TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEABSAHAN PERKAWINAN BEDA AGAMA YANG DILANGSUNGKAN MENURUT AGAMA MASING-MASING DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 1 TAHUN 1991 TENTANG KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN UNDAN.
TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEABSAHAN PERKAWINAN BEDA AGAMA
YANG DILANGSUNGKAN MENURUT AGAMA MASING-MASING
DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 1 TAHUN 1991
TENTANG KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1
TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN
ABSTRAK
Irshan Ramadhan
110110110522
Perkawinan ialah adalah lahir batin antara seorang pria dengan wanita
sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Persoalan yang ada
adalah perkawinan yang dilakukan oleh pasangan suami isteri yang berbeda
agama/kepercayaan melakukan menurut agama masing-masing. Pendaftaran ganda
yang dimaksud ialah pasangan suami isteri yang beda agama/kepercayaan
melakukan perkawinan di Kantor Urusan Agama (KUA) mengakui keduanya
beragana islam, tetapi ketika melakukan administrasi dan pencatatan buku nikah di
Kantor Catatan Sipil, agama/kepercayaan pasangan suami isteri tersebut berbeda.
Hal tersebut bersifat sensitif dan dapat menimbulkan keresahan di masyarakat
khususnya masyarakat islam. Dalam tinjauan ini, akan menganalisa tentang
keabsahan perkawinan beda agama yang dilangsungkan menurut agama masingmasing yang dihubungkan dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan UU
Perkawinan.
Penulisan ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan
meneliti data sekunder, bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan
hukum tersier serta data primer yang diperoleh dari hasil wawancara. Spesifikasi
penulisan ini adalah deskriptif analitis yaitu menggambarkan, menelaah dan
menganalisis secara sistematis, secara faktual serta secara akurat dari objek
penulisan itu sendiri. Tahap penulisan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan.
Metode analisis data penelitian ini normatif kualitatif.
Berdasarkan hasil analisa diperoleh kesimpulan bahwa menurut UU
Perkawinan, perkawinan yang dilakukan oleh pasangan suami isteri yang berbeda
agama/kepercayaan melakukan menurut agama masing-masing belum sah karena
belum dicatatkan di Kantor Pencatatan Sipil oleh Petugas Pencatatan Nikah.
Menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan beda agama
adalah sah apabila telah dicatatkan oleh Petugas Pencatat Nikah. Akibat hukum
yang terjadi adalah pengesahannya harus dilakukan Isbat di Kantor Urusan Agama
(KUA) dimana pasangan suami isteri tersebut melangsungkan pernikahan yang
berbeda agama menurut agamanya masing-masing yang kemudian dicatat oleh
Petugas Pencatat Nikah berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Oleh karena itu, Pengadilan berwenang agar dicatatkan di catatan sipil.
iv
YANG DILANGSUNGKAN MENURUT AGAMA MASING-MASING
DIHUBUNGKAN DENGAN INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 1 TAHUN 1991
TENTANG KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1
TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN
ABSTRAK
Irshan Ramadhan
110110110522
Perkawinan ialah adalah lahir batin antara seorang pria dengan wanita
sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Persoalan yang ada
adalah perkawinan yang dilakukan oleh pasangan suami isteri yang berbeda
agama/kepercayaan melakukan menurut agama masing-masing. Pendaftaran ganda
yang dimaksud ialah pasangan suami isteri yang beda agama/kepercayaan
melakukan perkawinan di Kantor Urusan Agama (KUA) mengakui keduanya
beragana islam, tetapi ketika melakukan administrasi dan pencatatan buku nikah di
Kantor Catatan Sipil, agama/kepercayaan pasangan suami isteri tersebut berbeda.
Hal tersebut bersifat sensitif dan dapat menimbulkan keresahan di masyarakat
khususnya masyarakat islam. Dalam tinjauan ini, akan menganalisa tentang
keabsahan perkawinan beda agama yang dilangsungkan menurut agama masingmasing yang dihubungkan dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan UU
Perkawinan.
Penulisan ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan
meneliti data sekunder, bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan
hukum tersier serta data primer yang diperoleh dari hasil wawancara. Spesifikasi
penulisan ini adalah deskriptif analitis yaitu menggambarkan, menelaah dan
menganalisis secara sistematis, secara faktual serta secara akurat dari objek
penulisan itu sendiri. Tahap penulisan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan.
Metode analisis data penelitian ini normatif kualitatif.
Berdasarkan hasil analisa diperoleh kesimpulan bahwa menurut UU
Perkawinan, perkawinan yang dilakukan oleh pasangan suami isteri yang berbeda
agama/kepercayaan melakukan menurut agama masing-masing belum sah karena
belum dicatatkan di Kantor Pencatatan Sipil oleh Petugas Pencatatan Nikah.
Menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan beda agama
adalah sah apabila telah dicatatkan oleh Petugas Pencatat Nikah. Akibat hukum
yang terjadi adalah pengesahannya harus dilakukan Isbat di Kantor Urusan Agama
(KUA) dimana pasangan suami isteri tersebut melangsungkan pernikahan yang
berbeda agama menurut agamanya masing-masing yang kemudian dicatat oleh
Petugas Pencatat Nikah berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Oleh karena itu, Pengadilan berwenang agar dicatatkan di catatan sipil.
iv