Analisis Persepsi Masyarakat Tentang Baitul Maal Wat Tamwil di Kota Medan

(1)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian Persepsi

Menurut kamus Bahasa Indonesia (2001), persepsi adalah tanggapan, penerimaan langsung dari suatu serapan, atau merupakan proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Persepsi merupakan hal yang mempengaruhi sikap, dan sikap akan menentukan perilaku. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa persepsi akan mempengaruhi perilaku seseorang atau perilaku merupakan cermin persepsi yang dimilikinya.

Feming dan Levie dalam Mahmudah (2006) menyatakan bahwa persepsi adalah suatu proses yang bersifat kompleks yang menyebabkan orang menerima atau meringkas informasi yang diperoleh dari lingkungannya. Persepsi bersifat:

1. Relatif, tidak absolut, tergantung pada pengalaman sebelumnya.

2. Selektif, tergantung pada pengalaman, minat, kebutuhan, dan kemampuan untuk mengadakan persepsi, dan

3. Teratur, sesuatu yang tidak teratur akan sukar untuk dipersepsikan

Persepsi didefinisikan sebagai tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau merupakan proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Menurut Gibson et al. Dalam Mahmudah (2006), persepsi merupakan proses mental dan kognitif yang memungkinkan individu Menafsirkan dan memahami informasi tentang lingkungan, baik untuk penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman.


(2)

Menurut Pearson dalam Sutyastuti (2003), perbedaan persepsi disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:

1. Faktor fisiologis yang mencakup gender, panca indera dan lain sebagainya.

2. Pengalaman dan peranan, yaitu apa yang dialami pada masa lalu dan peranan individu yang diajak diskusi.

3. Budaya yang merupakan sistem kepercayaan, nilai, kebiasaan, dan perilaku yang digunakan dalam masyarakat tertentu.

4. Perasaan dan keadaan misalnya sugesti tertentu dalam suatu hal.

2.1.1 Jenis-jenis Persepsi

Proses pemahaman terhadap rangsang atau stimulus yang diperoleh oleh indera menyebabkan persepsi terbagi menjadi beberapa jenis.

1. Persepsi Visual

Persepsi visual didapatkan dari penglihatan. Penglihatan adalah kemampuan untuk mengenali cahaya dan menafsirkannya, salah satu dari indra. Alat tubuh yang digunakan untuk melihat adalah mata. Banyak binatang yang indra penglihatannya tidak terlalu tajam dan menggunakan indra lain untuk mengenali lingkungannya, misalnya pendengaran untuk kelelawar. Manusia yang daya penglihatannya menurun dapat menggunakan alat bantu atau menjalani operasi lasik untuk memperbaiki


(3)

Persepsi ini adalah persepsi yang paling awal berkembang pada bayi, dan mempengaruhi bayi dan balita untuk memahami dunianya. Persepsi visual merupakan topik utama dari bahasan persepsi secara umum, sekaligus persepsi yang biasanya paling sering dibicarakan dalam konteks sehari-hari.

2. Persepsi Auditori

Persepsi auditori didapatkan dari indera pendengaran yaitu telinga. Pendengaran adalah kemampuan untuk mengenali suara. Dalam manusia dan binatang bertulang belakang, hal ini dilakukan terutama oleh sistem pendengaran yang terdiri dari telinga, syaraf-syaraf, dan otak. Tidak semua suara dapat dikenali oleh semua binatang. Beberapa spesies dapat mengenali amplitudo dan frekuensi tertentu. Manusia dapat mendengar dari 20 Hz sampai 20.000 Hz. Bila dipaksa mendengar frekuensi yang terlalu tinggi terus menerus, sistem pendengaran dapat menjadi rusak.

3. Persepsi Perabaan

Persepsi perabaan didapatkan dari indera taktil yaitu kulit. Kulit dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian epidermis, dermis, dan subkutis. Kulit berfungsi sebagai alat pelindung bagian dalam, misalnya otot dan tulang; sebagai alat peraba dengan dilengkapi bermacam reseptor yang peka terhadap berbagai rangsangan; sebagai alat ekskresi; serta pengatur suhu tubuh. Sehubungan dengan fungsinya sebagai alat peraba, kulit dilengkapi dengan reseptor reseptor khusus. Reseptor untuk rasa sakit ujungnya


(4)

menjorok masuk ke daerah epidermis. Reseptor untuk tekanan, ujungnya berada di dermis yang jauh dari epidermis. Reseptor untuk rangsang sentuhan dan panas, ujung reseptornya terletak di dekat epidermis.

4. Persepsi Penciuman

Persepsi penciuman atau olfaktori didapatkan dari indera penciuman yaitu hidung. Penciuman, penghiduan, atau olfaksi, adalah penangkapan atau perasaan bau. Perasaan ini dimediasi oleh sel sensor tespesialisasi pada rongga hidung vertebrata, dan dengan analogi, sel sensor pada antena invertebrata. Untuk hewan penghirup udara, sistem olfaktori mendeteksi zat kimia asiri atau, pada kasus sistem olfaktori aksesori, fase cair.Pada organisme yang hidup di air, seperti ikan atau krustasea, zat kimia terkandung pada medium air di sekitarnya. Penciuman, seperti halnya pengecapan, adalah suatu bentuk kemosensor.

5. Persepsi Pengecapan

Persepsi pengecapan atau rasa didapatkan dari indera pengecapan yaitu lidah. Pengecapan atau gustasi adalah suatu bentuk kemoreseptor langsung dan merupakan satu dari lima indra tradisional. Indra ini merujuk pada kemampuan mendeteksi rasa suatu zat seperti makanan atau racun. Pada manusia dan banyak hewan vertebrata lain, indra pengecapan terkait dengan indra penciuman pada persepsi otak terhadap rasa. Sensasi pengecapan klasik mencakup manis, asin, masam, dan pahit.


(5)

Belakangan, ahli-ahli psikofisik dan neurosains mengusulkan untuk menambahkan kategori lain, terutama rasa gurih (umami) dan asam lemak.Pengecapan adalah fungsi sensoris sistem saraf pusat. Sel reseptor pengecapan pada manusia ditemukan pada permukaan lidah, langit-langit lunak, serta epitelium faring dan epiglotis.

2.1.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Seseorang belum tentu mempunyai persepsi yang sama tentang suatu objek yang sama. Perbedaan ini ditentukan bukan hanya pada stimulusnya sendiri, tetapi juga pada latar belakang keadaan stimulus itu (Mahmud 1990:41). Latar belakang yang dimaksud mencakup pengalaman-pengalaman sensoris, perasaan saat terjadinya suatu peristiwa, prasangka, keinginan, sikap, dan tujuan.

Arikunto dalam Ali (2004:19), menyatakan bahwa persepsi dipengaruhi faktor-faktor yaitu :

1. Ciri khas objek stimulus yang memberikan nilai bagi orang yang mempersiapkannya dan seberapa jauh objek tertentu dapat menyenangkan bagi seseorang.

2. Faktor-faktor pribadi termasuk di dalamnya ciri khas individu, seperti taraf kecerdasan, minat, emosional dan lain sebagainya.

3. Faktor pengaruh kelompok, artinya respon orang lain di lingkungannya dapat memberikan arah kesuatu tingkah laku.


(6)

Sedangkan menurut Walgito (2002:70), faktor-faktor yang berperan dalam persepsi dapat dikemukakan adanya beberapa faktor, yaitu :

1. Objek yang dipersiapkan

Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersiapkannya tetapi juga dapat datang dari dalam individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf yang bekerja sebagai reseptor.

2. Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf

Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus di samping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran

3. Perhatian

Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditunjukkan kepada sesuatu atau sekumpulan objek.

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi pada dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu Faktor Internal dan Faktor Eksternal.


(7)

1. Faktor Internal

faktor internal yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang berasal dalam diri individu (Niven N, 2002). Diantara faktor internal tersebut adalah:

a. Pengalaman

Pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasai,

ditanggung) ( KBBI, 2005). Pengalaman merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehari – harinya. Pengalaman juga sangat berharga bagi setiap manusia, dan pengalaman juga dapat diberikan kepada siapa saja untuk digunakan dan menjadi pedoman serta pembelajaran manusia.

b. Motif

Dijelaskan bahwa motif menunjukan suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau bertindak melakukan sesuatu. Sedangkan motivasi adalah ” pendorongan” suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. (Purwanto, 2002: 71).

c. Minat

Menurut Joko Sudarsono (2003:8) “Minat merupakan bentuk sikap ketertarikan atau sepenuhnya terlibat dengan suatu kegiatan karena menyad ari pentingnya atau bernilainya kegiatan tersebut.


(8)

d. Harapan

Menurut Ristiyanti Prasetijo (2005 : 78) mengungkapkan bahwa harapan adalah dibentuk dari pengalaman sebelumnya, dari informasi yang dia peroleh melalui media massa dan dari kenalannya, atau juga dari apa yang dilihat, didengar dan diraba saat itu.

e. Sikap

Azwar S. (2000 : 6) menyatakan sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap dapat menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap juga dapat

f. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu yang mana penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang datang dari luar individu yang meliputi:

a. Kondisi Stimulus b. Lingkungan


(9)

2.2. Ruang Lingkup Baitul Mal Wattamwil 2.2.1 Pengertian Baitul Mal Wattamwil (BMT)

Baitul Maal Wattamwil (BMT) merupakan suatu lembaga yang terdiri dari dua istilah, yaitu baitulmaal dan baitul tamwil. Baitul Maal terdiri dari kata bait yang berarti rumah sedangkan maal berasal dari kata mall yang artinya harta, jadi baitul maal artinya rumah harta. Baitul maal lebih mengarah kepada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non-profit, seperti: zakat, infaq, dan sedekah serta mengoptimalkan pendistribusiannya sesuai dengan peraturan dan amanah. Sedangkan baittul tamwiil secara etimologi berasal dari kata baitun dan mawala, tetapi jamaknya tamwil yang artinya berputar atau produktif sehingga dana yang ada dapat disimpan untuk dibiayakan atau diputar melalui usaha agar produktif. Dengan kata lain baittul tamwil adalah usaha yang melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang kegiatan ekonomi. Lembaga ini didirikan dengan maksud untuk memfasilitasi masyarakat bawah yang tidak terjangkau oleh pelayanan bank Islam atau BPRS. BMT memiliki pangsa pasar tersendiri, yaitu masyarakat kecil yang mengalami hambatan psikologis bila berhubungan dengan pihak bank.

Kegiatan utama BMT antara lain adalah menyumbangkan usaha-usaha produktif dan investasi-investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Sedangkan kegiatan Baitul Mal, BMT dapat


(10)

menerima titipan BAZIS dari dana zakat, infaq, dan sedekah dan menjalankan sesuai dengan peraturan serta amanahnya sehingga fungsi BMT tidak hanya profit oriented, tetapi juga social oriented.

2.2.2 Kedudukan dan Status Baitul Maal Wattamwil (BMT)

Sama halnya dengan lembaga-lembaga ekonomi lainnya, kedudukan dan status BMT merupakan lembaga keuangan yang memiliki badan hukum. Tiga landasan pokok pendirian BMT (Solehudin dalam Endang, 2012) yakni:

1. Filosofis

Gagasan pendirian BMT didasarkan kepada kepentingan menjabarkan prinsip-prinsip ekonomi Islam (fiqh al-muamalah) dalam praktek. Prinsip-prinsip ekonomi Islam sejenis tauhid, keadilan, persamaan, kebebasan, tolong-menolong, dan toleransi menjadi kerangka filosofis bagi pendirian BMT di Indonesia. Selain itu, azas-azas muamalah seperti kekeluargaan, gotong-royong, mengambil manfaat dan menjauhi mudharat serta kepedulian terhadap golongan ekonomi lemah menjadi dasar utama bagi kepentingan mendirikan BMT di Indonesia.

2. Sosiologis

Pendirian BMT di Indonesia lebih didasarkan kepada adanya tuntutan dan dukungan dari umat Islam bagi adanya lembaga keuangan berdasarkan syariah. Seperti diketahui, umat Islam merupakan mayoritas penduduk Indonesia, tetapi belum ada lembaga keuangan berbasis syariah. Pada


(11)

gilirannya, ide pembentukan BMT semakin mencuat ke permukaan di awal tahun 1990-an (Antonio, 2001: 25).

3. Yuridis

Pendirian BMT di Indonesia diilhami oleh keluarnya kebijakan pemerintah berdasarkan UU No. 7 / 1992 dan PP No. 72 / 1992 tentang Perbankan. Ketika bank-bank syariah banyak didirikan diberbagai wilayah, pada saat bersamaan BMT-BMT pun tumbuh subur mengikuti kebijakan pemerintah tersebut.

BMT berasaskan Pancasila dan UUD 45 serta berlandaskan prinsip syariah Islam, keimanan, keterpaduan (kaffah), kekeluargaan / koperasi, kebersamaan, kemandirian dan profesionalisme. Dengan demikian keberadaan BMT menjadi organisasi yang sah dan legal. Sebagi lembaga keuangan syariah, BMT harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip syariah. Keimanan menjadi landasan atas keyakinan untuk mau tumbuh dan berkembang. Keterpaduan mengisyaratkan adanya harapan untuk mencapai sukses di dunia dan di akhirat juga keterpaduan antara sisi maal dan tamwil (sosial dan bisnis). Kekeluargaan dan kebersamaan berarti upaya untuk mencapai kesuksesan tersebut diraih secara bersama. Kemandirian berarti BMT tidak dapat hidup hanya dengan bergantung pada uluran tangan pemerintah, tetapi harus berkembang dari meningkatnya partisipasi anggota dan masyarakat, untuk itulah pola pengelolaannya harus professional.


(12)

2.2.3 Karakteristik Baitul Maal Wattamwil (BMT)

Sebagai lembaga usaha yang mandiri, BMT memiliki karakteristik (Suhendi, 2004: 29-30) sebagai berikut:

1. Berorientasi bisnis, yakni memiliki tujuan mencari laba bersama dan meningkatkan pemanfaatan segala potensi ekonomi yang sebanyak-banyaknya bagi para anggotra dan lingkungannya.

2. Bukan merupakan lembaga sosial, tetapi dapat dimanfaatkan untuk mengelola dana sosial umat seperti zakat, infaq, sedekah, hibah, dan wakaf.

3. Lembaga ekonomi umat yang dibangun dari bawah secara swadaya yang melibatkan peran serta masyarakat disekitarnya.

4. Lembaga ekonomi milik bersama antara kalangan masyarakat bawah dan kecil serta bukan milik perorangan atau kelompok tertentu diluar masyarakat sekitar BMT.

5. Staf dan karyawan BMT bertindak aktif dan dinamis, berpandangan positif, dan produktif dalam menarik dan mengelola dana masyarakat. 6. Kantor BMT dibuka pada waktu tertentu dan ditunggui oleh sejumlah staf

dan karyawan untuk memberikan pelayanan kepada nasabah. Sebagian lainnya terjun langsung ke lapangan mencari nasabah, menarik, dan menyalurkan dana kepada nasabah, menyetor dana ke kas BMT, memonitor, dan melakukan supervisi.

7. BMT memiliki komitmen melakukan pertemuan dengan semua komponen masyarakat dilapisan bawah melalui forum-forum pengajian, dakwah,


(13)

pendidikan, dan kegiatan sosial-ekonomi yang berimplikasi kepada kegiatan produktif di bidang ekonomi.

8. Manajemen dan operasional BMT dilakukan menurut pendekatan profesional dengan cara-cara Islami.

2.2.4 Fungsi dan Peran Baitul Maal Wattamwil (BMT) Adapun Fungsi BMT (Soemitra,2009:448)

1. Mengindentifikasi, memobilisasi, mengorganisir, mendorong, dan mengembangkan potensi serta kemampuan ekonomi anggota, kelompok usaha anggota muamalat (Pokusma) dan daerah kerjanya,

2. Mempertinggi kualitas SDM anggota dan Pokusma menjadi lebih profesional dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh menghadapi tantangan global,

3. Menggalang dan mengorganisir potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota,

4. Menjadi peranan keunagan antara gharim (yang berhutang) sebagai shahibul maal dengan dhuafa sebagai mudharib, terutama untuk dana sosial seperti zakat, infaq, sedekah, wakaf, hibah dll.

5. Menjadi perantara keuangan antara pemilik dana baik sebagai pemodal maupun penyimpan dengan pengguna dana untuk pengembangan usaha produktif.

Adapun peranan BMT (Musfidin dalam Endang, 2012) antara lain adalah sebagai berikut:


(14)

1. Menjauhkan masyarakat dari praktik ekonomi yang bersifat non-syariah. Aktif dalam melakukan sosialisasi di tengah masyarakat tentang arti penting sistem ekonomi islam. Hal ini biasa dilakukan dengan pelatihan-pelatihan mengenai cara-cara bertransaksi islami.

2. Melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil. BMT harus bersikap aktif menjalankan fungsi lembaga keuangan mikro, misalnya dengan jalan pendampingan, pembinaan, penyuluhan, dan pengawasan terhadap usaha-usaha nasabah.

3. Melepaskan ketergantungan pada rentenir, masyarakat masih tergantung pada rentenir disebabkan rentenir mampu memenuhi masyarakat dalam memenuhi dana segera. Maka BMT harus mampu melayani masyarakat lebih baik, misalnya selalu tersedia dana setiap saat, birokrasi yang sederhana, dan lain sebagainya.

4. Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang merata.

2.2.5 Visi dan Misi Baitul Maal Wattamwil (BMT)

Semakin banyaknya lembaga keuangan syariah bank dan non-bank, maka semakin banyak masyarakat beralih memanfaatkan pelayanan jasa keuangan syariah yang ditawarkan. Mereka menuntut suatu kepercayaan bahwa sistem bagi hasil di lembaga keuangan syariah tidak akan membebani mereka dalam aspek pengembalian kredit dan pembiayaan seperti di lembaga keuangan konvensional. Dalam hal ini, BMT pun hendaknya mempertegas kembali visinya (Suhendi, 2004: 35-36) yang mencakup:


(15)

1. Mengusahakan pengelolaan modal yang berasal dari simpanan-simpanan anggota dengan sistem syariah dan usaha lain yang tidak bertentangan dengan misi BMT.

2. Memberikan pelayanan pembiayaan kepada para anggota untuk tujuan-tujuan produktif dengan sistem pelayanan yang cepat, layak, dan tepat sasaran.

3. Mengusahakan program pendidikan secara intensif dan teratur bagi anggota untuk menambah pengetahuan dan keterampilan para kewirausahaan anggota.

4. Melakukan program pembinaan keagamaan kepada para anggota BMT. 5. Usaha-usaha lain yang bermanfaat bagi anggota dan tidak bertentangan

dengan misi BMT.

Disamping mempertegas visinya, BMT pun hendaknya mempertegas pula misinya yaitu:

1. Meningkatkan kesejahteraan dikalangan anggota pada khususnya dan kemajuan ekonomi dilingkungan kerja pada umumnya.

2. Menciptakan sumber pembiayaan dan penyediaan modal bagi anggota dengan prinsip syariah.

3. Mengembangkan sikap hemat dari kegiatan menyimpang.

4. Menumbuhkembangkan usuha-usaha yang produktif ditengah masyarakat dan anggotanya di lingkungannya.

5. Memperkuat bargaining power, sikap amanah, dan jaringan komunikasi bisnis yang lebih luas dengan anggota dan masyarakat dilingkungannya.


(16)

2.2.6 Manfaat dan Tujuan Baitul Maal Wattamwil (BMT)

Sebagai lembaga pengelola dana masyarakat dalam skala kecil dan menengah, BMT sesungguhnya menawarkan pelayanan jasa dalam bentuk kredit dan pembiayaan kepada masyarakat. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari pelayanan BMT (Suhendi, 2004: 41), antara lain:

1. Meraih keuntungan bagi hasil dan investasi dengan cara syariah.

2. Pengelolaan dana berdasarkan nilai-nilai kejujuran dan keadilan akan menjadikan setiap simpanan dan pinjaman di BMT aman baik secara syari’i maupun ekonomi.

3. Komitmen kepada ekonomi kerakyatan, di mana BMT membuat setiap transaksi keuangan, memperoeh kredit berikut pengelolaannya bermanfaat bagi pengembangan ekonomi umat Islam.

4. BMT dan masyarakat dapat berperan membangun citra perekonomian yang dikelola umat Islam.

5. Menggairahkan usaha-usaha kecil produktif dan membebaskan mereka dari jeratan rentenir.

6. Partisipasi positif bagi kemajuan lembaga-lembaga keuangan dan perbankan Islam termasuk di dalamnya BMT.

Jika dilihat dalam kerangka sistem ekonomi Islam, tujuan BMT (Suhendi, 2004: 33) adalah sebagai berikut:

1. Membantu meningkatkan dan mengembangkan potensi umat dalam program pengentasan kemiskinan.


(17)

2. Memberikan sumbangan aktif terhadap upaya pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan umat.

3. Menciptakan sumber pembiayaan dan penyediaan modal bagi anggota dengan prinsip syariah.

4. Mengembangkan sikap hemat dan mendorong kegiatan gemar menabung. 5. Menumbuhkembangkan usaha-usaha yang produktif dan sekaligus

memberikan bimbingan dan konsultasi bagi anggota di bidang usahanya. 6. Meningkatkan wawasan dan kesadaran umat tentang sistem dan pola

perekonomian Islam.

7. Membantu para pengusaha lemah untuk mendapatkan modal pinjaman. 8. Menjadi lembaga keuangan alternatif yang dapat menopang percepatan

pertumbuhan ekonomi nasional.

2.2.7 Prinsip Operasional Baitul Mal wa Tamwil (BMT)

a. Pertumbuhan

• Tumbuh dari masyarakat sendiri dengan dukungan tokoh masyarakat, orang berada (aghnia) dan Kelompok Usaha Muamalah (POKUSMA) yang ada didaerah tersebut.

• Modal awal (Rp 20-30 Juta) dikumpulkan dari para pendiri dan POKUSMA dalam bentuk Simpanan Pokok dan Simpanan Pokok Khusus.

• Landasan sebaran keanggotaan yang kuat sehingga BMT tidak dikuasai oleh perseorangan dalam jangka panjang.


(18)

• BMT adalah lembaga bisnis, membuat keuntungan, tetapi juga memiliki komitmen yang kuat untuk membela kaum yang lemah dalam penanggulangan kemiskinan, BMT menggunakan dana maal.

b. Profesional

• Pengelola profesional, bekerja penuh waktu, pendidikan S1 minimum D3, mendapat pelatihan pengelolaan BMT oleh PINBUK selama 2 minggu, memiliki komitmen kerja, penuh waktu, penuh hati, dan perasaanya untuk mengembangkan bisnis dan lembaga BMT.

• Menjemput bola, aktif membaur dalam masyarakat.

• Pengelola profesional berlandaskan sifat-sifat amannah, siddiq, tabligh, fattonah, sabar, dan istiqomah.

• Berlandaskan sistem dan prosedur: SOP dan Sistem Akuntansi yang memadai.

• Bersedia mengikat kerjasama dengan PINBUK untuk menerima dan membayar secara cicilan, jasa manajemen, dan teknologi informasi.

• Pengurus mampu melakukan pengawasan yang efektif. • Akuntabilitas dan transparansi dalam pelaporan. c. Prinsip Islamiyah

• Menerapkan cita-cita dan nilai-nilai Islam. • Akad yang jelas.


(19)

• Rumusan penghargaan dan sanksi yang jelas dan penerapannya yang tegas dan lugas.

• Berpihak pada yang lemah.

• Program pengajian/penguatan ruhiyah yang teratur dan berkelanjutan sebagai program dari BMT.

2.3Produk-Produk Jasa Keuangan BMT

Sama halnya dengan lembaga keuangan syariah lainnya, BMT menawarkan berbagai jenis produk yang dikumpulkan dan disalurkan kembali kepada masyarakat. Produk-produk BMT (Yusup dalam Endang, 2012) tersebut mencakup atas:

2.3.1 Produk Pengumpulan Dana Masyarakat

Pelayanan jasa simpanan yang diselenggarakan oleh BMT merupakan suatu bentuk simpanan yang terkait dan tidak terikat atas jangka waktu dan syarat-syarat tertentu dalam penyertaan dan penarikannya. Berkenaan dengan hal tersebut, maka jenis simpanan yang dapat ditawarkan oleh BMT relatif sangat beragam sesuai dengan kebutuhan dan kemudahan yang dimiliki simpanan tersebut. Sedangkan transaksi yang mendasari bagi berlakunya simpanan BMT adalah akad wadi’ah dan mudharabah.

a. Simpanan Wadi’ah adalah titipan dana ynag dilakukan setiap waktu dan dapat ditarik pemilik atau nasabah dengan cara mengeluarkan semacam surat berharga pemindah bukuan/transfer dan perintah membayar lainnya.


(20)

Pihak-pihak penyimpan dana dapat menerima keuntungan bagi hasil yang sesuai dengan jumlah dana yang diinvestasikan di BMT. Simpanan terbagi dua yaitu wadi’ah dhomanah dan wadi’ah amanah.

b. Simpanan Mudharabah adalah simpanan para pemilik dana yang penyetoran dan atau penarikannya dapat dilakukan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.

c. Selain kedua jenis simpanan tersebut, BMT juga mengelola dana ibadah seperti zakat, infaq, sedekah (ZIS) yang dalam hal ini BMT berfungsi sebagai badan amil. Zakat adalah salah satu rukun Islam yang wajib dipenuhi oleh setiap muslim.

2.3.2 Produk Penyaluran Dana

BMT bukan sekedar lembaga keuangan non-bank yang berfungsi sosial, tetapi juga dapat menjadi lembaga bisnis yang berperan dalam meningkatkan dan membangun sistem perekonomian umat. Sejalan dengan kedua fungsi tersebut, maka kumpulan dana dari nasabah yang dikelola oleh BMT selanjutnya disalurkan dalam bentuk pinjaman kepada masyarakat (nasabah). Pinjaman yang diberikan oleh BMT kepada masyarakat disebut kredit pembiayaan. Kredit pembiayaan merupakan suatu fasilitas produk yang diberikan oleh BMT kepada anggotanya untuk digunakan sebagai dana pendukung kegiatan usaha. Berbagai bentuk pembiayaan yang ditawarkan oleh BMT kepada masyarakat bergantung kepada dua jenis akad, yaitu: musyarakah dan jual-beli (bai’). Di antara


(21)

pembiayaan yang sudah umum dikembangkan oleh BMT maupun lembaga keuangan syariah lainnya (Yusup dalam Endang, 2012) adalah:

a. Pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil

Pembiayaan berakad jual-beli adalah suatu perjanjian pembiayaan yang disepakati antara BMT dengan anggotanya, dimana BMT menyediakan dana investasi atau berupa pembelian barang modal dan usaha anggotanya yang kemudian proses pembayarannya dilakukan secara mencicil atau angsuran. Jumlah kewajiban yang harus dibayarkan oleh pemnjam adalah jumlah atas harga barang modal dan mark-up yang telah disepakati bersama.

b. Pembiayaan Murabahah

Pembiayaan berakad jual-beli. Pembiayaan murabahah pada dasarnya merupakan kesepakatan antara BMT dengan pemberi modal dan anggota sebagai peminjam. Prinsip yang digunakan adalah sama seperti pembiayaan BBA, tetapi proses pengembaliannya akan dibayarkan pada saat jatuh tempo.

c. Pembiayaan Mudharabah

Pembiayaan dengan akad syirkah adalah suatu perjanjian pembiayaan antara BMT dan anggota, di mana BMT menyediakan dana untuk penyediaan modal kerja sedangkan peminjam berupaya mengelola dana tersebut untuk pengembangan usahanya.


(22)

d. Pembiayaan Musyarakah

Pembiayaan dengan akad syirkah adalah penyertaan BMT sebagai pemilik modal dalam kegiatan usaha, di mana terjadinya kesepakatan untuk menanggung resiko dan keuntungan yang berimbang sesuai dengan penyertaan modal masing-masing.

e. Pembiayaan Qardhul Hasan

Pinjaman kebajikan yaitu suatu perjanjian antara BMT sebagai pemberi pinjaman dengan nasabah sebagai penerima pinjaman, baik berupa uang maupun barang tanpa persyaratan adanya tambahan atau biaya apa pun. Peminjam (nasabah) berkewajiban mengembalikan uang atau barang yang dipinjam, dengan jumlah yang sama dengan pokok pinjaman. BMT sebagai pemberi pinjaman tidak diperbolehkan meminta peminjam untuk membayar lebih dari jumlah pokok pinjaman, akan tetapi BMT dibenarkan untuk menerima kelebihan pembayaran secara sukarela yang besarnya tidak ditentukan sebelum akad, ini hukumnya sunnah. Tujuan utama pembiayaan Qardhul Hasan adalah untuk menolong peminjam yang berada dalam keadaan terdesak, baik untuk hal-hal yang bersifat konsumtif maupun produktif. Peminjam dipilih secara selektif dan hati-hati terutama kepada peminjam yang dinilai jujur dan mempunyai reputasi baik. Dana Qardhul Hasan ini berasal dari dana zakat, infaq, dan sedekah yang dititipkan di BMT (Sumitro: 107).


(23)

Dana Qardhul Hasan ini dapat bersumber dari bagian modal BMT, keuntungan BMT yang disisihkan, atau dari lembaga lain atau individu yang mempercayakan penyaluran infaknya kepada BMT. Dasar hukum dari Qardhul Hasan adalah sebagai berikut:

1. Q.S. Al-Baqarah (2): 282, “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bermuamalah tidak secara tunai sampai waktu tertentu, buatlah secara tertulis…”

2. Q.S. Al-Hadid (57): 11, “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.”

3. HR. Muslim “Orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitan dunia, Allah akan melepaskan kesulitan di hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya.”

Adapun ketentuan mengenai Qardhul Hasan telah diatur dalam fatwa DSN No. 19/DSN-MUI/IX/2000. Dalam fatwa ini, ketentuan umum Qardhul Hasan adalah sebagai berikut:

a. Qardhul Hasan adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan.

b. Nasabah Qardhul Hasan wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama.


(24)

d. Bank dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu.

e. Nasabah Qardhul Hasan bisa memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada bank selama tidak diperjanjikan dalam akad. f. Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh

kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan nasabah telah memastikan ketidakmampuannya, maka dapat memperpanjang waktu pengembalian, atau menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya.

2.4. Penelitian Terdahulu

Penelitian pertama yaitu “Persepsi Masyarakat Propinsi Banten Terhadap Perbankan Syariah” yang diteliti oleh Zulpahmi, Sumardi, dan Wardah Al Farisiah Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah ada perbedaan persepsi antara masyarakat yang ada di Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kabupaten Pandeglang. Sampel yang digunakan sebesar 1000 responden dengan cara penyebaran kuesioner, namun hanya 857 kuesioner yang dapat diolah untuk ditindaklanjuti. Hasilnya disimpulkan bahwa terdapat perbedaan persepsi antara masyarakat di Banten yang terdiri dari tiga kota atau kabupaten yaitu kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Pandeglang terhadap perbankan syariah.


(25)

Penelitian yang kedua diteliti oleh Dian Ariani (2007) yaitu “Persepsi Masyarakat Umum Terhadap Bank Syariah Di Medan”. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer melalui interview dan kuesioner. Total sampel 100 responden dan menggunakan metode Non Probability Sampling. Hasil dari pengolahan dengan menggunakan metode analisis regresi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara variabel pendidikan, usia dan pelayanan dengan persepsi masyarakat umum terhadap Bank Syariah di Medan. Namun dari ketiga variable yang berkaitan tersebut, hanya variabel pelayanan lah yang memberikan kontribusi paling besar terhadap persepsi bank Syariah di Medan.

Penelitian yang ketiga yaitu “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat (Nasabah) Melakukan Qardhul Hasan di BMT Waashil Medan” yang diteliti oleh Endang Tri Astuty (2012). Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 40 nasabah yang menerima pembiayaan Qardhul Hasan dari BMT Waashil Medan, digunakan metode descriptive analyze dengan bantuan software SPSS 16.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alasan kemudahan peminjaman menjadi faktor utama nasabah memilih pembiayaan Qardhul Hasan dan faktor utama yang kedua adalah tidak adanya jaminan dan bunga dalam peminjaman.

Dari ketiga penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat memiliki persepsi yang positif terhadap lembaga keuangan syariah khususnya Baitul Maal Wat Tamwill.


(1)

Pihak-pihak penyimpan dana dapat menerima keuntungan bagi hasil yang sesuai dengan jumlah dana yang diinvestasikan di BMT. Simpanan terbagi dua yaitu wadi’ah dhomanah dan wadi’ah amanah.

b. Simpanan Mudharabah adalah simpanan para pemilik dana yang penyetoran dan atau penarikannya dapat dilakukan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.

c. Selain kedua jenis simpanan tersebut, BMT juga mengelola dana ibadah seperti zakat, infaq, sedekah (ZIS) yang dalam hal ini BMT berfungsi sebagai badan amil. Zakat adalah salah satu rukun Islam yang wajib dipenuhi oleh setiap muslim.

2.3.2 Produk Penyaluran Dana

BMT bukan sekedar lembaga keuangan non-bank yang berfungsi sosial, tetapi juga dapat menjadi lembaga bisnis yang berperan dalam meningkatkan dan membangun sistem perekonomian umat. Sejalan dengan kedua fungsi tersebut, maka kumpulan dana dari nasabah yang dikelola oleh BMT selanjutnya disalurkan dalam bentuk pinjaman kepada masyarakat (nasabah). Pinjaman yang diberikan oleh BMT kepada masyarakat disebut kredit pembiayaan. Kredit pembiayaan merupakan suatu fasilitas produk yang diberikan oleh BMT kepada anggotanya untuk digunakan sebagai dana pendukung kegiatan usaha. Berbagai bentuk pembiayaan yang ditawarkan oleh BMT kepada masyarakat bergantung kepada dua jenis akad, yaitu: musyarakah dan jual-beli (bai’). Di antara


(2)

pembiayaan yang sudah umum dikembangkan oleh BMT maupun lembaga keuangan syariah lainnya (Yusup dalam Endang, 2012) adalah:

a. Pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil

Pembiayaan berakad jual-beli adalah suatu perjanjian pembiayaan yang disepakati antara BMT dengan anggotanya, dimana BMT menyediakan dana investasi atau berupa pembelian barang modal dan usaha anggotanya yang kemudian proses pembayarannya dilakukan secara mencicil atau angsuran. Jumlah kewajiban yang harus dibayarkan oleh pemnjam adalah jumlah atas harga barang modal dan mark-up yang telah disepakati bersama.

b. Pembiayaan Murabahah

Pembiayaan berakad jual-beli. Pembiayaan murabahah pada dasarnya merupakan kesepakatan antara BMT dengan pemberi modal dan anggota sebagai peminjam. Prinsip yang digunakan adalah sama seperti pembiayaan BBA, tetapi proses pengembaliannya akan dibayarkan pada saat jatuh tempo.

c. Pembiayaan Mudharabah

Pembiayaan dengan akad syirkah adalah suatu perjanjian pembiayaan antara BMT dan anggota, di mana BMT menyediakan dana untuk penyediaan modal kerja sedangkan peminjam berupaya mengelola dana tersebut untuk pengembangan usahanya.


(3)

d. Pembiayaan Musyarakah

Pembiayaan dengan akad syirkah adalah penyertaan BMT sebagai pemilik modal dalam kegiatan usaha, di mana terjadinya kesepakatan untuk menanggung resiko dan keuntungan yang berimbang sesuai dengan penyertaan modal masing-masing.

e. Pembiayaan Qardhul Hasan

Pinjaman kebajikan yaitu suatu perjanjian antara BMT sebagai pemberi pinjaman dengan nasabah sebagai penerima pinjaman, baik berupa uang maupun barang tanpa persyaratan adanya tambahan atau biaya apa pun. Peminjam (nasabah) berkewajiban mengembalikan uang atau barang yang dipinjam, dengan jumlah yang sama dengan pokok pinjaman. BMT sebagai pemberi pinjaman tidak diperbolehkan meminta peminjam untuk membayar lebih dari jumlah pokok pinjaman, akan tetapi BMT dibenarkan untuk menerima kelebihan pembayaran secara sukarela yang besarnya tidak ditentukan sebelum akad, ini hukumnya sunnah. Tujuan utama pembiayaan Qardhul Hasan adalah untuk menolong peminjam yang berada dalam keadaan terdesak, baik untuk hal-hal yang bersifat konsumtif maupun produktif. Peminjam dipilih secara selektif dan hati-hati terutama kepada peminjam yang dinilai jujur dan mempunyai reputasi baik. Dana

Qardhul Hasan ini berasal dari dana zakat, infaq, dan sedekah yang dititipkan di BMT (Sumitro: 107).


(4)

Dana Qardhul Hasan ini dapat bersumber dari bagian modal BMT, keuntungan BMT yang disisihkan, atau dari lembaga lain atau individu yang mempercayakan penyaluran infaknya kepada BMT. Dasar hukum dari Qardhul Hasan adalah sebagai berikut:

1. Q.S. Al-Baqarah (2): 282, “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bermuamalah tidak secara tunai sampai waktu tertentu, buatlah secara tertulis…”

2. Q.S. Al-Hadid (57): 11, “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.”

3. HR. Muslim “Orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitan dunia, Allah akan melepaskan kesulitan di hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya.”

Adapun ketentuan mengenai Qardhul Hasan telah diatur dalam fatwa DSN No. 19/DSN-MUI/IX/2000. Dalam fatwa ini, ketentuan umum

Qardhul Hasan adalah sebagai berikut:

a. Qardhul Hasan adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan.

b. Nasabah Qardhul Hasan wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama.


(5)

d. Bank dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu.

e. Nasabah Qardhul Hasan bisa memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada bank selama tidak diperjanjikan dalam akad. f. Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh

kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan nasabah telah memastikan ketidakmampuannya, maka dapat memperpanjang waktu pengembalian, atau menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya.

2.4. Penelitian Terdahulu

Penelitian pertama yaitu “Persepsi Masyarakat Propinsi Banten Terhadap Perbankan Syariah” yang diteliti oleh Zulpahmi, Sumardi, dan Wardah Al Farisiah Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah ada perbedaan persepsi antara masyarakat yang ada di Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kabupaten Pandeglang. Sampel yang digunakan sebesar 1000 responden dengan cara penyebaran kuesioner, namun hanya 857 kuesioner yang dapat diolah untuk ditindaklanjuti. Hasilnya disimpulkan bahwa terdapat perbedaan persepsi antara masyarakat di Banten yang terdiri dari tiga kota atau kabupaten yaitu kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Pandeglang terhadap perbankan syariah.


(6)

Penelitian yang kedua diteliti oleh Dian Ariani (2007) yaitu “Persepsi Masyarakat Umum Terhadap Bank Syariah Di Medan”. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer melalui interview dan kuesioner. Total sampel 100 responden dan menggunakan metode Non Probability Sampling. Hasil dari pengolahan dengan menggunakan metode analisis regresi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara variabel pendidikan, usia dan pelayanan dengan persepsi masyarakat umum terhadap Bank Syariah di Medan. Namun dari ketiga variable yang berkaitan tersebut, hanya variabel pelayanan lah yang memberikan kontribusi paling besar terhadap persepsi bank Syariah di Medan.

Penelitian yang ketiga yaitu “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat (Nasabah) Melakukan Qardhul Hasan di BMT Waashil Medan” yang diteliti oleh Endang Tri Astuty (2012). Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 40 nasabah yang menerima pembiayaan Qardhul Hasan dari BMT Waashil

Medan, digunakan metode descriptive analyze dengan bantuan software SPSS 16.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alasan kemudahan peminjaman menjadi faktor utama nasabah memilih pembiayaan Qardhul Hasan dan faktor utama yang kedua adalah tidak adanya jaminan dan bunga dalam peminjaman.

Dari ketiga penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat memiliki persepsi yang positif terhadap lembaga keuangan syariah khususnya

Baitul Maal Wat Tamwill.