PEMBELAJARAN MENULIS BRAILLE DENGAN REGLET PADA ANAK TUNANETRA KELAS I SD DI SLBN A BANDUNG.

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

HALAMAN PERNYATAAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Pertanyaan Penelitian ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9

A. Tunanetra ... 9

1. Definisi ... 9

2. Braille ... 12

B. Hakekat Pembelajaran ... 13

1. Pengertian belajar ... 13

2. Pengertian pembelajaran ... 14

C. Sejarah Perkembangan Tulisan Bagi Tunanetra ... 14

1. Valentin Hauy ... 15

2. Moon ... 16

3. Barbier ... 17

4. Louis Braille ... 18

D. Sejarah Perkembangan Tulisan Braille Pada Zaman Modern ... 22

E. Alat Penghasil Tulisan Braille ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

A. Pendekatan Penelitian ... 25

B. Tempat Penelitian ... 25


(2)

D. Teknik Pengumpulan Data ... 26

E. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional ... 28

F. Validitas Data ... 31

G. Analisis Data ... 31

H. Prosedur Penelitian ... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 35

A. Hasil Penelitian ... 35

B. Pembahasan Hasil Penelitian... 48

BAB V PENUTUP ... 54

A. Kesimpulan ... 54

B. Saran ... 56

Daftar Pustaka ... 58


(3)

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menulis merupakan hal yang sangat penting untuk diajarkan pada anak sedini mungkin. Dengan memiliki kemampuan menulis, anak akan dapat menuangkan segala hal yang ada dalam pikiran dan dikemukakan dengan bahasa tulis. Selain itu, dengan memiliki kemampuan menulis anak diharapkan mampu berkomunikasi dengan orang lain serta dapat menyampaikan informasi yang ingin disampaikan melalui tulisan. Untuk itu perlu diajarkan cara menulis yang baik kepada anak sejak dini, agar mereka memiliki motivasi untuk membaca dan menulis, sehingga mereka mampu mengenal huruf-huruf yang akan mereka tulis sebelum mereka dapat membaca tulisan tersebut dengan benar.

Demikian pula pada anak/siswa tunanetra. Mereka juga perlu mendapatkan pembelajaran menulis sejak dini. Siswa tunanetra adalah bagian dari populasi anak berkebutuhan khusus. Karena keterbatasan penglihatan yang dimiliki, mereka membutuhkan layanan pendidikan yang didesain secara khusus. Salah satu desain pendidikan khusus bagi anak tunanetra adalah penggunaan huruf braille yang digunakan sebagai media baca tulis. Huruf Braille pada awalnya merupakan tulisan Latin yang dicetak timbul (relief), kemudian berubah menjadi tulisan titik timbul yang dapat dibaca dengan jalan meraba. Pada saat ini sistem tulisan Braille digunakan secara luas, umum, sebagai tulisan resmi orang tunanetra. Penggunaan huruf braille pada siswa tunanetra, sama halnya dengan


(5)

penggunaan huruf awas bagi siswa yang dapat melihat. Dengan demikian, keterampilan siswa tunanetra dalam menggunakan huruf braille dapat dikatakan sebagai kemampuan dasar dan juga kemampuan utama yang harus dimiliki.

Menulis Braille merupakan salah satu keterampilan yang perlu dimiliki oleh siswa tunanetra sejak dini, karena tulisan Braille merupakan media penting dalam menerima dan mendapatkan pengetahuan bagi para tunanetra. Dalam konteks pembelajaran di sekolah, keterampilan siswa tunanetra dalam membaca dan menulis huruf braille, akan sangat mendukung terhadap kelancaran proses pembelajaran pada mata pelajaran lainnya. Hal tersebut dapat dipahami, mengingat semua materi mata pelajaran yang disampaikan, dapat diakses oleh siswa tunanetra melalui aktivitas membaca dan menulis huruf Braille

Selain sebagai sarana yang memungkinkan para tunanetra memiliki akses terhadap ilmu pengetahuan, tulisan Braille juga dapat menjadi sarana membaca, maka mereka akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi pada kelas-kelas berikutnya.

Pada dasarnya, huruf yang dipelajari oleh siswa tunanetra sama, yaitu huruf A-Z. Dalam tulisan Braille juga mempelajari tentang angka, tanda baca, musik, bahasa, ilmu MIPA dan lain sebagainya. Hal yang membedakan anak/siswa tunanetra dengan siswa awas adalah (1) bentuk huruf, (2) alat yang digunakan untuk menulis dan (3) cara menulisnya. Anak tunanetra belajar menulis dengan Braille dari kelas I SD, mereka hendaknya mulai dikenalkan huruf-huruf Braille yaitu huruf-huruf dengan titik-titik timbul sebagai huruf-huruf khusus untuk tunanetra. Rumitnya susunan huruf-huruf timbul tersebut, maka anak perlu


(6)

dikenalkan huruf sedikit demi sedikit agar dapat menulis dengan benar. Alat yang dapat digunakan untuk menulis Braille bisa dengan reglet atau mesin ketik Braille. Dalam menulis Braille pada anak tunanetra kelas I SD, sebaiknya dilatih menulis dengan menggunakan reglet dan pen, karena reglet dan pen merupakan alat utama dan pertama yang dikenalkan untuk menulis Braille bagi tunanetra.

Walaupun kecanggihan teknologi sudah semakin maju untuk peralatan tulis bagi anak tunanetra, reglet tetap tidak dapat dipisahkan dari tunanetra karena itulah alat yang paling fleksibel untuk menulis kapanpun, dimanapun dan dengan kertas ukuran apapun. Sebagai alat tulis yang tidak dapat ditinggalkan, maka anak tunanetra hendaknya mendapatkan pembelajaran menulis Braille dengan menggunakan reglet yang tepat sedini mungkin, agar dapat menulis huruf Braille dengan baik dan benar.

Prinsip latihan pengenalan simbol Braille permulaan adalah mengenalkan anak pada 6 (enam) titik sebagai formasi yang akan menyatakan simbol Braille yang dimaksudkan sebelum anak memanfaatkan media baca tulis yang sebenarnya. Dalam menulis huruf Braille, sering kali membuat anak bingung karena cara menulis dari sebelah kanan, tetapi dapat dibaca dari sebelah kiri ke kanan. Oleh karena itu sering terjadi kesalahan dalam menghafal letak titik, juga

penulisan huruf yang salah. Misalnya : “d” menjadi “f”, “e” menjadi “i”, “h” menjadi “j”, “r” menjadi “w” dan sebaliknya. Hal lain yang sering dialami oleh

siswa kelas I adalah kesulitan dalam memasang reglet pada kertas, miring atau tidak lurus, sering tulisannya menumpuk sehingga tidak dapat dibaca dengan baik, karena tidak membentuk huruf-huruf atau kata yang bermakna. Selain itu,


(7)

kesalahan penulisan yang biasa terjadi adalah salah dalam menusukkan titik huruf yang diinginkan karena kurang pekanya perabaan saat memegang pena, meraba

diantara 6 titik. Misalnya : Huruf “j” menjadi “w” karena tertusuk ke titik 6.

Kesulitan dalam menulis huruf-huruf di atas, dapat dialami oleh siswa-siswa tunanetra karena berorientasikan pada 6 (enam) titik dengan posisi dan bentuk yang hampir mirip, sehingga ada kalanya siswa tersebut sulit untuk mempersepsikan. Hal itu sering kali menyebabkan anak mengalami hambatan setelah diminta guru untuk menulis. siswa tidak dapat menguraikan urutan titik-titik yang sebenarnya. Dengan demikian, ketidakmampuan atau kekeliruan menulis huruf Braille perlu diatasi sejak awal dalam proses pembelajaran, karena dikhawatirkan akan menghambat siswa tunanetra belajar dalam kelas berikutnya. Agar proses belajar mengajar menulis Braille ini dapat terjadi dengan baik, sebaiknya guru memiliki pengetahuan yang dalam tentang Braille dan cara penggunaan reglet, sehingga dapat memberikan penanaman konsep menulis Braille kepada anak. Konfigurasi huruf-huruf Braille yang harus ditulis dari kanan ke kiri kemudian menghasilkan huruf-huruf yang dapat dibaca dari kiri ke kanan,

perlu diajarkan kepada anak dengan cara menghafalkan penempatan titik “1, 2, 3”

ketika menulis berada di sebelah kanan. Tetapi ketika dibaca, posisi titik “1, 2, 3”

menjadi titik “4, 5, 6”. Untuk titik “4, 5, 6” ketika ditulis berada di sebelah kiri

dan ketika dibaca menjadi posisi sebelah kanan.

Ukuran standar sebuah karakter Braille adalah sekitar 4 mm lebar dan 6 mm tinggi dengan ketebalan sekitar 0,4 mm. Ini berarti bahwa pada satu halaman Braille dengan ukuran kertas standar *A4) hanya dapat memuat maksimal 40


(8)

karakter per baris dan maksimal 28 baris (dengan margin 0). Memperkecil atau memperbesar karakter tersebut akan sangat mengganggu keterbacaannya oleh ujung-ujung jari tunanetra. Karakter Braille terdiri dari titik-titik yang dibentuk dengan menusuk kertas dengan kedalaman tertentu. Agar titik-titik tersebut dapat bertahan lama, ketebalan kertas memegang peranan penting. Reglet dan pen (slate

and stylus) adalah alat tertua yang digunakan untuk menulis Braille. Prototipe alat

ini diciptakan oleh Charles Barbier (Shodorsmall, 2000). Keuntungan utama alat yang sederhana ini adalah portabilitasnya dan harganya yang terjangkau.

Reglet ini terdiri dari dua plat logam atau plastik yang dihubungkan dengan engsel. Satu plat logam (plat bawah) mempunyai lubang-lubang tak tembus yang berfungsi sebagai cetakan sedangkan satu plat lainnya (plat atas) mempunyai lubang-lubang tembus yang berfungsi untuk mengarahkan penggunanya dalam membentuk titik-titik itu. Lubang-lubang pada plat atas itu disebut petak. Dalam keadaan plat bawah dan plat atas ditutupkan, setiap petak merupakan pedoman untuk mengarah pada enam lubang titik yang membentuk kerangka tulisan Braille. Untuk menulis, kertas dijepit di antara kedua plat logam

tersebut. Sebuah pen (paku dengan pegangan kayu/plastik) ditusuk-tusukkan di atas kertas itu melalui lubang-lubang pada plat atas untuk membentuk titik-titik

dengan cetakan plat bawah.

Kelemahan utama reglet dan pen adalah soal orientasi menulisnya. Karena titik-titik itu ditusukkan dari atas ke bawah, maka ini berarti bahwa untuk membacanya, kertas harus dibalik, sehingga menulisnya pun harus dengan orientasi yang berlawanan. Jadi, agar tulisan dapat dibaca dari kiri ke kanan,


(9)

menulis dengan reglet harus dari kanan ke kiri. Terdapat bermacam-macam reglet berdasarkan jenis bahannya, jumlah barisnya, dan jumlah petak perbaris. Pada awalnya reglet dibuat dari logam, tetapi kemudian diproduksi juga reglet dengan bahan plastik. Jumlah barisnya berkisar dari dua hingga 36 baris, sedangkan jumlah petaknya berkisar dari 18 hingga 40 petak perbaris. Akan tetapi, yang paling umum digunakan adalah reglet dengan empat baris dan 28 petak perbaris.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Pembelajaran Menulis Braille dengan Reglet pada anak Tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung”

C. Pertanyaan Penelitian

Masalah yang diteliti dalam penelitian ini tentang “Pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung”. Untuk lebih rinci, peneliti membuat pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pandangan guru tentang pentingnya pembelajaran menulis

Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung? 2. Bagaimanakah pengamatan guru tentang penerimaan siswa terhadap

pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung?

3. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung?


(10)

4. Faktor-faktor apa saja yang menjadi pendukung dalam pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung? 5. Bagaimanakah cara mengatasi faktor-faktor penghambat dalam pembelajaran

menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung?

Dengan pertanyaan penelitian di atas, diharapkan dapat mengungkapkan jawaban yang nyata atas permasalahan yang ada, sehingga dapat ditemukan cara untuk mengatasi masalah tersebut.

D. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui

“Pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di

SLBN A Bandung”. Untuk lebih rinci, peneliti membuat tujuan penelitian sebagai

berikut :

1. Untuk mengetahui pandangan guru terhadap pentingnya pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung.

2. Untuk mengetahui pengamatan guru tentang penerimaan siswa terhadap pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak Tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung.

3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung.


(11)

4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi pendukung dalam menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung. 5. Untuk mengetahui cara mengatasi faktor-faktor penghambat dalam

pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Bagi anak

Dapat memperoleh informasi dan belajar cara menulis Braille dengan menggunakan reglet secara baik dan benar serta tidak mengalami pemahaman yang salah.

2. Bagi Guru dan sekolah

Sekolah yang diteliti dapat menjadi tempat bertukar ilmu dan pengalaman dalam memberikan pembelajaran menulis Braille dengan reglet.


(12)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian dan tujuan penelitian, maka pendekatan yang tepat untuk penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata, baik lisan maupun tertulis, yang diambil dari tempat penelitian. Pilihan pendekatan tersebut didasarkan pula atas alasan bahwa penelitian bermaksud mendeskripsikan pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung.

B. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SLBN A Bandung. Penetapan pemilihan sekolah ini adalah :

1. Sekolah ini menerima anak-anak tunanetra.

2. Terdapat anak tunanetra yang duduk di kelas I SD.

3. Kepala sekolah dan guru-guru merespon penelitian ini dengan baik. 4. Letak sekolah ini sangat strategis dan mudah dijangkau oleh peneliti.

C. Sumber Data

Sumber data dipilih sesuai dengan jenis informasi yang diperlukan berdasarkan arahan beragam hal yang terdapat dalam rumusan masalah. Sumber


(13)

data harus dirumuskan secara rinci yang berkaitan dengan jenisnya, apa, siapa yang secara langsung berkaitan dengan jenis informasi atau data yang akan digali.

Berdasarkan uraian diatas sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Informan

Informan adalah orang yang dianggap mengetahui permasalahan yang akan diteliti dan mengetahui mendalam tentang data-data yang diperlukan.

Adapun Informan dalam penelitian ini adalah dua Guru kelas I SD di SLBN A Bandung.

2. Peristiwa atau Aktivitas

Tempat dan peristiwa dapat dijadikan sebagai sumber informasi karena dalam pengamatan harus ada kesesuaian dengan konteksnya, dan setiap situasi sosial selalu melibatkan pelaku, tempat, dan aktivitas.

Peristiwa atau aktivitas merupakan pengamatan terhadap proses bagaimana sesuatu terjadi secara lebih pasti karena menyaksikan sendiri secara langsung. Dalam penelitian ini aktivitas yang penulis amati yaitu praktek atau realisasi pendidikan proses pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu memecahkan masalah agar dapat terselasaikan dengan tuntas, maka diperlukan suatu data yang valid, sedangkan untuk mendapatkan data tersebut maka perlu


(14)

digunakan teknik pengumpulan data. Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah sebagai berikut:

1. Wawancara

Menurut Lexy J. Moleong (2007: 186) mengemukakan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh kedua pihak, yaitu pewawancara (interviewwer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberi jawaban atas pertanyaan itu.

Kegiatan wawancara ini yang utama dalam membuat daftar pertanyaan agar sesuai dengan permasalahan yang sedang dikaji, kemudian di dalam pelaksanaannya mencatat hal-hal yang penting dalam wawancara. Dalam wawancara ini peneliti mengajukan pertanyaan kepada informan yang telah dipilihnya dan dianggap mengetahui secara jelas terhadap permasalahan yang akan diteliti. Wawancara ini dilakukan antara peneliti dengan informan. Adapun yang diwawancara dalam penelitian ini adalah dua guru kelas I SD di SLBN A Bandung.

2. Observasi

Menurut Heribertus Sutopo (2002: 64) berpendapat bahwa teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi, dan benda serta rekaman gambar.

Dalam penelitian ini penulis mengadakan observasi untuk mengumpulkan

data tentang pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak kelas I SD di SLBN A Bandung. Oleh karena itu di gunakan observasi partisipasif, di mana


(15)

penelitian. Dalam penelitian ini peneliti mengobservasi dengan ikut dalam kegiatan menulis Braille dengan reglet dan ikut mengamati proses pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak kelas I SD di SLBN A Bandung.

3. Analisis Dokumentasi

Dokumen tertulis dan arsip merupakan hal yang sering memiliki posisi penting dalam penelitian kualitatif.

Dokumen bisa memiliki beragam bentuk, dari yang tertulis sederhana sampai yang lengkap, dan bahkan bisa berupa benda-benda lainnya sebagai peninggalan masa lampau. Demikian pula arsip yang pada umumnya berupa catatan-catatan yang lebih formal bila dibandingkan dengan dokumen. Sebagai catatan formal arsip sering memiliki peran sebagai sumber informasi yang sangat berharga. Sumber data berupa arsip dan dokumen biasanya merupakan sumber data pokok dalam penelitian kesejarahan, terutama untuk mendukung proses interpretasi dari setiap peristiwa yang diteliti (Heribertus Sutopo, 2002: 69).

Teknik ini bertujuan untuk memperoleh data berdasarkan sumber-sumber yang berasal dari buku-buku literatur dan laporan serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan penulisan.

E. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional 1. Definisi Konseptual

Definisi konseptual dibuat dengan menjelaskan konsep-konsep yang digunakan dalam penulisan penelitian ini dengan tujuan untuk menghindari persepsi antara peneliti dengan pembaca. Untuk itu dalam


(16)

penelitian ini akan digunakan beberapa definisi konseptual guna menjelaskan variabel-variabel di dalamnya, yaitu:

a. Pengajaran menulis Braille dengan reglet adalah pada dasarnya sama dengan strategi pembelajaran bagi orang awas, hanya dalam pelaksanaannya memerlukan modifikasi sehingga pesan atau materi pelajaran yang disampaikan dapat diterima/ditangkap oleh tunanetra melalui indera-indera yang masih berfungsi. Media Pembelajaran yang diterapkan pada anak-anak tunanetra di beberapa Sekolah Luar Biasa (SLB) meliputi : alat bantu menulis huruf Braille (reglet, pen dan mesin ketik Braille).

b. Penghambat dalam pembelajaran menulis Braille dengan reglet adalah faktor yang ada dalam diri anak dan faktor yang berasal dari luar anak. c. Pendukung dalam pembelajaran menulis Braille dengan reglet adalah penanganan yang melibatkan pihak sekolah dan orangtua dalam pembelajaran menulis Braille dengan reglet.

2. Definisi Operasional

Definisi operasional dibuat dengan tujuan menjelaskan apa yang menjadi fokus penelitian. Menurut Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (1989: 46) definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimanakah caranya mengukur suatu variabel penelitian. Jadi definisi operasional ini merupakan konsep yang telah disesuaikan derajatnya dengan situasi dan kondisi ditempat penelitian.


(17)

a. Pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung dapat dioperasionalkan dengan indikator sebagai berikut:

1) Alat yang digunakan untuk memberikan pembelajaran menulis Braille.

2) Reglet dengan ukuran dan bahan apa yang sering digunakan.

3) Respon anak saat diberikan pembelajaran menulis Braille dengan reglet.

b. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung dapat dioperasionalkan dengan indikator sebagai berikut : 1) Faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri anak itu sendiri. 2) Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri anak. c. Faktor-faktor apa saja yang menjadi pendukung dalam pembelajaran

menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung dapat dioperasionalkan dengan indikator sebagai berikut : 1) Pelaksanaan bantuan yaitu dapat di sekolah ataupun di rumah. 2) Terlibat memberikan bantuan yaitu terutama guru yang mengampu

dan orangtua.

3) Cara membantu anak agar dapat dilaksanakan secara efektif yaitu anak lebih diintensifkan waktu belajarnya baik di sekolah maupun di rumah.


(18)

F. Validitas Data

Validitas data sebagai proses pembuktian bahwa data yang diperoleh sesuai dengan kenyataan/fakta. Untuk itu, peneliti menggunakan cara triangulasi data. Triangulasi data merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang diperoleh. Pada penelitian ini, triangulasi data dilaksanakan dengan membandingkan data yang sama atau pada informan yang berbeda, artinya apa yang diperoleh dari sumber satu, bisa lebih teruji kebenarannya jika dibandingkan dengan data sejenis yang diperoleh dari sumber lain yang berbeda sehingga keakuratan data dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian suatu data akan dapat dikontrol oleh data yang sama namun dari sumber yang berbeda.

G. Analisis Data

Dalam komponen utama proses analisis data terdapat tiga komponen yang utama yang harus dipahami oleh setiap peneliti kualitatif. Adapun tiga komponen utama tersebut adalah 1) reduksi data, 2) sajian data, dan 3) penarikan kesimpulan serta verifikasinya (Heribertus Sutopo, 2002: 91).


(19)

Model analisis data yang dipakai oleh Model Analisis Interaktif, yang digambarkan dalam skema sebagai

berikut :

Gambar 3.1 Model Analisis Interaktif (HB Sutopo,2002: 96)

Untuk lebih jelasnya penulis paparkan sebagai berikut: 1. Reduksi Data

Reduksi data adalah bagian dari proses analisa yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yan tidak penting, dan mengatur data sedemikian rupa sehingga penelitian dapat dilakukan.

2. Sajian Data

Merupakan suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan dengan melihat suatu penyajian data, peneliti akan memahami apa yang terjadi dam memungkinkan untuk berbuat sesuatu pada analisis ataupun tindakan lain berdasarkan pemahaman tersebut.

PENGUMPULAN DATA

SAJIAN DATA

PENARIKAN SIMPULAN/VERIFIKASI REDUKSI DATA


(20)

3. Penarikan kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan rangkaian pengolahan data yang berupa gejala kasus yang terdapat di lapangan. Penyusunan catatan, pola dan arahan sebab akibat dilakukan secara teratur. Hal ini berarti bahwa kesimpulan akhir yang ditulis merupakan rangkaian keadaan dari yang belum jelas kemudian meningkat sampai pada pertanyaan yang telah memiliki landasan yang kuat dari proses analisa terhadap fenomena yang ada. Disamping itu, didalam penarikan kesimpulan peneliti juga mendiskusikan permasalahan dengan pihak yang relevan yang akhirnya terjadi sebuah kesepakatan kesimpulan yang kokoh dan bisa dipercaya.

Proses analisis penelitian ini dilakukan dengan data cara mereduksi data yang terkumpul. Setelah data direduksikan kemudian melakukan penyajian data yang dirakit dalam suatu organisasi data. Selanjutnya data tersaji itu dianalisis untuk memperoleh jawaban atau kesimpulan penelitian.

H. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian merupakan kejelasan langkah-langkah penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari awal sampai akhir. Adapun prosedur penelitian dilakukan melalui beberapa tahap sebagai berikut:

1. Tahap Pra Lapangan

Tahap ini dilakukan dengan melakukan kegiatan mulai dari penentuan lokasi penelitian, meninjau lokasi penelitian, membuat dan mengurus proposal serta mengurus perizinan guna melaksanakan penelitian di lapangan.


(21)

2. Tahap Pelaksanaan Lapangan

Tahap ini dimulai dengan kegiatan mengumpulkan data di lokasi penelitian dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi.

3. Tahap Analisis Data

Tahap ini dilakukan dengan menganalisis data, melakukan verifikasi dan pengayaan untuk selanjutnya merumuskan kesimpulan sebagai temuan penelitian.

4. Tahap Penyusunan laporan Penelitian

Melakukan tahap pengambilan kesimpulan dari permasalahan yang diteliti kemudian hasil dari penelitian ini nantinya akan ditulis laporan dalam bentuk laporan penelitian.


(22)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab V ini akan disajikan kesimpulan dan saran yang menjadi inti dari keseluruhan proses penelitian ini.

A. Kesimpulan

Secara umum penelitian ini telah menemukan kesimpulan bahwa pada pembelajaran menulis Braille pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung ditemukan sejumlah kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh siswa-siswa tunanetra. Sementara itu, guru telah melakukan berbagai cara yang terkait dengan kesulitan yang dihadapi oleh siswa tunanetra dalam menulis Braille dengan reglet. Adapun kesulitan yang dihadapi oleh siswa tunanetra dalam mengikuti pembelajaran menulis Braille dengan reglet adalah kesulitan dalam mengidentifikasi huruf-huruf Braille yang hampir mirip diantaranya : “d” menjadi

“f”, “e” menjadi “I”, “h” menjadi “j” dan “r” menjadi “w”. Selain itu siswa juga

mengalami kesulitan saat memasang reglet sehingga tulisannya tidak dapat dibaca karena menumpuk, serta kesalahan penulisan karena sering salah tusuk.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Guru memandang bahwa pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung, sangat penting apabila diajarkan sedini mungkin pada anak. Bila tidak diajarkan dan dilatih sejak


(23)

awal, maka akan dapat menghambat pada proses belajar mengajar di kelas selanjutnya. Yang harus diperhatikan dalam pembelajaran menulis Braille ini adalah melatih kemampuan anak dalam keterampilan menulis. Sayangnya, keterampilan anak dalam menulis tidak sama karena masing-masing anak memiliki kemampuan yang berbeda. Cara yang dapat ditempuh adalah melatih motorik anak agar dapat menulis dengan cepat.

2. Penerimaan siswa terhadap pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung, selama ini sangat baik. Terbukti dengan seringnya siswa bertanya pada guru bila mengalami kesulitan, bertanya apabila lupa menulis sebuah huruf, tidak takut meminta bantuan guru dalam hal-hal yang dirasa sulit oleh mereka. Mereka tampak antusias saat mengikuti proses belajar mengajar di sekolah. Hanya beberapa siswa saja yang masih malas dan hal tersebut dapat menghambat kemampuannya dalam belajar menulis Braille dengan reglet.

3. Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung, adalah: Kurangnya pemahaman siswa dalam penulisan huruf Braille yang mereka tulis, motorik anak yang menghambat dalam cepatnya menulis Braille, anak tidak terbiasa menulis dan berlatih dirumah karena kurangnya pengawasan orangtua, anak malas berlatih dalam menggunakan reglet untuk menulis, tidak semua orangtua yang mampu dalam belajar menulis Braille, tidak semua anak mampu menulis dengan reglet yang lurus.


(24)

4. Faktor-faktor yang menjadi pendukung dalam pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung, adalah: Respon anak yang baik dalam pembelajaran menulis Braille, fasilitas belajar yang sudah tersedia yang memudahkan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, motivasi yang dimiliki anak untuk terus belajar menulis dan adanya komunikasi yang baik antara guru dengan orangtua, sehingga akan memudahkan guru dan orangtua mengidentifikasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh anak.

5. Cara guru dalam mengatasi kesulitan menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung, adalah : Guru memberikan penanaman menghafalkan huruf-huruf yang dirasa sulit dikenali oleh anak, anak juga diajarkan untuk menghafalkan letak titik-titik tersebut dalam posisi membaca maupun menulis, motorik anak yang lambat dalam menulis diatasi dengan sering mendikte agar anak dapat menulis dengan cepat, guru menyediakan waktu diantara proses belajar mengajar untuk anak yang mengalami kesulitan, guru menganjurkan agar orangtua juga ikut mempelajari tulisan Braille, memberikan reward pujian pada anak yang telah menyelesaikan tugasnya dengan baik.

B. Saran

Menurut hasil penelitian, telah ditemukan kesesuaian antara pertanyaan penelitian dengan tujuan penelitian, yaitu tujuan penelitian dapat menjawab


(25)

pertanyaan penelitian. Oleh karena itu, peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut :

1. Berdasarkan pandangan guru tentang pentingnya pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I Bandung, maka disarankan : guru sebaiknya melatih kemampuan siswa dalam menulis Braille dengan cara mendikte lebih cepat agar motorik siswa terlatih cepat dalam menulis menggunakan reglet dan pen.

2. Berdasarkan penerimaan siswa terhadap pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung, maka disarankan: guru selalu menyediakan waktu untuk anak dapat bertanya ketika mereka mengalami kesulitan. Dalam hal ini, guru menerima pertanyaan-pertanyaan dari anak pada saat pelajaran berlangsung, serta telah menyediakan waktu ketika mengajar, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari anak. Apabila masih terdapat anak yang malas dan tidak mau aktif dalam kegiatan belajar mengajar, maka disarankan : guru sebaiknya selalu memberikan motivasi pada anak.

3. Berdasarkan faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung, maka disarankan : guru perlu menyediakan waktu khusus di luar jam pelajaran untuk membimbing anak yang dianggap memiliki kesulitan. Guru juga harus menjalin komunikasi dengan orangtua agar orangtua ikut memberikan pengawasan pada anak ketika belajar di rumah, sehingga


(26)

orangtua juga dapat ikut memantau perkembangan anak dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.

4. Berdasarkan faktor-faktor yang menjadi pendukung dalam pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung, Terkait dengan fasilitas belajar, maka disarankan : Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan, sebaiknya menyediakan buku materi pelajaran yang lebih banyak lagi agar siswa dapat mempelajarinya di rumah, sebagai cara berlatih membaca dan menulis.

5. Berdasarkan cara guru dalam mengatasi kesulitan dalam pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung, maka disarankan : guru sebaiknya memiliki catatan harian anak secara individual, sehingga guru dan orangtua dapat mengetahui dengan lebih rinci mengenai kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak serta dapat mengetahui perkembangan anak selama proses belajar berlangsung.


(27)

DAFTAR PUSTAKA

Amin. M dan Yusuf K.I. 1990. Pendidikan Luar Biasa .Jakarta: YK3S.

Bogdan C. dan Bliken F.K. 1982. Qualitative Research For Education An

Introduction To Theory And Method. Boston: Allin and Bacon inc.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1984. Pedoman Menulis Braille

Menurut Ejaan Baru yang Disempurnakan Di sekolah Luar Biasa. Jakarta:

Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1992. Buku Petunjuk Pembelajaran

di Sekolah Luar Biasa bagian Tunanetra. Jakarta: Direktorat Jendral

Pendidikan Dasar dan Menengah.

Departemen Pendidikan Nasional. 2000. Pedoman Penulisan Braille Indonesia

Bidang Bahasa. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan

Menengah.

Hallahan, Kaufman. 2005. Special Education. Pierson: Education, inc.

Lexy J. Moleong. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja. Rosdakarya.

Sujana. 2007. Sistem dan Manajemen Pelatihan Teori dan Aplikasi. Bandung: Penerbit Falah.

Sutopo B, Heribertus. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Tarsidi, Didi. 2007. Braille, Buku Materi Pokok Mata Kuliah Braille. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

http://massofa.wordpress.com/2008/01/14/kupas tuntas metode penelitian kalitatif bag 2.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab V ini akan disajikan kesimpulan dan saran yang menjadi inti dari keseluruhan proses penelitian ini.

A. Kesimpulan

Secara umum penelitian ini telah menemukan kesimpulan bahwa pada pembelajaran menulis Braille pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung ditemukan sejumlah kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh siswa-siswa tunanetra. Sementara itu, guru telah melakukan berbagai cara yang terkait dengan kesulitan yang dihadapi oleh siswa tunanetra dalam menulis Braille dengan reglet. Adapun kesulitan yang dihadapi oleh siswa tunanetra dalam mengikuti pembelajaran menulis Braille dengan reglet adalah kesulitan dalam mengidentifikasi huruf-huruf Braille yang hampir mirip diantaranya : “d” menjadi “f”, “e” menjadi “I”, “h” menjadi “j” dan “r” menjadi “w”. Selain itu siswa juga mengalami kesulitan saat memasang reglet sehingga tulisannya tidak dapat dibaca karena menumpuk, serta kesalahan penulisan karena sering salah tusuk.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Guru memandang bahwa pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung, sangat penting apabila


(2)

awal, maka akan dapat menghambat pada proses belajar mengajar di kelas selanjutnya. Yang harus diperhatikan dalam pembelajaran menulis Braille ini adalah melatih kemampuan anak dalam keterampilan menulis. Sayangnya, keterampilan anak dalam menulis tidak sama karena masing-masing anak memiliki kemampuan yang berbeda. Cara yang dapat ditempuh adalah melatih motorik anak agar dapat menulis dengan cepat.

2. Penerimaan siswa terhadap pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung, selama ini sangat baik. Terbukti dengan seringnya siswa bertanya pada guru bila mengalami kesulitan, bertanya apabila lupa menulis sebuah huruf, tidak takut meminta bantuan guru dalam hal-hal yang dirasa sulit oleh mereka. Mereka tampak antusias saat mengikuti proses belajar mengajar di sekolah. Hanya beberapa siswa saja yang masih malas dan hal tersebut dapat menghambat kemampuannya dalam belajar menulis Braille dengan reglet.

3. Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung, adalah: Kurangnya pemahaman siswa dalam penulisan huruf Braille yang mereka tulis, motorik anak yang menghambat dalam cepatnya menulis Braille, anak tidak terbiasa menulis dan berlatih dirumah karena kurangnya pengawasan orangtua, anak malas berlatih dalam menggunakan reglet untuk menulis, tidak semua orangtua yang mampu dalam belajar menulis Braille, tidak semua anak mampu menulis dengan reglet yang lurus.


(3)

4. Faktor-faktor yang menjadi pendukung dalam pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung, adalah: Respon anak yang baik dalam pembelajaran menulis Braille, fasilitas belajar yang sudah tersedia yang memudahkan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, motivasi yang dimiliki anak untuk terus belajar menulis dan adanya komunikasi yang baik antara guru dengan orangtua, sehingga akan memudahkan guru dan orangtua mengidentifikasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh anak.

5. Cara guru dalam mengatasi kesulitan menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung, adalah : Guru memberikan penanaman menghafalkan huruf-huruf yang dirasa sulit dikenali oleh anak, anak juga diajarkan untuk menghafalkan letak titik-titik tersebut dalam posisi membaca maupun menulis, motorik anak yang lambat dalam menulis diatasi dengan sering mendikte agar anak dapat menulis dengan cepat, guru menyediakan waktu diantara proses belajar mengajar untuk anak yang mengalami kesulitan, guru menganjurkan agar orangtua juga ikut mempelajari tulisan Braille, memberikan reward pujian pada anak yang telah menyelesaikan tugasnya dengan baik.

B. Saran

Menurut hasil penelitian, telah ditemukan kesesuaian antara pertanyaan penelitian dengan tujuan penelitian, yaitu tujuan penelitian dapat menjawab


(4)

pertanyaan penelitian. Oleh karena itu, peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut :

1. Berdasarkan pandangan guru tentang pentingnya pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I Bandung, maka disarankan : guru sebaiknya melatih kemampuan siswa dalam menulis Braille dengan cara mendikte lebih cepat agar motorik siswa terlatih cepat dalam menulis menggunakan reglet dan pen.

2. Berdasarkan penerimaan siswa terhadap pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung, maka disarankan: guru selalu menyediakan waktu untuk anak dapat bertanya ketika mereka mengalami kesulitan. Dalam hal ini, guru menerima pertanyaan-pertanyaan dari anak pada saat pelajaran berlangsung, serta telah menyediakan waktu ketika mengajar, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari anak. Apabila masih terdapat anak yang malas dan tidak mau aktif dalam kegiatan belajar mengajar, maka disarankan : guru sebaiknya selalu memberikan motivasi pada anak.

3. Berdasarkan faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung, maka disarankan : guru perlu menyediakan waktu khusus di luar jam pelajaran untuk membimbing anak yang dianggap memiliki kesulitan. Guru juga harus menjalin komunikasi dengan orangtua agar orangtua ikut memberikan pengawasan pada anak ketika belajar di rumah, sehingga


(5)

orangtua juga dapat ikut memantau perkembangan anak dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.

4. Berdasarkan faktor-faktor yang menjadi pendukung dalam pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung, Terkait dengan fasilitas belajar, maka disarankan : Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan, sebaiknya menyediakan buku materi pelajaran yang lebih banyak lagi agar siswa dapat mempelajarinya di rumah, sebagai cara berlatih membaca dan menulis.

5. Berdasarkan cara guru dalam mengatasi kesulitan dalam pembelajaran menulis Braille dengan reglet pada anak tunanetra kelas I SD di SLBN A Bandung, maka disarankan : guru sebaiknya memiliki catatan harian anak secara individual, sehingga guru dan orangtua dapat mengetahui dengan lebih rinci mengenai kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak serta dapat mengetahui perkembangan anak selama proses belajar berlangsung.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Amin. M dan Yusuf K.I. 1990. Pendidikan Luar Biasa .Jakarta: YK3S.

Bogdan C. dan Bliken F.K. 1982. Qualitative Research For Education An

Introduction To Theory And Method. Boston: Allin and Bacon inc.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1984. Pedoman Menulis Braille

Menurut Ejaan Baru yang Disempurnakan Di sekolah Luar Biasa. Jakarta:

Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1992. Buku Petunjuk Pembelajaran

di Sekolah Luar Biasa bagian Tunanetra. Jakarta: Direktorat Jendral

Pendidikan Dasar dan Menengah.

Departemen Pendidikan Nasional. 2000. Pedoman Penulisan Braille Indonesia

Bidang Bahasa. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan

Menengah.

Hallahan, Kaufman. 2005. Special Education. Pierson: Education, inc.

Lexy J. Moleong. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja. Rosdakarya.

Sujana. 2007. Sistem dan Manajemen Pelatihan Teori dan Aplikasi. Bandung: Penerbit Falah.

Sutopo B, Heribertus. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Tarsidi, Didi. 2007. Braille, Buku Materi Pokok Mata Kuliah Braille. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

http://massofa.wordpress.com/2008/01/14/kupas tuntas metode penelitian kalitatif bag 2.