Tafsir ayat Al Quran tentang Ilmu penget

Tafsir Ayat-Ayat tentang Ilmu Pengetahuan

Disusun Oleh :
Ahmad Mu’alim (13222002)
Ayu Dara Kharisma (13222011)

Dosen Pembimbing
Baldi Anggar, M.Pd.I

PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah menciptakan manusia dan memberi akal kepadanya tidak lain
adalah agar manusia berfikir terhadap berbagai kejadian atau fenomena yang
terjadi di muka bumi ini sehingga manusia mengenal berbagai macam tanda

kebesaran-Nya. Allah SWT menciptakan fitrah yang bersih dan mulia itu lalu
melengkapinya dengan bakat dan sarana pemahaman yang baik yang
memungkinkan manusia mengetahui kenyataan-kenyataan besar di alam raya
ini. Fitrah manusia mukmin mengarah ke alam raya untuk mengungkap
rahasia dan tujuan penciptaannya serta berakhir dengan memahami posisi
dirinya di alam raya ini dan menentukan bagaimana ia harus berbuat dan
bersikap di dalamnya. Ilmu yang diperoleh manusia semestinya dapat
membuahkan penanaman akidah dan pendalaman keimanan yang tulus
kepada Allah.
Jika terjadi lompatan kemajuan ilmu dan teknologi melalui penelitian
terhadap gejala-gejala alam dan kehidupan, sebenarnya sangat mengherankan
kalau orang-orang yang lalai itu hanya berhenti pada batas studi yang bersifat
mekanis dan tidak menyeberang untuk menemukan rahasia-rahasia hukum
Tuhan serta memahami hikmah di balik ciptaan-Nya. Orang yang melihat
langit hanya dari warna yang biru, atau bumi dari tanahnya, ia tidak ubahnya
hewan, bahkan lebih rendah dan lebih sesat.
Sebagai makhluk yang diberi akal dan pikiran, manusia dituntut untuk
berpikir serta menggali ilmu karena Islam sendiri telah mewajibkan untuk
menuntut ilmu pengetahuan. Berbicara tentang Ilmu Pengetahuan dalam
hubungannya dengan Al-Qur’an, ada persepsi bahwa Al-Qur’an itu adalah

kitab Ilmu Pengetahuan. Sekarang ini, di saat semua teknologi sudah canggih,
dunia membuktikan dengan banyaknya temuan-temuan terkini yang ternyata
semuanya sudah terdapat dalam Al-Qur’an. Penafsiran Al-Quran sendiri
seolah tidak pernah selesai, karena setiap saat bisa muncul sesuatu yang baru,
sehingga Al-Quran terasa selalu segar karena dapat mengikuti perkembangan

zaman. Pada kesempatan ini penulis hendak sedikit mengulas tentang ayatayat Al-Quran tentang ilmu pengetahuan beserta tafsir dan analisisnya.
Semoga apa yang penulis tulis dalam makalah ini sedikit membantu pembaca
dalam memperoleh khazanah-khazanah keislaman yang baru.
B. Tujuan
1. Mengetahui definisi ilmu pengetahuan dalam islam.
2. Memahami kedudukan ilmu pengetahuan dalam islam.
3. Mengetahui dan memahami ayat-ayat tentang ilmu pengetahuan beserta
penafsirannya.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Ilmu Pengetahuan dalam Islam
Ilmu adalah pengetahuan manusia mengenai segala hal yang dapat
diindera oleh potensi manusia (penglihatan, pendengaran, perasaan dan

keyakinan) melalui akal atau proses berfikir (logika). Ini adalah konsep
umum (barat) yang disebut (knowledge). Pengetahuan yang telah dirumuskan
secara sistematis merupakan formula yang disebut ilmu pengetahuan
(science). Dalam Al-Qur’an, keduanya disebut (ilmu). Para sarjana muslim
berpandangan bahwa yang dimaksud ilmu itu tidak terbatas pada pengetahuan
(knowledge) dan ilmu (sience) saja, melainkan justru diawali oleh ilmu Allah
yang dirumuskan dalam lauhil mahfudzh yang disampaikan kepada kita
melalui Al-Qur’an dan As-Sunnah.1
Ilmu Allah itu melingkupi ilmu manusia tentang alam semesta dan
manusia sendiri. Bila diikuti jalan fikiran ini, maka dapatlah kita fahami
bahwa Al-Qur’an merupakan sumber pengetahuan manusia (Knowledge dan
science). Dengan membaca dan memahami Al-Qur’an, manusia pada
hakekatnya akan memahami ilmu Allah, yaitu firman-firman-Nya.2
Jadi, berdasarkan fakta-fakta yang ada dan apa-apa yang terkandung
dalam al-qur’an, kita dapat membulatkan pernyataan bahwa ilmu

yang

dimiliki oleh manusia dan yang wajib dituntut oleh manusia, semua berporos
pada agama. Agama yang menjunjung tinggi peran akal dalam mengenal

hakikat segala sesuatu. Begitu pentingnya peran akal, sehingga bahkan
dikatakan bahwa tak ada agama bagi orang yang tak berakal, dengan akal
yang telah sempurna itulah maka Islam diturunkan ke alam semesta. Melalui
akal, manusia dengan proses berfikir berusaha memahami berbagai realita
yang hadir dalam dirinya, sehinga manusia mampu menemukan kebenaran
sesuatu, membedakan antara haq dan bathil. Sehingga dapat dikatakan bahwa
1 Qohar Masjqoery, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta, 2003), hlm. 213
2 Ibid.

akal dan kemampuan berpikir yang dimiliki manusia adalah fitrah manusia
yang membedakannya dari makhluk yang lain.

B. Kedudukan Ilmu Pengetahuan dalam Islam
Sebagai orang yang rendah pengetahuan keislamannya beranggapan
bahwa Al-Qur’an adalah sekedar kumpulan cerita-cerita kuno yang tidak
mempunyai manfaat yang signifikan terhadap kehidupan modern, apalagi jika
dikolerasikan dengan kemajuan IPTEK saat ini. Al-Qur’an menuntut mereka
cukuplah dibaca untuk sekedar mendapatkan pahala bacaannya, tidak untuk
digali kandungan ilmu didalamnya, apalagi untuk menjawab permasalahanpermasalahan dunia modern dan diterapkan dalam segala aspek kehidupan, hal
itu adalah sesuatu yang nonsense. Anggapan-anggapan di atas merupakan

indikasi bahwa orang tersebut tidak mau berusaha untuk membuka Al-Qur’an
dan menganalisis kandungan ayat-ayatnya. Oleh karenanya maka anggapan
tersebut adalah sangat keliru dan bertolak belakang dengan semangat AlQur’an itu sendiri. Bukti-bukti ini yang menunjukkan sebaliknya misalnya,
bahwa wahyu yang pertama kali diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi-Nya
Muhammad SAW adalah perintah untuk membaca/belajar dan menggunakan
akal, bukan perintah untuk shalat, puasa atau dzikrullah. Demikian tinggi
hikmah turunnya ayat ini, menunjukkan perhatian Islam yang besar terhadap
ilmu pengetahuan.3
Sejarah menunjukkan, bahwa pada masa kaum muslimin mempelajari dan
melaksanakan agamanya dengan benar, maka mereka memimpin dunia dengan
pakar-pakar yang menguasai dalam disiplin ilmunya masing-masing, sehingga
Barat pun belajar dari mereka. Baru di masa kaum muslimin meninggalkan
ajaran agamanya dan tergiur dengan kenikmatan duniawi dan berpaling ke
barat, maka Allah SWT merendahkan dan menghinakan mereka. Sungguh telah
benar Rasulullah SAW yang telah memperingatkan umatnya dalam hal ini.

3 Ibid. hlm. 215

Karena kedudukan ilmu yang sedemikian tingginya, maka islam mewajibkan
umatnya untuk memperlajari ilmu.4

C. Ayat-ayat tentang Ilmu Pengetahuan
1.

Surat Al-Baqarah (31-32)

‫ك‬
‫مل كلئ ةك كككةة‬
‫م ع ككر ك‬
‫م كءاد ك ك‬
‫ضككههمل ع كل كككى ٱلل ك‬
‫ماكء ك هل مكها ث هكك م‬
‫م ٱللأسل ك‬
‫وكع كل م ك‬
‫ك‬
‫قككا ك ك‬
‫ماةء هكلككؤ هكلةء ةإن ه‬
٣١ ‫ن‬
‫سل‬
‫فك ك‬
‫ل أننب ‍ة وةني ب ةأ مم ك‬

‫كنت هملككمممم لك‬
‫صككد ةةقي ك‬
‫ع ممللم ل كنككا إمل مككا ع كل مملممتنككاا إنكك ك ك‬
‫حن ك ك‬
‫ت‬
‫كك ةم‬
‫سككبل لك‬
‫قكككاهلوا ا ه‬
‫ك أنكك ك‬
‫ك كل ة ك ك ة ك‬
٣٢ ‫م‬
‫ح ة‬
‫م ٱلل ك‬
‫كي ه‬
‫ٱللعكةلي ه‬
Artinya :
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu
berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu
mamang benar orang-orang yang benar! (31). Mereka menjawab: "Maha

Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah
Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana" (32).
Tafsir Ayat :
Pada firman-Nya : “kemudian Dia memaparkannya kepada
malaikat..”, ada yang memahaminya sebagai waktu yang relatif lama
antara pengajaran Adam dan pemaran itu, dan ada juga yang
memahaminya bukan dalam arti selang waktu, tetapi sebagai isyarat
tentang kedudukan yang lebih tinggi, dalam arti pemaparan serta
ketidakmampuan malaikat dan jelasnya keistimewaan Adam as. melalui
pengetahuan yang dimilikinya, serta terbuktinya ketetapan kebijaksanaan
Allah menyangkut pengangkatan Adam as. sebagai kholifah, semua itu
lebih tinggi nilainya dari pada sekedar informasi tentang pengajaran Allah
kepada Adam yang dikandung oleh penggalan ayat sebelumnya. FirmanNya : “innaka anta al-‘alim al-hakim / sesungguhnya Engkau, Engkau
4 Ibid. hlm. 216

Yang Maha Mengetahui (lagi) Maha Bijaksana”, mengandung dua kata
yang menunjukkan kepada mitra bicara yaitu huruf (‫ )ك‬kaf pada kata ( ‫)إنك‬
innaka dan kata (‫ )أنت‬anta. Kata anta oleh banyak ulama dipahami dalam
arti penguat sekaligus untuk memberi makna pengkhususan yang tertuju

kepada Allah swt. Dalam hal ini pengetahuan dan hikmah, sehingga
penggalan ayat ini menyatakan “Sesungguhnya hanya Engkau tidak ada
selain Engkau” Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Kata (‫)العليم‬
al-‘alim terambil dari akar kata (‫‘ )علم‬ilm yang menurut pakar-pakar
bahasa berarti menjangkau sesuatu sesuai dengan keadaannya yang
sebenarnya. Allah swt.dinami (‫‘ )عالم‬alim atau (‫‘ )عليم‬alim karena
pengetahuan-Nya yang amat jelas sehingga terungkap baginya hal-hal
yang sekecil-kecilnya apapun. Kata (‫ )الحكيم‬al-hakim dipahami oleh
sementara ulama dalam arti Yang Memiliki hikmah, sedang hikmah lain
berarti mengetahui yang paling utama dari segala sesuatu, baik
pengetahuan maupun perbuatan. Seorang yang ahli dalam melakukan
sesuatu dinamai (‫ )حكيم‬hakim, hikmah juga diartikan sebagai sesuatu yang
bila digunakan atau diperhatikan akan menghalangi terjadinya mudharat
atau kesulitan yang lebih besar dan atau mendatangkan kemaslahatan dan
kemudahan yang lebih besar. Makna ini ditarik dari kata (‫ )حكمة‬hakamah,
yang berarti kendali karena kendali menghalangi hewan atau kendaraan
mengarah ke arah yang tidak diinginkan.5
Analisa :
Ayat ini menjelaskan tentang kebijaksanaan Allah dalam
menetapkan Adam sebagai khalifah berkat keistimewaan Adam a.s melalui

pengetahuan yang dimilikinya serta kekeliruan malaikat

sebagaimana

dipahami dari kata kemudian Allah mepaparkan benda-benda itu kepada
para malaikat lalu berfirman, “ sebutkan kepada ku nama-nama benda
itu, jika kamu orang-orang yang benar dalam dugaan kamu bahwa kalian
lebih wajar menjadi khalifah”. Sebenarnya perintah ini bukan bertujuan
5 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm. 147.

menugaskan menjawab. Para malaikat yang ditanya itu secara tulus
menjawab sambil mensucikan Allah, tidak ada pengetahuan bagi kami
selain dari apa yang telah engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya
engkaulah yang maha mengetahui lagi maha bijaksana maksudnya mereka,
apa yang engkau tanyakan itu tidak pernah engkau ajarkan kepada kami.
Engkau tidak ajarkan kepada kami bukan karna engkau tidak tau, tetapi
ada hikmah dibalik itu. Demikian jawaban malaikat yang bukan hanya
mengakuti dan mengatahui jawaban pertanyaan tetapi sekaligus mengakui
kelemahan mereka dan kesucian Allah SWT. Dari segala macam
kekurangan atau ketidakadilan, sebagaimana dipahami dari penutup surat

ini. Jawaban para malaikat sesungguhnya engkau mengatahui lagi maha
bijaksana, juga mengandung makna bahwa sumber pengetahuan adalah
Allah SWT. Jadi, Allah maha mengetahui segala sesuatu, termasuk yang
wajar menjadi khalifah, dan dia maha bijaksana dalam segala tindakannya,
termasuk menetapkan mahluk yang wajar menjadi khalifah.
2. Surat Taubah (9) ayat 122

‫فهروا ا ك‬
‫ما ك‬
‫مككن‬
‫كافمكك ةةة فكل ككك لوكل ن ك ك‬
‫فكككر ة‬
‫ن ل ةكين ة‬
‫مؤل ة‬
‫مهنو ك‬
‫كا ك‬
‫ن ٱلل ه‬
‫۞وك ك‬
‫دين وكل ةي هنككذ ةهروا ا‬
‫ف م ا‬
‫منلههمل ك‬
‫كه د‬
‫فةة ل دي كت ك ك‬
‫طائ ة ك‬
‫ل فةرلقكةة د‬
‫قههوا ةفي ٱلك د ة‬
‫مههمل إ ة ك‬
١٢٢ ‫ن‬
‫جعهولا ا إ ةل كيلهةمل ل كعكل مههمل ي كحلذ كهرو ك‬
‫ذا كر ك‬
‫قكول ك‬
Artinya :
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang
agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka
telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
Tafsir Ayat :
Anjuran yang demikian gencar, pahala yang demikian besar bagi
yang berjihad, serta kecaman yang sebelumnya ditujukan kepada yang

enggan, menjadikan kaum beriman berduyun-duyun dan dengan penuh
semangat maju ke medan juang. Ini tidak pada tempatnya karena ada
area perjuangan lain yang harus dipikul. Ulama yang menyatakan
bahwa ketika Rasul saw. tiba kembali di Madinah, beliau mengutus
pasukan yang terdiri dari beberapa orang ke beberapa daerah. Hal ini
banyak sekali yang ingin terlibat dalam pasukan kecil itu sehingga jika
diperturutkan, tidak akan tinggal di Madinah bersama Rasul kecuali
beberapa gelintir orang saja. Maka dalam hal ini ayat ini menuntun
kaum muslimin untuk membagi tugas dengan menyatakan : Tidak
sepatutnya bagi orang-orang mukmin yang selama ini dianjurkan agar
bergegas menuju medan perang pergi semua ke medan perang sehingga
tidak tersedia lagi yang melaksanakan

tugas-tugas yang lain. Jika

memang tidak ada panggilan yang bersifat mobilisasi umum, maka
mengapa tidak pergi dari setiap golongan, yakni kelompok besar, di
antara mereka beberapa orang dari golongan itu untuk bersungguhsungguh memperdalam pengetahuan tentang agama sehingga mereka
dapat memperoleh manfaat untuk diri mereka dan untuk orang lain dan
juga untuk memberi peringataan kepada kaum mereka yang
menjadikan anggota pasukan yang ditugaskan oleh Rasul saw. itu
apabila nanti setelah selesainya tugas, mereka, yakni anggota pasukan
itu, telah kembali kepada mereka yang memperdalam pengetahuan itu
supaya mereka yang jauh dari Rasul saw. karena tugasnya dapat
berhati-hati dan menjaga diri mereka.6
Menurut al-Biqa’i sebagaimana dikutip Quraish menyatakan
bahwa kata thaaifah dapat berarti satu atau dua orang. Sementara ulama
yang lain tidak menentukan jumlah tertentu, namun yang jelas ia lebih
kecil dari firqah yang bermakna sekelompok manusia yang berbeda
dengan kelompok yang lain. Karena itu, satu suku atau bangsa, masingmasing dapat dinamai dengan firqah. Sedangkan kata liyatafaqqahuu
6 Abudin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2012), Hlm. 187

terambil dari kata fiqh, yakni pengetahuan yang mendalam menyangkut
hal-hal yang sulit dan tersembunyi. Bukan hanya sekadar pengetahuan.
Penambahan huruf taa pada kata tersebut mengandung makna
kesungguhan upaya, yang dengan keberhasilan upaya itu para pelaku
menjadi pakar-pakar dalam bidangnya. Demikianlah kata-kata tersebut
mengundang kaum muslimin untuk menjadi pakar-pakar pengetahuan.
Sementara kata fiqh bukan terbatas pada apa yang diistilahkan dalam
disiplin ilmu agama dengan ilmu fiqh, yakni pengetahuan tentang
hukum-hukum agama islam yang bersifat praktis dan yang diperoleh
melalui penalaran terhadap dalil-dalil yang terperinci. Tetapi, kata itu
mencakup segala macam pengetahuan mendalam. 7
Analisa :
Orang-orang yang beriman tidak wajib pergi semua
untuk berjihad dan meninggalkan negeri mereka dalam
keadaan kosong. Tapi harus tetap ada yang tinggal
disana dan satu kelompok lagi yang keluar menuntut
ilmu yang bermanfaat. Apabila mereka kembali ke
kampung halaman, mereka wajib mengajarkan ilmu yang
diperoleh kepada kaumnya yang tidak ikut menuntut
ilmu. Mereka harus memberikan pemahaman kepada
kaumnya tentang agama Allah SWT, memperingatkan
mereka akan bahaya maksiat dan melanggar perintahNya. Menyerukan supaya mereka bertakwa kepada
Tuhan mereka dengan mengamalkan kitab-Nya dan
sunnah Nabi SAW.

7 Ibid. hlm. 188

3. Az-Zumar (39) ayat 9

‫ك‬
‫مككا ي ك ممذ ك‬
‫حلهر‬
‫ج م‬
‫ل ك‬
‫دا وككقائ ة م‬
‫سككا ة‬
‫مككنل ههككوك قلكن ةكك ت‬
‫أ م‬
‫ت كءان كككاكء ٱل م يلمم ة‬
‫ل‬
‫ن‬
‫ة كرب دهةۦۦ قهككلل هكككلل ي ك ممت كسل ة ٱ‬
‫م ك‬
‫ٱللأ ة‬
‫ويممممل مكك ة‬
‫خكرة ك وكي كرل ه‬
‫جوا ا كرحل ك‬
‫ذي ك‬
‫ك‬
‫ه‬
‫ب‬
‫ن وكٱل م ة‬
‫مو ك‬
‫مو ننۦ إ ةن م ك‬
‫ن كل ي كعلل ك ه‬
‫ي كعلل ك ه‬
‫ما ي كت كذ كك مهر أواهلوا ا ٱللألللكبكك ة‬
‫ذي ك‬
٩
Artinya :
(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah
orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri,
sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat
Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui
dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang
yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.
Tafsir Ayat:
Allah berfirman : Apakah orang yang beribadah secara
tekun dan tulus di waktu-waktu malam dalam keadaan sujud akan
berdiri secara mantap demikian juga yang rukuk dan duduk atau
berbaring, sedang ia terus menerus takut siksa akhirat dan saat yang
sama senantiasa mengharapkan rahmat Tuhannya sama dengan mereka
yang baru berdoa saat mendapat musibah dan melupakan-Nya ketika
memperoleh nikmat serta menjadikan bagi Allah sekutu-sekutu? Tentu
saja tidak sama! Katakanlah : “Adakah sama orang-orang yang
mengetahui hak-hak Allah dan mengesakan-Nya dengan orang yang
tidak mengetahui hak Allah dan mengkufuri-Nya? Sesungguhnya orang
yang dapat menarik banyak pelajaran adalah Ulul Albab, yakni orangorang yang cerah pikirannya.8

8 Ibid. Hlm. 180

Awal ayat di atas ada yang membacanya aman dalam bentuk
pertanyaan dan ada juga yang membacanya amman. Yang pertama
merupakan bacaan Naafi, ini merupakan pendapat Ibnu Katsir, dan
Hamzah. Ia terdiri dari huruf alif dan man yang berarti siapa. Kata
man berfungsi sebagai subjek (mubtada), sedang predikat (khabar)-nya
tidak tercantum karena telah diisyaratkan oleh kalimat sebelumnya yang
menyatakan bahwa orang-orang kafir mengada-adakan bagi Allah
sekutu-sekutu dan seterusnya. Menurut Quraish bahwa bacaan kedua
amman adalah bacaan mayoritas ulama. Ini pada mulanya terdiri dari
dua kata yaitu am dan man, lalu digabung dalam bacaan dan tulisannya.
Ia mengandung dua kemungkinan makna. Yang pertama kata am yang
berfungsi sebagai kata yang digunakan bertanya. Maka dengan
demikian ayat ini bagaikan menyatakan “Apakah si kafir yang
mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah sama dengan yang percaya dan
tekun beribadah? Yang kedua, kata am berfungsi memindahkan uraian
ke uraian yang lain, serupa dengan kata bahkan. Makna ini menjadikan
ayat di atas bagaikan menyatakan. “ Tidak usah mengancam mereka,
tapi tanyakanlah apakah sama yang mengada-adakan sekutu bagi Allah
dengan yang tekun beribadah? Sedangkan kata qaanit terambil dari kata
qanuut, yaitu ketekunan dalam ketaatan disertai dengan ketundukan hati
dan ketulusannya. Sementara itu, ulama menyebut juga nama-nama
tertentu bagi tokoh yang dinamai qaanit oleh ayat di atas, seperti
Sayyidina Abu Bakar, atau ‘Ammar Ibnu Yasir ra. dan lain-lain. Ini
merupakan contoh dari sekian tokoh yang dapat menyandang sifat
tersebut. Dengan kata lain ayat di atas menggambarkan sikap lahir dan
batin siapa yang tekun itu. Sikap lahirnya digambarkan oleh kata-kata
saajidan/ sujud dan qaaiman/ berdiri sedangkan sikap batinnya
dilukiskan oleh kalimat yahdzaru al-akhirata wa yarjuu ar-rahmah/
takut kepada akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya. 9

9 Ibid. hlm. 179

Analisa :
Pada ayat tersebut terlihat adanya hubungan orang
yang mengetahui (berilmu) dengan melakukan ibadah di
waktu malam, takut terhadap siksaan Allah di akhirat
serta

mengaharapkan

ridha

dari

Allah;

dan

juga

menerangkan bahwa sikap yang demikian itu merupakan
salah satu ciri dari ulul al-bab, yaitu orang yang
menggunakan

hati

untuk

menggunakan

dan

mengarahkan ilmu pengetahuan tersebut pada tujuan
peningkatan

akidah,

ketekunan

beribadah

dan

ketinggian akhlak yang mulia.
Sehubungan dengan ayat ‫هل يستوى ال لممذّين يعلمممون‬
‫واللذّين ل يعلمممون‬, al-Maraghi mengatakan: “Katakanlah
hai rasul kepada kaummu, adakah sama, orang-orang
yang menengetahui bahwa ia akan mendapatkan pahala
karena

ketaatan

mendapatkan

kepada

tuhannya

siksaan

dan

akan

disebabkan

karena

kedurhakaannya dengan orang yang mengetahui al-hal
yang demikian itu?” Ungkapan pertanyaan dalam ayat
ini menunjukan bahwa yang pertama (orang-orang yang
mengetahui) akan dapat mencapai derajat kebaikan;
sedangkan

yang

kedua

mengetahui)

akan

keburukan.
Imam
Al

Qurtubi

(-orang-orang

mendapatkan
berkata:

yang

tidak

kehinaan

dan

"Menurut

Az-Zujaj

Radhiyallahuanhu, maksud ayat tersebut yaitu orang
yang tahu berbeda dengan orang yang tidak tahu,
demikian juga orang taat tidaklah sama dengan orang
bermaksiat. Orang yang mengetahui adalah orang yang
dapat

mengambil

manfaat

dari

ilmu

serta

mengamalkannya. Dan orang yang tidak mengambil

manfaat dari ilmu serta tidak mengamalkannya, maka ia
berada dalam barisan orang yang tidak mengetahui".

4. Mujaadalah (58) ayat 11

‫يأ ك‬
‫م‬
‫ذا قةيكك ك‬
‫من هككولا ا إ ة ك‬
‫حوا ا فةككي‬
‫ذي‬
‫كك‬
‫ل‬
‫ٱ‬
‫ككا‬
‫ه‬
‫ي‬
‫ة‬
‫سكك ه‬
‫ي‬
‫كل‬
‫ل ل كك هككمل ت كفك م‬
‫ن كءا ك‬
‫ك‬
‫ك‬
‫ه لك ه‬
‫ذا ةقيكك ك‬
‫كككملا وكإ ة ك‬
‫ل‬
‫سكك ه‬
‫م لك‬
‫حوا ا ي كفل ك‬
‫س فكٱفل ك‬
‫سككةح ٱلملكك ه‬
‫ٱلل ك‬
‫جةلكك ة‬
‫شككهزوا ا فكٱن ه‬
‫ٱن ه‬
‫منك هككمل‬
‫من هككوا ا ة‬
‫ه ٱل مكك ة‬
‫ن كءا ك‬
‫شككهزوا ا ي كرلفكككةع ٱلملك ه‬
‫ذي ك‬
‫وٱل مذي ه‬
‫خب ةيككةر‬
‫ن ك‬
‫ج ة‬
‫مل هككو ك‬
‫م د ككر لك‬
‫ما ت كعل ك‬
‫ه بة ك‬
‫تة وكٱلل م ه‬
‫ن أوهتوا ا ٱللعةلل ك‬
‫ك ة ك‬
١١
Artinya :
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapanglapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan
memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah
kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.
Tafsir Ayat :
Allah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, apabila
dikatakan kepada kamu, oleh siapapun: “Berlapang-lapanglah, yakni
berupayalah dengan sungguh-sungguh walau dengan memaksakan diri

untuk memberikan tempat pada orang lain, dalam majelis-majelis,
yakni satu tempat, baik itu tempat duduk maupun bukan untuk duduk,
apabila diminta kepada kamu untuk melakukan itu maka lapangkanlah
tempat itu untuk orang lain itu dengan sukarela. Maka jika kamu
melakukan hal tersebut, niscaya Allah akan melapangkan segala
sesuatu buat kamu dalam hidup ini. Dan apabila dikatakan : Berdirilah
kamu ke tempat yang lain, atau duduk diduduki tempatmu buat orang
yang lebih wajar, atau bangkitlah untuk melakukan sesuatu seperti
untuk shalat dan berjihad, maka berdiri dan bangkitlah, Allah akan
meninggikan orang-orang beriman di antara kamu, wahai yang
memperkenankan tuntunan ini, dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat kemuliaan di dunia dan di akhirat dan
Allah terhadap apa yang kamu kerjakan sekarang dan masa datang
Maha mengetahui.10
Kata tafassahuu dan ifsahuu pada ayat tersebut, terambil
dari kata fasaha, yakni lapang. Sedangkan kata unsyuzuu terambil dari
kata nuzuz, yakni tempat yang tinggi. Perintah tersebut pada mulanya
berarti beralih ke tempat yang lebih tinggi. Yang dimaksudkan adalah
pindah ke tempat lain untuk memberikan kesempatan kepada yang lebih
wajar duduk atau berada di tempat yang wajar pindah itu atau bangkit
melakukan suau aktifitas yang positif. Sementara itu, ada juga yang
memahaminya dengan berdirilah dari rumah Nabi, jangan berlama-lama
di sana, karena boleh jadi ada kepentingan nabi saw yang lain dan yang
perlu segera beliau hadapi. Sedangkan kata majaalis adalah bentuk
jamak dari majelis. Pada umumnya berarti tempat duduk. Dalam
konteks ayat ini adalah tempat Nabi saw memberikan tuntunan agama
ketika itu. Tetapi yang dimaksud di sini adalah tempat keberadaan
secara mutlak, baik itu tempat duduk, tempat berdiri, atau bahkan
tempat berbaring. Karena, tujuan perintah atau tuntunan ayat ini adalah
memberi tempat yang wajar secara mengalah kepada orang-orang yang
10 Ibid. hlm. 174

dihormati atau pun orang-orang yang lemah. Seorang tua non-muslim
sekalipun.11
Analisa :
Dari ayat tersebut dapat kita ketahui bahwa para sahabat berlombalomba untuk berdekatan dengan tempat duduk Rasulallah SAW untuk
mendengarkan pembicaraan beliau yang mengandung banyak kebaikan
dan keutamaan yang besar. Diperintahkan pula untuk memberi
kelonggaran dalam majlis dan tidak merapatkannya, dan apabila yang
demikian ini menimbulkan rasa cinta didalam hati dan kebersamaan
dalam mendengarkan hukum-hukum agama, maka akan dilapangkan
baginya kebaikan-kebaikan di dunia dan akhirat.
Isi kandungan pada ayat diatas berbicara tentang etika atau
akhlak ketika berada dalam majelis ilmu. Etika dan akhlak tersebut
antara lain ditunjukan untuk mendukung terciptanya ketertiban,
kenyamanan dan ketenangan suasana dalam majelis, sehingga dapat
mendukung kelancaran kegiatan ilmu pengetahuan. Ayat diatas juga
sering digunakan para ahli untuk mendorong diadakannya kegiatan di
bidang ilmu pengetahuan, dengan cara mengunjungi atau mengadakan
dan menghadiri majeis ilmu. Dan orang yang mendapatkan ilmu itu
selanjutnya akan mencapai derajat yang tinggi dari Allah.
Menurut Imam Al Qurthubi "Maksud ayat di atas yaitu, dalam
hal pahala di akhirat dan kemuliaan di dunia, Allah Subhanahu wa Taala
akan meninggikan orang beriman dan berilmu di atas orang yang tidak
berilmu. Kata Ibnu Mas`ud, dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Taala
memuji para ulama. Dan makna bahwa Allah Subhanahu wa Ta ala
akan meninggikan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat,
adalah derajat dalam hal agama, apabila mereka melakukan perintahperintah Allah".
11 Ibid. hlm. 175

5. Surat Al-Alaq (96) ayat 1-5

‫ك‬
‫ٱقلكرأل ب ةٱسلم ة كرب د ك‬
‫ق‬
‫ ك‬١ ‫خل كقك‬
‫ذي ك‬
‫ن ة‬
‫ك ٱل م ة‬
‫خل كقك ٱللةإن لك‬
‫س ك‬
‫منل ع كلكك ق‬
‫ك‬
‫ ٱقلكرألوككرب ي ك‬٢
‫م‬
‫م ب ةككٱلل ك‬
‫ك‬
‫ ٱل مكك ة‬٣ ‫م‬
‫ٱللأكلكر ه‬
‫ ع كل مكك ك‬٤ ‫قل كم ة‬
‫ذي ع كل مكك ك‬
٥ ‫ما ل كمل ي كعلل كمل‬
‫ٱللةإن لك‬
‫ن ك‬
‫س ك‬
Artinya :
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan (1). Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2). Bacalah, dan
Tuhanmulah Yang Maha Pemurah (3). Yang mengajar (manusia)
dengan perantaran kalam (4). Dia mengajar kepada manusia apa yang
tidak diketahuinya (5).
Tafsir Ayat :
“Bacalah

dengan

(menyebut)

nama

Tuhanmu

Yang

menciptakan” (ayat 1). Dari suku kata pertama saja yaitu “bacalah”,
telah terbuka kepentingan pertama dalam perkembangan agama ini
selanjutnya. Nabi Muhammad disuruh untuk membaca wahyu yang
akan diturunkan kepada beliau atas nama Allah, tuhan yang telah
menciptakan. Yaitu “Menciptakan manusia dari segumpal darah” (ayat
2). Yaitu peringkat yang kedua sesudah nuthfah. Yaitu segumpal air
yang telah berpadu dari mani si laki-laki dengan mani si perempuan
yang setelah 40 hari lamanya, air itu akan menjelma menjadi segumpal
darah dan dari segumpal darah itu kelak setelah 40 hari akan menjadi
segumpal daging. “Bacalah, dan tuhanmu itu adalah maha mulia”(ayat
3).12
Setelah pada ayat pertama beliau menyuruh membaca dengan
nama allah yang menciptakan manusia dari segumpal darah, diteruskan
lagi menyuruh membaca diatas nama tuhan. Sedang nama tuhan yang
12 HAMKA, Tafsir Al-Azhar jilid 10 (Jakarta : Pustaka Panjimas, 1998) hlm. 8059

selalu akan diambil jadi sandaran hidup itu ialah Allah yang maha
mulia,

maha

dermawan,

maha

kasih

dan

saying

kepada

mahluknya. “Dia yang mengajarkan dengan kalam”(ayat 4). Itulah
istimewanya tuhan itu lagi. Itulah kemulianya yang tertinggi. Yaitu
diajarkanya kepada manusia berbagai ilmu, dibukanya berbagai rahasia,
diserahkanya berbagai kunci untuk pembuka perbendaharaan Allah
yaitu dengan qalam. Dengan pena disamping lidah untuk membaca,
tuhanpun mentaksirkan pula bahwa dengan pena ilmu dapat dicatat.
Pena itu kaku dan beku serta tidak hidup namun yang dituliskan oleh
pena itu adalah berbagai hal yang dapat difahami oleh manusia
“Mengajari manusia apa-apa yang dia tidak tahu” (Ayat 5). Terlebih
dahulu Allah ta’ala mengajar manusia mempergunakan qalam. Sesudah
dia pandai mempergunakan qalam itu banyaklah ilmu pengetahuan
diberikan oleh allah kepadanya, sehingga dapat pula dicatat ilmu yang
baru didapatnya itu dengan qalam yang sudah ada dalam tanganya.13
Analisa :
Berdasarkan ayat

tersebut Rasululallah disuruh untuk

membaca agar menjadi orang yang bisa membaca sebelum tadinya
tidak. Betapa pentingnya membaca itu, bahkan sesungguhnya setiap
detik hidup ini adalah membaca. Tanpa membaca, orang akan kesulitan
untuk mempelajari ilmu pengetahuan. Setiap orang bisa saja membaca
objek yang sama. Namun yang membedakan adalah kualitas
pembacaannya. Pada masa jahiliyyah dahulu, kondisi kehidupan
masyarakat didominasi oleh pembacaan yang salah. Membaca yang
benar dalam arti menyeluruh harus menjadi bagian dari hidup seorang
muslim. Manusia dapat baru dapat dimintai pertanggungjawaban
setelah mampu membaca dalam arti luas. Sebab kemampuan membaca
adalah tanda berfungsinya akal seseorang. Dikutip dari sebuah hadits,
“Tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal”. Kualitas
13 Ibid. Hlm. 8060

pembacaan juga ditandai dengan kedalaman atau kejauhan pandangan.
Dengan hanya sedikit indikator atau tanda, seharusnya setiap Muslim
mampu membaca jauh melebihi apa yang dilihatnya.
Dalam ayat tersebut dapat diketahui perintah
Allah SWT kepada manusia untuk menuntut ilmu, dan
dijelaskan pula sarana yang digunakan untuk menuntut
ilmu yaitu kalam. Mencari ilmu adalah sebuah kewajiban
bagi

umat

manusia

dan

mengamalkannya

juga

merupakan ibadah. Semakin tinggi ilmu yang dikuasai,
semakin takut pula kepada Allah SWT sehingga dengan
sendirinya akan mendekatkan diri kepada-Nya. Adapun
dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Musa Al-Asy’ari radhiyallahu 'anhu, Rasulullah SAW
bersabda:
"Perumpamaan apa yang aku bawa dari petunjuk dan
ilmu

adalah

seperti

air

hujan

yang

banyak

yang

menyirami bumi, maka di antara bumi tersebut terdapat
tanah yang subur, menyerap air lalu menumbuhkan
rumput dan ilalang yang banyak. Dan di antaranya
terdapat tanah yang kering yang dapat menahan air
maka

Allah

dengannya

memberikan
sehingga

manfaat

mereka

bisa

kepada

manusia

minum

darinya,

mengairi tanaman dengannya dan bercocok tanam
dengan airnya. Dan air hujan itu pun ada juga yang
turun kepada tanah/lembah yang tandus, tidak bisa
menahan air dan tidak pula menumbuhkan rumputrumputan. Itulah perumpamaan orang yang memahami
agama Allah dan orang yang mengambil manfaat
dengan apa yang aku bawa, maka ia mengetahui dan
mengajarkan

ilmunya

kepada

yang

lainnya,

dan

perumpamaan orang yang tidak perhatian sama sekali

dengan ilmu tersebut dan tidak menerima petunjuk Allah
yang aku diutus dengannya." (HR. Al-Bukhariy)
Di dalam hadits ini terdapat pengarahan dari Nabi
SAW agar bersemangat untuk mencari ilmu, yaitu beliau
SAW memberikan perumpamaan terhadap apa yang
beliau bawa, yaitu hujan yang menyeluruh di mana
manusia

mengambil

dan

memanfaatkan

air

hujan

tersebut untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kemudian
beliau SAWmenyerupakan orang yang mendengar ilmu
dengan bumi/tanah yang bermacam-macam dimana air
hujan (ilmu) turun padanya:
1.

Diantara mereka ada orang yang berilmu, beramal
dan mengajarkan ilmunya kepada yang lainnya,
maka orang ini seperti tanah yang baik, yang
menyerap air lalu memberikan manfaat pada dirinya
dan menumbuhkan tanaman dan rumput-rumputan
sehingga memberikan manfaat bagi yang lainnya.

2.

Diantara mereka ada yang mengumpulkan ilmu yang
dia

sibuk

dengannya,

di

mana

ilmu

tersebut

dimanfaatkan pada masanya dan masa setelahnya
dalam

keadaan

dia

belum

bisa

mengamalkan

sebagian darinya atau belum bisa memahami apa
yang dia kumpulkan, akan tetapi dia sampaikan
kepada yang lainnya, maka orang ini seperti tanah
yang

menahan

air

sehingga

manusia

dapat

mengambil manfaat darinya.
3. Dan di antara mereka ada orang yang mendengar
ilmu

tetapi

tidak

menghafalnya,

tidak

beramal

dengannya dan tidak pula menyampaikannya kepada
yang lainnya, maka orang ini seperti tanah lumpur

atau

tanah

tandus

yang

tidak

dapat

kedua

dalam

menerima/menampung air.
Kelompok
perumpamaan

pertama

tersebut

dan

kelak

akan

dikumpulkan

menjadi satu karena kebersamaan mereka dalam
memanfaatkan ilmu yang mereka miliki walaupun
derajat

kemanfaatannya

bertingkat-tingkat.

Dan

kelompok ketiga yang tercela akan dipisahkan dari
kelompok

satu

kemanfaatan

dan

darinya.

dua
Dan

karena
tidak

tidak

adanya

diragukan

lagi

bahwasanya terdapat perbedaan yang besar antara
orang yang mencari ilmu lalu memberikan manfaat
pada dirinya dan orang lain dengan orang yang rela
dengan kebodohan dan hidup dalam kegelapannya
sehingga dia tidak mendapat bagian sedikit pun dari
warisannya para Nabi.14

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam adalah agama yang menjunjung tinggi peran akal
dalam mengenal hakikat segala sesuatu. Begitu pentingnya
14 Ibid.

peran akal, sehingga bahkan dikatakan bahwa tak ada agama
bagi orang yang tak berakal, dengan akal yang telah
sempurna itulah maka Islam diturunkan ke alam semesta.
Allah akan meninggikan tempat bagiorang-orang yang
berilmu disurganya dan menjadikan mereka di dalam surga
termasuk orang-orang yang berbakti tanpa kekhwatiran dan
kesedihan. Mencari ilmu adalah sebuah kewajiban bagi umat
manusia dan mengamalkannya juga merupakan ibadah.
Semakin tinggi ilmu yang dikuasai, semakin takut pula kepada
Allah SWT sehingga dengan sendirinya akan mendekatkan diri
kepada-Nya.
B. Saran
Demikian makalah ini penyusun buat, penyusun mohon
maaf

apabila

kekurangan.

dalam

pembuatan

Penyusun

meminta

makalah
kritik

dan

ini

terdapat

saran

dari

pembaca demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Aamiin.

DAFTAR PUSTAKA

HAMKA. 1998. Tafsir Al-Azhar. jilid 10. Jakarta : Pustaka Panjimas.
Masjqoery, Qohar. 2003. Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Gunadarma.
Nata, Abudin. 2012. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada.
Shihab, Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah. Jakarta : Lentera Hati.