Analisis Nilai Sosial Ekonomi Konservasi Satwaliar pada Ruang Terbuka Hijau di Kota Medan

5

TINJAUAN PUSTAKA

Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka
(open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan
vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak
langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan,
kenyamanan, kesejahteraan,

dan

keindahan

wilayah

perkotaan

tersebut.


Berdasarkan bobot kealamiannya, bentuk RTH dapat diklasifikasi menjadi bentuk
RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung) dan bentuk RTH non alami atau
RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olah raga, dan
pemakaman (Rukhmana dkk, 2011).
Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau khususnya pada wilayah perkotaan
sangat penting mengingat besarnya manfaat yang diperoleh dari keberadaan RTH
tersebut. Kawasan Ruang Terbuka Hijau ini juga merupakan tempat interaksi
sosial bagi masyarakat yang dapat mengurangi tingkat stress akibat beban kerja
dan menjadi tempat rekreasi keluarga bagi masyarakat perkotaan (Arifin, 2013).
Ruang Terbuka Hijau, baik Ruang Terbuka Hijau Publik maupun Ruang
Terbuka Hijau Privat, memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan
fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi.
Dalam suatu wilayah perkotaan empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan
sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota. Ruang Terbuka
Hijau berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara
fisik, harus merupakan satu bentuk Ruang Terbuka Hijau

yang berlokasi,

berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota, seperti Ruang Terbuka


5

Universitas Sumatera Utara

6

Hijau untuk per-lindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk
membangun jejaring habitat kehidupan liar. Ruang Terbuka Hijau untuk fungsifungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan Ruang Terbuka Hijau
pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut,
sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota
(Rukhmana dkk, 2011).
Konservasi Satwa Liar
Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan
mengusahakan terwujudnya kelestarian sumberdaya hayati serta keseimbangan
ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan mutu kehidupan manusia (Purwantara, 2002). Satwa liar
merupakan bagian sumberdaya alam yang tidak ternilai harganya, sehingga
kelestariannya perlu dijaga agar tidak punah karena kegiatan peburuan dan

eksploitasi hutan yang berlebihan terutama memperniagakan terhadap satwaliar
yang jumlah populasinya dalam tingkat kelangkaan. Pengelolaan secara baik
dalam arti dibudidayakan sudah saatnya dilakukan, hal ini dimaksudkan untuk
melestarikan populasi satwa yang ada dan sekaligus untuk menjaga keseimbangan
ekologinya. Salah satu alternatif terbaik yang perlu dikembangkan untuk menjaga
kelestarianya adalah melalui kegiatan penangkaran (Nurrahmandani, 2013).
Metode konservasi sumberdaya genetik terdiri atas konservasi in situ
dan konservasi ex situ (in vivo dan in vitro). Konservasi in situ dilakukan pada
lingkungan asal atau asli mahluk hidup. Konservasi ini biasanya dilakukan dalam
bentuk taman nasional atau wilayah yang dilindungi misalnya kawasan konservasi

Universitas Sumatera Utara

7

laut atau kawasan konservasi laut daerah. Pada metode konservasi in situ spesies
target dijaga di dalam ekosistem di mana spesies berada secara alami; tataguna
lahan terbatas pada kegiatan yang tidak memberikan dampak merugikan pada
tujuan konservasi habitat; dan regenerasi spesies target tanpa manipulasi manusia.
Sedangkan, konservasi ex situ merupakan metode konservasi yang mengonservasi

spesies di luar habitat atau sebaran alami populasi tetuanya. Jenis metode ini
merupakan

proses

melindungi

spesies

mahluk

hidup

(langka)

dengan

mengambilnya dari habitat yang tidak aman atau terancam dan menempatkannya
di bawah perlindungan manusia. Contoh konservasi ex-situ adalah kebun raya,
kebun binatang dan aquarium. Fasilitas ini menyediakan bukan hanya tempat

terlindung dari spesimen spesies langka tetapi juga memiliki nilai pendidikan
(Barber, 2013).
Manfaat Satwa Liar Sebagai Objek Wisata
Sumberdaya alam yang sangat menarik untuk dijadikan sebagai objek
ekowisata, salah satunya adalah satwaliar karena mempunyai peranan yang unik
dalam ekosistem (Yoeti 2000, Fandeli 2010, dan Lukman 2004).

Ramdhani

(2008) mengatakan bahwa, selain memiliki nilai penting di dalam ekosistem,
satwa liar pun bermanfaat bagi manusia, antara lain (1) sebagai bahan penelitian,
pendidikan lingkungan, dan objek wisata (ekoturism), (2) sebagai sumber protein
yang berasal dari daging dan telurnya (3) memiliki nilai estetika, diantaranya
warna bulunya yang indah, suaranya yang merdu, tingkahnya yang atraktif
sehingga banyak dijadikan objek dalam lukisan, atau sebagai inspirasi dalam
pembuatan lagu maupun puisi, (4) memiliki nilai ekonomi.

Universitas Sumatera Utara

8


Pemanfaatan sumber daya alam dapat dilakukan untuk meningkatkan
permintaan pariwisata di suatu obyek wisata. Namun tidak serta merta
pemanfaatan sumber daya alam yang bertujuan untuk pembangunan di kawasan
obyek wisata dilakukan tanpa mengindahkan kelestarian sumber daya alam di
suatu obyek wisata tertentu (Sari, 2011). Wisata adalah kegiatan perjalanan yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat
tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan
daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Daya Tarik
Wisata merupakan segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai
yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia
yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan (UU No. 10 Tahun 2009).
Rekreasi merupakan kegiatan (bahkan kegiatan itu direncanakan) dan
dilaksanakan karena seseorang ingin melaksanakan. Jadi dapat diartikan usaha
atau kegiatan yang dilaksanakan pada waktu senggang untuk mengembalikan
kesegaran fisik. Kegiatan rekreasi dapat dibedakan menurut sifatnya yaitu rekreasi
aktif dan rekreasi pasif. Rekreasi aktif adalah rekreasi yang lebih berorientasi
pada manfaat fisik dari pada mental, sedang rekreasi pasif adalah rekreasi yang
berorientasi pada manfaat mental dari pada fisik (Soemarno, dkk. 2010).
Salah satu prinsip pengembangan ekowisata adalah memenuhi aspek

pendidikan, yakni kegiatan pariwisata yang dilakukan sebaiknya memberikan
unsur pendidikan. Ini bisa dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan
memberikan informasi menarik seperti nama dan manfaat satwa yang ada di
sekitar daerah wisata, yakni manfaat ekologi, ekonomi dan sosial budaya.
Kegiatan

pendidikan

bagi

wisatawan

ini

akan

mendorong

upaya


Universitas Sumatera Utara

9

pelestarian alam dan budaya, dimana kegiatan ini dapat didukung oleh
alat

bantu

seperti

brosur,

leaflet,

buklet

atau

papan


informasi

(Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2002).
Penilaian Sumber Daya Lingkungan
Menurut Fauzi (2006) bahwa sumber daya didefinisikan sebagai sesuatu
yang dipandang memiliki nilai ekonomi atau dapat juga dikatakan bahwa sumber
daya adalah komponen dari ekosistem yang menyediakan barang dan jasa yang
bermanfaat bagi kebutuhan manusia. Ilmu ekonomi lingkungan menerangkan,
bahwa kerusakan lingkungan merupakan masalah eksternalitas yang akan
mengarah pada kegagalan pasar, karena tidak mungkin untuk membeli dan
menjual aset lingkungan dalam pasar karena tidak adanya harga

pasar,

sehingga barang dan jasa lingkungan tidak diperdagangkan dalam pasar.
Dengan

demikian


produsen dan

konsumen mengesampingkan masalah

lingkungan dalam membua keputusannya.
Pengenyampingan

aset

lingkungan

ini

dalam

keputusan

mereka

menyebabkan terjadinya penggunaan sumberdaya lingkungan yang tidak efisien,

sehingga menimbulkan kerusakan. Kegagalan pasar menjelaskan bahwa
kebanyakan barang-barang lingkungan tidak ada harganya atau harganya dinilai
secara tidak wajar (Sutrisno dkk, 2010).
Konsep Nilai Ekonomi
Secara tradisional nilai terjadi didasarkan pada interaksi antara manusia
sebagai subjek (penilai) dan obyek (sesuatu yang dinilai) (Pearce dan Moran,
1994; Turner, Pearce dan Bateman, 1994). Lebih lanjut dijelaskan oleh Hendrasati

Universitas Sumatera Utara

10

(2009), bahwa nilai merupakan makna tentang suatu objek bagi seseorang pada
tempat dan waktu tertentu yang kegunaan, manfaat, kepuaasan, dan rasa senang
merupakan ungkapan makna dan nilai sumberdaya alam yang diperoleh.
Sedangkan ekspresi nilai tersebut menurut Purwantara dkk (2002) diekspresikan
dalam bentuk ukuran harga yang ditentukan oleh waktu, barang, atau uang yang
akan dikorbankan seseorang untuk memiliki atau menggunakan barang atau jasa
yang diinginkannya.
Bermacam-macan

teknik

penilaian

dapat

digunakan

untuk

mengkuantifikasikan konsep dari nilai. Konsep dasar dalam penilaian ekonomi
yang mendasari semua teknik adalah kesediaan membayar dari individu untuk
jasa-jasa lingkungan atau sumberdaya (Munasinghe, 1993).
Pendekatan Valuasi Suberdaya Alam dan Lingkungan
Valuasi dapat didefinisikan sebagai usaha untuk menyatakan nilai moneter
dalam perangkat dan pelayanan lingkungan

dari sumber daya alam

(Mburu, 2007). Tujuan dari valuasi adalah menentukan pertimbangan manusia
menentukan Willing To Pay (WTP). Valuasi merupakan aturan penting dalam
pengembangan lingkungan dan manajemen kegiatan (Razif dan Achmad, 2013).
Secara umum teknik atau metode valuasi ekonomi sumber daya alam yang
tidak dapat dipasarkan (non-market valuation) dapat digolongkan ke dalam dua
kelompok. Pertama adalah metode valuasi yang menggunakan harga secara
implisit dimana WTP (willingness to pay) terungkap melalui model yang
dikembangkan. Teknik ini sering disebut revealed WTP (keinginan membayar
yang terungkap). Salah satu metode yang termasuk kelompok pertama adalah
travel cost method atau metode biaya perjalanan. Kedua adalah metode valuasi

Universitas Sumatera Utara

11

yang didasarkan pada survei dimana keinginan membayar atau WTP diperoleh
secara langsung dari responden baik itu secara lisan atau tertulis. Salah satu
metode yang cukup populer pada kelompok kedua adalah metode kontingensi dan
metode discrete choise (Hendrasati,2009). Berikut skema teknik valuasi
non market tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

Valuasi Non
Market

Tidak Langsung
(Revealed WTP)

Langsung
(Expressed WTP)

1. Hedonic Pricing
2. Travel Cost
3. Random Utility Model

1. Contingent Valuation
2. Discrete Choise

Gambar 1.Skema Teknik Valuasi Non Market

Pendekatan Biaya Perjalanan (Travel Cost Method)
Anggapan bahwa tempat wisata yang tidak memiliki tarif masuk atau
biaya pemanfaatan, maka para pengguna datang dari berbagai daerah untuk
menghabiskan waktu di tempat tersebut. Ketika tidak ada tarif masuk, permintaan
akan barang tersebut tidak terbatas karena ada biaya ke dan di tempat wisata
tersebut, pada

saat inilah

pendekatan biaya

perjalanan mulai

dipakai

(Nugroho,2010).
Metode biaya perjalanan dapat diterapkan untuk menyusun kurva
permintaan masyarakat terhadap rekreasi untuk suatu produk/ jasa SDA dan
lingkungan. Metode biaya perjalanan (Travel Cost Method) mengestimasi kurva
permintaan barang-barang rekreasi di luar rumah. Asumsi yang digunakan adalah
semakin jauh tempat tinggal seseorang yang datang memanfaatkan fasilitas

Universitas Sumatera Utara

12

rekreasi akan semakin menurun permintaan terhadap produk rekreasi tersebut
karena biaya perjalanan yang mahal (Akliyah dan Hilwati, 2014).
Setiap metode valuasi memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Hendrasati (2009) menjelaskan bahwa metode yang mewakili reveled WTP atau
pengukuran nilai ekonomis secara terungkap yaitu metode biaya perjalanan atau
travel cost method, menggunakan proxy dari biaya dan waktu perjalanan yang
dikeluarkan oleh pengunjung dalam mengunjungi suatu tempat wisata. Metode
biaya perjalanan biasanya digunakan untuk menghitung nilai guna (used value)
dari suatu ekosistem.
Model biaya perjalanan didasari dengan asumsi bahwa orang lain akan
melakukan perjalanan berulang-ulang ke tempat tersebut sampai pada titik dimana
nilai marginal dari perjalanan terakhir bernilai sama dengan jumlah uang dan
waktu yang dikeluarkan untuk mencapai lokasi tersebut dan untuk mengestimasi
besarnya nilai manfaat dari upaya perubahan kualitas lingkungan dari tempat
rekreasi yang dikunjungi (Merryna, 2009). Lebih lanjut, Merryna (2009)
menjelaskan bahwa adapun kelebihan dari metode TCM adalah 1) Hasil
perhitungan manfaat berdasarkan tingkah laku pasar yang diteliti, 2) Metode ini
dapat mengestimasi besarnya surplus konsumen. Sedangkan kelemahan dari
metode TCM adalah 1) Biaya perjalanan yang dipakai harus valid sedangkan
dalam kenyataannya susah untuk mengestimasi dengan tepat, 2) Opportunity cost
harus dimasukkan dalam perhitungan, 3) Teori ekonomi gagal untuk menjelaskan
hubungan jumlah kunjungan dengan biaya perjalanan. Metode ini hanya
berdasarkan pada ketegasan (fitting) garis regresi pada satu set data yang
dikumpulkan karena dibatasi pada nilai yang memanfaatkan lokasi tersebut,

Universitas Sumatera Utara

13

sehingga jika pelestarian lingkungan pada lokasi tersebut penting bagi non
pengguna, maka manfaat yang diestimasi jauh lebih kecil dari yang sebenarnya.
Pendekatan Contingensi Valuation
Metode CVM merupakan metode valuasi yang menentukan preferensi
konsumen terhadap pemanfaatan SDA dan lingkungan dengan mengemukakan
kesanggupan untuk membayar (WTP atau willingnes to pay) yang dinyatakan
dalam nilai uang (Akliyah dan Hilwati, 2014). Lebih lanjut, Razif dan Achmad
(2013) menjelaskan bahwa pendekatan ini dapat dilakukan dengan survei terhadap
sejumlah responden tertentu. Dalam survei, pertanyaan diolah menjadi
variabel-variabel pasar, yaitu WTP mereka yang dinyatakan dalam bentuk nilai
uang dan juga berapa kompensasi yang mewakili manfaat apabila SDA dan jasa
lingkungan tersebut hilang manfaatnya.
Metode CVM ini secara teknis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
teknis eksperimental melalui simulasi dan teknik survei. Metode CVM pada
dasarnya bertujuan untuk mengetahui keinginan membayar dari masyarakat
terhadap perbaikan lingkungan dan keinginan menerima kompensasi dari
kerusakan lingkungan (Fauzi, 2006).
Konsep Nilai Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan masyarakat, antara lain sandang, pangan, perumahan, pendidikan,
kesehatan, dan lain-lain yang memiliki hubungan dengan penghasilan. Lebih
lanjut menurut Melly G. Tan bahwa untuk melihat kedudukan sosial ekonomi
dapat diketahui dari pekerjaan, penghasilan, dan pendidikan (Sinaga, 2013).

Universitas Sumatera Utara

14

Nilai sosial adalah sebuah konsep abstrak dalam diri manusia pada sebuah
masyarakat mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk,
indah atau tidak indah, dan benar atau salah. Menurut Horton dan Hunt (1987)
dalam Idianto (2004) bahwa nilai pada hakikatnya mengarahkan perilaku dan
pertimbangan seseorang, tetapi tidak menghakimi apakah sebuah perilaku tertentu
salah atau benar. Sedangkan ciri-ciri nilai sosial yaitu tercipta dari proses interaksi
antar manusia, bukan perilaku yang dibawa sejak lahir, ditransformasikan melalui
proses belajar, berupa ukuran atau peraturan sosial yang turut memenuhi
kebutuhan sosial, berbeda-beda pada tiap kelompok manusia, masing-masing nilai
mempunyai efek yang berbeda-beda bagi tindakan manusia, dapat mempengaruhi
kepribadian individu sebagai anggota masyarakat dan merupakan konstruksi
masyarakat sebagai hasil interaksi antarwarga masyarakat.
Pendidikan formal adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang
ditempuh oleh seseorang dan diselesaikan di bangku sekolah. Pendidikan formal
akan mempengaruhi cara berfikir yang diterapkan. Dengan cara berfikir yang baik
maka akan memudahkan menerima hal-hal baru yang bisa membangun pola hidup
untuk membantu meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Sedangkan Pendapatan
merupakan gambaran umum mengenai keadaan perekonomian suatu rumah
tangga (Sholikhotun, 2010). Lebih lanjut Nugroho (2010) menyatakan bahwa
Pendapatan individu merupakan pendekatan upah/gaji yang diterima tiap bulan,
untuk pelajar dan mahasiswa pendapatan sendiri merupakan uang saku perbulan,
dan untuk ibu rumah tangga pendapatan merupakan total pengeluaran konsumsi
tiap bulan.

Universitas Sumatera Utara

15

Kaitan sosial ekonomi terhadap kegiatan wisata adalaha semakin jauh
jarak tempat tinggal maka kesempatan berkunjung akan semakin berkurang.
Sedangkan semakin tinggi usia pengunjung maka partisipasi untuk melakukan
kunjungan wisata juga akan berkurang (Nugroho, 2010).
Konsep Persamaan Regresi
Regresi digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh variabel bebas
terhadap variabel tergantung dan memprediksi variabel tergantung dengan
menggunakan variabel bebas. angka yang baik untuk dijadikan prediktor variabel
tergantung (dependent variable), angka standard error of estimate harus lebih
kecil dari angka standard deviasi (Sarwono, 2009).
Gambaran Lokasi Penelitian
Analisis nilai sosial ekonomi konservasi satwa liar pada ruang terbuka
hijau di kota medan melalui pengamatan dan pengambilan data di lapangan pada
lokasi konservasi satwa liar yang berbeda berdasarkan tipe lahan yaitu lahan basah
di Konservasi satwa liar pada komplek perumahan Cemara Asri Medan, dan lahan
kering pada konservasi Ex-situ Rusa di Universitas Sumatera Utara (USU) Medan
adalah sebagai berikut.
Konservasi Satwa Liar di Kompleks Perumahan Cemara Asri Medan
Kompleks Perumahan Cemara Asri Medan terletak di

jalan Cemara

Boulevard nomor 8, kecamatan Medan Barat, Medan. Keistimewaan kompleks ini
adalah dalam desain tata ruangnya terdapat area yang disediakan sebagai habitat
satwa.
Kompleks perumahan cemara asri dibangun pada tahun 2001 oleh H. Anif.
Di dalam kompleks perumahan ini terdapat rawa seluas 5 ha. Rawa tersebut pada

Universitas Sumatera Utara

16

awal perencanaan pembangunan akan dijadikan danau buatan sebagai daya tarik
lokasi. Namun tidak disangka banyak satwa burung yang berdatangan
ke

rawa

tersebut.

Satwa

tersebut

diantaranya

adalah

kowak

malam

(Nycticorax nycticorax), belibis batu (Dendrocygna javanica), kuntul kecil
(Egretta garzetta), kuntul kerbau (Bulbucus ibis), cangak abu (Ardea cinerea),
dan cangak merah (A. purpurea). Hal ini dikarenakan bahwa pada ekosistem
rawa atau danau terdapat penyusun ekosistem yang memiliki fungsi sebagai
tempat hidup komponen biotik dan abiotik serta komponen rantai makanan. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Soemarwoto (1983) bahwa ekosistem danau dilihat
dari susunan dan fungsinya, tersusun atas tiga komponen yaitu komponen Bahan
hidup (biotik) yang terdiri atas tumbuhan, hewan (termasuk manusia), dan
mikroorganisme, komponen bahan tak hidup (abiotik) seperti komponen fisik dan
kimia yang terdiri dari tanah, air,udara, sinar matahari dan Komponen rantai
makanan yaitu terdiri dari produsen, konsumen dalam berbagai tingkatan dan
pengurai. Dengan demikian pihak pengelola, membiarkan rawa ini untuk
dijadikan habitat alami bagi satwa burung.
Selain itu, mengingat bahwa rawa yang dijadikan habitat liar alami untuk
satwa burung merupakan bagian tindakan konservasi, juga dapat dijadikan sebagai
daya tarik lokasi untuk mendapatkan kesenangan dan mendatangkan investasi
maka pengelola kompleks perumahan cemara asri melakukan penggalian terhadap
rawa tersebut dan dijadikan sebagai tempat memelihara beberapa jenis ikan yaitu
ikan mas, ikan lele, ikan nila, ikan gurami, ikan bawal, dan ikan gabus.
Investasi yang dikeluarkan oleh pihak pengelola untuk menjaga ekosistem
rawa agar tetap menjadi habitat liar bagi satwa sehingga tumbuh dan berkembang

Universitas Sumatera Utara

17

adalah dengan melakukan pemeliharaan kawasan dan satwa. Pemeliharaan
kawasan yaitu dengan menjaga kebersihan rawa dengan memasang beberapa
patok larangan dan pagar yang terbuat dari kawat dan batu pada pinggiran rawa.
Sedangkan

investasi

yang

dikeluarkan

oleh

pihak

pengelola

terhadap

pemeliharaan satwa adalah untuk pakan satwa yaitu sebesar Rp 5.000.000 per
bulan. Dengan demikian, investasi yang dikeluarkan oleh pihak pengelola untuk
menjadikan area konservasi bagi satwa liar di dalam kompleks perumahan cemara
asri adalah berupa lahan seluas 5 ha, perbaikan berupa pendalaman rawa,
pemasangan pembatas, dan pembuatan kandang serta pemeliharaan satwa berupa
pemberian pakan. Dengan begitu total biaya yang dikeluarkan oleh pihak
pengelola untuk membangun area konservasi satwa liar di kompleks perumahan
cemara asri Medan adalah biaya pengadaan dan biaya pemeliharaan. Biaya
pengadaan adalah biaya yang dikeluarkan oleh pihak pengelola untuk mengadaan
atau menyediakan manfaat konservasi bagi satwa liar yaitu dengan memberikan
habitat liar alami bagi satwa untuk tumbuh dan berkembang. Biaya tersebut
adalah sebesar Rp 165.000.000,- dengan rincian investasi yaitu untuk
memperdalam kolam dengan melakukan penggalian terhadap kolam, memasang
pembatas pada pinggiran kolam, dan membuat kandang untuk satwa seperti ular
dan burung merpati.
Pemberiaan ruang bagi satwa liar oleh pihak pengelola agar satwa dapat
hidup dan berkembang di tengah maraknya kegiatan pengrusakan habitat satwa
akibat pembangunan dan perubahan fungsi kawasan, merupakan salah satu
tindakan yang mengandung nilai konservasi yaitu bertujuan mengusahakan
terwujudnya kelestarian sumberdaya hayati serta keseimbangan ekosistemnya.

Universitas Sumatera Utara

18

selain itu, Nilai-nilai yang terdapat pada usaha konservasi ini adalah adanya nilai
sosial yang tercermin pada kesediaan pihak pengelola mengajak masyarakat kota
untuk peduli lingkungan terutama satwa liar dengan memberikan akses gratis
untuk menikmati pemandangan satwa di alam liar. dengan demikian, dapat
menumbuhkan rasa kesadaran peduli terhadap lingkungan khususnya kehidupan
satwa liar di alam.
Konservasi Ex-Situ Rusa di Universitas Sumatera Utara
Konservasi

ex-situ

rusa

yang

dikelola

oleh

lembaga

Universitas Sumatera Utara terletak di jalan Dr. Mansyur, Kecamatan Medan
Selayang. Pada mulanya, penangkaran rusa tersebut hanya bersifat pemeliharaan
pribadi saja yaitu dengan membiarkan rusa untuk hidup di habitat alam yang
tersedia di halaman kampus USU. Selama proses pemeliharaan, rusa tersebut
dapat tumbuh dan berkembangbiak dengan baik pada habitat yang tersedia di
kampus USU.
Selain itu, para pemerhati satwa seperti Yayasan Rahmadsyah yang
tertarik dengan habitat satwa di penangkaran USU telah menghibahkan beberapa
satwa untuk diujicobakan dan dikembangkan

dengan mengelolanya secara

konservasi. Dengan demikian, tujuan dari penangkaran tersebut beralih dari
pemeliharaan saja menjadi fungsi konservasi bagi satwa.
Area konservasi ex-situ rusa ini dibangun kembali sejak tahun 2012-2014
melalui Program Rencana Kerja Rektor yaitu Program USU Asri. Berdasarkan
program tersebut, area konservasi ex-situ rusa diperbaiki dengan membuat desain
habitat yang cocok untuk rusa yaitu kandang rusa dibuat pada lahan rerumputan
serta membuat ruang-ruang yang dibutuhkan rusa untuk hidup dan berkembang

Universitas Sumatera Utara

19

seperti rawa kecil dan rumah-rumahan yang terbuat dari kayu. Hal tersebut
dilakukan karena berdasarkan karakteristik rusa, kebiasaan satwa tersebut adalah
berendam di rawa berlumpur dan menyembunyikan anak yang baru dilahirkan
dibalik-balik kayu.
Area konservasi ex-situ rusa di USU tidak hanya memiliki fungsi
konservasi saja. Fungsi lainnya yang terdapat di area konservasi ini adalah fungsi
ekologis, fungsi estetika, dan fungsi edukasi. Fungsi ekologis dan fungsi estetika
pada area ini selain pada keunikan satwanya, terdapat juga pada taman yang
dibangun di sekitar area penangkaran dengan desain taman yang terdiri dari jenis
tanaman berkayu mengelilingi penangkaran dan beberapa joglo, serta air pancur di
tengah area. Menurut Defriza (2015), penanggung jawab dalam proses perencaan
Program Kerja Rektor pada Program USU Asri dibawah pengawasan Rektor,
bahwa USU membutuhkan ruang publik yang dapat digunakan oleh para
mahasiswa USU khususnya untuk beraktivitas di ruang terbuka seperti ruang
terbuka hijau yang berada di halaman kampus, sehingga pembaharuan area
konservasi ex-situ rusa di USU dibuat dengan konsep ruang terbuka asri yang
memiiki fungsi ruang terbuka hijau yaitu ruang terbuka yang bermanfaat bagi
individu atau kelompok untuk melakukan aktifitasnya dan sebagai wadah untuk
makhluk lainnya seperti satwa dan tumbuhan untuk hidup dan berkembang secara
alami.
Keistimewaan area ini adalah Keunikan satwa dan lokasi konservasi
ex-situ rusa di USU dengan berbagai fungsinya yaitu fungsi konservasi, fungsi
edukasi, fungsi ekologis, dan fungsi estetika, sehingga memiliki daya tarik untuk
dikunjungi. Berdasarkan pengamatan pendahuluan terhadap aktivitas masyarakat

Universitas Sumatera Utara

20

yang berkunjung ke area ini, aktifitas yang dilakukan adalah seperti bersantai dan
belajar, mengamati dan memberi makan satwa, serta memotret atau pengambilan
gambar pemandangan di area konservasi. Dengan demikian, kawasan ini dapat
juga berfungsi sebagai objek wisata mengacu pada definisi wisata berdasarkan
Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 2009

bahwa wisata adalah

kegiatan

perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan
mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau
mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu
sementara.
Jenis satwa yang terdapat di konservasi ex-situ rusa di USU adalah rusa
sambar

(Cervus unicolor), rusa totol Rusa totol (Axis axis), dan rusa afrika

(Taurotragus sryx). Jumlah satwa yang terdapat di penangkaran yang dikelola
USU saat ini adalah 16 ekor Rusa sambar (Cervus unicolor), 9 ekor Rusa totol
(Axis axis), dan 2 ekor rusa afrika (Taurotragus sryx). Selain itu, terdapat satwa
lainnya seperti 1 ekor kijang, 1 ekor burung merak serta itik.
Biaya yang dikeluarkan oleh pihak pengelola untuk menjaga kelestarian
kawasan konservasi rusa ini adalah biaya pemeliharaan taman dan pemeliharaan
satwa berupa pemberian pakan. Biaya pemeliharaan rusa yaitu meliputi biaya
pemberian pakan rusa sebesar Rp 4.000.000,- per bulan. Sedangkan biaya
investasi awal yang dikeluarkan oleh pihak pengelola untuk membangun area
konservasi di lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara adalah sebesar
Rp 250.000.000,- dengan rincian investasi adalah untuk perbaikan kadang,
pembuatan dan perbaikan taman di sekitar area konservasi rusa, dan

upah

pekerja serta rumah-rumahan atau gubuk untuk rusa.

Universitas Sumatera Utara