Analisis Pengaruh Aksesibilitas Terhadap Pengembangan Wilayah Kota Binjai

23

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Aksesibilitas
Menurut beberapa pakar, Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan
atau kemudahan lokasi tata guna lahan dalam berinteraksi satu sama lain, dan
mudah atau sulitnya lokasi tersebut dicapai melalui transportasi (Black,1981).
Pendapat lain, aksesibilitas adalah ukuran kemudahan yang meliputi waktu, biaya,
dan usaha dalam melakukan perpindahan antara tempat-tempat atau kawasan dari
sebuah sistem (Magribi, 1999).
Aksesibilitas merupakan salah satu bagian dari analisis interaksi kegiatan
dengan sistem jaringan transportasi yang bertujuan untuk memahami cara kerja
sistem tersebut dan menggunakan hubungan analisis antara komponen sistem
untuk meramalkan dampak lalu lintas beberapa tata guna lahan atau kebijakan
transportasi yang berbeda. Aksesibilitas sering dikaitkan dengan jarak, waktu
tempuh dan biaya perjalanan (Suthanaya, 2009).
Menurut Miro, 2004, Tingkat aksesibilitas wilayah bisa ditentukan
berdasarkan pada beberapa variabel yaitu ketersediaan jaringan jalan, jumlah alat
transportasi, panjang, lebar jalan, dan kualitas jalan. Selain itu yang menentukan

tinggi rendahnya tingkat akses adalah pola pengaturan tata guna lahan.
Keberagaman pola pengaturan fasilitas umum antara satu wilayah dengan wilayah
lainnya. Seperti keberagaman pola pengaturan fasilitas umum terjadi akibat
berpencarnya lokasi fasilitas umum secara geografis dan berbeda jenis dan
intensitas kegiatannya. Kondisi ini membuat penyebaran lahan dalam suatu

8

Universitas Sumatera Utara

24

wilayah menjadi tidak merata (heterogen) dan faktor jarak bukan satu satunya
elemen yang menentukan tinggi rendahnya tingkat aksesibilitas.
Aksesibilitas yang baik diharapkan dapat mengatasi beberapa hambatan
mobilitas, baik berhubungan dengan mobilitas fisik, misalnya mengakses jalan
raya, pertokoan, gedung perkantoran, sekolah, pusat kebudayaan, lokasi industri
dan rekreasi baik aktivitas non fisik seperti kesempatan untuk bekerja,
memperoleh pendidikan, mengakses informasi, mendapat perlindungan dan
jaminan hukum (Kartono, 2001).

Salah satu model yang digunakan dalam perencanaan dan pengembangan
wilayah adalah model yang dikembangkan oleh W.G. Hansen (dikutip dari
Hansen, 1959). Model Hansen berkaitan dengan memprediksi lokasi dari
permukiman penduduk berdasarkan daya tarik massa masing-masing lokasi.
Model ini didasarkan pada anggapan bahwa tersedianya lapangan kerja, tingkat
aksesibilitas, dan adanya lahan perumahan yang masih kosong, akan menarik
penduduk untuk berlokasi di subwilayah tersebut. Menurut Lee, model ini tidak
persis sama dengan metode gravitasi karena didasarkan atas saling interaksi antar
subwilayah (zona), melainkan tiap subwilayah destination dianggap memiliki
daya tarik tersendiri dan bagaimana satu kegiatan dari keseluruhan wilayah
bereaksi terhadap daya tarik tersebut. Artinya origin tidak diperinci per
subwilayah hanya destination yang diperinci per subwilayah. Hansen mula-mula
menggabung jumlah lapangan kerja dan kemudahan mencapai lokasi sebagai
accessibility index (indeks aksesibilitas). Secara umum indeks aksesibilitas adalah
adanya unsur daya tarik yang terdapat di suatu subwilayah dan kemudahan untuk
mencapai subwilayah tersebut.

Universitas Sumatera Utara

25


2.2 Pengembangan Wilayah
Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional (UU No. 26 Tahun
2007). Sementara Rustiadi, et al. (2011) menjelaskan wilayah dapat di definisikan
sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu di mana komponenkomponen wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional.
Sehingga batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali
bersifat dinamis. Komponen-komponen wilayah mencakup komponen biofisik
alam,

sumberdaya

buatan

(infrastruktur),

manusia

serta


bentuk-bentuk

kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar
manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu batasan
unit geografis tertentu.
Pengembangan wilayah (Regional Development ) adalah upaya Untuk
memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan wilayah dan
menjaga kelestarian lingkungan hidup. Secara luas, pengembangan wilayah
diartikan sebagai suatu upaya merumuskan dan mengaplikasikan kerangka teori
ke dalam kebijakan ekonomi dan program pembangunan yang di dalamnya
mempertimbangkan aspek wilayah dengan mengintegrasikan aspek sosial dan
lingkungan menuju tercapainya kesejahteraan yang optimal dan berkelanjutan
(Nugroho dan Dahuri, 2004). Pengembangan wilayah merupakan strategi
memanfaatkan dan mengkombinasikan faktor internal (kekuatan dan kelemahan)
dan eksternal (peluang dan tantangan) yang ada sebagai potensi dan peluang yang
dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi wilayah akan barang dan jasa

Universitas Sumatera Utara


26

yang merupakan fungsi dari kebutuhan baik secara internal maupun eksternal
wilayah. Faktor internal ini berupa sumber daya alam, sumber daya manusia dan
sumber daya teknologi, sedangkan faktor eksternal dapat berupa peluang dan
ancaman yang muncul seiring dengan interaksinya dengan wilayah lain.
Konsep pengembangan wilayah di Indonesia lahir dari suatu proses iteratif
yang menggabungkan dasar-dasar pemahaman teoritis dengan pengalamanpengalaman praktis sebagai bentuk penerapannya yang bersifat dinamis. Dengan
kata lain, konsep pengembangan wilayah di Indonesia merupakan penggabungan
dari berbagai teori dan model yang senantiasa berkembang yang telah
diujiterapkan dan kemudian dirumuskan kembali menjadi suatu pendekatan yang
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pembangunan di Indonesia.
Dalam sejarah perkembangan konsep pengembangan wilayah di
Indonesia, terdapat beberapa landasan teori yang turut mewarnai keberadaannya.
1. Walter Isard sebagai pelopor Ilmu Wilayah yang mengkaji terjadinya
hubungan sebab-akibat dari faktor-faktor utama pembentuk ruang wilayah,
yakni faktor fisik, sosial-ekonomi, dan budaya.
2. Hirschmann (era 1950-an) yang memunculkan teori polarization effect dan
trickling down effect dengan argumen bahwa perkembangan suatu wilayah
tidak terjadi secara bersamaan (unbalanced development).

3. Myrdal (era 1950-an) dengan teori yang menjelaskan hubungan antara
wilayah maju dan wilayah belakangnya dengan menggunakan istilah
backwash and spread effect.
4. Friedmann (era 1960-an) yang lebih menekankan pada pembentukan
hirarki guna mempermudah pengembangan sistem pembangunan yang
kemudian dikenal dengan teori pusat pertumbuhan.

Universitas Sumatera Utara

27

5. Douglass (era 70-an) yang memperkenalkan lahirnya model keterkaitan
desa – kota (rural – urban linkages) dalam pengembangan wilayah.
Keberadaan landasan teori dan konsep pengembangan wilayah tumbuh
dan berkembang di Indonesia diantaranya oleh Sutami (era 1970-an) dengan
gagasan bahwa pembangunan infrastruktur yang intensif untuk mendukung
pemanfaatan

potensi


sumber

daya

alam

akan

mampu

mempercepat

pengembangan wilayah. Poernomosidhi (era transisi) memberikan kontribusi
lahirnya konsep hirarki kota-kota dan hirarki prasarana jalan melalui Orde Kota.
Selanjutnya adalah Ruslan Diwiryo (era 1980-an) yang memperkenalkan
konsep Pola dan Struktur ruang yang bahkan menjadi inspirasi utama bagi
lahirnya UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang. Pada periode 1980-an ini pula,
lahir Strategi Nasional Pembangunan Perkotaan (SNPP) sebagai upaya untuk
mewujudkan sitem kota-kota nasional yang efisien dalam konteks pengembangan
wilayah nasional. Dalam perjalanannya SNPP ini pula menjadi cikal bakal

lahirnya konsep Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT) sebagai
upaya sistematis dan menyeluruh untuk mewujudkan fungsi dan peran kota yang
diarahkan dalam SNPP.
Pada era 90-an, konsep pengembangan wilayah mulai diarahkan untuk
mengatasi kesenjangan wilayah, misal antara KTI dan KBI, antar kawasan dalam
wilayah pulau, maupun antara kawasan perkotaan dan perdesaan. Perkembangan
terakhir pada awal abad millennium, bahkan mengarahkan konsep pengembangan
wilayah sebagai alat untuk mewujudkan integrasi Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

28

Berdasarkan pemahaman teoritis dan pengalaman empiris diatas, maka
secara konseptual pengertian pengembangan wilayah dapat dirumuskan sebagai
rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai
sumber daya, merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan nasional dan
kesatuan wilayah nasional, meningkatkan keserasian antar kawasan, keterpaduan
antar sektor pembangunan melalui proses penataan ruang dalam rangka

pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan dalam wadah NKRI.
Berpijak pada pengertian diatas maka pembangunan seyogyanya tidak
hanya diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan sektoral yang bersifat
parsial, namun lebih dari itu, pembangunan diselenggarakan untuk memenuhi
tujuan-tujuan pengembangan wilayah yang bersifat komprehensif dan holistik
dengan mempertimbangkan keserasian antara berbagai sumber daya sebagai unsur
utama pembentuk ruang (sumberdaya alam, buatan, manusia dan sistem aktivitas),
yang didukung oleh sistem hukum dan sistem kelembagaan yang melingkupinya.
Berkembangnya suatu kota secara langsung maupun tidak langsung akan
mempengaruhi kondisi lingkungan sekitarnya. Pengembangan pembangunan
perumahan dan permukiman harus diupayakan sebagai satu kesatuan fungsional
dalam wujud tata ruang fisik kehidupan ekonomi dan sosial budaya yang mampu
menjamin pelestarian kemampuan fungsi lingkungan hidup perumahan dan
permukiman tersebut (Koesnadi Hardjasoemantri, 2004; 223).
Prinsip Pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) di KTT
Rio menjadi dasar pembicaraan. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan
(Sustainable Development) tersebut adalah pembangunan yang memenuhi
kebutuahn generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan

Universitas Sumatera Utara


29

datang dalam memenuhi kebutuhannya. Definisi ini diberikan oleh Word
Commision on Environment and Development (Komisi Dunia untuk Lingkungan
Hidup dan Pembangunan) (N. H. T. Siahaan, 2004; 147).
Dalam perkembangan konsep selanjutnya, pembangunan berkelanjutan
dielaborasi oleh Stren, While dan Whitney dalam Eko Budihardjo dan Djoko
Sujarto (2005; 18) yaitu sebagai suatu interaksi antara tiga sistem : sistem biologis
dan sumberdaya, sistem ekonomi, dan sistem sosial. Memang dengan
kelengkapan konsep berkelanjutan dalam trilogi : ekologi – ekonomi – sosial
tersebut semakin menyulitkan pelaksanaannya, namun jelas lebih bermakna dan
gayut dengan masalah khususnya di negara berkembang.

2.3 Aksesibilitas Wilayah dalam hubungannya dengan Pengembangan
Wilayah
Tidak dapat disangkal lagi bahwasanya keberadaan sistem jaringan jalan
merupakan faktor pendukung tinggi dan rendahnya aksesibilitas yang berpengaruh
bagi pengembangan wilayah.
Untuk memudahkan jasa,


pelayanan dan mengurai kemacetan perlu

dikembangkan sistem jaringan jalan yang memadai dengan melibatkan semua
stake holder yang ada. Faktor aksesibiitas akan sangat memegang peranan penting
dalam menggerakkan berbagai aspek kehidupan baik itu sosial, ekonomi dan
politik. Oleh sebab itu upaya pengembangan wilayah harus di dukung sistem
transportasi yang baik, sarana dan prasarana transportasi yang baik pasti akan
mendukung pengembangan wilayah yang lebih baik.
Menurut Sumaatmaja (1988), Sarana dan prasarana yang berada di suatu
wilayah berupa jalan, jembatan, jaringan telekomunikasi, kendaraan (darat, udara,

Universitas Sumatera Utara

30

dan laut), terminal, pelabuhan, dan lain-lain memberikan landasan terhadap
kelancaran perencanaan dan pelaksanaan pembangunan wilayah. Sarana dan
prasarana transportasi akan menunjang dan mendukung pembangunan secara
fisik.

2.4 Transportasi
Pengertian transportasi (Nasution,1996) diartikan sebagai pemindahan
barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Sehingga dengan kegiatan
tersebut maka terdapat tiga hal, yaitu adanya muatan yang diangkut, tersedianya
kendaraan sebagai alat angkut, dan terdapatnya jalan yang dapat dilalui. Proses
pemindahan dari gerakan tempat asal, dimana kegiatan pengangkutan dimulai dan
ke tempat tujuan dimana kegiatan diakhiri. Untuk itu dengan adanya pemindahan
barang dan manusia tersebut, maka transportasi merupakan salah satu sektor yang
dapat menunjang kegiatan ekonomi (the promoting sector) dan pemberi jasa (the
servicing sector) bagi perkembangan ekonomi.
Pengertian lainnya (Soesilo, 1999) transportasi merupakan pergerakan
tingkah laku orang dalam ruang baik dalam membawa dirinya sendiri maupun
membawa barang-barang.
Selain itu, Tamin (1997:5) mengungkapkan bahwa , prasarana transportasi
mempunyai dua peran utama, yaitu :
1. Sebagai alat bantu untuk mengarahkan pembangunan di daerah perkotaan;
2. Sebagai prasarana bagi pergerakan manusia atau barang yang timbul akibat
adanya kegiatan di daerah perkotaan tersebut.

Universitas Sumatera Utara

31

Dengan melihat dua peran yang di sampaikan di atas, peran pertama sering
digunakan oleh perencana pengembang wilayah untuk dapat mengembangkan
wilayahnya sesuai dengan rencana. Misalnya saja akan dikembangkan suatu
wilayah baru dimana pada wilayah tersebut tidak akan pernah ada peminatnya bila
wilayah tersebut tidak disediakan sistem prasarana transportasi. Sehingga pada
kondisi tersebut, prasarana transportasi akan menjadi penting untuk aksesibilitas
menuju wilayah tersebut dan akan berdampak pada tingginya minat masyarakat
untuk menjalankan kegiatan ekonomi.
Pentingnya peran sektor transportasi bagi kegiatan ekonomi mengharuskan
adanya sebuah sistem transportasi yang handal, efisien, dan efektif. Transportasi
yang efektif memiliki arti bahwa sistem transportasi yang memenuhi kapasitas
angkut, terpadu atau terintegrasi dengan antar moda transportasi, tertib, teratur,
lancar, cepat dan tepat, selamat, aman, nyaman dan biaya terjangkau secara
ekonomi. Sedangkan efisien dalam arti beban publik sebagai pengguna jasa
transportasi menjadi rendah dan memiliki utilitas yang tinggi.

2.5 Masalah, Peran dan Manfaat Transportasi
Permasalahan transportasi (Tamin, 1997:5) tidak hanya terbatas pada
terbatasnya prasarana transportasi yang ada, namun sudah merambah kepada
aspek-aspek lainnya, seperti pendapatan rendah, urbanisasi yang cepat,
terbatasnya sumber daya, khususnya dana, kualitas dan kuantitas data yang
berkaitan dengan transportasi, kualitas sumber daya manusia, disiplin yang
rendah, dan lemahnya perencanaan dan pengendalian, sehingga aspek-aspek
tersebut memperkeruh masalah transportasi yang telah ada.

Universitas Sumatera Utara

32

Menurut Sukarto (2006) penyelesaian masalah transportasi di perkotaan
merupakan interaksi antara transport, tata guna lahan (land use), populasi
penduduk dan kegiatan ekonomi di suatu wilayah perkotaan. Sehingga
transportasi sangat berhubungan dengan adanya pembangkitan ekonomi di suatu
daerah perkotaan guna memacu perekonomian setempat, penciptaan lapangan
kerja, dan untuk menggerakan kembali suatu daerah.
Di

dalam

mengatasi

permasalahan

transportasi,

Sukarto

(2006)

mengungkapkan bahwa untuk pemilihan moda transportasi pada dasarnya
ditentukan dengan mempertimbangkan salah satu persyaratan pokok, yaitu
pemindahan barang dan manusia dilakukan dalam jumlah terbesar dan jarak yang
terkecil. Dalam hal ini transportasi massal merupakan pilihan yang lebih baik
dibandingkan transportasi individual.
Kajian bidang transportasi memiliki perbedaan dengan kajian bidang lain,
karena kajian transportasi cukup luas dan beragam serta memiliki kaitan dengan
bidang-bidang lainnya. Singkatnya, menurut Tamin (1997:11) kajian transportasi
akan melibatkan kajian multi moda, multi disiplin, multi sektoral, dan multi
masalah. Keempatnya dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Multi moda, kajian masalah transportasi selalu melibatkan lebih dari satu
moda transportasi. Hal ini karena obyek dasar dari masalah transportasi adalah
manusia atau barang yang pasti melibatkan banyak moda transportasi. Apalagi
secara geografis, Indonesia merupakan negara dengan ribuan pulau, sehingga
pergerakan dari satu tempat ke tempat lain tidak akan mungkin hanya
melibatkan satu moda saja. Hal ini sesuai dengan konsep Sistem Transportasi
Nasional (Sistranas) yang menggunakan konsep sistem integrasi antarmoda.

Universitas Sumatera Utara

33

2. Multi disiplin, kajian masalah transportasi melibatkan banyak disiplin ilmu
karena kajiannya sangat beragam, mulai dari ciri pergerakan, pengguna jasa,
sampai dengan prasarana atau pun sarana transportasi itu sendiri. Adapun
bidang keilmuan yang dilibatkan diantaranya adalah rekayasa, ekonomi,
geografis, operasi, sosial politik, matematika, informatika dan psikologi.
3. Multi sektoral, yaitu melibatkan banyak lembaga terkait (baik pemerintah
maupun swasta) yang berkepentingan dengan masalah transportasi. Sebagai
contoh dalam kasus terminal bus, maka lembaga-lembaga yang terkait
diantaranya adalah DLLAJ, BPN, Dinas Tata Kota, Kepolisian, Perusahaan
Operator Bus, Dinas Pendapatan Daerah, dan lainnya.
4. Multi masalah, karena merupakan kajian multi moda, multi disiplin, dan multi
sektoral, maka akan menimbulkan multi masalah. Permasalahan tersebut
sangat beragam dan mempunyai dimensi yang sangat luas pula, seperti
masalah sosial, ekonomi, operasional, pengguna jasa dan lainnya.
Keempat aspek di atas memberikan indikasi bahwa masalah transportasi
merupakan masalah yang cukup kompleks sehingga perlunya keterkaitan pada
keempat aspek di atas. Namun demikian, transportasi memberikan peran yang
sangat penting bagi pengembangan wilayah dan pembangunan nasional secara
keseluruhan, bahkan sebagai aspek penting dalam kerangka ketahanan nasional.
Pemecahan masalah transportasi tidaklah serumit kompleksitas, hal ini
seperti yang disampaikan oleh Wells (1975), karena menurutnya di dalam
pemecahan transportasi dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Membangun prasarana transportasi dengan dimensi yang lebih besar
sehingga kapasitasnya sesuai dengan atau melebihi kebutuhan;

Universitas Sumatera Utara

34

2. Mengurangi tuntutan akan pergerakan dengan mengurangi jumlah armada
yang menggunakan jalur transportasi;
3. Menggabungkan poin pertama dan kedua di atas, yaitu menggunakan
prasarana transportasi yang ada secara optimum, membangun prasarana
transportasi tambahan, dan sekaligus melakukan pengawasan dan
pengendalian sejauh mungkin atas meningkatnya kebutuhan akan
pergerakan.
Menurut Tamin (1997:5), prasarana transportasi mempunyai dua peran
utama, yaitu: sebagai alat bantu untuk mengarahkan pembangunan di daerah
perkotaan; dan sebagai prasarana bagi pergerakan manusia atau barang yang
timbul akibat adanya kegiatan di daerah perkotaan tersebut.
Dengan melihat dua peran yang di sampaikan di atas, peran pertama
sering

digunakan

oleh

perencana

pengembang

wilayah

untuk

dapat

mengembangkan wilayahnya sesuai dengan rencana. Misalnya saja akan
dikembangkan suatu wilayah baru dimana pada wilayah tersebut tidak akan
pernah ada peminatnya bila wilayah tersebut tidak disediakan sistem prasarana
transportasi. Sehingga pada kondisi tersebut, prasarana transportasi akan menjadi
penting untuk aksesibilitas menuju wilayah tersebut dan akan berdampak pada
tingginya minat masyarakat untuk menjalankan kegiatan ekonomi. Hal ini
merupakan penjelasan peran prasarana transportasi yang kedua, yaitu untuk
mendukung pergerakan manusia dan barang.
Selain memahami peran dari transportasi di atas, aspek yang menjadi
penting dari sektor transportasi adalah aksesibilitas, karena perlunya transportasi
guna mendukung kedua peran yang disampaikan di atas sehingga akan

Universitas Sumatera Utara

35

memudahkan aksesibilitas orang dan barang. Dalam pendekatan transportasi,
menurut

Black

(1981)

aksesibiltas

merupakan

sebuah

konsep

yang

menggabungkan sistem pengaturan tata guna wilayah secara geografis dengan
sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya. Sehingga, aksesibilitas
merupakan suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara lokasi
berinteraksi satu sama lain dan “mudah” atau “susah”-nya lokasi tersebut dicapai
melalui sistem jaringan transportasi. Pernyataan “mudah” atau “susah” merupakan
pernyataan yang sifatnya sangat “subyektif” dan “kualitatif”, karena setiap orang
memiliki persepsi yang berbeda-beda tentang mudah dan susah terhadap
aksesibilitas yang mereka rasakan.
Tamin (1997:52) mengungkapkan bahwa aksesibilitas dapat pula
dinyatakan dengan jarak. Jika suatu tempat berdekatan dengan tempat lain, maka
dapat dikatakan memiliki aksesibilitas yang tinggi, demikian sebaliknya. Jadi
suatu wilayah yang berbeda pasti memiliki aksesibilitas yang berbeda, karena
aktivitas wilayah tersebut tersebar dalam sebuah ruang yang tidak merata. Akan
tetapi sebuah lahan yang diperuntukan untuk bandar udara memiliki lokasi yang
tidak sembarangan, sehingga lokasinya pun sangat jauh dari kota karena harus
memperhatikan

segi

keamanan,

pengembangan

wilayah,

dan

lainnya.

Aksesibilitas menuju bandara menjadi rendah karena lokasinya yang sangat jauh
dari pusat kota, namun dapat diatasi dengan menyediakan sistem jaringan
transportasi yang dapat dilalui dengan kecepatan tinggi. Artinya, saat ini ukuran
aksesibilitas yang diukur berdasarkan jarak sudah tidak lagi digunakan, namun
dapat diukur berdasarkan waktu tempuh.

Universitas Sumatera Utara

36

Menurut Soesilo (1997) transportasi memiliki manfaat yang sangat besar
dalam mengatasi permasalahan suatu kota atau daerah. Beberapa manfaat yang
dapat disampaikan adalah

:

1. Penghematan biaya operasi
Penghematan

ini

akan

sangat

dirasakan

bagi

perusahaan

yang

menggunakan alat pengangkutan, seperti bus dan truk. Penghematan timbul
karena bertambah baiknya keadaan sarana angkutan dan besarnya berbeda-beda
sesuai dengan jenis kendaraanya dan kondisi sarananya. Dalam hal angkutan jalan
raya, penghematan tersebut dihitung untuk tiap jenis kendaraan per km, maupun
untuk jenis jalan tertentu serta dengan tingkat kecepatan tertentu.
Biaya-biaya yang dapat diperhitungkan untuk operasi kendaraan adalah
sebagai berikut:
a. Penggunaan bahan bakar, yang dipengaruhi oleh jenis kendaraan,
kecepatan, naik-turunya jalan, tikungan dan jenis permukaan jalan.
b. Penggunaan pelumas;
c. Penggunaan ban;
d. Pemeliharaan suku cadang;
e. Penyusutan dan bunga;
f. Waktu supir dan waktu penumpang.
2. Penghematan waktu
Manfaat lainnya yang menjadi penting dengan adanya proyek transportasi
adalah penghematan waktu bagi penumpang dan barang. Bagi penumpang,
penghematan waktu dapat dikaitkan dengan banyaknya pekerjaan lain yang dapat
dilakukan oleh penumpang tersebut. Untuk menghitungnya dapat dihitung dengan

Universitas Sumatera Utara

37

jumlah penumpang yang berpergian. untuk satu usaha jasa saja; dan dapat pula
dihitung dengan tambahan waktu senggang atau produksi yang timbul apabila
semua penumpang dapat mencapai tempat tujuan dengan lebih cepat. Adapun
manfaat dari penghematan waktu tersebut dapat dihitung dengan mengalikan
perbedaan waktu tempuh dengan rata-rata pendapatan per jam dari jumlah pekerja
yang menggunakan fasilitas tersebut. Manfaat penghematan waktu untuk barang
terutama dilihat pada barang-barang yang cepat turun nilainya jika tidak segera
sampai di pasar, seperti sayur-sayuran, buah-buahan dan ikan. Manfaat lain akibat
adanya penghematan waktu tempuh adalah biaya modal (modal atas modal kerja)
sehubungan dengan pengadaan persediaan.
3. Pengurangan kecelakaan
Untuk proyek-proyek tertentu, pengurangan kecelakaan merupakan suatu
manfaat yang nyata dari keberadaan transportasi. Seperti perbaikan-perbaikan
sarana transportasi pelayaran, jalan kereta api dan sebagainya telah dapat
mengurangi kecelakaan. Namun di Indonesia, masalah ini masih banyak belum
mendapat perhatian, sehingga sulit memperkirakan besarnya manfaat karena
pengurangan biaya kecelakaan. Jika kecelakaan meningkat dengan adanya
peningkatan sarana dan prasarana transportasi, hal ini menjadi tambahan biaya
atau bernilai manfaat negatif.
4. Manfaat akibat perkembangan ekonomi
Pada umumnya kegiatan transportasi akan memberikan dampak terhadap
kegiatan ekonomi suatu daerah. Besarnya manfaat ini sangat bergantung pada
elastisitas produksi terhadap biaya angkutan. Tambahan output dari kegiatan

Universitas Sumatera Utara

38

produksi tersebut dengan adanya jalan dikurangi dengan nilai sarana produksi
merupakan benefit dari proyek tersebut.
5. Manfaat tidak langsung
Merupakan manfaat yang didapat karena terhubungnya suatu daerah
dengan daerah lain melalui jalur transportasi. Selain manfaat karena
terintegrasinya dua daerah tersebut, maka akan terjadi pemerataan pendapatan dan
prestise, sehingga manfaat ini sangat sulit untuk diperhitungkan secara kuantitatif.

2.6 Interaksi Tata Guna Lahan dengan Transportasi
Interaksi tata guna lahan dan transportasi merupakan intereaksi yang
sangat dinamis dan komplek. Interaksi ini melibatkan berbagai aspek kegiatan
serta berbagai kepentingan. Perubahan guna lahan akan selalu mempengaruhi
perkembangan transportasi dan sebaliknya. Di dalam kaitan ini, Black
menyatakan bahwa pola perubahan dan besaran pergerakan serta pemilihan moda
pergerakan merupakan fungsi dari adanya pola perubahan guna lahan di atasnya.
Sedangkan setiap perubahan guna lahan dipastikan akan membutuhkan
peningkatan yang diberikan oleh sistim transportasi dari kawasan yang
bersangkutan (Black, 1981:99).
Untuk menjelaskan bagaimana interaksi itu terjadi, Mejer menunjukan
kerangka sistim interaksi guna lahan dan transportasi. Perkembangan guna lahan
akan membangkitkan arus pergerakan, selain itu perubahan tersebut akan
mempengaruhi pula pola persebaran pola permintaan pergerakan. Sebagai
konsekwensi dari perubahan tersebut adalah adanya kebutuhan sistim jaringan
serta sarana transportasi.

Universitas Sumatera Utara

39

Sebaiknya konsekwensi dari adanya peningkatan penyediaan sistim
jaringan serta sarana transportasi akan membangkitkan arus pergerakan baru,
seperti terlihat pada Bagan Sistem Interaksi Guna Lahan Transportasi (Meyer dan
Meler, 1984:63) berikut:

Gambar 2.1 Sistem Interaksi Tata Guna Lahan dan Transportasi

Interaksi seperti dikemukakan tersebut menunjukan bahwa pekerjanya
sistim interaksi guna lahan dan transportasi sangat dinamis dan melibatkan unsurunsur lain sebagai pembentuk watak setiap komponen seperti pada komponen
guna lahan terliput adanya unsur kependudukan, sosial ekonomi, ekonomi
wilayah, harga lahan dan sebagainya. Selain itu komponen sistim transportasi
terliput adanya unsur kemajuan teknologi, keterbatasan sistem jaringan , sistem
operasi dan lain sebagainya. Implikasi dari perubahan atau perkembangan sistem
aktivitas adalah meningkatkan kebutuhan prasarana dan sarana dalam bentuk
pemenuhan kebutuhan aksesibilitas, peningkatan aksesibilitas ini selanjutnya akan

Universitas Sumatera Utara

40

memicu berbagai perubahan guna lahan. Proses perubahan yang saling
mempengaruhi ini akan berlangsung secara dinamis.
Apabila tata guna lahan saling berdekatan dan hubungan transportasi antar
tata guna lahan tersebut mempunyai kondisi baik, maka aksesibilitas tinggi,
sebaiknya, jika aktivitas tersebut saling terpisah jauh, dan hubungan transportasi
jelek, maka aksesibilitas rendah. Sedangkan

kombinasi antar keduanya

mempunyai aksesibilitas menengah.
Guna lahan dapat mengidentifikasi kegiatan perkotaan disetiap zona yang
bersangkutan . Setiap zona dapat dicirikan dengan tiga ukuran , yaitu jenis
kegiatan, intensitas penggunaan, dan aksesibilitas antar guna lahan (Warpani,
1990 :74-77). Secara terperinci, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Jenis kegiatan
Jenis kegiatan dapat ditelaah dari dua aspek, yaitu yang umum
menyangkut penggunaannya (komersial, permukiman) dan yang khusus sejumlah
ciri yang lebih spesifik (daya dukung lingkungan, luas, fungsi). Setiap jenis
kegiatan menuntut karateristik sistem transportasi tertentu, sesuai dengan
bangkitan yang ditimbulkan.
2. Intensitas tata guna lahan
Ukuran intensitas tata guna lahan dapat ditunjukkan oleh kepadatan
bangunan dan dinyatakan dengan nisbah luas lantai per unit luas tanah. Ukuran ini
secara khusus belum dapat mencerminkan intensitas pada kegiatan yang
bersangkutan . Data ini bersama-sama dengan jenis kegiatan menjelaskan tentang
besarnya perjalanan dari setiap zona.

Universitas Sumatera Utara

41

3. Hubungan antar guna lahan
Ukuran ini berkaitan dengan daya hubung antar zona yang terdiri dari jenis
kegiatan tertentu. Untuk mengukur tingkat aksesibilitas dapat dikaitkan antara
pola jaringan pengangkutan kota dengan potensi guna lahan yang bersangkutan.
Kebijakan mengenai tata ruang sangat erat kaitannya dengan kebijakan
transportasi ruang merupakan kegiatan yang ditempatkan atas lahan kota,
sedangkan

transportasi

merupakan

sistem

jaringan

yang

secara

fisik

menghubungkan satu ruang kegiatan dengan ruang kegiatan lainnya.
Bila akses transportasi ke suatu ruang kegiatan (persil lahan) diperbaiki,
ruang kegiatan tersebut akan menjadi lebih menarik, dan biasanya menjadi lebih
berkembang. Dengan berkembangnya ruang kegiatan tersebut, meningkat pula
kebutuhan akan transportasi. Peningkatan ini kemudian menyebabkan kelebihan
beban pada transportasi yang harus ditanggulangi, dan siklus akan terulang
kembali bila aksesibilitas diperbaiki.

2.7 Mobilitas
Mobilitas atau yang diwakili bangkitan dan pergerakan adalah tahapan
pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona
atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu tata guna lahan
atau zona . Pergerakan lalu-lintas merupakan fungsi tata guna lahan yang
menghasilkan pergerakan lalu-lintas. Bangkitan dan tarikan lalu-lintas tergantung
pada dua aspek tata guna lahan menurut (Tamin, 2000:41), yaitu :

Universitas Sumatera Utara

42

1. Jenis tata guna lahan
Bahwa jenis guna lahan yang berbeda seperti permukiman, perdagangan,
pendidikan mempunyai ciri bangkitan lalu lintas yang berbeda pada jumlah arus
lalu lintas, jenis lalu lintas, lalu lintas pada waktu yang berbeda.
2. Jumlah aktivitas dan intensitas pada tata guna lahan
Bahwa bangkitan pergerakan tidak hanya beragam disebabkan oleh jenis
tata guna lahan, tetapi juga oleh tingkat aktivitasnya. Semakin tinggi tingkat
penggunaan lahan, semakin tinggi pergerakan arus lalu lintas yang dihasilkan.
Sementara itu Martin menyatakan bahwa bangkitan lalu lintas dipengaruhi oleh
beberapa faktor (Martin dalam Warpani, 1990:111) antara lain:
a. Maksud perjalanan, merupakan ciri khas sosial suatu perjalanan.
Misalnya ada yang bekerja, sekolah, dan sebagainya.
b. Penghasilan keluarga, penghasilan merupakan ciri khas lain yang
bersangkut paut dengan perjalanan seseorang. Perubahan ini kontinu
walaupun terdapat beberapa golongan penghasilan. Penghasilan keluarga
berkaitan erat dengan pemilikan kendaraan.
c. Pemilikan kendaraan, yang berkaitan dengan perjalanan perorangan (per
unit rumah) dalam pemilihan moda dan karakteristik penduduk.
d. Guna lahan di tempat asal, merupakan ciri khas fisik yang dapat diukur.
Mempelajari tata guna lahan adalah cara yang baik untuk mempelajari lalu
lintas sebagai adanya kegiatan selama ini tersebut terukur, konstan, dan
dapat diramalkan.
e. Jarak dari Pusat Kegiatan, yang berkaitan dengan kepadatan penduduk dan
pemilihan moda.

Universitas Sumatera Utara

43

f. Jauh perjalanan, adalah ciri khas alami yang dapat dijadikan parameter
dalam menentukan peruntukan lahan
g. Moda perjalanan, merupakan sisi lain dari maksud perjalanan yang dapat
digunakan untuk mengelompokan macam perjalanan. Setiap moda
mempunyai kekhususan dalam transportasi kota dan mempunyai beberapa
keuntungan disamping sejumlah kekurangan.
h. Penggunaan

kendaraan,

dapat

dinyatakan

dengan

jumlah

orang

perkendaraan.
i. Guna Lahan ditempat tujuan, pada hakekatnya tidak jauh berbeda dengan
guna lahan ditempat asal
j. Saat, terutama menentukan volume lalu lintas pada jam-jam tertentu
dengan kepadatan yang berbeda

2.8 Penelitian Sebelumnya
Beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan tingkat
aksesibilitas dan pengembangan wilayah

:

1. Nasution (2005) dalam tesisnya “Peran Angkutan Umum di Kota Pematang
Siantar

dan

Kaitannya

dengan

Pengembangan

Wilayah”,

dengan

menggunakan metode analisis regresi linier berganda, menyimpulkan bahwa
pengelolaan angkutan umum di Kota Pematang Siantar masih memiliki
peluang pengembangan mengingat jumlah penduduk dan luasan wilayah yang
relatif besar. Namun perlu diperhatikan tumpang tindih rute/trayek. Selain itu
peran angkutan umum dalam mendukung aktivitas sosial dan ekonomi
masyarakat di Kota Pematang adalah positif dan signifikan. Peran angkutan

Universitas Sumatera Utara

44

umum ini dilihat dari kenyamanan masyarakat dalam menggunakan angkutan
umum dan waktu tempuh yang cepat sampai ke tempat tujuan. Namun harus
diakui bahwa sering terjadi kemacetan lalu lintas di Kota Pematang Siantar
akibat bertambahnya jumlah kendaraan, sementara kuantitas jalan relatif tetap.
2. Dewi (2008) dalam tesisnya “Kontribusi Keberadaan Angkutan Umum
terhadap Pengembangan Wilayah di Kota Binjai”, dengan menggunakan
metode analisis linier berganda, menyimpulkan bahwa angkutan umum
berperan dalam pengembangan wilayah di Kota Binjai. Hal ini dilihat dari
jumlah wilayah kecamatan dan kelurahan di Kota Binjai dapat dijangkau oleh
angkutan umum, sehingga masyarakat yang tinggal di pinggiran kota semakin
mudah berhubungan dengan masyarakat di pusat kota. Selain itu terjadi
peningkatan pendapatan pengemudi dan keberadaan angkutan umum telah
menimbulkan tumbuhnya sektor informal di sekitar terminal angkutan umum
yang menyerap tenaga kerja.
3. Wahab, Abdul (2009) dalam thesisnya “Dampak Peningkatan Kualitas Jalan
Lingkar Barat Enrekang Terhadap Pengembangan Kawasan Pertanian.,
Sistem prasarana dan sarana transportasi sebagai infrastruktur dasar,
merupakan prasyarat bagi terjadinya pergerakan ekonomi wilayah, dimana
sebagai sistem pendukung dan pendorong prasarana transportasi sangat
berperan terhadap efisiensi dan efektifitas kegiatan ekonomi wilayah.
Produksi, distribusi pangan, industri, ekspor/perdagangan, parawisata,
agroindustri dan bisnis, akan memberikan dampak terhadap pertumbuhan
perekonomian suatu wilayah/kawasan perdesaan.

Universitas Sumatera Utara

45

Tujuan Penulisan ini adalah untuk mengidentifikasi seberapa besar dampak
peningkatan kualitas jalan lingkar terhadap pengembangan pertanian pada
Kawasan Barat Enrekang. Sasaran yang ingin dicapai adalah mengidentifikasi
tingkat

aksesibilitas,

pemanfaatan

lahan

pertanian

dan

nilai

lahan,

menganalisis tingkat produktivitas, kualitas, dan menganalisis tingkat
penghasilan penduduk di sekitar Kawasan Barat Enrekang.
Permasalahan dalam penulisan ini adalah belum teridentifikasinya konstribusi
peningkatan kualitas jalan lingkar terhadap pengembangan pertanian pada
kawasan barat Enrekang, dan sampai saat ini belum ada penelitian atau upayaupaya kajian yang menjelaskan tentang berapa besar dampak yang
ditimbulkan setelah jalan lingkar barat ditingkatkan kualitasnya.
Sudah banyak investasi fisik infrastruktur yang sudah terbangun oleh
Pemerintah Kabupaten Enrekang, tetapi tidak pernah ada upaya-upaya kajian
untuk mengidentifikasi sejauh mana dampak dan keberhasilannya terhadap
tujuan dan sasaran awal suatu program. Metode analisis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif
dengan memformulasikan data-data, dan menggunakan pendekatan survei,
baik instansional maupun lapangan. Pendekatan survei bertujuan untuk
membuktikan dan membenarkan hipotesis, menentukan kesamaan status
dengan membandingkannya standar yang sudah ditentukan, dan mengetahui
status gejalanya (Arikunto, 1998:91).
Temuan studi/kesimpulan dari beberapa upaya kajian analisis tentang
beberapa variabel yang dianggap berpengaruh dalam peningkatan kualitas

Universitas Sumatera Utara

46

jalan terhadap pengembangan kawasan pertanian, maka dapat disimpulkan
bahwa, tingkat aksesibilitas dan mobilitas penduduk meningkat dan sangat
berpengaruh setelah investasi infrastruktur jalan ditingkatkan kualitasnya.
Disamping meningkatnya akses yang lebih cepat untuk berinteraksi dengan
wilayah lainnya, maka tingkat pemanfaatan lahan dan nilai lahan dalam
kawasan jalan lingkar jadi meningkat, lahan yang tadinya kurang produktif
berubah menjadi lahan yang berpotensi untuk menghasilkan komoditi yang
lebih berkualitas.

2.9 Konsep Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian ini, konseptual kerangka pemikiran digambarkan sebagai
berikut :
Variabel X : Aksesibilitas
Total Lapangan Kerja
(X1)
Jarak
(X2)

Variabel Y : Pengembangan Wilayah
a. Prasarana Perdagangan
b. Prasarana Kesehatan
c. Prasarana Pendidikan
d. Prasarana Peribadatan
e. Jumlah Lembaga Keuangan

Indeks Aksesibilitas
(X3)

Gambar 2.2 Konseptual Kerangka Pemikiran

Universitas Sumatera Utara

47

2.10 Hipotesis
Dalam penelitian ini yang menjadi Hipotesis adalah :
1. Ada Pengaruh aksesibilitas aspek Total Lapangan Kerja Terhadap
Pengembangan wilayah dari aspek sarana Perdagangan, sarana Kesehatan,
sarana Pendidikan, sarana Peribadatan, dan Lembaga keuangan di kecamatan
di Kota Binjai.
2. Ada Pengaruh Pengaruh aksesibilitas aspek Jarak antara pusat kota dengan
Kecamatan Terhadap Pengembangan wilayah dari aspek sarana Perdagangan,
sarana

Kesehatan, sarana Pendidikan, sarana Peribadatan,

dan Lembaga

keuangan di kecamatan di Kota Binjai
3. Ada

Pengaruh

aksesibilitas

aspek

Indeks

Aksesibilitas

Terhadap

Pengembangan wilayah dari aspek sarana Perdagangan, sarana Kesehatan,
sarana Pendidikan, sarana Peribadatan, dan Lembaga keuangan di kecamatan
di Kota Binjai
4. Ada Pengaruh aksesibilitas aspek Total Lapangan Kerja, Jarak antara pusat
kota dengan Kecamatan dan Indeks Aksesibilitas Terhadap Pengembangan
wilayah dari aspek sarana Perdagangan, sarana Kesehatan, sarana Pendidikan,
sarana Peribadatan, dan Lembaga keuangan di kecamatan di Kota Binjai

Universitas Sumatera Utara