Penanggulangan Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 oleh Kepolisian Republik Indonesia (Studi Polresta Medan)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
AlineakeempatPembukaanUndang-Undang

DasarNegara

Republik

Indonesia

Tahun1945, secara tegas menggariskan kepada Pemerintah dalam menjalankan roda
pemerintahannya selalu mengacu kepada tujuan utamapendirian Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang meliputi: melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanaan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilansosial.Tujuan
negara sebagai arahan dan tolak ukur politik hukum nasional menekankan pentingnya
perlindungan Hukum bagi rakyat Indonesia dalam menjalankan aktivitas kehidupannya.
Manusia sebagai makhluk sosial memiliki kebebasan dan keinginan untuk terus
berubah, bergerak dan berinteraksi antara satu dengan lainnya untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Disadari ataupun tidak disadari dalam menjalankan aktivitas tersebut manusia

terkadang dihadapkan kepada berbagai macam resiko perjalanan, antara lain kecelakaan lalu
lintas.
Lalu lintas merupakan salah satu sarana komunikasi masyarakat yang memegang
peranan vital dalam memperlancar pembangunan yang kita laksanakan. Karena dengan
adanya lalu lintas tersebut, memudahkan akses bagi masyarakat untuk melakukan
kegiatannya untuk pemenuhan perekonomiannya. Tanpa adanya lalu lintas, dapat
dibayangkan bagaimana sulitnya kita untuk menuju tempat pekerjaan atau melakukan
pekerjaan yang berhubungan dengan penggunaan jalan raya. Tidak ada satu pun pekerjaan
yang tidak luput dari penggunaan lalu lintas. Begitu besarnya manfaat lalu lintas dalam
kehidupan sehari-hari.
Pentingnya transportasi tersebut tercermin pada semakin meningkatnya kebutuhan akan
jasa angkutan bagi mobilitas orang serta barang dari dan ke seluruh pelosok tanah air, bahkan

Universitas Sumatera Utara

dari dan ke luar negeri. Disamping itu transportasi juga berperan sebagai penunjang,
pendorong, dan penggerak bagi pertumbuhan daerah yang berpotensi, namun belum
berkembang, dalam upaya peningkatan dan pemerataan pembangunan serta hasil-hasilnya. 1
Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa arus lalu lintas jalan di kota-kota besar di
Negara Republik Indonesia umumnya dan khususnya di Kota Medan, semakin bertambah

padat sejalan dengan perkembangan dan kemajuan teknologi, perkembangan ekonomi, serta
ditambah dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat. Sehubungan dengan hal
tersebut, maka secara otomatis akan timbul problema yang kompleks dalam kaitannya dengan
kecelakaan lalu lintas yang sering menelan korban jiwa dan harta benda.
Jauh sebelum kendaraan bermotor ditemukan, kecelakaan di jalan hanya melibatkan
kereta, hewan, dan manusia. Kecelakaan lalu lintas menjadi meningkat secara drastis ketika
ditemukan berbagai jenis kendaraan bermotor. 2Kecelakaan lalu lintas merupakan peristiwa
yang tidak diharapkan yang melibatkan paling sedikit satu kendaraan bermotor pada satu ruas
jalan dan mengakibatkan kerugian material bahkan sampai menelan korban jiwa. Laju
pertambahan penduduk dan jumlah arus lalu lintas di Kota Medan meningkat secara pesat,
sehingga kebutuhan akan prasarana transportasi terus bertambah. Keadaan ini sangat
berpengaruh terhadap tingkat pelayanan yang ada, sehingga jika tidak diimbangi dengan
peningkatan prasarana transportasi yang memadai,maka dampak yang diakibatkan adalah
timbulnya masalah-masalah pada lalu lintas, seperti kemacetan dan kecelakaan.
Bertambahnya volume lalu lintas akan menyebabkan kenaikan kecelakaan lalu lintas
yang terjadi secara cukup signifikan, dan bertambahnya kecepatan lalu-lintas pada kondisi
tertentu justru akan menurunkan jumlah kecelakaan, namun lebih lanjut peningkatan
kecepatan akan menaikkan jumlah kecelakaan lalu lintas yang terjadi. Dari data yang
diperoleh, ternyata pada kecepatan sekitar 40-50 km/jam terjadi kondisi jumlah kecelakaan
1


C.S.T. Kansil, dkk, Disiplin Berlalu lintas di Jalan Raya, (Jakarta : PT Rineka cipta, 1995), hlm. 4.
Kompas.com. “Sorotan”. http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0404/21/ sorotan/976934.htm,
(diakses pada tanggal 12 April 2016 pukul 15.30).
2

Universitas Sumatera Utara

minimal. Ada tiga faktor utama yang menyebabkan terjadinya kecelakaan, Pertama adalah
faktor manusia, kedua adalah faktor kendaraan dan yang terakhir adalah faktor jalan.
Kombinasi dari ketiga faktor itu bisa saja terjadi, antara manusia dengan kendaraan misalnya
berjalan melebihi batas kecepatan yang ditetapkan, kemudian ban pecah yang mengakibatkan
kendaraan mengalami kecelakaan. Disamping itu masih adafaktor lingkungan, cuaca yang
juga bisa berkontribusi terhadap kecelakaan. 3
Pelanggaran lalu lintas dewasa ini semakin memperihatinkan, Kepolisian Daerah
Sumatera Utara mencatat sebanyak 1.659 warga yang tewas akibat kecelakaan lalu lintas
sejak Januari hingga pertengahan Desember 2015.Kapolda Sumut, Irjen Pol Ngadino
mengatakan, jumlah korban tewas tersebut ditemukan dalam 5.832 kecelakaan lalu lintas
yang terjadi di Sumut sepanjang 2015. Selain korban tewas, jumlah kecelakaan lalu lintas itu
juga menyebabkan 2.521 pengguna jalan mengalami luka berat, sedangkan 6.035 orang

lainnya mengalami luka ringan.Adapun kerugian materi yang ditimbulkan dalam 5.832
kecelakaan lalu lintas tersebut mencapai Rp13,5 miliar. 4
Banyak sekali dijumpai permasalahan yang berkaitan dengan pelanggaran hukum,
3

mulai dari yang ringan hingga yang berat . Pelanggaran ringan yang kerap terjadi dalam
permasalahan lalu lintas adalah seperti tidak memakai helm, menerobos lampu merah, tidak
memiliki SIM atau STNK , tidak menghidupkan lampu pada siang hari, dan bonceng tiga
dianggap sudah membudaya di kalangan masyarakat dan anak-anak sekolah.
Pelanggaran lalu lintas seperti itu dianggap sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat
pengguna jalan, sehingga tiap kali dilakukan operasi tertib lalu lintas di jalan raya oleh pihak
yang berwenang, maka tidak sedikit yang terjaring kasus pelanggaran lalu lintas dan tidak
jarang juga karena pelanggaran tersebut kerap menimbulkan kecelakaan lalu lintas.
3

Ibid.
Republika.com, “Tahun 2015, Tercatat 5.832 Kasus Kecelakaan Lalu Lintas di Sumut”,
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/12/28/o02tpa313-tahun-2015-tercatat-5832-kasuskecelakaan-lalu-lintas-di-sumut, (diakses pada tanggal 12 April 2016 pada pukul 15.44 WIB)
4


Universitas Sumatera Utara

Perkara kecelakaan merupakan bagian dari tindak pidana kealpaan yang disebutkan
dalam pasal 359 KUHP. Dalam pasal 359 KUHP ditegaskan dengan dua cara bahwa
kematian orang lain adalah akibat dari kelalaian pembuat, yaitu dengan tidak menyebutkan
pembuat tetapi kesalahannya (kealpaannya). Dalam situasi pengendara kendaraan bermotor,
salah berbuat dan tidak berbuat seakan-akan menjadi satu perbuatan.
Kekurangcermatan tidak dapat dicelakan jika pelaku tidak dapat berbuat lain daripada
apa yang telah ia lakukan. Dalam hal ini, penting bahwa pelaksanaannya mengetahui sejauh
mana sifat kekurang hati-hatian dapatdikenakan pada pelaku. Dalam kealpaan, kurang
mengindahkan larangan sehingga tidak berhati-hati dalam melakukan sesuatu perbuatan yang
obyektif kausal menimbulkan keadaan yang dilarang. 5
Aparat penegak hukum (polisi lalu lintas) berperan sebagai pencegah (politie toezicht)
dan sebagai penindak (politie dwang) dalam fungsi politik. Di samping itu polisi lalu lintas
juga melakukan fungsi regeling (misalnya, pengaturan tentang kewajiban bagi kendaraan
bermotor tertentu untuk melengkapi dengan segitiga pengaman) dan fungsi bestuur
khususnya dalam hal perizinan atau begunstiging (misalnya, mengeluarkan Surat Izin
Mengemudi). 6Mengendarai kendaraan secara kurang hati – hati dan melebihi kecepatan
maksimal, tampaknya merupakan suatu perilaku yang bersifat kurang matang. Walau
demikian, kebanyakan pengemudi menyadari akan bahaya yang dihadapi apabila

mengendarai kendaraan dengan melebihi kecepatan maksimal tersebut. Akan tetapi di dalam
kenyataannya tidak sedikit pengemudi yang melakukan hal itu, khususnya anak sekolah
sehingga dalam pelanggaran lalu lintas tersebut tidak sedikit yang menyebabkan kecelakaan
lalu lintas.
Dari latar belakang penulisan tersebut, penulis mengangkat permasalahan dalam skripsi
ini

dengan

judul

Penanggulangan

Tindak

Pidana

Pelanggaran

Lalu


Lintas

5

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 199.
Soerjono Soekanto 2, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah – Masalah Sosial,
(Bandung : Citra Aditya Bakti, 1989), hlm 58.
6

Universitas Sumatera Utara

MenurutUndang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Oleh Kepolisian Republik Indonesia
(StudiPolresta Medan)
B. Rumusan Masalah
Hal yang telah merupakan kebiasaan di dalam menulis skripsi, harus ditentukan
masalah yang menjadi titik tolak dari pembahasan selanjutnya.Adapun yang menjadi
permasalahan dalam pembahasan skripsi ini adalah :
1. Bagaimana pengaturan mengenai lalu lintas menurut hukum positif di Indonesia?
2. Bagaimana perkembangan tindak pidana pelanggaran lalu lintas di Kota Medan?

3. Bagaimana peranan Polresta Medan dalam menanggulangi tindak pidana
pelanggaranlalu lintas yang terjadi di Kota Medan?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam skripsi ini adalah untuk:
1. Untuk mengetahui pertanggung jawaban pidana terhadap pelaku kelalaian (culpa)
pada pelanggaran lalu lintas.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya pelanggaran lalu lintas.
3. Untuk mengetahui kendala-kendala dalam penyidikan tindak pidana pelanggaran
lalu lintas.
Sedangkan yang menjadi manfaat penulisan dalam hal ini adalah:
1. Secara teoritis untuk menambah literatur tentang perkembangan hukum itu sendiri
khususnya dalam bidang hukum pidana tentang penyidikan tindak pidana
pelanggaran lalu lintas.
2. Secara praktis ini juga diharapkan kepada masyarakat dapat mengambil manfaatnya
terutama dalam hal mengetahui tentang hal-hal yang dapat dilakukan masyarakat
apabila terjadi tindak kelalaian (culpa) pada perkara pelanggaran lalu lintas.

Universitas Sumatera Utara

D. Keaslian Tulisan

Adapun

penulisan

skripsi

yang

berjudul

Penanggulangan

Tindak

Pidana

Pelanggaran Lalu Lintas Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Oleh
Kepolisian Republik Indonesia (StudiPolresta Medan) dan penulisan skripsi ini tidak
sama dengan penulisan skripsi lainnya. Sehingga penulisan skripsi ini masih asli serta dapat
dipertanggungjawabkan secara moral dan akademik.


E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Tindak Pidana
Tindak pidana pelanggaran lalu lintas adalah perbuatan yang bertentangan dengan
lalu lintas dan atau peraturan pelaksanaannya, baik yang dapat ataupun tidak
dapatmenimbulkan kerugian jiwa atau benda dan juga kamtibcarlantas. 7 Pelanggaran lalu
lintas ini tidak di atur dalam KUHP akan tetapi ada yang menyangkut delik delik yang
disebut dalam KUHP, misalnya karena kealpaannya menyebabkan matinya orang (Pasal
359), karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka berat, dan sebagainya (Pasal
360), karena kealpaannya menyebabkan bangunan-bangunan, trem kereta api, telegram,
telepon dan listrik dan sebagainya hancur atau rusak (Pasal 409). 8

Pembentuk

Undang-Undang

dalam

berbagai


perundang-

undanganmenggunakanperkataan “tindak pidana” sebagai terjemahan dari“strafbaar
feit” tanpa memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yangsebenarnya dimaksud
dengan

perkataan

“tindak

pidana”tersebut.

Secaraharfiah

perkataan

“tindak

pidana”dapat diterjemahkan sebagai “sebagiandari suatu kenyataan yang dapat
dihukum”. Akan tetapi, diketahui bahwayang dapat dihukum sebenarnya adalah manusia
7

Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia Akademi Kepolisian, Fungsi Teknis Lalu
Lintas, Semarang : Kompetensi Utama, 2009, hlm 6
8
Moeljatno, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Jakarta: Bumi Aksara, 1992, hlm 208

Universitas Sumatera Utara

sebagai pribadi danbukan kenyataanperbuatan, ataupun tindakan. 9
Moeljatno

menerjemahkan

istilah

“strafbaar

feit”

dengan

perbuatanpidana.Menurut pendapat beliau istilah “perbuatan pidana” adalahperbuatan
yang dilarang oleh suatu suatu aturan hukum larangan manadisertai ancaman (sanksi)
yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapayang melanggar larangan tersebut. 10
Menurut Wirjono Prodjodikoro bahwa dalam perundang-undanganformal
Indonesia, istilah “perisitiwa pidana” pernah digunakan secararesmi dalam UUDS 1950,
yakni dalam Pasal 14 (1). Secara substansif,pengertian dari istilah “peristiwa pidana”
lebih menunjuk kepada suatukejadian yang dapat ditimbulkan oleh perbuatan manusia
maupun olehgejala alam. 11
Teguh Prasetyo merumuskan bahwa : 12
“Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarangdan diancam
dengan pidana.Pengertian perbuatan di sini selainperbuatan yang bersifat aktif
(melakukan sesuatu yang sebenarnyadilarang oleh hukum) dan perbuatan yang
bersifat pasif (tidakberbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum).”
Menurut Pompe, perkataan “tindak pidana”secara teoretis dapatdirumuskan
sebagai berikut : 13
“Suatu pelanggaran norma atau gangguan terhadap tertib hukumyang dengan
sengaja ataupun tidak dengan sengaja telahdilakukan oleh seorang pelaku yang
penjatuhan hukuman terhadappelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya
tertib hukum danterjaminnya kepentingan umum.”
Jonkers merumuskan bahwa : 1417
“Tindak pidana sebagai perisitiwa pidana yang diartikannya sebagai suatu
perbuatanyang melawan hukum (wederrechttelijk) yang berhubungan dengan
kesengajaan atau kesalahan yang dilakukan oleh orang yang dapat
dipertanggungjawabkan.”

2. Pengertian Kepolisian
9

12P.A.F. Lamintang. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti.
1997), hlm. 181.
10
Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta Timur : Sinar Grafika. 2011), Jakarta. hlm. 97.
11
Wirjono Prodjodikoro. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung:Refika Aditama. 2003).
hlm. 33.
12
Teguh Prasetyo. Hukum Pidana Edisi Revisi, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada. 2011). Hlm .49.
13
P.A.F. Lamintang. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung:PT Citra Aditya Bakti), hlm. 182
14
Adami Chazawi.Pelajaran Hukum Pidana 1, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada. 2001), hlm. 75.

Universitas Sumatera Utara

Ditinjau dari segi etimologis istilah polisi di beberapa negara memiliki
ketidaksamaan, seperti di Yunani istilah polisi dikenal dengan istilah “politeia” di
Jerman dikenal dengan istilah “polizei” di Amerika Serikat dikenal dengan nama
“sheriff”. 15Polisi merupakan alat penegak hukum yang dapat memberikan perlindungan,
pengayoman, serta mencegah timbulnya kejahatan dalam kehidupan masyarakat. Hal ini
sesuai dengan pendapat Rahardi mengatakan bahwa“Kepolisian sebagai salah satu fungsi
pemerintahan

negara

di

bidang

pemeliharaan

keamanan

dan

ketertiban

masyarakat”. 16Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai pengertian kepolisian,
Penulis mengemukakan pendapat para ahli antara lain:
Menurut Van Vollenhoven yang dikutip oleh Momo Kelana istilah polisi
didefenisikan sebagai “organ dan fungsi, yakni sebagai organ pemerintahan dengan tugas
mengawasi, jika perlu menggunakan paksaan supaya yang diperintah menjalankan dan
tidak melakukan larangan-larangan perintah”. 17
Menurut Rianegara polisi berasal dari kata yunani Politea kata ini pada mulanya
digunakan untuk menyebut orang yang menjadi warga negara dari kota Athena.
Kemudian pengertian itu berkembang menjadi “kota” dan dipakai untuk menyebut
“semua usaha kota” yang disebut juga polis. Politea atau polis diartikan sebagai semua
usaha dan kegiatan negara juga termasuk kegiatan keagamaan.
Menurut Sadjijono yang dikutip oleh Rahardi, polisi dan kepolisian memiliki arti
yang berbeda dinyatakan bahwa:
“Istilah polisi adalah sebagai organ atau lembaga pemerintahan yang ada dalam
negara, Sedangkan istilah kepolisian adalah sebagai organ dan sebagai fungsi.
Sebagai organ yaitu suatu lembaga pemerintahan yang terorganisasi dan
terstruktur dalam organisasi negara. Sedangkan sebagai fungsi, yakni tugas dan
wewenang serta tanggung jawab lembaga atas kuasa Undang-undang
untukmenyelenggarakan fungsinya, antara lain pemeliharaan keamanan,
15

Sadjijono, Memahami Hukum Kepolisian, (Yogyakarta: LaksBang Persindo, 2010), hlm. 1.
Ibid, hlm. 56.
17
Ibid, hlm. 3.

16

Universitas Sumatera Utara

ketertiban masyarakat, penegak hukum pelindung, pengayom, pelayananan
masyarakat. 18
Sesuai dengan Kamus Umum Bahasa Indonesia, bahwa “polisi diartikan sebagai
badan pemerintahan yang diberi tugas memelihara keamanan dan ketertiban umum”.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002 pasal 1
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Menyebutkan bahwa:
1. Kepolisian adalah segala hal-ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga
polisi sesuai dengan peraturan Perundang-undangan.
2. Anggota kepolisian negara republik indonesia adalah pegawai negeri pada
kepolisian negara republik indonesia.
Menurut Hoegeng, yakni polisi merupakan lembaga resmi yang diberi mandat
untuk memelihara ketertiban umum, perlindungan orang serta segala sesuatu yang
dimilikinya dari keadaan bahaya atau gangguan umum serta tindakan-tindakan
melanggar hukum.
Menurut Konerto, mempunyai pandangan tersendiri mengenai pengertian Polisi
dalam pengertian sehari-hari yang tidak menghubungkan dengan pemerintahan negara.
“Polisi merupakan petugas atau pejabat karena dalam sehari-hari mereka berkiprah dan
berhadapan langsung dengan masyarakat. Pada mulanya polisi berarti orang yang kuat
dan dapat menjaga keamanan dan keselamatan anggota kelompoknya. Namun dalam
bentuk polis atau negara kota, polisi sudah harusdibedakan dengan masyarakat biasa,
agar rakyat jelas kepada merekalah rakyat dapat meminta perlindungan, dapat
mengadukan pengeluhan, dan seterusnya. Dengan diberikan atribut tersebut maksudnya
dengan atribut tersebut polisi memiliki wewenang menegakan aturan dan melindungi
masyarakat”. 19

18
19

Ibid, hlm. 5.
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Bicara sejarah kepolisian ada suatu hal ketika negara menganut sistem totaliter,
Kepolisian dijadikan alat pemerintahan/penguasa. ( berlawanan dengan demokrasi ).
Seperti Gestapo di zaman Hilter (Jerman), Polisi zaman penjajahan Belanda dan
Kempetai ketika Jepang menjajah Indonesia. Abad XIII Kerajaan Majapahit punya
pasukan Bhayangkara (polisi) yang dipimpin Maha Patih Gajah Mada dengan salah satu
filosofis kerjanya: “Satya Haprabu”. Setia kepada raja. Disinilah awal mulanya dikotomi
lahirnya pendapat tentang polisi sebagai alat penguasa yang dikenal dengan polisi
antagonis, tidak berpihak pada rakyat. 20
Berdasarkan pandangan dari beberapa pakar pengertian polisi nampak memiliki
persamaan satu dan yang lainya, walaupun variasi kata bahasa dalam mengungkapkan
makna ataupun pengertian polisi berbeda namun perbedaan itu tidak mempengaruhi arti
sesungguhnya kepolisian yang utama yakni: sebagai pelindung, pengayom masyarakat
dengan mencurahkan segala upaya demi terciptanya negara yang aman serta terbebas
dari segala gangguan tindak kejahatan yang dapat merugikan masyarakat.
Polisi di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia diamanat untuk menjaga keamanan dan ketertiban Negara. Salah
satu aspek yang penting yaitu mengenai penanganan persoalan lalu lintas di masyarakat.
Dalam hal ini, polisi yang menangani lalu lintas, selanjutnya disebut polentas (polisi lalu
lintas), adalah unsur pelaksana yang bertugas menyelenggarakan tugas kepolisian
mencakup penjagaan, pengaturan, pengawalan dan patroli, pendidikan masyakarakat, dan
rekayasa lalu lintas, registrasi dan identifikasi pengemudi, atau kendaraan bermotor,
penyidikan kecelakaan lalu lintas, dan penegakan hukum dalam bidang lalu lintas guna
memelihara keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas.
Tugas-tugas pokok kepolisian tersebut, tercantum dalam pasal 14 Undang-

20

Anton tabah, Membangun Polri Yang Kuat, (Jakarta: P.T Sumber Sewu, 2002) , hlm. xvii.

Universitas Sumatera Utara

Undang Nomor 2 tahun 2002 yaitu;
(1) Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian
Negara Republik Indonesia bertugas :
a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan
masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan
kelancaran lalu lintas di jalan;
c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum
masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan
perundang-undangan;
d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian
khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan
hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;
h. menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium
forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;
i. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup
dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan
pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
j. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh
instansi dan/atau pihak yang berwenang;
k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam
lingkup tugas kepolisian; serta

Universitas Sumatera Utara

l. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf f diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Polisi disemua negara dalam melaksanakan penegakan hukum di lapangan adalah
wewenangnya sama. Berkaitan dengan wewenang kepolisian meliputi wewenang umum
dan wewenang khusus. Wewenang khusus sebagaimana dirumuskan dalam pasal 15 ayat
(1) Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian yang meliputi :
a.

menerima laporan dan/atau pengaduan;

b.

membantu

menyelesaikan

perselisihan

warga

masyarakat

yang

dapat

menggangguketertiban umum;
c.

mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;

d.

mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan
dan kesatuan bangsa;

e.

mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif
kepolisian;

f.

melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam
rangka pencegahan;

g.

melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

h.

mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;

i.

mencari keterangan dan barang bukti;

j.

menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;

k.

mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka
pelayanan masyarakat;

l.

memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan
pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;

Universitas Sumatera Utara

m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

3. Pengertiaan Lalu Lintas
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintasdan
Angkutan Jalan bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuansistem yang
terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintasdan Angkutan
Jalan,Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan,Pengemudi, Pengguna Jalan,
serta pengelolaannya, yang mana pengertian lalulintas itu sendiri di atur di dalam UU
lalu lintas dan angkutan jalan khususnyaPasal 1 ayat (1). Untuk lalu lintas itu sendiri
terbagi atas Laut, darat danudara. Lalu lintas sendiri merupakan suatu sarana transportasi
yang di laluibermacam-macam jenis kendaraan, baik itu kendaraan bermesin roda
duaatau beroda empat pada umumnya dan kendaraan yang tidak bermesin
contohnyasepeda, becak dan lain-lain.
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai bagian dari sistem transportasinasional
harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkankeamanan, keselamatan,
ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas danAngkutan Jalan dalam rangka mendukung
pembangunan ekonomi danpengembangan wilayah. Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 Tentang LaluLintas dan Angkutan Jalan adalah merupakan suatu dasar hukum
terhadappemberlakuan kegiatan lalu lintas ini, dimanamakin lama makin berkembangdan
meningkat sejalan dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat yangterus
meningkat. Kalau ditinjau lebih lanjut tingkah laku lalu lintas initernyata merupakan
suatu hasil kerja gabungan antara manusia, kendaraandan jaringan jalan. Lalu Lintas
adalah gerak kendaraan dan orang diruang lalu lintasjalan. 21
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan tujuan :
21

Direktorat Lalu Lintas Polri, Paduan Praktis Berlalu Lintas, (Jakarta: Ditlantas Polri, 2009), hlm.12.

Universitas Sumatera Utara

1. Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat,
tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong
perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh
persatuan dan kesatuan bangasa, serta mampu menjunjung tinggi martabat
bangsa.
2. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa.
3. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Lalu lintas adalah pergerakan kendaraan, orang dan hewan di jalan. Pergerakkan
tersebut dikendalikan oleh seseorang menggunakan akal sehat. Orang yang kurang akal
sehatnya mengemudikan kendaraan dijalan, akan mengakibatkan bahaya bagi pemakai
jalan yang lain. Demikian juga hewan dijalan tanpa dikendalikan oleh seseorang yang
sehat akalnya akan membahayakan pemakai jalan yang lain. 22
4. Pelanggaran Lalu Lintas
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan
memiliki pasal-pasal yang mengatur tentang larangan-larangan dan kewajiban-kewajiban
bagi pengguna dan penyelenggara jalan. Dari keseluruhan pasal yang ada pada UndangUndang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, maka terdapat
beberapa pasal yang memiliki sanksi pidana dengan dua kategori yaitu merupakan tindak
pidana pelanggaran dan tindak pidana kejahatan.
Perbuatan-perbuatan dalam bentuk pelanggaran menurut Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan dapat dibagi menjadi :
1.

Pelanggaran Terhadap Kelengkapan Menggunakan Kendaraan Bermotor.
Kelengkapan di dalam menggunakan kendaraan bermotor sangatlah penting,

disamping untuk melindungi pengguna kendaraan, penumpang kendaraan, maupun
22

Adib Bahari, Tanya Jawab Aturan Wajib Berlalu Lintas, (Jakarta: Pustaka Yustisia, 2010), hlm.28.

Universitas Sumatera Utara

pengguna jalan dan kendaraan bermotor lainnya dari bahaya kecelakaan yang tidak
diinginkan . Undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan telah mengatur berbagai
ketentuan mengenai kelengkapan-kelengkapan bagi pengguna kendaraan bermotor dalam
berkendara di jalan, adapun kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan dalam hal
kelengkapan menggunakan kendaraan bermotor di dalam Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan antara lain kewajiban menggunakan
helm bagi pengguna kendaraan roda dua, dan kewajiban kelengkapan bagi kendaraan
roda empat atau lebih. Kewajiban penggunaan helm bagi pengguna kendaraan roda dua
dimaksudkan untuk melindungi anggota tubuh yang penting, yaitu kepala dari
pengendara ataupun penumpang dari benturan apabila terjadi suatu kecelakaan,
kewajiban ini tertulis pada Pasal 57 ayat (1) sampai (4).
2.

Pelanggaran Terhadap Tata Cara Berlalu Lintas dan Berkendaraan
Tata cara berlalu lintas lebih ditujukan kepada pengemudi kendaraan bermotor,

pengemudi sebagai subyek hukum tentunya bertanggung jawab apabila terjadi gangguan
terhadap kepentingan yang dilindungi oleh hukum 23. Pelanggaran yang kerap terjadi
terhadap tata cara berlalu lintas dan berkendaraan antara lain adalah pelanggaran
terhadap kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan yang harus dijalankan dan
dihindari oleh pengemudi kendaraan bermotor, antara lain seperti : Tindakan pengguna
jalan yang tidak mematuhi perintah yang diberikan oleh petugas Kepolisian Negara
Republik Indonesia karena dalam keadaan tertentu untuk ketertiban dan kelancaran lalu
lintas dan angkutan jalan, petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat
melakukan

tindakan

memberhentikan

arus

lalu

lintas

atau

pengguna

jalan,

memerintahkan pengguna jalan untuk jalan terus, mempercepat arus lalu lintas,
memperlambat arus lalu lintas, dan/atau mengalihkan arah arus lalu lintas, seperti diatur
23

Bambang Poernomo, Hukum Pidana Kumpulan Karangan Ilmiah, (Jakarta : Bina Aksara, 1982), hlm

67

Universitas Sumatera Utara

pada Pasal 104 ayat (1), kewajiban ini diatur pada Pasal 104 ayat (3) yang berbunyi :
Pengguna Jalan wajib mematuhi perintah yang diberikan oleh petugas Kepolisian Negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
3.

Pelanggaran Terhadap Fungsi Jalan dan Rambu Lalu Lintas
Setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi dengan

perlengkapan jalan berupa rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas,
alat penerangan jalan, alat pengendali dan pengaman pengguna jalan, alat pengawasan
dan pengamanan jalan, fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki, dan penyandang cacat dan
fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di jalan dan di
luar badan jalan seperti yang disebutkan pada Pasal 25 ayat (1).
F. Metode Penelitian
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.

Pendekatan masalah
Untuk membahas permasalahan yang terdapat dalam skripsi ini penulis
menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis
normatif adalah pendekatan masalah dengan melihat, menelaah dan menginterpretasikan
hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum yang berupa konsepsi,
peraturan perundang-undangan, pandangan, doktrin hukum dan sistem hukum yang
berkaitan. Jenis pendekatan ini menekankan pada diperolehnya keterangan berupa
naskah hukum yang berkaitan dengan objek yang diteliti. Sedangkan pendekatan yuridis
empiris yatu cara prosedur yang dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian
dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan
mengadakan penelitian terhadap data primer di lapangan. 24

24

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 1985. Penelitian Hukum Normatif SuatuTinjauan Singkat. Rajawali
Pers. Jakarta. Hlm:52

Universitas Sumatera Utara

Penggunaan dari metode yuridis empiris dalam penelitian skripsi ini, yaitu dari
hasil pengumpulan dan penemuan data serta informasi melalui studi lapangan di
Polresta Medan terhadap asumsi atau anggapan dasar yang dipergunakan dalam
menjawab permasalahan pada penelitian skripsi ini, kemudian dilakukan pengujian
secara induktif–verifikatif pada fakta mutakhir yang terdapat di dalam masyarakat.
Dengan demikian Melalui pendekatan yuridis empiris ini diharapkan dapat

mengetahui tentang suatu peraturan perundang – undangan yang berlaku, khususnya
Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang – Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana, Undang –
Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Undang
– Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
dapat diterapkan dalam mengkaji dan membahas permasalahan – permasalahan
dalam penelitian ini.
2. Sumber data.
a. Data primer
Data primer adalah data yang berasal dari sumber asli ataupunpertama. 25 Dalam
penelitian ini data primer diperoleh dari wawancara dengan Ibu Lastiar Siburian,
SSi., Selaku Wakil Kepala Lalu Lintas Kepolisian Resort Kotamadya Medan.
b. Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang berasal dari sumber kedua yang dapat
diperoleh melalui buku-buku , brosur dan artikel yang di dapat dari website yang
berkaitan dengan penelitian ini. 26Atau data yang berasal dari orang-orang kedua

25

Jonathan Sarwono, Analisis Data Penelitian Dengan Menggunakan SPSS, (Yogyakarta : CV.
Andi Offset, 2006), hlm 8.
26

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif Komunikasi, Ekonomi, Dan Kebijakan Publik
Ilmu-ilmu Sosial Lainya, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 119.

Universitas Sumatera Utara

atau bukan data yang datang secara langsung, data ini mendukung pembahasan
dan penelitian, untuk itu beberapa sumber buku atau data yang diperoleh akan
membantu dan mengkaji secara kritis penelitian tersebut. Untuk memperoleh data
ini peneliti mengambil sejumlah buku-buku, website, literatur, peraturan
perundang-undangan khususnya Kitab Undang – Undang Hukum Pidana, Undang
– Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan
Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia, catatan – catatan yang relevan, koran, majalah dan dokumen serta hasil
penelitian yang ada hubungannya dengan permasalahan yang dikemukakan.
3. Prosedur pengumpulan dan pengolahan data.
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan dua
cara yaitu studi lapangan, dengan memperoleh data-data jumlah pelanggaran lalu lintas
dari Satlantas Polresta Medan dan kemudian studi kepustakaan. Studi lapangan
dilakukan untuk memperoleh data primer atau data yang langsung dari sumbernya
dengan mengadakan wawancara dan observasi. “Wawancara adalah suatu bentuk
komunikasi verbal, jadi semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi.
Dalam wawancara ini pertanyaan dan jawaban diberikan secara verbal.” Wawancara
saya lakukan dengan Ibu Lastiar Siburian, SSi., selaku Wakil Kepala Satuan Lalu Lintas
Kepolisian Resor Kotamadya Medan, Kemudian menggunakan data sekunder atau data
yang tidak langsung dari sumbernya denganmetode dokumenter, yaitu dengan cara
membaca dan menelaah buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan terutama
Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang – Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Undang – Undang Hukum Acara Pidana, Undang – Undang Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Undang – Undang Nomor 2

Universitas Sumatera Utara

Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, catatan kuliah, dokumen
serta hasil penelitian yang ada hubungannya dengan judul skripsi ini.
Selanjutnya dari data yang terkumpul tersebut masih merupakan bahan mentah
maka hal itu perlu diolah. Pengolahan data adalah kegiatan merapikan hasil
pengumpulan data di lapangan sehingga siap pakai untuk dianalisis. 27 Prosedur
pengolahan data dimulai dengan memeriksa data secara korelatif yaitu yang
hubungannya antara gejala yang satu dengan yang lain, sehingga tersusunlah karya yang
sistematis.
4. Analisis data
Analisis data adalah proses menafsirkan atau memaknai suatu data. Analisis data
sebagai tindak lanjut proses pengolahan data merupakan pekerjaan seorang peneliti yang
memerlukan ketelitian, dan pencurahan daya pikir secara optimal, dan secara nyata
kemampuan metodologis peneliti diuji. 28 Hasil analisis ini diharapkan dapat digunakan
untuk menjawab permasalahan yang dikemukakan dalam skripsi ini dan akhirnya dapat
digunakan untuk menarik suatu kesimpulan serta memberikan saran seperlunya. Analisis
data menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif, yaitu menggambarkan secara
lengkap kualitas dan karateristik dari data-data yang sudah terkumpul dan sudah
dilakukan pengolahan, kemudian dibuat kesimpulan.

G. Sistematika Penulisan Skripsi
Skripsi ini terdiri dari 4 bab, dan setiap bab terbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk
mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai
berikut :

27
28

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta : Sinar Grafika, 1996), hlm. 72.
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002), hlm 7.

Universitas Sumatera Utara

BAB I :

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode
penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.

BAB II : Dalam bab ini diuraikan mengenai Kepolisian Lalu Lintas Resort Kota Medan
dalam menanggulangi pelanggaran lalu lintas di Kota Medan, jenis-jenis
pelanggaran lalu lintas yang ada di Kota Medan, serta sanksi hukum pelanggaran
lalu lintas di Kota Medan.
BAB III : Dalam bab ini diuraikan mengenai Data dan Perkembangan Pelanggaran Lalu
Lintas Kota Medandan Faktor-Faktor Penyebab Pelanggaran Lalu Lintas Di Kota
Medan.
BAB IV : Dalam bab ini diuraikan mengenai peranan Polresta Medan dalam menanggulangi
Tindak Pidana Pelanggran Lalu Lintas Yang terjadi Di kota Medan dan Kendala
yang dihadapi oleh pihak Kepolisian dalam menanggulangi pelanggaran lalu
lintas.
BAB V : Dalam bab ini diuraikan tentang kesimpulan dan saran penulis berkaitan dengan
permasalahan penelitian.

Universitas Sumatera Utara