UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia L.)TERHADAP Propionibacterium acne DAN Staphylococcus aureus MULTIRESISTEN.

(1)

EKSTRA

TERHA

UN

UJ

AK ETAN

ADAP Prop

NIVERSI

JI AKTIV

NOL BUA

pionibacte

MUL

LUTT

K

FAKU

ITAS MUH

SU

VITAS AN

AH MENG

erium acne

LTIRESIS

SKRIPSI

Oleh:

TA NIHA

K 100 060 1

ULTAS FA

HAMMAD

URAKAR

2010

NTIBAKTE

GKUDU (M

e DAN Sta

STEN

I

AWATI

122

ARMASI

DIYAH SU

RTA

ERI

Morinda ci

aphylococc

URAKAR

itrifolia L.)

cus aureus

RTA

)

s


(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Infeksi merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari satu orang ke orang atau dari hewan ke manusia. Infeksi disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, riketsia, jamur dan protozoa. Organisme-organisme tersebut dapat menyerang seluruh tubuh atau hanya sebagian (Gibson, 1996). Banyak infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang secara umum merupakan patogen bersifat tidak tampak atau asimtomatik (Jawetz et al., 1996).

Staphylococcus aureus merupakan penyebab infeksi piogenik (menghasilkan

pus) pada manusia dan paling sering terjadi. Strain Staphylococcus aureus yang ditemukan di rumah sakit mungkin resisten terhadap penisilin karena mampu menghasilkan penisilinase yang merusak penisilin dan dapat menjadi resisten terhadap obat-obat lain. Sebagai penyebab infeksi stafilokokus, Staphylococcus

aureus bertanggung jawab atas sebagian kasus sepsis pada luka bedah, pada unit

kebidanan menyebabkan abses payudara pada ibu-ibu, mata lengket dan lesi-lesi kulit pada bayi (Gibson, 1996). Bakteri ini cepat menjadi resisten terhadap banyak zat antijasad renik dan menyebabkan masalah pengobatan yang sulit (Jawetz et al., 1991). Infeksi Propionibacterium acne menyebabkan patogenesis jerawat dengan menghasilkan lipase, yang memecah asam lemak bebas dari lipid kulit. Asam lemak ini dapat menimbulkan radang jaringan dan ikut menyebabkan jerawat (Jawetz et al.,


(3)

1996). Antibiotik yang biasa digunakan untuk mengobati jerawat adalah klindamisin, banyak digunakan topikal pada acne karena efek penghambatannya terhadap

Propionibacterium acne (Tjay dan Rahardja, 2007).

Zat kimia telah digunakan untuk pengobatan penyakit infeksi sejak abad ke-17. Kemoterapi zat antimikroba yang berasal dari mikroorganisme dinamakan dengan antibiotik. Dalam pengobatan penyakit infeksi salah satu masalah gawat yang dihadapi kini adalah terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik yang digunakan. Suatu organisme yang telah menjadi resisten terhadap agen kemoterapeutik tertentu disebut tahan obat atau resisten obat. Terjadinya resistensi mungkin disebabkan oleh kemampuan organisme untuk merusak antibiotik, oleh mutasi yang memungkinkan organisme untuk melintasi langkah-langkah peka yang dihambat oleh antibiotika, atau oleh mutasi yang menyebabkan sel menjadi tidak terganggu oleh adanya suatu antibiotika (Volk dan Wheeler, 1993).

Ekstrak etanol kulit batang mengkudu (Morinda citrifolia L.) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan Kadar Bunuh Minimal (KBM) 2,14% b/v terhadap Staphylococcus aureus dan 3,00% b/v terhadap Escherichia coli (Indriyani, 2004). Ekstrak etanol buah mengkudu

(Morinda citrifolia L.) mempunyai aktivitas antimikroba terhadap Escherichia coli,

Staphylococcus aureus, dan Proteus vulgaris dengan konsentrasi 100 mg/ml ekstrak

buah mengkudu, didapatkan zona hambatan 15 mm terhadap Escherichia coli, 17 mm terhadap Staphylococcus aureus dan 16 mm terhadap Proteus vulgaris (Selvam et al., 2009).


(4)

Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini dimaksudkan untuk menguji aktivitas antibakteri ekstrak etanol buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) terhadap

Propionibacterium acne dan Staphylococcus aureus multiresisten.

B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Apakah ekstrak etanol buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) memiliki aktivitas antibakteri terhadap Propionibacterium acne dan Staphylococcus aureus multiresisten?

2. Golongan senyawa apa yang terkandung dalam ekstrak etanol buah mengkudu

(Morinda citrifolia L.) yang mempunyai aktivitas antibakteri terhadap

Propionibacterium acne dan Staphylococcus aureus multiresisten?

C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menentukan aktivitas antibakteri ekstrak etanol buah mengkudu (Morinda

citrifolia L.) terhadap Propionibacterium acne dan Staphylococcus aureus

multiresisten.

2. Mengidentifikasi golongan senyawa dalam ekstrak etanol buah mengkudu

(Morinda citrifolia L.) yang mempunyai aktivitas antibakteri terhadap


(5)

D. Tinjauan Pustaka 1. Mengkudu (Morinda citrifolia L.)

a. Sistematika tanaman

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Sub kelas : Sympetalae

Bangsa : Rubiales

Suku : Rubiaceae

Marga : Morinda

Jenis : Morinda citrifolia L.

(Becker dan Van Den Brink, 1968)

b. Deskripsi tanaman

Mengkudu merupakan sejenis tanaman dengan tinggi 4-8 m. Batang berkayu, bulat, kulit kasar, warna cokelat kekuningan. Daun mengkudu tunggal, bulat telur, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, panjang 10-40, lebar 5-17 cm, tulang daun menyirip, warna hijau. Mengkudu mempunyai bunga majemuk, bentuk bongkol, bertangkai di ketiak daun, warna hijau kekuningan. Bunga bongkol, permukaan tidak teratur, berdaging, panjang 5-10 cm, berwarna hijau kekuningan. Biji keras segitiga, berwarna coklat kemerahan (Soedibyo, 1998 ).


(6)

c. Sifat dan Khasiat

Efek farmakologis mengkudu diantaranya menghilangkan hawa lembab pada tubuh, meningkatkan kekuatan tulang, membersihkan darah, meluruhkan kencing (diuretik), meluruhkan haid, melembutkan kulit, obat batuk, obat cacing (anthelmintik), pencahar, dan antiseptik. Selain itu mengkudu juga digunakan untuk mengobati batuk, radang amandel, sariawan, tekanan darah tinggi, beri-beri, melancarkan kencing, radang ginjal, radang empedu, radang usus, disentri, nyeri limpa, limpa bengkak, sakit lever, kencing manis (diabetes mellitus), cacingan, cacar air, kegemukan, sakit jantung, sakit pinggang (lumbago), sakit perut (kolik), dan perut mulas karena masuk angin, stroke serta ketombe (Hariana, 2007).

d. Kandungan kimia

Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam mengkudu diantaranya minyak menguap asam kopron dan asam kaprilat. Kulit akar mengkudu mengandung morindin, morindon, aligarin-δ-methilether, dan soranjiol. Daun mengkudu mengandung protein, zat kapur, zat besi, karoten dan askorbin. Buah mengkudu mengandung alkaloid triterpenoid, akubin, asperulosid, alizarin, asam askorbat, asam kaproat, asam kaprik (penyebab bau busuk pada buah), asam kaprilat (penyebab rasa buah tidak enak), zat antrakinon, protein, prokseronin, seronin, zat skolopetin, dan zat damnakhantal (zat antikanker). Sementara bunganya mengandung glikosida antrakinon (Hariana, 2007). Struktur senyawa antrakuinon dan turunannya dapat dilihat pada Gambar 1.


(7)

Gambar 1. Struktur Kimia Senyawa Antrakuinon dan turunannya

2. Metode Penyarian

Penyarian atau ekstraksi merupakan peristiwa perpindahan massa zat aktif yang semula berada di dalam sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga zat aktif larut dalam cairan penyari. Pada umumnya penyarian akan bertambah baik bila permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan penyari semakin luas. Namun serbuk yang terlalu halus akan mempersulit penyarian, karena butir-butir halus membentuk suspensi yang sulit dipisahkan dengan hasil penyarian (Anonim, 1986).

Proses ekstraksi mengumpulkan zat aktif dari bahan mentah obat dan mengeluarkannya dari bahan-bahan sampingan yang tidak diperlukan. Dalam ekstraksi obat, pelarut atau campuran pelarut disebut menstrum dan endapan atau ampas yang tidak mengandung zat aktif lagi diistilahkan sebagai mare (Ansel, 1989).


(8)

Metode penyarian merupakan salah satu bagian dari isolasi bahan alam. Metode dasar penyarian adalah infundasi, maserasi, perkolasi dan penyarian berkesinambungan. Pemilihan terhadap metode tersebut disesuaikan dengan kepentingan dalam memperoleh sari yang baik (Harborne, 1987).

Maserasi merupakan penyarian yang paling baik digunakan untuk bahan yang berupa serbuk yang halus. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari sampai meresap dan susunan selnya lunak sehingga zat-zat yang mudah larut segera akan terlarut. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel. Keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif (Voigt, 1994). Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Sedangkan kerugiannya adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna. Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari (Anonim, 1986).

3. Propionibacterium acne


(9)

Kingdom : Bacteria

Phylum : Actinobacteria Class : Actinobacteridae

Order : Actinomycetales

Family : Propionibacteriaceae Genus : Propionibacterium

Spesies : Propionibacterium acne (Pramasanti, 2008).

Propionibacterium acne termasuk dalam kelompok bakteri

Corynebacteria. Propionibacterium acne merupakan difteroid anaerob yang biasanya menetap pada kulit normal. Bakteri ini ikut serta dalam patogenesis jerawat dengan menghasilkan lipase, yang memecahkan asam lemak bebas dari lipid kulit. Asam lemak ini dapat menimbulkan radang jaringan dan ikut menyebabkan jerawat. Propionibacterium acne merupakan bagian flora kulit normal, kadang-kadang bakteri ini muncul dalam biakan darah dan harus dibedakan sebagai suatu pencemar biakan atau penyebab sebenarnya dari penyakit. Propionibacterium acne kadang-kadang menyebabkan infeksi katup jantung prostetik dan pintas cairan serbrospinal (Jawetz et al., 1996).

Propionibacterium acne termasuk bakteri yang tumbuh relatif lambat.

Propionibacterium acne merupakan tipikal bakteri anaerob Gram positif yang

toleran terhadap udara. Ciri-ciri penting dari Propionibacterium acne adalah berbentuk batang tak teratur yang terlihat pada pewarnaan Gram positif. Bakteri ini dapat tumbuh di udara dan tidak menghasilkan endospora. Bakteri ini dapat


(10)

berbentuk filamen bercabang atau campuran antara bentuk batang/filamen dengan bentuk kokoid. Propionibacterium acne memerlukan oksigen mulai dari aerob atau anaerob fakultatif sampai ke mikroerofilik atau anaerob. Beberapa bersifat patogen untuk hewan dan tanaman (Pramasanti, 2008).

4. Staphylococcus aureus

Sistematika dari Staphylococcus aureus adalah : Divisi : Protophyta

Kelas : Schizomycetes Bangsa : Eubacteriales Suku : Micrococcaceae Marga : Staphylococcus

Jenis : Staphylococcus aureus (Salle, 1961).

Bakteri Staphylococcus aureus merupakan jenis bakteri Gram positif, berbentuk sferis, bila menggerombol dalam susunan yang tidak teratur mungkin sisinya agak rata karena tertekan. Diameter kuman antara 0,8-10 mikron. Pada sediaan langsung seperti nanah dapat terlihat sendiri, berpasangan, menggerombol dan bahkan dapat tersusun seperti rantai pendek. Susunan gerombolan yang tidak teratur biasanya ditemukan pada sediaan yang dibuat dari perbenihan padat, sedangkan dari perbenihan kaldu biasanya ditemukan tersendiri atau tersusun sebagai rantai pendek (Warsa, 1994).

Bakteri ini tidak bergerak dan tidak berspora. Jenis-jenis Staphylococcus di laboratorium tumbuh dengan baik dalam kaldu biasa dengan suhu 37ºC.


(11)

Batas-batas suhu untuk pertumbuhannya ialah 15ºC sampai 40ºC, sedangkan suhu pertumbuhan optimum adalah 35ºC. Pertumbuhan terbaik dan khas adalah pada suasana aerob. Kuman ini pun bersifat anaerob fakultatif dan dapat tumbuh dalam udara yang hanya mengandung hidrogen dan pH optimum untuk pertumbuhan adalah 7,4 (Warsa, 1994).

Pada lempeng agar, koloni Staphylococcus berbentuk bulat, diameter 1-2 mm, cembung, buram, mengkilat dan konsistensinya lunak. Warna khas adalah kuning keemasan, hanya intensitasnya bervariasi. Pada lempeng agar darah, umumnya koloni lebih besar dan pada varietas tertentu koloninya dikelilingi oleh zona hemolisis (Warsa, 1994).

5. Mekanisme Antibakteri

Antibakteri adalah suatu senyawa yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme dan dalam konsentrasi kecil mampu menghambat bahkan membunuh proses kehidupan suatu mikroorganisme. Berdasarkan sifat toksisitas selektif ada antibakteri yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri yang dikenal dengan istilah bakteriostatik dan antibakteri yang bersifat membunuh pertumbuhan bakteri yang dikenal dengan bakterisid. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat atau membunuh pertumbuhan bakteri masing-masing dikenal sebagai Kadar Hambat Minimal (KHM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM) (Jawetz et al., 2001).


(12)

Obat-obat antibakterial didapatkan dari sumber alami atau yang dibuat. Empat mekanisme kerja antibakteria yang menghambat pertumbuhan atau penghancuran mikroorganisme adalah :

1) Penghambatan sintesis dinding sel bakteri 2) Pengubahan permeabilitas kapiler

3) Penghambatan sintesis protein

4) Mengganggu metabolisme di dalam sel (Kee dan Hayes, 1996).

Obat yang digunakan untuk membasmi bakteri penyebab infeksi pada manusia ditentukan harus memiliki sifat toksik untuk bakteri, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes. Sifat toksisitas selektif yang absolut belum atau mungkin juga tidak akan diperoleh (Setiabudy dan Gan, 1995).

6. Uji Aktivitas Antibakteri

Aktivitas antibakteri ditentukan oleh spektrum kerja (spektrum kerja luas, spektrum kerja sempit), cara kerja (bakterisid atau bakteriostatik) dan ditentukan pula oleh Konsentrasi Hambat Minimal (KHM). Suatu antibakteri dikatakan mempunyai aktivitas yang tinggi bila KHM terjadi pada kadar antibiotik yang rendah tetapi mempunyai daya bunuh atau daya hambat yang besar (Wattimena, 1991).

Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dilusi cair atau dilusi padat dan difusi. Prinsip dari dilusi cair atau dilusi padat yaitu antibakteri diencerkan sampai diperoleh beberapa konsentrasi. Pada dilusi cair,


(13)

masing-masing konsentrasi obat ditambah suspensi kuman dalam media cair. Sedangkan pada dilusi padat tiap konsentrasi obat dicampur dengan media agar lalu ditanami bakteri. Konsentrasi terendah yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri ditunjukkan dengan tidak adanya kekeruhan disebut Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) (Anonim, 1993). Hasilnya dibaca :

a. Zona radikal yaitu suatu daerah di sekitar disk dimana sama sekali tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri, potensi antibakteri diukur dengan mengukur diameter zona radikal.

b. Zona irradikal yaitu suatu daerah di sekitar disk dimana pertumbuhan bakteri dihambat oleh bakteri tetapi tidak dimatikan.Pada zona ini akan terlihat pertumbuhan yang kurang subur dibanding dengan daerah di luar pengaruh antibakteri tersebut (Anonim, 1993).

7. Resistensi Terhadap Antibiotik

Resistensi sel mikroba adalah suatu sifat tidak terganggunya sel mikroba oleh antimikroba. Sifat ini dapat merupakan suatu mekanisme alamiah untuk bertahan hidup (Setiabudy dan Gan, 1995). Ada berbagai mekanisme yang menyebabkan suatu populasi kuman menjadi resisten terhadap antibiotik. Mekanisme tersebut antara lain :

a) Mikroorganisme memproduksi enzim yang merusak obat aktif. b) Mikroorganisme mengubah permeabilitasnya terhadap obat tersebut.


(14)

d) Mikroorganisme mengembangkan jalur metabolisme lain yang memintas reaksi yang dihambat oleh obat.

e) Mikroorganisme membentuk suatu enzim yang telah mengalami perubahan sehingga kuman meskipun masih hidup dengan baik tetapi kurang sensitif terhadap antibiotik (Jawetz et al., 1996).

Resistensi bakteri terhadap antibiotik membawa masalah tersendiri yang dapat menggagalkan terapi dengan antibiotik. Resistensi adalah ketahanan mikroba terhadap antibiotik tertentu yang dapat berupa resistensi alamiah, resistensi karena adanya mutasi spontan (resistensi kromosomal) dan resistensi karena adanya faktor R pada sitoplasma (resistensi ekstra kromosomal) atau resistensi karena pemindahan gen yang resisten atau faktor R atau plasmid (resistensi silang) (Wattimena, 1991).

1) Resistensi Alamiah

Beberapa mikroba tidak peka terhadap antibiotik tertentu karena sifat mikroba secara alamiah tidak dapat diganggu oleh antibiotik tersebut. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya reseptor yang cocok atau dinding sel mikroba tidak dapat ditembus oleh antibiotik. Oleh karena itu antibiotik tersebut mempunyai kekosongan dalam spektrum kerjanya (Wattimena, 1991).

2) Resistensi Kromosomal

Resistensi kromosomal terjadi karena mutasi spontan pada gen kromosom dengan frekuensi 1:107 sampai 1:1012. Kromosom yang telah termutasi ini dapat dipindahkan sehingga terjadi populasi yang resisten.


(15)

Pemindahan kromosom ini mengakibatkan terjadi resistensi silang. Pada mutasi spontan terjadi seleksi oleh antibiotik dimana bibit yang peka akan musnah dan bibit yang resisten tetap hidup dan berkembang biak (Wattimena, 1991).

3) Resistensi Ekstrakromosomal

Dalam resistensi ekstrakromosomal, yang berperan adalah faktor R yang terdapat di luar kromosom yaitu di dalam sitoplasma. Faktor R ini diketahui membawa resistensi bakteri terhadap berbagai antibiotik. Faktor R dapat dipindahkan dari bakteri yang satu ke bakteri yang lain, sehingga terjadi resistensi silang. Dengan cara ini suatu bakteri dapat memperoleh sekaligus gen yang resisten terhadap enam sampai tujuh antibiotik. Pemindahan faktor R umumnya terjadi secara konjugasi, sedangkan pemindahan plasmid diantara berbagai stafilokokus terjadi secara transduksi (Wattimena, 1991).

Penyebab terjadinya resistensi mikroba adalah penggunaan antibiotik yang tidak tepat, misalnya penggunaan dosis yang tidak memadai, pemakaian yang tidak teratur atau tidak kontinyu, demikian juga waktu pengobatan yang tidak cukup lama. Maka untuk memperlambat atau mencegah timbulnya resistensi mikroba, harus diperhatikan cara-cara penggunaan antibiotik yang benar (Wattimena, 1991).


(16)

8. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah metode pemisahan senyawa menggunakan fase gerak berupa pelarut tunggal atau campuran dan fase diam berupa serbuk halus yang dilapiskan secara merata pada lempeng kaca, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisahkan berupa bercak atau pita dan pemisahan terjadi selama perambatan (pengembangan) (Stahl, 1985).

Untuk memperoleh hasil yang dapat dibandingkan pada kromatografi lapis tipis, beberapa kondisi harus diperhatikan yaitu :

a. Fase diam (lapisan penyerap).

Fase diam yang umum digunakan dalam KLT adalah silika gel, alumunium oksida, kieselgur, selulosa dan turunannya, poliamida dan lain-lain. Silika gel paling banyak digunakan untuk campuran senyawa lipofil maupun hidrofil (Stahl, 1985).

b. Fase gerak (pelarut pengembang)

Fase gerak adalah media angkut yang terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Fase ini bergerak di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori karena adanya gaya kapiler. Fase gerak yang digunakan hanyalah pelarut bertingkat mutu analitik dan bila diperlukan sistem pelarut multikomponen ini harus berupa suatu campuran sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum tiga komponen (Stahl, 1985). Pemilihan fase gerak baik tunggal maupun campuran tergantung pada solute yang dianalisis dan fase diam yang


(17)

digunakan. Bila fase diam telah ditentukan maka pemilihan fase gerak dapat berpedoman pada kekuatan elusi fase gerak tersebut (Sumarno, 2001).

Terdapat berbagai kemungkinan untuk deteksi senyawa pada kromatogram. Deteksi paling sederhana adalah jika senyawa menunjukan penyerapan di daerah ultra violet (UV) gelombang pendek (radiasi utama kira-kira 254 nm) atau senyawa itu dapat dieksitasikan ke fluoresensi radiasi UV gelombang pendek dan atau gelombang panjang (366 nm). Jika dengan kedua cara tersebut senyawa tidak dapat dideteksi, maka harus dicoba dengan reaksi kimia, pertama tanpa pemanasan, kemudian dengan pemanasan. Jarak pengembangan dengan kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka Rf atau hRf, diperoleh dengan membandingkan jarak bercak dari titik awal penotolan dengan jarak yang ditempuh oleh fase gerak dan hRf diperoleh dengan mengalikan angka Rf dengan 100 (h) (Stahl, 1985).

Rf dapat dirumuskan dengan:

Rf =

awal titik dari pelarut tas

Jarak tera

awal titik dari bercak pusat

Jarak

9. Bioautografi

Bioautografi merupakan metode yang spesifik yang digunakan untuk mendeteksi bercak pada kromatogram hasil kromatografi lapis tipis yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri, antifungi dan antiviral. Bioautografi


(18)

dapat mendeteksi bercak atau komponen zat aktif sebagai antibakteri dan menentukan komponen zat aktif sebagai antibakteri (Djide, 2003).

E. Keterangan Empiris

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu data ilmiah tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) terhadap

Propionibacterium acne dan Staphylococcus aureus multiresisten.


(1)

masing-masing konsentrasi obat ditambah suspensi kuman dalam media cair. Sedangkan pada dilusi padat tiap konsentrasi obat dicampur dengan media agar lalu ditanami bakteri. Konsentrasi terendah yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri ditunjukkan dengan tidak adanya kekeruhan disebut Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) (Anonim, 1993). Hasilnya dibaca :

a. Zona radikal yaitu suatu daerah di sekitar disk dimana sama sekali tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri, potensi antibakteri diukur dengan mengukur diameter zona radikal.

b. Zona irradikal yaitu suatu daerah di sekitar disk dimana pertumbuhan bakteri dihambat oleh bakteri tetapi tidak dimatikan.Pada zona ini akan terlihat pertumbuhan yang kurang subur dibanding dengan daerah di luar pengaruh antibakteri tersebut (Anonim, 1993).

7. Resistensi Terhadap Antibiotik

Resistensi sel mikroba adalah suatu sifat tidak terganggunya sel mikroba oleh antimikroba. Sifat ini dapat merupakan suatu mekanisme alamiah untuk bertahan hidup (Setiabudy dan Gan, 1995). Ada berbagai mekanisme yang menyebabkan suatu populasi kuman menjadi resisten terhadap antibiotik. Mekanisme tersebut antara lain :

a) Mikroorganisme memproduksi enzim yang merusak obat aktif. b) Mikroorganisme mengubah permeabilitasnya terhadap obat tersebut.


(2)

d) Mikroorganisme mengembangkan jalur metabolisme lain yang memintas reaksi yang dihambat oleh obat.

e) Mikroorganisme membentuk suatu enzim yang telah mengalami perubahan sehingga kuman meskipun masih hidup dengan baik tetapi kurang sensitif terhadap antibiotik (Jawetz et al., 1996).

Resistensi bakteri terhadap antibiotik membawa masalah tersendiri yang dapat menggagalkan terapi dengan antibiotik. Resistensi adalah ketahanan mikroba terhadap antibiotik tertentu yang dapat berupa resistensi alamiah, resistensi karena adanya mutasi spontan (resistensi kromosomal) dan resistensi karena adanya faktor R pada sitoplasma (resistensi ekstra kromosomal) atau resistensi karena pemindahan gen yang resisten atau faktor R atau plasmid (resistensi silang) (Wattimena, 1991).

1) Resistensi Alamiah

Beberapa mikroba tidak peka terhadap antibiotik tertentu karena sifat mikroba secara alamiah tidak dapat diganggu oleh antibiotik tersebut. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya reseptor yang cocok atau dinding sel mikroba tidak dapat ditembus oleh antibiotik. Oleh karena itu antibiotik tersebut mempunyai kekosongan dalam spektrum kerjanya (Wattimena, 1991).

2) Resistensi Kromosomal

Resistensi kromosomal terjadi karena mutasi spontan pada gen kromosom dengan frekuensi 1:107 sampai 1:1012. Kromosom yang telah termutasi ini dapat dipindahkan sehingga terjadi populasi yang resisten.


(3)

Pemindahan kromosom ini mengakibatkan terjadi resistensi silang. Pada mutasi spontan terjadi seleksi oleh antibiotik dimana bibit yang peka akan musnah dan bibit yang resisten tetap hidup dan berkembang biak (Wattimena, 1991).

3) Resistensi Ekstrakromosomal

Dalam resistensi ekstrakromosomal, yang berperan adalah faktor R yang terdapat di luar kromosom yaitu di dalam sitoplasma. Faktor R ini diketahui membawa resistensi bakteri terhadap berbagai antibiotik. Faktor R dapat dipindahkan dari bakteri yang satu ke bakteri yang lain, sehingga terjadi resistensi silang. Dengan cara ini suatu bakteri dapat memperoleh sekaligus gen yang resisten terhadap enam sampai tujuh antibiotik. Pemindahan faktor R umumnya terjadi secara konjugasi, sedangkan pemindahan plasmid diantara berbagai stafilokokus terjadi secara transduksi (Wattimena, 1991).

Penyebab terjadinya resistensi mikroba adalah penggunaan antibiotik yang tidak tepat, misalnya penggunaan dosis yang tidak memadai, pemakaian yang tidak teratur atau tidak kontinyu, demikian juga waktu pengobatan yang tidak cukup lama. Maka untuk memperlambat atau mencegah timbulnya resistensi mikroba, harus diperhatikan cara-cara penggunaan antibiotik yang benar (Wattimena, 1991).


(4)

8. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah metode pemisahan senyawa menggunakan fase gerak berupa pelarut tunggal atau campuran dan fase diam berupa serbuk halus yang dilapiskan secara merata pada lempeng kaca, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisahkan berupa bercak atau pita dan pemisahan terjadi selama perambatan (pengembangan) (Stahl, 1985).

Untuk memperoleh hasil yang dapat dibandingkan pada kromatografi lapis tipis, beberapa kondisi harus diperhatikan yaitu :

a. Fase diam (lapisan penyerap).

Fase diam yang umum digunakan dalam KLT adalah silika gel, alumunium oksida, kieselgur, selulosa dan turunannya, poliamida dan lain-lain. Silika gel paling banyak digunakan untuk campuran senyawa lipofil maupun hidrofil (Stahl, 1985).

b. Fase gerak (pelarut pengembang)

Fase gerak adalah media angkut yang terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Fase ini bergerak di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori karena adanya gaya kapiler. Fase gerak yang digunakan hanyalah pelarut bertingkat mutu analitik dan bila diperlukan sistem pelarut multikomponen ini harus berupa suatu campuran sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum tiga komponen (Stahl, 1985). Pemilihan fase gerak baik tunggal maupun campuran tergantung pada solute yang dianalisis dan fase diam yang


(5)

digunakan. Bila fase diam telah ditentukan maka pemilihan fase gerak dapat berpedoman pada kekuatan elusi fase gerak tersebut (Sumarno, 2001).

Terdapat berbagai kemungkinan untuk deteksi senyawa pada kromatogram. Deteksi paling sederhana adalah jika senyawa menunjukan penyerapan di daerah ultra violet (UV) gelombang pendek (radiasi utama kira-kira 254 nm) atau senyawa itu dapat dieksitasikan ke fluoresensi radiasi UV gelombang pendek dan atau gelombang panjang (366 nm). Jika dengan kedua cara tersebut senyawa tidak dapat dideteksi, maka harus dicoba dengan reaksi kimia, pertama tanpa pemanasan, kemudian dengan pemanasan. Jarak pengembangan dengan kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka Rf atau hRf, diperoleh dengan membandingkan jarak bercak dari titik awal penotolan dengan jarak yang ditempuh oleh fase gerak dan hRf diperoleh dengan mengalikan angka Rf dengan 100 (h) (Stahl, 1985).

Rf dapat dirumuskan dengan:

Rf = awal titik dari pelarut tas Jarak tera awal titik dari bercak pusat Jarak 9. Bioautografi

Bioautografi merupakan metode yang spesifik yang digunakan untuk mendeteksi bercak pada kromatogram hasil kromatografi lapis tipis yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri, antifungi dan antiviral. Bioautografi


(6)

dapat mendeteksi bercak atau komponen zat aktif sebagai antibakteri dan menentukan komponen zat aktif sebagai antibakteri (Djide, 2003).

E. Keterangan Empiris

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu data ilmiah tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) terhadap Propionibacterium acne dan Staphylococcus aureus multiresisten.


Dokumen yang terkait

Uji Aktivitas AntiBakteri Ekstrak n-Heksan Dan Etilasetat Serta Etanol Dari Talus Kappaphycus alvarezii (Doty) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

4 78 71

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak n-heksana Etilasetat dan Etanol Dari Rumput Laut Coklat (Sargassum polycystum C.Agardh.) Terhadap Bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis

8 127 76

Pengaruh Ekstrak Buah Morinda Citrifolia Linn Terhadap Kualitas, Kuantitas Sperma Dan Kadar Malondialdehyde Testis Tikus Wistar Diabetes Mellitus

4 79 95

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH (Piper betle L.) TERHADAP Propionibacterium acne DAN Staphylococcus aureus MULTIRESISTEN.

16 121 20

Uji Antioksidan dan Uji Antibakteri Pada Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia L)Terhadap Bakteri Escherichia Coli dan Staphylococcus Aureus

0 0 13

Uji Antioksidan dan Uji Antibakteri Pada Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia L)Terhadap Bakteri Escherichia Coli dan Staphylococcus Aureus

0 0 2

Uji Antioksidan dan Uji Antibakteri Pada Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia L)Terhadap Bakteri Escherichia Coli dan Staphylococcus Aureus

0 0 4

Uji Antioksidan dan Uji Antibakteri Pada Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia L)Terhadap Bakteri Escherichia Coli dan Staphylococcus Aureus

0 0 11

Uji Antioksidan dan Uji Antibakteri Pada Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia L)Terhadap Bakteri Escherichia Coli dan Staphylococcus Aureus

0 0 2

Uji Antioksidan dan Uji Antibakteri Pada Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia L)Terhadap Bakteri Escherichia Coli dan Staphylococcus Aureus

0 0 6