Pengomposan Eceng Gondok (Eichornia Crassipes) di DTA Danau Toba Dengan Menggunakan Beberapa Jenis Aktifator

3

TINJAUAN PUSTAKA

Pupuk dan Pemupukan
1. Pupuk
Pupuk adalah material yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman
untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu
berproduksi dengan baik. Material pupuk dapat berupa bahan organik ataupun
non-organik (mineral). Pupuk adalah suatu bahan yang bersifat organik maupun
anorganik, apabila ditambahkan kedalam tanah atau tanaman maka dapat
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah dan dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman (Madjid, et al., 2011).
2. Pemupukan
Pemupukan merupakan salah satu jalan yang harus ditempuh untuk
memperbaiki keadaan tanah, baik dengan pupuk buatan (anorganik), maupun
dengan pupu organik (seperti pupuk kandang pupuk kompos). Terdapat dua
kelompok pupuk anorganik berdsarkan jenis hara yang dikandungnya, yaitu
pupuk tunggal dan pupuk mejemuk. Ke dalam kelompok pupuk tunggal terdapat
tiga macam pupuk yang dikenal dan banyak beredar di pasaran, yaitu pupuk yang
berisi hara utama nitrogen (N), hara utama posfor (P), dan hara utama kalium (K)

(Lingga dan Marsono, 2008)
Pupuk Organik
Pupuk organik disebut juga pupuk alam karena seluruh atau sebagian besar
pupuk ini berasal dari alam. Kotoran hewan, sisa tanaman, limbah rumah tangga,
dan batu-batuan merupakan bahan dasar pupuk organic ada pupuk organic yang

3
Universitas Sumatera Utara

4

masih benar-benar alami tanpa sentuhan teknologi, tetapi ada sedikit pula pupuk
organic yang telah diproses dengan teknologi modern sehingga muncul dalam
bentuk, rupa, dan warna yang jauh berbeda dengan bahan dasarnya (Marsono dan
Sigit, 2005).
Seperti halnya pupuk anorganik, jenis pupuk organic sangat beragam. Jika
jenis pupuk anorganik ditentukan oleh kadar haranya maka jenis pupuk organic
ditentukan oleh asal bahan terbentuknya, yaitu:
1. Pupuk Kandang
Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kandang ternak, baik

berupa kotoran padat (feses) yang bercampur sisa makanan maupun air
kencing (urine). Itulah sebabnya pupuk kandang terdidi dari dua jenis,
yaitu padat dan cair.
2. Pupuk Hijau
Pupuk hijau adalah pupuk organik yang berasal dari bagian-bagian
tanaman seperti daun, tangkai, dan batang yang masih muda. Tujuannya,
untuk menambah bahan organic dan unsure-unsur lainnya ke dalam tanah.
3. Humus
Humus adalah sisa tumbuhan berupa daun, akar, cabang, dan batang yang
sudah membusuk secara alami lewat bantuan mikroorganisme (di dalam
tanah) dan cuaca (di atas tanah). Lapisan atas tanah di hutan banyak
terbentuk humus.
4. Kompos
kompos merupakan hasil dari pelapukan bahan-bahan berupa dedaunan,
jerami, alang-alang, rumput, kotoran hewan, sampah kota, dan sebagainya.

4
Universitas Sumatera Utara

5


Proses pelapukan bahan-bahan tersebut dapat dipercepat melalui bantuan
manusia. Oleh karena itu, siapapun dapat membuat kompos asalkan tau
caranya.
(Marsono dan Lingga, 2004).
Pupuk organik mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman.
Akan tetapi, Nitrogen dan unsur hara yang lain yang dikandung pupuk organik
dilepaskan perlahan-lahan sehingga penggunaannya harus berkesinambungan.
Nilai pupuk yang dikandung dalam pupuk organik juga rendah dan sangat
bervariasi, penyediaan hara terjadi secara lambat dan menyediakan hara dalam
jumlah terbatas. Pemberian pupuk kandang maupun kompos akan sangat
bermanfaat bagi kondisi fisik tanah, karena akan memperbaiki struktur tanah
(Sutanto, 2006).

Pengomposan
Pengomposan merupakan suatu teknik pengolahan limbah padat yang
mengandung bahan organik biodegradable (dapat diuraikan mikroorganisme).
Selain menjadi pupuk organik maka kompos juga dapat memperbaiki struktur
tanah, memperbesar kemampuan tanah dalam menyerap air dan menahan air serta
zat-zat hara lain. Pengomposan alami akan memakan waktu yang relatif lama,

yaitu sekitar 2-3 bulan bahkan 6-12 bulan. Pengomposan dapat berlangsung
dengan

fermentasi

yang

lebih

cepat

dengan

bantuan

mikroorganisme

(Permana dan Hirasmawan, 2009).
Proses pengomposan dapat terjadi dalam kondisi aerobik maupun
anerobik. Pengomposan aerobik terjadi dalam keadaan terdapat oksigen,

sedangkan pengomposan anerobik dalam kondisi tanpa oksigen. Proses aerobik

5
Universitas Sumatera Utara

6

akan menghasilkan CO2, air dan panas. Proses anerobik menghasilkan metana
,alkohol, CO2, dan senyawa antara seperti asam organik. Proses anerobik
seringkali menimbulkan bau tajam sehingga proses pengomposan banyak
dilakukan dengan cara aerobik (Sutinah, 2013).

Mikroorganisme Fermentasi
Mikroorganisme fermentasi merupakan mikroorganisme yang dapat di
menfaatkan sebagai starter dalam pembuatan bokasi atau kompos. Beberapa jenis
mikroorganisme fermentasi yaitu:
1. Rhizopus sp
Jamur Rhizopus sp telah diketahui sejak lama sebagai jamur yang
memegang peranan utama pada proses fermentasi kedelai menjadi tempe. Jamur
Rhizopus sp akan membentuk padatan kompak berwarna putih yang disebut

sebagai benang halus/biomasa. Benang halus/biomasa disebabkan adanya miselia
jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai dan menghubungkan biji-biji
kedelai tersebut. Masyarakat umumnya menyebut inokulum jamur untuk
membuat tempe dengan laru atau ragi tempe. Jenis Rhizopus yang dapat
digunakan sebagai inokulum dalam pembuatan tempe yaitu R. oligosporus, R.
oryzae, R. stolonifer. dan kombinasi dua jenis atau ketiga-tiganya. Salah satu jenis
jamur yang sering dijumpai dalam ragi tempe adalah Rhizopus oligosporus. Jamur
ini dapat digunakan sebagai kultur tunggal dalam laru. Jenis jamur lainnya seperti
Rhizopus oryzae, R. stolonifer dan R. arrhizus juga sering ditemui pada kultur
campuran ragi tempe (Dewi dan ‘Azis, 2011)
Kapang golongan Rhizopus sp sangat berperan penting dalam proses
pembuatan fermentasi tempe, dan memiliki kemampuan dalam menghasilkan

6
Universitas Sumatera Utara

7

enzim β-glukosidase. Selama proses fermentasi kedelai berlangsung menjadi
tempe, isoflavon glukosidase dikonversi menjadi isoflavon aglikon oleh enzim

β-glukosidase yang disekresikan oleh mikroorganisme. Enzim ini selain terdapat
di dalam kedelai juga diproduksi oleh mikroorganisme selama proses fermentasi
berlangsung dan mampu memecah komponen glukosida menjadi aglikon dan
gugus gula (Ewan, et al., 1992).
Fermentasi bungkil kedelai memakai Rhizopus sp, mampu meningkatkan
kandungan protein kasar bunngkil kedelai dari 41% menjadi 55%. Dan
menigkatkan asam amino sebesar 14,2% sehingga diduga dapat dipakai untuk
alternatif sebagai bahan pemicu pertumbuhan tanaman (Handajani, 2007).
2. Saccharomyces sp
Ragi mampu menghasikan enzim yang dapat mengubah subtrat menjadi
bahan lain dengan mendapatkan keuntungan berupa energi. Ragi untuk tape
merupakan campuran dari bermacam-macam organisme yang hidup bersama
secara sinergetik, dimana umumnya terdapat spesies-spesies dari genus
Aspergillus yang dapat menyederhanakan amilum, Saccharomyces sp, Candida
sp, dan Hansenula sp yang dapat menguraikan gula menjadi alkohol dan
bermacam-macam zat organik lainnya serta bakteri (Acerobacter sp) yang
menumpang untuk mengubah alkohol menjadi asam cuka (Dwidjoseputro, 1994)
Tempe, Tape, danYoghurt
1. Fermentasi Tempe
Tempe merupakan makanan tradisional khas Indonesia yang berpotensi

sebagai makanan fungsional karena mempunyai gizi tinggi yang diperlukan oleh
tubuh. Beberapa khasiat tempe bagi kesehatan antara lain memberikan pengaruh

7
Universitas Sumatera Utara

8

hipokolesterolemik, antidiare, antioksidan, meningkatkan penyerapan kalsium dan
zat besi, sebagai senyawa antitrombotik, menurunkan kolesterol dan sebagainya.
Tempe adalah produk makanan hasil fermentasi biji kedelai oleh kapang tertentu,
berbentuk padatan kompak dan berbau khas serta berwarna putih atau sedikit
keabu-abuan. Pembuatan Tempe dilakukan dengan proses fermentasi, yaitu
dengan menumbuhkan kapang Rhizopus spp. pada kedelai matang yang telah
dilepaskan kulit epidermisnya (Dewi dan ‘Azis, 2011).

Gambar 1. Fermentasi tempe

2. Fermentasi Tape
Tape adalah jenis makanan rakyat yang terbuat dari bahan-bahan yang

mengandung banyak karbohidrat yang di fermentasi, misalnya ketela pohon atau
singkong (tape singkong), beras ketan (tape ketan). Fermentasi dipengaruhi oleh
beberapa faktor, salah satunya adalah lama fermentasi. Lama fermentasi yang
dibutuhkan dalam proses fermentasi adalah 2-3 hari. Waktu yang sesuai akan
menghasilkan tape yang rasanya khas, rasa manis dengan sedikit asam serta
adanya aroma alkohol. Rasa manis karena perubahan karbohidrat menjadi glukosa
sebagai karbohidrat yang lebih sederhana, sedangkan rasa asam karena dalam
proses fermentasi terbentuk asam, sehingga semakin lama pemeraman maka akan
terjadi peningkatan kadar alkohol dan total asam (Fahmi dan Nurrahman, 2011).

8
Universitas Sumatera Utara

9

Gambar 2. Fermentasi Tape

3. Yogurt
Yogurtmerupakan salah satu produk fermentasi susu dengan bantuan
bakteri asam laktat (BAL).) Yoghurtmempunyai banyak manfaat bagi tubuh

antara lain mengatur saluran pencernaan, antidiare, antikanker, meningkatkan
pertumbuhan, membantu penderita lactose intolerance dan mengatur kadar
kolesterol dalam darah. Karakteristik yoghurt seperti rasa yang asam dan tekstur
yang kental menjadikan beberapa orang tidak menyukainya. Diperlukan adanya
diversifikasi dalam pembuatan yoghurt, yaitu dengan membuat produk
yoghurtyang tidak terlalu asam dengan menghentikan waktu fermentasi pada
tingkat keasaman yang diinginkan dan tekstur yang tidak kental (encer) sehingga
mudah untuk diminum yang biasa disebut drink yoghurt (Hidayat, et al, 2013)

Mol Buah dan Sayur
MOL (mikroorganisme lokal) merupakan kumpulan mikro-organisme
yang bisa diternakkan, yang berfungsi sebagai starter dalam pembuatan bokasi
atau kompos. Pemanfaatan limbah per-tanian seperti buah-buahan tidak layak
konsumsi untuk diolah menjadi MOL dapat meningkatkan nilai tambah limbah,
serta me-ngurangi pencemaran lingkungan.

9
Universitas Sumatera Utara

10


Gambar 3. Mol Buah dan Sayur

Mikroorganisme lokal (MOL) merupakan salah satu cara pengembangbiakan
mikroorganisme yang akan mampu mendegradasi bahan organik. Bahan
pembuatan MOL ini adalah antara lain tempe, tape, dan youghurt dll.
Mikroorganisme dasar dalam MOL ini adalah Saccharomyces yang berasal dari
ragi tape,

Rhizopus dari ragi tempe dan Lactobacillus dari yoghurt.

Mikroorganisme ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
a. Sifat amilolitik, mikroorganisme yaitu Saccharomyces akan menghasilkan
enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi volatile
fatty acids yang kemudian akan menjadi asam amino.
b. Sifat proteolitik, mikroorganisme yaitu Rhizopus akan mengeluarkan enzim
protease yang dapat merombak protein menjadi polipeptida, lalu menjadi
peptide sederhana dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2 dan air.
c. Sifat lipolitik, mikroorganisme yaitu Lactobacillus akan menghasilkan enzim
lipase yang berperan dalam perombakan lemak. (Ginting, 2009)

EM4
Effective microorganismesms 4 (EM4) merupakan kultur campuran dari
mikroorganisme yang menguntungkan, bermanfaat bagi kesuburan tanah, maupun

10
Universitas Sumatera Utara

11

pertumbuhan

tanaman,

serta

ramah

lingkungan.

Mikroorganisme

yang

ditambahkan akan membantu memperbaiki kondisi biologis tanah dan dapat
membantu penyerapan unsure hara. EM4 mengandung mikroorganisme
fermentasi dan sintetik yang terdiri dari bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.),
bakteri fotosintetik (Rhodopseudomonas sp.), Actinimycetes sp., Srteptomyces sp.,
dan ragi (yeast). Selain bermanfaat bagi peningkatan kesuburan tanah dan
tanaman. EM4 juga bermanfaat untuk memfermentasi sampah organic menjadi
pupuk organik (Marsono dan Sigit, 2005).

Gambar 4. EM4

EM-4 (Effective Microorganisme)
mikroorganisme

yang

menguntungkan

adalah kultur campuran dari
bagi

pertumbuhan

tanaman,

Mikroorganisme yang terdapat dalam EM-4 terdiri dari bakteri fotosintesis
(Rhodopseudomonas
(Saccharomices

sp),

sp),

bakteri

asam

actinomycetes

sp,

laktat
dan

(Lactobacillus
aspargillus

sp),

ragi

sp. Effective

mikroorganisme (EM-4) dapat meningkatkan fermentasi organik, unsur hara
tanaman, serta meningkatkan aktivitas serangga, hama dan mikroorganisme
patogen (Djuarnani dkk, 2005).

11
Universitas Sumatera Utara

12

Parameter yang digunakan pada Uji Pengomposan
1. Temperatur
Temperatur adalah satu indikator penting

kunci di dalam pembuatan

kompos. Panas ditimbulkan sebagai suatu hasil sampingan proses yang dilakukan
oleh mikroba untuk mengurai bahan organik. Temperatur ini dapat digunakan
untuk mengukur seberapa baik system pengomposan ini bekerja, disamping itu
juga dapat diketahui sejauh mana dekomposisi telah berjalan. Sebagai ilustrasi,
jika kompos naik sampai Temperatur 40°C – 50°C, maka dapat disimpulkan
bahwa campuran bahan baku kompos cukup mengandung bahan Nitrogen dan
Carbon dan cukup mengandung air (kelembaban cukup) untuk menunjang
pertumbuhan mikroorganisme (Susetya, 2010).
Tinggi tumpukan merupakan salah satu faktor yang menentukan temperatur
pengomposan, tumpukan bahan yang terlalu rendah akan mengakibatkan cepatnya
kehilangan panas karena tidak cukupnya material untuk menahan panas yang
dilepaskan, sehingga mikroorganisme tidak dapat berkembang secara optimal.
Sebaliknya jika tumpukan terlalu tinggi, akan terjadi kepadatan bahan yang
diakibatkan oleh berat bahan sehingga suhu menjadi sangat tinggi dan tidak ada
udara di dalam tumpukan (Musnamar, 2003).
Selama proses dekomposisi, suhu dijaga sekitar 40°C - 50°C selama 3
minggu karena pada tingkatan suhu tersebut bakteri akan bekerja secara optimal
sehingga penurunan C/N rasio berjalan sempurna dan mampu memberantas
bakteri pathogen maupun biji gulma. Pada proses composting yang baik, maka
Temperatur 40°C - 50°C dapat dicapai dalam 2 – 3 hari. Kemudian dalam
beberapa hari berikutnya Temperatur akan meningkat sampai bahan baku yang

12
Universitas Sumatera Utara

13

didekomposisi oleh mikrorganisme habis. Dari situ barulah Temperatur akan
turun (Parnata, 2004).
Pada system natural aeration, udara yang masuk kedalam alat bergantung
pada kondisi udara sekitar dan cuaca, sehingga aerasi yang diperoleh tidak teratur
bahkan mungkin jumlahnya bisa terlalu sedikit (Dewi, dkk. 2007).
Temperatur yang tinggi pada proses pengomposan sangat penting untuk
proses higienisasi, yaitu untuk membunuh bakteri patogen dan bibit gulma, selain
untuk memacu proses pengomposan karena pada umumnya proses pengomposan
kombinasi suhu termofilik dan mesofilik. Kurang tingginya suhu kompos
disebabkan karena jumlah limbah yang dikomposkan tidak cukup memberikan
proses insulasi panas. Sejumlah energi dilepaskan dalam bentuk panas pada
perombakan bahan organik sehingga mengakibatkan naik turunnya temperatur.
Peningkatan suhu adanya aktivitas bakteri dalam mendekomposisi bahan organik.
Kondisi mesofilik lebih efektif karena aktivitas mikroorganisme didominasi
protobakteri dan fungi. Pembalikan yang dilakukan dalam proses pengomposan
mengakibatakan temperatur turun dan kemudian naik lagi (Pandebesie, 2012).
2. pH
Kisaran pH kompos yang baik adalah 6,5 – 7,5 (netral) karena akan
mempengaruhi aktifitas mikroorganisme (Sutedjo, 2002). Pengamatan pH kompos
berfungsi sebagai indikator proses dekomposisi kompos. Mikroba kompos akan
bekerja pada keadaan pH netral sampai sedikit masam, dengan kisaran pH antara
5,5 sampai 8. Selama tahap awal proses dekomposisi, akan terbentuk asam-asam
organik. Kondisi asam ini akan mendorong pertumbuhan jamur dan akan
mendekomposisi lignin dan selulosa pada bahan kompos. Selama proses

13
Universitas Sumatera Utara

14

pembuatan kompos berlangsung, asam-asam organik tersebut akan menjadi netral
dan kompos menjadi matang biasanya mencapai pH antar 6 – 8 (Susetya, 2010).
pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai
7.5. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan
organik dan pH bahan itu sendiri. pH kompos yang sudah matang biasanya
mendekati netral (Widarti dkk, 2015).
Penurunan nilai pH saat proses pengomposan disebabkan oleh aktivitas
mikroorganisme yang menghasilkan asam organik dan reduksi dari ion
ammonium (NH4+) Indrasti dkk. (2006).
3. C/N Rasio
Bahan-bahan

mentah

yang

biasa

seperti:

merang,

daun,sampah

dapur,sampah kota, dan lain-lain, umumnya memiliki C/N rasio diatas 30.
Pembuatan kompos pada hakekatnya ialah menumpukkan bahan-bahan organic
dan membiarkannya terurai enjadi bahan-bahan yang mempunyai C/N rasio yang
rendah sebelum digunakan sebagai pupuk (Sutejo, 2002)
Kualitas kompos sangat ditentukan oleh besarnya perbandingan antara
jumlah karbon dan nitrogen (C/N) rasio. Jika C/N rasio tinggi berarti bahan
penyusun kompos belum terurai secara sempurna. Bahan kompos dengan C/N
rasio tinggi akan terurai atau membusuk lebih lama dibandingkan dengan bahan
dengan C/N rasio rendah (Novizan, 2005).
Apabila proses pengomposan telah selesai, maka perbandingan C/N rasio
bahan organic mendekati C/N rasio tanah, yaitu berkisar 12-15. Bahan organic
hasil pengomposan biasanya berbentuk serbuk kasar atau sedikit bergumpal

14
Universitas Sumatera Utara

15

tergantung kadar air bahan. Bahan organic ini sudah bisa diaplikasikan ke
tanaman (Isnaini, 2006).
Di dalam proses pengomposan akan terjadi perubahan struktur bahan
organic yang dilakukan oleh mikroorganisme, yaitu berupa penguraian selulosa,
hemiselulosa, lemak, lilin serta yang lainnya menjadi karbondioksida (CO2) dan
air (Musnamar, 2007)
Penurunan nilai rasio C/N pada masing-masing komposter ini disebabkan
karena terjadinya penurunan jumlah karbon yang dipakai sebagai sumber energi
mikroba untuk menguraikan atau mendekomposisi material organik. Pada proses
pengomposan berlangsung perubahan-perubahan bahan organik menjadi CO2 +
H2O + nutrien + humus + energi. Selama proses pengomposan CO2 menguap dan
menyebabkan penurunan kadar karbon (C) dan peningkatan kadar nitrogen (N)
sehingga rasio C/N kompos menurun. Rasio C/N yang terlalu tinggi akan
memperlambat proses pembusukan, sebaliknya jika terlalu rendah walaupun
awalnya proses pembusukan berjalan dengan cepat, tetapi akhirnya melambat
karena kekurangan C sebagai sumber energi bagi mikroorganisme (Pandebesie,
2012).
yang menyatakan bahwa pola perubahan pH kompos berawal dari pH agak
asam karena terbentukknya asam-asam organik sederhana, kemudian pH
meningkat pada inkubasi lebih lanjut akibat terurainya protein dan terjadinya
pelepasan amonia. Sementara itu, kadar garam kompos tergolong sangat rendah
untuk semua perlakuan, karena bahan dasar kompos tidak ada yang banyak
mengandung garam-garam terlarut (Dalzell dkk, 1991)

15
Universitas Sumatera Utara

16

Kondisi Umum Lokasi Pembuatan Kompos
Kabupaten Dairi terdiri dari 15 kecamatan yiatu Sidikalang, Berambu,
Sitinjo, Parbuluan, Sumbul, Silahisabungan, Silima Pungga-pungga, Lae Parira,
Siempat Nempu, Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu Hilir, Tiga Lingga,
Gunung Sitember, Pegagan Hilir, dan Tanah Pinem. Kecamatan Silahisabungan
merupakan salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten Dairi yang dimekarkan
dari Kecamatan Sumbul Pegagan pada tahun 2004. Kecamatan Silahisabungan
terdiri dari 5 Desa yaitu (Desa Silalahi I, Silalahi II, Silalahi III, Paropo, dan Desa
Paropo I) dengan jumlah penduduk 4471 jiwa pada tahun 2011 dan memiliki luas
wilayah sekitar 7562 km (BPS Dairi).

Gambar 5. Peta Desa Paropo I

Rata-rata kondisi iklim pada tahun 2015 di Kabupaten Dairi yaitu:
- curah hujan = 290 mm
- suhu udara = 24.2
- kelembabab udara = 88%
- kecepatan angin = 1.47 m/s
- Intensitas radiasi matahari = 751 Wh/m2
(Stasiun Klimatologi Sampali, 2016)

16
Universitas Sumatera Utara