Pengaruh Dukungan Suami, Pengetahuan Dan Sikap Ibu Hamil Terhadap Kunjungan Antenatal Care (Pemeriksaan Kehamilan) Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Medan Barat

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kunjungan Antenatal Care (ANC)
2.1.1

Pengertian Kunjungan Antenatal Care (ANC)
Kunjungan Antenatal Care adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter

sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/
asuhan antenatal. Kunjungan ibu hamil atau ANC adalah pertemuan antara bidan
dengan ibu hamil dengan kegiatan mempertukarkan informasi ibu dan bidan serta
observasi selain pemeriksaan fisik, pemeriksaan umum dan kontak sosial untuk
mengkaji kesehatan dan kesejahteraan umumnya (Salmah, 2007).
Kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kontak ibu hamil dengan pemberi
perawatan atau asuhan dalam hal mengkaji kesehatan dan kesejahteraan bayi serta
kesempatan untuk memperoleh informasi dan memberi informasi bagi ibu dan
petugas kesehatan (Henderson, 2005). Pada setiap kunjungan Antenatal Care (ANC),
petugas mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan diagnosis kehamilan
intrauterine, serta ada tidaknya masalah atau komplikasi dan memastikan bahwa

komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai (Saifuddin
dalam Padila, 2014).
Asuhan kehamilan ini diperlukan karena walaupun pada umumnya kehamilan
berkembang dengan normal dan menghasilkan bayi sehat cukup bulan melalui jalan

30

31

lahir namun kadang-kadang tidak sesuai dengan yang di harapkan. Oleh karena itu
ibu hamil dianjurkan mengunjungi dokter atau bidan sedini mungkin semenjak ia
merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal (Saifuddin,
2001).
Kunjungan pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu bentuk perilaku.
Menurut Green, faktor-faktor yang memengaruhi perilaku ada 3 yaitu : faktor
predisposisi (predisposing factor), faktor pendukung (enabling factor), dan faktor
pendorong (reinforcing factor). Termasuk faktor predisposisi (predisposing factor)
diantaranya: pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, keyakinan, nilai dan
motivasi. Sedangkan yang termasuk faktor pendukung (enabling factor) adalah
ketersediaan fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan dan yang terakhir yang

termasuk faktor pendorong (reinforcing factor) adalah sikap dan perilaku petugas
kesehatan, informasi kesehatan baik literatur, media, atau kader (Notoatmodjo,
2012). Dimana motivasi merupakan gejala kejiwaan yang direfleksikan dalam
bentuk perilaku karena motivasi merupakan dorongan untuk bertindak untuk
mencapai tujuan tertentu, dalam keadaan ini tujuan ibu hamil adalah agar
kehamilannya berjalan normal dan sehat.
Menurut Prawirohardjo (2005) Antenatal care (ANC) juga merupakan salah
satu upaya pencegahan awal dari faktor risiko kehamilan. Menurut World Health
Organization (WHO) Antenatal care untuk mendeteksi dini terjadinya risiko tinggi
terhadap kehamilan dan persalinan juga dapat menurunkan angka kematian ibu dan

32

memantau keadaan janin. Idealnya bila tiap wanita hamil mau memeriksakan
kehamilannya, bertujuan untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang mungkin ada atau
akan timbul pada kehamilan tersebut cepat diketahui, dan segera dapat di atasi
sebelum berpengaruh tidak baik terhadap kehamilan tersebut dengan melakukan
pemeriksaan Antenatal care.
Apabila ibu hamil tidak melakukan pemeriksaan kehamilan, maka tidak akan
diketahui apakah kehamilannya berjalan dengan baik atau mengalami keadaan risiko

tinggi dan komplikasi obstetri yang dapat membahayakan kehidupan ibu dan
janinnya. Dan dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Saifuddin,
2002).
2.1.2

Kebijakan Program Pelayanan Antenatal care
Kebijakan Departemen Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan

Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) pada dasarnya
mengacu kepada intervensi strategis “Empat Pilar Safe Motherhood” yaitu meliputi :
Keluarga Berencana, Antenatal care, Persalinan Bersih dan Aman, dan Pelayanan
Obstetri Essensial. Pendekatan pelayanan obstetrik dan neonatal kepada setiap ibu
hamil ini sesuai dengan pendekatan Making Pregnancy Safer (MPS), yang
mempunyai 3 (tiga) pesan kunci yaitu :
a.

Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.

b.


Setiap komplikasi obstetrik dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat.

33

c.

Setiap perempuan dalam usia subur mempunyai akses pencegahan dan
penatalaksanaan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi
keguguran.
Kebijakan program pelayanan antenatal menetapkan frekuensi kunjungan

antenatal care sebaiknya minimal 4 (empat) kali selama kehamilan, dengan
ketentuan sebagai berikut (Kemenkes RI, 2012) : .
a.

Minimal satu kali pada trimester pertama (K1) hingga usia kehamilan 12 minggu.
Kontak pertama harus dilakukan sedini mungkin pada trimester pertama
sebaiknya sebelum minggu ke 8, tujuannya :
1) Penapisan dan pengobatan anemia
2) Perencanaan persalinan

3) Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya

b.

Minimal satu kali pada trimester kedua (K2), 13 - 24 minggu, tujuannya :
1) Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya
2) Penapisan pre eklamsia, gemelli, infeksi alat reproduksi dan saluran
perkemihan
3) Mengulang perencanaan persalinan

c.

Minimal dua kali pada trimester ketiga (K3 dan K4) > 24 minggu sampai dengan
minggu ke 36 dan sampai kelahiran. Kunjungan antenatal care bisa lebih dari 4
kali sesuai kebutuhan/indikasi dan jika ada keluhan, penyakit atau gangguan
kehamilan, tujuannya :

34

1) Sama seperti kegiatan kunjungan II dan III

2) Mengenali adanya kelainan letak dan presentasi
3) Memantapkan rencana persalinan
4) Mengenali tanda-tanda persalinan (Rukiyah dan Yulianti, 2014).
2.1.3 Tujuan Antenatal care
Menurut Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi/
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (JNPKKR/POGI) tahun 2002,
tujuan dari ANC meliputi :
a.

Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh
kembang bayi

b.

Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu dan
bayi

c.

Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin

terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan
pembedahan.

d.

Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun
bayinya dengan trauma seminimal mungkin

e.

Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI
Eksklusif

f.

Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar
dapat tumbuh kembang secara normal.

35


g.

Mengurangi bayi lahir prematur, kelahiran mati, kematian neonatal, dan
mempersiapkan kesehatan yang optimal bagi janin (Rukiyah dan Yulianti, 2014)
Asuhan antenatal penting untuk menjamin agar proses alamiah tetap berjalan

normal selama kehamilan. Kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau
komplikasi setiap saat. Kehamilan bisa saja membawa resiko bagi ibu. World Health
Organization (WHO) memperkirakan sekitar 15% dari seluruh wanita hamil akan
berkembang menjadi komplikasi yang berkaitan dengan kehamilannya serta dapat
mengancam jiwanya. Dari 5.600.000 wanita hamil di Indonesia, sejumlah besar akan
mengalami suatu komplikasi atau masalah yang bisa menjadi fatal (Hani,
Kusbandiyah, Marjati, dan Yulifah, 2011).
Berdasarkan penelitian Lumongga (2013) menunjukkan terdapat hubungan
antara pemeriksaan kehamilan dengan kejadian komplikasi persalinan dengan OR
sebesar 4,52, dan menurut penelitian Sinurtina (2004) ibu hamil yang tidak
melakukan kunjungan atau pemeriksaan antenatal akan mengalami komplikasi pada
waktu persalinan sebesar 6,04 kali daripada ibu hamil yang melakukan kunjungan
atau pemeriksaan antenatal.
Menurut Depkes RI (1994), tujuan Antenatal care adalah untuk menjaga agar

ibu hamil dapat melalui masa kehamilannya, persalinan dan nifas dengan baik dan
selamat, serta menghasilkan bayi yang sehat.
Untuk mencapai tujuan dari ANC tersebut dilakukan pemeriksaan dan
pengawasan wanita selama kehamilannya secara berkala dan teratur agar bila timbul

36

kelainan kehamilan atau gangguan kesehatan sedini mungkin diketahui sehingga
dapat dilakukan perawatan yang cepat dan tepat (Depkes RI, 1997).
Mengacu pada penjelasan di atas, bagi ibu hamil dan suami/keluarga dapat
mengubah pola berpikir yang hanya datang ke dokter jika ada permasalahan dengan
kehamilannya. Karena dengan pemeriksaan kehamilan yang teratur, diharapkan
proses persalinan dapat berjalan dengan lancar dan selamat, dan yang lebih penting
adalah kondisi bayi yang dilahirkan juga sehat, begitu pula dengan ibunya.
Pemeriksaan kehamilan sebaiknya dilakukan sedini mungkin, segera setelah
wanita merasa dirinya hamil. Kebijakan pemerintah tentang kunjungan antenatal
menetapkan frekuensi kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali
selama kehamilan.
Pada setiap kali kunjungan antenatal dalam pembagian trimester selama
kehamilan, perlu didapatkan informasi yang sangat penting (Prawirohardjo, 2005).

a.

Trimester pertama (kehamilan hingga 12 minggu)
1) Membangun hubungan saling percaya antara petugas kesehatan ibu hamil
2) Mendeteksi masalah dan menanganinya
3) Melakukan tindakan pencegahan seperti tetanus neonatorum, anemia
kekurangan zat besi, penggunaan praktek tradisional yang merugikan
4) Memulai persiapan kelahiran bayi dan kesiapan untuk menghadapi
komplikasi
5) Mendorong perilaku yang sehat (gizi, latihan dan kebersihan, istirahat, dan
sebagainya).

37

b.

Trimester kedua ( > 12 sampai < 28 minggu)
Sama seperti di atas, ditambah kewaspadaan khusus mengenai preeklampsia
(tanya ibu tentang gejala-gejala preeklampsia, pantau tekanan darah, evaluasi
edema, periksa untuk mengetahui proteinuria).


c.

Trimester ketiga (≥ 28 minggu sampai 36 minggu dan sampai kelahiran)
Sama seperti di atas, ditambah palpasi abdominal untuk mengetahui apakah ada
kehamilan ganda, ditambah deteksi letak bayi yang tidak normal, atau kondisi
lain yang memerlukan kelahiran di rumah sakit.

2.1.4

Standar Asuhan Kehamilan
Dalam

melakukan

pemeriksaan

antenatal,

tenaga

kesehatan

harus

memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai standar terdiri dari (Kemenkes RI,
2012) :
a.

Timbang berat badan
Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk
mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan janin. Penambahan berat badan yang
kurang dari 9 kilogram selama kehamilan atau kurang dari 1 kilogram setiap
bulannya menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan janin. Pengukuran tinggi
badan pada pertama kali kunjungan dilakukan untuk menapis adanya faktor
risiko pada ibu hamil. Tinggi badan ibu hamil kurang dari 145 cm meningkatkan
risiko untuk terjadinya CPD (Cephalo Pelvic Disproportion).

38

b.

Nilai status gizi (Ukur lingkar lengan atas /LILA)
Pengukuran LILA hanya dilakukan pada kontak pertama untuk skrining ibu
hamil berisiko kurang energi kronis (KEK). Kurang energi kronis disini
maksudnya ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi dan telah berlangsung
lama (beberapa bulan/tahun) dimana LILA kurang dari 23,5 cm. Ibu hamil
dengan KEK akan dapat melahirkan berat lahir rendah (BBLR).

c.

Ukur tekanan darah
Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk
mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah 140/90 mmHg) pada kehamilan
dan pre-eklampsia (hipertensi disertai edema wajah dan atau tungkai bawah dan
atau proteinuria)

d.

Ukur tinggi fundus uteri
Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk
mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak dengan umur kehamilan. Jika
tinggi fundus tidak sesuai dengan umur kehamilan, kemungkinan ada gangguan
pertumbuhan janin. Standar pengukuran menggunakan pita pengukur setelah
kehamilan 24 minggu.

e.

Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir trimester II dan selanjutnya
setiap kali kunjungan antenatal care. Pemeriksaan ini untuk mengetahui letak
janin. Jika pada trimester III bagian bawah janin bukan kepala, atau kepala janin

39

belum masuk ke panggul berarti ada kelainan letak, panggul sempit atau ada
masalah lain. Penilaian DJJ dilakukan pada akhir trimester I dan selanjutnya
setiap kali kunjungan antenatal. DJJ lambat kurang dari 120/menit atau DJJ
cepat lebih dari 160/menit menunjukkan adanya gawat janin.
f. Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi tetanus toksoid (TT) bila
diperlukan.
Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu hamil harus mendapat
imunisasi TT. Pada saat kontak pertama, ibu hamil diskrining status imunisasi
TT-nya. Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil, disesuaikan dengan status
imunisasi ibu saat ini.
g.

Beri tablet tambah darah (tablet besi)
Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus mendapat tablet zat
besi minimal 90 tablet selama kehamilan diberikan sejak kontak pertama.

h.

Periksa laboratorium (rutin dan khusus)
Pemeriksaan laboratorium rutin adalah pemeriksaan laboratorium yang harus
dilakukan pada setiap ibu hamil yaitu golongan darah, hemoglobin darah dan
pemeriksaan spesifik darah endermis (malaria, HIV, dan lain-lain).
Sedangkan

pemeriksaan

laboratorium

khusus

adalah

pemeriksaan

laboratorium lain yang dilakukan atas indikasi pada ibu hamil yang
melakukan kunjungan antenatal. Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada
saat ada antenatal meliputi:

40

1) Pemeriksaan golongan darah
Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak hanya untuk mengetahui
jenis golongan darah ibu

melainkan juga untuk mempersiapkan calon

pendonor darah yang sewaktu-waktu diperlukan apabila terjadi situasi
kegawatdaruratan.
2) Pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb)
Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil dilakukan minimal sekali
pada trimester pertama dan sekali pada trimester ketiga. Pemeriksaan ini
ditujukan untuk mengetahui ibu hamil tersebut menderita anemia atau tidak
selama kehamilannya karena kondisi anemia dapat mempengaruhi proses
tumbuh kembang janin dalam kandungan.
3) Pemeriksaan protein dalam urin dan pemeriksaan reduksi urin atas indikasi
Pemeriksaan protein dalam urin pada ibu hamil dilakukan pada trimester
kedua dan ketiga atas indikasi. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui
adanya proteinuria pada ibu hamil. Proteinuria merupakan salah satu
indikator terjadinya preeklampsia pada ibu hamil.
4) Pemeriksaan kadar gula darah
Ibu hamil yang dicurigai menderita diabetes mellitus harus dilakukan
pemeriksaan gula darah selama kehamilannya minimal sekali pada trimester
pertama, sekali pada trimester kedua, dan sekali pada trimester ketiga
(terutama pada akhir trimester ketiga).

41

5) Pemeriksaan darah malaria
Semua ibu hamil di daerah endemis malaria dilakukan pemeriksaan darah
malaria dalam rangka skrining pada kontak pertama. Ibu hamil di daerah non
endemis malaria dilakukan pemeriksaan darah malaria apabila ada indikasi.
6) Pemeriksaan tes sifilis
Pemeriksaan tes sifilis dilakukan di daerah dengan risiko tinggi dan ibu hamil
yang diduga sifilis. Pemeriksaan sifilis sebaiknya dilakukan sedini mungkin
pada kehamilan.
7) Pemeriksaan HIV
Pemeriksaan HIV terutama untuk daerah dengan risiko tinggi kasus HIV dan
ibu hamil yang dicurigai menderita HIV. Ibu hamil setelah menjalani
konseling

kemudian

diberi

kesempatan

untuk

menetapkan

sendiri

keputusannya untuk menjalani tes HIV.
8) Pemeriksaan BTA
Pemeriksaan BTA dilakukan pada ibu hamil yang dicurigai menderita
Tuberkulosis

sebagai

pencegahan

agar

infeksi

tuberkulosis

tidak

mempengaruhi kesehatan janin. Selain pemeriksaan tersebut, apabila
diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya di fasilitas
rujukan.

42

i.

Tatalaksana/penanganan kasus
Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal di atas dan hasil pemeriksaan
laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan pada ibu hamil harus ditangani
sesuai dengan standard dan kewenangan tenaga kesehatan. Kasus-kasus yang
tidak dapat ditangani atau dirujuk sesuai dengan sistem rujukan.

j.

Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) efektif
KIE efektif dilakukan pada setiap kunjungan antenatal yang meliputi:
1)

Kesehatan ibu
Setiap ibu hamil dianjurkan untuk memeriksakan kehamilannya secara rutin
ke tenaga kesehatan dan menganjurkan ibu hamil agar beristirahat yang
cukup selama kehamilannya (sekitar 9-10 jam per hari) dan tidak bekerja
berat.

2)

Perilaku hidup bersih dan sehat
Setiap ibu hamil dianjurkan untuk menjaga kebersihan badan selama
kehamilan misalnya mencuci tangan sebelum makan, mandi 2 kali sehari
dengan menggunakan sabun, menggosok gigi setelah sarapan dan sebelum
tidur serta melakukan olah raga ringan.

3) Peran suami/keluarga dalam kehamilan dan perencanaan persalinan
Setiap ibu hamil perlu mendapatkan dukungan dari keluarga terutama suami
dalam kehamilannya. Suami, keluarga atau masyarakat perlu menyiapkan
biaya persalinan, kebutuhan bayi, transportasi rujukan dan calon donor

43

darah. Hal ini penting apabila terjadi komplikasi kehamilan, persalinan, dan
nifas agar segera dibawa ke fasilitas kesehatan.
4) Tanda bahaya pada kehamilan, persalinan dan nifas serta kesiapan
menghadapi komplikasi.
Setiap ibu hamil diperkenalkan mengenai tanda-tanda bahaya baik selama
kehamilan, persalinan, dan nifas misalnya perdarahan pada hamil muda
maupun hamil tua, keluar cairan berbau pada jalan lahir saat nifas, dsb.
Mengenai tanda-tanda bahaya ini penting agar ibu hamil segera mancari
pertolongan ke tenaga kesehatan .
5) Asupan gizi seimbang
Selama hamil ibu dianjurkan untuk mendapatkan asupan makanan yang
cukup dengan pola gizi yang seimbang karena hal ini penting untuk proses
tumbuh kembang janin dan derajat kesehatan ibu. Misalnya ibu hamil
disarankan minum tablet tambah darah secara rutin untuk mencegah anemia
pada kehamilannya.
6) Gejala penyakit menular dan tidak menular
Setiap ibu hamil harus tahu mengenai gejala-gejala penyakit menular
(misalnya penyakit IMS, Tuberkulosis) dan penyakit tidak menular
(misalnya hipertensi) karena dapat mempengaruhi pada kesehatan ibu dan
janinnya.

44

7) Penawaran untuk melakukan konseling dan testing HIV di daerah tertentu
(risiko tinggi).
Konseling HIV menjadi salah satu komponen standar dari pelayanan
kesehatan ibu dan anak. Ibu hamil diberikan penjelasan tentang risiko
penularan HIV dari ibu ke janinnya, dan kesempatan untuk menetapkan
sendiri keputusannya untuk menjalani tes HIV atau tidak. Apabila ibu hamil
tersebut HIV dari ibu ke janin, namun sebaliknya apabila ibu hamil tersebut
HIV negatif maka diberikan bimbingan untuk tetap HIV negatif selama
kehamilannya, menyusui dan seterusnya.
8) Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan pemberian ASI eksklusif
Setiap ibu hamil dianjurkan untuk memberikan ASI kepada bayinya segera
setelah bayi lahir karena ASI mengandung zat kekebalan tubuh yang penting
untuk kesehatan bayi. Pemberian ASI dilanjutkan sampai bayi berusia 6
bulan.
9) Keluarga Berencana (KB) paska persalinan
Ibu hamil diberikan pengarahan tentang pentingnya ikut KB setelah
persalinan untuk menjarangkan kehamilan dan agar ibu punya waktu
merawat kesehatan diri sendiri, anak, dan keluarga.
10) Imunisasi
Setiap ibu hamil harus mendapatkan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) untuk
mencegah bayi mengalami tetanus neonatorum.

45

11) Peningkatan kesehatan intelegensia pada kehamilan (brain booster).
Untuk dapat meningkatkan intelegensia bayi yang akan dilahirkan, ibu hamil
dianjurkan untuk memberikan stimulasi auditori dan pemenuhan nutrisi
pengungkit otak (brain booster) secara bersamaan pada periode kehamilan.
Kunjungan antenatal care sebaiknya dilakukan kunjungan ulang difokuskan
pada pendeteksian komplikasi mempersiapkan kelahiran dan kegawatdaruratan.
Jadwal kunjungan ulang sebaiknya :
a.

Sampai dengan 28 minggu usia kehamilan, setiap 4 minggu

b.

Antara 28 – 36 minggu usia kehamilan, setiap 2 minggu

c.

Antar 36 minggu sampai kelahiran, setiap minggu.
Menurut (Bartini, 2012 ) pada kunjungan ulang atau setiap kunjungan bidan

harus melaksanakan hal-hal berikut:
a.

Menilai keadaan umum (fisik) dan psikologis ibu hamil

b.

Memeriksa urine untuk tes protein dan glukosa urine atas indikasi. Bila ada
kelainan, ibu dirujuk.

c.

Mengukur berat badan dan lingkar lengan atas. Jika beratnya tidak bertambah,
atau lingkar lengannya menunjukkan kurang gizi, beri penyuluhan tentang gizi
dan rujuk untuk pemeriksaan dan pengobatan lebih lanjut. Waspadai kenaikan
berat badan trimester III, jika kenaikan berat badan setiap minggu 2 kg, cek
adanya edema, tekanan darah dan protein urine. Jika ditemukan ketiga tanda
tersebut, lanjutkan dengan penatalaksanaan preeklamsia.

46

d.

Mengukur tekanan darah dengan posisi ibu hamil duduk atau berbaring dengan
bantal. Letakkan tensimeter di permukaan yang datar setinggi jantungnya.
Gunakan selalu ukuran manset yang sesuai. Jika tekanan darah di atas 140/90
mmHg, atau peningkatan diastolik 10 mmHg atau lebih sebelum kehamilan 16
minggu atau paling sedikit pada pengukuran dua kali berturut-turut dengan
selisih waktu 1 jam, berarti ada selisih yang nyata dan ibu berisiko mengalami
hipertensi dan ibu hamil perlu dirujuk.

e.

Periksa Hb pada kunjungan pertama dan pada kehamilan 20 – 30 mg atau lebih
sering jika ada tanda anemia.

f.

Berikan tablet zat besi minimal 90 tablet selama hamil dan diminum sehari sekali
dengan air putih.

g.

Menanyakan adanya tanda dan gejala PMS.

h.

Lakukan pemeriksaan fisik lengkap, termasuk payudara untuk persiapan
menyusui.

i.

Ukur Tinggi Fundus Uteri (TFU) dalam centimeter. Jika ukuran berbeda nyata
dengan umur kehamilan dalam minggu, baik lebih atau kurang waspadai
pertumbuhan janin dalam uterus.

j.

Mendengarkan denyut jantung janin dan tanyakan pergerakan janin, rujuk jika
terjadi penurunan.

k.

Beri nasehat tentang cara perawatan diri selama kehamilan

l.

Dengarkan keluhan dan bicarakan rencana persalinan (Bartini, 2012).

47

2.1.5 Lokasi Pelayanan Antenatal care
Menurut Depkes RI (1997), tempat pemberian pelayanan antenatal care dapat
bersifat statis dan aktif meliputi :
1.

Puskesmas/puskesmas pembantu

2.

Pondok bersalin desa

3.

Posyandu

4.

Rumah Penduduk (pada kunjungan rumah)

5.

Rumah sakit pemerintah/ swasta

6.

Rumah sakit bersalin

7.

Tempat praktek swasta (bidan dan dokter)

2.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kunjungan (Antenatal care)
Menurut Fizben dan Ajzen, 1989 (dalam Padila, 2014) peran serta ibu hamil di
dalam memanfaatkan pelayanan antenatal care dipengaruhi perilaku individu dalam
penggunaan pelayanan kesehatan, adanya pengetahuan tentang manfaat pelayanan
antenatal care selama kehamilan akan menyebabkan sikap yang positif. Selanjutnya
sikap positif akan memengaruhi niat untuk ikut serta dalam melakukan kunjungan
antenatal care. Kegiatan yang sudah dilakukan inilah disebut perilaku.
Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2012) mengatakan kesehatan
seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni faktor perilaku
dan di luar perilaku. Selanjutnya perilaku individu dipengaruhi atau terbentuk oleh
beberapa faktor yaitu:

48

2.2.1 Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)
Faktor predisposisi mencakup pengetahuan, sikap, umur, pendidikan,
pekerjaan, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.
A. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra
manusia yakni : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian
besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang
(Notoatmodjo, 2012).
Menurut Notoatmodjo (2010) tingkat pengetahuan dalam domain kognitif
mempunyai 6 (enam) tingkatan : tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan
evaluasi. Tingkat pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga
terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat. Pengetahuan tentang kehamilan
harus dimiliki ibu hamil untuk dapat menyiapkan fisik atau mental agar sampai akhir
kehamilannya sama sehatnya, bilamana ada kelainan fisik atau psikologis bisa
ditemukan secara dini dan diobati, serta melahirkan tanpa kesulitan dengan bayi yang
sehat.
Hasil penelitian Zainal di dalam penelitian Arihta (2012) menunjukkan
adanya hubungan bermakna antara pengetahuan dengan pemeriksaan kehamilan.
Menurut penelitian Nurul, Balqis, dan Rahmiani (2014) menyatakan bahwa

49

pengetahuan ibu hamil berhubungan dengan keteraturan melakukan kunjungan
pemeriksaan kehamilan. Penelitian Rohana (2009) juga menunjukkan ada pengaruh
pengetahuan, ibu hamil dengan kunjungan antenatal care.
B. Sikap
Tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh sikap (attitude) yaitu suatu
tingkat efek (perasaan) baik yang positif (menguntungkan) maupun negatif
(merugikan). Sikap belum tentu merupakan tindakan atau aktivitas, tetapi merupakan
“predisposisi” tindakan atau perilaku (Notoatmodjo, 2012).
Menurut Prawirohardjo (2005) sikap merupakan potensi tingkah laku
seseorang terhadap sesuatu keinginan yang dilakukan. Maka dapat dikatakan seorang
ibu hamil yang bersikap positif terhadap perawatan kehamilan (ANC) cenderung
akan

mempunyai motivasi tinggi untuk melakukan ANC. Hal ini dikarenakan

informasi, pengetahuan dan pemahaman ibu hamil yang baik mengenai pentingnya
pemeriksaan kehamilan (ANC) selama kehamilan dapat mencegah bahaya dan risiko
yang mungkin terjadi selama hamil.
Sikap ibu terhadap pelayanan antenatal care berperan dalam pemeriksaan
kehamilan secara teratur. Hasil penelitian Simanjuntak menunjukkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara sikap responden dengan antenatal K4 sesuai
standar. Penelitian Rohana (2009) juga menunjukkan ada pengaruh sikap ibu hamil
dengan kunjungan antenatal care.

50

Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan Nurul (2014) menunjukkan ibu
hamil akan bersikap positif terhadap pemeriksaan kehamilan dan akan memengaruhi
perilakunya untuk memanfaatkan pemeriksaan kehamilan. Ibu hamil yang
memanfaatkan pelayanan antenatal care dengan dukungan keluarga yang cukup
dikarenakan suami/keluarga mengingatkan mereka akan jadwal pemeriksaan
kehamilan dan bersedia mengantarkan ibu hamil menuju puskesmas untuk
memeriksakan kehamilannya.
C. Umur
Umur adalah umur individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat
berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja (Nursalam, 2003). Dengan
bertambahnya umur seseorang maka kematangan dalam berpikir semakin baik,
sehingga akan termotivasi dalam memeriksakan kehamilan, dan mengetahui akan
pentingnya antenatal care. Umur sangat berguna untuk menentukan suatu kesehatan
ibu, ibu dikatakan beresiko tinggi apabila hamil di bawah 20 tahun dan dia atas 35
tahun.
Menurut Winkjosastro (2005) menyatakan bahwa dalam kurun reproduksi
sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun.
Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun
ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 2029 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun. Menurut

51

penelitian Priani (2012) ibu hamil dengan usia 20-34 lebih baik dalam memanfaatkan
pelayanan antenatal care dibandingkan kategori umur lainnya.
D. Paritas
Menurut Winkjosastro (2005) paritas adalah jumlah janin yang dilahirkan ibu
dengan berat 500 gram atau lebih, yang dilahirkan hidup atau mati. Paritas 1 dan
paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Resiko pada
paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetri lebih baik, sedangkan paritas lebih
dari 3 dapat dikurangi atau dicegah keluarga berencana. Paritas sangat memengaruhi
kunjungan antenatal. Menurut penelitian Fithriany (2011) paritas sangat berpengaruh
terhadap pemeriksaan kehamilan.
E. Pendidikan
Pendidikan dapat diartikan suatu proses di mana seseorang mengembangkan
kemampuan sikap dan bentuk tingkah laku lainnya dalam masyarakat dan
kebudayaan. Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik pula
tingkat pengetahuannya (Notoatmodjo, 2003). Menurut penelitian Rohana (2009)
menunjukkan bahwa ada pengaruh antara pendidikan dengan kunjungan antenatal
care.
F. Pekerjaan
Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalah
keburukan yang harus dilakukan untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan
keluarga. Menurut Wawan dan Dewi (2011) pekerjaan bukanlah sumber kesenangan,

52

tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang harus, berulang dan banyak
tantangan. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu,
bekerja bagi ibu-ibu mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.
Menurut penelitian Nurlaelah (2014) ada hubungan antara status bekerja
dengan kunjungan antenatal care sebesar 0,317 artinya seseorang yang tidak bekerja
memiliki waktu lebih banyak melakukan kunjungan antenatal care dengan optimal.
2.2.2 Faktor Pendukung (Enabling Factor)
Faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, keterjangkauan
fasilitas, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana
kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, dan sebagainya.
2.2.3

Faktor Pendorong (Reinforcing Factor)
Faktor pendorong yang terwujud dalam perilaku masyarakat dan partisipasi

masyarakat, dan sebagainya. Menurut Istiarti, 2000 (dalam Padila, 2014) faktor yang
memperkuat perubahan perilaku seseorang dikarenakan adanya sikap dan perilaku
yang lain seperti sikap suami, orang tua, tokoh masyarakat atau petugas kesehatan.
Sikap suami yang positif dapat diwujudkan dengan memberikan dukungan kepada
ibu hamil untuk meningkatkan kesehatannya dengan teratur melakukan kunjungan
antenatal care.
A. Dukungan Suami
Menurut Richardson (1983) dalam Rukiyah dan Yulianti (2013) mengatakan
bahwa Suami adalah orang pertama dan utama dalam memberi dorongan kepada istri

53

sebelum pihak lain turut memberi dorongan, dukungan dan perhatian seorang suami
terhadap istri yang sedang hamil yang akan membawa dampak bagi sikap bayi.
Suami dapat member dukungan dengan mengerti dan memahami setiap perubahan
yang terjadi pada istrinya (Depkes RI, 2010).
Menurut Handerson (2005) ada beberapa faktor yang berperan dalam
meningkatkan kemampuan wanita dalam beradaptasi terhadap kehamilan, misalnya
lingkungan sosial, dukungan sosial dan dukungan dari pemberi asuhan. Dukungan
yang diberikan oleh suami dan keluarga dapat memengaruhi persepsi terhadap
kehamilan dan memengaruhi tingkat kecemasan dan mekanisme koping yang ibu
alami.
Menurut House dan Khan (1985); Thoits (1985) dalam Cohen (2011),
mengungkapkan bentuk-bentuk dukungan sosial atau dukungan suami sebagai orang
terdekat istri yaitu dukungan emosional, dukungan informasional, dukungan
penilaian, dan dukungan instrumental. Secara rinci dukungan tersebut dijabarkan
sebagai berikut:
1.

Emotional yang dimaksud adalah rasa empati, cinta dan kepercayaan dari orang
lain terutama suami sebagai motivasi.

2.

Informational adalah dukungan yang berupa informasi, menambah pengetahuan
seseorang dalam mencari jalan keluar atau memecahkan masalah seperti nasehat
atau pengarahan, dan lainnya.

54

3.

Instrumental menunjukkan ketersediaan sarana untuk memudahkan perilaku
menolong orang yang menghadapi masalah berbentuk materi berupa pemberian
kesempatan dan peluang waktu.

4.

Appraisal berupa pemberian penghargaan atas usaha yang dilakukan,
memberikan umpan balik mengenai hasil atau prestasi yang dicapai serta
memperkuat dan meninggikan perasaan harga diri dan kepercayaan akan
kemampuan individu.
Plasmey (2002) dalam penelitiannya juga menunjukkan bahwa ke empat

bentuk dukungan sosial berpengaruh terhadap pemeriksaan kehamilan. Frekuensi
kunjungan ibu hamil untuk memanfaatkan fasilitas antenatal care tergantung pada
dukungan lingkungan sosialnya, terutama dukungan suami.
Dukungan suami pada saat kehamilan adalah segala sesuatu yang diperbuat
suami dalam merespon kehamilan istrinya. Respon suami terhadap kehamilan istri
yang dapat menyebabkan adanya ketenangan batin dan perasaan senang dalam istri
(Marmi dan Margiyati, 2013). Wanita yang diperhatikan dan dikasihi oleh pasangan
prianya selama hamil akan menunjukkan lebih sedikit gejala emosi dan fisik, lebih
sedikit komplikasi persalinan, dan lebih mudah melakukan penyesuaian selama nifas.
Suami dapat memberikan dukungan dengan mengerti dan memahami setiap
perubahan yang terjadi pada istrinya, memberikan perhatian dengan penuh kasih
sayang dan berusaha untuk meringankan beban kerja istri. Dukungan suami yang
didapatkan calon ibu akan menimbulkan perasaan tenang, sikap positif terhadap diri

55

sendiri dan kehamilannya, maka diharapkan ibu dapat menjaga kehamilannya dengan
baik sampai saat persalinan (Depkes RI, 2010).
Menurut Marmi dan Margiyati (2013) ada empat jenis dukungan yang dapat
diberikan suami sebagai calon ayah antara lain :
1.

Dukungan emosi yaitu suami sepenuhya memberi dukungan secara psikologis
kepada istrinya dengan menunjukkan kepedulian dan perhatian kepada
kehamilannya serta peka terhadap kebutuhan dan perubahan emosi ibu hamil.

2.

Dukungan instrumental yaitu dukungan suami yang diberikan untuk memenuhi
kebutuhan fisik ibu hamil dengan bantuan keluarga lainnya.

3.

Dukungan informasi yaitu dukungan suami dalam memberikan informasi yang
diperolehnya mengenai kehamilan.

4.

Dukungan penilaian yaitu memberikan keputusan yang tepat untuk perawatan
kehamilan istrinya.

a.

Bentuk Dukungan Suami terhadap Pemeriksaan Kehamilan
Saat istri hamil ‘tugas’ seorang suami dapat dikatakan bertambah. Hal ini

dikarenakan perhatian yang dibutuhkan istri dari suami menjadi ‘lebih’ dari saat ia
tidak hamil, yang antara lain disebabkan kondisi fisik isteri yang lebih lemah. Begitu
juga kesiapan suami menyediakan makanan dengan kandungan gizi memadai yang
dibutuhkan ibu hamil dan kesiapan untuk mengingatkan serta memotivasi istri untuk
mengonsumsi nutrisi yang memadai merupakan tugas tambahan yang perlu dilakukan
agar ibu hamil dan bayinya tetap sehat.

56

Suami juga perlu mempersiapkan dana ekstra yang tidak sedikit, baik untuk
keperluan selama kehamilan, maupun saat melahirkan, terlebih apabila kelak
dibutuhkan tindakan operasi. Karenanya, sejak mengetahui istrinya hamil, suami
harus segera menyisihkan dana khusus untuk keperluan ini. Sehingga, saat
melahirkan, telah tersedia dana yang dibutuhkan (Saifuddin, 2006).
Menurut pendapat Suryaningsih (2007) mengatakan bahwa peran suami
sangat diperlukan bagi seorang wanita hamil. Keterlibatan dan dukungan yang
diberikan suami kepada kehamilan akan mempererat hubungan antara suami istri.
Dukungan yang diperoleh oleh ibu hamil akan membuatnya lebih tenang dan nyaman
dalam kehamilannya. Faktor yang dapat mengurangi kecemasan yang terjadi pada
wanita hamil adalah adanya dukungan suami yang didapat dari suami, keluarga atau
saudara lainnya, orang tua, dan mertua.
Dukungan suami yang didapatkan calon ibu akan menimbulkan perasaan
tenang, sikap positif terhadap diri sendiri dan kehamilannya. Hal ini akan
memberikan kehamilan yang sehat. Dukungan yang dapat diberikan oleh suami
misalnya dengan mengantar ibu memeriksakan kehamilan, memenuhi keinginan ibu
hamil yang mengidam, mengingatkan minum tablet besi, maupun membantu ibu
melakukan kegiatan rumah tangga selama ibu hamil.
Dukungan suami yang tinggi disebabkan adanya dukungan emosional,
dukungan instrumental, dukungan informasional, dan penilaian yang baik yang
diberikan dari suami kepada ibu hamil, yang mampu menumbuhkan terjalinnya

57

hubungan yang baik antara keluarga dan ibu hamil dan mencegah kecemasan yang
timbul akibat perubahan fisik yang mempengaruhi kondisi psikologisnya (Rukiyah
dan Yulianti, 2014).
Hal senada juga diutarakan oleh Chomaria (2012) bahwa dukungan suami
yang sangat diharapkan oleh sang istri antara lain suami mendambakan bayi dalam
kandungan

istri,

suami

menunjukkan

kebahagiaan

pada

kelahiran

bayi,

memperhatikan kesehatan istri, mengantar dan memahami istrinya, tidak menyakiti
istri, berdoa untuk keselamatan istri dan suami menunggu ketika istri dalam proses
persalinan.
Hasil penelitian Djusmalizar (2011) dalam penelitian Arihta (2012) bahwa
dukungan suami yang baik menyebabkan kunjungan antenatal care pada ibu hamil
dilakukan secara lengkap. Menurut Kusmiati, dkk (2010), dengan menemani isteri
pada saat pemeriksaan kehamilan, suami akan lebih banyak mendapatkan informasi
sehingga lebih siap menghadapi kehamilan dan persalinan isterinya. Selain itu isteri
juga lebih merasa aman dan nyaman diperiksa bila ditemani suaminya, karena orang
yang paling penting bagi seorang wanita hamil adalah suaminya.
Menurut Kusmiati, dkk (2010) ada 6 hal yang dilakukan oleh seorang suami
untuk mendukung istri yang sedang hamil:
1.

Memberikan perhatian
Jadilah pengamat yang aktif. Catat dan beri perhatian pada setiap perubahan yang
terjadi bersama istri anda. Rasakan gerakan dan tendangan si bayi di dalam

58

kandungan. Berbicaralah dengan bayi anda dan cobalah untuk ikut berbagi rasa
dengan istri. Catatlah perkembangan janin bersama istri dan beli buku yang berisi
gambar-gambar perkembangan janin. Bertanyalah kepada istri anda dengan cara
yang baik dan perhatikan jawabannya. Cium dan kecuplah janin dalam
kandungan istri anda seolah-olah dia telah berada dalam gendongan anda.
Panggil dia dengan nama-nama yang indah, seperti sayangku, cintaku, adik kecil,
atau semacamnya.
2.

Dampingi istri anda
Dampingi istri anda setiap kali memeriksakan dirinya ke bidan atau dokter.
Jangan hanya bersikap pasif di depan dokter atau bidan, bertanyalah setidaknya
satu pertanyaan kepada dokter. Jangan mengkritik istri di depan orang asing
(misalnya “Kamu terlalu banyak makan, kurang minum air putih” atau kritikkritik lain). Kehamilan dan kelahiran adalah proses yang alami, jadi damping
istri anda, Temani istri berbelanja makanan atau keperluan dan pernak-pernik
untuk bayi, meskipun anda merasa bosan dan merasa bahwa kegiatan ini bukan
sesuatu yang penting.

3.

Merawatnya
Usaplah perut istri anda atau “bayi dalam kandungannya”. Bantu istri untuk
mengatasi gejala-gejala morning sickness (rasa pusing, mual, dan muntah yang
biasa muncul saat hamil). Berilah semangat agar dia mau berjalan-jalan secara
rutin atau ajaklah ia berolah raga selama setengah jam setiap hari. Walaupun

59

tampaknya sepele, namun hal-hal ini akan semakin menguatkan cinta dan
perhatian suami kepada istri.
Usulkan agar sesekali biar anda saja yang memasak ketika istri sedang
lelah atau bantulah istri untuk membersihkan rumah sehingga istri merasa dapat
mengandalkan suami. Semangatnya akan bertambah sebagaimana bertambahnya
cintanya kepada suami. Yakinkan bahwa istri harus makan dengan baik dan
ambilkan lebih banyak air putih untuk diminum. Jadilah orang yang lemah
lembut dan sabar.
4.

Menjaga kesehatan bersamanya
Ketika istri sedang berusaha keras mengubah kebiasaan makannya, temanilah
istri. Hentikan kebiasaan minum kopi, gantilah dengan banyak-banyak minum air
putih, Jika istri terlalu banyak makan junk food, jangan membuatnya merasa
salah. Berilah pengertian bahwa istri tidak sendiri, banyak orang lain yang juga
berusaha untuk menghentikan kebiasaan itu. Berusahalah pulang lebih cepat agar
suami memiliki lebih banyak waktu bersamanya. Jika istri merasa jika suami
tidak bisa menemaninya selama hamil, maka istri juga akan merasa kalau suami
juga tidak akan mengubah sikap tidak perduli suami saat menyambut kelahiran
bayi.

5.

Menemani istri
Bersiaplah menjadi teman yang aktif, siapkan musik, bacakan buku tentang
teknik pijat kehamilan atau sediakan jamu dan multivitamin yang dapat

60

membantu memperkuat kehamilan. Tunjukkan cinta suami dan bombing istri
sekuat kemampuan suami: memijatnya, membantu menerangkan posisi yang
bagus saat melahirkan, menceritakan cerita lucu dan menyiapkan makanan
untuknya.
6.

Berbelanja, berbincang, dan membuat keputusan bersama
Bersama istri, putuskan apakah akan menyusui atau memberikan susu formula
pada bayi, menggunakan popok kain atau popok diaper. Jika anda merasa tidak
ada yang bisa dikerjakan atau jika suami berubah pikiran, hendaknya semuanya
diputuskan melalui diskusi.

b.

Peran dan Keterlibatan Suami dalam Kehamilan
Dukungan dan peran serta suami dalam masa kehamilan terbukti

meningkatkan kesiapan ibu hamil dalam menghadapi proses persalinan, bahkan juga
produksi ASI. Partisipasi suami yang dapat dilakukan :
1.

Membantu mempertahankan dan meningkatkan kesehatan istri yang sedang
hamil

2.

Memberikan perhatian dan kasih sayang kepada istri

3.

Mengajak dan mengantar istri untuk memeriksa kehamilan ke fasilitas kesehatan
yang terdekat minimal 4 kali selama kehamilan

4.

Memenuhi kebutuhan gizi bagi istrinya agar tidak terjadi anemia dan
memperoleh istirahat yang cukup

5.

Mempelajari gejala komplikasi pada kehamilan

61

6.

Menyiapkan biaya melahirkan dan biaya transportasi

7.

Melakukan rujukan ke fasilitas yang lebih lengkap sedini mungkin
Selama hamil, ada begitu banyak perubahan pada ibu, yang paling menonjol

adalah perubahan emosi. Itu terjadi karena kadar hormon estrogen dan progesteron di
dalam tubuh berubah. Maka dalam keadaan seperti ini suamilah yang paling tepat
untuk membantu melalui masa-masa itu.
a) Ada beberapa hal yang bisa terjadi pada trimester I seperti :
1) Sering mual-mual dan muntah terutama di pagi hari karena mengalami
morning sicknes.
2) Menjadi cepat lelah dan mudah mengantuk, mungkin tiba-tiba meminta
atau menginginkan sesuatu atau ngidam,
3) Semula tampak gembira, namun dalam beberapa detik bisa mendadak
menangis tersedu-sedu, merasa tertekan dan sedih tanpa sebab yang jelas.
Yang dapat dilakukan suami :
1) Bawakan roti dan air putih atau jus buah ke tempat tidur. Sehingga, begitu
istri bangun dan morning sickness mendera, keluhan yang dirasakan
langsung hilang.
2) Berkat perhatian dan kasih sayang buatlah istri merasa nyaman, sehingga
dapat beristirahat dan cukup tidur.
3) Penuhi keinginan yang diinginkan istri.

62

4) Tunjukkan rasa bahagia dan antusias terhadap janin dalam kandungan
dengan cara mengajak janin bicara.
b) Beberapa hal yang bisa terjadi pada trimester II ( masa-masa bahagia)
1) Emosi cenderung lebih stabil dan keluhan morning sickness juga jauh
berkurang, janin mulai bergerak dan istri merasa bahagia dengan
kehamilannya sehingga lebih bersemangat.
Yang dapat dilakukan suami :
1) Tetap menunjukkan kalau suami mengerti dan memahami benar
perubahan emosi yang cepat serta perasaan lebih peka yang dialaminya
dan dampingi istri saat melakukan pemeriksaan kehamilan.
c) Beberapa hal yang bisa terjadi pada trimester III (takut dan cemas
menghadapi persalinan)
1) Semakin dekat persalinan biasanya dia merasa semakin takut dan cemas
2) Merasa penampilannya tidak menarik karena perubahan bentuk fisik
3) Sering mengeluh sakit, pegal, ngilu dan berbagai rasa tidak nyaman pada
tubuhnya, terutama pada punggung dan panggul.
Yang dapat dilakukan suami :
1) Bantu ibu untuk mengatasi rasa cemas dan takut dalam menghadapi proses
persalinan
2) Puji ibu bahwa ibu tetap cantik dan menarik
3) Bantu ibu untuk mengatasi keluhan-keluhannya (Asrinah, 2010).

63

2.3 Landasan Teori
Kerangka teori pada penelitian ini adalah modifikasi dari beberapa landasan
teori perubahan perilaku kesehatan. Green menjelaskan, perilaku dipengaruhi oleh 3
faktor utama, yakni:
a) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor)
Faktor-faktor ini mencakup: pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan,
tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Pengetahuan merupakan hal yang sangat
penting dalam membentuk tindakan seseorang. Untuk berperilaku kesehatan,
misalnya: pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil diperlukan pengetahuan dan
kesadaran ibu tersebut tentang manfaat periksa hamil, baik bagi kesehatan ibu
sendiri dan janinnya. Kesadaran ibu hamil akan memengaruhi niat untuk
melakukan pemeriksaan kehamilan, setelah dilakukan pemeriksaan kehamilan
inilah disebut perilaku. Disamping kesadaran atau sikap ibu hamil yang positif
juga diperlukan faktor dukungan dari pihak yang lain seperti suami.
Disamping itu, kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai
masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat ibu untuk periksa hamil.
Misalnya, ibu hamil merasa tidak perlu memeriksakan kehamilannya, karena
menganggap tidak ada masalah dengan kehamilannya, tanpa diperiksa ibu hamil
merasa kehamilannya akan berlangsung dengan baik. Kemudian orang hamil

64

tidak boleh disuntik (periksa hamil termasuk memperoleh suntikan anti tetanus)
karena suntikan bisa menyebabkan anak cacat. Faktor-faktor ini terutama yang
positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor
pemudah.
b) Faktor-faktor pendukung (enabling factors)
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas
kesehatan bagi masyarakat, misalnya: air bersih, tempat pembuangan sampah,
tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya.
Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit,
poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta,
dan sebagainya.
Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana
pendukung, misalnya : perilaku pemeriksaan kehamilan. Ibu hamil yang mau
periksa hamil tidak hanya karena ia tahu dan sadar manfaat periksa hamil saja,
melainkan ibu tersebut dengan mudah harus dapat memperoleh fasilitas atau
tempat periksa hamil, misalnya puskesmas, polindes, bidan praktek, ataupun
rumah sakit. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan
terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor
pendukung, atau faktor pemungkin.

65

c) Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)
Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma),
tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan.
Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat
maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku
sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap
positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh
(acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih para
petugas kesehatan. Disamping itu undang-undang juga diperlukan untuk
memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Seperti perilaku periksa hamil, serta
kemudahan memperoleh fasilitas periksa hamil, juga diperlukan peraturan atau
perundang-undangan yang mengharuskan ibu hamil melakukan periksa hamil.
Kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kontak ibu hamil dengan pemberi
perawatan/asuhan dalam hal mengkaji kesehatan dan kesejahteraan bayi serta
kesempatan untuk memperoleh informasi dan memberi informasi bagi ibu dan
petugas kesehatan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Antenatal care
untuk mendeteksi dini terjadinya risiko tinggi terhadap kehamilan dan persalinan
juga dapat menurunkan angka kematian ibu dan memantau keadaan janin
(Handerson, 2005).

66

2.4 Kerangka Teori
Faktor Predisposisi
(Predisposing Factor)
- Pengetahuan
- Sikap
- Kepercayaan
- Nilai-nilai
- Keyakinan, dan
sebagainya

Faktor Pendukung
(Enabling Factor)
- Lingkungan fisik
- Keterjangkauan
fasilitas
- Sarana kesehatan

Perilaku
Kesehatan

Faktor Pendorong
(Reinforcing Factor)
- Partisipasi masyarakat
- Dukungan suami,
dan sebagainya
Sumber: Green (1980) dalam Notoatmodjo (2012)
Gambar 2.1 Kerangka Teori

67

2.5 Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori yang dikemukakan, maka
peneliti dapat merumuskan kerangka konsep penelitian ini sebagai berikut:
Variabel Independen (Bebas)

Variabel Dependen (Terikat)

Dukungan Suami:
1.
2.
3.
4.

Dukungan informasional
Dukungan
penilaian/penghargaan
Dukungan instrumental
Dukungan emosional
Kunjungan
Antenatal Care

-

Pengetahuan
Sikap

-

Umur
Paritas
Pendidikan
Pekerjaan

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Dokumen yang terkait

Pengaruh Karakteristik Ibu dan Dukungan Suami Terhadap Pemeriksaan Kehamilan (Antenatal Care) di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan-Tembung

2 73 141

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TENTANG PEMERIKSAAN KEHAMILAN DENGAN KUNJUNGAN Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Hamil Tentang Pemeriksaan Kehamilan Dengan Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan Di Wilayah Kerja Puskesmas Gatak Sukoharjo.

0 2 14

PENGARUH DUKUNGAN SUAMI TERHADAP KEPATUHAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE PADA IBU HAMIL

0 0 17

Pengaruh Dukungan Suami, Pengetahuan Dan Sikap Ibu Hamil Terhadap Kunjungan Antenatal Care (Pemeriksaan Kehamilan) Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Medan Barat

0 0 18

Pengaruh Dukungan Suami, Pengetahuan Dan Sikap Ibu Hamil Terhadap Kunjungan Antenatal Care (Pemeriksaan Kehamilan) Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Medan Barat

0 0 2

Pengaruh Dukungan Suami, Pengetahuan Dan Sikap Ibu Hamil Terhadap Kunjungan Antenatal Care (Pemeriksaan Kehamilan) Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Medan Barat

0 0 11

Pengaruh Dukungan Suami, Pengetahuan Dan Sikap Ibu Hamil Terhadap Kunjungan Antenatal Care (Pemeriksaan Kehamilan) Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Medan Barat

1 3 6

Pengaruh Dukungan Suami, Pengetahuan Dan Sikap Ibu Hamil Terhadap Kunjungan Antenatal Care (Pemeriksaan Kehamilan) Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Medan Barat

0 1 60

PENGARUH KARAKTERISTIK IBU DAN DUKUNGAN SUAMI TERHADAP PEMERIKSAAN KEHAMILAN (ANTENATAL CARE) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MANDALA KECAMATAN MEDAN-TEMBUNG

0 0 27

Pengaruh Karakteristik Ibu dan Dukungan Suami Terhadap Pemeriksaan Kehamilan (Antenatal Care) di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan-Tembung

0 0 7