Sintesis dan Karakterisasi Silika Mesopori Dari Limbah Kaca Bening

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kaca
Kaca adalah salah satu produk industri kimia yang paling akrab
dengankehidupan sehari-hari. Dipandang dari segi fisika kaca merupakan zat cair
yang sangat dingin. Disebut demikian karena struktur partikel-partikel
penyusunnya yang saling berjauhan seperti dalam zat cair, namun kaca sendiri
berwujud padat. Dari segi kimia, kaca adalah gabungan dari berbagai oksida
anorganik yang tidak mudah menguap, yang dihasilkan dari dekomposisi dan
peleburan senyawa alkali dan alkali tanah, pasir serta berbagai bahan penyusun
lainnya (Dian, 2001).

Tabel 2.1 Kandungan kimia dari kaca
Komposisi Oksida

Kaca

SiO2

72,42


Al2O3

1,44

TiO2

0,035

Cr2O3

0,002

Fe2O3

0,07

CaO

11,50


MgO

0,32

Na2O

13,64

K2O

0,35

SO3
0,21
(Sumber : Value-Added Utilisation of waste Glass in Concrete Research
Jurnal, Shayan, 2002)

Universitas Sumatera Utara


6

Senyawa utama yang terkandung dalam limbah kaca adalah silikon
dioksida (SiO2) dengan kadar lebih dari 70% dari total campuran senyawanya
(Coleman dkk, 2013). Tingginya kandungan SiO2 dalam limbah kaca dapat
dimanfaatkan dan diolah menjadi silika gel melalui pembentukkan natrium silikat
yang dihasilkan dari reaksi antara SiO2 di dalam limbah kaca dengan natrium
hidroksida (Mori, 2003). Larutan natrium silikat yang dihasilkan dapat
direaksikan dengan suatu asam hingga membentuk asam silikat yang akan
terpolimerisasi menjadi silika gel (Affandi dkk, 2009).

2.2 Silika (SiO2)
Silika (silicon dioxide) merupakan senyawa kimia dengan rumus molekul
SiO2 yang dapat diperoleh dari silika mineral dan sintesis kristal. Silika mineral
adalah senyawa yang banyak mengandung SiO2 yang ditemukan dalam bahan
tambang dan galian yang berupa mineral seperti pasir kuarsa dan granit
(Kalapathy, 2000).
Selain terbentuk secara alami, silika dengan struktur kristal trimidit dapat
diperoleh dengan cara memanaskan pasir kuarsa pada suhu 8700C dan bila
pemanasan dilakukan pada suhu 14700C dapat diperoleh silika dengan struktur

kristobalit. Silika juga dapat dibentuk dengan mereaksikan silikon dengan oksigen
atau udara pada suhu tinggi (Iler, 1979).
Silika

atau

dikenal

dengan

silikon

dioksida

(SiO2)

merupakan

senyawayang terbentuk dari atom silikon dan oksigen. Karena oksigen adalah
unsur yang melimpah di kulit bumi, sementara silikon adalah unsur kedua

terbanyak, maka bentuk silika adalah bentuk yang sangat umum ditemukan di
alam. Silika yang terakumulasi di dalam makhluk hidup baik hewan atau
tumbuhan memiliki sifat amorf, berbeda dengan silika yang tidak berasal dari
makhluk hidup seperti batuan dan debu yang memiliki struktur kristalin. Silikat
sendiri merupakan bentuk mineral dari silika atau dengan kata lain senyawa silika
yang bereaksi dengan unsur lain (Chandra, 2012).

Universitas Sumatera Utara

7

Beberapa sifat umum silika :
Nama IUPAC

: Silikon dioksida

Nama lain

: Kuarsa, silika, silkat oksida, silikon (IV) oksida


Rumus molekul

: SiO2

Massa molar

: 60.08 g mol-1

Tampilan

: kristal transparan

Kepadatan

: 2.648 g cm-3

Titik lebur

: 1600 – 1725 0C, 1873 – 1998 K, 2912 – 3137 0F


Titik didih

: 2230 0C, 2503 K, 4046 0F

Kelarutan

: 0.079 g L-1 (dalam air)

(Brownell, 1983)
Silika ditemukan sedikitnya dalam dua belas bentuk yang berbeda. Bentuk
kristal silika yang umum yakni quartz, trydmit, cristobalit, sedangkan bentuk
silika amorf berupa endapan silika, silika gel, koloidal sol silika dan silika
pyrogenik. Silika amorf sangat berperan penting pada berbagai bidang seperti
digunakan sebagai adsorben dan untuk sintesis ultrafilrasi membran, katalis,
support material, dan bidang permukaan yang aplikasinya berhubungan dengan
porositas (Rouqe-Malherbe, 2007).
Bentuk umum dari Kristal silika tersebut bila ditinjau berdasarkan
kestabilannya terhadap kenaikan suhu tinggi dapat dibagi atas 3 (McColm, 1983),
yaitu :
a. Quartz, sampai pada suhu 870 0C

b. Trydimit, pada suhu 870 0C sampai 1470 0C
c. Cristobalit, pada suhu 1470 0C sampai 1730 0C
Masing-masing dari ketiga bentuk diatas memiliki perubahan pada
suhutinggi dan rendah dimana strukturnya hanya sedikit berubah oleh perubahan
yang sederhana pada orientasi dari SiO4 yang relatif tetrahedral satu sama lain.
Perubahan bentuk pada suhu tinggi memiliki simetri yang lebih tinggi atau
memiliki unit sel yang lebih kecil daripada perubahan bentuk pada suhu yang
rendah (McColm, 1983). Perubahan bentuknya dapat dilihat sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

8

Perubahan bentuk

Perubahan bentuk

867 0C

1470 0C


Kuarsa

Timidit

Kristobalit

tinggi

tinggi

tinggi

Perubahan

Perubahan

Perubahan

struktur


struktur

struktur

573 0C

160 0C

200 – 270 0

Kuarsa

Trimidit

Kristobalit

Rendah

sedang


rendah

Trimidit
Rendah

Gambar 2.1. Perubahan Polimorf dari silika (Barsoum, 1997)

2.3 Jenis dan Struktur Silika
Pada sebagian besar silikat, atom Si menunjukkan koordinasi tetrahedral
dengan 4 atom oksigen yang mengelilingi sebuah atom Si pusat. Masing-masing
dari 4 atom oksigen berikatan kovalen setidaknya satu atom silikon dengan yang
lain membentuk siloksan, Si-O-Si atau sebuah silanol Si-O-H (Kirk & Othmer,
2001).Silika memliki bentuk amorf dan kristalin. Silika disebut kristalin jika
mempunyai susunan atom yang teratur dan disebut amorf jika mempunyai
susunan atom yang kurang teratur. Contoh yang paling umum adalah dilihat
dalam bentuk kristal kuarsa SiO2 silika. SiO2 memiliki sejumlah kristal yang
berbeda selain bentuk amorf (Brownell, 1983)

Universitas Sumatera Utara

9

Silika terbentuk melalui ikatan kovalen yang kuat serta memiliki struktur
dengan empat atom oksigen terikat pada posisi sudut tetrahedral di sekitar atom
pusat yaitu atom silikon memperlihatkan struktur silika tetrahedral.

Gambar 2.1. Struktur Tetrahedral Silika (Anonim B, 2013).
2.3.1 Silika Kristal
Silika kristalin memiliki banyak bentuk, bergantung dari orientasi dan
posisi dari tetrahedron yang dibentuk. Fenomena ini yang disebut sebagai
polymorphism. Tiga bentuk umum silika kristalin adalah kuarsa, tridimit dan
kristobalit. Pada tekanan atmosferik, silika kuarsa terbentuk pada temperatur
8700C, trimidit terbentuk pada temperatur 870 – 1470 0C, sementara kristobalit
terbentuk pada 1470 0C. Struktur dari silika tergantung pada temperatur dan
tekanan terbentuknya atau pada kasus tertentu kecepatan pendinginan sehingga
padatan silika membentuk struktur yang berbeda (Jones, 2000)

2.3.2 Silika Amorf
Silika amorf tidak memiliki struktur kristalin sebagai mana terlihat pada
pengukuran dengan difraksi sinar X (XRD) ditandai dengan bentuk peak yang
melebar. Silika amorf memiliki susunan atom dan molekul berbentuk pola acak
dan tidak beraturan. Silika amorf dapat terjadi secara alami dan sintetik, keduanya
memiliki permukaan berhidrat atau anhidrat. Pada tahun 1987, agen dari WHO
(World Health Organization) yaitu IARC (International Agency for Research on
Cancer), mengevaluasi dan membuktikan bahwa silika kristalin bersifat
karsinogen bagi manusia, sedangkan silika dengan bentuk non kristalin atau amorf
tidak bersifat karsinogenbagi manusia. Sehingga silika amorf lebih aman dan
banyak digunakan di industri (Kirk-Othmer, 2001).

Universitas Sumatera Utara

10

2.4 Sifat Kimia Silika
Silika dalam bentuk amorf memiliki densitas sebesar 2,21 grcm-3 dengan
modulus elastisitas sebesar 10 x 106 psi. Kandungan unsur silikon (Si) dan
oksigen (O) pada silika jenis ini, adalah 46,7 persen dan 53,3 persen. Nilai
kekerasan material ini pada pembebanan tegak lurus dengan menggunakan
indentor intan (metode vickers atau knoop) sebesar 710 kgmm-2 sedangkan pada
arah pembebanan dengan sudut elevasi diketahui nilai kekerasannya mencapai
790 kgmm-2 (Mantell, 1958).
2.4.1

Reaksi – reaksi

2.4.1.1 Reaksi dengan Asam
Silika relatif silika tidak reaktif terhadap asam kecuali asam hidrofluorida
(Basset,J. 1989) seperti reaksi berikut.
SiF4(aq) + 2H2O(l)

SiO2(s) + 4HF(aq)

Dalam asam hidrofluorida berlebih reaksinya menjadi:
H2[SiF6](aq) + 2H2O(l)

SiO2(s) + 6HF(aq)

2.4.1.2 Reaksi dengan Basa
Silika dapat bereaksi dengan basa, terutama dengan basa kuat,
sepertidengan hidroksida alkali (Basset,J. 1989)
Na2SiO3(aq) + H2O(l)

SiO2(s) + 2NaOH(aq)

Secara komersial, silika dibuat dengan mencampurkan larutan natrium
silikat dengan suatu asam mineral. Reaksi ini menghasilkan suatu dispersi peka
yang akhirnya memisahkan partikel dari silika terhidrat, yang dikenal dengan
silika hydrosol atau asam silikat yang kemudian dikeringkan pada suhu 110oC
agar terbentuk silika gel. Reaksi yang terjadi (Bakri, R. 2008) :
Na2SiO3(aq) + 2HCl(aq)
H2SiO3(s)

H2SiO3(l) + 2NaCl(aq)

SiO2.H2O(s)

Universitas Sumatera Utara

11

2.5 Porositas
Porositas dapat menggambarkan distribusi ukuran pori yang bisa
digunakan

untuk

menggambarkan

penyerapan

silika.

Menurut

IUPAC

(International Union of Pure and Applied Chemistry), ukuran pori dapat
diklasifikasikan menjadi 3 (Brinkmann dkk, 2006), yaitu :
1. Mikropori, diameter lebih kecil dari 2 nm (d < 2 nm)
2. Mesopori, diameter antara 2 sampai 50 nm (2 nm < d < 50 nm)
3. Makropori, diameter lebih besar dari 50 nm (d > 50 nm)
Suatu padatan dapat dikatakan sebagai berpori apabila memiliki pori-pori
berupa lubang, terusan (chanel) atau celah yang lebih dalam dari luasnya. Poripori memiliki tipe yang berbeda dan diklasifikasikan berdasarkan aliran zat yang
masuk melalui pori seperti gambar 2.2. berikut.

Gambar 2.3 Perbedaan jenis pori (Schubert and Husing, 2006)

Tipe pori umumnya diklasifikasikan menjadi dua tipe yaitu:
A. Pori yang terisolasi dari pori yang lain disebut closed-pores (a)
B. Pori yang terbuka kepermukaan luar dari padatan, yang dipengaruhi
sifatmakroskopik padatan dan tidak aktif dalam reaksi kimia disebut openpores yang terdiri dari: bentuk botol tinta (ink-bottle) (b), bentuk silinder
terbuka (c), bentuk (funnel atau slitshaped) (d), pori terbuka pada kedua ujung
(through pores) (e), silinder tertutup (silinder blind) (f) dan porositas yang
kasar (roughness) pada permukaan luar (g) (Schubert and Husing, 2006).

Universitas Sumatera Utara

12

Luas permukaan dan porositas merupakan karakteristik yang sangat
penting pada berbagai material. Penentuan dari isoterm adsorpsi dan desorpsi
merupakan variabel yang sangat penting untuk menentukan struktur pori dan
metode BET digunakan untuk menentukan total luas permukaan (Brown, 2003).
Dalam karakterisasi pori sering digunakan istilah seperti yang terdapat
pada tabel 2.2 berikut ini:
Tabel 2.2. Istilah yang digunakan dalam karakterisasi pori padatan
Istilah

Keterangan

Densitas

True density

Densitas dari material tidak termasuk pori dan
kekosongan interpartikel (densitas dari jaringan
padatan)

Apparent

Densitas dari material tertutup dan pori yang

density

tidak dapat dilalui

Bulk density

Densitas material termasuk pori dan kekosongan
interpartikel (massa per total volume, dengan
volume = fase padatan + pori tertutup + pori
terbuka)

Volume pori
Ukuran pori

Vp

Volume pori
Biasanya disebut lebar pori (diameter); jarak dari
dua dinding yang berlawanan

Porositas

Perbandingan dari volume total pori Vp dengan
volume yang terlihat (apparent volume) V dari
partikel atau serbuk

Luas Permukaan

Area yang tercapai pada permukaan padatan per
satuan unit material

Menurut International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC),
terdapat enam klasifikasi isotherm adsorbsi seperti yang diperlihatkan gambar 2.3.

Universitas Sumatera Utara

13

Gambar


2.4

Tipe

Grafik

Isotherm

Adsorbsi

Berdasarkan

IUPAC

(International Union OfPure and Applied Chemistry)



Tipe I : merupakan karakteristik material mikropori (d < 2 nm)



dan makropori (d > 50 nm)

Tipe II dan Tipe III : merupakan karakteristik material yang tidak berpori

Tipe IV dan Tipe V : merupakan karakteristik material mesopori (2 nm < d
< 50 nm) dimana terdapat pembentukkan multilayer dari kurva adsorbsi



dan desorbsi.
Tipe VI : merupakan karakteristik padatan dua dimensi yang sangat
homogen seperti grafit.
Silika berpori merupakan variasi dari bentuk silika amorf. Material

berbahan silika banyak diteliti karena memiliki struktur variasi yang luas, dapat
diatur pada reaksi hidrolisis dan kondensasi, stabilitas termal yang tinggi pada
jaringan amorf dan memiliki kekuatan grafting pada fungsi organik. Silika berpori
dibuat dengan mengasamkan larutan silikat basa berair dan diperoleh gel silika
pori. Material padatannya diperoleh dengan proses sol-gel dalam larutan yang
dikeringkan pada temperatur rendah dimana terjadi penekanan gel menjadi
xerogel (Affandi, 2009).
2.6 Karakterisasi Silika
Jenis silika seperti silika amorf atau kristalin dapat ditentukan
menggunakan uji FTIR (Fourier Transform Infra Red Spectroscopy) melalui

Universitas Sumatera Utara

14

pengujian gugus fungsional silika dan XRD (X-ray Diffraction) melalui pengujian
struktur Kristal silika. Kemurnian silika juga dapat dianalisis secara kualitatif
melalui uji FTIR dan XRD. Analisis mengenai luas permukaan spesifik partikel
silika yang dihasilkan dapat dilakukan dengan menggunakan BET (Brunauer,
Emmet, Teller) surface area analyzer.
2.6.1. Spektroskopi Infra Merah (FT-IR)
Spektroskopi inframerah telah digunakan untuk analisis bahan di
laboratorium selama lebih dari tujuh puluh tahun. Spektrum inframerah
merupakan sidik jari dari sampel dengan puncak serapan yang sesuai dengan
frekuensi getaran antara ikatan atom yang membentuk materi. Karena setiap
perbedaan material adalah kombinasi unik dari atom, sehingga tidak ada dua
senyawa menghasilkan spektrum inframerah yang sama. Oleh karena itu,
spektroskopi inframerah dapat menghasilkan identifikasi positif (analisis
kualitatif) dari setiap jenis materi yang berbeda. Selain itu, ukuran puncak dalam
spektrum merupakan indikasi langsung dari jumlah material (Setyawan dkk.
2013).
Teknik spektroskopi IR digunakan untuk mengetahui gugus fungsional,
mengidentifikasi senyawa , menentukan struktur molekul, mengetahui kemurnian
dan mempelajari reaksi yang sedang berjalan. Senyawa yang dianalisa berupa
senyawa organik maupun anorganik. Hampir semua senyawa dapat menyerap
radiasi inframerah ( Mudzakir, 2008 ).
Metode spektroskopi IR banyak digunakan karena :
-

Cepat dan relatif murah

-

Dapat digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsional dalam
molekul

-

Spektrum inframerah yang dihasilkan oleh suatu senyawa adalah khas
dan oleh karena itu dapat menyajikan sebuah finger print (sidik jari)
untuk senyawa tersebut (Setyawan dkk. 2013).

Pancaran infra-merah pada spektroskopi inframerah terbatas di antara 4000
cm-1 dan 400 cm-1 (2,5 – 15,0 μm), diserap oleh sebuah molekul organik dan
diubah menjadi energi getaran molekul. Penyerapan ini juga tercantum, namun

Universitas Sumatera Utara

15

spektrum getaran tampak bukan sebagai garis-garis melainkan berupa pita-pita.
Letak pita dalam spektrum inframerah disajikan sebagai bilangan gelombang atau
panjang gelombang. Satuan bilangan gelombang (cm-1) (Silverstein, 1986).
Penetapan secara kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan tinggi
peak (transmitansi) pada panjang gelombang tertentu yang dihasilkan oleh zat
yang diuji dan zat yang standar. Dalam ilmu material analisa ini digunakan untuk
mengetahui ada tidaknya reaksi atau interaksi antara bahan-bahan yang
dicampurkan. Selain itu, nilai intensitas gugus yang terdeteksi dapat menentukan
jumlah bahan yang bereaksi atau yang terkandung dalam suatu campuran
(Silverstein, 1986)

2.6.2 Spektroskopi Difraksi Sinar – X (XRD)
Spektroskopi difraksi sinar-x (X-Ray diffraction / XRD) merupakan salah
satu metode karakterisasi material. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi
fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta
untuk mendapatkaan ukuran partikel. Difraksi sinar-x terjadi pada hamburan
elastis foton-foton sinar-x oleh atom dalam sebuah kisi periodik. Hamburan
monokromatis sinar x dalam fasa tersebut memberikan interferensi yang
konstruktif. Dasar penggunaan difraksi sinar-x untuk mempelajari kisi Kristal
adalah berdasarkan persamaan Bragg (Cullity, 1978) :
n.λ = 2.d.sin θ ; n =1,2,…
λ : panjang gelombang sinar-x yang digunakan
d : jarak antara dua bidang kisi
θ : sudut antara sinar datang dengan bidang normal
n : bilangan bulat yang disebut sebagai orde pembiasan
Berdasarkan persamaan Bragg, ketika seberkas sinar-x menumbuk sampel
kristal, maka bidang kristal itu akan mendifraksi sinar-x yang memiliki panjang
gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal. Semakin banyak jumlah

Universitas Sumatera Utara

16

elektron yang terdapat disekeliling

atom pada suatu bidang, makin besar

intensitas pantulan yang disebabkan oleh bidang tersebut dan menyebabkan makin
jelas spot yang terekam pada film. Dengan menggunakan suatu metoda yang
dikenal dengan nama metoda sintesis Fourier, kita dapat menghubungkan
intensitas spot dengan kepekatan distribusi elektron yang terdapat dalam unit sel.
Dengan mengamati kepekatan distribusi elektron dalam unit sel, kita dapat
menduga letak atom dalam unit sel tersebut. Atom akan terletak pada daerahdaerah yang mempunyai kepekatan distribusi elektron maksimum (Bird, 1993).
2.6.3 Metode Adsorpsi Brunauer-Emmet-Teller (BET)
Teori BET adsorpsi multilayer untuk menentukan luas permukaan (S)
dikembangkan oleh Brunauer, Emmet dan Teller. Proses adsorpsi digambarkan
sebagai proses lapisan dengan lapisan (Layer-by-layer), permukaan secara
energetik dianggap homogen, medan adsorpsi sama dalam setiap tempat
permukaan. Proses adsorpsi dianggap tidak bergerak (setiap molekul yang
diadsorbsi pada sisi dasar adsorbsi pada permukaan). Lapisan pertama molekul
yang diadsorbsi memiliki energi interaksi dengan medan adsorbs (Ea0) dan
interaksi vertikal antara molekul setelah lapisan pertama (EL0) sama terhadap
panasadsorbat

dan

molekul

yang

diadsorbsi

tidak

berinteraksi

secara

menyamping(Roque-Malherbe, 2007).
Untuk menerapkan persamaan isotherm BET terhadap data adsorpsi yang
diperoleh digunakan persamaan linier berikut:
�=

�� .�.�
(� � −�).[1+(�−1).� ⁄� � ]

…………………….. (1)

Atau dapat dituliskan sebagai berikut:


�.(� � −�)

=�

1

� .�

�−1

+�

� .�



.�



…………………….. (2)

Dimana
p

= tekanan akhir

po = tekanan jenuh

Universitas Sumatera Utara

17

V

= volume gas yang terserap pada tekanan p

Vm = volume gas terserap pada monolayer
C merupakan parameter yang dapat ditentukan dengan cara berikut:

� = �. ���

�1 −��
��

………………………… (3)

Dengan A adalah konstanta, E1 merupakan panas yang diserap lapisan
pertama dan El adalah panas yang kondensasi dari gas.
Untuk area yang dilewati setiap molekul dalam monolayer dianggap
sempurna, dimana untuk nitrogen (N2) = 0,162 nm2 pada 77K dan argon (Ar) =
0,138 nm2 pada 87K (Kanellopoulos, N. 2011).
Metode BET tidak tepat untuk perhitungan mikropori, karena ketika
metode ini diterapkan pada adsorben mikro maka akan terjadi penyerapan pada
tekanan yang relatif rendah sehingga memungkinkan volume monolayer yang
dihitung lebih dari satu lapisan terserap. Jika nilai ini diubah menjadi luas
permukaan BET maka nilai yang dihasilkan akan lebih besar dari nilai yang
sebenarnya. Meskipun metode BET tidak menggambarkan keadaan yang
sebenarnya, namum metode ini yang lebih umum digunakan untuk analisa
isotherm adsorbsi. Ini disebabkan metode BET relatif sederhana dan dianggap
memberikan kapasitas adsorpsi yang baik dari adsorben yang digunakan
(Kanellopoulos, N. 2011).

2.6.4 Scanning Electron Microscopy (SEM)
Prinsip kerja dari SEM adalah dengan menggambarkan permukaan benda
atau material dengan berkas elektron yang dipantulkan dengan energi tinggi.
Permukaan material yang disinari atau terkena berkas elektron akan memantulkan
kembali berkas elektron atau dinamakan berkas elektron sekunder ke segala arah.
Tetapi dari semua berkas elektron yang dipantulkan terdapat satu berkas elektron
yang dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Detektor yang terdapat di dalam
SEM akan mendeteksi berkas elektron berintensitas tertinggi yang dipantulkan
oleh benda atau material yang dianalisis (Micheler, 2008).

Universitas Sumatera Utara

18

Fungsi mikroskop elektron scanning atau SEM adalah dengan memindai
terfokus balok halus elektron ke sampel. Elektron berinteraksi dengan sampel
komposisi molekul. Energi dari elektron menuju ke sampel secara langsung dalam
proporsi jenis interaksi elektron yang dihasilkan dari sampel. Serangkaian energi
elektron terukur dapat dihasilkan yang dianalisis oleh sebuah mikroprosesor yang
canggih yang menciptakan gambar tiga dimensi atau spektrum elemen yang unik
yang ada dalam sampel dianalisis. Scanning Electron Microscope (SEM)
memiliki resolusi yang lebih tinggi dari pada mikroskop optik. Hal ini disebabkan
oleh panjang gelombang de Broglie yang memiliki elektron lebih pendek daripada
gelombang optik. Karena makin kecil panjang gelombang yang digunakan maka
makin tinggi resolusi mikroskop. SEM dapat memfokuskan jumlah sampel yang
lebih banyak pada satu waktu dan menghasilkan bayangan yang baik dari sampel
tiga dimensi. SEM juga menghasilkan bayangan dengan resolusi tinggi, yang
berarti mendekati bayangan yang dapat diuji dengan perbesaran tinggi (Rapuan,
2008).

Universitas Sumatera Utara