Bandung. Nusa
Media.
Joyce, B., Weil, M., with Shower, B. 1992. Models of Teaching 4th ed. Boston: Allyn
& Bacon
Nurlaelah E, Sumarno U., 2009. Implementasi Model Pembelajaran Apos dan
Modifikasi- APOS (M-APOS) pada Matakuliah Struktur`Aljabar. FMIPA –
UPI.
Riyanto, Yatim. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran. Sebagai Referensi Pendidik
dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta.
Kencana.
Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran. Mengembangkan Profesionalisme Guru.
Jakarta Rajawali Pers.
Sailah, dkk. 2012. Panduan Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi (KPT).
Jakarta.
Ditjendikti.
Silberman, Melvin L. (2011). Active Learning. 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Edisi
Revisi. Bandung. Nusa Media.
Sonsaka,
Mastur.
2011.
Mengenal
Teori
Konstrukttisme
Vygotsy.
http://sonsaka.blog.ugm.ac.id/2011/10/25/mengenal-teori-konstruktisme-vygotsky/

Sudrajat, Akhmad. 2008. Pengertian Pendakatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik,
dan
Model
Pembelajaran.
http://www.psb-psma.org/content/blog/pengertianpendekatan-strategi-metode-telnik-taktik-dan-model-pembelajaran
 Surianto.
2009.
Teori
Pembelajaran
Konstruiktivisme.
http://surianto200477.wordpress.com/2009/09/17/teori-pembelajarankonstruktivisme/
 Sudirham, Sudaryatno. 2011. Integral dan persamaan Diferensial
http://eecafedotnet.files.wordpress.com/2011/08/macam-integral1.pdf
 Suryadi, Didi dan Rosjanuardi, risky serta Itoh, Takashi. (2010). A Model of a
Mathematics Research Community in the Context of Indonesian Higher
Education.
 Suryadi, Didi. (2010). Menciptakan Proses Belajar Aktif: Kajian Dari Sudut Pandang
Teori Belajar Dan Teori Didaktik1. Makalah disajikan pada Seminar
Nasional Pendidikan Matematika di UNP.
http://didisuryadi.staf.upi.edu/files/2011/06/MENCIPTAKAN-PROSES-BELAJAR-AKTIF.pdf
http://didi-suryadi.staf.upi.edu/files/2011/06/MENCIPTAKAN-PROSES-BELAJARAKTIF.pdf
 Suryadi, D, Yulianti K, Junaeti, E. Tanpa Tahun. Model Antisipasi Dan Situasi
Didaktis Dalam Pembelajaran Matematika Kombinatorik Berbasis Pendekatan Tidak
Langsung. Makalah.nJurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI


*) Disampaikan pada International Conference Fakultas Ilmu Pendidikan di Universitas Negeri
Padang Juli 2013

12

http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/195802011984031DIDI_SURYADI/DIDI-24.pdf
 Suryadi, Didi. Tanpa Tahun. Pendidikan Matematika
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/195802011984031DIDI_SURYADI/DIDI-18.pdf
 Suryadi, Didi. (2008). Metapedadidaktik dalam Pembelajaran Matematika: Suatu
Strategi Pengembangan Diri menuju Guru Matematika Profesional. Pidato Guru
Besar di Universitas Pendidikan Indonesia.



Suryadi, Didi.,dkk (2009). Model Antisipasi dan Situasi Didaktis pada Pembelajaran
Matematika Kombinatorik Berbasis Pendekatan Tidak Langsung.



Suryadi, Didi. (2003). Teori Belajar Matematika Dengan Pendidikan Matematika
Indonesia. Makalah. UPI

Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung Serta
Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi SPs UPI.
Bandung.
Tidak diterbitkan


Suryadi, Didi. 2006. Model Bahan Ajar dan Kerangka-Kerja Pedagogis Matematika
untuk Menumbuhkembangkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat
Tinggi. No. 4/XXV/2006 Mimbar Pendidikan 45
http://file.upi.edu/Direktori/JURNAL/JURNAL_MIMBAR_PENDIDIKAN/MIMBAR_NO_
4_2006/Model_Bahan_Ajar_dan_KerangkaKerja_Pedagogis_Matematika_untuk_Menumbuh
kembangkan_Kemampuan_Berpikir_Matematik_Tingkat_Tinggi.pdf
 Suryadi, Didi. 2011. Membangun Budaya Baru dalam Berpikir Matematika. Sekolah
Pascasarjan Universitas Pendidikan Indonesia;
http://www.scribd.com/doc/93456342/Membangun-Budaya-Baru-Dalam-Berpikir
Matematika
 Tilaar, H.A.R. (2006). Manajemen Pendidikan Nasional. Kajian Pendidikan Masa
Depan. Cetakan ke-8. Bandung. Remaja Rosda Karya.
 Tilar, 2012. Kalaidoskop Pendidikan Nasional. Jakarta. Kompas Media Nusantara
 Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Konsep Landasan,
dan implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Jakarta. Kencana.
 Widada, Wahyu. 2002. Pendekatan Pembelajaran Matematika. Berbagai Kajian
tenhtang Pendekatan Pembelajaran Matematika. Bengkulu. Pendidikan
Matematika FKIP UNIB
 Widada, Wahyu, 2003. Struktur Represesntasi Pengetahuan mahasiswa Tentang
Permasalahan Grafik Fungsi dan Kekonvergenan Deret Takhingga pada
Kalkulus. Disertasi. Surabaya. PPS UNS
Wikipedia. 2011. Kalkulus Diferensial. http://id.wikipedia.org/wiki/Kalkulus_diferensial
http://jalius12.wordpress.com/2009/10/06/model penemuan terbimbing.


*) Disampaikan pada International Conference Fakultas Ilmu Pendidikan di Universitas Negeri
Padang Juli 2013