NASKAH PUBLIKASI Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Jual Beli Tanah Yang Sertifikatnya Masih Dalam Proses Pemecahan Sertifikat.

NASKAH PUBLIKASI
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN
JUAL BELI TANAH YANG SERTIFIKATNYA MASIH DALAM
PROSES PEMECAHAN SERTIFIKAT

SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan
Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Disusun oleh:
MUHAMMAD BILAL KURNIA ROMADHON
C 100 110 096

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016

1

HALAMAN PERSETUJUAN


PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN
JUAL BELI TANAH YANG SERTIFIKATNYA MASIH DALAM
PROSES PEMECAHAN SERTIFIKAT

PUBLIKASI ILMIAH

Oleh:
MUHAMMAD BILAL KURNIA ROMADHON
C 100 110 096

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:

Pembimbing I

Pembimbing II

Darsono, S.H., M.H.

Shalman Al-Farizi, S.H., M.Kn.


ii
2

HALAMAN PENGESAHAN

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN
JUAL BELI TANAH YANG SERTIFIKATNYA MASIH DALAM
PROSES PEMECAHAN SERTIFIKAT
Yang ditulis oleh:
MUHAMMAD BILAL KURNIA ROMADHON
C 100 110 096
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada tanggal 12 Mei 2016
dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Dewan Penguji :


Ketua

:

Darsono, S.H., M.H.

(

)

Sekretaris

:

Shalman Al-Farizi, S.H., M.Kn.

(

)


Anggota

:

Inayah, S.H., M.H.

(

)

Mengesahkan
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Dr. Natangsa Surbakti, S.H., M.Hum.

iii
3

PERNYATAAN


Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis
diacu dalam makalah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas,
maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.

Surakarta, 12 Mei 2016
Penulis

Muhammad Bilal K.R.
C100110096

iv
4

Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Jual Beli Tanah Yang
Sertifikatnya Masih Dalam Proses Pemecahan Sertifikat

Muhammad Bilal Kurnia Romadhon
C 100110096
Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Surakarta
2016
m_bilal@gmail.com
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa akibat hukum dari pembatalan
akta pengikatan jual beli tanah serta perlindungan hukum bagi para pihak dalam
pelaksanaan pengikatan jual beli tanah. Penelitian ini termasuk jenis penelitian
hukum normatif. Penelitian dilaksanakan di Kantor Notaris/PPAT wilayah
Kabupaten Sukoharjo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, perjanjian
pengikatan jual beli tanah dibuat dalam bentuk akta notaris yang merupakan akta
otentik dan mempunyai kekuatan hukum kuat, sehingga apabila pihak pembeli
membatalkan perjanjian pengikatan jual beli tanah, maka akibat hukumnya adalah
pengendaan denda dan perjanjian dianggap berakhir; Kedua, sebagai sebuah
perjanjian maka perjanjian pengikatan jual beli tanah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena itu apabila salah satu pihak
melakukan wanprestasi dalam perjanjian pengikatan jual beli misalnya apabila
pembeli tidak memenuhi pembayaran sebagaimana telah dimintakan dan
disepakati maka perjanjian pengikatan jual beli hak milik atas tanah dianggap

batal dan biasanya pihak penjual tidak akan mengambalikan uang yang telah
dibayarkan.
Kata Kunci:perjanjian pengikatan jual beli tanah, akibat hukum pembatalan,
perlindungan hukum bagi penjual dan pembeli
ABSTRACT
The purpose of this study is to analyze the legal consequences of the cancellation
of the deed of binding sale and purchase of land and legal protection for the
parties in the implementation of the binding sale and purchase of land. This
research includes normative legal research. The results showed that: First, the
agreement binding sale and purchase of land was made in the form of a notarial
deed which is an authentic act and have the force of law is strong, so that if the
buyer to cancel the binding agreement of sale and purchase of land, the legal
consequences are pengendaan fines and agreements considered to have ended;
Second, as a treaty binding the land purchase agreement valid as law for those
who make it. Therefore, if one of the parties in default in the binding sale and
purchase agreement for example, if the buyer does not meet the payment, as has
been requested and agreed to the binding agreement of sale and purchase rights
to land are considered null and usually the seller will not returns the money
already paid.


Keywords: binding agreement of sale and purchase of land, the legal effect of
cancellation, legal protection for seller and buyer

1

PENDAHULUAN
Jual beli tanah merupakan suatu perjanjian dalam mana pihak yang
mempunyai tanah (penjual) berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan
haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak pembeli
berjanji dan mengikatkan diri untuk membayar harga yang telah disetujui. Sebagai
perbuatan hukum, jual beli hak atas tanah dan bangunan harus dilakukan di
hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan diwujudkan dalam Akta Jual
Beli (AJB). Adanya AJB dari PPAT sebagai tanda bukti telah dipenuhinya sifat
terang dan nyata (riil) yang merupakan syarat sahnya perbuatan hukum yang
bersangkutan,

sehingga

menurut


hukum

mengikat

para

pihak

yang

melakukannya.1
Penandatanganan AJB dapat dilakukan dengan lancar jika syarat-syarat
dan dokumen dapat dipenuhi. Problem yang sering muncul adalah ketika sertifikat
hak atas tanah masih dalam proses pengurusan misalnya masih dalam tahap
pemecahan, masih dalam proses balik nama di BPN, atau proses lainnya.
Sedangkan pihak pemilik tanah terdesak oleh kebutuhan untuk segera menjual
tanah tersebut. Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan
melakukan perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah. Dewasa ini jual beli
tanah dapat dilakukan meski tanah belum bersertifikat atau sertifikatnya masih
dalam proses di BPN, dengan cara membuat akta pengikatan jual beli tanah.

Pengikatan dimaksudkan sebagai perjanjian pendahuluan dari maksud utama para
pihak untuk melakukan peralihan hak atas tanah.
1

Boedi Harsono, 2003, Hukum Agraria Indonesia; Sejarah Pembentukan Undang-Undang
Pokok Agraria: Isi dan Pelaksanaan . Jakarta: Djambatan. hal. 313

2

Pengikatan dimaksudkan sebagai perjanjian pendahuluan dari maksud
utama para pihak untuk melakukan peralihan hak atas tanah. Pengikatan jual beli
ini memuat janji-janji untuk melakukan jual beli tanah apabila persyaratan yang
diperlukan untuk itu telah terpenuhi. Pengikatan jual beli tanah merupakan
perjanjian tidak bernama yang muncul sebagai bentuk perkembangan perjanjian
dalam masyarakat.
Suatu perjanjian tidak selamanya dapat berjalan sesuai dengan
kesepakatan yang diinginkan oleh para pihak. Dalam kondisi-kondisi tertentu
dapat ditemukan terjadinya berbagai hal, yang berakibat suatu perjanjian
mengalami pembatalan, baik dibatalkan oleh para pihak maupun atas perintah
pengadilan. Oleh karena itu pelaksanaan pengikatan jual beli tanah menjadi

menarik untuk dikaji lebih lanjut mengingat perjanjian pengikatan jual beli
merupakan suatu perbuatan hukum yang mendahului proses peralihan hak atas
tanah.
Problem jual beli tanah yang belum bersertifikat atau masih dalam proses
pemecahan yang banyak ditemukan di masyarakata adalah hrga jual beli belum
dibayar lunas, objek jual beli masih dijaminkan atau sedang diagunkan, izin
pengalihan hak belum dikeluarkan oleh pihak yang berwenang, pajak-pajak yang
terhutang belum dibayarkan, sertipikat belum diroya, serta sertifikat belum
dipecah (masih sertifikat induk). Problem-problem ini tentu menghambat pihak
pembeli untuk melakukan proses balik nama.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul: “Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak dalam Perjanjian

3

Jual Beli Tanah yang Sertifikatnya Masih dalam Proses Pemecahan Sertifikat
(Studi Kasus di Kabupaten Sukoharjo)”.
Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif, yaitu mengkaji hukum
yang dikonsepsikan sebagai norma atau kaidah yang berlaku di dalam
masyarakat.2 Sumber data menggunakan data sekunder. Teknik pengumpulan data
menggunakan studi kepustakaan. Teknik analisis data dalam penelitian ini
menggunakan analisis data kualitatif.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Akibat Hukum dari Pembatalan Akta Pengikatan Jual Beli Tanah
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui akibat hukum dari pembatalan
akta Pengikatan Jual Beli Tanah: pertama: para pihak dapat dikenakan denda yang
besarnya telah disepakati dari jumlah yang harus dibayar pembeli kepada penjual
atau pembeli, untuk tiap-tiap hari keterlambatan. Denda tersebut harus dibayar
dengan seketika dan sekaligus; Kedua: Perjanjian dianggap berakhir dan
sepanjang perlu kedua belah pihak melepaskan diri dari apa yang ditetapkan
dalam Pasal 1266 dan Pasal 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan
Pihak Penjual wajib untuk mengembalikan uang yang telah dibayarkan oleh Pihak
Pembeli setelah dipotong beberapa persen dari harga jual tanah dan bangunan
tersebut sebagai pengganti biaya yang telah dikeluarkan oleh Pihak Penjual
ditambah denda yang harus dibayar oleh Pihak Pembeli kepada Pihak Penjual.
Pengembalian uang oleh Pihak Penjual kepada Pihak Pembeli dilakukan
selambat-lambatnya dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, misalnya

2

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudj. 2001. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, Hal. 8

4

21 (dua puluh satu hari) hari setelah tanah dan bangunan tersebut terjual kepada
pihak lain.
Merujuk pada akibat hukum yang kedua yaitu perjanjian dianggap berakhir
karena kedua belah pihak melepaskan diri dari perikatan. Sebagaimana diketahui
untuk suatu perjanjian harus dipenuhi unsur perjanjian yaitu: - adanya kata
sepakat diantara dua pihak atau lebih; kata sepakat yang tercapai tergantung pada
paru pihak; kemauan para pihak untuk timbulnya akibat hukum; akibat hukum
untuk kepentingan yang satu atas beban pihak yang lain atau timbal balik; dengan
mengindahkan persyaratan perundang-undangan.
Setelah ditentukan, bahwa gejala yang dhadapi adalah suatu perjanjian,
maka masih harus menentukan apakah perjanjian tersebut memenuhi syarat-syarat
yang diperlukan untuk sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320
KUHPerdata. Apabila perjanjian tersebut melanggar syarat obyektif seperti hal
yang tertentu atau suatu sebab yang halal, maka perjanjian tersebut batal demi
hukum sedangkan apabila melanggar syarat subyektif, yaitu sepakat mereka yang
mengikatkan dirinya atau kecakapan untuk membuat suatu perbuatan, maka
perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Batalnya suatu perbuatan hukum, maka
perbuatan hukum tersebut tidak mempunyai akihat hukum.
Berbeda dengan hal tersebut pembatalan perjanjian pengikatan jual beli
berakibat pada pengenaan denda dan Pihak Penjual wajib untuk mengembalikan
uang yang telah dibayarkan oleh Pihak Pembeli setelah dipotong beberapa persen
dari harga jual tanah dan bangunan tersebut sebagai pengganti biaya yang telah
dikeluarkan oleh Pihak Penjual. Hal ini sesuai dengan Pasal 1267 KUHPerdata

5

bahwa akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah
hukuman atau sanksi salah satunya yaitu memenuhi perjanjian jika masih dapat
dilakukan, atau pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti kerugian.

Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak dalam Pembatalan Akta Pengikatan
Jual Beli Tanah
Perlindungan hukum yang diberikan dalam perjanjian jual beli sangat kuat
karena sifat pembuktian dari perjanjian jual beli yang dibuat dihadapan pejabat
umum dalam hal ini Notaris mempunyai pembuktian yang sangat kuat sesuai
dengan pembuktian dari akta otentik. Selain itu perlindungan lain yang diberikan
adalah perlindungan hukum yang dibuat berdasarkan dari kesepakatan yang di
buat oleh para pihak yang terkait dengan perjanjian jual beli yang jika kita kaitkan
dengan peraturan tentang perjanjian, diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang
berbunyi : semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya.
Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa perlindungan yang dapat
diberikan jika salah satu pihak melakukan wanprestasi dalam perjanjian
pengikatan jual beli: Pertama: Perlindungan terhadap penjual. Perlindungan
hukum yang dapat diberikan kepada penjual biasanya adalah berupa persyaratan
yang biasanya dimintakan sendiri oleh calon penjual itu sendiri. Misalnya ada
beberapa penjual yang di dalam perjanjian jual beli yang dibuatnya memintakan
kepada pihak pembeli agar melakukan pembayaran uang pembeli dengan jangka
waktu tertentu yang disertai dengan syarat batal, misalnya apabila pembeli tidak
memenuhi pembayaran sebagaimana telah dimintakan dan disepakati maka

6

perjanjian jual beli hak milik atas tanah yang telah dibuat dan disepakati menjadi
batal dan biasanya pihak penjual tidak akan mengambalikan uang yang telah
dibayarkan kecuali pihak pembeli meminta pengecualian.
Kedua: Perlindungan terhadap pembeli. Berbeda dengan perlindungan
terhadap penjual perlindungan terhadap pembeli biasanya selain dilakukan dengan
persyaratan juga diikuti dengan permintaaan pemberian kuasa yang tidak dapat
ditarik kembali. Tujuannya adalah apabila pihak penjual tidak memenuhinya
maka pihak pembeli dapat menuntut dan memintakan ganti rugi sesuai dengan
kesepakatan yang diatur dalam perjanjian jual beli. Persyaratan yang biasanya
dimintakan oleh pembeli untuk perlindungannya adalah dengan memintakan
supaya sertifikat atau tanda hak milik atas tanah tersebut di pegang oleh pihak
ketiga yang biasanya adalah Notaris atau pihak lain yang ditunjuk dan disepakati
bersama oleh penjual dan pembeli. Selain itu perlindungan lain adalah dengan
perjanjian pemberian kuasa oleh pihak penjual kepada pihak pembeli yang tidak
dapat ditarik kembali apabila semua persyaratan telah terpenuhi untuk melakukan
jual beli, maka pihak pembeli dapat melakukan pemindahan hak walaupun pihak
penjual tidak hadir dalam penandatanganan akta jual belinya.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa perlindungan
hukum yang dapat diberikan terhadap pemenuhan hak semua pihak dalam jual
beli selain sesuai perlindungan hukum yang diberikan oleh kekuatan akta otentik
juga dapat berlandaskan Pasal 1338 KUHPerdata, serta niat baik dari para pihak
untuk memenuhi kesepakatan yang telah dibuat.

7

Perlindungan hukum bagi para pihak dengan dibatalkannya perjanjian jual
beli yaitu Perlindungan hukum secara preventif yang dapat diberikan kepada si
penjual biasanya adalah berupa persyaratan yang biasanya dimintakan sendiri oleh
penjual itu sendiri. Berbeda dengan perlindungan terhadap penjual perlindungan
terhadap pembeli biasanya selain dilakukan dengan persyaratan juga diikuti
dengan permintaaan pemberian kuasa yang tidak dapat ditarik kembali. Tujuannya
adalah apabila pihak penjual tidak memenuhinya maka pihak pembeli dapat
menuntut dan dan memintakan ganti rugi sesuai dengan kesepakatan yang diatur
dalam perjanjian jual beli. Persyaratan yang biasanya dimintakan oleh pembeli
untuk perlindungannya adalah dengan memintakan supaya sertifikat atau tanda
hak milik atas tanah tersebut di titipkan kepada pihak ketiga yang biasanya adalah
Notaris atau pihak lain yang ditunjuk dan disepakati bersama oleh penjual dan
pembeli. Selain itu perlindungan lain adalah dengan perjanjian pemberian kuasa
oleh pihak penjual kepada pihak pembeli yang tidak dapat ditarik kembali apabila
semua persyaratan telah terpenuhi untuk melakukan jual beli, maka pihak pembeli
dapat melakukan pemindahan hak walaupun pihak penjual tidak hadir dalam
penandatanganan akta jual belinya. Sedangkan perlindungan hukum secara
represif yaitu perlindungan hukum yang diberikan apabila telah terjadi sengketa
adalah pihak yang dirugikan dalam perjanjian jual beli tersebut secara aktif
melakukan upaya hukum dengan mengajukan gugatan perdata untuk pembatalan
perjanjian jual beli hak milik atas tanah ke Pengadilan Negeri setempat sehingga
diharapkan mendapat putusan yang seadil-adilnya.

8

PENUTUP
Kesimpulan
Perjanjian pengikatan jual beli lahir sebagai akibat terhambatnya atau
terdapatnya beberapa persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang yang
berkaitan dengan jual beli hak atas tanah yang akhirnya agak menghambat
penyelesaian transaksi dalam jual beli hak atas tanah. Perjanjian Pengikatan Jual
Beli Tanah dibuat dalam bentuk akta notaris yang merupakan akta otentik dan
mempunyai kekuatan hukum kuat, sesuai dengan Pasal 1868 KUHPerdata.
Apabila pihak pembeli membatalkan perjanjian pengikatan jual beli tanah, maka
akibat hukumnya adalah pengendaan denda dan perjanjian dianggap berakhir.
Besarnya denda tergantung kesepakatan dan harus dibayar dengan seketika dan
sekaligus. Setelah perjanjian dianggap berakhir maka Pihak Penjual wajib untuk
mengembalikan uang yang telah dibayarkan oleh Pihak Pembeli setelah dipotong
beberapa persen dari harga jual tanah dan bangunan tersebut sebagai pengganti
biaya yang telah dikeluarkan oleh Pihak Penjual ditambah denda yang harus
dibayar oleh Pihak Pembeli kepada Pihak Penjual.
Perlindungan hukum bagi para pihak dalam pembatalan akta pengikatan jual
beli tanah. Perjanjian pengikatan jual beli tanah dalam bentuk akta notaris
mempunyai kedudukan yang kuat karena merupakan akta otentik. Sesuai dengan
Pasal 1338 KUHPerdata, sebagai sebuah perjanjian maka perjanjian pengikatan
jual beli tanah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Oleh karena itu apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi dalam perjanjian
pengikatan jual beli misalnya apabila pembeli tidak memenuhi pembayaran
sebagaimana telah dimintakan dan disepakati maka perjanjian pengikatan jual beli

9

hak milik atas tanah dianggap batal dan biasanya pihak penjual tidak akan
mengambalikan uang yang telah dibayarkan. Sementara perlindungan hukum
terhadap pembeli adalah dengan memintakan supaya sertifikat atau tanda hak
milik atas tanah tersebut di pegang oleh pihak ketiga yang biasanya adalah Notaris
atau pihak lain yang ditunjuk dan disepakati bersama oleh penjual dan pembeli.
Selain itu perlindungan lain adalah dengan perjanjian pemberian kuasa oleh pihak
penjual kepada pihak pembeli yang tidak dapat ditarik kembali apabila semua
persyaratan telah terpenuhi untuk melakukan jual beli, maka pihak pembeli dapat
melakukan pemindahan hak walaupun pihak penjual tidak hadir dalam
penandatanganan akta jual belinya.

Saran
Saran bagi masyarakat sebagai calon pembeli dan penjual, jual beli tanah
sebaiknya tidak dilakukan di bawah tangan sehingga lebih terjamin secara hukum.
Apabila ada suatu persyaratan jual beli tanah yang belum ada, maka dapat dibuat
perjanjian pengikatan jual beli tanah di hadapan notaris. Perjanjian pengikatan ini
dibuat agar para pihak yang membuat perjanjian tersebut lebih terlindungi dan
dalam pembuatan perjanjian mendapatkan konsultasi hukum dari notaris, sehingga
kepentingan para pihak dapat dituangkan secara obyektif.
Saran bagi pemerintah, penjanjian pengikatan jual beli perlu diatur secara
yuridis dalam bentuk peraturan perundang-undangan terutama yang berkaitan
dengan masalah tanah, sehingga para pihak yang memakai pengikatan jual beli
sebagai perjanjian pendahuluan dalam jual beli hak atas tanah lebih terlindungi
dengan baik.

10

Saran bagi notaris, pembuatan Akta Pengikatan Jual Beli harus secara tegas
menuliskan dalam pasal-pasalnya tentang klausul mengenai wanprestasi sehingga
para pihak baik penjual maupun pembeli memperoleh perlindungan hukum.
Saran bagi penelitian berikutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan
referensi untuk penelitian lanjutan tentang permasalahan mengenai perjanjian
pengikatan jual beli tanah serta permasalahan lain yang berkaitan.

11

DAFTAR PUSTAKA

Harsono, Boedi. 2003, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria: Isi
dan Pelaksanaan. Jakarta: Djambatan
Mertokusumo, Sudikno. 2002, Hukum Acara Perdata Indonesia , Yogyakarta:
Liberty
Muhammad, Abdulkadir. 2002. Hukum Perikatan, Bandung: Alumni
Prodjodikoro, R. Wirjono. 1993. Azas-azas Hukum Perjanjian, Jakarta: Bale
Bandung
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudj. 2001. Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada
Subekti, R. 1987. Hukum Perjanjian, Bandung: Bina Cipta
Wibawanti, Erna Sri dan R.Murjiyanto. 2013. Hak Atas Tanah dan Peralihannya.
Yogyakarta: Liberty

Peraturan Perundangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(UUPA)
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997 tentang ketentuan
pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat
Pembuat Akta Tanah

12