Respons Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung Varietas Nonhibrida dan Hibrida Terhadap Pemberian Bokashi dan Pupuk K

18

TINJAUAN PUSTAKA

Jagung
Kebutuhan jagung di Indonesia semakin meningkat sejalan dengan
pertumbuhan penduduk. Upaya peningkatan produksi jagung terus dilakukan
melalui usaha secara ekstensifikasi dan intensifikasi. Secara intensifikasi dengan
pembukaan dan perluasan lahan memerlukan biaya dan tenaga yang cukup besar,
sehingga dengan pengelolaan lahan yang telah ada secara intesif merupakan
pilihan kebanyakan petani. Menurut Hosen (2009), bahwa peningkatan produksi
melalui penambahan luas lahan tidak memungkinkan karena pemilikannya
terbatas dan peluang peningkatan produksi dapat dilakukan melalui perbaikan
penggunaan benih (varietas), pemupukan yang tepat dan penggunaan tenaga
kerja.
Di Indonesia, jagung dibudidayakan pada lingkungan yang beragam. Luas
areal panen jagung sekitar 3,3 juta ha/tahun, 80% di antaranya ditanami varietas
unggul yang terdiri atas 56% jagung bersari bebas (komposit) dan 24% hibrida,
sedang sisanya varietas lokal (Pingali, 2001). Data Nugraha, dkk. (2002),
menunjukkan, luas areal tanam jagung varietas unggul telah mencapai 75% (48%
bersari bebas, 27% hibrida). Dari data tersebut nampak bahwa sebagian petani

masih menggunakan benih jagung bersari bebas yang lebih murah daripada benih
jagung hibrida, atau karena benih hibrida sukar diperoleh, terutama di daerah
terpencil.
Varietas hibrida merupakan generasi pertama hasil persilangan antara
beberapa tetua berupa galur inbrida. Varietas hibrida dapat dibentuk pada
tanaman menyerbuk sendiri atau menyerbuk silang. Jagung merupakan tanaman

Universitas Sumatera Utara

19

pertama yang dibentuk menghasilkan varietas hibrida secara komersial, dan telah
berkembang di Amerika Serikat sejak 1930. Kini benih jagung hibrida telah
ditanam di sebagian besar areal jagung di dunia (Takdir, dkk, 2008).
Varietas jagung sintetik adalah jenis varietas bersari bebas atau komposit
yang dibentuk dari hasil silang dari sejumlah tetua galur (inbrida) murni. Galurgalur murni dihasilkan dari kegiatan silang sendiri (selfing) beberapa generasi
dari program perbaikan populasi atau program jagung hibrida. Kegiatan
pemuliaan untuk membentuk varietas sintetik terdiri dari atas beberapa tahap.
Setiap tahap melibatkan kegiatan evaluasi yang menghasilkan bahan terpilih
(Yasin dan Kasim, 2005).

Varietas hibrida dapat dibentuk dengan berbagai macam kombinasi
persilangan galur murni. Kombinasi tersebut adalah: Single Cross, Double Cross,
Three Way Cross, Top Cross, Modified Single Cross dan lain-lain. Single Cross
(SC) adalah hibrida yang berasal dari persilangan dua galur murni. Double Cross
(DC) adalah hibrida yang berasal dari persilangan antara dua Single Cross.
Sedangkan Three Way Cross adalah hibrida yang berasal dari persilangan antara
Single Cross dan suatu galur murni yang lain. Top Cross adalah hibrida yang
berasal dari persilangan antara galur murni dengan suatu varietas atau populasi.
Modified Single Cross adalah hibrida yang berasal dari persilangan antara Single
Cross (yang berasal dari 2 galur yang satu keturunan) dengan galur lain
(Mejaya, dkk, 2005).
Dalam pembentukan varietas bersari-bebas ada tiga fase untuk mencapai
tujuan seleksi, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Fase-fase tersebut
ialah pemilihan populasi dasar, prosedur, daur seleksi dan pemilihan galur atau

Universitas Sumatera Utara

20

famili untuk pembentukan varietas baru. Ketiga fase ini sama pentingnya.

Populasi dasar yang dapat digunakan untuk pembentukan varietas baru antara lain
varietas bersari bebas yang sudah ada, varietas sintetik, varietas komposit, F1 atau
generasi lanjut persilangan antara dua varietas, dan hibrida silang puncak (top
cross dan double topcross). Pembentukan varietas bersari-bebas dapat dilakukan
dengan seleksi masa, seleksi barisan satu tongkol (ear-to-row), seleksi saudarakandung (full-sib), seleksi S1 dan seleksi S2 (Mejaya, dkk, 2008).
Penanaman jagung varietas hibrida yang terbaik akan memberikan hasil
lebih tinggi dari pada jagung bersari bebas. Hasil rata-rata yang tinggi di beberapa
negara Eropa dan Amerika adalah karena digunakannya varietas hibrida. Namun
terdapat beberapa kelemahan dari penggunaan varietas jagung hibrida, karena
dasar berikut: Untuk mendapatkan hasil yang maksimum, varietas hibrida
memerlukan pemupukan yang tinggi dan lingkungan tumbuh yang lebih baik,
setiap musim pertanaman, petani harus membeli benih baru (F1) yang harganya
relatif mahal. produksi benihnya sukar dan mahal. Sedangkan keuntungan
pemakaian varietas bersari bebas adalah benihnya tidak mahal dan dapat
dipoduksi oleh petani, kendati hasil produksinya lebih rendah dibandingkan
varietas hibrida (Mejaya, dkk, 2005).
Pada umumnya varietas hibrida memberikan respon yang lebih terhadap
pemupukan bila dibandingkan dengan varietas bersari bebas. Tabri (2010)
mengatakan bahwa pemberian pupuk N, P, K memberikan hasil biji kering
tertinggi sebesar 8,43 ton/ha untuk hibrida Bisi-16 dan 7,86 ton/ha untuk

komposit lamuru

sedangkan

pertumbuhan varietas

hibrida

(Pioneer-12)

menghasilkan produksi yang kurang maksimal apabila dipupuk dengan setengah

Universitas Sumatera Utara

21

dosis anjuran. Lebih lanjut penelitian Permadi, dkk (2005) mengatakan
pemupukan pupuk NPK pada Pioner-12 mendapatkan hasil jagung pipil kering
lebih tinggi yaitu 7,69 ton/ha bila dibandingkan dengan Bisma yaitu sebesar 7.07
ton/ha. Pemberian pupuk kandang pada tanah Ultisol di Bumi Asih sampai

takaran 10 ton/ha dapat meningkatkan hasil jagung dari 0,76 ton menjadi 3,47 ton
pipilan kering/ha (Supriyono, dkk, 2006).
Bokashi
Bokashi adalah kompos yang dihasilkan dari proses fermentasi atau
peragian bahan organik dengan teknologi EM4 (Effective Microorganisms 4),
bokashi merupakan singkatan dari bahan organik kaya akan sumber hidup
(www.deptan.go.id, 2007).
Menurut Susanto (2006), pemberian pupuk organik, selain dapat
meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman, juga akan memperbaiki
drainase tanah. Meningkatnya kapasitas infiltrasi akan menyebabkan aliran
permukaan (run off) dan erosi menjadi berkurang.
Penggunaan pupuk organik dapat mengakibatkan peningkatan maupun
penurunan kadar bahan kering hijauan jagung manis yang disebabkan oleh
perbedaan penyediaan nitrogen dan kadar air hijauan jagung. Produktivitas
tanaman jagung yang diberi pupuk bokashi jauh lebih tinggi daripada tanaman
jagung yang tidak diberi pupuk bokashi (Susanto, 2006). Hal ini sesuai dengan
Nasaruddin (2006) yang menyatakan bahwa penggunaan bahan organik tanpa
diikuti pemberian pupuk anorganik tidak banyak pengaruhnya terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis juga dalam penilitian yang
dilakukan Arfani (2005) yang menemukan bahwa tanaman jagung manis yang


Universitas Sumatera Utara

22

dipupuk dengan bokashi sebanyak 7500 kg/ha memperlihatkan pertumbuhan
yang sangat baik, sehingga diperkirakan produksinya juga lebih besar. Siburian
(2006) juga mengatakan bahwa pemupukan dengan pupuk bokashi akan
memperbaiki pertumbuhan dan meningkatkan produktivitas tanaman jagung
karena

bokashi kaya

akan

bahan

organik

dan


mikroorganisme

yang

menguntungkan.
Menurut Armando (2009), bahan organik bokashi mengandung bakteri
fotosintesis dan bakteri pengikat nitrogen yaitu Azetobacter yang berasal dari
EM4 yang dapat meningkatkan kandungan nitrogen didalam tanah yang dapat
diserap oleh akar tanaman dan dapat meningkatkan kandungan nitrogen di dalam
tanaman
Dalam penelitian Sedjati (2006), dikemukakan bahwa pemberian bokashi
jerami padi dan pupuk P berpengaruh meningkatkan bobot polong kacang tanah
4,1 ton/ha yang ditunjukkan oleh kombinasi perlakuan bokashi 7,5 ton/ha dan
pupuk P 72 kg/ha.
Kalium
Kalium adalah unsur hara makro ketiga yang dibutuhkan tanaman dalam
jumlah yang banyak setelah nitrogen dan fosfor, bahkan kadang-kadang melebihi
jumlah nitrogen, seperti halnya kebutuhan kalium pada tanaman yang
menghasilkan umbi-umbian. Kadar kalium total di dalam tanah pada umumnya

cukup tinggi, dan diperkirakan mencapai 2,6% dari total berat tanah, tetapi
kalium yang tersedia didalam tanah cukup rendah. Pemupukan hara nitrogen dan
fosfor dalam jumlah besar turut memperbesar serapan kalium dari dalam tanah,

Universitas Sumatera Utara

23

ditambah lagi pencucian dan erosi menyebabkan kehilangan kalium semakin
besar (Damanik, dkk, 2010).
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pemupukan kalium memegang
peranan yang sangat penting dalam meningkatkan produksi tanaman baik di tanah
masam maupun alkalin. Penelitian yang dilaksanakan di tanah masam (kaolinitic
clay soil) menunjukkan bahwa pemupukan kalium dapat meningkatkan Kdd tanah
sehingga serapan K dan hasil tanaman jagung juga meningkat (Farina, dkk,
2005).
Secara umum dapat disimpulkan bahwa kalium memegang peranan
penting dalam proses fisiologis sebagai berikut: (1) metabolisme karbohidrat,
pembentukan, pemecahan, dan translokasi pati, (2) metabolisme protein dan
sintesis protein, (3) mengawasi dan mengatur aktivitas berbagai unsure mineral,

(4) mengaktifkan berbagai enzim, (5) mempercepat jaringan meristematik, (6)
netralisasi asam-asam organik bagi proses fisiologis, (7) mengatur membuka dan
menutup stomata dan hal-hal yang berkaitan dengan air. Gejala kahat kalium
dapat dilihat pada helaian daun, dimana tepi-tepi daun menjadi kering dan
bewarna

kuning

coklat,

sedang

permukaanya

mengalami

klorosi

(Damanik, dkk, 2010).
Dalam Zubachtirodin dan Subandi (2005), dikatakan bahwa hasil tertinggi

pada varietas lamuru dicapai dengan pemupukan 300 kg urea, 150 kg SP36, dan
100 kg KCl sebesar 4,24 ton/ha. Penambahan K pada perlakuan NP hanya dapat
meningkatkan hasil 0,86 ton/ha.
Pemberian dosis KCl hingga 200 kg/ha tidak memberikan hasil dalam
peningkatan produksi pada tanaman jagung muda. Namun ada kecenderungan

Universitas Sumatera Utara

24

peningkatan pada setiap penambahan KCl hingga 200 kg/ha. Dona (2008)
mengatakan diduga kalium membantu saat tanaman meproduksi biji. Hal tersebut
berhubungan dengan fungsi kalium seperti pengaktifan kerja enzim, membantu
fotosintesis tanaman dan translokasi gula.
Lafitte (2006) melaporkan bahwa untuk menghasilkan 4 ton/ha jagung
diperlukan 100 kg N, 18 kg P, dan 68 kg K. Namun kekurangan N pada tanaman
jagung merupakan faktor kedua yang dapat menyebabkan kegagalan hasil. Hal ini
disebabkan karena N diperlukan sebagai bahan penyusun enzim dan protein
dalam tanaman, sehingga kekurangan N akan dengan cepat menekan
perkembangan daun dan biji. Selain itu Witt, dkk (2006) mengatakan, bahwa

selain memperhitungkan kebutuhan tanaman dan tingkat kesuburan tanah,
pemberian pupuk juga harus mempertimbangkan target hasil yang ingin
dicapai,karena selisih antara target hasil dan hasil yang dicapai tanpa pemberian
pupuk itu menjelaskan kebutuhan riil tanaman jagung akan hara. Dengan
demikian efisiensi penggunaan pupuk dapat diketahui. Efisiensi penggunaan
pupuk adalah besarnya hasil setiap pipilan kering yang dicapai untuk satuan unit
pupuk yang diberikan.

Universitas Sumatera Utara